BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2011 - 2013
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Agency Theory
Perspektif teori agensi merupakan dasar yang digunakan untuk memahami isu corporate governance. Adanya pemisahan kepemilikan oleh principal dengan pengendalian oleh agen dalam sebuah organisasi cenderung menimbulkan konflik keagenan di antara principal dan agen.
Jensen dan Meckling (1976) dalam Herawaty (2008:99) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan keuangan yang dilaporkan oleh agen sebagai pertanggung jawaban kinerjanya, principal dapat menilai, mengukur dan mengawasi sampai sejauh mana agen tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan serta sebagai dasar pemberian kompensasi kepada agen.
Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan kepada investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka investasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa manajer akan memberi keuntungan bagi investor, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/capital yang telah ditanamkan oleh investor dan
berkaitan dengan bagaimana para investor mengendalikan para manajer.
2.1.2. Nilai Perusahaan
Peningkatan nilai perusahaan dapat memberikan sinyal positif kepada investor untuk berinvestasi pada suatu perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar (investor) percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan (Susanto dan Subekti, 2013:2)
Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi nilai perusahaan. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan. Fama (1978) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006:2) menyatakan nilai perusahaan akan tercermin dari harga pasar sahamnya. Harga saham mencerminkan kondisi perusahaan di masa yang akan datang. Bila dihubungkan dengan corporate governance, apabila perusahaan memiliki struktur corporate governance yang baik, maka kegiatan operasional perusahaan akan berjalan baik dan kredibilitas perusahaan di mata publik juga akan baik sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan yang tercermin dalam harga saham.
Weston dan Copelan (2008) dalam Pratiwi (2013:10) menyatakan pengukuran nilai perusahaan dapat dilakukan dengan menggunakan rasio-rasio penilaian. Rasio penilaian merupakan ukuran kinerja yang paling menyeluruh untuk suatu perusahaan, rasio penilaian tersebut terdiri dari: a.
Price to Book Value (PBV) yaitu perbandingan antara harga saham
dengan nilai buku saham. Umumnya PBV digunakan untuk penelitian di Indonesia.b.
Market to Book Ratio (MBR) yaitu perbandingan antara harga pasar
saham dengan nilai buku saham.c.
Market to Book Asset Ratio yaitu ekspektasi pasar tentang nilai dari
peluang investasi dan pertumbuhan perusahaan yaitu perbandingan antara nilai pasar asset dengan nilai buku aset.d.
Market Value of Equity (MVE) yaitu nilai pasar ekuitas perusahaan
menurut penilaian para pelaku pasar. Nilai pasar ekuitas adalah jumlah ekuitas (saham beredar) dikali dengan harga per lembar ekuitas.e.
Enterprise Value (EV) yaitu nilai kapitalisasi market yang dihitung
sebagai nilai kapitalisasi pasar ditambah total kewajiban ditambah minority interest dan saham preferen dikurangi total kas dan ekuivalen kas.f.
Price Earnings Ratio (PER) yaitu harga yang bersedia dibayar oleh
pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. PER dapat dirumuskan sebagai PER = Price per Share / Earnings per Share.g.
Tobin’s Q yaitu nilai pasar dari suatu perusahaan dengan
membandingkan nilai pasar suatu perusahaan yang terdaftar di pasar keuangan dengan nilai pengganti asset (asset replacement) perusahaan.Indikator rasio yang dipakai untuk mengukur nilai perusahaan dalam penelitian ini adalah Tobin’s Q. Rasio Tobin’s Q dikembangkan oleh James Tobin pada tahun 1967. Sukamalja (2004) dalam Irnila (2012:9) menyatakan bahwa Tobin’s Q dinilai dapat memberikan informasi yang paling baik karena dapat menjelaskan berbagai fenomena dalam kegiatan perusahaan seperti terjadinya perbedaan crossectional dalam pengambilan keputusan investasi dan diversifikasi, hubungan antar kepemilikan saham manajemen dan nilai perusahaan. Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian dari setiap dolar investasi (Herawaty, 2008:100). Darmawati (2004) dalam Pratiwi (2013:11) mengatakan bahwa
“rasio ini memberikan informasi yang baik, karena memasukkan unsur hutang, modal saham perusahaan dan seluruh aset perusahaan karena rasio ini menjelaskan bahwa nilai perusahaan yang baik dapat dilihat dari sisi pemegang saham ataupun kreditor”.
