Dampak Evolusi Alat Pembayaran Non Tunai

Dampak Evolusi Alat Pembayaran Non-Tunai pada
Sistem Perbankan dan Perekonomian Nasional

Disusun Oleh :
Undung Permatasari

H14140003

Dosen Pembimbing :
Nunung Nuryantono

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Tahun 2016

ABSTRAK

Evolusi alat pembayaran non tunai bagi perekonomian memberikan manfaat efisiensi
dan kepercayaan publik akan keamanan dan kenyaman transaksi. Hal ini membuat
peningkatan produktifitas keuangan yang mendorong aktifitas sektor riil dan dalam jangka
panjang dapat mengarah kepada kemajuan pertumbuhan ekonomi. Dampak yang ditimbulkan

pun beraneka ragam, seperti terjadinya pergantian alat pembayaran tunai dalam
perekonomian serta berimplikasi pada pengurangan permintaan uang yang diterbitkan bank
sentral, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi tugas bank sentral dalam melaksanakan
kebijakan moneter.
E-money sendiri merupakan output dari adanya evolusi pada sistem pembayaran
nasional, yang diketahui dibuat oleh pemerintah terkhusus Bank Indonesia dalam
meminimalisasi jumlah uang beredar sehingga tingkat inflasi dapat dikontrol. Sistem
pembayaran menggunakan e-money adalah sebuah proses modernisasi dari sistem
pembayaran yang aman, terpercaya, dan mudah dan telah digunakan di berbagai belahan
dunia.
Keywords : Pembayaran non tunai, Kebijakan Ekonomi, E-money

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi informasi turut mempengauhi pola
transaksi dan sistem pembayaran di dunia. Arus globalisasi membuat sistem pembayaran di
Indonesia ikut berubah, telah terjadi evolusi pada sistem pembayaran dari barter hingga

ecommerce, di mulai dari uang komoditas, uang fiat, cek, pembayaran secara elektronik
hingga e-money.
Perkembangan teknologi informasi yang diikuti dengan persaingan bank yang terus
meningkat mendorong munculnya berbagai inovasi dalam penyediaan berbagai alternatif jasa
pembayaran non tunai, baik berupa sistem transfer dan alat pembayaran menggunakan kartu
elektronis (electronic card payment). Adapaun perubahan yang dilakukan pada sistem
pembayaran dan alat pembayaran tak lepas dari menperhatikan tingkat keamanan dan
kepraktisan penggunaan. Pola hidup masyarakat dan peningkatan efesiensi pola hidup
menuntut tersedianya sarana transaksi keuangan yang lebih aman dan efesien.
Bank Indonesia sebagai bank sentral turut berperan aktif dalam perubahan sistem
pembayaran yang terjadi. Berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2004 dijelaskan terkait
kewenangan Bank Indonesia dalam menetapkan penggunaan alat pembayaran. Hal itu
dimaksudkan agar pembayaran yang digunakan oleh masyarakat memenuhi standar
keamanan dan efesiensi bagi penggunanya.

Keikutsertaan Indonesia sebagai anggota Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
membuat Indonesia terus melakukan penyesuaian, hingga muncul produk Elektronik Money
(e-money), yang karakteristiknya pembayarannya tidak harus memerlukan otorisasi dan
keterkaitan secara langsung (online) dengan rekening nasabah di bank. Hal ini terjadi karena
e-money merupakan produk value stored, dimana sejumlah nilai dan tertentu (monetary

value) telah terekam dalam alat pembayaran tersebut.
Kehadiran alat pembayaran non tunai tersebut tentu berefek baik pada transaksi dan
mendorong penurunan biaya transaksi dan kemudian dapat menstimulus pertumbuhan
ekonomi (Dias, 2000), namun bagaimana hal itu dapat secara spesifik mempengaruhi
perekonomian nasional beserta dampak yang ditimbulkan masih menjadi kajian yang menarik
bagi para praktisi maupun akademis.
Maka dari itu dalam bahasan terkait “Dampak Evolusi Alat Pembayaran Non Tunai
pada Sistem Perbankan dan Perekonomian Nasional” akan dilihat data-data tentang
presentase penggunaan e-money di Indonesia saat ini dan bagaimana hal itu dapat
mempengaruhi perekonomian nasional.
Rumusan Masalah
1. Apakah alasan adanya sistem pembayaran non tunai hingga muncul elektronik money ?
2. Bagaimana perkembangan sistem pembayaran non tunai di Indonesia ?
3. Bagaimana penggunaan e-money mempengaruhi sistem perbankan dan perekonomian
nasional ?
Manfaat dan Tujuan
Dengan adanya paper ini diharapkan para mahasiswa dapat mengetahui bagaimana
evolusi sistem pembayaan terjadi dan alasan mengapa Bank Indonesia bekerjasama dengan
bank-bank di Indonesia untuk menerbitkan e-money dan seberapa besar e-money
mempengaruhi perekonomian nasional serta sitem perbankan pada umumnya.

