FAKTO FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN
ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK
GORENG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK
STUDI KASUS : IBU-IBU RUMAH TANGGA KECAMATAN
KUALA SIMPANG
PROPOSAL PENELITIAN
MUHAMMAD FATHEH SYUHADA
143305020009
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS AGRO TEKNOLOGI
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
MEDAN
2018
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
sawit
Tanaman
Kelapa
(Elaeis
guineensis
Jacq.) memiliki arti penting
bagi
perkembangan
perkebunan nasional. Selain
mampu
menciptakan
kesempatan
kerja
yang
mengarah pada kesejahteraan
masyarakat,
juga
sebagai
sumber
perolehan
devisa
negara.
Indonesia
adalah
negara dengan luas areal
kelapa sawit terbesar didunia,
yaitu sebesar 34,18% dari
area
produksi
(Direktorat
dunia
Jendral
Perkebunan, 2014).
Perkembangan
areal
kelapa
sawit
luas
di
Indonesia pada kurun waktu
1980-2015
cenderung
meningkat. Jika pada tahun
2
1980 luas areal kelapa sawit
Indonesia
ribu
sebesar
hektar,
294,56
maka
pada
tahun 2015 telah mencapai
11,30 juta hektar. Demikian
halnya dengan luas areal
kelapa sawit, perkembangan
produk minyak sawit (CPO)
dari
tahun
dengan
2011
2015
sampai
meningkat
sekitar 5,38 sampai dengan
8,42
persen
per
tahun,
di
tahun
2016
namun
diperkirakan menurun 0,15
persen. Pada tahun 2011
produksi
(CPO)
minyak
23,99
juta
sawit
ton,
meningkat menjadi 31,07
juta ton pada tahun 2015
atau
terjadi
peningkatan
28,48 persen (Badan Pusat
Statistik, 2016).
Produksi
kelapa
sawit di Indonesia di tahun
3
2015 tercatat sebesar 31,28
juta ton. Produksi ini berasal
dari 11,3 juta ha luas areal
perkebunan
kelapa
sawit
dimana 50,77% diantaranya
diusahakan oleh perusahaan
swasta
(PBS),
37,45%
diusahan oleh rakyat (PR)
dan sisanya diusahakan oleh
perkebunan
(PBN).
milik
Sentra
negara
produksi
kelapa sawit di Indonesia
berdasarkan rata-rata tahun
pada
2012-2016
Provinsi
Riau,
adalah
Sumatera
Utara, Kalimantan Tengah,
Sumatera Selatan, Jambi,
dan
Kalimantan
(Direktorat
Barat.
Jendral
Perkebunan, 2014-2016).
Crude
Palm
Oil
(CPO) merupakan salah satu
andalan
produk
pertanian
Indonesia baik sebagai bahan
4
baku minyak goreng maupun
komoditas
ekspor.
mencapai
Untuk
keuntungan
maksimum maka perusahaan
penghasil
CPO
perlu
berproduksi secara efisien.
Indonesia
merupakan
produsen CPO terbesar di
dunia
dengan
produksi
mencapai 30,9 juta ton pada
tahun
2015,
mengalami
nilai
ini
peningkatan
sebesar 5,47% dibandingkan
tahun
204
Apabila
(BPS,
2015).
dilihat
dari
kontibusinya, 56,33% berasal
dari
perkebunan
36,56%
dari
swasta,
perkebunan
rakyat dan 7,11% berasal dari
perkebunan milik pemerintah
(Badan Pusat Statistik, 2015).
Harga kelapa sawit
(wujud CPO) tahun 20122015 baik di pasar domestic
5
(spot Medan) maupun dipasar
dunia
(spot
Rotterdam)
cenderung
penurunan
mengalami
dari
tahun
ke
tahun. Pada bulan Desember
tahun 2015 harga CPO di
Medan sebesar Rp. 6.69,-/kg
dan di pasar dunia sebesar
USD
575/ton.
Tingkat
konsumsi minyak goreng per
kapita
pada
tahun
2015
berdasarkan hasil SUSENAS
dan
BPS
sebesar
11,23
kg/kapita,
sehingga
total
konsumsi
domestic
pada
tahun tersebut sebesar 2,87
juta ton minyak goreng atau
setara dengan 4,2 juta ton
kelapa sawit (Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian,
2016)
Produk
turunan
kelapa sawit
6
Di Indonesia sendiri minyak goreng yang paling banyak digunakan adalah
minyak goreng yang bahan bakunya dari kelapa sawit. Minyak goreng kelapa
sawit ini terbagi ke dalam dua segmen, yaitu minyak goreng bermerek dan
minyak goreng tidak bermerek atau yang biasa disebut minyak curah. Keduanya
adalah sama-sama hasil dari proses industri. Namun, berbeda dari kualitas dan
prosesnya. Untuk minyak goreng bermerek penyaringan dilakukan 2-4 kali
proses penyaringan, minyak yang jernih dan dikemas dengan merek tertentu.
Sedangkan minyak goreng tidak bermerek hanya dilakukan satu kali
penyaringan, minyak berwarna kuning keruh dan didistribusikan dalam bentuk
non kemasan. (Anonimus. 2012).
