FAKTO FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK
GORENG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK
STUDI KASUS : IBU-IBU RUMAH TANGGA KECAMATAN
KUALA SIMPANG
PROPOSAL PENELITIAN
MUHAMMAD FATHEH SYUHADA
143305020009

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS AGRO TEKNOLOGI
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
MEDAN
2018

1

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

sawit


Tanaman

Kelapa

(Elaeis

guineensis

Jacq.) memiliki arti penting
bagi

perkembangan

perkebunan nasional. Selain
mampu

menciptakan

kesempatan


kerja

yang

mengarah pada kesejahteraan
masyarakat,

juga

sebagai

sumber

perolehan

devisa

negara.


Indonesia

adalah

negara dengan luas areal
kelapa sawit terbesar didunia,
yaitu sebesar 34,18% dari
area

produksi

(Direktorat

dunia
Jendral

Perkebunan, 2014).
Perkembangan
areal


kelapa

sawit

luas
di

Indonesia pada kurun waktu
1980-2015

cenderung

meningkat. Jika pada tahun

2

1980 luas areal kelapa sawit
Indonesia
ribu


sebesar

hektar,

294,56

maka

pada

tahun 2015 telah mencapai
11,30 juta hektar. Demikian
halnya dengan luas areal
kelapa sawit, perkembangan
produk minyak sawit (CPO)
dari

tahun

dengan


2011

2015

sampai

meningkat

sekitar 5,38 sampai dengan
8,42

persen

per

tahun,

di


tahun

2016

namun

diperkirakan menurun 0,15
persen. Pada tahun 2011
produksi
(CPO)

minyak
23,99

juta

sawit
ton,

meningkat menjadi 31,07

juta ton pada tahun 2015
atau

terjadi

peningkatan

28,48 persen (Badan Pusat
Statistik, 2016).
Produksi

kelapa

sawit di Indonesia di tahun

3

2015 tercatat sebesar 31,28
juta ton. Produksi ini berasal
dari 11,3 juta ha luas areal

perkebunan

kelapa

sawit

dimana 50,77% diantaranya
diusahakan oleh perusahaan
swasta

(PBS),

37,45%

diusahan oleh rakyat (PR)
dan sisanya diusahakan oleh
perkebunan
(PBN).

milik


Sentra

negara
produksi

kelapa sawit di Indonesia
berdasarkan rata-rata tahun
pada

2012-2016

Provinsi

Riau,

adalah
Sumatera

Utara, Kalimantan Tengah,

Sumatera Selatan, Jambi,
dan

Kalimantan

(Direktorat

Barat.
Jendral

Perkebunan, 2014-2016).
Crude

Palm

Oil

(CPO) merupakan salah satu
andalan

produk

pertanian

Indonesia baik sebagai bahan

4

baku minyak goreng maupun
komoditas

ekspor.

mencapai

Untuk

keuntungan

maksimum maka perusahaan
penghasil

CPO

perlu

berproduksi secara efisien.
Indonesia

merupakan

produsen CPO terbesar di
dunia

dengan

produksi

mencapai 30,9 juta ton pada
tahun

2015,

mengalami

nilai

ini

peningkatan

sebesar 5,47% dibandingkan
tahun

204

Apabila

(BPS,

2015).

dilihat

dari

kontibusinya, 56,33% berasal
dari

perkebunan

36,56%

dari

swasta,

perkebunan

rakyat dan 7,11% berasal dari
perkebunan milik pemerintah
(Badan Pusat Statistik, 2015).
Harga kelapa sawit
(wujud CPO) tahun 20122015 baik di pasar domestic

5

(spot Medan) maupun dipasar
dunia

(spot

Rotterdam)

cenderung
penurunan

mengalami
dari

tahun

ke

tahun. Pada bulan Desember
tahun 2015 harga CPO di
Medan sebesar Rp. 6.69,-/kg
dan di pasar dunia sebesar
USD

575/ton.