Tujuan ditulisnya paper ini guna mengetahui bagaimana perkembangan sistem
pembayaran tunai maupun tunai di Indonesia khususny e-money serta dampak yang
ditimbulkan dari pengggunaan e-money baik untuk perekonomian nasional maupun sistem
perbankan sendiri.

PEMBAHASAN
2.1

Alasan Munculnya Sistem Pembayaran Non-Tunai

Dalam rangka melaksanakan kewenangan tunggal di bidang pembayaran tunai. Bank
Indonesia telah melaksanakan misi yang menjadi akan menjadi arah dalam kebijakan
pengedaran uang. Hal itu dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan uang rupiah di
masyarakat dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam
kondisi yang layak edar. Adapun penjabaran dalam misi ini adalah sebagai berikut :
1. Setiap uang yang dikeluarkan dimaksudkan untuk dapat mempermudah
kelancaran transaksi pembayaran tunai, dapa diterima dan dipercaya oleh
masyarakat. Berkenaan dalam hal tersebut uang perlu memiliki beberapa
karakteristik, yaitu user friendly, durable, easily recognize, dan sulit dipalsukan.
2. Bank Indonesia mengupayakan tersedianya jumalh uangg tunai di masyarakat

secara cukup.
3. Perlu adanya lembaga pendukung untuk mewujudkan terciptanya kelancaran arus
uang tunai yang layak edar, baik secara regional maupun nasional.
Sejalan dengan misi yang diusung Bank Indonesia, pengedaran uang tunai di
masyarakat pun semakin besar. Penyediaan uang kartal dalam memenuhi kebutuhan transaksi
tunai cenderung meningkat, sebagaimana yang tercermin dari peningkatan uang kartal yang
diedarkan (UYD). Tepatnya selama kurun waktu 6 tahun kebelang, yaitu 2000-2005 laju
pertumbuhan UYD, inflow, dan outflow rata-rata per tahun meningkat masing-masing
10,25%, 16,33%, dan 14,95%.
Tabel. Data UYD (Miliar Rp)

Grafik Perkembangan UYD

Jumlah UYD pada posisi akhir tahun 2000-2005 cenderung meningkat. Jumalah UYD
tahun 2005 mencapai Rp144,87 triliun atau meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 2000.
Pola peningkatan jumalh UYD ini juga tidak terlepas pada periode hari-hari besar seperti hari
raya keagamaan ataupun tahun baru serta periode pendaftaran dan liburan sekolah.
Seiring dengan peningkatan jumlah UYD, jumlah inflow dan outflow pun meningkat
mengikuti pola kebutuhan konsumsi masyarakat yang meningkat. Bakhan pada tahun 2005,
jumlah outflow selama periode lebaran menjelang lebaran mengalami peningkatan yang

signifikan karena tingginya likuiditas perbankan menghadapi libur lebaran dan kenaikan
harga BBM.
Dengan adanya peningkatan permintaan uang tunai, beban biaya pengadaan uang
tunai juga meningkat. Biaya pengadaan ini terdiri dari biaya bahan, biaya cetak, dan biaya

distribusi. Rata-rata biaya kenaikan cetak tiap tahunnya mencapai Rp 710 juta bilyet/keping
(20,2%), maka rata-rata biaya pengadaan mengalami kenaikan sebesar Rp 133 miliar per
tahunnya.

Biaya Pengadaan Uang kertas dan Logam 2000-2005 (Juta Rupiah)
Hal ini diprediksi akan terus meningkat seiring dengan perkembangan zaman, dimana
peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi global. Money supply yang
berlimpah pada suatu negara dapat berdampak pada inflasi yang pada gilirannya dapat
mengapresiasi mata uang domestik dan dapat berpengaruh pada neraca perdagangan nasional.
Oleh karena itu pemerintah melalui Bank Indonesia berusaha mensosialisasikan less cash
society. Oleh karena itu muncullah pembayaran non tunai baik melalui debet/ATM ataupun
kredit. Hingga saat ini muncul inovasi baru dalam bentuk elektronis (Electronic payment),
yang saat ini dikenal sebagai e-money.
Dalam kajian BI mengenai e-money, Siti Hadayati (2006) menilai bahwa penerbitan
e-money dapat menjadi salah satu faktor yang dapat mengubah fungsi permintaan uang dan

selanjutnya dapat menurunkan jumlah uang tunai yang dipegang oleh masyarakat. Biaya
dalam pengadaan uang tunai juga dapat berkurang.