Adapun maksud dari
penelitian
yang
dilakukan
penulis yaitu Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi
Konsumen
Dalam
Pengambilan
Keputusan
Pembelian Minyak Goreng
Bermerek
dan
Tidak
Bermerek (Studi Kasus : Pada
Ibu-Ibu
Kecamatan
Simpang
Rumah
Kota
Kabupaten
Tangga
Kuala
Aceh
Tamiang).
1.2 Identifikasi Masalah
7
1. Bagaimana proses keputusan pembelian minyak gorengan bermerek dan
tidak bermerek yang dilakukan oleh konsumen ?
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam
pembelian minyak goreng bermerek dan tidak bermerek ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi proses pengambilan keputusan konsumen dalam
memilih
produk minyak goreng kemasan bermerek dan tidak
bermerek.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen
dalam pembelian produk minyak goreng bermerek dan tidak
bermerek.
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Penulis, sebagai bahan masukan informasi yang melakukan penelitian
ini sehingga tingkat keterlibatan konsumen dalam proses pengambilan
keputusan pembelian minyak goreng bermerek dan tidak bermerek. .
2. Institusi pendidikan dan pihak lain, hasil kajian ini dapat dijadikan
bahan studi kepustakaan untuk penelitian selanjutnya.
3. Masyarakat, sebagai bahan masukan pada masyarakat untuk
menambah wawasan khususnya kepada ibu-ibu rumah tangga dalam
memilih minyak goreng.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit
merupakan
tanaman
8
monokotil
yang
tergolong
dalam famili palmae dan di
golongkan
berdasarkan
ketebalan
tempurung
(cangkang) dan warna buah
(Pahan, 2012).
Dalam perekonomian
Indonesia, komoditas kelapa
sawit
memegang
peranan
yang cukup strategis karena
karena komoditas ini punya
prospek yang cerah sebagai
sumber devisa. Disamping
itu, minyak sawit merupakan
bahan baku utama minyak
goreng yang banyak dipakai
diseluruh
dunia,
sehingga
secara terus menerus mampu
menjaga
stabilitas
harga
minyak sawit. Komoditas ini
pun
mampu
pula
menciptakan
kesempatan
kerja
luas
yang
dan
9
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat (Risza, 2010).
2.2. Definisi Minyak Goreng
Minyak goreng adalah
bahan
pangan
dengan
komposisi utama trigliserida
yang
berasal
dari
bahan
nabati dengan atau tanpa
perubahan kimiawi termasuk
hidrogenasi, pendinginan dan
telah melalui proses rafinasi
atau
pemurnian
yang
digunakan untuk menggoreng
(SNI, 2013).
Minyak goreng yang
dikonsumsi sehari hari sangat
erat
kaitannya
dengan
kesehatan. Terdapat dua jenis
minyak goreng yaitu, minyak
goreng curah dan minyak
goreng kemasan. Perbedaan
minyak goreng curah dan
minyak
goreng
kemasan
terletak pada penyaringannya
10
yang berpengaruh terhadap
kualitas
minyak
goreng.
Minyak
goreng
kemasan
mengalami
dua
penyaringan
minyak
mengalami
kali
sedangkan
goreng
curah
satu
kali
penyaringan (Kukuh, 2010).
Minyak Goreng
Produsen
PT. Sinar Alam Permai – Wilmar
Grup
Sania
PT. Multimas Nabati Asahan –
Wilmar Grup
Sari Murni
PT. Mikie Oleo Nabati – Musim mas
Grup
SunCo
PT. Bina Karya Prima
ForVita
PT. Bina Karya Prima
Tropical
PT. Bina Karya Prima
FraisWell
PT. SMART
Mitra
PT. SMART
Kunci Mas
PT. SMART
Filma
PT. Salim Grup
Bimoli Classic
PT. Salim Grup
Bimoli Spesial
PT. Salim Grup
Rose Brand
PT. Tunas Baru Lampung
Minya Goreng Carrefour
PT. Asian Agro Agung Jaya
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan, 2009
Fortune
Minyak goreng curah selama ini di distribusikan dalam bentuk tanpa
kemasan yang berarti bahwa minyak goreng curah sebelum digunakan banyak
terpapar oksigen. Penggunaan minyak goring dalam praktek penggorengan
dirumah tangga maupun pedagang kecil dilakukan secara berulang-ulang, hal
tersebut sangat memungkinkan terjadinya reaksi oksidasi yanglebih tinggi
(Prasetyawan,2007; Aminah danIsworo, 2009). Salah satu parameter penurunan
11
mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida.Mengingat minyak goreng curah
banyak digunakan oleh masyarakat maka perlu dilakukanpenelitian bagaimana
mutu minyak goreng curah yang digunakan secara berulang, khususnya dari
parameter bilangan peroksida dan karakteristik organoleptik bahan yang digoreng.
Minyak
goreng
merupakan
kebutuhan
masyarakat luas yang saat ini
harganya
mahal
masyarakat
sehingga
menggunakan
minyak
goreng
secara
berulang
(minyak
jelanta)
untuk menggoreng terutama
oleh
pedagang
kuliner
gorengan. Umumnya minyak
goreng
yang
diguanakn
secara
berulang
dengan
pemanasan
apalagi
tinggi
sangat tidak sehat, karena
asam lemaknya lepas dari
trigiserida
dan
jika
asam
lemak bebas (free fatty acid,
FFA)
rangkap
mengandung
maka
iktan
akan
teroksidasi menjadi aldehid
12
maupun
keton
menyebabkan
yang
bau
tengik
(Wikipedia, 2014; Ketaren S.,
1986).