Tingkat

konsumsi minyak goreng per
kapita

pada

tahun

2015

berdasarkan hasil SUSENAS
dan

BPS

sebesar

11,23

kg/kapita,

sehingga

total

konsumsi

domestic

pada

tahun tersebut sebesar 2,87
juta ton minyak goreng atau
setara dengan 4,2 juta ton
kelapa sawit (Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian,
2016)

Produk

turunan

kelapa sawit

6

Di Indonesia sendiri minyak goreng yang paling banyak digunakan adalah
minyak goreng yang bahan bakunya dari kelapa sawit. Minyak goreng kelapa
sawit ini terbagi ke dalam dua segmen, yaitu minyak goreng bermerek dan
minyak goreng tidak bermerek atau yang biasa disebut minyak curah. Keduanya
adalah sama-sama hasil dari proses industri. Namun, berbeda dari kualitas dan
prosesnya. Untuk minyak goreng bermerek penyaringan dilakukan 2-4 kali
proses penyaringan, minyak yang jernih dan dikemas dengan merek tertentu.
Sedangkan minyak goreng tidak bermerek hanya dilakukan satu kali
penyaringan, minyak berwarna kuning keruh dan didistribusikan dalam bentuk
non kemasan. (Anonimus. 2012).
Adapun maksud dari
penelitian

yang

dilakukan

penulis yaitu Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi
Konsumen

Dalam

Pengambilan

Keputusan

Pembelian Minyak Goreng
Bermerek

dan

Tidak

Bermerek (Studi Kasus : Pada
Ibu-Ibu
Kecamatan
Simpang

Rumah
Kota
Kabupaten

Tangga
Kuala
Aceh

Tamiang).
1.2 Identifikasi Masalah

7

1. Bagaimana proses keputusan pembelian minyak gorengan bermerek dan
tidak bermerek yang dilakukan oleh konsumen ?
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam
pembelian minyak goreng bermerek dan tidak bermerek ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi proses pengambilan keputusan konsumen dalam
memilih

produk minyak goreng kemasan bermerek dan tidak

bermerek.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen
dalam pembelian produk minyak goreng bermerek dan tidak
bermerek.
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Penulis, sebagai bahan masukan informasi yang melakukan penelitian
ini sehingga tingkat keterlibatan konsumen dalam proses pengambilan
keputusan pembelian minyak goreng bermerek dan tidak bermerek. .
2. Institusi pendidikan dan pihak lain, hasil kajian ini dapat dijadikan
bahan studi kepustakaan untuk penelitian selanjutnya.
3. Masyarakat, sebagai bahan masukan pada masyarakat untuk
menambah wawasan khususnya kepada ibu-ibu rumah tangga dalam
memilih minyak goreng.

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit
merupakan

tanaman

8

monokotil

yang

tergolong

dalam famili palmae dan di
golongkan

berdasarkan

ketebalan

tempurung

(cangkang) dan warna buah
(Pahan, 2012).
Dalam perekonomian
Indonesia, komoditas kelapa
sawit

memegang

peranan

yang cukup strategis karena
karena komoditas ini punya
prospek yang cerah sebagai
sumber devisa. Disamping
itu, minyak sawit merupakan
bahan baku utama minyak
goreng yang banyak dipakai
diseluruh

dunia,

sehingga

secara terus menerus mampu
menjaga

stabilitas

harga

minyak sawit. Komoditas ini
pun

mampu

pula

menciptakan

kesempatan

kerja

luas

yang

dan

9

meningkatkan kesejahteraan
masyarakat (Risza, 2010).
2.2. Definisi Minyak Goreng
Minyak goreng adalah
bahan

pangan

dengan

komposisi utama trigliserida
yang

berasal

dari

bahan

nabati dengan atau tanpa
perubahan kimiawi termasuk
hidrogenasi, pendinginan dan
telah melalui proses rafinasi
atau

pemurnian

yang

digunakan untuk menggoreng
(SNI, 2013).
Minyak goreng yang
dikonsumsi sehari hari sangat
erat

kaitannya

dengan

kesehatan. Terdapat dua jenis
minyak goreng yaitu, minyak
goreng curah dan minyak
goreng kemasan. Perbedaan
minyak goreng curah dan
minyak

goreng

kemasan

terletak pada penyaringannya

10

yang berpengaruh terhadap
kualitas

minyak

goreng.

