BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal - Analisis Monday Effect dan Rogalski Effect Terhadap Return Saham Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2012-2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pasar Modal

  Pasar modal secara umum dapat diartikan sebagai pasar yang memperjualbelikan produk berupa dana yang bersifat abstrak (Tandelilin, 2001: 25). Sedangkan menurut Sharpe, Alexander dan Bailey (2005: 9), pasar modal merupakan suatu pasar yang melibatkan aset keuangan yang jangka waktunya lebih dari satu tahun.

  Secara umum pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan atau sekuritas jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang atau modal dimana utang atau modal ini bisa diterbitkan oleh pemerintah, otoritas publik maupun pihak swasta dan pasar modal juga sebagai tempat bertemunya pihak yang memiliki dana lebih (lender) dengan pihak yang memerlukan dana jangka panjang tersebut (borrower).

  Pasar modal memiliki dua fungsi yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Fungsi ekonomi dari pasar modal adalah dengan menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari lender ke borrower maka akan memberikan manfaat bagi kedua pihak. Manfaat bagi seseorang yang menginvestasikan dananya (lender) adalah suatu keuntungan atau return sedangkan bagi borrower dengan adanya dana dari luar dapat digunakan untuk kegiatan dalam rangka pengembangan usahanya tanpa menunggu dana dari hasil operasi perusahaannya. Sedangkan fungsi keuangan dari pasar modal adalah sebagai cara untuk menyediakan dana yang diperlukan oleh borrower dari para lender tanpa harus terlibat langsung dalam kepemilikan aktiva riil.

2.2. Return Saham

  Sebenarnya yang diperjualbelikan dalam pasar modal ialah lembar-lembar surat berharga. Surat berharga tersebut dipergunakan sebagai alat untuk menginvestasikan kelebihan dana yang dimiliki oleh seseorang (calon investor) dengan tujuan untuk memperoleh return. Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi (Hartono, 2013: 235). Hasil tersebut merupakan keuntungan yang diperoleh investor atas kepemilikan sahamnya.

  Return dapat berupa return yang terjadi (realized return) dan return yang

  diharapkan (expected return). Realized return merupakan return yang telah terjadi dan dihitung berdasarkan data historis serta biasanya realized return ini digunakan untuk menghitung expected return dimasa yang akan datang. Realized return sangat penting karena dapat mengukur kinerja perusahaan dari penciptaan nilai perusahaan tersebut. Return yang digunakan dalam penelitian ini adalah realized

  return yang memiliki perhitungan sistematis sebagai berikut: −

  −1 =

  −1

  Dimana:

  IHSI t = Harga saham harian pada hari ke t

  IHSI t-1 = Harga saham harian pada hari ke t-1

  Dimana capital gain tercipta apabila IHSI t > IHSI t-1 yang berarti adanya

  

return positif dan capital loss tercipta apabila IHSI t < IHSI t-1 yang berarti return

negatif terjadi dan menyebabkan kerugian modal.

2.3. Resiko Saham

  Untuk mendapatkan return positif ataupun keuntungan maka seorang investor harus memperhitungkan resiko. Resiko merupakan kemungkinan perbedaan antara realized return dengan expected return. Ada beberapa sumber resiko yang bisa mempengaruhi besarnya resiko suatu investasi. Sumber- sumber tersebut antara lain (Tandelilin, 2001: 48 - 50): a.

  Resiko Suku Bunga Perubahan suku bunga bisa mempengaruhi variabilitas return suatu investasi.

  Perubahan suku bunga akan mempengaruhi harga saham secara terbalik, cateris paribus .

  b.

  Resiko Pasar Fluktuasi pasar secara keseluruhan yang mempengaruhi variabilitas return suatu investasi disebut sebagai resiko pasar. Fluktuasi pasar biasanya ditunjukkan oleh berubahnya indeks pasar saham secara keseluruhan. Perubahan pasar dipengaruhi oleh banyak faktor seperti munculnya resesi ekonomi, kerusuhan, ataupun perubahan politik.

  c.

  Resiko Inflasi Inflasi yang meningkat akan mengurangi kekuatan daya beli rupiah yang telah diinvestasikan. Oleh karenanya, resiko inflasi juga bisa disebut sebagai resiko daya beli. Jika inflasi mengalami peningkatan, investor biasanya menuntut tambahan premium inflasi untuk mengkompensasi penurunan daya beli yang dialaminya.

  d.

  Resiko Bisnis Resiko dalam menjalankan bisnis dalam suatu jenis industri disebut sebagai resiko bisnis. Misalnya perusahaan pakaian jadi yang bergerak pada industri tekstil, akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik industri tekstil itu sendiri.

  e.

  Resiko Finansial Resiko ini berkaitan dengan keputusan perusahaan untuk menggunakan utang dalam pembiayaan modalnya. Semakin besar proporsi utang yang digunakan perusahaan, semakin besar resiko finansial yang dihadapi perusahaan.

  f.