Berdasarkan
penelitian
uji
kualitas
ketahanan
minyak
goreng
curah dan kemasan yang
dilakukan,
pada
penggorengan
kerupuk
selama 10 jam menghasilkan
kenaikan asam lemak bebas
0,5%
yang
minyak
menunjukkan
tidak
dapat
digunakan lagi (Budiyanto
dkk,2010).
Penelitian
lain
dilakukan tentang uji kuaitas
minyak
goreng
kemasan
dilakukan selama pemanasan
10 jam pada minyak goreng
menghasilkan
akumulasi
kenaikan radikal bebas dari
radikal bebas yang sudah ada
dan
radikal
bebas
seteah
13
pemanasan
(Sri
Murni
dkk,2012).
Menurut
standarisasi
badan
SNI
01-3741-
2013 standar mutu minyak
goreng
di
Indonesia
maksimal bilangan peroksida
10 mek 02/kg dan bilangan
asa 0,6 mg KOH/g. Minyak
goreng tidak bermerek atau
minyak goreng curah banyak
mengandung
asam
lemak,
(asam lemak jenuh: miristat
1-5%, palmit 5-15%, stearat
5-10%;
asam
lemak
tak
jenuh: oleat 70-80%, linoleat
3-11%,
1,4%),
palmitoleat
0,8-
dan
pengolahannya
proses
hanya
satu
kali penyaringan pada bagian
refiner, selanjutnya dikirim ke
penimbunan (bulking) untuk
diekspor atau dijual ke pasar
tradisional
dan
banyak
14
dikonsumsi
masyarakat
karena harganya murah dan
sebahagian
lagi
diolah
minyak
goreng
Berdasarkan
data
kebutuhan
minyak
menjadi
kemasan.
jumlah
goreng mencapai 3,2 metrik
ton per tahun dan sekitar 3%
dijual dalam bentuk minyak
goreng
(Nurition
tidak
bermerek
Foundation
For
Food Fortification, 2014).
2.3. Perilaku Konsumen
Kotler dan Keller (2011:151) mengatakan perilaku konsumen adalah studi
tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli,
menggunakan, dan menghabiskan barang, jasa, ide atau pengalaman untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
2.4. Faktor-faktor yang memperngaruhi Keputusan Pembelian
Menurut Kotler dan Keller (2009) perilaku pembeian konsumen dipengaruhi oleh
faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis.
2.4.1. Faktor Budaya
15
Faktor budaya mempunyai pengaruh yang paling besar dan luas terhadap perilaku
konsumen. Seperangkat nilai, persepsi, prefensi, dan perilaku diperoleh dari
keluarga dan lembaga penting lainnya.
2.4.2. Faktor Sosial
Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok
refrensi/acuan, keluarga, serta peran dan status sosial.
2.4.3. Faktor Pribadi
Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karaakteristik pribadi. Karakteristik
tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi,
gaya hidup, nilai, kepribadian dan konsep diri pembeli.
2.4.4. Faktor Psikologis
Kebutuhan yang bersifat psikologis adalah kebutuhan yang timbul dari keadaan
fisiologis tertentu seperti kebutuhan untuk diakui, harga diri, atau kebutuhan
untuk diterima oleh lingkungannya.
2.5. Keputusan Pembelian
Keputusan membeli atau tidak merupakan bagian dari unsur yang melekat
pada diri individu konsumen yang disebut behavior dimana ia merujuk kepada
tindakan fisik yang nyata dapat dilihat dan diukur oleh orang lain
(Nitisusastro,2012, h.195). Tahap- tahap keputusan pembelian adalahsebagai
berikut (Kotler dan Amstrong, 2009, h.179).
Pengenalan
Masalah
Pencarian
Informasi
Evaluasi
Alternatif
Keputusan
Pembelian
Prilaku
setelah
pembelian
2.5.1. Pengenalan Masalah
16
Proses
dimulai
pembelian
saat
konsumen
mengenali sebuah masalah
atau
kebutuhan.
Menurut
Kotler dan Keller (2007),
kebutuhan dapat dicetuskan
oleh stimulus, baik internal
maupun eksternal. Stimulus
internal adalah
kebutuhan
dasar yang timbul dari dalam
seperti
lapar,
haus
sebagainya.
stimulus
dan
Sedangkan
eksternal
adalah
kebutuhan yang ditimbulkan
karena dorongan eksternal.
Para
pemasar
mengidentifikasi
yang
memicu
tertentu,
mengumpulkan
perlu
keadaan
kebutuhan
dengan
informasi
dari sejumlah konsumen dan
menyusun strategi pemasran
yang tepat.
17
Sedangkan
menurut
Sumarwan
(2010),
pengenalan kebutuhan atau
masalah
muncul
ketika
konsumen menghadapi suatu
masalah, yaitu suatu keadaan
dimana terdapat perbedaan
antara
keadaan
yang
diinginkan dan keadaan yang
sebenarnya terjadi.
