BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Peranan Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Fisik Studi Pada Kantor Kepala Desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Sumber daya manusia dewasa ini menjadi titik perhatian bagi organisasi pemerintah maupun swasta. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, manusia sebagai unsur yang terpenting dalam organisasi, karena tanpa adanya manusia organisasi tidak akan bisa hidup, tumbuh dan berkembang. Kedua, dirasakan perlu pemberdayaan sumber daya manusia yang menjadikan kehidupan menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya agar mampu mengantisipasi semua perkembangan.

  Melalui organisasi bukan hanya kebutuhan individu saja dapat dipenuhi tetapi dapat juga untuk memenuhi kebutuhan yang lebih luas. Dengan demikian dalam suatu organisasi terdapat sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut ditempuh dengan upaya-upaya yang terdapat dalam unsur manajemen adalah kepemimpinan. Oleh karena itu peranan kepemimpinan sangat menentukan sekali dalam pencapaian tujuan. Seperti yang dikatakan Siagian (1983:24) “Kepemimpinan adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pemimpin suatu kerja untuk mempengaruhi orang lain, terutama bawahan untuk berfikir dan bertindak sedemikian rupa.”

  1      Sehingga melalui perilaku yang positif ia memberikan sumbangan yang nyata dalam pencapaian tujuan organisasi. Pemimpin adalah seorang dengan segala rangkaian kegiatannya berupa kemampuan untuk mempengaruhi dan mengarahkan serta menggerakkan orang lain atau pengikut-pengikutnya untuk diajak kerjasama dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang didalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta tanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan. apabila semua komponen organisasi berupaya menampilkan kerja yang optimal termasuk peningkatan partisipasi. Ada beberapa bentuk partisipasi yang dapat diberikan masyarakat dalam suatu program pembangunan, yaitu partisipasi uang, partisipasi harta benda, partisipasi tenaga, partisipasi keterampilan, partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial, partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, dan partisipasi representatif.

  Penyelenggaraan pemerintah desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintah sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa “Desa tidak lagi merupakan wilayah administratif, bahkan tidak lagi menjadi bawahan atau unsur pelaksana daerah, tetapi menjadi daerah istimewa dan bersifat mandiri yang berada dalam wilayah kabupaten.”

      Sehingga setiap warga desa berhak berbicara atas kepentingan sendiri sesuai kondisi sosial budaya yang hidup di lingkungan masyarakatnya.

  Dalam Peraturan Pemerintah (PP) 72/2005 telah disebutkan bahwa “Perencanaan pembangunan desa merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan daerah Kabupaten/Kota.” Ini dapat diartikan bahwa dalam penyususnan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) perlu mengacu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten/Kota.

  Demikian pula dalam penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDes) perlu mengacu Rencana Kerja Pembangunan daerah Kabupaten/ Kota. Pengaturan kebijakan dan sinkronisasi program dan kegiatan secara vertikal antara tingkat pemerintah desa dengan tingkat Kabupaten/ Kota.

  Proses penyusunan RPJMDes harus dilakukan melalui serangkaian forum musyawarah dengan melibatkan seluruh unsur pelaku pembangunan di wilayah setempat. Proses penyusunan perencanaan pembangunan seperti inilah yang dimaksudkan sebagai perencanaan pembangunan partisipatif. Unsur pelaku pembangunan desa tersebut meliputi elemen-elemen warga masyarakat, lembaga- lembaga kemasyarakatan desa, aparatur pemerintah desa, aparatur pemerintah kabupaten khususnya Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan institusi lain yang terkait.

      Forum musyawarah itu dapat dimulai dari pertemuan-pertemuan warga masyarakat di tingkat Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Kelompok- kelompok Kegiatan (misalnya: PKK, Desa Wisma, Karang Taruna, Kelompok Tani, Kelompok Siskamling, dan lain-lain).

  Penyusunan RPJMDes harus berdasarkan data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Artinya, rencana pembangunan desa itu harus disusun berdasarkan kenyataan yang ada di desa, baik itu berupa masalah maupun potensi yang dimiliki desa. Dengan demikian, perencanaan pembangunan desa yang tersusun dapat sesuai dengan kebutuhan pembangunan, bukan sekedar daftar pemerintah desa dan masyarakat) untuk mewujudkannya.

  Dengan demikian, RPJMDes pada dasarnya merupakan perencanaan strategis (renstra) yang dilaksanakan di tingkat desa. Perencanaan strategis merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu (6 tahun) dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang ada dan yang mungkin timbul.

  Penyusunan rencana pembangunan desa tidak cukup hanya menguraikan bentuk-bentuk program dan kegiatan pembangungan saja, melainkan harus memperhitungkan perkiraan besaran dana beserta sumber dananya. Merencanakan pendanaan dalam penyusunan RPJMDes selain untuk memperhitungkan kemampuan desa juga dimaksudkan untuk mendorong semangat dan kreatifitas aparatur pemerintah desa bersama warga masyarakat untuk berupaya menggali sumber-sumber dana dari potensi desa yang tersedia.

