BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Mobilisasi Dini 2.1.1 Pengertian Mobilisasi Dini - Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan mobilisasi dini pada ibu post partum normal dan seksio sesarea di RSU.H. Abdul Manan Simatupang Kisaran’’

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Mobilisasi Dini

  2.1.1 Pengertian Mobilisasi Dini

  Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat tidur dengan melatih bagian-bagian tubuh untuk peregangan atau belajar berjalan (Soelaiman, 2000).

  Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan. Menurut Carpenito (2000), mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dari kedua defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.

  Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki tungkai bawah sesegera mungkin biasanya dalam waktu 6 jam (Gallagher, 2004).

  2.1.2 Rentang Gerak dalam Mobilisasi

  Menurut Carpenito,(2000) mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu : a.

  Rentang Gerak Pasif Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

  7 b.

  Rentang Gerak Aktif Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.

  c.

  Rentang Gerak Fungsional Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan.

2.1.3 Manfaat Mobilisasi

  Manfaat mobilisasi bagi ibu pasca seksio sesarea adalah : Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation. Dengan bergerak, otot-otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan. Faal usus dan kandung kencing lebih baik. Dengan bergerak akan merangsang peritaltik usus kembali normal. Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.

  Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk ibu merawat anaknya. Perubahan yang terjadi pada ibu pasca operasi akan cepat pulih misalnya kontraksi uterus, dengan demikian ibu akan cepat merasa sehat dan bias merawat anaknya dengan cepat.

  Mencegah terjadinya thrombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya thrombosis dan tromboemboli dapat dihindari. Menurut (Gallagher, 2004) walaupun pada tahap awal pasca persalinan ibu tidak ingin bangkit dari tempat tidur, tetapi

  8 kembali bergerak sangat disarankan bagi para ibu pasca seksio sesarea. Operasi dan anastesi menyebabkan pneumonia sehingga sangat penting untuk mobilisasi.

  Mobilisasi dapat meningkatkan fungsi paru-paru semangkin dalam nafas yang ditarik, semangkin meningkat sirkulasi darah. Hal tersebut memperkecil resiko pembentukan gumpalan darah, meningkatkan fungsi pencernaan dan menolong saluran pencernaan agar mulai bekerja lagi. Dalam 6-8 jam tenaga medis akan menolong ibu untuk melakukan mobilisasi seperti duduk ditempat tidur, duduk di bagian samping tempat tidur, dan mulai berjalan jarak pendek, Semangkin cepat ibu bisa bergerak kembali proses menyusui dan merawat anak juga semangkin mudah.

2.1.4 Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi

  Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh.

  Perdarahan yang abnormal. Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka.

  Involusi uterus yang tidak baik, Tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus. Menurut (Fundamental,2006) Seorang ibu jika tidak melakukan mobilisasi dapat mengganggu fungsi metabolik normal, yaitu: laju metabolik, metabolisme karbahidrat, lemak

  9 protein, katidak seimbangan dan elaktrolit, ketidak seimbangan kalsium,dan gangguan pencernaan.keberadaan proses infeksius pada pasien yang tidak melakukan mobilisasi mengalami peningkatan BMR (Basal Metabolik Rate) diakibatkan karena demam atau penyembuhan luka. Demam dan penyembuhan luka meningkatkatkan kebutuhan oksigen seluler. Pada ibu yang tidak melakukan mobilisasi juga terjadi penurunan sirkulasi volume cairan, penggumpalan darah pada ekstermitas bawah, dan penurunan respon otonom. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan penurunan aliran balik vena, diikuti oleh penurunan curah jantung yang terlihat pada tekanan darah.

  Seorang ibu juga beresiko terjadi pembentukan trombus, trombus adalah akumulasi trombosit, fibrin, faktor- faktor pembekuan darah dan elemen sel- sel darah yang menempel pada bagian anterior vena atau arteri, kadang- kadamg menutup lumen pembuluh darah.

2.1.5 Mobilisasi Dini pada Ibu post partum normal

  Persalinan merupakan proses yang sangat melelahkan oleh karena itu ibu tidak dianjurkan langsung turun dari ranjang karena dapat menyebabkan pingsan akibat sirkulasi yang belum berjalan baik. Karena sehabis melahirkan ibu merasa lelah, dan harus beristirahat. Pergerakan dilakukan dengan miring kanan atau kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli.