  Resiko Likuiditas Resiko ini berkaitan dengan kecepatan suatu sekuritas yang diterbitkan perusahaan bisa diperdagangkan di pasar sekunder. Semakin cepat suatu sekuritas diperdagangkan, semakin liquid sekuritas tersebut, demikian sebaliknya.

  g.

  Resiko Nilai Tukar Mata Uang Resiko ini berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang domestik (negara perusahaan tersebut) dengan nilai mata uang negara lainnya. Resiko ini juga dikenal sebagai resiko mata uang (currency risk) atau resiko nilai tukar (exchange rate risk). h.

  Resiko Negara (Country Risk) Resiko ini juga disebut sebagai resiko politik, karena sangat berkaitan dengan kondisi perpolitikan suatu negara. Bagi perusahaan yang beroperasi di luar negeri, stabilitas politik dan ekonomi negara bersangkutan sangat penting diperhatikan untuk menghindari resiko negara yang terlalu tinggi.

2.4. Pasar Efisien

  Perubahan harga terdahulu tidak selamanya dapat digunakan untuk memperkirakan perubahan harga dimasa yang akan datang, terlebih lagi jika kita mengikuti pola random walk (harga berubah secara acak tergantung pada perubahan faktor – faktor yang mempengaruhinya secara acak pula). Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Maurice Kendall pada tahun 1953 dalam Samsul (2006: 269) menyatakan bahwa pola harga saham tidak dapat diprediksi (unpredictable) karena bergerak secara acak (random walk). Oleh karena itu, penaksiran harga lebih didasarkan pada semua informasi yang relevan terhadap penilaiannya. Jika suatu informasi yang baru yang relevan masuk ke pasar yang berhubungan dengan suatu aktiva maka informasi ini akan digunakan untuk menganalisis dan menginterpretasikan nilai dari aktiva yang bersangkutan. Akibatnya adalah kemungkinan pergeseran ke harga ekuilibrium yang baru. Harga ekuilibrium ini akan tetap bertahan sampai suatu informasi yang lainnya merubahnya kembali ke harga ekuilibrium yang baru.

  Menurut Kamaruddin (2004: 226) Informasi disini didefinisikan sebagai serangkaian pesan yang mungkin dapat digunakan oleh penerimanya untuk melakukan suatu tindakan mengubah bagi kesejahteraannya dan fungsi informasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan penerimanya untuk melakukan tindakan yang bersifat kritis, memperoleh nilai tertentu dari perubahan pesan-pesannya dan mendapatkan nilai positif dari pesan-pesan yang berkorelasi.

  Menurut Robert Ang. (1997) dalam Anoraga (2001: 89), informasi merupakan kunci sukses berinvestasi di pasar modal. Beberapa pertimbangan penting mengenai informasi di pasar modal meliputi faktor-faktor seperti kualitas informasi, jenis informasi, kecepatan informasi dan volume informasi.

  Hartono (2013: 548 – 553) mengungkapkan bentuk efisiensi pasar dapat ditinjau dari ketersediaan informasinya saja (informationally efficient market) atau efisiensi pasar dapat pula ditinjau tidak dari ketersediaan informasi saja tetapi juga dapat dilihat dari kecanggihan pelaku pasar dalam pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi yang tersedia (decisionally efficient market).

  Fama (1970) pertama kali mengemukakan konsep pasar yang efisien (Efficient Market Hypothesis), dimana Fama mendefinisikan bahwa suatu pasar dikatakan efisien jika harga sekuritas mencerminkan secara penuh informasi yang ada. Dari sini ditekankan dua aspek yaitu fully reflect dan information available.

  

Fully reflect berarti harga sekuritas secara akurat menggambarkan informasi di

  pasar dan information available berarti apabila menggunakan informasi yang tersedia maka investor secara akurat dapat mengekspektasikan harga sekuritas yang bersangkutan. Fama mengklasifikasikan bentuk pasar yang efisien menjadi tiga bentuk hipotesis pasar yang efisien, yaitu efisien dalam bentuk lemah (weak

  

form ), efisien dalam bentuk setengah kuat (semi strong form) dan efisien dalam

bentuk kuat (strong form).