Semakin besar nilai rasio Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar nilai pasar aset perusahaan, maka investor akan semakin rela mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut.
2.1.3. Corporate Governance
Menurut Parkinson (1994) dalam Maksum (2005:5) menyatakan bahwa corporate governance adalah proses supervisi dan pengendalian yang dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa dalam manajemen perusahaan bertindak sejalan dengan kepentingan para pemegang saham (shareholders). Untuk pertama kalinya usaha untuk melembagakan corporate governance dilakukan oleh Bank of dan London Stock Exchange pada tahun 1992 dengan
England
membentuk Cadbury Committee (Komite Cadbury) yang bertugas menyusun Corporate Governance Code yang menjadi acuan utama (benchmark) di banyak negara. Ada berbagai definisi mengenai corporate governance .
Komite Cadbury (1992) dalam Surya dan Yustiavandana (2006:24) mendefinisikan corporate governance sebagai:
Corporate governance adalah system yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan
antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahan untuk
menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada
stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik,
Direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya.Organization for Economic Cooperation and Development (2004:12) mendefinisikan corporate governance sebagai:
Sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board,
pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan
perusahaan. Coporate governance juga mensyaratkan adanya struktur
perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja. Corporate
governance yang baik dapat memberikan rangsangan board dan
manajemen untuk mencapai tujuan yang merupakan kepentingan
perusahaan dan pemegang saham harus memfasilitasi pengawasan yang
efektif sehingga mendorong perusahaan menggunakan sumber daya
dengan lebih efisien.Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002, Corporate governance adalah:
Suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk
meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memerhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan
perundangan dan nilai-nilai etika.Definisi lain dari Price Waterhouse Coopers (2000) dalam Surya dan Yustiavandana (2006:26):
Corporate governance terkait dengan pengambilan keputusan yang efektif.
Dibangun melalui kultur organisasi, nilai-nilai, system berbagai proses,
kebijakan-kebijakan dan struktur organisasi, yang bertujuan untuk
mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien, dan efektif dalam
mengelola risiko dan bertanggung jawab dengan memerhatikan
kepentingan stakeholders.Latar belakang kebutuhan atas corporate governance muncul dari latar belakang praktis dan latar belakang akademis Latar belakang praktis dapat dilihat dari pengalaman Amerika Serikat yang harus melakukan restrukturisasi
corporate governance sebagai akibat market crash pada tahun 1929.
Corporate governance yang buruk disinyalir sebagai salah satu
sebab terjadinya krisis ekonomi politik Indonesia yang dimulai tahun 1997 yang efeknya masih terasa hingga saat ini. Latar belakang akademis, kebutuhan corporate governance timbul berkaitan dengan
principal-agency theory , yaitu untuk menghindari konflik antara
principal dan agent. Konflik muncul karena perbedaan kepentingan
tersebut haruslah dikelola sehingga tidak menimbulkan kerugian pada para pihak.
Pada latar belakang akademis, kebutuhan akan corporate
governance timbul berkaitan dengan agency theory. Agency theory
muncul berdasarkan adanya fenomena pemisahan antara pemilik perusahaan (pemegang saham/owner) dengan para manajer yang mengelola perusahaan. Menurut teori agensi, agent harus bertindak secara rasional untuk kepentingan principal-nya. Agen harus menggunakan keahlian, kebijaksanaan, itikad baik, dan tingkah laku yang wajar dan adil dalam memimpin perseroan. Dalam praktik timbul masalah (agency problem) karena ada kesenjangan kepentingan antara para pemegang saham sebagai pemilik perusahaan dengan pihak pengurus atau manajemen sebagai agen. Pemilik memiliki kepentingan agar dana yang telah diinvestasikannya memberikan pendapatan (return) yang maksimal.