      Dalam RPJMDes sumber dana yang perlu diperhitungkan untuk membiayai pelaksanaan program pembangunan meliputi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang salah satunya sumber penerimaannya berasal dari Alokasi Dana Desa (ADD), swadaya masyarakat yaitu partisipasi warga masyarakat dalam bentuk barang/materi dan atau jasa (tenaga) yang dinilai dengan uang, Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten, Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Propinsi, Anggaran Pendapatan Dan Belanja Nasional (APBDN), dan Mitra (perusahaan atau lembaga/ organisasi lainnya). agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan dan aparat pemerintah desa bisa lebih benar-benar bekerja dengan baik demi pembangunan desa, dengan adanya evaluasi kerja untuk mengukur peranan kepemimpinan kepala desa di dalam meningkatkan partisipasi masyarakat. Keberhasilan pembangunan desa salah satunya dipengaruhi oleh peran kepala desa,dengan demikian maka perannya kepala desa menjadi penting yang sangat diperlukan dalam proses pembangunan desa guna untuk memperlancar pembangunan serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan desa.

  Pembangunan dilaksanakan dengan tujuan untuk mengadakan perubahan yang berkesinambungan ke arah kemajuan yang lebih baik. Dengan pelaksanaan pembangunan yang dikerjakan perlu memacu pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, membangkitkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat serta untuk meningkatkan

      pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu dalam mengisi peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan desa.

  Pembangunan desa merupakan suatu proses yang berlangsung di desa dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang mencakup segala aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat. Pembangunan desa terus dipacu untuk menuju modernitas yang diharapkan dengan maksud mengimbangi serta mensejajarkan laju pembangunan di perkotaan. Pembangunan akan berjalan dengan baik apabila terjadi kerja sama yang harmonis antara pemerintah dengan warga masyarakat, yang menjadi prioritas dalam berpikir masyarakat yang tidak terbatas pada golongan elit saja melainkan secara menyeluruh dan merata sampai lapisan masyarakat lapisan terbawah.

  Dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perdesaan khususnya di bidang perekonomian, maka dibutuhkan sarana dan prasarana sebagai pendukung di lingkungan masyarakat desa berupa sarana umum seperti jalan desa yang memenuhi standar di lingkungan desa. Letak geografis desa strategis dan kandungan potensi desa yang baik, banyak menghasilkan berbagai peningkatan produktifitas di bidang pertanian. Akan tetapi masih ada beberapa kelemahan dalam infrastruktur desa.

  Peranan infrastruktur pertanian dalam pembangunan pertanian semakin strategis dan penting, hal ini sangat berkaitan dengan upaya pencapaian sasaran program khususnya program peningkatan nilai tambah. Infrastruktur pertanian khususnya jalan usaha tani merupakan salah satu komponen dalam subsistem hulu

      yang diharapkan dapat mendukung subsistem usaha tani, subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran hasil pertanian (tanaman pangan, holtikultura perkebunan dan peternakan).

  Pada saat ini banyak lokasi lahan pertanian belum mempunyai/ terdapat jalan usaha tani yang memadai sehingga dapat menghambat masyarakat tani dalam berusaha dilahannya.

  Didalam Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan terdapat Klosul jalan khususnya yaitu jalan yang pembangunan dan pembinaannya merupakan tanggung jawab departemen terkait. Sehubungan dengan itu jalan jawab Departemen Pertanian.

  Tujuan kegiatan pengembangan jalan usaha tani adalah : a. Mempercepat transportasi sarana usaha tani dan alat mesin pertanian dari kawasan permukiman (dusun dan desa) ke lahan usaha tani.

  b.

  Mempercepat pengangkutan produk pertanian dari lahan usaha menuju sentra pemukiman, pemasaran dan pengolahan hasil pertanian.

  c.

  Mengurangi biaya/ ongkos transportasi sebagai komponen biaya usaha tani.

  Untuk mewujudkan peranan kepemimpinan kepala desa dalam hal peningkatan partisipasi dalam pembangunan maka perlu dan harus melakukan komunikasi dengan masyarakat supaya mereka mengerti tentang ide pembangunan sehingga mau berpartisipasi dan membebaskan lahannya (tanahnya) untuk di jadikan jalan usaha tani, sehingga perekonomian rakyat lebih meningkat dengan dibukanya jalan usaha tani.

      Berdasarkan penjelasan di atas penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Peranan Kepemimpinan Kepala Desa Dalam

  

Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Fisik (Studi

Pada Kantor Kepala Desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga

Kabupaten Dairi)”

  1.2 Rumusan Masalah

  Untuk dapat memudahkan penelitian ini nantinya, dan agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Peranan Kepemimpinan Kepala Desa

  Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan fisik? ”.

  1.3 Pembatasan Masalah

  Pembahasan mengenai peranan kepemimpinan kepala desa dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan fisik sangat luas. Agar lebih fokus terhadap suatu masalah maka penulis memberikan batasan masalah pada peranan kepemimpinan kepala desa dalam meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap pembangunan jalan usaha tani.

     

  1.4 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui peranan kepemimpinan kepala desa untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan fisik pada Desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi.

  1.5 Manfaat Penelitian

  Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagi penulis, berguna untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan teori-teori yang telah didapat selama perkuliahan.

  b.

