BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pasar Modal - Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Pasar Modal

  Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang dapat diperjuabelikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas (saham), instrumen derivatif, maupun instrumen lainnya. Instrumen keuangan jangka panjang yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka panjang seperti saham (stock), obligasi (bond), waran (warant), right, reksa dana (mutual fund), dan berbagai instrumen derivatif seperti opsi (option), kontrak berjangka (futures), dan lain-lain (Darmadji & Hendy M. Fakhruddin, 2006).

  Pasar modal pada dasarnya bertujuan untuk menjembatani aliran dana dari pihak yang memiiki dana (investor), dengan pihak perusahaan yang memerlukan dana untuk ekspansi usaha ataupun untuk memperbaiki struktur modal perusahaan. Tempat di mana terjadinya jual beli sekuritas disebut dengan bursa efek. Bursa efek merupakan arti dari pasar modal secara fisik (Tandelilin, 2001).

  Menurut Munir Fuadi 1996 (dalam Situmorang, 2008), pasar modal memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:

  1. Sarana untuk menghimpun dana-dana dari masyarakat untuk disalurkan ke dalam kegiatan-kegiatan yang produktif.

  2. Sumber pembiayaan yang mudah, murah dan cepat bagi dunia usaha dan pembangunan nasional.

  3. Mendorong terciptanya kesempatan berusaha dan sekaligus menciptakan kesempatan kerja.

  4. Mempertinggi efisiensi alokasi sumber produksi.

  5. Memperkokoh beroperasinya mekanisme financial market dalam menata sistem moneter, karena pasar modal dapat menjadi sarana open market

  operation sewaktu-waktu diperlukan oleh Bank Sentral.

  6. Menekan tingginya tingkat bunga menuju suatu rate yang reasonable.

  7. Sebagai alternatif investasi bagi para pemodal.

  Dengan demikian pasar modal memiliki peranan penting dalam meningkatkan aktivitas perekonomian karena menjadi sumber pendanaan untuk menjalankan usaha dengan skala yang lebih besar, dan selanjutnya meningkatkan pendapatan perusahaan dan kemakmuran masyarakat luas.

  Pasar modal dapat dikategorikan menjadi empat pasar (Samsul, 2006), yaitu:

  1. Pasar perdana, yaitu tempat atau sarana bagi perusahaan yang untuk pertama kali menawarkan saham atau obligasi ke masyarakat umum. Emiten menjual saham kepada masyarakat luas melalui penjamin emisi dengan harga yang telah disepakati antara emiten dan penjamin emisi.

  2. Pasar sekunder, yaitu tempat atau sarana transaksi jual beli efek antar investor dan harga dibentuk oleh investor melalui perantara efek. Pasar seknder disebut juga dengan istilah bursa efek atau secondary market. Dengan adanya bursa efek, investor dapat melakukan perdagangan sekuritas untuk mendapatkan keuntungan.

  3. Pasar ketiga, yaitu sarana transaksi jual beli efek antara market maker serta investor dan harga dibentuk oleh market maker. Pasar ketiga merupakan pasar perdagangan surat berharga pada saat pasar kedua tutup.

  4. Pasar keempat, yaitu sarana transaksi jual beli antara investor jual dan investor beli tanpa melalui perantara efek. Transaksi dilakukan secara tatap muka antara investor beli dan investor jual untuk saham atas pembawa.

2.1.2. Saham

2.1.2.1. Pengertian Saham

  Saham merupakan salah satu surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal, yang paling populer dan dikenal luas di masyarakat. Saham (stock atau ) adalah tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu

  share perusahaan atau perseroan terbatas (Darmadji & Hendi M. Fakhruddin, 2006).

  Pemilik saham merupakan pemilik sebagian dari perusahaan tersebut. Dengan demikian, apabila seorang investor membeli saham, maka ia menjadi pemilik dan disebut sebagai pemegang saham perusahaan. Kepemilikan saham ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut.

  Manfaat yang diperoleh dengan memiliki suatu saham perusahaan, di antaranya adalah:

  1. Dividen, yaitu bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemilik saham.

  2. Capital gain, yaitu keuntungan yang diperoleh dari selisih harga jual dengan harga belinya.

  3. Manfaat non finansial antara lain berupa konsekuensi atas kepemilikan saham berupa kekuasaan, kebanggaan dan khususnya hak suara dalam menentukan jalannya perusahaan.