Sedangkan pihak manajemen memiliki kepentingan terhadap perolehan incentives atas pengelolaan dana pemilik perusahaan.
Konflik kepentingan ini menimbulkan biaya (cost), yang muncul dari ketidaksempurnaan penyusunan kontrak antara agents dan
principals , karena adanya informasi yang asimetris (Surya &
Yustiavandana, 2008:2) Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006:2) menjelaskan bahwa Corporate governance merupakan acuan bagi perusahan dalam rangka: a.
Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui
pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan; b.Mendorong pemberdayaan fungsi kemandirian masing-masing organ
perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat UmumPemegang Saham; c.
Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota
Direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya
dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; d.
Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama
di sekitar perusahaan; e.Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap
memperhatikan pemangku kepentingan lainnya; f.
Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun
internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat
mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang
berkesinambungan.Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002, prinsip-prinsip Good Corporate
Governance meliputi: a
Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan; bKemandirian, yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan daripihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; c
Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung
jawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif; d
Pertanggung jawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; e
Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan didalam
memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Surya & Yustiavananda (2006:132) menyebutkan paling tidak diperlukan empat organ tambahan untuk melengkapi penerapan tata kelola perusahaan yang baik, yaitu: Komisaris Independen, Direktur Independen, Komite Audit dan Sekretaris Perusahaan
(Corporate Secretary). Struktur corporate governance yang
digunakan dalam penelitian ini adalah, Dewan Komisaris, Dewan Komisaris Independen, dan Komite Audit.
Kepengurusan perseroan terbatas di Indonesia menganut system dua badan (two-board system) yaitu Dewan Komisaris dan Direksi yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagaimana diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan (fiduciary responsibility ) (KNKG, 2006:12).
2.1.3.1. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada Direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan Good Corporate Governance. Namun demikian, Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Kedudukan masing-masing anggota Dewan Komisaris termasuk Komisaris Utama adalah setara (KNKG, 2006:13).
Menurut Wardhani (2006) dalam Irnila (2012:17) menyatakan bahwa peran Dewan Komisaris dalam suatu perusahaan lebih ditekankan pada fungsi monitoring dari implementasi kebijakan Direksi. Peran komisaris ini diharapkan akan meminimalkan permasalahan agensi yang timbul antara Dewan Direksi dengan pemegang saham. Oleh karena itu, Dewan Komisaris seharusnya dapat mengawasi kinerja Dewan Direksi, sehingga kinerja yang dihasilkan sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006:13) agar pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip- prinsip berikut: a Komposisi Dewan Komisaris harus memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen; b Anggota Dewan Komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan baik termasuk memastikan bahwa Direksi telah memperhatikan kepentingan semua pemangku kepentingan; c
Fungsi pengawasan dan pemberian nasehat Dewan Komisaris mencakup tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian sementara.
2.1.3.2. Komisaris Independen
Istilah independen pada komisaris independen maupun direksi independen bukan menunjukkan bahwa komisaris atau direksi lainnya tidak independen. Istilah komisaris independen ataupun direksi independen menunjukkan keberadaan mereka sebagai wakil dari pemegang saham independen (minoritas) dan juga mewakili kepentingan investor (Surya dan Yustiavandana, 2006:133). Komisaris Indenpenden adalah komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan. Pengertian komisaris independen sebenarnya berasal dari pengertian komisaris dalam Pasal 1 angka 55 UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas menyatakan “komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus serta memberikan nasehat kepada direksi dalam menjalankan perseroan” (Surya & Yustiavananda, 2006:135).
Jumlah Komisaris Independen harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Salah satu dari Komisaris Independen harus mempunyai latar akuntansi atau keuangan.