  Bagi pihak fakultas diharapkan menjadi bahan referensi ataupun bahan pembanding bagi mahasiswa lainnya.

  c.

  Bagi kantor pemerintahan desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi, sebagai bahan masukan khususnya tentang pembangunan jalan lahan usaha tani.

  d.

  Bagi peneliti lain, sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.

  1.6 Kerangka Teori

  Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman dasar berfikir yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut seorang peneliti perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih.

      Menurut Singarimbun (1989:37) teori diartikan sebagai “Serangkaian konsep, defenisi, proposisi, yang saling berkaitan dan tujuan memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena.”

  Mengacu pendapat di atas, maka dalam hal ini penulis mengemukakan beberapa teori yang dapat dijadikan titik tolak atau landasan dalam penelitian ini.

1.6.1 Peranan

  1.6.1.1 Pengertian Peranan

  Peranan berasal dari kata peran, peran memiliki makna yaitu seperangkat Sedangkan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.

  (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989) Menurut Soekanto (2009:212) “Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status).” Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Pembedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu. Keduanya tak dapat dipisah-pisahkan kerana yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peran.

  1.6.1.2 Fungsi Peranan

  Menurut Narwoko (2004:160) fungsi peranan adalah sebagai berikut: 1.

  Memberi arah pada proses sosialisasi 2. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan pengetahuan.

3. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat

     

4. Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat.

1.6.1.3 Jenis-Jenis Peranan

     

  Berdasarkan pelaksanaannya peranan sosial dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

  1. Peranan yang diharapkan yaitu cara ideal dalam pelaksanan menurut penilaian masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan secermat-cermatnya dan peranan ini tidak dapat ditawarkan dan harus dilaksanakan seperti yang ditentukan. Peranan jenis ini antara lain peranan

  2. Peranan yang disesuaikan yaitu cara bagaimana sebagai peranan itu dijalankan. Peranan ini pelaksanaannya lebih luwes, dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu. Sementara itu, berdasarkan cara memperolehnya peranan dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Peranan bawaan yaitu peranan yang diperoleh secara otomatis bukan karena usaha, misalnya peranan sebagai nenek, anak, dan sebagainya.

  2. Peranan pilihan yaitu peranan yang diperoleh atas dasar keputusan sendiri, misalnya seseorang yang memutuskan untuk memilih kuliah di fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan memilih program studi Ilmu Administrasi Negara.

1.6.2 Kepemimpinan

1.6.2.1 Pengertian Kepemimpinan

  Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin yang berarti seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan disatu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian suatu maksud atau beberapa tujuan (Kartono, 1993:76).

  Kepemimpinan pada dasarnya mempunyai pokok pengertian sebagai sifat kemampuan, proses dan atau konsep yang dimiliki oleh seseorang sedemikian orang lain bersedia dengan penuh keikhlasan melakukan perbuatan atau kegiatan yang dimiliki oleh seorang tersebut.

  Kepemimpinan juga sering dikatakan sebagai bakat (talent) dimana kalanya tanpa dipelajari bahkan tanpa disadari seseorang dapat menjalankan kepemimpinan dengan baik. Walaupun demikian bukan berarti kepemimpinan tidak dapat dipelajari, dari berbagai studi kasus yang ada menunjukan seorang pemimpin dapat mencari format kepemimpinan yang ia sukai atau dibutuhkan/dituntut oleh organisasi dengan mempelajarinya.

  Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) pengertian “Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.”

      Menurut Young (dalam Kartono, 2003) pengertian kepemimpinan yaitu “Bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.”

  Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh

1.6.2.2 Tipe-Tipe Gaya Kepemimpinan

  Menurut Sondang P.Siagian tipe-tipe gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut:

     1.

  Tipe Kepemimpinan Otokratik ialah seorang pemimpin yang : a.

  Menganggap organisasi sebagai milik pribadi b.

  Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi c. Menganggap bahwa sebagai alat semata-mata d.

  Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat e. Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya f. Dalam tindaknya penggeraknya sering mempergunakan approach yang mengandung unsur paksaan dan puntif (bersifat menghukum).

     

     

  2. Tipe Kepemimpinan Militeristik ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat- sifat: a.

  Kebanyakan sistem perintah yang sering digunakan b.

  Senang bergantung pada pangkat dan jabatan c. Senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan d.

  Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya 3. Tipe Kepemimpinan Paternalistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a.

  Menganggap bawahan sebagai manusia yang tidak dewasa b.

  Bersikap terlalu melindungi Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan d.

  Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil inisiatif e. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasi f.

  Sering bersikap mau tahu 4. Tipe Kepemimpinan Kharismatik

  Dalam keadaaan tertentu, tipe kepemimpinan ini sangat diperlukan karena dapat menutupi sifat negatifnya dengan kharisma positif yang dimilikinya.

  Terkadang para bawahannya tidak memiliki alasan yang kuat untuk memilih seseorang tersebut sebagai pemimpin.

5. Tipe Kepemimpinan Demokratik

  Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern karena: a.

  Ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritikan dari bawahan.

  b.