  Biasanya pada 2 jam post partum ibu sudah bisa turun dari tempat tidur dan melakukan aktifitas seperti biasa. Mobilisasi dilakukan secara bertahap mulai dari gerakan miring kekanan dan kekiri, lalu menggerakakan kaki. dan Cobalah untuk duduk di tepi tempat tidur, setelah itu ibu bisa turun dari

  10 ranjang dan berdiri atau bisa pergi kekamar mandi, sehingga sirkulasi dalam tubuh akan berjalan dengan baik.

2.1.6 Mobilisasi Dini pada Ibu post partum seksio sesarea

  Mobilisasi dini dilakukannya secara bertahap berikut ini akan dijelaskan tahap mobilisasi dini pada ibu pasca seksio sesarea : Setelah operasi, pada 6 jam pertama ibu pasca seksio sesarea harus tirah baring dulu. Mobilisasi dini yang bias dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelanggan kaki, mengangkat tumit, menenangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki.

  Setelah 6-10 jam, ibu diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan mencegah thrombosis dan trombo emboli.

  Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk. Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan (Kasdu, 2003). Hal- hal yang perlu diperlu diperhatikan dalam mobilisasi dini : a.

  Janganlah terlalu cepat untuk melakukan mobilisasi dini sebab bisa menyebabkan ibu terjatuh terutama bila kondisi ibu masih lemah atau memiliki penyakit jantung. Apabila mobilisasinya terlambat juga dapat menyebabkan terganggunya fungsi organ tubuh, aliran darah, serta terganggunya fungsi otot.

  b.

  Ibu post partum harus melakukan mobilisasi secara bertahap.

  c.

  Kondisi ibu post partum akan segera pulih dengan cepat bila melakukan mobilisasi dengan benar dan tepat, dimana sistem sirkulasi dalam tubuh bisa berfungsi normal.

  11 d.

  Jangan melakukan mobilisasi secara berlebihan karena akan membebani jantung.

2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi

  a) Faktor Fisiologis

  Apa bila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh beresiko terjadi gangguan, tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat imobilisasi yang di alami. Sistem endokrin, merupakan produksi hormon –sekresi kelenjar, membantu mempertahankan dan mengatur fungsi vital seperti: respons terhadap stres dan cedera, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, homeostasis ion, dan metabolisme energi. Ketika cedera atau stres terjadi, sistem endokrin memicu serangkaian respons yang bertujuan mempertahankan tekanan darah dan memelihara hidup. Sistem endokrin berperan dalam pengaturan lingkungan internal dangan mempertahankan keseimbangan natrium, kalium,air, dan keseimbangan asam- basa. Sehingga sistem endokrin bekerja sebagai pengatur metabolisme energi. Imobilisasi mengganggu fungsi metabolik normal, antara lain laju metabolik: metabilisme karbonhidrat, lemak dan protein, ketidak seimbangan cairan dan elektrolit, ketidak seimbangan kalsium dan ngangguan pencernaan. keberadaan infeksius pada klien imobilisasi mengalami peningkatan diakibatkan karena demam atau penyembuhan luka (Perry dan potter, 2006).

  Demam puerperalis didefenisikan sebagai peningkatan suhu mencapai 38,5 C pasca bedah. Demam pasca bedah hanya merupakan sebuah gejala

  12 bukan sebuah diagnosis, yang menandakan adanya suatu komplikasi serius (Cunningham dkk, 2005).

  Perdarahan masa nifas pasca seksio sesarea didefenisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 1000 ml. dalam hal ini perdarahan terjadi akibat kegagalan mencapai hemoestasis di tempat insisi uterus maupun pada

  

placental bed akibat atonia uteri. Atonia uteri merupakan sebagian besar

  penyebab terjadinya perdarahan pasca bedah. Ada beberapa keadaan yang menjadi predisposisi terjadinya atoni uteri, yaitu distensi dinding rahim yang berlebihan (kehamilan ganda, polihidramnion atau makrosomia janin), pemajangan masa persalinan dan grandemultiparitas.