2.1.3.3. Komite Audit
Komite Audit adalah suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota dewan komisaris dan dapat meminta kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman, dan kualitas lain yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan Komite Audit (KNKG , 2006:15). Terbentuknya Komite Audit pada perusahaan- perusahaan di banyak negara merupakan ciri dari corporate
governance yang mulai terbentuk dengan baik (KNGCG, 2002:3)
Menurut Komite Nasional Kebijkan Governace (2006:15) bahwa Komite Audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa: (i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen. Selain itu, Komite Audit memproses calon auditor eksternal termasuk imbalan jasanya untuk disampaikan kepada Dewan Komisaris.
Jumlah anggota Komite Audit harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan surat edaran BEJ, SE- 008/BEJ/12-2001, keanggotaan Komite Audit terdiri dari sekurang- kurangnya tiga orang termasuk ketua Komite Audit. Anggota komite ini yang berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang, anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan Komisaris Independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua Komite Audit. Anggota lain yang bukan merupakan Komisaris Independen harus berasal dari pihak eksternal independen. Salah seorang anggota memiliki latar belakang dan kemampuan akuntasi dan atau keuangan .
Menurut Anggraini (2010) dalam Irnila (2012:19) bahwa kompetensi audit adalah kemampuan yang harus dimiliki mengenai pemahaman yang memadai tentang akuntansi, audit, sistem yang berlaku dalam perusahaan. Anggota Komite Audit harus memiliki latar belakang pendidikan akuntansi/bisnis minimal satu orang sesuai dengan Surat Keputusan Ketua Bapepam LK Nomor 29/PM/2004. Kompetensi audit diperlukan Komite Audit untuk dapat memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris.
Kompetensi Komite Audit diwujudkan oleh keahlian keuangan yang dimiliki. Terkait kompetensi anggota Komite Audit yang ditunjukkan dengan pengetahuan keuangan.
2.1.4. Hubungan Corporate Governance dan Nilai Perusahaan
Corporate governace merupakan mekanisme untuk
mengatur dan mengelola bisnis, serta untuk meningkat kemakmuran perusahaan. Tujuan utama corporate governance adalah untuk meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Mekanisme corporate governance yang baik akan memberikan perlindungan kepada para pemegang saham dan kreditur untuk memperoleh kembali atas investasi dengan wajar, tepat dan seefisien mungkin, serta memastikan bahwa manajemen bertindak sebaik yang dilakukannya untuk kepentingan perusahaan.
Besarnya variasi dalam pelaksanaan mekanisme corporate
governance menyebabkan corporate governance merupakan faktor
yang berdampak signifikan untuk meningkatkan nilai pasar saham dari perusahaan (Black, Jang dan Kim, 2003:4). Dengan adanya
corporate governance yang baik diharapkan dapat meningkatkan
kinerja perusahaan dan dapat mengurangi agency conflict, sehingga tujuan perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan akan terwujud. Hal ini dapat diwujudkan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku.
Penerapan corporate governance mengakibatkan proses pengambilan keputusan berlangsung lebih baik, sehingga akan menghasilkan keputusan yang optimal dan dapat meningkatkan efisiensi serta terciptanya budaya kerja perusahaan yang lebih sehat.
Pelaksanaan corporate governance yang baik adalah merupakan langkah penting dalam membangun kepercayaan pasar (market
convidence ) dan pada akhirnya akan berpengaruh pada nilai
perusahaan. Nilai perusahaan ditentukan sejauh mana keseriusannya dalam menerapkan corporate governance (Irnila, 2012:21).
2. 2. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang pengaruh mekanisme corporate governance terhadap nilai perusahaan telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, antara lain sebagai berikut:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Judul Variabel No dan TahunHasil Penelitian Penelitian Penelitian Penelitian 1.