  Selalu berusaha mengutamakan kerjasama teamwork dalam usaha mencapai tujuan.

  c.

  Selalu berusaha menjadikan lebih sukses dari padanya.

  d.

  Selalu berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

6. Tipe Kepemimpinan Laissez Faire

  Tipe kepemimpinan yang santai dan pengambilan keputusan diserahkan kepada para bawahannya dengan pengarahan yang minimal bahkan tanpa pengarahan sama sekali. Oleh karena itu, tipe kepemimpinan ini sering kali yang wajar terhadap organisasi yang dipimpinnya. Serta memandang dan memperlakukan bawahannya sebagai orang-orang yang sudah matang dan dewasa, baik dalam teknis maupun mental.

1.6.3 Kepemimpinan Kepala Desa

  Kepemimpinan kepala desa merupakan kegiatan yang dilakukan oleh kepala desa dalam mempengaruhi dan mengarahkan masyarakat desa untuk mencapai tujuan bersama, baik dalam pembangunan maupun kegiatan-kegiatan yang dilakukan di desa.

  Kepemimpinan Kepala Desa sangat berpengaruh di dalam mewujudkan adanya partisipasi masyarakat di dalam pembangunan. Sesuai dengan program yang telah disusun di dalam RPJMDes partisipasi masyarakat merupakan salah satu unsur yang sangat diutamakan untuk mencapai pembangunan yang baik.

      Pembangunan desa bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat desa, kepala desa harus mampu mengarahkan dan membimbing masyarakat untuk ikut berpartisipasi baik itu partisipasi tenaga, partisipasi pikiran maupun partisipasi harta benda sehingga pembangunan dapat tercapai sesuai dengan yang telah diprogramkan.

  Berdasarkan Keputusan Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Bab V Pasal 37 menyatakan bahwa pemerintah desa terdiri dari kepala desa atau yang disebut dengan nama lain perangkat desa. Istilah desa dapat disesuaikan dengan kondisi yang memenuhi syarat. Calon yang terpilih dengan mendapatkan suara terbanyak ditetapkan oleh Badan Permusyawaratan Desa dan disahkan oleh Bupati/Walikota paling lambat tiga puluh hari setelah pemilihan.

  Kepala desa dan perangkat lainnya pada dasarnya bertanggung jawab kepada masyarakat desa yang dalam tata cara dan prosedur pertanggung jawabannya disampaikan kepada Bupati atau Walikota melalui Camat. Pihak kecamatan hanya berperan sebagai penghubung antara pemerintah desa dengan pemerintah Kabupaten/Kota. “Desa disini tidak lagi sebagai level administrasi atau daerah justru merupakan “Independent comunity” yaitu desa dan masyarakatnya berhak atas kepentingan masyarakat tersebut (Rudias, 2003:5).”

     

1.6.3.1 Tugas Kepala Desa

  Dalam Keputusan Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Bab V Pasal 26 bahwa kepala desa memiliki tugas sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan Pemerintahan Desa, 2.

  Melaksanakan Pembangunan Desa, 3. Pembinaan kemasyarakatan Desa, dan 4. Pemberdayaan masyarakat Desa.

1.6.3.2 Wewenang Kepala Desa

  Dalam Keputusan Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik desa memiliki kewenangan di dalam melaksanakan tugas pemerintahan di desa sebagai berikut: 1.

  Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa, 2. Mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa, 3. Memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa, 4. Menetapkan Peraturan Desa, 5. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, 6. Membina kehidupan masyarakat Desa, 7. Membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa,

  8. Membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa, 9. Mengembangkan sumber pendapatan Desa, 10. Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa,

11. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa, 12.

  Memanfaatkan teknologi tepat guna, 13. Mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif, 14. Mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 15. Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

     

1.6.3.3 Hak dan Kewajiban Kepala Desa

     

  Dalam Keputusan Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 Bab V Pasal 26 bahwa kepala desa memiliki hak dan kewajiban di dalam melaksanakan tugas pemerintahan di desa.

  Hak kepala desa sebagai berikut: 1.

  Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa, 2. Mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa;, 3. Menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan,

  4. Mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan Memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa.

  Kewajiban kepala desa sebagai berikut: 1.

  Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika, 2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa, 3. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa, 4. Menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan, 5. Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender, 6. Melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme, 7. Menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa,

8. Menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik, 9.

  Mengelola Keuangan dan Aset Desa, 10. Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa, 11. Menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa, 12. Mengembangkan perekonomian masyarakat Desa, 13. Membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa, 14. Memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa, 15. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup dan

16. Memberikan informasi kepada masyarakat Desa.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepala desa memiliki peranan yang sangat besar dalam memajukan pembangunan untuk meningkatkan perekonomian rakyat desanya. Selaku pemimpin utama dan tertinggi kepadanya juga diberikan kuasa sebagai pananggung jawab utama seluruh kegiatan yang diselenggarakan.