2.5.2. Pencarian Informasi
Konsumen
terangsang
yang
kebutuhannya
akan terdorong untuk mencari
informasi yang lebih banyak.
Menurut Kotler dan Keller
(2007), rangsangan tersebut
terbagi menjadi dua level,
situasi pencarian informasi
yang lebih ringan dinamakan
penguatan
perhatian,
pada
level ini orang hanya sekadar
lebih peka terhadap informasi
produk.
Pada
level
18
selanjutnya, orang tersebut
akan aktif mencari informasi
seperti mencari bahan bacaan,
menelepon
teman,
mengunjungi
dan
toko
untuk
mempelajari produk tersebut.
Sedangkan
menurut
Sumarwan (2010) pencarian
informasi
mulai
dilakukan
ketika konsumen memandang
bahwa
kebutuhan
tersebut
bisa
dipenuhi
dengan
membeli dan mengkonsumsi
suatu
produk.
Konsumen
akan mencari informasi yang
disimpan di dalam ingatannya
(pencarian
internal)
dan
mencari informasi dari luar
(pencarianeksternal).
2.5.3. Evaluasi Alternatif
Menurut Kotler dan Keller (2007), tidak ada proses evaluasi tunggal
sederhana yang digunakan oleh semua konsumen atau satu konsumen dalam
semua situasi pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan
model-model terbaru yang memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses
19
yang berorientasi kognitif. Yaitu, model tersebut menganggap konsumen
membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional.
Mendefinisikan
evaluasi alternatif adalah
proses mengevaluasi pilihan
produk dan merek dan
memilihnya sesuai dengan
yang diinginkan konsumen.
Pada proses evaluasi
alternatif, konsumen
membandingkan berbagai
pilihan yang dapat
memecahkan masalah yang di
hadapinya (Sumarwan, 2010).
2.5.4. Keputusan Pembelian
Menurut kotler dan
amstrong
(2016)
mendefinisikan
keputusan
pembelian sebagai berikut:
consumer behavior is the
study
groups,
of
hoe
and
individual,
organizations
select buy, use, and dipose of
goods, services, ideas, or
20
experiences to satisfy their
needs
and
wants,
yang
artinya keputusan pembelian
merupakan
bagian
dari
perilaku konsumen perilaku
konsumen yaitu studi tentang
bagaiman
individu,
kelompok,
dan
memilih,
organisasi
membeli,
menggunakan, dan bagaiman
barang,
jasa,
pengalaman
ide
atau
untuk
memuaskan kebutuhan dan
keinginan mereka.
Keputusan pembeli tidak terpisahkan dari bagimana sifat seorang
konsumen ( consumer behavior ) sehingga masing – masing konsumen memiliki
kebiasaan yang berbeda dalam melakukan pembelian, pilihan produk, pilihan
merek, pilihan penyalur, waktu pembelian, jumlah pembelian, metode
pembayaran.
2.5.5 Perilaku Setelah Pembelian
Setelah membeli suatu
produk, konsumen mungkin
mengalami
ketidaksesuaian
karena memerhatikan fitur -
21
fitur
tertentu
yang
mengganggu atau mendengar
hal-hal yang menyenangkan
tentang merek lain, dan akan
selalu
siaga
terhadap
informasi yang mendukung
keputusannya
(Kotler
dan
Keller, 2007). Sehingga tugas
pemasar tidak cukup berakhir
saat
produk
pemasar
dibeli,
harus
para
memantau
kepuasan pasca pembelian,
tindakan pasca pembelian,
dan pemakaian produk pasca
pembelian.
2.6. Produk
Produk memiliki arti
penting
bagi
perusahaan
karena tanpa adanya produk,
perusahaan tidak akan dapat
melaukan
apapun
dari
usahanya.
Pembeli
akan
membeli produk kalau ia
merasa cocok, karena itu
22
produk
harus
dengan
keinginan
kebutuhan
disesuaikan
ataupun
pembeli
agar
pemasaran produk berhasil.
Produk
didefinisikan
Kotler
dan
oleh
Amstrong
(2014:25) sebagai berikut: A
product as anything thet can
be offered to a market for
attention, acquisition, use, or
consumption
that
might
satisfy a want or need. Arti
dari definisi tersebut adalah
segala sesuatu yang dapat
ditawarkan kepada pasar agar
menarik perhatian, akusisi,
penggunaan, atau konsumsi
yang dapat memuaskan suatu
keinginan
atau
kebutuhan.
Perusahaan harus memiliki
keunggulan
tersendiri
dan
nilai tambah atas produknya
agar
produknya
keinginan
memiliki
dibandingkan
23
dengan
perusahaan
lain.
konsumen
akan
Sehingga
tetap
memilih
perusahaan
produk
tersebut
dibandingkan produk lain.