  Nyeri Nyeri merupakan sensasi yang rumit,universal dan bersifat individual.

  Dikatakan bersifat individual karena respon individual terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bias disamakan satu dengan yang lainnya.

  a.

  Pengukuran Intensitas Nyeri Menurut Perry dan Potter (1993), nyeri tidak dapat diukur secara objektif misalnya dengan X-Ray atau tes darah. Namun tipe nyeri yang muncul dapat diramalkan berdasarkan tanda dan gejalanya. Kadang-kadang hanya bias mengkaji nyeri dengan berpatokan pada ucapan dan perilaku klien. Klien kadang-kadang diminta untuk menggambarkan nyeri yang dialaminya tersebut sebagai nyeri ringan, nyeri sedang, atau berat. Bagaimanapun makna dari istilah tersebut berbeda. Tipe nyeri tersebut berbeda pada setiap waktu. Gambaran skala nyeri merupakan makna yang lebih objektif yang dapat

  13 diukur. Gambaran skala nyeri tidak hanya berguna dalam mengkaji beratnya nyeri, tetapi juga dapat mengevaluasi perubahan kondisi klien.

  Intensitas nyeri mengacu kepada kehebatan nyeri itu sendiri, untuk menentukan derajat nyeri, dapat menanyakan klien tentang nyeri yang dirasakan dengan menggunakan skala numeric 0-10 atau skala yang serupa lainnya yang membantu menerangkan bagaimana intensitas nyerinya. Cara mengkaji nyeri yang digunakan adalah 0-10 angka skala intensitas nyeri. Intensitas nyeri dibedakan menjadi empat dengan menggunakan numeric yaitu :

  : Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

  1-6 : Nyeri sedangh : Secata obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 : Nyeri berat terkontrol : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,

  14 dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi. 10 : Nyeri sangat berat tidak terkontrol : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

  b.

  Faktor Emosional Yang mempengaruhi mobilisasi adalah cemas (ansietas). Ansitetas merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan (Fundamental, 2006) 1)

  Tingkat Kecemasan Peplau membagi tingkat kecemasan ada empat (Stuart, 2001) yaitu:

  a) Kecemasan ringan yang berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya.

  Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

  b) Kecemasan sedang yang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain.

  Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian individu mengalami tindak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.

  15 c) Kecemasan berat yang sangat mengurangi lapang persepsi individu cfenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir tentang hal lain.semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi keteganggan. Individu tersebut memrlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.

  d) Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terpengaruh, ketakutan dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya.

  Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan.

  Panik mencakup dioragnisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian. Gejala-gejala tersebut dapat dilihat pada table berikut:

  Tingkat Sosial dan Tanda Fisik Intelektual Kecemasan

  Emosional

  Minimal Tekanan darah, Aktifitas kognitif Tidak ada (Mendekati nadi, respirasi minimal, sikap interaksi social, 0) dalam batas normal. Pupil mengabaikan tidak ada usaha kontraksi, otot stimulus dari menghadapi relaksasi sedikit atau tidak ada lingkungan, tidak stimulus dari tahanan pada berusaha aktif lingkungan, gerakan pasif. terhadap proses aktifitas informasi, emosional kesadaran tidak minimal berubah. mengabaikan

  16

  17

  situasi, merasa kuat dan merasa puas. Kecemasan Ringan (+1)

  Rangsangan sistem simpatik pada tingkat rendah, ketenangan otot skeletal mulai ringan sampai moderat, tubuh relaksasi, pergerakan lambat dan mempunyai arti. Kontak mata dipertahankan, suara tenang dan intonasi baik

  Lapangan perceptual terbuka, mampu merubah fokus perhatian, sadar akan lingkungan luar, berfikir positif pada dirinya, perhatian rendah terhadap sesuatu yang tak terduga atau hal yang negatif

  Tingkah laku spontan. Perasaan positif dan nyaman, percaya diri dan puas. Aktifitas menyendiri.