1.6.4 Definisi Partisipasi

  Partisipasi adalah salah satu elemen pemberdayaan masyarakat yang menjadi pendukung utama bagi keberhasilan dan keberlanjutan sebuah program perubahan yang mendasar pada masyarakat, pelaku serta aparat pemerintahan bisa terlibat, saling belajar, berbagi pengalaman dan menggabungkan kekuatan serta kemampuan yang dimiliki untuk mewujudkan perubahan yang lebih baik di daerah mereka. World Bank (1995) dalam Gaventa, et al (2001:5) menjelaskan, “Partisipasi sebagai proses dimana para pemilik kepentingan (stakeholder) mempengaruhi dan berbagi pengawasan atas inisiatif dan keputusan pembangunan serta sumber daya yang berdampak pada mereka.”

  Mubyarto dalam Ndraha (1990:102) memberikan penjelasan bahwa “Partisipasi merupakan kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan diri sendiri.” Selanjutnya David dalam Syamsi (1986:54) mengemukakan pengertian partisipasi sebagai berikut :

     

  “Participation is defined as mental and emotional involvement of a person in a group situation which encourages him to contribute to group goal and share responsibility in them”. (Partisipasi merupakan keterlibatan seseorang dalam situasi kelompok baik secara mental maupun emosional untuk memperkuat mereka serta untuk memberi masukan terhadap tujuan kelompok dan membagi tanggung jawab masing-masing).

  Definisi yang lebih luas diberikan oleh Parry, Mosley dan Day (1992:16) dalam Gaventa, et al (2001:5), yang menyebutkan sebagai “Keikutsertan dalam proses formulasi, pengesahan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah.” Menurut FAO seperti yang dikutip Mikkelsen (1999:64), berbagai penafsiran yang ada dan beragam mengenai arti kata tentang partisipasi itu sendiri yaitu :

  1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan.

  2. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu.

  3. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak sosial.

  4. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri.

  5. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka.

  Selanjutnya Stiefel dan Wolfe (1994:5) dalam Gaventa, et al (2001:5), menyatakan “Partisipasi sebagai upaya terorganisasi untuk meningkatkan pengawasan terhadap sumber daya dan lembaga pengatur dalam keadaan sosial tertentu, oleh berbagai kelompok dan gerakan yang sampai sekarang dikesampingkan dari fungsi pengawasan semacam itu.”

      Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga gagasan utama dari partisipasi yaitu (1) partisipasi memerlukan keterlibatan mental dan emosi yang sama pentingnya dengan keterlibatan fisik, (2) Partisipasi mendorong seseorang atau kelompok untuk mendukung situasi tertentu dan (3) Partisipasi mendorong orang untuk ikut bertanggung jawab dalam suatu kegiatan sebagai akibat dari sumbangan atau dukungan yang diberikan secara emosional dan fisik.

  Ketiga gagasan mengenai partisipasi ini sangat berkaitan erat dengan proses pengembangan masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat.

  Partisipasi diasumsikan mempunyai aspirasi, nilai budaya yang perlu diakomodasikan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan suatu program pembangunan (Soetrisno, 1995:207).

  Pada Sastropoetro (1988:13-14), Keith Davis mengemukakan 3 (tiga) gagasan yang penting dalam menerapkan partisipasi :

  1. Bahwa partisipasi sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, lebih daripada semata-mata atau hanya keterlibatan secara jasmaniah.

  2. Adalah kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok, hal ini berarti bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok karena seseorang menjadi anggota suatu kelompok karena nilainya.

  3. Unsur ketiga adalah tanggung jawab, yaitu segi yang menonjol dari rasa menjadi anggota. Diakui sebagai anggota artinya ada rasa “sense of belonging”.

     

     

  Pada dasarnya terdapat beberapa prinsip-prinsip didalam pengembangan model pembangunan yang berorientasi pada partisipasi, seperti yang dinyatakan Hari dan Asep (2000). Prinsip-prinsip tersebut antara lain : 1.

  Masyarakat sebagai subjek bukan objek.

  2. Menghargai pengetahuan dan ketrampilan lokal.

  3. Mempengaruhi keputusan harus dijamin, bukan hanya ikut serta.

  4. Proses belajar sejalan dengan outcome.

  Selanjutnya Hari dan Asep (2000) menyatakan pendekatan yang digunakan didalam partisipasi pembangunan umumnya menekankan pada prinsip- prinsip perilaku, yakni :

  Mementingkan peran tradisional bukan peran ahli, sebab ekspert yang ikut serta bukan masyarakat yang ikut serta.

  2. Fasilitasi masyarakat lokal untuk menganalisa.

  3. Penyadaran-penyadaran melalui kritik diri.

  4. Andil ide dan informasi.

  Hikmat (2001:232) mengemukakan, bahwa seluruh masyarakat harus selalu bekerjasama, bahu membahu, saling membantu dan mempunyai komitmen moral dan sosial yang tinggi dalam memasyarakatkan gerakan partisipasi dalam semua aspek dan tingkatan yang mencakup komitmen : a.

  Perumusan konsep b. Penyusunan model c. Proses perencanaan d. Pelaksanaan gerakan pemberdayaan e. Pemantauan dan penilaian hasil pelaksanaan f. Pengembangan pelestarian gerakan partisipatif

  Dari pengertian-pengertian di atas dapat dikatakan bahwa dalam melaksanakan partisipasi didalam program pemerintah, harus menjadikan

1.6.4.2 Bentuk- Bentuk Partisipasi

     

  masyarakat sebagai subjek serta memfasilitasinya agar pembangunan dapat terlaksana demi kesejahteraan masyarakat.