2.2

Perkembangan Sistem Pembayaran Non-tunai

Sistem pembayaran merupakan suatu hal yang penting yang tak dapat dipisahkan dari
perekonomian nasional, karena dapat menunjang pertumbuhan sistem perbankan dan
keuangan, namun kegagalan pada sistem pembayaran juga dapat berdampak secara
keseluruhan pada perekonomian nasional.
Di tengah perkembangan globalisasi serta persaingan ekonomi, pemerintah Indonesia
menempuh berbagai kebijakan yang membuat ekonomi Indonesia dapat bersaing di kancah
dunia. Berdasarkan Mastercard Advisor yang mengeluarkan laporan global yang berjudul the
Cashless Journal pembayaran non tunai di Indonesia pada tahun 2011 baru mencapai 31

persen dari total pembayaran yang dilakukan konsumen yang membuat Indonesia masih
menjadi negara di tahap pemula terkait sistem pembayaran non tunai. Hal ini menjadi penting
untuk dipermasalahkan karena salah satu indikator yang membuat suatu negara dikatakan
maju adalah bila lebih banyak masyarakat yang melakukan transaksi non tunai. Melalui

transaksi elektronik dapat mengurangi beban bank sentral dalam mencetak uang dan
mengendalikan peredaran mata uang tunai di masyarakat yang dapat mengindikasi adanya
inflasi.
Perkembangan teknologi di bidang informasi dan komunikasi di dunia tak urung
memberi dampak pula terhadap munculnya inovasi-inovasi baru dalam pembayaran
elektronis (Electronic Payment).Pembayaran elektronis yang kita kenal dan sudah ada di
Indonesia saat ini antara lain phone banking, internet banking, kartu kredit dan kartu
debit/ATM. Namun kini, telah dikembangkan produk pembayaran elektronis lainnya yang
dikenal sebagai Electronic Money (E-Money) di beberapa negara. Indonesia dipelopori oleh
Bank Indonesia turut berusaha untuk mengembangkan sistem pembayaran non tunai maupun
elektronis tersebut.
Terdapat penggolongan yang dilakukan Bank Indonesia terhadap sistem pembayaran
non tunai yang disebut APMK (Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu) yang terdiri
dari kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit. Aktivitas transaksi pembayaran menggunakan
kartu ATM/debet dan kartu kredit selama periode 2014 terus mengalami kenaikan. Per April
2014 nilai transaksi kartu debet/ATM mencapai Rp 11.4 triliun per hari dengan jumlah kartu
87,9 juta kartu, sedangkan nilai transaksi kartu kredit Rp 690,8 miliar per hari dengan jumlah
kartu 15,2 juta. Perkembangan dalam sistem pembayaran non tunai tersebut yang dikenal
sebagai APMK turut mempengaruhi perkembangan pembayaran elektronis atau dikenal
sebagai e-money.

Berdasarkan penuturan Dodit W Probojakti, general Menager salah satu Bank
Nasional menyatakan layanan e-money memiliki masa depan yang cerah guna mengiringi
langah Indonesia menjadi smart country yang mengedepankan efisiensi dan efektifitas dalam
menjalani kehidupan global saat ini. E-money memberikan pilihan kepada masyarakat tanah
air menuju interoperability, yang artinya seseorang tidak harus lagi membawa banyak kartu
dari beberapa bank karena membawa satu kartu saja sudah cukup. Satu kartu tersebut dapat
digunakan untuk banyak hal antara lain ke convenience store, bayar parkir, bayar MRT, bayar
busway dan commuter line. Sistem-sistem publik di Indonesia yang membutuhkan transaksi
pun mulai diubah ke sitem penggunaan e-money. Walaupun belum secara menyeluruh
masyarakat Indonesia mengenal, dan menggunakan e-money namun perkembangan itu mulai
terlihat. Hal itu dapat dilihat dari data transaksi e-money pada tahun 2014 berikut.

