Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi terhadap Karkas dan Non Karkas Domba Lokal Jantan Lepas Sapih

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

  Domba lokal lebih dikenal oleh masyarakat sebagai domba kampung atau lokal. Domba jenis ini kurang produktif jika diusahakan secara komersial, karena karkas (daging) yang dihasilkan sangat rendah. Demikian pula, bulunya kurang mempunyai mutu baik. Jenis domba ini banyak juga diusahakan oleh masyarakat dipedesaan sebagai sampingan saja. Ciri-ciri domba lokal/kacang/kampung Indonesia adalah ukuran badan kecil, pertumbuhannya lambat, bobot badan domba jantan 30 kg-40 kg dan domba betina 15 kg-20 kg, warna bulu dan tanda– tandanya sangat beragam, bulunya kasar dan agak panjang, telinganya kecil dan pendek, domba betina tidak bertanduk, sedangkan domba jantan bertanduk dan ekornya kecil dan pendek (Cahyono, 1998).

  Domba lokal atau domba kampung merupakan domba asli Indonesia. Domba ini memiliki tubuh kecil, lambat dewasa, warna bulunya maupun karakteristiknya tidak seragam, dan hasil dagingnya relatif kecil atau sedikit (Murtidjo, 1993).

  Asal Usul Domba lokal

  Domba sudah sejak lama diternakkan oleh manusia. Semua jenis domba memiliki beberapa karakteristik yang sama. Adapun klasifikasi domba tersebut yaitu: Kingdom: Animalia, Filum: Chordata, Kelas: Mamalia, Ordo: Artiodactyla, Sub-family: Caprinae, Genus: Ovis aries, Spesies: Ovis mouffon, Ovis orientalis dan Ovis vignei (Blakely dan Bade, 1998).

  Domba yang sekarang merupakan hasil domestikasi yang sejarahnya diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu: 1) Mouflon (Ovis musimon), merupakan jenis domba liar yang berasal dari Eropa Selatan dan Asia kecil. 2) Argali (Ovis ammon), merupakan jenis domba liar yang berasal dari Asia Tengah dan memiliki tubuh besar yang mencapai tinggi 1,20 m. 3) Urial (Ovis vignei), merupakan jenis domba liar yang berasal dari Asia (Murtidjo, 1993).

  Pertumbuhan Domba Lokal

  Seperti pada umumnya, domba mengalami proses pertumbuhan yang sama, yakni pada awalnya berlangsung lambat, kemudian semakin lama meningkat lebih cepat sampai domba itu berumur 3–4 bulan. Namun, pertumbuhan tersebut akhirnya kembali lebih lambat pada saat domba itu mendekati kedewasaan tubuh (Sudarmono dan Sugeng, 2003). Menurut Soeparno (1994) pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang serta komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas.

  Sementara itu menurut Sugeng (1991) pertumbuhan adalah berkenaan dengan peningkatan bobot hidup sampai mencapai bobot tertentu sesuai dengan kemasakan tubuh.

  Sistem Pencernaan Domba

  Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik ataupun kimiawi. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut dan gerakan-gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan yang berupa getah-getah pencernaan (Tillman et al., 1991).

  Proses pencernaan ternak ruminansia di mulai di ruang mulut. Di dalam ruang mulut, pakan yang masih berbentuk kasar dipecah menjadi partikel-partikel kecil dengan cara pengunyahan dan pembasahan oleh saliva. Dari mulut, pakan masuk ke rumen melalui oesophagus (Siregar, 1994).

  Potensi dan Produktivitas Domba

  Potensi ekonomi ternak domba sebagai lapangan usaha memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan ternak besar lain, yakni: badan domba relatif kecil dan cepat dewasa, sehingga usaha ternak domba memiliki keuntungan ekonomi yang cukup tinggi, domba merupakan ternak ruminansia kecil yang dalam pemeliharaan tidak memerlukan lahan atau tanha yang luas, investasi usaha ternak domba membutuhkan modal relatif lebih kecil sehingga setiap investasi lebih banyak unit produksi yang dapat tercapai, modal usaha nutuk ternak domba lebih cepat berputarnya dan domba memiliki sifat suka bergerombol sehingga memudahkan dalam pemeliharaannya (Murtidjo, 1992).

  Dewasa ini, produktivitas domba lokal masih rendah. Peningkatan produktivitas domba diperlukan dukungan ketersediaan pakan kontinyu dan berkualitas. Hal ini dibuktikan pertambahan bobot badan domba lokal yang dipelihara di peternakan rakyat berkisar 30 g/ekor/hari, namun melalui perbaikan teknologi pakan pertambahan bobot badan domba lokal mampu mencapai 57-132 g/ekor/hari (Prawoto et al., 2001). Purbowati (2005) menyatakan bahwa domba yang diberi complete feed (17,35% protein kasar) dalam bentuk pelet 5,6% bobot badan menghasilkan PBB harian 164 g/ekor/hari. Santi (2011) juga menyatakan bahwa domba laktasi yang mengkonsumsi protein kasar sebesar 86,35 g/ekor/hari dan TDN 353,75 g/ekor/hari memiliki pertambahan bobot badan harian anak domba prasapih sekitar 145,045 g/ekor/hari.

  Pakan Domba

  Pakan adalah semua bahan pakan yang bisa diberikan dan bermanfaat bagi ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak dalam hidupnya seperti air, karbohidrat, lemak, protein, mineral dan air (Parakkasi, 1995).