Minyak

goreng

kemasan

mengalami

dua

penyaringan
minyak
mengalami

kali

sedangkan
goreng

curah

satu

kali

penyaringan (Kukuh, 2010).
Minyak Goreng

Produsen
PT. Sinar Alam Permai – Wilmar
Grup
Sania
PT. Multimas Nabati Asahan –
Wilmar Grup
Sari Murni
PT. Mikie Oleo Nabati – Musim mas
Grup
SunCo
PT. Bina Karya Prima
ForVita
PT. Bina Karya Prima
Tropical
PT. Bina Karya Prima
FraisWell
PT. SMART
Mitra
PT. SMART
Kunci Mas
PT. SMART
Filma
PT. Salim Grup
Bimoli Classic
PT. Salim Grup
Bimoli Spesial
PT. Salim Grup
Rose Brand
PT. Tunas Baru Lampung
Minya Goreng Carrefour
PT. Asian Agro Agung Jaya
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan, 2009
Fortune

Minyak goreng curah selama ini di distribusikan dalam bentuk tanpa
kemasan yang berarti bahwa minyak goreng curah sebelum digunakan banyak
terpapar oksigen. Penggunaan minyak goring dalam praktek penggorengan
dirumah tangga maupun pedagang kecil dilakukan secara berulang-ulang, hal
tersebut sangat memungkinkan terjadinya reaksi oksidasi yanglebih tinggi
(Prasetyawan,2007; Aminah danIsworo, 2009). Salah satu parameter penurunan

11

mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida.Mengingat minyak goreng curah
banyak digunakan oleh masyarakat maka perlu dilakukanpenelitian bagaimana
mutu minyak goreng curah yang digunakan secara berulang, khususnya dari
parameter bilangan peroksida dan karakteristik organoleptik bahan yang digoreng.
Minyak

goreng

merupakan

kebutuhan

masyarakat luas yang saat ini
harganya

mahal

masyarakat

sehingga

menggunakan

minyak

goreng

secara

berulang

(minyak

jelanta)

untuk menggoreng terutama
oleh

pedagang

kuliner

gorengan. Umumnya minyak
goreng

yang

diguanakn

secara

berulang

dengan

pemanasan

apalagi
tinggi

sangat tidak sehat, karena
asam lemaknya lepas dari
trigiserida

dan

jika

asam

lemak bebas (free fatty acid,
FFA)
rangkap

mengandung
maka

iktan
akan

teroksidasi menjadi aldehid

12

maupun

keton

menyebabkan

yang

bau

tengik

(Wikipedia, 2014; Ketaren S.,
1986).
Berdasarkan
penelitian

uji

kualitas

ketahanan

minyak

goreng

curah dan kemasan yang
dilakukan,

pada

penggorengan

kerupuk

selama 10 jam menghasilkan
kenaikan asam lemak bebas
0,5%

yang

minyak

menunjukkan
tidak

dapat

digunakan lagi (Budiyanto
dkk,2010).

Penelitian

lain

dilakukan tentang uji kuaitas
minyak

goreng

kemasan

dilakukan selama pemanasan
10 jam pada minyak goreng
menghasilkan

akumulasi

kenaikan radikal bebas dari
radikal bebas yang sudah ada
dan

radikal

bebas

seteah

13

pemanasan

(Sri

Murni

dkk,2012).
Menurut
standarisasi

badan

SNI

01-3741-

2013 standar mutu minyak
goreng

di

Indonesia

maksimal bilangan peroksida
10 mek 02/kg dan bilangan
asa 0,6 mg KOH/g. Minyak
goreng tidak bermerek atau
minyak goreng curah banyak
mengandung

asam

lemak,

(asam lemak jenuh: miristat
1-5%, palmit 5-15%, stearat
5-10%;

asam

lemak

tak

jenuh: oleat 70-80%, linoleat
3-11%,
1,4%),

palmitoleat

0,8-

dan

pengolahannya

proses
hanya

satu

kali penyaringan pada bagian
refiner, selanjutnya dikirim ke
penimbunan (bulking) untuk
diekspor atau dijual ke pasar
tradisional

dan

banyak

14

dikonsumsi

masyarakat

karena harganya murah dan
sebahagian

lagi

diolah

minyak

goreng

Berdasarkan

data

kebutuhan

minyak

menjadi
kemasan.