Tabel 2.1 Bentuk Pasar Efisien (Sharpe, Alexander, dan Bailey, 1999: 93) Bentuk Pasar Efisien Informasi yang tercermin

  Weak Harga sekuritas yang sebelumnya Semistrong Semua informasi yang dipublikasikan Strong Semua informasi baik publik maupun private

  Adapun penjelasan lengkap dari ketiga bentuk hipotesis pasar yang efisien adalah sebagai berikut:

1. The Week Efficient Market Hypothesis

  Efisiensi pasar dikatakan lemah (weak form) karena dalam proses pengambilan keputusan jual-beli saham investor menggunakan data harga dan volume masa lalu. Berdasarkan harga dan volume masa lalu tersebut berbagai model analisis teknis digunakan untuk menentukan arah harga apakah akan naik atau akan turun. Apabila arah harga saham akan naik, maka diputuskan untuk membeli. Apabila arah harga akan turun, maka diputuskan untuk menjual. Jadi, harga-harga dari sekuritas tercermin secara penuh (fully effect) dari informasi masa lalu. Informasi masa lalu ini merupakan informasi yang sudah terjadi. Bentuk efisiensi pasar secara lemah ini berkaitan dengan teori langkah acak (random walk theory). Maka kelemahan dari teori ini mengabaikan variabel lain yang mempengaruhi harga saham di masa datang, sehingga kesalahan estimasi sering terjadi.

  2. The Semistrong Efficient Market Hypothesis Efisiensi pasar dikatakan setengah kuat (semistrong form) karena dalam proses pengambilan keputusan jual-beli saham investor menggunakan data harga masa lalu, volume masa lalu, dan semua informasi yang dipublikasikan seperti laporan keuangan, laporan tahunan, pengumuman Bursa, informasi keuangan internasional, peraturan perundangan pemerintah, peristiwa politik, peristiwa hukum, peristiwa sosial, dan lain sebagainya yang dapat mempengaruhi perekonomian nasional. Jadi, harga-harga sekuritas secara penuh mencerminkan (fully reflect) semua informasi yang dipublikasikan (all

  

publicly available ). Dalam hal ini berarti investor menggunakan gabungan

  antara analisis teknis dengan analisis fundamental dalam proses menghitung nilai saham, yang akan dijadikan sebagai pedoman dalam tawaran harga beli dan harga jual.

  3. The Strong Efficient Market Hypothesis Efisiensi pasar dikatakan kuat (strong form) karena investor menggunakan data yang lebih lengkap yaitu, harga masa lalu, volume masa lalu, informasi yang dipublikasikan, dan informasi privat yang tidak dipublikasikan secara umum. Contoh informasi privat adalah hasil riset yang diterbitkan sendiri oleh unit kerja riset yang ada dalam perusahaan atau dibeli dari lembaga riset lainnya. Jadi, harga-harga sekuritas secara penuh mencerminkan (fully reflect) semua informasi yang tersedia termasuk informasi privat. Penghitungan harga estimasi dengan menggunakan informasi yang lebih lengkap ini diharapkan akan menghasilkan keputusan jual-beli saham yang lebih tepat dan return yang lebih tinggi.

  Ada beberapa kondisi yang harus terpenuhi untuk tercapainya pasar yang efisien, yaitu (Tandelilin, 2001: 113):

  1. Ada banyak investor yang rasional dan berusaha untuk memaksimalkan profit.

  Investor-investor tersebut secara aktif berpartisipasi di pasar dengan menganalisis, menilai dan melakukan perdagangan saham. Di samping itu mereka juga merupakan price taker, sehingga tindakan dari suatu investor saja tidak akan mampu mempengaruhi harga dari sekuritas.

  2. Semua pelaku pasar dapat memperoleh informasi pada saat yang sama dengan cara yang murah dan mudah.

  3. Informasi yang terjadi bersifat random.

  4. Investor bereaksi secara cepat terhadap informasi baru, sehingga harga sekuritas akan berubah sesuai dengan perubahan nilai sebenarnya akibat informasi tersebut.

  Ada juga faktor yang menyebabkan suatu pasar tidak efisien, yaitu (Hartono, 2013: 571 – 572): 1.

  Terdapat sejumlah kecil pelaku pasar yang dapat mempengaruhi harga dari sekuritas.

  2. Harga dari informasi adalah mahal dan terdapat akses yang tidak seragam antara pelaku pasar yang satu dengan yang lainnya terhadap suatu informasi yang sama.

  3. Informasi yang disebarkan dapat diprediksi atau dicermat dengan baik oleh sebagian pelaku-pelaku pasar.

  4. Investor adalah individual-individual yang lugas (naive investors) dan tidak canggih (unsophisticated investors). Naive investors adalah investor yang mempunyai kemampuan yang terbatas di dalam mengartikan dan menginterpretasikan informasi yang diterima. Dan karena para investor tidak canggih maka seringkali para investor melakukan keputusan yang salah.

  Dengan mengetahui efisiensi pasar modal, kita dapat mengetahui hal berikut (Anoraga, 2001: 87):

  1. Perkembangan ekonomi Dengan adanya pasar modal yang efisien, pertumbuhan ekonomi akan lebih terjamin karena adanya pengalokasian dari sektor kurang produktif ke sektor yang lebih produktif.

  2. Perkembangan pasar modal Dengan mengetahui efisiensi pasar modal, para penentu kebijaksanaan dan pihak yang menaruh kepentingan (investor) akan lebih dapat mengambil langkah-langkah perbaikan.