  Hijauan merupakan pakan berserat sebagai sumber energi. Hijauan umumnya merupakan bahan pakan yang mengandung serat kasar yang relatif tinggi. Ruminansia mampu mencerna hijauan yang mengandung serat kasar yang tinggi. Adanya mikroorganisme di dalam rumen menyebabkan semakin tinggi populasi mikroorganisme sehingga kemampuan untuk mencerna selulosa tinggi (Siregar, 1994).

  Pakan yang dikonsumsi oleh ternak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan perawatan tubuh (hidup pokok) yaitu mempertahankan suhu tubuh, kerja tubuh yang normal (jantung berdenyut atau bernafas), memperbaiki jaringan, bergerak selain itu juga digunakan untuk produksi yaitu pertumbuhan, penggemukan, reproduksi, produksi susu dan bekerja (Purbowati, 2007). Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan Energi Protein

  Bobot PBB DE ME TP (Kg) DP (kg) Bahan badan (Kg/hari) (MKal) (MKal) Kering (Kg)

  Total 0,50 1,49 1,22 73,70 35,20 0,51

  10 1,00 1,98 1,62 102,70 54,00 0,68 0,50 1,81 1,49 86,90 52,00 0,62

  14 1,00 2,30 1,89 116,90 70,70 0,79 0,50 2,14 1,75 93,60 68,70 0,68

  18 1,00 2,62 2,15 122,60 70,70 0,84 0,50 2,30 1,88 106,80 87,40 0,78

  20 1,00 2,78 2,28 135,80 95,80 0,98

  Ket: PBB (Pertambahan bobot badan) DE (Digestible energy/ energi tercerna) ME (Metabolisible energy) TP (Total protein) DP (Digestible protein/ protein tercerna) Sumber: (Haryanto dan Andi, 1993).

  Disamping mempengaruhi produktivitas ternak, pakan juga merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi dapat mencapai 60-80% dari keseluruhan biaya produksi. Dengan demikian, dalam memproduksi pakan tidak hanya perlu memperhatikan kualitasnya saja, tetapi harga pakan juga harus ekonomis, murah dan terjangkau oleh kemampuan peternak (Siregar, 1994).

  Hijauan

  Makanan hijauan merupakan semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan. Kelompok tanaman ini adalah rumput (graminae), leguminosa dan tumbuh-tumbuhan lainnya. Kelompok hijauan biasanya disebut makanan kasar. Hijauan yang diberikan ke ternak ada dalam bentuk hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar adalah makanan yang berasal dari hijauan dan diberikan ke ternak dalam bentuk segar, sedangkan hijauan kering adalah hijauan yang diberikan ke ternak dalam bentuk kering (hay) atau disebut juga jerami kering (Edo, 2012).

  Ternak ruminansia mengkonsumsi hijauan sebanyak 10% dari berat badannya setiap hari dan konsentrat sekitar 1,5–2% dari jumlah tersebut termasuk suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karena itu hijauan atau sejenisnya terutama rumput dari berbagai spesies merupakan sumber energi utama ternak ruminansia (Piliang, 2000).

  Konsentrat

  Pakan penguat atau konsentrat yang berbentuk seperti tepung adalah sejenis pakan komplit yang dibuat khusus untuk meningkatkan produksi dan berperan sebagai pakan penguat. Mudah dicerna karena terbuat dari campuran beberapa bahan pakan sumber energi (biji-bijian, sumber protein jenis bungkil, kacang-kacangan, vitamin dan mineral). Ternak ruminansia membutuhkan konsentrat untuk mengisi kekurangan makanan yang diperolehnya dari hijauan.

  Pemberian konsentrat pada setiap jenis hewan tidaklah sama (Novirma, 1991).

  Untuk ternak yang digemukkan semakin banyak konsentrat dalam ransumnya akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak kurang dari 15% BK ransum. Oleh karena itu banyaknya pemberian konsentrat dalam formula ransum harus terbatas agar ternak tidak terlalu gemuk. Pemberian konsentrat terlampau banyak akan meningkatkan konsentrasi energi sendiri dapat berkurang (Parakkasi, 1995).

  Bahan Penyusun Konsentrat Bungkil Inti Sawit

  Bungkil inti sawit mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik dari pada solid sawit. Produksi rata-rata sekitar 40 ton/ hari/ pabrik. Bahan pakan ini sangat cocok terutama untuk pakan konsentrat ternak, namun penggunaannya sebagai pakan tunggal dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, oleh karenanya perlu diberikan secara bersama-sama dengan bahan pakan lainnya (Mathius, 2003).

  Pemberian bungkil inti sawit yang optimal adalah 1,5% dari bobot badan untuk mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ternak domba.

  Pertambahan bobot badan harian akan semakin besar jika semakin besar persentase bungkil inti sawit yang diberikan dalam ransum (Silitonga, 1993).

  Kandungan nutrisi bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan nutrisi bungkil inti sawit (%) Nutrisi Kandungan Bahan kering (%) 92,68 Protein kasar (%) 15,4 Lemak kasar (%) 2,4 Serat kasar (%) 16,9 TDN (%)

  72 Energi (Kal/kg) 2810

  Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak. Departemen Peternakan FP USU 2005 Dedak

  Dedak merupakan limbah dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tidak terbawa, tetapi tercampur pula dengan bagian penutup beras itu. Hal inilah yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya kandungan serat kasar dedak. Bila dilihat asal-usul dedak yang merupakan limbah proses pengolahan gabah menjadi beras, wajar jika serat kasar yang dikandung dedak ini tinggi (Rasyaf, 1992).