  Kecemasan Sedang (+2)

  Sistem saraf simpatis aktif : Tekanan darah meningkat, denyut jantung meningkat, pernafasan meningkat. Sistem saraf simpatis aktif : tekanan darah meningkat, pernafasan meningkat, pupil dilatasi. Peningkatan tegangan otot bersamaan dengan penekanan penginderaan, dan gerakan tidak menentu. Suara menunjukkan kesan perhatian dan ketertarikan masalah yang

  Persepsi sempit, fokus perhatian khusus pada stimulus eksternak atau internal. Berusaha menyadari proses informasi. Pikiran terpusat pada diri sendiri, pikiran tentang kemampuan diri sendiri, berusaha mendapatkan sumber-sumber penting

  Meningkatkan kemampuan dalam belajar menganalisa masalah, pengaturan kognitif dan gerakan. Meningkatkan kemampuan dalam belajar menganlisa masalah, pengaturan kognitif dan gerakan, merasa

  18

  terjadi. Kecepatan bicara meningkat, nada suara meningkat, kewaspadaan meningkat. pemecahan masalah. Hasil positif pemecahan masalah belum tentu dicapai. ada tantangan dalam menyelesaiakn dilemma/masala h. Rasa percaya diselingi rasa takut. Harga diri rendah memungkinkan tidak mampu.

  Perilaku lari (fligh) dari masalah dimanifestasikan dengan menarik diri, mengingkari dan depresi. Berat (+3) Respon berjuang atau lari dari masalah. Sistem saraf simpatis dihambat secaraumum.

  Rangsangan pada medulla adrenal ditandai dengan peningkatan katekolamin, denyut jantung cepat, palpitasi, glukosa darah meningkat, aliran darah ke sistem pencernaan menurun, aliran darah ke sistem pencernaan menurun, aliran

  Kapasitas persepsi sangat sempit, perhatian yang berlebihan pada satu stimulus, penyelesaian masalah tidak efektif/sulit, tidak perduli pada ancaman, mengingkari masalah, disorientasi waktu

  Ancaman pada diri meningkat, mengalami disosiasi darah ke otot dan tempat. rangka meningkat,

  Kemungkinan penegangan otot berlebihan, kaku, berfikir secara hiperventilasi, negatife, reaksi fisik meningkat, agitasi, aktualisasi diri rendah gerakan tidak menentu, meremas tangan, resah, gemetar, terpaku (tidak bergerak). Nafsu makan hilang, mual. Efek Verbal : gagap, sepat, nada suara meningkat, berbicara putus- putus, ragu-ragu. Ekspresi wajah : Kontak mata sedikit, gerakan mata rata/menatap, menggeretakkan gigi, rahang kaku.

  c.

  Faktor perkembangan Faktor yang mempengaruhi adalah umur dan paritas (Potter, 2006).

  Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita dan umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan.

  d.

  Faktor Psikososial Imobilisasi menyebabkan respons emosional, intelektual sensori, dan sosiokultural. Perubahan emosional paling umum adalah depresi, perubahan prilaku, perubahan siklus tidur-bangun, dan gangguan

  19

  20

  koping. mengidentifikasi efek imobilisasi yang lama pada pisikososial klien. Orang yang cenderung depresi atau suasana hati yang tidak menentu beresiko tinggi mengalami efek psikososial selama tirah baring atau imobilisasi (perry dan potter, 2006).

2.2. Konsep Post Partum

  2.2.1 Pengertian Post Partum Normal

  Post partum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perkukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009).

  2.2.2 Tahapan Post Partum

  Adapun tahapan- tahapan (Post partum /Puerperium) adalah: 1.

  Puerperium dini: Masa kepulihan, yakni saat-saat ibu dibolehkan berdiri dan berjalan-jalan.

2. Puernium Intermedial: Masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ genital, kira-kira antara 6-8 minggu.

  3. Remot puernium: Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinaan mempunyai komplikasi (Suherni, 2009).

2.2.3 Tujuan Asuhan Post Partum:

  • Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologi
  • Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeksi masalah, mongobati atau merujuk billa terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
  • Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
  • Memberikan pelayanan keluarga berencana.