  Kebijakan pemerintah juga turut menentukan dan mempengaruhi partisipasi masyarakat. Cohen dan Uphoff (1977:94) mencatat bahwa ada 4 (empat) bentuk partisipasi, yaitu : 1.

  Participation in decision making, merupakan partisipasi dalam proses pembuatan kebijakan atau keputusan organisasi. Masyarakat diberikan kesempatan untuk memberikan masukan dan pendapat serta ikut menilai rencana yang sedang disusun. Participation implementation, adalah partisipasi yang mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan operasional dari kebijakan yang telah diambil terdahulu. Partisipasi ini juga dalam hal mematuhi keputusan dan kebijakan yang telah ditetapkan.

  3. Participation in benefits, adalah partisipasi masyarakat dalam menikmati dan memanfaatkan hasil pembangunan yang telah diprogramkan. Masyarakat juga merasakan dampak dari keputusan dan kebijakan yang telah diambil.

  4. Participation in evaluation, adalah partisipasi masyarakat dalam bentuk keikutsertaan menilai serta mengawasi kegiatan-kegiatan pembangunan. Demikian juga halnya dalam mengawasi pelaksanaan keputusan dan kebijakan yang telah diambil.

  Selanjutnya mereka juga menambahkan bahwa ada 9 (sembilan) tipe partisipasi yang mungkin saja dapat terjadi didalam pembangunan daerah, yakni :

  1. Partisipasi sukarela dengan inisiatif dari bawah.

  2. Partisipasi dengan imbalan, yang inisiatifnya dari bawah.

  3. Partisipasi desakan atau paksaan (enforced), dengan inisiatif dari bawah.

  4. Partisipasi sukarela (volunteered), dengan inisiatif dari atas.

  5. Partisipasi dengan imbalan (rewaerded), dengan inisiatif dari atas.

  6. Partisipasi paksaan, dengan inisiatif dari atas.

  7. Partisipasi sukarela dengan inisiatif bersama (through shared initiative).

  8. Partisipasi imbalan, dengan inisiatif bersama.

9. Partisipasi paksaan dengan inisiatif bersama dari atas dan juga bawah.

  Kemudian Oakley (1991) mengartikan partisipasi kedalam tiga bentuk, yaitu :

  1. Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu interpretasi dominan dari partisipasi dalam pembangunan di dunia ketiga adalah melihatnya sebagai suatu keterlibatan secara sukarela atau bentuk kontribusi lainnya dari masyarakat desa menetapkan sebelumnya program dan proyek pembangunan.

  2. Partisipasi sebagai organisasi, meskipun diwarnai dengan perdebatan yang panjang diantara para praktisi dan teoritisi mengenai organisasi sebagai instrumen yang fundamental bagi partisipasi, namun dapat dikemukakan bahwa perbedaan organisasi dan partisipasi terletak pada hakekat bentuk organisasional sebagai sarana bagi partisipasi, yang muncul dan dibentuk sebagai hasil dari adanya proses partisipasi. Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi masyarakat dapat melakukannya melalui beberapa dimensi, yaitu : a.

  Sumbangan pikiran (ide atau gagasan).

  b.

  Sumbangan materi (dana, barang, alat).

  c.

  Sumbangan tenaga (bekerja atau memberi kerja).

  d.

  Memanfaatkan/melaksanakan pelayanan pembangunan.

  3. Partisipasi sebagai pemberdayaan, partisipasi merupakan latihan pemberdayaan bagi masyarakat desa, meskipun sulit untuk didefenisikan, akan tetapi pemberdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan masyarakat desa untuk memutuskan dan ikut terlibat dalam pembangunan.

  Menurut Davis, dalam Sastropoetro (1988:16), mengemukakan ada beberapa bentuk partisipasi masyarakat, yaitu : a.

  Konsultasi, biasanya dalam bentuk jasa.

  b.

  Sumbangan spontan berupa uang dan barang.

  c.

  Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari sumbangan individu/instansi yang berada diluar lingkungan tertentu (dermawan, pihak ketiga).

  d.

  Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari, dan dibiayai seluruhnya oleh komuniti (biasanya diputuskan oleh rapat komuniti, antara lain, rapat desa yang menentukan anggarannya).

     

     

  Tenaga (physical participation).

  Teknik-teknik partisipasi bukan sekedar alat pendekatan. Namun partisipasi juga pernyataan pikiran dan sikap, sehingga penting menghargai nilai- nilai, ketrampilan dan kebutuhan orang lain khususnya kelompok yang tidak beruntung. Teknik-teknik partisipasi memang perlu dikuasai. Namun penguasaan saja tidak cukup, masih diperlukan pengalaman personal. Ketrampilan teknik juga diperlukan sesuai dengan konteksnya. Partisipasi memerlukan belajar sambil bekerja dan selalu menyesuaikan dengan tingkat perkembangan pengetahuan, ketrampilan dan penguatan kapasitas antar partisipan. Keseimbangan proses dan keluaran sangat penting, walaupun partisipasi umumnya mementingkan proses, namun jika proses terlalu dipentingkan maka motivasi tidak meningkat.