1 Wahyudi dan Implikasi
X
1 : Struktur Struktur Kepemilikan Manajerial berpengaruh
Pawestri (2006) Struktur Kepemilikan
terhadap keputusan
Kepemilikan
X
2 : investasi dan keputusan
Terhadap Nilai Keputusan
pendanaan tetapi tidak
Peruahaan: Keuangan pada kebijakan dividen. Dengan Y: Nilai 2.
Struktur kepemilikan
Keputusan Perusahaan
institusional tidak
Keuangan
berpengaruh terhadap
Sebagai Variabel
keputusan keuangan
Intervening
maupun nilai perusahaan 3. Keputusan pendanaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan, tetapi keputusan investasi dan kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
4. Struktur kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan baik secara langsung maupun melalui keputusan pendanaan.
2 Siallagan dan Mekanisme
X
1 : secara negatif
1. Kepemilikan manajerial
Machfoedz Corporate Kepemilikan
berpengaruh terhadap
(2006) Governance , Manajerial nilai perusahaan.
Kualitas Laba
X
2 : Dewan 2.
Dewan komisaris secara
dan Nilai Komisaris
positif berpengaruh
Perusahaan
X
3 : Komite terhadap nilai
Audit perusahaan.
X
4 : Kualitas 3.
Komite audit secara
Laba
positif berpengaruh Y: Nilai Perusahaan
terhadap nilai perusahaan.
4 Che Haat,
directorship dewan,
Hasil penelitian menyimpulkan antara independensi dewan komisaris, cross-
Kepemilikan Manajerial
3 :
X
dewan
2 : cross- directorship
X
Independensi Dewan Komisaris
1 :
X
Corporate Governance , transparency and performance of Malaysian companies
Rahman, dan Mahenthiran (2008)
moderating variabel, komisaris independen dan kepemilikan institusional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan, sedangkan model regresi tanpa moderating variabel, kualitas audit dan kepemilikan manajerial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan manajerial akan menurunkan nilai perusahaan sedangkan kualitas audit akan meningkatkan nilai perusahaan sehingga hasil pengujian ini tidak sepenuhnya konsisten dengan prediksi yang diharapkan.
4. Kualitas laba berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
governance menggunakan
Variabel corporate
Earnings Management berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan.
Y:Nilai Perusahaan
X 2 : Komisaris
Independen
X 3 :Kepemilika n Manajerial X 4 :Kepemilika n institusional X 5 :Kualitas AuditX 1 :Earnings
Management
Terhadap Nilai Perusahaan
Earnings Management
Pengaruh
Moderating Variabel dari
Sebagai
Corporate Governance
(2008) Peran Praktek
3 Herawaty
kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan dan berkorelasi negatif terhadap nilai perusahaan yang diukur Y: Nilai Perusahaan dengan menggunakan
Tobin’s Q.
7 Ionescu (2012) Effects of
Y:Nilai
X 2 :Corporate Social
Responsibility
X 3 :CorporateGovernance
dan Corporate SocialResponsibility
X
1 :Good
Corporate
Governance
Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Corporate Social Responsibility
Pengungkapan
Corporate Governance Dan
Pengaruh Good
Priantinah (2012)
8 Retno dan
Terdapat korelasi positif yang signifkan antara nilai perusahaan dan corporate governance .
Y : Firm Value
X : Corporate
Governance
Corporate Governance On Firm Value (Venezuela)
Komisaris independen, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan asing tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
5 Permanasari
Corporate Social Responsibility memiliki
(2010) Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan Institusional dan
Corporate Social Responsibility
Terhadap Nilai Perusahaan
X 1 :Kepemilika
n Manajemen
X 2 :Kepemilikan Institusional
X 3 :Corporate SocialResponsibility
Y:Nilai Perusahaan
Kepemilikan manajemen dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
Hasil uji simultan menunjukkan corporate governance tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
6 Meryaty (2011) Analisis
Pengaruh
Corporate Governance
Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Perbankan di BEI
X 1 :Kepemilika
n Manajemen
X 2 :Kepemilikan Institusional
X 3 :Kepemilika n Asing X 4 :KomisarisIndependen
X5 :Kualitas
AuditorY:Nilai Perusahaan
Good Corporate Governance berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dengan variabel control ukuran perusahaan dan leverage. Pengungkapan Corporate Social Responsibilty berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan dengan variabel kontrol ukuran perusahaan, jenis industri, Periode 2007- 2010)
Perusahaan profitabilitas dan leverage.