  Dedak pada musim panen melimpah, sebaiknya pada musim kemarau berkurang. Selain itu, dedak padi tidak dapat disimpan lama. Keadaan ini disebabkan karena aktivitas enzim yang dapat menyebabkan kerusakan atau ketengikan oksidatif pada komponen minyak yang ada dalam dedak (Balitnak, 2010).

  Dedak mempunyai harga absolut yang relatif rendah tetapi kandungan gizinya tidak mengecewakan. Dedak cukup mengandung energi dan protein, juga kaya akan vitamin (Rasyaf, 1990). Hal tersebutlah yang menyebabkan dedak dapat digunakan sebagai campuran formula ransum atau sebagai makanan tambahan (Rasyaf, 1992). Kandungan nutrisi dedak dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan nutrisi dedak (%) Nutrisi Kandungan 1 2 3

  • Bahan kering (%) 91,6 Protein kasar (%) 13,5 13,0 11,10 Serat kasar (%) 13,0 12,0 11,95 Lemak kasar (%) 0,6 13,0 11,95
  • Kalsium (%) 0,1 -

  Sumber: 1. Rasyaf (1990)

  2. Rasyaf (1992)

  3. Kartadisastra (1994) Bungkil Kedelai

  Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Bungkil kedelai merupakan sumber protein paling yang amat bagus sebab keseimbangan asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi. Bungkil kedelai dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan lemak, pemanasan dan penggilingan (Boniran, 1999).

  Bungkil kedelai yang baik mengandung air tidak lebih dari 12% (Hutagalung dan Chang, 1990). Kandungan nutrisi bungkil kedelai dapat dilihat pada Tabel 4.

  Tabel 4. Kandungan nutrisi bungkil kedelai (%) Uraian

  Kandungan nutrisi Protein Kasar (%) 43,8 Serat Kasar (%)

  4,4 Lemak Kasar (%) 1,5 Kalsium (%)

  0,32 Posfor (%)

  0,65 Energi Metabolisme (kkal/kg) 2240 Sumber: Hartadi et al (1990).

  Bungkil Kelapa

  Bungkil kelapa adalah pakan ternak yang berasal dari sisa pembuatan minyak kelapa. Bahan ini mengandung protein nabati dan sangat potensial untuk meningkatkan karkas (Parakkasi,1995).

  Bungkil kelapa merupakan sumber lemak yang baik untuk unggas serta mengandung protein. Bungkil kelapa selain mudah didapat harganya juga murah.

  Pemberian bungkil kelapa untuk komposisi ransum maksimal sebesar 10 – 15%. Bungkil kelapa selain sebagai sumber asam lemak juga sebagai sumber Ca dan P meskipun kandungannya sedikit (Hardjosworo, 2000). Penggunaan bungkil kelapa seharusnya tidak lebih dari 20 % karena penggunaan yang berlebihan harus diimbangi dengan penambahan metionin dan lisin (tepung ikan) serta lemak dalam ransum. Kandungan protein dalam bungkil kelapa cukup tinggi yaitu 18 % , sedangkan nilai gizinya dibatasi oleh tidak tersedianya dan ketidakseimbangan asam amino. Kandungan nutrisi bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 5.

  Tabel 5. Kandungan nutrisi bungkil kelapa (%) Uraian Kandungan Nutrisi Protein Kasar (%)

  17 Serat Kasar (%)

  15 Lemak Kasar (%) 1,8 Kalsium (%) 0,2 Posfor (%) 0,6 Energi Metabolisme (Kkal/kg) 1540 TDN 79 Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Program Studi Peternakan FP USU Medan (2009).

  Urea

  Urea sebagai bahan pakan ternak berfungsi sebagai sumber NPN (Non Protein Nitrogen) dan mengandung lebih banyak 45% unsur Nitrogen sehingga pemakaian urea mampu memperbaiki kualitas rumput yang diberikan kepada domba, namun perlu diingat bahwa penggunaan urea terlalu tinggi konsentratnya (Hartadi et al., 1990).

  Urea dengan rumus molekul CO (NH

  2 ) 2 banyak digunakan dalam ransum

  ternak ruminansia karena mudah diperoleh, harganya murah dan sedikit resiko keracunan yang diakibatkannya dibanding burret. Secara fisik urea berbentuk kristal berwarna putih dan higroskopis (Sodiq dan Abidin, 2002).

  Molases

  Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi molases yang bentuk fisiknya berupa cairan kental dan berwarna hitam kecoklatan. Walaupun harganya murah, namun kandungan gizi yang berupa karbohidrat, protein dan mineralnya masih cukup tinggi dan dapat digunakan untuk pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pendukung. Molases dapat dipergunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan molases untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48-60% sebagai gula), kadar mineral cukup dan rasanya disukai. Molases juga mengandung vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak seperti Cobalt, Boron, Yodium, Tembaga, Magnesium dan seng sedangkan kelemahannya adalah kadar Kalium dapat menyebabkan diare juga dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti et al., 1985). Kandungan nutrisi molases dapat dilihat pada Tabel 6.

  Tabel 6. Kandungan nilai gizi molases (%) Kandungan Zat Nilai Gizi

  a

  Bahan kering (%) 67,5

  a

  Protein kasar (%) 3,4

  a

  Serat kasar (%) 0,38

  a

  Lemak kasar (%) 0,08

  a

  Kalsium (%) 1,5

  a

  Fosfor (%) 0,02

  b Total digestible nutriens (TDN) 56,7 Sumber: a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Program Studi Peternakan FP USU Medan(2009) b. Batubara et al (1993).