jumlah

goreng mencapai 3,2 metrik
ton per tahun dan sekitar 3%
dijual dalam bentuk minyak
goreng
(Nurition

tidak

bermerek

Foundation

For

Food Fortification, 2014).
2.3. Perilaku Konsumen
Kotler dan Keller (2011:151) mengatakan perilaku konsumen adalah studi
tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli,
menggunakan, dan menghabiskan barang, jasa, ide atau pengalaman untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
2.4. Faktor-faktor yang memperngaruhi Keputusan Pembelian
Menurut Kotler dan Keller (2009) perilaku pembeian konsumen dipengaruhi oleh
faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis.
2.4.1. Faktor Budaya

15

Faktor budaya mempunyai pengaruh yang paling besar dan luas terhadap perilaku
konsumen. Seperangkat nilai, persepsi, prefensi, dan perilaku diperoleh dari
keluarga dan lembaga penting lainnya.
2.4.2. Faktor Sosial
Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok
refrensi/acuan, keluarga, serta peran dan status sosial.
2.4.3. Faktor Pribadi
Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karaakteristik pribadi. Karakteristik
tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi,
gaya hidup, nilai, kepribadian dan konsep diri pembeli.
2.4.4. Faktor Psikologis
Kebutuhan yang bersifat psikologis adalah kebutuhan yang timbul dari keadaan
fisiologis tertentu seperti kebutuhan untuk diakui, harga diri, atau kebutuhan
untuk diterima oleh lingkungannya.
2.5. Keputusan Pembelian
Keputusan membeli atau tidak merupakan bagian dari unsur yang melekat
pada diri individu konsumen yang disebut behavior dimana ia merujuk kepada
tindakan fisik yang nyata dapat dilihat dan diukur oleh orang lain
(Nitisusastro,2012, h.195). Tahap- tahap keputusan pembelian adalahsebagai
berikut (Kotler dan Amstrong, 2009, h.179).

Pengenalan
Masalah

Pencarian
Informasi

Evaluasi
Alternatif

Keputusan
Pembelian

Prilaku
setelah
pembelian

2.5.1. Pengenalan Masalah

16

Proses
dimulai

pembelian

saat

konsumen

mengenali sebuah masalah
atau

kebutuhan.

Menurut

Kotler dan Keller (2007),
kebutuhan dapat dicetuskan
oleh stimulus, baik internal
maupun eksternal. Stimulus
internal adalah

kebutuhan

dasar yang timbul dari dalam
seperti

lapar,

haus

sebagainya.
stimulus

dan

Sedangkan

eksternal

adalah

kebutuhan yang ditimbulkan
karena dorongan eksternal.
Para

pemasar

mengidentifikasi
yang

memicu

tertentu,
mengumpulkan

perlu
keadaan
kebutuhan
dengan
informasi

dari sejumlah konsumen dan
menyusun strategi pemasran
yang tepat.

17

Sedangkan

menurut

Sumarwan

(2010),

pengenalan kebutuhan atau
masalah

muncul

ketika

konsumen menghadapi suatu
masalah, yaitu suatu keadaan
dimana terdapat perbedaan
antara

keadaan

yang

diinginkan dan keadaan yang
sebenarnya terjadi.
2.5.2. Pencarian Informasi
Konsumen
terangsang

yang

kebutuhannya

akan terdorong untuk mencari
informasi yang lebih banyak.
Menurut Kotler dan Keller
(2007), rangsangan tersebut
terbagi menjadi dua level,
situasi pencarian informasi
yang lebih ringan dinamakan
penguatan

perhatian,

pada

level ini orang hanya sekadar
lebih peka terhadap informasi
produk.