  Uang (money participation). Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa masyarakat dalam memberikan partisipasinya tidak hanya harus berbentuk uang atau tenaga, tetapi juga dapat berbentuk pikiran, keahlian, maupun barang.

  f.

  Barang (material participation).

  e.

  Keahlian (participation with skill).

  Pikiran dan tenaga (psychological dan physical participation) d.

  c.

  b.

  e.

  Pikiran (psychological participation).

  Membangun proyek komuniti yang bersifat otonom. Selanjutnya Davis juga mengemukakan jenis-jenis partisipasi masyarakat seperti yang dikutip oleh Sastropoetro (1988:16), yaitu sebagai berikut : a.

  h.

  Mengadakan pembangunan dikalangan keluarga desa sendiri.

  g.

  Aksi massa.

  f.

  Sumbangan dalam bentuk kerja, yang biasanya dilakukan oleh tenaga ahli setempat.

  Masyarakat juga lebih senang jika hasilnya terukur (Hari dan Asep, 2000:32).

  Berkaitan dengan bentuk partisipasi, Sherry Arnsten dalam Suryono (2001:127) mengemukakan ada delapan model partisipasi yang tersusun dalam sebuah urutan yang berbentuk anak tangga. Model ini kemudian dikenal sebagai delapan anak tangga partisipasi masyarakat.

  8 Citizen Control Delegated Citizen Power

  7

  6 Partnership

  5 Placation

  4 Consultation Tokerism

  3 Informing

  2 Therapy Non Participation

  1 Manipulation Gambar 2.1: Model Partisipasi

  Tangga terbawah mempresentasikan kondisi tanpa partisipasi (non

  partisipation ), meliputi: 1.

  Manipulasi (Manipulation) Pada tangga partisipasi ini bisa diartikan relatif tidak ada komunikasi apalagi dialog. Tujuan sebenarnya bukan untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program tapi untuk mendidik atau “menyembuhkan” partisipan (masyarakat tidak tau sama sekali terhadap tujuan, tapi hadir dalam forum).

     

  2. Terapi (Therapy) Pada level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah.

  Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai derajat tokenisme. Tokenisme dapat diartikan sebagai kebijakan sekedarnya, berupa upaya superfisial (dangkal pada permukaan) atau tindakan simbolis dalam pencapaian suatu tujuan. Pada tingkatan ini masyarakat diberi kesempatan untuk berpendapat dan didengar pendapatnya, tapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan

  1. Informasi (Information) Pada jenjang ini komunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tanggapan balik (feed back).

  2. Konsultasi (Consultation) Pada tangga partisipasi ini komunikasi telah bersifat dua arah, tapi masih bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat akan di dengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi.

     

  3. Penentraman (Placation) Pada level ini komunikasi telah berjalan dengan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun pemerintah tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut.

  Tiga tangga terakhir ini menggambarkan perubahan dalam keseimbangan kekuasaan yang oleh Arnstein dianggap sebagai bentuk sesungguhnya dari partisipasi masyarakat. Tiga tingkatan itu meliputi: 1.

  Kemitraan (Partnership) sejajar. Kekuasaan telah diberikan dan telah ada negoisasi antara masyarakat dan pemegang kekuasaan, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, maupun monitoring dan evaluasi. Kepada masyarakat yang selama ini tidak memiliki akses untuk proses pengambilan keputusan diberikan kesempatan untuk bernegoisasi dan melakukan kesepakatan.

  2. Pendelegasian Kekuasaan (Delegated Power) Ini berarti bahwa pemerintah memberikan kewenangan kepada masyrakat untuk mengurus sendiri beberapa kepentingannya, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, sehingga masyarakat memiliki kekuasaan yang jelas dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keberhasilan program.

     

3. Pengendalian Warga (Citizen Control)

1.6.4.3 Proses Partisipasi

     

  Dalam tangga partisipasi ini, masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiataan untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama dan campur tangan pemerintah.

  Sesungguhnya terdapat sejumlah inovasi dan intervensi penting yang menjanjikan dampak signifikan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan yang demokratis. Yang diperlukan adalah belajar lebih Disini Schonwalder (1997:756) dalam Gaventa, et al (2001:13) mengemukakan :

  Membuka kesempatan yang selebar-lebarnya bagi partisipasi politik yang lebih besar bagi masyarakat di tingkat daerah, dan dalam keadaan bagaimana strategi itu dapat dipergunakan bagi tujuan sebaliknya, misalnya integrasi dan kooptasi mayoritas rakyat dalam sistem politik yang pada dasarnya tidak berubah.

  Partisipasi merupakan prasyarat dalam pembangunan masyarakat sehingga partisipasi memegang peranan penting dalam pembangunan. Seiring dengan hal tersebut (Oakley, 1991:14) mengatakan bahwa :

  Partisipasi merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan. Tanpa adanya partisipasi aktif dari masyarakat pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada perwujudan kesejahteraan rakyat tidak akan terwujud, karena masyarakatlah yang lebih tahu akan kebutuhannya dan cara mengatasi permasalahan pembangunan yang terjadi dalam masyarakat.