Bank Indonesia sebagai bank sentral pun turut memberikan dukungan dalam
perkembangan e-money tersebut yang dirasa mempunyai potensi dalam menggeser peran
uang tunai untuk pembayaran-pembayaran yang bersifat retail dikemudian hari.
Contoh produk e-money yang telah disahkan oleh Bank Indonesia adalah Kartu Flazz
dari BCA, kartu e-money dari Bank Mandiri, Bank Mega, Kartu Brizzi dari BRI. Tidak hanya
itu e-money juga tersedia dalam bentuk t-cash dari Telkomsel, XL tunai dari XL Axiata, dan
Dompetku dari Indosat. Berbagai pilihan telah disediakan, saat ini hanya tinggal menunggu
waktu untuk terjadinya evolusi dalam sistem pembayaran nasional dapat dirasakan seluruh

khalayak luas tidak hanya di pusat-pusat kota.

2.3

Dampak Penggunaan E-money di Indonesia sebagai Alat Pembayaran Baru

Berbagai kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah adalah untuk
membangun perkembangan ekonomi yang sekaligus dapat berdampak pada pembangunan
nasional. Sistem pembayaran pun tak luput dari perhatian pemerintah. Di Indonesia mayoritas
penduduknya bakan dapat dikatakan 90% penduduknya menggunakan uang tunai sebagai alat

transaksi. Nyatanya seperti yang dibahas di awal bahwa banyaknya uang yang beredar di
masyarakat dapat memicu meningkatnya inflasi. Maka dengan melihat perkembangan sistem
pembayaran di beberapa negara, seperti Jepang, Singapura, Inggris dan Amerika Serikat yang
telah lebih dahulu menggunakan sistem pembayaran menggunakan e-money, Bank Indonesia
membuat regulasi baru.
Regulasi sistem pembayaran yang baru ini pun di desain untuk memberikan
keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat, agar bertransaksi dengan lebih leluasa tanpa ada
yang merasa dirugikan. Dalam hal ini, e-money sebagai salah satu sistem pembayaran non
tunai memiliki juga diharapkan mampu menjadi inovasi pembayaran mikro baru.

Secara umum, kebijakan e-money sebagai salah satu jenis pembayaran non tunai telah
memberikan beberapa dampak pada sektor moneter dan perekonomian nasional. Dampak dan
implikasinya pun terjadi di beberapa aspek, seperti hukum, teknis, dan mekanisme
operasionalnya. Berikut adalah penjabaran dari beberapa dampak yang ditimbulkan oleh emoney beserta implikasinya.
Dampak E-Money Terhadap Penerbit (Issuer)
Penerbit atau issuer merupakan pihak yang membuat dan meyediakan kartu e-money,
dimana penerbitnya terdiri dari sektor perbankan dan non perbankan. Para penerbit tersebut
juga merupakan pihak yang legal, karena hanya dengan izin Bank Indonesia, suatu lembaga
baru dapat menctak kartu e-money.
Dengan diterbitkan beberapa kartu e-money yang berasal dari bebrapa bank maupun
perusahaan non perbankan, diharapkan masyrakat dapat sedikit demi sedikit mengalihkan
sistem pembayarannya, namun nyatanya literatur keuangan masyrakat Indonesia tidak begitu
baik, sehingga perkembangan sistem pembayaran non tunai hanya terjadi pada penggunaan
APMK lain, seperti debet maupun kredit. Adapaun data yang mendukung dari perkembangan
penggunaan APMK adalah

Tabel Jumlah APMK yang beredar
Sumber : Bank Indonesia
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sesungguhnya perkembangan sistem
pembayran non tunai telah berkembang selama lima tahun terakhir ini. Hal ini mengindikasi
bahwa masyarakat mulai beralih dari uang tunai menjadi uang non tunai, selain itu
permintaan konsumen akan sistem transaksi yang memiliki keamanan kecepatan dan
efesiensi pembayaranpun tak lepas dari faktor yang harus mendapat perhatian serius bagi
Bank Indonesia maupun issuer.
Dampak E-money terhadap Pedagang dan Pengusaha (Merchant)