  3. Perkembangan perusahaan/emiten Dengan mengetahui efisiensi pasar modal pengadaan sebuah perusahaan menjadi lebih terarah dan usaha-usaha dapat dikembangkan dengan tersediamya dana lebih serta efisiensi dalam memilih investasi.

4. Perkembangan pemodal/investor

  Dengan mengetahui efisiensi pasar modal, para pemodal/investor tidak akan ragu-ragu membeli saham dan instrumen lainnya di pasar modal.

2.5. Anomali Pasar Anomali pasar merupakan kebalikan dari konsep pasar yang efisien.

  Anomali pasar terjadi karena adanya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi atau hal-hal yang seharusnya tidak terjadi dalam pasar efisien. Akibatnya terjadi hasil yang sangat berlawanan dengan yang diharapkan sebelumnya. Dengan kata lain suatu peristiwa dapat menyebabkan kemungkinan investor untuk mendapatkan abnormal return. Semua bentuk pasar efisien secara empiris terdapat adanya anomali pasar meskipun kebanyakan ditemukan pada bentuk pasar efisien semi-kuat (semi strong). Dalam teori keuangan, dikenal sedikitnya empat macam anomali pasar. Levy (1996: 356) dalam Gumanti dan Utami (2002) keempat anomali tersebut adalah anomali perusahaan (firm anomalies), anomali musiman (seasonal anomalies), anomali peristiwa atau kejadian (event

  

anomalies ), dan anomali akuntansi (accounting anomalies). Anomali musiman

merupakan jenis anomali yang dipakai dalam penelitian ini.

2.5.1. Day of The Week Effect

  Hari perdagangan dalam dunia pasar modal dilakukan mulai hari Senin sampai dengan hari Jumat. Dalam hal ini terjadi perbedaan return antara hari-hari perdagangan dalam seminggu secara signifikan (Berument H., Kiymaz H., 2001). Fenomena ini merupakan salah satu bentuk penyimpangan konsep pasar efisien yang disebut Efek Hari Perdagangan (day of the week effect) dimana seharusnya dalam konsep pasar yang efisien return harian rata-rata yang diperoleh suatu saham adalah sama dan tidak berbeda secara signifikan pada hari perdagangan berbeda (Fama, 1970). Namun karena terjadi penyimpangan yang disebabkan oleh perilaku investor yang berbeda-beda maka menyebabkan terjadinya anomali pasar dimana dalam anomali pasar, informasi yang baru tidak dapat secara cepat dan akurat mempengaruhi harga saham karena informasi tersebut bisa saja hanya sebuah isu kosong dan tidak benar sehingga menyebabkan investor bertindak berbeda. Perbedaan perilaku investor tersebut menyebabkan transaksi yang dilakukan juga berbeda setiap harinya tergantung bagaimana investor tersebut menyikapi informasi yang mereka terima dan perbedaan kegiatan transaksi yang secara random tersebut menyebabkan harga saham juga berbeda setiap harinya sehingga return rata-rata yang diperoleh berbeda secara signifikan setiap harinya.

2.5.2. Monday Effect

  Monday Effect merupakan bagian dari day of the week effect. Monday

effect adalah adanya fenomena dimana rata-rata return hari Senin bernilai negatif

  signifikan (Starks, 1986 dalam Latif, Arshad, Fatima dan Farooq, 2011). Dalam hal ini berarti return selain hari Senin akan bernilai positif. Ada suatu fenomena dimana Monday effect didahului oleh return negatif pada hari Jumat sebelumnya (bad Friday).

  Berbagai hasil penelitian tentang pola perubahan return di pasar modal sangat beragam sekali dimana pola semacam ini pertama kali diungkapkan oleh Cross (1973) yang mengamati return S&P (Standard and Poor’s composite

  

portfolio ) 500 Index periode 1953-1970. Temuan ini diperkuat oleh penelitian

  yang dilakukan oleh French pada tahun 1980 dengan menggunakan data perusahaan yang sama namun periode yang lebih lama yaitu antara tahun 1953- 1977. Dalam penelitian tersebut, French menemukan fenomena yang sama dimana

  return rata-rata hari Senin yang negatif dan berbeda secara signifikan dengan hari- hari kerja pasar modal yang lain selama seminggu.