  Selain manfaat yang diperoleh oleh pemegang saham, juga terdapat kemungkinan investor akan mengalami kerugian sebagai resiko yang harus ditanggung, yaitu: 1.

  Capital loss, yaitu kerugian yang akan terjadi apabila investor menjual saham pada harga yang lebih rendah daripada harga pada saat investor membeli sahamnya.

  2. Tidak memperoleh dividen jika operasi perusahaan tidak menghasilkan keuntungan.

  3. Resiko lainnya, seperti perusahaan dilikuidasi, saham dikeluarkan dari bursa, dan saham dihentikan sementara.

  Saham memiliki beberapa karakteristik (Fakhruddin & M. Sopian Hadianto, 2001), yaitu: 1.

  Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba.

  2. Memiliki hak suara dalam rapat umum pemegang saham (one share one vote ).

  3. Memiliki hak terakhir dalam hal pembagian kekayaan perusahaan jika perusahaan tersebut dilikuidasi setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi.

  4. Memiliki tanggung jawab terbatas terhadap klaim pihak lain sebesar proporsi sahamnya.

  5. Hak untuk kepemilikan sahamnya.

2.1.2.2. Jenis-Jenis Saham

  Saham terdiri dari beberapa jenis dilihat dari beberapa segi, yaitu : 1. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim a.

  Saham Biasa (Common Stock), yaitu saham yang menempatkan pemiliknya pada posisi paling junior dalam pembagian dividen dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. Saham biasa merupakan efek yang paling populer di pasar modal.

  b.

  Saham Preferen (Preferred Stock), yaitu saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor.

  2. Dilihat dari cara peralihannya a.

  Saham atas unjuk (bearer stock), artinya pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lain. Secara hukum, siapa yang memegang saham tersebut, maka dialah yang diakui sebagi pemiliknya dan berhak untuk ikut hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

  b.

  Saham atas nama (registered stock), merupakan saham dengan nama pemilik yang ditulis secara jelas dan cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu.

  3. Ditinjau dari kinerja perdagangan a.

  Saham unggulan (blue-chip stock), yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai pemimpin di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil, dan konsisten dalam membayar dividen.

  b.

  Saham pendapatan (income stock), yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya.

  c.

  Saham pertumbuhan (growth stock-well known), yaitu saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai pemimpin di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi.

  d.

  Saham spekulatif (speculative stock), yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi memiliki kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa mendatang, meskipun belum pasti.

  e.

  Saham siklikal (cyclical stock), yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi, harga saham ini tetap tinggi, di mana emitennya mampu memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emiten dalam memperoleh penghasilan yang tinggi pada masa resesi. Emiten seperti ini biasanya bergerak dalam produk yang sangat dan selalu dibutuhkan masyarakat, seperti rokok, dan barang-barang kebutuhan sehari-hari (consumer goods).

2.1.2.3. Indeks Harga Saham

  Indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham dari waktu ke waktu, apakah suatu harga saham mengalami penurunan atau kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu. Indeks harga saham merupakan bagian penting dalam pembicaraan mengenai pasar modal, karena indeks ini merupakan indikator dari berbagai hal dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan-kebijakan di bidang ekonomi makro, ekonomi mikro, moneter dan kebijakan lainnya (Situmorang, 2008).

  Sebuah indeks memiliki lima fungsi, yaitu : 1. Sebagai indikator tren pasar.

  2. Sebagai indikator tingkat keuntungan.

  3. Sebagai tolok ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio.

  4. Memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif.

  5. Memfasilitasi berkembangnya produk derivatif.

  Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk menentukan apa yang sebaiknya dilakukan terhadap saham-saham yang dimiliki, apakah menjual, menahan, atau membeli saham tersebut.

  Indeks terdiri dari sebelas jeni , yaitu: 1. Indeks harga saham gabungan (IHSG), menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen penghitungan indeks.

  2. Indeks harga saham sektoral, menggunakan semua saham yang termasuk dalam masing-masing sektor. Di Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks sektoral terbagi atas sepuluh sektor, yaitu: a.

  Pertanian b.

  Pertambangan c.

  Industri dasar dan kimia d.

  Aneka industri e. Industri barang konsumsi f. Properti dan real estate g.