  Adapun frekuensi kunjungan, waktu dan tujuan kunjungan sebagai berikut: a.

  Kunjungan pertama: waktu 6-8 jam setelah persalinan, tujuannya adalah: Mencegah perdarahan masa nifas karena persalinan atonia uteri.

  b.

  Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan: rujuk bila perdarahan berlanjut.

  c.

  Memberi konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia utari. b.

  21

  Pemberian ASI awal.

  e.

  Memberikan supervesi kepada ibu bagaimana teknik melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.

  f.

  Menjaga bayi agar tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi untuk 2 jam pertama.

  Kunjungan kedua, waktu : 6 hari setelah persalinan, Tujuannya adalah: a.

  Memastikan involusi uterus berjalan dengan normal.

  d.

  Evaluasi adanya tanda- tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.

  c.

  Memastikan ibu cukup makan, minum, dan istirahat.

  d.

  Memastikan ibu menyusui dengan benar dan tidak ada tanda-tanda adanya penyulit.

  e.

  Memberikan konseling pada ibu mengenai hal-hal berkaitan dengan asuhan pada bayi.

  f.

  Kunjunga ketiga, waktu : 2 minggu setelah persalinan,tujuannya adalah Sama seperti kunjungan hari ke enam.

  Kunjungan ke empat, waktu : 6 minggu setelah persalinan, tujuannya adalah: Menayakan penyulit- penyulit yang ada, memberikan konseling untuk KB secara dini (Suherni, 2009)

  

2.2.4 Penanganan/Tindakan yang baik untuk ibu pada asuhan post partum

normal

  Kebersihan Diri Anjurkan kebersihan seluruh tubuh

  • Mengajarkan pada ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin
  • dengan sabun dan air, pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah disekitar vulva terlebih dahulu,dari depan kebelakang, baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasehati ibu untuk membersihkan diri setiap kali selesai buang air kecil dan besar.

  22

  • Sarankan ibu untuk menggaanti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan dikeringkan dibawah matahari atau diseterika
  • Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
  • Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kapada ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka.
  • Anjurkan ibu untuk beristirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.
  • Saranka ibu untuk kembali ke kegiatan- kegiatan rumah tangga biasa perlahan- lahan, serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur.
  • Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal:
  • Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi, Memperlambat proses
  • Diskusikan pentingnya mengembalikan otot- otot perut dan panggul kembali normal. Ibu akan merasa lebih kuat dan ini menyebabkan otot perutnya menjadi kuat sehingga mengurangi rasa sakit pada punggung.
  • Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap hari sangat membantu, seperti:

  23

  Istirahat

  Involusi uterus dan memperbanyak perdarahan, Menyebabkan depresi dan ketidak mampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.

  Latihan

  • Dengan tidur telentang dengan lengan disamping, menarik otot perut selagi menarik nafas, tahan nafas kedalam dan angkat dagu kedada: Tahan satu sampai 5, Refleks dan ulangi 10 kali.
  • Berdiri dengan tungkai dirapatkan, kencangkan otot- otot, pantat dan pinggul dan tahan sampai 5 hitungan. Kendurkan dan ulangi latihan sebanyak 5 kali.
  • Mulai dengan megerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan, setiap minggu naikkan jumlah latihan 5 kali lebih banyak. Pada minggu ke-6 setelah persalinan ibu harus mengerjakan setiap gerakkan sebanyak 30 kali (Sarwono, 2002).

2.3 Seksio Sesarea

2.3.1 Pengertian

  24

  Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat diatas 500 gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (Sarwono, 2002 : 536).

  Seksio sesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi media, kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran umum (Dewi, 2007).

  2.3.2 Istilah Seksio Sesarea a.

  Seksio Sesarea Primer Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit.

  b.

  Seksio Sesarea Sekunder Dalam hal ini kita bersikap menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus gagal, baru dilakukan seksio sesarea.

  c.

  Seksio Sesarea Ulang Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami seksio sesarea dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.

  d.

  Seksio Sesarea Histerektomi Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan seksio sesarea, langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi.

  e.

  Seksio Sesarea Poro Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (janin sudah mati) dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat (Mochtar, 2000).