  Penelitian yang sama juga dilakukan di New York Stock Exchange (NYSE) oleh Lakonishok dan Marbely pada tahun 1996. Dalam penelitian tersebut mereka menemukan adanya fenomena Monday effect di New York Stock Exchange (NYSE) dan mereka menduga bahwa return saham di NYSE dipengaruhi oleh pola aktivitas perdagangan harian yang dilakukan oleh investor individual, yang mengindikasi bahwa hasrat individual melakukan transaksi pada hari Senin cenderung lebih tinggi dari hari perdagangan lainnya. Tingginya aktivitas perdagangan hari Senin tersebut disebabkan karena keinginan investor individual untuk menjual saham lebih tinggi daripada keinginan investor individual untuk membeli saham sehingga harga saham cenderung rendah untuk perdagangan pada hari Senin dibandingkan dengan hari perdagangan lainnya. Selain di luar negeri fenomena Monday effect juga ditemukan di Indonesia. Hal ini dikemukan oleh Iramani dan Mahdi (2006) dengan judul penelitian “Studi Tentang Pengaruh Hari Perdagangan Terhadap Return Saham pada BEJ” yang menemukan bahwa adanya efek hari perdagangan terhadap return saham harian pada Bursa Efek Jakarta tahun 2005. Dimana dalam penelitian ini ditemukan bahwa return hari Senin merupakan return terendah dan return tertinggi merupakan return pada hari Selasa serta hal ini mengartikan bahwa terjadi Monday effect pada Bursa Efek Jakarta. Dan diketahui juga dari beberapa peneliti bahwa Monday effect terjadi karena adanya return yang negatif pada hari Jumat sebelumnya sehingga menyebabkan return pada hari Senin juga negatif. Selain penelitian-penelitian tersebut masih banyak penelitian lain yang menemukan dan membuktikan adanya fenomena Monday effect.

2.5.3. Rogalski Effect

  Rogalski effect merupakan suatu fenomena dimana return negatif yang biasa terjadi pada hari senin (Monday effect) menghilang pada bulan tertentu.

  Fenomena ini ditemukan oleh seorang peneliti yang bernama Rogalski (1984). Dalam penelitiannya tersebut Rogalski menemukan adanya hubungan yang menarik antara fenomena day of the week effect dengan January effect, dimana ditemukan bahwa rata-rata return negatif pada hari Senin menghilang pada bulan Januari. Salah satu penelitian yang dilakukan di Indonesia yang membuktikan secara empiris terjadinya fenomena Rogalski effect adalah penelitian yang dilakukan oleh Rita pada tahun 2009 dengan judul penelitian “Pengaruh Hari Perdagangan Terhadap Return Saham: Pengujian day of the week effect dan

  

Rogalski effect di BEI”. Dalam penelitiannya tersebut Rita menemukan adanya

  fenomena dimana return rata-rata negatif pada hari Senin menghilang pada bulan Januari. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena Monday effect tidak ada pada bulan Januari di Bursa Efek Indonesia, yang berarti di Indonesia juga terjadi fenomena Rogalski effect.

  2.6. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

  Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia meliputi pergerakan-pergerakan harga untuk saham biasa dan saham preferen (Hartono, 2013: 125). Indeks Harga Saham Gabungan menggunakan semua emiten yang tercatat sebagai komponen perhitungan indeks. IHSG pertama kali dikenal pada tanggal 1 April 1983 dan dimana jumlah saham yang tercatat pada saat itu hanya sebanyak 13 saham.

  2.7. Indeks LQ-45

  Indeks LQ-45 merupakan indeks yang terdiri dari 45 perusahaan/emiten dengan likuiditas (LiQuid) tinggi, yang diseleksi melalui beberapa kriteria pemilihan. Selain penilaian atas likuiditas, seleksi atas emiten-emiten tersebut juga mempertimbangkan kapitalisasi pasar. Menurut Hartono (2013: 130) pertimbangan-pertimbangan yang mendasari pemilihan saham yang masuk di Indeks LQ-45 adalah likuiditas dan kapitalisasi pasar dengan kriteria sebagai berikut ini:

  1. Selama 12 bulan terakhir, rata-rata transaksi sahamnya masuk dalam urutan 60 terbesar di pasar reguler.

  2. Selama 12 bulan terakhir, rata-rata nilai kapitalisasi pasarnya masuk dalam urutan 60 terbesar di pasar reguler.

  3. Telah tercatat di BEI paling tidak selama 3 bulan.

  Indeks LQ-45 diperbarui tiap 6 bulan sekali, yaitu pada awal bulan Februari dan Agustus.

2.8. Penelitian Terdahulu

  Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan Monday Effect dan Rogalski

  

Effect pernah dilakukan baik di luar negeri maupun Indonesia. Penelitian yang

  dilakukan di luar negeri seperti penelitian yang dilakukan oleh Cross (1973) yang merupakan penelitian yang pertama kali membahas masalah pola Monday Effect dimana Cross (1973) pada saat itu mengamati return S&P (Standard and Poor’s

  

composite portfolio ) 500 Indeks dari tahun 1953-1970. Dalam penelitian tersebut

  Cross menemukan adanya return negatif pada hari Senin. Penelitian pada Indeks saham yang sama juga dilakukan oleh French (1980) yang berjudul “Stock

  