  Transportasi dan infrastruktur h. Keuangan i. Perdagangan, jasa dan investasi j. Manufaktur 3. Indeks LQ 45, menggunakan 45 saham yang terpilih berdasarkan likuiditas perdagangan saham dan disesuaikan setiap enam bulan.

  4. Jakarta Islamic Index (JII), menggunakan 30 saham yang dipilih dari saham- saham yang masuk dalam kriteria syariah dengan mempertimbangkan kapitalisasi pasar likuiditas.

  5. Indeks Kompas100, yang terdiri dari 100 saham yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Review dan penggantian saham dilakukan setiap 6 bulan.

  6. Indeks BISNIS-27, yaitu indeks yang merupakan hasil kerja sama Bursa Efek Indonesia dengan harian Bisnis Indonesia. Indeks ini terdiri dari 27 saham yang dipilih berdasarkan kriteria fundamental, teknikal atau likuiditas transaksi dan akuntabilitas dan tata kelola perusahaan.

  7. Indeks PEFINDO25, yaitu indeks yang merupakan kerjasama antara Bursa Efek Indonesia dengan lembaga rating PEFINDO untuk memberikan tambahan informasi bagi pemodal khususnya untuk saham-saham emiten kecil dan menengah. Indeks ini terdiri dari 25 saham yang dipilih dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria seperti total aset, tingkat pengembalian modal, opini akuntan publik, faktor likuiditas dan jumlah saham yang dimiliki publik.

  8. Indeks SRI-KEHATI, yaitu indeks yang merupakan hasil kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI). Indeks ini terdiri dari 25 saham yang dipilih dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria seperti: Total Aset, Price Earning Ratio (PER) dan Free Float.

  9. Indeks Papan utama, menggunakan saham-saham perusahaan tercatat yang masuk dalam papan utama.

  10. Indeks Papan Pengembangan, menggunakan saham-saham tercatat yang masuk dalam papan pengembangan.

  11. Indeks individual, yaitu menggunakan indeks harga saham masing-masing perusahaan tercatat.

  Dalam pengukuran indeks harga saham diperlukan dua macam waktu, yaitu waktu dasar dan waktu yang berlaku. Waktu dasar akan dipakai sebagai dasar perbandingan, sedangkan waktu berjalan merupakan waktu di mana kegiatan akan diperbandingkan dengan waktu dasar. Waktu untuk tahun dasar setiap jenis indeks adalah berbeda-beda sesuai dengan waktu dimulainya pembuatan indeks yang bersangkutan. Perhitungan indeks dilakukan setiap hari, yaitu setelah penutupan perdagangan setiap harinya (Situmorang, 2008).

2.1.3. Analisis Faktor Fundamental

  Aspek fundamental merupakan faktor-faktor yang diidentifikasikan dapat mempengaruhi harga saham (Fakhruddin & M. Sopian Hadianto, 2001). Pada dasarnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor-faktor yang dapat dikendalikan perusahaan seperti pemilihan jenis mesin, jenis teknologi, perekrutan karyawan, dan sebagainya serta faktor-faktor di luar kendali perusahaan seperti tingkat suku bunga, nilai tukar, inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Analisis fundamental sendiri adalah teknik-teknik yang mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan cara:

  1. Mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang.

  2. Menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut hingga diperoleh taksiran harga saham.

  Analisis fundamental merupakan salah satu cara melakukan penilaian saham dengan mempelajari atau mengamati berbagai indikator terkait kondisi makro ekonomi dan kondisi industri suatu perusahaan, termasuk berbagai indikator dan manajemen perusahaan (Darmadji & Hendy M. Fakhruddin, 2006).

  Secara fundamental, harga suatu jenis saham dipengaruhi oleh kinerja perusahaan dan kemungkinan risiko yang dihadapi perusahaan. Resiko perusahaan tercermin dari dari daya tahan perusahaan dalam menghadapi siklus ekonomi serta faktor makro ekonomi. Dengan kata lain, kinerja perusahaan dan risiko yang dihadapi dipengaruhi oleh faktor makro dan mikro ekonomi (Samsul, 2006).