2.7. Atribut Produk
Dalam hal produk perusahaan harus mampu mengembangkan suatu
produk yang mencakup manfaat yang akan disampaikan pada konsumen. Produk
yang baik mempunyai peluang lebih besar untuk direspon dengan baik oleh
konsumen. Penempatan posisi produk yang tepat dibenak konsumen, terutama
melalui pengembangan atribut produk menjadi salah satu kunci keberhasilan
pemasaran dari sebuah produk. Atribut-atribut produk dipandang sebagai faktor
yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen, yang mana semakin
lengkap dan komplit atribut sebuah produk, semakin besar peluang produk
tersebut untuk diminati konsumen. Philip Kotler dan Gary Armstrong(2012:272)
mendefinisikan Atribut produk adalah pengembangan suatu produk atau jasa
melibatkan manfaat yang akan ditawarkan produk atau jasa tersebut.
Menurut Kotler dan Amstong (2012:99) mengelompokan atribut produk kepada
tiga unsur penting, yaitu kualitas produk (product quality), fitur produk (product
features),dan desain produk (Product design).
2.7.1. Kualitas produk (Produk quality)
Kualitas produk menunjukan kemampuan suatu produk untuk melakukan
fungsi-fungsinya. Kemampuan itu meliputi daya tahan, kehandalan,ketelitian yang
dihasilkan, kemudahan dioperasikan dan diperbaiki, dan atribut lain yang berharga
24
pada produk secara keseluruhan. Agar dapat bersaing di pasar secara berhasil
produk harus memiliki mutu yang superior dibandingkan dengan produk
-produk pesaing lainya. Mutu harus diukur dari segi persepsi pembeli. Banyak
perusahaan menjadikan suatu mutu sebagai senjata strategi yang ampuh. Mutu
strategi menyangkut usaha memperoleh keunggulan lebih dari pesaing dengan
secara konsisten menawarkan produk dan jasa memenuhi kebutuhan dan
keiinginan serta preferensi mutu konsumen.
2.7.2. Fitur Produk (Product features)
Fitur produk merupakan sarana kompetitif untuk membedakan produk satu
dengan produk-produk pesaing. Fitur produk adalah alat untuk bersaing yang
membedakan produk suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Fitur produk
identik dengan sifat dan sesuatu yang unik, khas dan istimewa yang tidak dimiliki
oleh produk lainnya. Biasanya karakteristik yang melekat dalam suatu produk
merupakan hasil pengembangan dan penyempurnaan secara terus menerus
2.7.3. Desain produk (product design)
Desain memiliki konsep yang lebih luas daripada gaya (style), desain
selain mempertimbangkan faktor penampilan, juga untuk bertujuan memperbaiki
kinerja produk, mengurangi biaya produksi, dan menambah keunggulan bersaing.
Desain atau rancangan adalah totalitas keistimewaan yang mempengaruhi
penampilan fungsi produk dari segi kebutuhan pelanggan.
2.8. Pemasaran
Pemasaran
dengan
kebutuhan
dimulai
pemenuhan
manusia
yang
25
kemudian bertumbuh menjadi
keinginan manusia. Proses
dalam pemenuhan kebutuhan
dan keinginan manusia inilah
yang
menjadi
pemasaran.
konsep
Mulai
dari
pemenuhan produk (product),
penetapan
harga
(price),
pengiriman barang (place),
dan mempromosikan barang
(promotion).
pemasaran
Strategi
merupakan
hal
yang sangat penting bagi
perusahaan di mana strategi
pemasaran merupakan suatu
cara mencapai tujuan dari
sebuah
perusahaan,
potensi
untuk
karna
menjual
proposisi
terbatas
pada
jumlah
orang
yang
mengetahui
hal
tersebut.
Pemasaran merupakan
sistem
keseluruhan
dari
berbagai kegiatan bisnis atau
26
usaha yang ditujukan untuk
merencanakan,
menentukan
harga
atau
barang
jasa,
mempromosikannya,
dan
mendistribusikannya kepada
konsumen
dan
memuaskan
bisa
konsumen
(Wiliam J. Stanton).
Menurut
Jhon
w.
Mullins & Orville C. Walker,
Jr (2013:5), marketing is a
social process involving the
activities necessary to enable
individuals and organizations
to obtain what they need and
want through exchange with
others
and
to
ongoing
develop
exchange
relationship. Definisi tersebut
mengartikan
Pemasaran
bahwa
adalah
suatu
proses sosial yang melibatkan
kegiatan
yang
diperlukan
mengaktifkan individuals dan
27
organisasi
untuk
mendapatkan
mereka
inginkan
apa
yang
butuhkan
dan
melalui
bertukar
lain
dan
dengan
mengembangkan
bertukar
hubungan
berkelanjutan.
Sedangkan menurut Kotler
dan
Amstrong
pemasaran
proses
(2014:29),
adalah
yang
sebuah
dilakukan
perusahaan
untuk
membangun dan menciptakan
nilai bagi pelanggan yang
bertujuan untuk membangun
hubungan yang kuat dengan
para
pelanggan
mendapatkan
nilai
dan
dari
pelanggan itu sendiri untuk
perusahaan sebagai balasan.
2.9. Uji Validitas
Validitas sebuah alat
ukur
ditujukan
kemampuannya
dari
mengukur
28
apa yang seharusnya diukur.
Untuk
mengukur
kuisioner
kepada
yang
validitas
diberikan
responden
maka
digunakan koefisien korelasi
product
moment
menggunakan
komputer
bantuan
program
(Statistical
Sosial
dengan
SPSS
Package
for
Science)
menggunakan
dan
tingkat
signifikan ≤ 0,05 (Suliyanto,
2006, h.156).