Pada

level

18

selanjutnya, orang tersebut
akan aktif mencari informasi
seperti mencari bahan bacaan,
menelepon

teman,

mengunjungi

dan

toko

untuk

mempelajari produk tersebut.
Sedangkan

menurut

Sumarwan (2010) pencarian
informasi

mulai

dilakukan

ketika konsumen memandang
bahwa

kebutuhan

tersebut

bisa

dipenuhi

dengan

membeli dan mengkonsumsi
suatu

produk.

Konsumen

akan mencari informasi yang
disimpan di dalam ingatannya
(pencarian

internal)

dan

mencari informasi dari luar
(pencarianeksternal).
2.5.3. Evaluasi Alternatif
Menurut Kotler dan Keller (2007), tidak ada proses evaluasi tunggal
sederhana yang digunakan oleh semua konsumen atau satu konsumen dalam
semua situasi pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan
model-model terbaru yang memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses

19

yang berorientasi kognitif. Yaitu, model tersebut menganggap konsumen
membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional.
Mendefinisikan
evaluasi alternatif adalah
proses mengevaluasi pilihan
produk dan merek dan
memilihnya sesuai dengan
yang diinginkan konsumen.
Pada proses evaluasi
alternatif, konsumen
membandingkan berbagai
pilihan yang dapat
memecahkan masalah yang di
hadapinya (Sumarwan, 2010).
2.5.4. Keputusan Pembelian
Menurut kotler dan
amstrong

(2016)

mendefinisikan

keputusan

pembelian sebagai berikut:
consumer behavior is the
study
groups,

of

hoe
and

individual,

organizations

select buy, use, and dipose of
goods, services, ideas, or

20

experiences to satisfy their
needs

and

wants,

yang

artinya keputusan pembelian
merupakan

bagian

dari

perilaku konsumen perilaku
konsumen yaitu studi tentang
bagaiman

individu,

kelompok,

dan

memilih,

organisasi
membeli,

menggunakan, dan bagaiman
barang,

jasa,

pengalaman

ide

atau
untuk

memuaskan kebutuhan dan
keinginan mereka.
Keputusan pembeli tidak terpisahkan dari bagimana sifat seorang
konsumen ( consumer behavior ) sehingga masing – masing konsumen memiliki
kebiasaan yang berbeda dalam melakukan pembelian, pilihan produk, pilihan
merek, pilihan penyalur, waktu pembelian, jumlah pembelian, metode
pembayaran.
2.5.5 Perilaku Setelah Pembelian
Setelah membeli suatu
produk, konsumen mungkin
mengalami

ketidaksesuaian

karena memerhatikan fitur -

21

fitur

tertentu

yang

mengganggu atau mendengar
hal-hal yang menyenangkan
tentang merek lain, dan akan
selalu

siaga

terhadap

informasi yang mendukung
keputusannya

(Kotler

dan

Keller, 2007). Sehingga tugas
pemasar tidak cukup berakhir
saat

produk

pemasar

dibeli,

harus

para

memantau

kepuasan pasca pembelian,
tindakan pasca pembelian,
dan pemakaian produk pasca
pembelian.
2.6. Produk
Produk memiliki arti
penting

bagi

perusahaan

karena tanpa adanya produk,
perusahaan tidak akan dapat
melaukan

apapun

dari

usahanya.

Pembeli

akan

membeli produk kalau ia
merasa cocok, karena itu

22

produk

harus

dengan

keinginan

kebutuhan

disesuaikan
ataupun

pembeli

agar

pemasaran produk berhasil.
Produk

didefinisikan

Kotler

dan

oleh

Amstrong

(2014:25) sebagai berikut: A
product as anything thet can
be offered to a market for
attention, acquisition, use, or
consumption

that

might

satisfy a want or need. Arti
dari definisi tersebut adalah
segala sesuatu yang dapat
ditawarkan kepada pasar agar
menarik perhatian, akusisi,
penggunaan, atau konsumsi
yang dapat memuaskan suatu
keinginan

atau

kebutuhan.