2.1.4. Analisis Kondisi Makro Ekonomi

  Kondisi makro ekonomi merupakan faktor fundamental yang berada di luar perusahaan, yang mempunyai pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan. Analisis ekonomi perlu dilakukan karena kecenderungan adanya hubungan yang kuat antara apa yang terjadi pada lingkungan ekonomi makro dan kinerja suatu pasar modal. Pasar modal mencerminkan apa yang terjadi pada perekonomian makro karena nilai investasi ditentukan oleh aliran kas yang diharapkan serta return yang disyaratkan atas investasi tersebut, dan kedua faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan ekonomi makro (Tandelilin, 2001).

  Prospek suatu perusahaan terkait dengan kondisi ekonomi secara umum, sehingga analisis fundamental harus mempertimbangkan lingkungan bisnis di mana perusahaan beroperasi. Analisis prospek suatu perusahaan dimulai dengan analisis lingkungan ekonomi umum, dengan menguji ekonomi agregat bahkan ekonomi internasional (Bodie, dkk, 2009).

  Faktor makro dapat berubah secara mendadak dan sulit diprediksi serta bisa datang setiap saat. Perubahan faktor makro ekonomi dengan seketika akan mempengaruhi harga saham di pasar. Faktor makro mempengaruhi kinerja perusahaan, dan perubahan kinerja perusahaan secara fundamental mempengaruhi harga saham di pasar. Investor fundamentalis akan memberi nilai saham sesuai dengan kinerja perusahaan saat ini dan prospek kinerja perusahaan di masa mendatang. Jika kinerjanya meningkat, maka harga saham akan meningkat dan jika kinerja menurun, maka harga saham akan menurun (Samsul, 2006).

2.1.4.1. Tingkat Suku Bunga

  Menurut teori klasik, permintaan dan penawaran investasi pada pasar modal menentukan tingkat bunga. Tingkat bunga akan menentukan tingkat keseimbangan antara jumlah tabungan dan permintaan investasi. Tingkat suku bunga ditentukan oleh dua kekuatan, yaitu penawaran tabungan dan permintaan investasi modal terutma dari sektor bisnis. Tingkat suku bunga merupakan suatu daya tarik agar individu yang kelebihan dana bersedia menabung. Tingkat bunga yang tinggi akan mendorong masyarakat menabung dan menginvestasikan kelebihan dana yang dimiliki daripada digunakan untuk konsumsi sekarang.

  Menurut ekonom klasikal, bunga merupakan suatu alternatif dari berbagai pilihan untuk mengoptimalkan uang, antara lain dapat diinvestasikan ke pasar modal, atau menabung dengan tingkat bunga tertentu. Tinggi rendahnya penawaran dana investasi ditentukan oleh tinggi rendahnya tabungan masyarakat.

  Suatu unit bisnis akan memerlukan dana untuk ekspansi proyek perusahaan. Jika tingkat bunga di pasar menarik bagi investor, maka unit bisnis akan melakukan permintaan dana untuk investasi. Jadi, tinggi rendahnya tingkat bunga akan menentukan pengeluaran investasi (Sunariyah, 1997).

  Sedangkan menurut Keynes, tingkat bunga merupakan suatu fenomena moneter. Artinya, tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan uang. Keynes menyatakan bahwa masyarakat mempunyai keyakinan adanya suatu tingkat bunga yang normal. Apabila tingkat bunga turun di bawah tingkat normal, makin banyak orang yakin bahwa tingkat bunga akan kembali ke tingkat normal. Jika mereka memegang surat berharga pada waktu tingkat bunga naik, mereka akan menderita kerugian (capital loss). Mereka akan menghindari kerugian ini dengan cara mengurangi surat berharga yang dipegangnya dan dengan sendirinya menambah uang kas yang dipegang. Hubungan ini disebut motif spekulasi tentang harga surat berharga di masa yang akan datang.

  Apabila pada suatu ketika tingkat bunga di bawah tingkat keseimbangan, masyarakat akan menginginkan uang kas lebih banyak dengan cara menjual surat berharga yang dipegangnya. Usaha menjual surat berharga ini akan mendorong harganya turun (tingkat bunga naik), sampai ke tingkat keseimbangan dalam mana masyarakat sudah puas dengan komposisi kekayaannya. Sebaliknya, apabila tingkat bunga berada di atas keseimbangan, masyarakat menginginkan uang kas lebih sedikit dengan cara membeli surat berharga. Pembelian ini akan mengakibatkan naiknya harga surat berharga (tingkat bunga turun) sampai keseimbangan tercapai (Nopirin, 1992).

  Suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI rate menjadi acuan bagi perbankan untuk menetapkan suku bunga deposito ataupun suku bunga kredit.

  Pada umumnya, tingkat suku bunga mempunyai hubungan negatif dengan sekuritas. Apabila bunga naik, maka harga sekuritas akan turun, sebaliknya apabila bunga turun, maka harga sekuritas akan naik. Naiknya suku bunga deposito akan mendorong investor untuk menjual saham dan menabung hasil penjualan tersebut dalam deposito. Penjualan saham secara besar-besaran tersebut akan menjatuhkan harga saham di pasar. Kenaikan suku bunga deposito tersebut akan mengakibatkan turunnya harga saham. Sebaliknya, penurunan tingkat bunga deposito akan menaikkan harga saham di pasar dan laba per saham, sehingga mendorong harga saham meningkat. Penurunan bunga deposito akan mendorong investor mengalihkan investasinya dari perbankan ke pasar modal.

2.1.4.2. Inflasi

  Inflasi merupakan proses kenaikan harga-harga secara umum dan terus- menerus. Ada tiga hal penting yang ditekankan dalam inflasi (Nanga, 2005), yaitu: 1.

  Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti bisa saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan tendensi yang meningkat.

2. Bahwa kenaikan tingkat harga tersebut berlangsung secara terus-menerus

  (sustained), yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja, akaan tetapi bisa beberapa waktu lamanya.

  3. Bahwa tingkat harga yang dimaksud adalah tingkat harga umum, yang berarti tingkat harga yang mengalami kenaikan itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja, akan tetapi untuk harga barang secara umum.

  Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya. Menurut Tandelilin (2001), tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of

  money ).

  Di samping itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya. Inflasi yang tinggi dapat merugikan perekonomian secara keseluruhan, yaitu membuat banyak perusahaan mengalami kebangkrutan dan menjatuhkan harga saham, sedangkan penurunan inflasi dapat menjadi sinyal yang positif bagi investor seiring dengan turunnya risiko daya beli uang dan risiko penurunan pendapatan riil.

  Dilihat dari faktor-faktor penyebab timbulnya, inflasi dapat dibedakan ke dalam tiga macam (Nanga, 2005), yaitu:

  1. Inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation).

  Inflasi tarikan permintaan atau disebut juga inflasi sisi permintaan (demand-side inflation) inflasi karena guncangan permintaan (demand-shock

  inflation

  ) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan permintaan agrergat yang terlalu besar atau pesat dibandingkan dengan penawaran atau produksi agregat. Barang-barang menjadi berkurang dikarenakan pemanfaatan sumberdaya yang telah mencapai tingkat maksimum atau karena produksi tidak dapat ditingkatkan secepatnya untuk mengimbangi permintaan yang semakin meningkat.

  2. Inflasi dorongan biaya (cost-push inflation).

  Inflasi dorongan biaya atau sering disebut inflasi sisi penawaran (supply-

  side inflation

  ) atau inflasi karena guncangan penawaran (supply-shock

  

inflation ) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan produktivitas dan efisiensi, yang menyebabkan perusahaan mengurangi supply barang dan jasa mereka ke pasar. Dengan kata lain, inflasi dari sisi penawaran adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya restriksi atau pembatasan terhadap penawaran dari satu atau lebih sumberdaya, atau inflasi yang terjadi apabila harga dari satu atau lebih sumberdaya mengalami kenaikan atau dinaikkan.

3. Inflasi struktural (structural inflation).

  Inflasi struktural yaitu inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya berbagai kendala atau kekakuan struktural (structural regiditier) yang menyebabkan penawaran di dalam perekonomian menjadi kurang atau tidak responsif terhadap permintaan yang meningkat.

  McKinnon (1973) dalam Nanga(2005), mengemukakan bahwa inflasi cenderung memperendah tingkat bunga riil, menyebakan terjadinya ketidakseimbangan di pasar modal. Hal ini akan menyebabkan penawaran dana untuk investasi menurun, dan sebagai akibatnya investasi sektor swasta tertekan sapai ke bawah tingkat keseimbangannya, yang disebabkan oleh terbatasnya penawaran dana yang dapat dipinjamkan (loanable funds). Oleh karena itu, selama inflasi menuntun ke arah tingkat bunga riil yang rendah dan ketidakseimbangan pasar modal, maka inflasi tersebut akan menurunkan investasi dan pertumbuhan.