2.10. Uji Realibilitas
Pengertian reabilitas pada dasarnya adalah sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya. Untuk mengetahui kuisioner tersebut sudah reliable
akan dilakukan pengujian reabilitas kuisioner dengan bentuan computer program
SPSS. Metode pengambilan keputusan pada uji reabilitas biasanya menggunakan
batasan 0,6 yang artinya suatu variabel dikatakan reliable jika nilai Alpha
cronbach lebih besar dari 0,6 (Duwi Priyanto, 2010, h.32)
2.11. Analisis Faktor
Analisis faktor digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan pembelian konsumen. Menurut Suliyanto (2005) proses analisis faktor
meliputi :
29
1.
2.
Menentukan variabel apa saja yang akan dianalisis.
Menguji variabel-variabel yang akan ditentukan, dengan menggunakan
metode Barlett test of sphericity serta pengukuran MSA (Measure of
Sampling Adequacy). Untuk menguji kesesuaian pemakaian analisis faktor,
digunakan metode Kaiser-Meyer-Olkin (KMO). KMO adalah uji yang
nilainya berkisar antara 0 sampai 1. Apabila nilai indeks tinggi (berkisar
antara 0,5 sampai 1,0), analisis faktor layak dilakukan. Sebaliknya, apabila
nilai KMO dibawah 0,5 maka analisis faktor tidak layak dilakukan ditolak.
Untuk menentukan apakah proses pengambilan sampel sudah memadai atau
tidak digunakan pengukuran Measure of Sampling Adequacy (MSA). Angka
MSA berkisar antara 0 sampai 1, dengan kriteria:
a. MSA=1, variabel dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang
3.
b.
lain.
MSA>0,5, variabel masih dapat diprediksi dan dapat dianalisis lebih
c.
lanjut.
MSA
KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK
GORENG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK
STUDI KASUS : IBU-IBU RUMAH TANGGA KECAMATAN
KUALA SIMPANG
PROPOSAL PENELITIAN
MUHAMMAD FATHEH SYUHADA
143305020009
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS AGRO TEKNOLOGI
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
MEDAN
2018
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
sawit
Tanaman
Kelapa
(Elaeis
guineensis
Jacq.) memiliki arti penting
bagi
perkembangan
perkebunan nasional. Selain
mampu
menciptakan
kesempatan
kerja
yang
mengarah pada kesejahteraan
masyarakat,
juga
sebagai
sumber
perolehan
devisa
negara.
Indonesia
adalah
negara dengan luas areal
kelapa sawit terbesar didunia,
yaitu sebesar 34,18% dari
area
produksi
(Direktorat
dunia
Jendral
Perkebunan, 2014).
Perkembangan
areal
kelapa
sawit
luas
di
Indonesia pada kurun waktu
1980-2015
cenderung
meningkat. Jika pada tahun
2
1980 luas areal kelapa sawit
Indonesia
ribu
sebesar
hektar,
294,56
maka
pada
tahun 2015 telah mencapai
11,30 juta hektar. Demikian
halnya dengan luas areal
kelapa sawit, perkembangan
produk minyak sawit (CPO)
dari
tahun
dengan
2011
2015
sampai
meningkat
sekitar 5,38 sampai dengan
8,42
persen
per
tahun,
di
tahun
2016
namun
diperkirakan menurun 0,15
persen. Pada tahun 2011
produksi
(CPO)
minyak
23,99
juta
sawit
ton,
meningkat menjadi 31,07
juta ton pada tahun 2015
atau
terjadi
peningkatan
28,48 persen (Badan Pusat
Statistik, 2016).
Produksi
kelapa
sawit di Indonesia di tahun
3
2015 tercatat sebesar 31,28
juta ton. Produksi ini berasal
dari 11,3 juta ha luas areal
perkebunan
kelapa
sawit
dimana 50,77% diantaranya
diusahakan oleh perusahaan
swasta
(PBS),
37,45%
diusahan oleh rakyat (PR)
dan sisanya diusahakan oleh
perkebunan
(PBN).
milik
Sentra
negara
produksi
kelapa sawit di Indonesia
berdasarkan rata-rata tahun
pada
2012-2016
Provinsi
Riau,
adalah
Sumatera
Utara, Kalimantan Tengah,
Sumatera Selatan, Jambi,
dan
Kalimantan
(Direktorat
Barat.
Jendral
Perkebunan, 2014-2016).
Crude
Palm
Oil
(CPO) merupakan salah satu
andalan
produk
pertanian
Indonesia baik sebagai bahan
4
baku minyak goreng maupun
komoditas
ekspor.
mencapai
Untuk
keuntungan
maksimum maka perusahaan
penghasil
CPO
perlu
berproduksi secara efisien.
Indonesia
merupakan
produsen CPO terbesar di
dunia
dengan
produksi
mencapai 30,9 juta ton pada
tahun
2015,
mengalami
nilai
ini
peningkatan
sebesar 5,47% dibandingkan
tahun
204
Apabila
(BPS,
2015).
dilihat
dari
kontibusinya, 56,33% berasal
dari
perkebunan
36,56%
dari
swasta,
perkebunan
rakyat dan 7,11% berasal dari
perkebunan milik pemerintah
(Badan Pusat Statistik, 2015).