Returns and The Weekend Effect” . Dalam penelitian tersebut French (1980) juga

  menemukan fenomena yang sama dengan menggunakan data yang sama namun periode pengamatan yang lebih lama yakni dari tahun 1953-1977 dimana terdapat

  

return rata-rata hari Senin yang negatif dan setiap hari perdagangan memiliki

return yang berbeda secara signifikan. Penelitian yang sama dilakukan lagi oleh

  Berument dan Kiymaz (2001) pada S&P 500 Indeks dengan periode yang sama seperti yang dilakukan oleh French. Perbedaannya dalam penelitian ini Berument dan Kiymaz (2001) menggunakan tiga metode, yaitu dengan return harian saham, volatilitas dan kemudian dengan metode GARCH dan pada ketiga metode tersebut ditemukan hasil yang sama dimana baik return maupun volatilitas pada hari Senin merupakan yang terendah dan yang tertinggi adalah pada hari Rabu. Sehingga disimpulkan bahwa Monday effect terjadi secara signifikan pada S&P 500 Indeks.

  Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Richard Rogalski (1984) dimana dalam penelitian tersebut ditemukan adanya Monday effect yang disebabkan karena tidak adanya hari perdagangan mulai dari penutupan pada hari Jumat sampai dengan pembukaan pada hari Senin dan selain itu, ditemukan juga adanya hubungan yang menarik antara day of the week effect dengan January effect. Hal ini dikarenakan Monday effect terjadi di bulan-bulan lain selain bulan Januari dan berarti terdapat rata-rata return hari Senin yang negatif selain pada bulan Januari dan fenomena ini disebut Rogalski effect.

  Pada tahun 1990 Lakonishok dan Maberly juga melakukan suatu penelitian tentang faktor-faktor apa yang mempengaruhi return saham harian di NYSE. Dalam penelitian tersebut didapatkan bahwa investor institusional melakukan sedikit transaksi pada hari Senin dibanding dengan investor individual.

  Pola aktivitas yang dilakukan oleh investor individual yang menyebabkan tingginya aktivitas perdagangan hari Senin lebih disebabkan oleh keinginan investor individual untuk menjual sahamnya lebih tinggi daripada keinginan investor individual untuk membeli saham sehingga harga saham cenderung rendah pada hari Senin dibanding dengan hari perdagangan lainnya.

  Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sias dan Starks (1995) menunjukkan bahwa Monday effect terjadi karena pola perdagangan yang dilakukan oleh institusional investor karena kepemilikan saham yang lebih besar oleh institusional dibanding dengan saham yang dimiliki oleh individual investor.

  Oleh karena itu dalam penelitian ini dikatakan bahwa return negatif hari Senin diawali dengan return negatif hari Jumat sebelumnya dan hal ini didorong oleh pola perdagangan investor institusional.

  Penelitian dengan masalah yang sama juga dilakukan oleh Wang, Li dan Erickson (1997) terhadap indeks return saham pada NYSE-AMEX, S&P

  

composite index dan Nasdaq dengan periode 1962-1993. Dalam penelitian ini

  ditemukan bahwa fenomena Monday effect secara signifikan terjadi pada minggu keempat dalam setiap bulan sedangkan pada minggu lainnya tidak terjadi Monday

  effect .

  Selanjutnya penelitian dilakukan oleh Ulussever, Guran dan Kar pada tahun 2011 dengan judul “The Day-of-the-Week Effect in the Saudi Stock

  

Exchange: A Non-Linear Garch Analysis” menemukan bahwa terjadi perbedaan

  hari perdagangan di TADAWUL, Saudi Arabia dengan menggunakan analisis GARCH dengan periode penelitian dari Januari 2001 sampai dengan Desember 2009.

  Namun tidak semua penelitian memiliki hasil yang sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Ndu Chiaku pada tahun 2005 dengan judul “Day-of-the-Week

  

Effect and Volatility in Stock Returns: Evidence from East Asian Financial

Markets” yang menemukan bahwa di negara Taiwan, Thailand, Srilanka, dan

  Pakistan tidak ditemukan efek hari perdagangan yang signifikan. Return saham di masing-masing negara tersebut tidak berbeda baik hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis maupun Jumat. Ini membuktikan secara empiris bahwa di Negara Taiwan, Thailand, Srilanka, dan Pakistan fenemone Monday effect tidak terjadi.

  Di Indonesia sendiri penelitian ini telah dilakukan oleh Iramani dan Mahdi (2006) yang berjudul “Studi Tentang Pengaruh Hari Perdagangan Terhadap

  

Return Saham pada BEJ”. Dalam penelitian ini ditemukan adanya efek hari perdagangan terhadap return saham harian pada Bursa Efek Jakarta tahun 2005. Dimana dalam penelitian ini ditemukan bahwa return hari Senin merupakan

  

return terendah dan return tertinggi merupakan return pada hari Selasa serta hal

ini mengartikan bahwa terjadi Monday effect pada Bursa Efek Jakarta.