Corporate Social Responsibility
dan Good
Corporate Governance
Terhadap Nilai Perusahaan (Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
X
1 :Corporate Social ResponsibilityX
2 :Komisaris IndependenX
3 :Kepemilika n Manajerial
X
4 : Komite Audit
X
5 : Kepemilikan Institusional Y:Nilai PerusahaanCorporate Social Responsibility tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Komisaris Independen dan Kepemilikan Manajerial memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan dengan arah positif. Komite Audit dan Kepemilikan Institusional tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
11 Pratiwi (2013) Mekanisme Good Corporate Governance ,
Kinerja Keuangan,
dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai
Subekti (2013) Pengaruh
X
1
: Good
Corporate Governance
X
2 : kinerja
keuangan
X
3
: ukuran perusahaan Y: nilai perusahaan
Corporate Social Responsibility
10 Susanto dan
GCG dan Pengungkapan CSR berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Perusahaan
9 Randi dan
Juniarti (2012) Pengaruh Penerapan Good
Corporate Governance
Terhadap Nilai Perusahaan yang Terdaftar di BEI 2007-2011
X
1 : Good Corporate Governance
X
2 : Market Share
X
3 : Ukuran
X
berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
4
: Sektor Industri Y: Nilai Perusahaan
H
1 : bahwa GCG
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. H
2 : market share tidak
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. H
3 : ukuran perusahaan
berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. H
4 : sektor industri
Menemukan hasil bahwa secara simultan tidak ada pengaruh yang signifikan antara kepemilikan institusional, komisaris independen, ROA, ROE, CSR, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan Perusahaan Perbankan Di BEI
2. 3. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual memberikan dasar konseptual bagi penelitian yang mengidentifikasikan hubungan antara variabel yang dianggap penting bagi penelitian yang akan dilakukan.
Dengan memperhatikan variabel-variabel, baik variabel dependen, independen, maupun kontrol yang akan digunakan dalam penelitian ini, maka kerangka pemikiran yang dapat dikembangkan sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Ukuran Dewan Komisaris (X 1 ) Jumlah Rapat Dewan Komisaris (X 2 )
Nilai Perusahaan
Proporsi Komisaris
(Tobin’s Q)
Independen (X 3 )
Y
Ukuran Komite Audit (X 4 ) Kompetensi Anggota Komite Audit (X 5 )
Variabel Kontrol Ukuran Perusahaan
Gambar 2.1.
Skema Kerangka Konseptual
2. 4. Hipotesis Penelitian
Menurut Erlina (2008) dalam Pratiwi (2013:25) menyatakan “hipotesis
menyatakan hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih
dalam rumusan proporsi yang dapat diuji secara empiris”. Dari kerangka pemikiran
di atas, maka hipotesis-hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai
berikut:Hipotesis 1 : Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh secara parsial terhadap nilai perusahaan.
Hipotesis 2 : Jumlah rapat Dewan Komisaris berpengaruh secara parsial terhadap nilai perusahaan.
Hipotesis 3 : Proporsi Komisaris Independen berpengaruh secara parsial terhadap nilai perusahaan.
Hipotesis 4 : Ukuran Komite Audit berpengaruh secara parsial terhadap nilai perusahaan.
Hipotesis 5 : Kompetensi anggota Komite Audit berpengaruh secara parsial terhadap nilai perusahaan.
Hipotesis 6 : Ukuran Dewan Komisaris, rapat Dewan Komisaris, proporsi Komisaris Independen, ukuran Komite Audit dan kompetensi anggota Komite Audit berpengaruh secara simultan terhadap nilai perusahaan.