2.1.4.3. Nilai Tukar

  Nilai tukar valuta asing dapat diartikan sebagai harga atau nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Menurut Fabozzi dan Franco Modigliani (dalam The Fei Ming, 2001), nilai tukar adalah sejumlah uang dari suatu mata uang tertentu yang dapat dipertukarkan dengan satu unit mata uang negara lain.

  Nilai tukar dapat ditentukan dengan model sebagai berikut: 1. Traditional Theories, yang terdiri dari: a.

   Teori Purchasing Power Parity

  Teori ini menyatakan bahwa harga barang di suatu negara harus sama dengan harga barang serupa di negara lain, sesuai dengan tingkat nilai tukar yang berlaku antar kedua negara tersebut.

  b.

  Teori Elastisitas Teori ini mengatakan bahwa nilai tukar adalah harga dari valuta asing untuk mempertahankan neraca pembayaran internasional suatu negara agar tetap berada pada tingkat ekuilibrium. Dengan kata lain, respons nilai tukar terhadap perubahan dalam neraca perdagangan sangat dipengaruhi oleh elastisitas permintaan terhadap perubahan harga.

2. Modern Monetary Theories on Short term Exchange Rate Volatility

  Teori ini memperhatikan adanya peran pasar modal dalam jangka pendek dan peran bursa komoditi dalam jangka panjang terhadap fluktuasi nilai tukar.

  Teori ini mengatakan bahwa adanya perbedaan nilai tukar dan perbedaan dalam purchasing power parity adalah karena adanya suatu perubahan dalam permintaan dan penawaran terhadap aset-aset keuangan.

  3. Synthesis of Traditional and Modern Monetary Views

  Menurut teori ini, dinamika perubahan yang terjadi di pasar keuangan (pasar modal dan pasar uang) lebih cepat jika dibandingkan dengan perubahan di pasar barang komoditi. Oleh karena itu, dalam jangka pendek, fluktuasi nilai tukar lebih dipengaruhi oleh perubahan dalam pasar modal dan dalam jangka panjang fluktuasi nilai tukar dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di pasar barang.

  Nilai tukar Rupiah/US$ merupakan jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing. Dolar AS (US$) merupakan mata uang utama di dunia. Sebagian besar mata uang yang ada di dunia pada umumnya menggunakan Dolar AS sebagai acuan dalam menentukan nilai tukarnya (The Fei Ming, 2001).

  Nilai tukar antara dua negara akan berubah seiring dengan berubahnya waktu. Kurs dapat ditetapkan dengan beberapa cara sebagai berikut (Supriana, 2008): 1.

  Model Eropa yang sering dibeut dengan Indirect Quote, yaitu penetapan kurs yang dilakukan berdasarkan pada beberapa unit mata uang asing yang dibutuhkan untuk membeli satu unit mata uang dalam negeri.

  2. Model Amerika yang sering disebut dengan Direct Quote. Model ini menjelaskan beberapa unit rupiah yang dibutuhkan untuk membeli satu unit US Dolar. Kurs ini merupakan kurs yang biasa dipakai di Indonesia.

  3. Cara lainnya dalam menentukan nilai tukar valuta asing adalah berdasarkan permintaan dan penawaran mata uang asing dalam pasar bebas.

  4. Ditentukan oleh pemerintahan.

  Nilai tukar valuta asing dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Sistem nilai tukar tetap (Fixed exchange rate).

  Dalam sistem ini, nilai tukar ditentukan oleh pemerintah. Pemerintah melakukan intervensi dalam menentukan nilai tukar valuta asing untuk memastikan nilai tukar yang terjadi tidak memberikan pengaruh yang buruk terhadap perekonomian. Sistem ini membutuhkan cadangan devisa yang besar dan Bank Sentral harus berulang kali mengintervensi pasar agar nilai tukar berada pada posisi yang dikehendaki.

  Apabila harga suatu mata uang domestik ditetapkan oleh pemerintah pada tingkat yang lebih rendah dari yang ditentukan oleh pasar bebas, maka mata uang domestik dinilai terlalu rendah (undervalued currency). Sedangkan apabila harga mata uang domestik ditetapkan pemerintah pada nilai tukar yang lebih tinggi dari yang ditentukan oleh pasar bebas, maka mata uang tersebut dinilai terlalu tinggi (overvalued currency).