  2.3.3 Indikasi a.

  Dalam persalinan ada bebera factor yang menentukan keberhasilan suatu persalinan, yaitu passage (jalan lahir). Passenger (janin), power (kekuatan ibu), psikologi ibu dan penolong. Apabila terdapat gangguan pada salah

  25 satu factor tersebut akan mengakibatkan persalinan tidak berjalan dengan lancer bahkan dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin jika keadaan tersebut berlanjut (Manuaba, 1999).

  b.

  Seksio sesarea dilakukan bila diyakini bahwa penundaan persalinan yang lebih lama akan menimbulkan bahaya pervaginam tidak mungkin dapat dilakukan dengan aman. Berdasarkan laporan mengenai indikasi terbanyak di Negara-negara maju seperti : Norwegia diperoleh hasil bahwa indikasi terbanyak untuk seksio sesarea adalah Distosia 3,6% diikuti oleh presentasi bokong 2,1%, gawat janin 2,0%, riwayat seksio sesarea sebelumnya 1,4% dan lain-lain 3,7% dari 12,8% kasus seksio sesarea yang terjadi (Cunningham dkk, 2005).

  c.

  Di Skotlandia diperoleh bahwa Distosia sebagai indikasi seksio sesarea terbanyak yaitu 4,0% sedangkan riwayat seksio sesareasebelumnya 3,1% gawat janin 2,4%, presentasi bokong 2,0% dan lain-lain 2,7% dalam 14,2% kasus seksio sesarea. Riwayat seksio sesarea sebelumnya merupakan indikasi terbanyak dari 10,7% kasus seksio sesarea yang terjadi di Swedia yaitu3,1% diikuti oleh Distosia dan presentasi bokong yang masing-masing berkisar 1,8% sedangkangawat janin hanya 1,6% dan lain-lain 2,4%. Di USA, riwayat seksio sesarea sebelumnya merupakan indikasi terbanyak dari 23,6% kasusu seksio sesarea yang terjadi yaitu 8,5%, dan Distosia berperan dalam 7,1%, presentasi bokong 2,6%, gawat janin 2,2% dan lain-lain 3,2% (Cunningham dkk, 2005).

  26

2.3.4 Macam-macam indikasi dilakukannya seksio sesarea

  27

  1) Placenta previa sentralis dan lateralis

  2) Panggul sempit

  3) Disproporsi sefalo pelvic

  4) Ruptur uteri mengancam

  5) Partus lama

  6) Partus tak maju

  7) Distosia serviks

  8) Pre eklampsi dan Hipertensi

  9) Malprsentasi janin

  10) Gamelli

Dokumen yang terkait

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan mobilisasi dini pada ibu post partum normal dan seksio sesarea di RSU.H. Abdul Manan Simatupang Kisaran’’

6 87 90

Tingkat Mobilisasi Dini Pasien Pasca Laparotomi dan Seksio Sesarea dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di RSUD dr. Pirngadi Medan

1 43 108

Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi Dini Pasca Seksio Sesarea di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010

3 66 66

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pada Ibu Pascasalin di Klinik Bersalin Surya Medan Tahun 2013

3 61 59

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Pemulihan Peristalik Usus Pasca Pembedahan dengan Anestesi Umum di RS Haji Medan

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasaan 2.1.1 Pengertian Kepuasaan - Determinan Kepuasan Pasien Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Di Rumah Sakit Umum Daerah H. Abdul Manan Simatupang Kisaran

0 0 30

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pernikahan Dini 2.1.1 Definisi Pernikahan Dini - Pernikahan Dini pada Remaja Aceh di Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 1 46

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inisiasi Menyusui Dini 2.1.1 Pengertian Inisiasi Menyusui Dini - Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bidan dalam Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mobilisasi 2.1.1. Defenisi Mobilisasi - Tingkat Mobilisasi Dini Pasien Pasca Laparotomi dan Seksio Sesarea dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di RSUD dr. Pirngadi Medan

1 3 35

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan mobilisasi dini pada ibu post partum normal dan seksio sesarea di RSU.H. Abdul Manan Simatupang Kisaran’’

0 0 27