Pengusaha merupakan pihak yang dapat dikatakan memiliki fungsi ganda dari adanya
e-money, yaitu sebagai penyedia fasilitas jasa pembayaran menggunakan e-money untuk
masyarakat sekaligus pengguna e-money.
Dalam hal penyedia fasilitas, para pengusaha mengaku tetap berusaha menyediakan
fasilitas jasa pembayaran e-money walaupun tidak banyak pula pelanggan yang
menggunakannya, namun para pengusaha maupun pedagang mengaku bahwa e-money
harusnya dapat menjadi pilihan yang baik bagi transaksi masyarakat saat ini, dimana tindak
kriminal merajalela di sekeliling kita. Dengan adanya e-money terjadi adanya efektifitas dan
efesiensi usaha. Dari sisi pengusaha, peningkatan konsumsi yang diikuti dengan efesiensi
biaya transaksi dapat menjadi profit tersendiri dan sekaligus berpotensi untuk mendorong
aktivitas usaha dan ekspansi usaha. Semakin efesien biaya transaksi yang ada semakin besar
pula peningkatan output. Hal ini pada gilirannya akan mendorong peningkatan produksi di
sektor riil yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Secara teknis operasional, dengan menggunakan layanan e-money maka pengusaha
dapat meminimalkan kesalahan transaksi sekaligus dapat menghemat waktu yang diperlukan
dalam sekali transaksi. Tidak hanya disitu, keamanan uang setelah transaksi juga lebih aman,
karena dapat langsung masuk ke rekening perusahaan tersebut.
Sedangkan dari sisi pengguna, para merchant juga dapat mengambil keuntungan dari
e-money, karena saat ini telah banyak berkembang para pengusaha-pengusaha startup, yang
notabene menggunakan media teknologi serta online dalam menjalankan usahanya. Bila
dahulu sebelum adanya e-money, para pengusaha startup harus menyediakan sistem
pembayaran offline seperti cash-on-delivery (COD) dan voucher game. Namun sekarang para
pengusaha startup mulai optimis bahwa masa depan e-money di Indonesia dapat cerah.
Berdasar laporan statistik Bank Indonesia mengenai kondisi penggunaan e-money
memeprlihatkan bahwa total transaksi e-money pada 2013 mencapai Rp 6,7 miliar per hari
aau 2 triliun per tahun, walaupun bila dibandingkan dengan keseluruhan total nilai transaksi
di Indonesia yang mencapai Rp 260 triliun per tahun, penggunaan e-money masih terbilang
kecil. Namun tren menunjukkan bahwa e-money akan tumbuh jauh lebih cepat di tahun
mendatang, apalagi dengan pelonggaran regulasi yang dilakukan BI terhadap perusahaan
telekomunikasi untuk memungkinkan pelanggannya menguangkan uang mereka tanpa
tambahan biaya apapun dan melegalkan 3 peruasahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia
menerbitka e-money.

Dampak E-money terhadap Pengguna Kartu (Customer)
Dalam hal ini pengguna atau konsumen adalah pihak yang menggunakan e-money
dalam proses pembayarannya. Kepraktisan e-money dapat memungkinkan pengguna tidak
perlu membawa dana sama sekali. Bila biasanya mejelang hari raya lebaran begitu banyak
terdengar peristiwa pencopetan pada pusat-pusat perbelanjaan. Saat ini e-money dapat
menjadi jalan keluarnya.
Selain dapat menghemat waktu, pelanggan juga dapat menikmati pendapatan
masyaraat yang berasal dari pendapatan bunga yang diperoleh dari dana kas yang seharusnya

dibawa dalam sekali transaksi, yang dengan adanya e-money dapat langsung disimpan dalam
rekening pribadi. Yang pada akirnya sejalan dengan tingat konsumsi yang diharapkan dapat
naik dapat meningkatan perputaran uang yang nyaman, aman, terkendali dari dampak inflasi
yang menghantui money supply.

KESIMPULAN
Perlu menjadi keyakinan bersama, bahwa ebijakan yang diambil pemerintah tentu
telah melalui kajian dari berbagai pihak. Terkait kebijakan pemerintah melalui perantara
Bank Indonesia untuk mulai mengurangi sistem pembayaran non tunai merupakan langkah
besar bagi perekonomian nasional kedepannya. Walaupun dirasa masih butuh waktu lama
untuk benar-benar memeratakan evolusi sistem pembayaran non tunai di Indonesia, namun
berdasarkan perkembangan yang ada saat ini, dimana mengindikasi perkembangan yang
positif, masa depan e-money di Indonesia masih dapat diharapkan. Sejalan dengan
perkembangan e-money diharapkan pertumbuhan nasional dapat mengikuti secara positif,
tepatnya melalui peningkatan konsumsi masyarakat yang dapat meningkatkan perputaran
uang dan dapat mengarah pada pertumbuhan output yang pada gilirannya pemerataan
pertumbuhan ekonomi terjadi secara stabil karena terhindar dari inlasi, efektif karena waktu
transaksi yang dapat diminimalisir, serta aman karena dapat mengurani tindak kriminal dalam
proses transaksi.

DAFTAR PUSTAKA