  Mineral

  Mineral merupakan nutrisi yang esensial selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Tubuh ternak ruminansia terdiri atas mineral kurang lebih 4%. Dijumpai ada 31 jenis mineral yang terdapat pada tubuh ternak ruminansia yang dapat diukur tetapi hanya 15 jenis mineral yang tergolong esensial untuk ternak ruminansia. Agar pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen membutuhkan 15 jenis mineral esensial makro seperti Ca, K, P, Mg, Na, Cl dan S, 4 jenis esensial mikro seperti Cu, Fe, Mn dan Zn dan 4 jenis mineral esensial langka seperti I, Mo, Co dan Se (Siregar, 2008).

  Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik.

  Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang dan gigi, pembentukan darah dan pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim yang berperan dalam proses metabolisme di dalam makanan (Setiadi dan Inounu, 1991). Kandungan beberapa mineral dapat dilihat pada Tabel 7.

  Tabel 7. Kandungan beberapa mineral (%) Uraian

  Kandungan Kalsium karbonat 50,00 Pospor 5,00 Mangan 0,35 Iodium 0,20 Kalium 0,10 Cuprum 0,15 Sodium 22,00 Magnesium 0,15 Clorida 1,05 Sumber: Eka Farma (2005).

  Garam

  Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas (Pardede dan Asmira, 1997).

  Garam berfungsi untuk merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defisiensi garam lebih sering terdapat dalam hewan herbivora dari pada hewan lainnya. Karena hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, nafsu makan hilang dan produksi menurun sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1990).

  Fermentasi

  Menurut Winarno et al . (1990) fermentasi merupakan proses biokimia yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan pakan tersebut, dimana bahan pakan yang mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih baik dari asalnya disebabkan karena mikroorganisme bersifat katabolik atau memecah komponen- komponen yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna.

  Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan aakibat aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring et al., 2006).

  Mikroorganisme Lokal

  Mikroorganisme lokal merupakan salah satu cara pengembangbiakan mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme dasar yang digunakan adalah Saccharomyces yang berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt. Mikroorganisme ini mempunyai sifat–sifat sebagai berikut : a.

  Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi

  volatile fatty acids yang kemudian akan menjadi asam amino.

  b.

  Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida, lalu menjadi peptide sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air.

  c.

  Sifat lipolitik, mikroorganisma yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.

  Pembuatan mikroorganisme lokal menggunakan beberapa bahan antara lain air sumur, air gula, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt. Semuanya dimasukkan ke galon, lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan selama 3 hari. Guna ditutup dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan indikasi apakah mikroorganisme yang akan diaktifkan bekerja, bila kantong plastik menggelembung, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme tersebeut (Takakura Method, 2009).

  Rhizopus sp Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota

  ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu hifa yang membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memiliki hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp yang juga disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa vegetatif.

  Rhizopus sp berproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak

  sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini tumbuh kearah atas dan mengandung ratusan spora. Sporangiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contoh spesiesnya adalah

  

Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi

(Postlethwait dan Hopson, 2006).

  Hasil penelitian dengan melakukan fermentasi bungkil kedelai memakai

  Rhizopus sp , mampu meningkatkan kandungan protein kasar bungkil kedelai dari

  41% menjadi 55% dan meningkatkan asam amino sebesar 14,2% sehingga diduga dapat dipakai untuk alternatif sebagai bahan pemicu pertumbuhan (Handajani, 2007).

  Saccharomyces sp Saccharomyces merupakan genus khamir/ ragi/ en:yeast yang memiliki

  kemampuan mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO

  2 . Saccharomyces

  merupakan mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk kelompok

  Eumycetes . Tumbuh baik pada suhu 30 C dan pH 4,8. Beberapa kelebihan Saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat

  berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi. Beberapa spesies saccharomyces mampu memproduksi ethanol hingga 13,01%. Hasil ini lebih bagus dibanding genus lainnya seperti Candida dan Trochosporon.

  Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan urea, ZA, amonium dan pepton, mineral dan vitamin. Suhu optimum untuk fermentasi antara 28 – 30

  C. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini diantaranya yaitu Saccharomyces boullardii dan saccharomyces uvarum

  

Saccharomyces yang dapat mengubah karbohidrat. Saccharomyces

  merupakan inokulan yang mengandung kapang aminolitik dan khamir yang mampu menghidrolisis pati. Kapang tersebut adalah Amilomyces rouxii, sedangkan khamir tersebut adalah Saccharomyces. Adapun mikroflora yang berperan pada ragi tape adalah jenis Candida, Endomycopsis, Hansnula, Amilomyces rouxii dan Aspergillus orizae.

  Beberapa keuntungan hasil fermentasi terutama adalah asam asetat dan alkohol dapat mencegah pertumbuhan mikroba yang beracun di dalam pakan misalnya Clostridium botulinum. Ragi yang bersifat katabolik atau memecah komponen yang kompleks menjadi zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna.

  Saccharomyces menghasilkan enzim pitase yang dapat melepaskan ikatan

  fosfor dalam phitin, sehingga dengan ditambahkan ragi tape dalam ransum akan menambah ketersediaan mineral. Ragi bersifat katabolik atau memecah komponen yang kompleks menjadi zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna oleh ternak, maka dengan penambahan ragi tape dapat meningkatkan kegiatan pencernaan dalam tubuh ternak sehingga pertumbuhan ternak menjadi optimal

  http://id.wikipedia.org ( , 2013).