  Penelitian lainnya dilakukan oleh Rita (2009) yang menemukan bahwa pada saham yang termasuk dalam LQ-45 terdapat efek hari perdagangan pada tahun 2008, yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan yang signifikan antara rata-rata return selama 5 hari perdagangan dan ditemukan juga fenomena Monday

  effect yang mengindikasikan bahwa return hari Senin merupakan return negatif

  dan terendah dibandingkan dengan hari lainnya. Serta fenomena Rogalski effect juga ditemukan dalam penelitian ini, yang ditandai dengan tingginya rata-rata

  return hari Senin pada bulan Januari dibanding dengan rata-rata return hari Senin pada bulan lainnya.

  Pada tahun yang sama, dilakukan juga penelitian oleh Pandiangan (2009) dengan judul “Analisis Anomali Pasar Hari Perdagangan Pada Return Saham di Bursa Efek Indonesia” namun hasil yang berbeda didapat dari penelitian ini, dimana dalam penelitian ini tidak terdapat efek hari perdagangan serta tidak terjadi Rogalski effect pada penelitian yang dilakukan.

  Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah: 1. Penelitian ini menggunakan periode penelitian selama 2 tahun.

  2. Penelitian ini menggunakan sampel data yang lebih baru yaitu untuk perusahaan-perusahaan yang terdaftar pada Indeks LQ-45 selama periode penelitian.

3. Penelitian ini tidak memasukkan return saham pada hari libur (tanggal merah).

  Terdapat return negatif pada hari Senin disebabkan oleh investor meningkatkan transaksi penjualan

  Terdapat return negatif pada hari Senin

  

on Stock Market

Volatillity

  2001 The Day of The Effect

  H., dan Kiymaz, H.

  7. Berument,

  Terjadi Monday effect pada minggu keempat setiap bulannya dan pada minggu lainnya tidak terdapat Monday effect .

  

Monday Effects

  1997 A New Look at the

  6. Wang, K., Li, Y., dan Erickson, J.

  Senin diawali dengan return negatif hari Jumat sebelumnya dan hal ini didorong oleh pola perdagangan investor institusional

  Anomaly: The Role of Institutional Investors Return negatif hari

  1995 The Day-of-the-Week

  5. Sias, W., dan Starks, L.

  Secara ringkas hasil-hasil penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.2 sebagai berikut:

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No. Peneliti Tahun Judul Hasil

  1990 The Weekend Effect:

  4. Lakonishok, J. dan Maberly, E.

  effect .

  yang negatif dikarenakan tidak adanya hari perdagangan mulai hari penutupan Jumat sampai dengan pembukaan pada hari Senin dan adanya fenomena Rogalski

  

Regarding Day-of-

the-Week Return Over

Trading and Non

Trading Periods: A Note Return pada hari Senin

  1984 A New Finding

  3. Rogalski, R.J.

  Terdapat return negatif pada hari Senin

  The Weekend Effect

  2. French, K. 1980 Stock Returns and

  Terdapat return negatif pada hari Senin

  Prices on Friday and Mondays

  1. Cross, F. 1973 The Behavior of Stock

  Trading Pattrens of

Individual and

Institutional Investors

  8. Ndu, Chiaku C.

  11. Pandiangan, Octavianus 2009 Analisis Anomali

  efisien seorang investor tidak akan bisa menggunakan analisis yang bersifat teknikal untuk mendapatkan suatu return saham. Konsep pasar efisien juga membuat para investor tidak dapat mengambil keuntungan diatas keuntungan

  

return saham yang berkembang di pasar modal. Dalam konsep pasar modal yang

  Dalam dunia pasar modal seorang investor akan mendapatkan suatu keuntungan dari investasinya apabila nilai harga saham yang dipegangnya mengalami pertambahan nilai. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi besarnya

  Adanya efek hari perdagangan dalam pasar modal di Saudi Arabia dengan analisis GARCH

  

Effect in the Saudi

Stock Exchange: A

Non-Linear Garch

Analysis

  2011 The Day-of-the-Week

  12. Ulussever, T., Guran Yumusak, I., dan Kar, M.

  Bursa Efek Indonesia

  Rogalski effect pada

  Bursa Efek Indonesia Tidak terdapat efek hari perdagangan dan

  

Return Saham di

  Pasar Hari Perdagangan Pada

  effect

  2005 Day-of-the-Week

  BEI Terdapat perbedaan yang signifikan antara hari perbedaan yang signifikan antara hari perdagangan di BEI dan terdapat Monday

  

Rogalski Effect di

  dan

  Week Effect

  Pengujian Day of the

  

Return Saham:

  10. Rita, M. R. 2009 Pengaruh Hari PerdaganganTerhadap

  Adanya fenomena pengaruh hari perdagangan pada setiap minggu di BEI dan terdapat return negatif pada hari Senin