  2. Sistem nilai tukar mengambang (Flexible exchange rate) Dalam sistem ini, nilai tukar ditentukan oleh besarnya permintaan dan jumlah penawaran uang asing. Sistem ini tidak membutuhkan cadangan devisa dan Bank Sentral juga tidak perlu mengintervensi pasar karen kurs valuta asing ditetapkan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran mata uang yang bersangkutan. Semakin tinggi harga suatu mata uang, semakin sedikit permintaan terhadap mata uang tersebut, sebaliknya semakin rendah harga suatu mata uang, semakin besar permintaan terhadap mata uang tersebut.

2.1.5. Analisis Perusahaan

  Analisis perusahaan merupakan analisis mikro ekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap harga saham suatu perusahaan. Analisis perusahaan dimaksudkan untuk mengetahui kinerja perusahaan. Para investor memerlukan informasi yang relevan tentang perusahaan sebagai dasar pembuatan keputusan investasi.

  Untuk menghindari kemungkinan risiko kerugian, investor perlu melakukan penilaian terlebih dahulu terhadap saham yang akan dipilih. Investor perlu memprediksikan apakah perusahaan emiten mempunyai prospek yang bagus atau tidak, dan apakah saham tersebut akan memberikan tingkat return sesuai dengan yang diharapkan.

  Dalam penilaian saham dikenal adanya tiga jenis nilai, yaitu: 1. Nilai buku, yaitu nilai yang dihitung berdasarkan pembukuan perusahaan penerbit saham (emiten).

  2. Nilai pasar, yaitu nilai saham di pasar yang ditunjukkan oleh harga saham di pasar.

  3. Nilai intrinsik atau dikenal sebagai nilai teoritis, yaitu nilai saham yang sebenarnya atau seharusnya terjadi.

  Sebelum membeli atau menjual, investor akan membandingkan nilai intrinsik dengan nilai pasar saham yang bersangkutan. Jika nilai pasar suatu saham lebih tinggi dari nilai intrinsiknya, berarti saham tersebut tergolong mahal

  (overvalued), sehingga investor dapat mengambil keputusan untuk menjual saham tersebut. Sebaliknya, jika nilai pasar saham lebih rendah dari nilai intrinsiknya, berarti saham tersebut tergolong murah (undervalued), sehingga dalam situasi seperti ini investor sebaiknya membeli saham tersebut (Tandelilin, 2001).

  Untuk menentukan harga yang tepat bagi saham suatu perusahaan, analis sekuritas harus memprediksi dividen dan laba yang dapat diharapkan dari perusahaan tersebut. Keberhasilan usaha suatu perusahaan akan menentukan dividen yang dapat dibayarkan kepada pemegang saham serta harga yang akan terbentuk di pasar (Bodie, dkk, 2009).

  Menurut Tandelilin (2001), dalam melakukan analisis perusahaan ada dua komponen utama dalam analisis fundamental, yaitu earning price ratio (EPS) dan (PER). Ada tiga alasan yang mendasari penggunaan dua

  price earning ratio

  komponen tersebut, yaitu: 1.

  Karena pada dasarnya kedua komponen tersebut dapat digunakan untuk mengestimasi nilai intrinsik suatu saham. Nilai intrinsik saham tersebut, jika dibandingkan dengan harga pasar saham bersangkutan, akan berguna untuk menentukan keputusan membeli atau menjual saham.

2. Dividen yang dibayarkan perusahaaan pada dasarnya dibayarkan dari .

  earning 3.

  Ada hubungan antara perubahan earning dengan perubahan harga saham.

2.1.5.1. Earning Per Share (EPS)

  Komponen penting pertama yang harus diperhatikan dalam analisis perusahaan adalah laba per lembar saham atau lebih dikenal dengan Earning Per

  (EPS). EPS merupakan rasio yang menunjukkan bersarnya laba bersih

  Share

  perusahaan yang siap dibagikan kepada semua pemegang saham perusahaan (Tandelilin, 2001).