  Lactobacillus sp Lactobacillus adalah bakteri gram-positif, anaerobik fakultatif atau

  mikroaerofilik. Genus bakteri ini membentuk sebagian besar dari kelompok bakteri asam laktat, dinamakan demikian karena kebanyakan dari bakteri ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam manusia, bakteri ini dapat ditemukan didalam vagina dan sistem pencernaan, dimana mereka bersimbiosis dan merupakan sebagian kecil dari flora usus. Banyak spesies dari Lactobacillus memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat baik. Produksi asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa spesies Lactobacillus sering digunakan untuk industri pembuatan yoghurt, keju, sauerkraft, acar, bir, anggur (minuman), cuka, kimchi, cokelat dan makanan hasil fermentasi lainnya, termasuk juga pakan hewan, seperti silase. Ada pula roti adonan asam, dibuat dengan ”kultur awal”, yang merupakan kultur simbiotik antara ragi dengan bakteri asam laktat yang berkembang di media pertumbuhan air dan tepung. Laktobasili, terutama L. casei dan L. brevis adalah dua dari sekian banyak organisme yang membusukkan bir. Cara kerja ini adalah dengan menurunkan pH bahan fermentasinya dengan membentuk asam laktat ( http://id.wikipedia.org , 2013).

  Trichoderma harzianum

  Klasifikasi Trichoderma sp. menurut Semangun (2000) adalah sebagai berikut: Kingdom : Fungi, Phylum : Ascomycota, Class : Ascomycetes, Subclass: Hypocremycetidae, Ordo: Hypocreales, Family: Hypcreaceae, Genus: Trichoderma, Species : T. harzianum ,

  T.pseudokoningnii dan T. viridae Trichoderma harzianum merupakan salah satu jamur yang bersifat

  selulitik yang potensial menghasilkan selulase dalam jumlah yang relatif banyak untuk mendegradasi selulosa. Trichoderma harzianum menghasilkan enzim kompleks selulase yang dapat merombak selulosa menjadi selobiosa hingga menjadi glukosa. Trichoderma harzianum memiliki kemampuan untuk menghasilkan berbagai enzim ekstrasluler, khususnya selulase yang dapat mendegradasi polisakarida kompleks (Harman, 2002) Koloni pada media biakan PDA tumbuh dengan

  Trichoderma harzianum

  cepat pada suhu 25-30

  C. Koloni ini akan berubah warna menjadi hijau tua sedangkan bagian bawahnya tidak berwarna (Samuel et al., 2005).

  Eceng Gondok

  Eceng Gondok (Eichhornia crasippes) atau dalam bahasa Inggris disebut “water hyacinth” mempunyai sistematika sebagai berikut; Divisio: Embryophytasi phonogama, Sub Divisio: Angiospermae, Klas: Monocotyledone, Ordo: Farinozae, Familia: Pontederaceae, Genus: Eichhornia, Species: Eichhornia crassipes (Fuskhah, 2000).

  Eceng gondok merupakan salah satu jenis gulma air yang perkembangannya sangat cepat dan mempunyai daya penyesuaian terhadap lingkungan yang tinggi, memiliki kelopak bunga berwarna ungu muda atau agak kebiruan, akarnya serabut dan memiliki tudung akar berwarna merah. Eceng gondok tumbuh sangat cepat, apabila tidak dikendalikan maka dalam waktu 3-4 bulan mampu menutupi lebih dari 70% permukaan danau, dan dari sisi hidrologi eceng gondok dapat menyebabkan kehilangan air permukaan sampai 4 kali lipat jika dibandingkan pada permukaan terbuka dan dapat menyebabkan pendangkalan pada danau, sungai, atau daerah berair lainnya (Surhaini, 2010).

  Kadar nutrisi daun eceng gondok dalam bentuk bahan kering (BK) yaitu memiliki kadar protein kasar 6,31%, serat kasar 26,61%, lemak kasar 2,83%, abu 16,12%, dan memiliki kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 48,18% (Mangisah et al., 2009). Eceng gondok segar mempunyai kandungan air sebesar 94,09%, dan dalam 100% bahan kering mempunyai kadar protein 11,95% dan serat kasar 37,1% (Sumarsih et al., 2007).

  Keunggulan dari tanaman eceng gondok adalah dapat digunakan sebagai pakan pengganti atau disebut sebagai pakan alternatif, memiliki tingkat pertumbuhan dan produktifitas yang tinggi, asam amino yang terkandung di dalam eceng gondok hampir sama pada rumput pakan dan memiliki kandungan mineral yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil penelitian di Filipina menunjukkan bahwa eceng gondok kaya akan protein yang ekuivalen dengan protein yang terkandung dalam pakan komersial yaitu mengandung (asam amino, metionin, kistin, lisin, besi, fosfat dan kalsium). Keunggulan eceng gondok dalam segi kualitas yaitu eceng gondok yang difermentasi sebagai pakan ternak non ruminansia ialah mampu meningkatkan kandungan protein kasar yang dibutuhkan bagi ternak seperti unggas, serta melalui proses amoniasi mampu menurunkan kadar serat kasar yang dilihat dari tingginya kandungan lignin pada daun eceng gondok, dengan cara memecahkan ikatan lignoselulosa menjadi karbohidrat yang mudah dicerna, sehingga dapat meningkatkan tingkat kecernaan pada ternak ruminansia, serta mampu meningkatkan palatabilitas pada ternak (Surhaini, 2010).