Perusahaan harus memiliki
keunggulan

tersendiri

dan

nilai tambah atas produknya
agar

produknya

keinginan

memiliki

dibandingkan

23

dengan

perusahaan

lain.

konsumen

akan

Sehingga
tetap

memilih

perusahaan

produk
tersebut

dibandingkan produk lain.
2.7. Atribut Produk
Dalam hal produk perusahaan harus mampu mengembangkan suatu
produk yang mencakup manfaat yang akan disampaikan pada konsumen. Produk
yang baik mempunyai peluang lebih besar untuk direspon dengan baik oleh
konsumen. Penempatan posisi produk yang tepat dibenak konsumen, terutama
melalui pengembangan atribut produk menjadi salah satu kunci keberhasilan
pemasaran dari sebuah produk. Atribut-atribut produk dipandang sebagai faktor
yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen, yang mana semakin
lengkap dan komplit atribut sebuah produk, semakin besar peluang produk
tersebut untuk diminati konsumen. Philip Kotler dan Gary Armstrong(2012:272)
mendefinisikan Atribut produk adalah pengembangan suatu produk atau jasa
melibatkan manfaat yang akan ditawarkan produk atau jasa tersebut.
Menurut Kotler dan Amstong (2012:99) mengelompokan atribut produk kepada
tiga unsur penting, yaitu kualitas produk (product quality), fitur produk (product
features),dan desain produk (Product design).
2.7.1. Kualitas produk (Produk quality)
Kualitas produk menunjukan kemampuan suatu produk untuk melakukan
fungsi-fungsinya. Kemampuan itu meliputi daya tahan, kehandalan,ketelitian yang
dihasilkan, kemudahan dioperasikan dan diperbaiki, dan atribut lain yang berharga

24

pada produk secara keseluruhan. Agar dapat bersaing di pasar secara berhasil
produk harus memiliki mutu yang superior dibandingkan dengan produk
-produk pesaing lainya. Mutu harus diukur dari segi persepsi pembeli. Banyak
perusahaan menjadikan suatu mutu sebagai senjata strategi yang ampuh. Mutu
strategi menyangkut usaha memperoleh keunggulan lebih dari pesaing dengan
secara konsisten menawarkan produk dan jasa memenuhi kebutuhan dan
keiinginan serta preferensi mutu konsumen.
2.7.2. Fitur Produk (Product features)
Fitur produk merupakan sarana kompetitif untuk membedakan produk satu
dengan produk-produk pesaing. Fitur produk adalah alat untuk bersaing yang
membedakan produk suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Fitur produk
identik dengan sifat dan sesuatu yang unik, khas dan istimewa yang tidak dimiliki
oleh produk lainnya. Biasanya karakteristik yang melekat dalam suatu produk
merupakan hasil pengembangan dan penyempurnaan secara terus menerus
2.7.3. Desain produk (product design)
Desain memiliki konsep yang lebih luas daripada gaya (style), desain
selain mempertimbangkan faktor penampilan, juga untuk bertujuan memperbaiki
kinerja produk, mengurangi biaya produksi, dan menambah keunggulan bersaing.
Desain atau rancangan adalah totalitas keistimewaan yang mempengaruhi
penampilan fungsi produk dari segi kebutuhan pelanggan.
2.8. Pemasaran
Pemasaran
dengan
kebutuhan

dimulai
pemenuhan

manusia

yang

25

kemudian bertumbuh menjadi
keinginan manusia. Proses
dalam pemenuhan kebutuhan
dan keinginan manusia inilah
yang

menjadi

pemasaran.

konsep

Mulai

dari

pemenuhan produk (product),
penetapan

harga

(price),

pengiriman barang (place),
dan mempromosikan barang
(promotion).
pemasaran

Strategi
merupakan

hal

yang sangat penting bagi
perusahaan di mana strategi
pemasaran merupakan suatu
cara mencapai tujuan dari
sebuah

perusahaan,

potensi

untuk

karna
menjual

proposisi

terbatas

pada

jumlah

orang

yang

mengetahui

hal

tersebut.