  Membeli saham berarti membeli prospek perusahaan, yang tercermin pada laba per saham. Jika laba per saham lebih tinggi, maka prospek perusahaan lebih baik, sementara jika laba per saham lebih rendah berarti kurang baik, dan laba per saham negatif berarti tidak baik. Semakin tinggi nilai EPS berarti semakin besar laba dan kemungkinan penigkatan jumlah dividen yang diterima pemegang saham.

  EPS pada umumnya dihitung berdasarkan laporan keuangan akhir tahun (auditan). Jika EPS dihitung berdasarkan laporan keuangan interim atau bukan akhir tahun, maka angka EPS tersebut disetahunkan (annualized).

  Rumus untuk menghitung EPS suatu perusahaan adalah sebagai berikut:

  Laba bersih EPS = Jumlah Saham Beredar

2.1.5.2. Price Earning Ratio (PER)

  Komponen penting kedua setelah EPS yang harus diperhatikan dalam analisis perusahaan adalah Price Earning Ratio (PER) atau disebut juga sebagai

  

earning multiplier . Dalam pendekatan PER, investor akan menghitung berapa

  kali (multiplier) nilai earning yang tercermin dalam harga suatu saham. Informasi PER mengindikasikan besarnya rupiah yang harus dibayarkan investor untuk memperoleh satu rupiah earning perusahaan. Dengan kata lain, PER menunjukkan besarnya harga setiap satu rupiah earning perusahaan.

  PER menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. PER menunjukkan perbandingan antara harga saham dengan laba per saham. PER dihitung dalam satuan kali. Sebagai contoh, jika suatu saham memiliki PER sebesar 10 kali, berarti pasar menghargai 10 kali atas kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Bagi investor yang ingin membeli saham suatu perusahaan, semakin kecil PER suatu saham akan semakin baik karena saham tersebut termasuk dalam kategori murah.

  PER dihitung dengan rumus sebagai berikut:

  H arg a Saham PER = EPS

2.2. Kerangka Konseptual

  Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan, maka ada beberapa faktor fundamental sebagai variabel independen yang diidentifikasi mempengaruhi indeks harga saham sektor industri barang konsumsi di BEI, yaitu BI rate, inflasi, nilai tukar Rupiah/Dolar, Earning Per Share (EPS) dan Price Earning Ratio (PER). Untuk itu akan dilakukan pengujian sejauh mana pengaruh variabel independen tersebut terhadap variabel dependennya yaitu indeks harga saham, sehingga kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan seperti pada gambar berikut ini.

  Gambar 2.1 Skema Kerangka Konseptual

  Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut: 1.

  Terdapat pengaruh antara faktor fundamental (BI rate, inflasi, nilai tukar Rupiah/Dolar, EPS, dan PER) terhadap indeks harga saham sektor industri barang konsumsi di BEI.

  2. Pengaruh faktor fundamental terhadap indeks harga saham sektor industri barang konsumsi di BEI adalah sebagai berikut: a.

  BI rate berpengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks harga saham sektor industri barang konsumsi.

  b.

  Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks harga saham sektor industri barang konsumsi.

  BI Rate Inflasi

  Nilai Tukar EPS PER

  Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang

  Konsumsi

2.3. Hipotesis

  c.

  Nilai tukar Rupiah/Dolar berpengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks harga saham sektor industri barang konsumsi.

  d.

  Earning Per Share (EPS) berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks harga saham sektor industri barang konsumsi.

  e.

  Price Earning Ratio (PER) berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks harga saham sektor industri barang konsumsi.

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

6 70 84

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Harga Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Di Pasar Modal Indonesia

0 51 82

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Pasar Modal - Pengaruh Faktor Makro Ekonomi dan Faktor Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Asuransi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pasar Modal - Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Return Saham Perusahaan LQ 45 Di Bursa Efek Indonesia

1 1 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal - Analisis Monday Effect dan Rogalski Effect Terhadap Return Saham Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2012-2013

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 1. Hutang - Pengaruh Hutang Terhadap Laba Usaha Pada Perusahaan Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pasar Modal - Analisis Pengaruh Variabel Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Pertambangan (Studi Pada Bursa Efek Indonesia)

0 1 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka - Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Terhadap Harga Saham Perbankan BUMN

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Analisis Laporan Keuangan - Analisis Pengaruh Rasio-Rasio Keuangan Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Pengertian Pasar Modal - Pengaruh Hari Perdagangan Terhadap Return Saham LQ-45 Di Bursa Efek Indonesia

0 0 15