  Eceng gondok juga memiliki beberapa kekurangan dalam segi kualitas antara lain kadar air yang terlalu tinggi, tekstur yang terlalu halus, banyak mengandung hemiselulosa, protein sukar dirombak oleh bakteri rumen dan kandungan mineral sangat tinggi, dan dengan daya serap mineral yang cukup tinggi, eceng gondok yang berasal dari perairan tercemar dapat mengandung logam berat beracun bagi ternak (Rahmawati et al., 2000). Komposisi zat-zat nutrisi eceng gondok dalam bahan kering dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Komposisi zat-zat nutrisi eceng gondok dalam bahan kering (%) Zat-Zat Makanan Kandungan (%)

  Bahan Kering 87,27

  Protein Kasar 13,25

  Lemak 0,05 Serat Kasar

  24,99 BETN 34,77 NDF 72,63 ADF 39,40 Hemiselulosa 33,23 Selulosa 33,43 Lignin 4,70 Abu 13,69 Silika 2,26 Energi Bruto (Kkal/kg) 3534

  Sumber: Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan IPB, Bogor (2003).

  Karkas

  Karkas adalah bobot tubuh dari ternak setelah pemotongan dikurangi dari berat kepala, darah, organ-organ internal, kaki (carpus dan tarsus) kebawah dan kulit (Soeparno, 1994).

  Bobot karkas adalah bobot hidup setelah dikurangi bobot saluran pencernaan, darah, kepala, kulit, dan keempat kaki mulai dari persendian carpus atau tarsus kebawah. dinyatakan bahwa dijumpai sedikit modifikasi, kadang dengan atau tanpa ginjal, lemak ginjal, lemak pelvis, lemak sekitar ambing, diaphragma dan ekor. karkas sebagai satuan produksi dinyatakan dalam bobot karkas dan persentase karkas. persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup saat dipotong (dikurangi isi saluran pencernaan dan urine) dikali 100% (Berg dan Butterfield, 1976).

  Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot ternak, kondisi, bangsa ternak, proporsi bagian-bagian non karkas, ransum yang diberikan dan cara pemotongan (Berg dan Butterfield, 1976).

  Persentase karkas adalah berat karkas dibagi berat hidup ternak dikali seratus persen (Soeparno, 1994). Persentase karkas domba khusus digemukkan 56-58%, domba yang gemuk 45-55%. rata-rata 50% bobot badan hidup adalah karkas (Lawrie, 1995). Persentase karkas dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan juga pengebirian serta tingkat makanan (Dewi, 2000).

  Apabila ternak tidak diberi makan atau minum pada periode tertentu (dua hari misalnya) maka persentase karkas akan meningkat karena berkurangnya jumlah urine dan feses selama periode tertentu. komposisi pakan juga berpengaruh terhadap besarnya persentase karkas ternak yang mendapat pakan hijauan dengan mutu rendah, mengandung lebih banyak digesta didalam saluran pencernaan nya dari pada ternak yang diberi pakan hijauan bermutu tinggi dengan proporsi biji-bijian yang tinggi. Ternak yang dipuasakan ragam persentase karkasnya dapat mencapai 4% lebih besar (Tulloh, 1978).

  Perbedaan komposisi tubuh dan karkas di antara bangsa ternak disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa atau perbedaan bobot pada saat dewasa (Soeparno, 1994).

  Menurut Suryo (1997) proporsi komponen karkas dan potongan karkas yang dikehendaki konsumen adalah karkas atau potongan karkas yang terdiri atas proporsi daging tanpa lemak (lean) yang tinggi, tulang yang rendah dan lemak yang optimal.

  Herman (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong yang diperoleh menyebabkan bobot karkas segar dan persentase karkas semakin tinggi.

  Davendra (1977) menyatakan persentase karkas merupakan sifat penting dalam kajian mengenai karkas. persentase karkas dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan pakan yang dikonsumsi. Persentase karkas merupakan faktor yang penting untuk menilai produksi ternak pedaging, karena sangat erat hubungannya dengan bobot hidup dimana semakin bertambah bobot hidup maka produksi karkas meningkat.

  Owen dan Norman (1977) menyatakan bahwa jika umur bertambah, maka bobot tubuh bertambah sehingga akan meningkat persentase karkas.

  Levi et al. (1967) juga mengatakan hal yang sama bahwa bobot badan hidup erat hubungannya dengan umur, semakin tinggi bobot hidup maka persentase karkas akan meningkat.

  Lemak

  Lemak merupakan jaringan yang bersifat dinamis, banyak terkumpul dalam dinding rongga perut dan ginjal. jaringan lemak ternak ruminansia relatif stabil dari pengaruh nutrisi dan lingkungan fisik dibanding dengan ternak monogastrik (Crouse et al., 1981).

  Menurut Berg dan Butterfield (1976) menyatakan jumlah lemak dalam tubuh adalah paling beragam dan sangat tergantung pada jumlah pakan dan ragam pakan yang dikonsumsi.

  Lemak dapat dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu lemak omental (di bagian saluran pencernaan), lemak internal (disekitar ginjal dan pelvis), lemak intramuskuler (antar otot) dan lemak subkutan (bawah kulit). Perkembangan depot lemak subkutan domba bersifat lambat. Penimbunan lemak pada bagian abdominal tidak diinginkan, karena akan mengurangi selisih antara berat hidup dengan berat badannya. Salah satu cara mengurangi perlemakan adalah dengan cara memvariasikan nutrisi ransum terutama energi dan protein. Peningkatan kandungan energi ransum akan meningkatkan pula kandungan lemak tubuh dan peningkatan kandungan protein ransum maka jumlah lemak abdominal akan menurun (Hasibuan, 1996).