Pemasaran merupakan
sistem

keseluruhan

dari

berbagai kegiatan bisnis atau

26

usaha yang ditujukan untuk
merencanakan,

menentukan

harga

atau

barang

jasa,

mempromosikannya,

dan

mendistribusikannya kepada
konsumen

dan

memuaskan

bisa

konsumen

(Wiliam J. Stanton).
Menurut

Jhon

w.

Mullins & Orville C. Walker,
Jr (2013:5), marketing is a
social process involving the
activities necessary to enable
individuals and organizations
to obtain what they need and
want through exchange with
others

and

to

ongoing

develop
exchange

relationship. Definisi tersebut
mengartikan
Pemasaran

bahwa
adalah

suatu

proses sosial yang melibatkan
kegiatan

yang

diperlukan

mengaktifkan individuals dan

27

organisasi

untuk

mendapatkan
mereka
inginkan

apa

yang

butuhkan

dan

melalui

bertukar

lain

dan

dengan

mengembangkan
bertukar

hubungan

berkelanjutan.

Sedangkan menurut Kotler
dan

Amstrong

pemasaran
proses

(2014:29),

adalah
yang

sebuah
dilakukan

perusahaan

untuk

membangun dan menciptakan
nilai bagi pelanggan yang
bertujuan untuk membangun
hubungan yang kuat dengan
para

pelanggan

mendapatkan

nilai

dan
dari

pelanggan itu sendiri untuk
perusahaan sebagai balasan.
2.9. Uji Validitas
Validitas sebuah alat
ukur

ditujukan

kemampuannya

dari

mengukur

28

apa yang seharusnya diukur.
Untuk

mengukur

kuisioner
kepada

yang

validitas
diberikan

responden

maka

digunakan koefisien korelasi
product

moment

menggunakan
komputer

bantuan

program

(Statistical
Sosial

dengan

SPSS

Package

for

Science)

menggunakan

dan
tingkat

signifikan ≤ 0,05 (Suliyanto,
2006, h.156).
2.10. Uji Realibilitas
Pengertian reabilitas pada dasarnya adalah sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya. Untuk mengetahui kuisioner tersebut sudah reliable
akan dilakukan pengujian reabilitas kuisioner dengan bentuan computer program
SPSS. Metode pengambilan keputusan pada uji reabilitas biasanya menggunakan
batasan 0,6 yang artinya suatu variabel dikatakan reliable jika nilai Alpha
cronbach lebih besar dari 0,6 (Duwi Priyanto, 2010, h.32)
2.11. Analisis Faktor
Analisis faktor digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan pembelian konsumen. Menurut Suliyanto (2005) proses analisis faktor
meliputi :

29

1.
2.

Menentukan variabel apa saja yang akan dianalisis.
Menguji variabel-variabel yang akan ditentukan, dengan menggunakan
metode Barlett test of sphericity serta pengukuran MSA (Measure of
Sampling Adequacy). Untuk menguji kesesuaian pemakaian analisis faktor,
digunakan metode Kaiser-Meyer-Olkin (KMO). KMO adalah uji yang
nilainya berkisar antara 0 sampai 1. Apabila nilai indeks tinggi (berkisar
antara 0,5 sampai 1,0), analisis faktor layak dilakukan. Sebaliknya, apabila
nilai KMO dibawah 0,5 maka analisis faktor tidak layak dilakukan ditolak.
Untuk menentukan apakah proses pengambilan sampel sudah memadai atau
tidak digunakan pengukuran Measure of Sampling Adequacy (MSA). Angka
MSA berkisar antara 0 sampai 1, dengan kriteria:
a. MSA=1, variabel dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang

3.

b.

lain.
MSA>0,5, variabel masih dapat diprediksi dan dapat dianalisis lebih

c.

lanjut.
MSA