Harga kelapa sawit
(wujud CPO) tahun 20122015 baik di pasar domestic
5
(spot Medan) maupun dipasar
dunia
(spot
Rotterdam)
cenderung
penurunan
mengalami
dari
tahun
ke
tahun. Pada bulan Desember
tahun 2015 harga CPO di
Medan sebesar Rp. 6.69,-/kg
dan di pasar dunia sebesar
USD
575/ton.
Tingkat
konsumsi minyak goreng per
kapita
pada
tahun
2015
berdasarkan hasil SUSENAS
dan
BPS
sebesar
11,23
kg/kapita,
sehingga
total
konsumsi
domestic
pada
tahun tersebut sebesar 2,87
juta ton minyak goreng atau
setara dengan 4,2 juta ton
kelapa sawit (Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian,
2016)
Produk
turunan
kelapa sawit
6
Di Indonesia sendiri minyak goreng yang paling banyak digunakan adalah
minyak goreng yang bahan bakunya dari kelapa sawit. Minyak goreng kelapa
sawit ini terbagi ke dalam dua segmen, yaitu minyak goreng bermerek dan
minyak goreng tidak bermerek atau yang biasa disebut minyak curah. Keduanya
adalah sama-sama hasil dari proses industri. Namun, berbeda dari kualitas dan
prosesnya. Untuk minyak goreng bermerek penyaringan dilakukan 2-4 kali
proses penyaringan, minyak yang jernih dan dikemas dengan merek tertentu.
Sedangkan minyak goreng tidak bermerek hanya dilakukan satu kali
penyaringan, minyak berwarna kuning keruh dan didistribusikan dalam bentuk
non kemasan. (Anonimus. 2012).
Adapun maksud dari
penelitian
yang
dilakukan
penulis yaitu Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi
Konsumen
Dalam
Pengambilan
Keputusan
Pembelian Minyak Goreng
Bermerek
dan
Tidak
Bermerek (Studi Kasus : Pada
Ibu-Ibu
Kecamatan
Simpang
Rumah
Kota
Kabupaten
Tangga
Kuala
Aceh
Tamiang).
1.2 Identifikasi Masalah
7
1. Bagaimana proses keputusan pembelian minyak gorengan bermerek dan
tidak bermerek yang dilakukan oleh konsumen ?
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam
pembelian minyak goreng bermerek dan tidak bermerek ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi proses pengambilan keputusan konsumen dalam
memilih
produk minyak goreng kemasan bermerek dan tidak
bermerek.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen
dalam pembelian produk minyak goreng bermerek dan tidak
bermerek.
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Penulis, sebagai bahan masukan informasi yang melakukan penelitian
ini sehingga tingkat keterlibatan konsumen dalam proses pengambilan
keputusan pembelian minyak goreng bermerek dan tidak bermerek. .
2. Institusi pendidikan dan pihak lain, hasil kajian ini dapat dijadikan
bahan studi kepustakaan untuk penelitian selanjutnya.
3. Masyarakat, sebagai bahan masukan pada masyarakat untuk
menambah wawasan khususnya kepada ibu-ibu rumah tangga dalam
memilih minyak goreng.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit
merupakan
tanaman
8
monokotil
yang
tergolong
dalam famili palmae dan di
golongkan
berdasarkan
ketebalan
tempurung
(cangkang) dan warna buah
(Pahan, 2012).
Dalam perekonomian
Indonesia, komoditas kelapa
sawit
memegang
peranan
yang cukup strategis karena
karena komoditas ini punya
prospek yang cerah sebagai
sumber devisa. Disamping
itu, minyak sawit merupakan
bahan baku utama minyak
goreng yang banyak dipakai
diseluruh
dunia,
sehingga
secara terus menerus mampu
menjaga
stabilitas
harga
minyak sawit. Komoditas ini
pun
mampu
pula
menciptakan
kesempatan
kerja
luas
yang
dan
9
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat (Risza, 2010).
2.2. Definisi Minyak Goreng
Minyak goreng adalah
bahan
pangan
dengan
komposisi utama trigliserida
yang
berasal
dari
bahan
nabati dengan atau tanpa
perubahan kimiawi termasuk
hidrogenasi, pendinginan dan
telah melalui proses rafinasi
atau
pemurnian
yang
digunakan untuk menggoreng
(SNI, 2013).
Minyak goreng yang
dikonsumsi sehari hari sangat
erat
kaitannya
dengan
kesehatan. Terdapat dua jenis
minyak goreng yaitu, minyak
goreng curah dan minyak
goreng kemasan. Perbedaan
minyak goreng curah dan
minyak
goreng
kemasan
terletak pada penyaringannya
10
yang berpengaruh terhadap
kualitas
minyak
goreng.
Minyak
goreng
kemasan
mengalami
dua
penyaringan
minyak
mengalami
kali
sedangkan
goreng
curah
satu
kali
penyaringan (Kukuh, 2010).