  Lemak cadangan tidak hanya terbentuk dari lemak yang dimiliki tetapi berasal dari karbohidrat dan adakalanya dari protein. Lebih kurang 50% dari jaringan lemak terdapat di bawah kulit, sisanya ada disekeliling alat-alat tubuh tertentu teristimewa ginjal, dalam membran disekeliling usus, dalam urat daging dan di tempat-tempat lainnya (Anggorodi, 1984).

  Tidak ada perbedaan dalam proporsi daging, tulang dan jaringan ikat maupun pada perlemakan pada tingkat pemberian pakan yang berbeda pada domba, tetapi berbeda dalam depot lemak domba yang mendapat pakan lebih banyak mempunyai lemak subkutan lebih banyak (Frandson, 1992).

  Non Karkas Bobot non karkas diperoleh dengan menimbang bagian non karkas.

  Persentase karkas diperoleh dengan membandingkan bobot karkas dengan bobot potong, sedangkan persentase non karkas diperoleh dengan membandingkan bobot non karkas dengan bobot potong. Penimbangan non karkas dilakukan untuk masing-masing komponen yaitu kepala, darah, organ-organ dalam kecuali ginjal, keempat kaki bagian bawah, ekor, kulit dan bulu (Purbowati et al., 2005).

  Non karkas adalah hasil pemotongan ternak yang terdiri dari kepala, kulit dan bulu, darah, organ-organ internal, kaki bagian bawah dari sendi carpal untuk kaki depan dan sendi tarsal untuk kaki bagian belakang (Soeparno, 1994).

  Menurut Ridawan (1991) pakan dapat mempengaruhi pertambahan berat komponen non karkas domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi yang tinggi mempunyai jantung, paru-paru yang lebih berat dari pada domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi yang rendah.

  Konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat hati, rumen, omasum, usus besar, usus kecil dan total alat pencernaan, tetapi sebaliknya bagi berat kepala dan kaki perlakuan dan nutrisi serta spesies pastura dan pangonan pada domba tidak mempengaruhi berat kepala, kaki dan kulit pada berat tubuh yang sama (Soeparno, 1994).

  Kadar laju pertumbuhan beberapa komponen non karkas hampir sama dengan kadar laju pertumbuhan tubuh, misalnya abomasum dan usus besar mencapai kedewasaan hampir bersamaan dengan tubuh. Usus kecil tumbuh lebih cepat dari pada usus besar dan abomasum. Berat rumen retikulum dan omasum meningkat dengan cepat pada awal kehidupan post natal. Meskipun demikian berat total saluran pencernaan menurun pada saat mencapai kedewasaan (Berg dan Butterfield, 1976).

  Herman (1993) semakin tinggi bobot potong yang diperoleh maka semakin tinggi pula bobot non karkas dan persentase non karkas yang didapat.

  Untuk menghasilkan bobot potong dan bobot non karkas maka erat kaitannya dengan konsumsi hewan ternak selama masih hidup. Konsumsi yang tinggi akan menghasilkan bobot tubuh dan bobot potong yang tinggi.

  Menurut Soeparno (1994) nutrisi juga mempengaruhi persentase non karkas terhadap berat hidup. Persentase karkas terhadap berat hidup biasanya meningkat sesuai dengan peninggkatan berat hidup, tetapi persentase bagian non karkas seperti kulit dan darah menurun.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

  Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini berlangsung selama 4 bulan dimulai dari bulan Agustus 2013 sampai dengan bulan Nopember 2013.

  Bahan dan Alat Penelitian Bahan

  Bahan yang digunakan yaitu domba lokal jantan lepas sapih sebanyak 20 ekor dengan rataan bobot badan 7,87±2,18 kg, pakan konsentrat yang terdiri dari bungkil inti sawit, dedak, bungkil kedelai, molases, urea, mineral dan garam. MOL sebagai fermentator, Trichoderma harzianum sebagai fermentator, kalbazen sebagai obat cacing, anti bloat sebagai obat gembung, rodalon untuk desinfektan dan air minum diberikan secara ad libitum.

  Alat

  Alat yang digunakan yaitu kandang individual 20 unit dengan ukuran 1 x 0,5 m beserta perlengkapannya, tempat pakan dan minum, timbangan untuk menimbang bobot hidup berkapasitas 50 kg dengan kepekaan 500 g, timbangan berkapasitas 2 kg dengan kepekaan 10 g untuk menimbang pakan, grinder digunakan untuk menghaluskan bahan pakan konsentrat, choper untuk menchoper bahan pakan, autoklaf untuk mensterilkan bahan dan alat, termometer digunakan untuk mengetahui suhu di dalam dan di luar kandang, alat penerangan kandang, alat pembersih kandang dan alat tulis untuk menulis data.

  Metode Penelitian

  Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan.

  Ransum perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut: P : Konsentrat + 100% Rumput P

  

1 : Konsentrat + (40% Rumput + 60% Eceng gondok fermentasi

  Mikroorganisme lokal) P

  

2 : Konsentrat + (40% Rumput + 60% Eceng gondok fermentasi Trichoderma

harzianum )

  P

  3 : Konsentrat + 100% Eceng gondok fermentasi Mikroorganisme lokal

  P

  4 : Konsentrat + 100% Eceng gondok fermentasi Trichoderma harzianum

  Model linear yang digunakan untuk rancangan acak lengkap (RAL) adalah: Y ij = + i ij

  ε +

  Dimana :

  Y ij = Nilai pengamatan yang diperoleh dari satuan percobaan dari perlakuan ke-i

  dan ulangan ke-j  = Rataan/nilai tengah I = Efek dari perlakuan ke-i

  = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

  εij (Hanafiah, 2000).