  2006 Studi Tentang Pengaruh Hari Perdagangan Terhadap Return Saham pada BEJ

  9. Iramani, Rr., dan Mahdi A.

  Di negara Taiwan, Thailand, Srilanka, dan Pakistan tidak ditemukan efek hari perdagangan yang signifikan

  Effect and Volatility

in Stock Returns:

Evidence from East

Asian Financial

Markets

2.9. Kerangka Konseptual

  ekuilibrium dimana hal ini dikarenakan setiap informasi baru akan secara akurat dan cepat bereaksi terhadap harga saham dan membuat harga keseimbangan yang baru. Namun karena perilaku para investor muncul ketidakteraturan dan menyebabkan penyimpangan-penyimpangan dalam konsep pasar efisien.

  Ketidakteraturan ini dapat dilihat dari berbagai penelitian yang telah dilakukan dan dikenal dengan konsep anomali pasar. Anomali pasar terjadi karena adanya informasi yang tidak seragam diantara para investor. Informasi tersebut menyebabkan para investor akan bertindak secara berbeda pula dan informasi tersebut akan menyebabkan psikologis investor terpengaruh secara berbeda-beda. Hal ini akan menyebabkan tidak semua informasi dapat bereaksi cepat dan akurat terhadap harga saham sehingga para investor yang memiliki informasi yang tepat akan mendapatkan keuntungan diatas ekulibrium dan menyebabkan kerugian bagi para investor yang bertindak gegabah. Dari segi psikologis dapat kita lihat dari perilaku investor yang tidak rasional dimana investor tersebut tidak menyukai hari Senin (syndrome “Blue Monday”) dan hal ini akan mengakibatkan return hari Senin secara rata-rata akan bernilai negatif. Hal-hal tersebut merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya anomali pasar menurut beberapa peneliti. Ada banyak jenis anomali pasar yang telah ditemukan, antara lainnya adalah day of the

  

week effect, Monday effect dan Rogalski effect. Tetapi ada juga penelitian yang

  tidak menemukan adanya masalah anomali pasar ini sehingga menyebabkan masih banyak terjadi pro dan kontra terhadap konsep anomali pasar ini.

  Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya terdapat beberapa penelitian yang membuktikan bahwa anomali-anomali pasar tersebut berpengaruh terhadap return saham dan ada yang tidak berpengaruh terhadap

  

return saham. Dengan demikian kerangka konseptual dari penelitian ini dapat

  digambarkan pada Gambar 2.1 berikut ini: THE DAY OF WEEK A EFFECT N O M A L

  I RETURN SAHAM MONDAY EFFECT

  HARIAN

  M U S

  I M A ROGALSKI EFFECT N MONDAY EFFECT BAD FRIDAY

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian

2.10. Hipotesis Penelitian

  Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Hipotesis atau jawaban sementara atas permasalahan yang dikemukan adalah sebagai berikut : 1.

  Terjadi efek hari perdagangan (day of week effect) terhadap return Indeks LQ- 45 di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2013 (H

  1 ).

2. Terjadi Monday effect terhadap return Indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2013 (H ).

  2 3.

  Terjadi Monday effect yang didahului oleh bad Friday pada Indeks LQ-45 pada tahun 2012-2013 (H

  3 ).

  4. Terjadi Rogalski effect terhadap return Indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2013 (H

  4 ).

  Sumber : Cross, F.(1973), Rogalski, R. J.(1984), dan Rita, M. R.(2009).

Dokumen yang terkait

Analisis Monday Effect dan Rogalski Effect Terhadap Return Saham Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2012-2013

16 92 207

Pengaruh January Effect Terhadap Return Saham Perusahaan Lq 45 Di Bursa Efek Indonesia

10 58 52

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal - Analisis Tingkat Underpricing Saham Pada Saat Penawaran Umum Perdana Di Bursa Efek Indonesia

0 0 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Pasar Modal - Pengaruh Faktor Makro Ekonomi dan Faktor Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Asuransi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pasar Modal - Pengaruh Stock Split dan Financial Ratio Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013

0 0 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pasar Modal - Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Return Saham Perusahaan LQ 45 Di Bursa Efek Indonesia

1 1 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pasar Modal - Pengaruh Pengumuman Right Issue Terhadap Abnormal Return Saham Dan Volume Perdagangan Saham Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal dan Saham 2.1.1. Pengertian Pasar Modal dan Saham - Pengaruh Earning Per Share (EPS) dan Price Earning Ratio terhadap Nilai Perusahaan Sektor Otomotif dan Transportasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) T

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal 2.1.1. Pengertian Pasar Modal - Analisis Tingkat Pemahaman Mahasiswa Terhadap Pasar Modal di Indonesia

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Pengaruh Stock Split Terhadap Likuiditas Saham dan Return Saham pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 23