  Selanjutnya Gaventa, et al (2001:13-16) menyatakan, ada suatu peluang yang besar untuk meningkatkan partisipasi masyarakat yang ada karena reformasi pemerintah dalam konteks desentralisasi. Untuk meciptakan peluang tersebut dibutuhkan beberapa strategi, yaitu : a.

  Perencanaan partisipatif b. Pendidikan warga dan pembangunan kesadaran c. Melatih dan membuat peka para pejabat daerah d. Advokasi, aliansi dan kolaborasi e. Pembuatan anggaran yang partisipatif f. Meningkatkan akuntabilitas pejabat terpilih terhadap rakyat Partisipasi sebagai cara pembangunan yang mengacu pada pembangunan yang berpusat rakyat di dalamnya mengandung upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Karakteristik dan pembangunan yang berpusat pada rakyat 1.

  Keputusan dan inisiatif untuk memenuhi kebutuhan rakyat dibuat di tingkat lokal dimana di dalamnya rakyat memiliki identitas dan peran yang dilakukan sebagai partisipasi aktif.

  2. Fokus utama pembangunan adalah memperkuat kemampuan rakyat miskin dalam mengawasi dan mengerahkan aset-aset guna memenuhi kebutuhan yang khas menurut daerah mereka sendiri.

  3. Pendekatan ini mempunyai toleransi terhadap perbedaan.

  4. Pendekatan pembangunan dengan menekankan pada proses social learning .

  5. Budaya kelembagaan yang ditandai oleh adanya organisasi yang bisa mengatur diri dan lebih terdistribusi.

  6. Proses pembentukan jaringan koalisasi dan komunikasi antara birokrasi dan lembaga lokal, satuan organisasi tradisional yang mandiri, merupakan bagian yang integral dari pendekatan ini, baik untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengidentifikasi dan mengelola berbagai sumber maupun untuk menjaga keseimbangan antara struktur vertikal dan horizontal.

  Seiring dengan pendapat di atas Fernandez (2002:71) menyatakan “Partisipasi aktif hanya dapat terjadi bila transparansi dan mekanisme keikutsertaan masyarakat jelas dan mudah dipahami.” Sedangkan akuntabilitas

      hanya dapat dikembangkan bila arus informasi dua arah antara elite dan massanya (konstituen) terjadi dengan lancar.

  Partisipasi merupakan elemen yang penting dalam pengembangan masyarakat desa, Pusic dalam Adi (2003:296) mengemukakan bahwa, “Perencanaan tanpa memperhitungkan partisipasi masyarakat akan merupakan perencanaan di atas kertas.” Berdasarkan pandangannya, partisipasi atau keterlibatan warga masyarakat dalam pembangunan dapat dilihat dari 2 (dua) hal, yaitu :

  1. Partisipasi dalam perencanaan Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah dapat mendorong desa yang telah direncanakan bersama. Sedangkan segi negatifnya adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindarinya pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan menghambat tercapainya suatu keputusan bersama.

  2. Partisipasi dalam pelaksanaan Segi positif dari partisipasi dalam pelaksanaan adalah bahwa bagian terbesar dari suatu program (tentang penilaian kebutuhan dan perencanaan program) telah selesai dikerjakan. Tetapi segi negatifnya adalah kecenderungan menjadikan warga masyarakat sebagai objek pembangunan, dimana warga hanya dijadikan pelaksana pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang mereka hadapi, dan tanpa ditimbulkan keinginan untuk mengatasi masalahnya. Sehingga warga masyarakat tidak secara emosional terlibat dalam program, yang berakibat kegagalan seringkali tidak dapat dihindari.

  Masyarakat tidak saja dilihat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan suatu kegiatan. Akan tetapi menurut Adi (2003:208) keterlibatan masyarakat tersebut diharapkan mulai terlihat pada proses berikut ini : 1.

  Tahap assessment Dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan sumber daya yang dimiliki. Untuk ini masyarakat dilibatkan secara aktif merasakan

      permasalahan yang sedang terjadi merupakan pandangan mereka sendiri.

Dokumen yang terkait

Peranan Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Fisik Studi Pada Kantor Kepala Desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi)

15 191 104

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap Peningkatan Pertisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan (Studi Pada Desa Galang Suka Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang)

18 209 128

Peranan Pemerintah Desa Untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan (Studi Kasus di Desa Pulau Kumpai Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi)

34 202 85

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa...

9 93 2

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa

3 35 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Peran Barong Satriyo Singo Lodhoyo Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Desa Pelem Kecamatan Blora Kabupaten Blora

0 0 6

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peranan Pemerintah Untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Infrastruktur (Studi Pada Desa Limau Manis Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang)

0 1 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang - Peranan Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Disiplin Kerja Pegawai Pada Kantor Bank Indonesia Medan

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Peranan Kelompok Studi Dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyaraat Melalui Credit Union Harapan Maju Di Desa Litongnihuta, Kecamatan Ronggurnihuta, Kabupaten Samosir

0 0 13