  Susunan perlakuan penelitian adalah sebagai berikut: P

  3 U

  1 P

  4 U

  

3 P U

  1 P

  1 U

  4 P U P U P U P U

  1

  1

  3

  3

  2

  1

  4

  2 P

  2 U

  2 P U

  4 P

  3 U

  2 P

  2 U

  3 P U

  2 P

  2 U

  3 P

  1 U

  2 P U

  3 P U P U P U P U

  1

  3

  4

  1

  3

  4

  4

  4 Kaidah Keputusan < F perlakuan tidak berbeda nyata (terima H0/tolak H1).

   Bila F hit 0,05 hit 0,05 perlakuan berbeda nyata (tolak H0/terima H1).  Bila F ≥ F hit 0,01 perlakuan berbeda sangat nyata (tolak H0/terima H1).  Bila F ≥ F

  Parameter Penelitian a.

  Bobot Karkas (Kg) Bobot karkas adalah bobot yang diperoleh dari selisih bobot tubuh setelah dipuasakan (bobot potong) dengan bobot darah, kepala, kaki, kulit, organ tubuh bagian dalam (selain ginjal), alat reproduksi dan ekor.

  b.

  Persentase Karkas (%) Persentase karkas adalah bobot karkas segar dibagi dengan bobot tubuh kosong dikali seratus persen.

  c.

  Persentase Lemak (%) 1.

  Persentase lemak subkutan (%) Diperoleh dari perbandingan bobot lemak subkutan dengan bobot karkas dikali 100%.

  Diperoleh dari perbandingan bobot lemak ginjal dengan bobot karkas dikali 100%.

  Diperoleh dari perbandingan bobot lemak pelvis dengan bobot karkas dikali 100%.

  d.

  Bobot Non Karkas (kg) Bobot ini diperoleh dengan menimbang berat kepala, kaki, kulit dan bagian organ dalam.

  e.

  Persentase Non Karkas Persentase non karkas diperoleh dari perbandingan bobot non karkas dengan bobot tubuh kosong dikali 100%.

  Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Kandang

  Kandang dan semua peralatan dibersihkan dan dicuci, kemudian dilakukan pengapuran pada lantai dan dinding kandang sebelum proses pemeliharaan.

  Selanjutnya kandang dan semua peralatan disemprot dengan Rhodallon (dosis 10 ml/ 2,5 liter air).

  Persiapan Domba

  Domba yang digunakan dalam penelitian sebanyak 20 ekor yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan dan tiap perlakuannya terdiri dari 1 ekor domba.

  Penempatan domba dilakukan dengan sistem pengacakan yang tidak membedakan bobot badan domba dengan rataan 7,87±2,18 kg.

  Pengacakan Domba Domba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 ekor.

  Penempatan domba dengan sistem acak yang tidak membedakan bobot badan domba. Sebelumnya dilakukan penimbangan bobot badan domba.

  Pemberian Pakan dan Minum

  Pakan yang digunakan adalah eceng gondok fermentasi, rumput dan konsentrat, pemberian air minum secara ad libitum dimana air minum diganti setiap hari dan tempatnya dicuci bersih. Pemberian pakan eceng gondok fermentasi, rumput dan konsentrat diberikan 2 x sehari.

  Pemberian Obat-Obatan

  Ternak domba sebelum pelaksanaan penelitian terlebih dahulu diberikan obat cacing Kalbazen selama adaptasi untuk menghilangkan parasit dalam saluran pencernaan, sedangkan obat lainnya diberikan apabila ternak sakit dan disesuaikan.

  Penimbangan Ternak Domba

  Penimbangan bobot badan dilakukan pada awal dilakukannya perlakuan penelitian dan pengambilan data pertambahan bobot badan selama dua minggu sekali penimbangan selama tiga bulan.

  Pemotongan Ternak Domba

  Jumlah ternak domba yang dipotong sebanyak 20 ekor. Pemotongan ternak domba dilakukan sesuai syariat Islam setelah dipuasakan selama 24 jam.

  Pemotongan domba dilakukan dengan memotong vena jugularis, oesophagus dan trachea (dekat tulang rahang bawah), tujuannya agar terjadi pengeluaran darah yang sempurna. Darah ditampung dalam satu wadah dan ditimbang bobotnya

  (bobot darah) kemudian ujung oesophagus diikat agar isi rumen tidak keluar apabila ternak digantung.

  Kepala dilepaskan dari tubuh kemudian ditimbang (bobot kepala), kaki depan (carpus) ke bawah dan kaki belakang (tarsus) ke bawah dilepas dan ditimbang (bobot kaki), ekor dilepas dan ditimbang (bobot ekor). Kedua kaki belakang ternak tersebut digantung kemudian kulitnya dilepas dan ditimbang bobotnya (bobot kulit).

  Semua organ tubuh bagian dalam dikeluarkan yaitu hati, limfa, jantung, paru-paru, trachea, alat pencernaan, empedu dan alat reproduksi kecuali ginjal kemudian ditimbang masing-masing.

  Bobot yang diperoleh dari selisih bobot potong dengan bobot darah, kepala, kaki, kulit, ekor, organ tubuh bagian dalam (selain ginjal) dan alat reproduksi disebut bobot karkas. Setelah diperoleh bobot karkas, karkas dimasukkan ke dalam alat pendingin selama 24 jam untuk diuraikan agar lemaknya mudah dilepaskan dan ditimbang maka diperoleh bobot lemak.