Minyak Goreng
Produsen
PT. Sinar Alam Permai – Wilmar
Grup
Sania
PT. Multimas Nabati Asahan –
Wilmar Grup
Sari Murni
PT. Mikie Oleo Nabati – Musim mas
Grup
SunCo
PT. Bina Karya Prima
ForVita
PT. Bina Karya Prima
Tropical
PT. Bina Karya Prima
FraisWell
PT. SMART
Mitra
PT. SMART
Kunci Mas
PT. SMART
Filma
PT. Salim Grup
Bimoli Classic
PT. Salim Grup
Bimoli Spesial
PT. Salim Grup
Rose Brand
PT. Tunas Baru Lampung
Minya Goreng Carrefour
PT. Asian Agro Agung Jaya
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan, 2009
Fortune
Minyak goreng curah selama ini di distribusikan dalam bentuk tanpa
kemasan yang berarti bahwa minyak goreng curah sebelum digunakan banyak
terpapar oksigen. Penggunaan minyak goring dalam praktek penggorengan
dirumah tangga maupun pedagang kecil dilakukan secara berulang-ulang, hal
tersebut sangat memungkinkan terjadinya reaksi oksidasi yanglebih tinggi
(Prasetyawan,2007; Aminah danIsworo, 2009). Salah satu parameter penurunan
11
mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida.Mengingat minyak goreng curah
banyak digunakan oleh masyarakat maka perlu dilakukanpenelitian bagaimana
mutu minyak goreng curah yang digunakan secara berulang, khususnya dari
parameter bilangan peroksida dan karakteristik organoleptik bahan yang digoreng.
Minyak
goreng
merupakan
kebutuhan
masyarakat luas yang saat ini
harganya
mahal
masyarakat
sehingga
menggunakan
minyak
goreng
secara
berulang
(minyak
jelanta)
untuk menggoreng terutama
oleh
pedagang
kuliner
gorengan. Umumnya minyak
goreng
yang
diguanakn
secara
berulang
dengan
pemanasan
apalagi
tinggi
sangat tidak sehat, karena
asam lemaknya lepas dari
trigiserida
dan
jika
asam
lemak bebas (free fatty acid,
FFA)
rangkap
mengandung
maka
iktan
akan
teroksidasi menjadi aldehid
12
maupun
keton
menyebabkan
yang
bau
tengik
(Wikipedia, 2014; Ketaren S.,
1986).
Berdasarkan
penelitian
uji
kualitas
ketahanan
minyak
goreng
curah dan kemasan yang
dilakukan,
pada
penggorengan
kerupuk
selama 10 jam menghasilkan
kenaikan asam lemak bebas
0,5%
yang
minyak
menunjukkan
tidak
dapat
digunakan lagi (Budiyanto
dkk,2010).
Penelitian
lain
dilakukan tentang uji kuaitas
minyak
goreng
kemasan
dilakukan selama pemanasan
10 jam pada minyak goreng
menghasilkan
akumulasi
kenaikan radikal bebas dari
radikal bebas yang sudah ada
dan
radikal
bebas
seteah
13
pemanasan
(Sri
Murni
dkk,2012).
Menurut
standarisasi
badan
SNI
01-3741-
2013 standar mutu minyak
goreng
di
Indonesia
maksimal bilangan peroksida
10 mek 02/kg dan bilangan
asa 0,6 mg KOH/g. Minyak
goreng tidak bermerek atau
minyak goreng curah banyak
mengandung
asam
lemak,
(asam lemak jenuh: miristat
1-5%, palmit 5-15%, stearat
5-10%;
asam
lemak
tak
jenuh: oleat 70-80%, linoleat
3-11%,
1,4%),
palmitoleat
0,8-
dan
pengolahannya
proses
hanya
satu
kali penyaringan pada bagian
refiner, selanjutnya dikirim ke
penimbunan (bulking) untuk
diekspor atau dijual ke pasar
tradisional
dan
banyak
14
dikonsumsi
masyarakat
karena harganya murah dan
sebahagian
lagi
diolah
minyak
goreng
Berdasarkan
data
kebutuhan
minyak
menjadi
kemasan.
jumlah
goreng mencapai 3,2 metrik
ton per tahun dan sekitar 3%
dijual dalam bentuk minyak
goreng
(Nurition
tidak
bermerek
Foundation
For
Food Fortification, 2014).
2.3. Perilaku Konsumen
Kotler dan Keller (2011:151) mengatakan perilaku konsumen adalah studi
tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli,
menggunakan, dan menghabiskan barang, jasa, ide atau pengalaman untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
2.4. Faktor-faktor yang memperngaruhi Keputusan Pembelian
Menurut Kotler dan Keller (2009) perilaku pembeian konsumen dipengaruhi oleh
faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis.
2.4.1. Faktor Budaya
15
Faktor budaya mempunyai pengaruh yang paling besar dan luas terhadap perilaku
konsumen. Seperangkat nilai, persepsi, prefensi, dan perilaku diperoleh dari
keluarga dan lembaga penting lainnya.
2.4.2. Faktor Sosial
Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok
refrensi/acuan, keluarga, serta peran dan status sosial.
2.4.3. Faktor Pribadi
Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karaakteristik pribadi. Karakteristik
tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi,
gaya hidup, nilai, kepribadian dan konsep diri pembeli.
2.4.4. Faktor Psikologis
Kebutuhan yang bersifat psikologis adalah kebutuhan yang timbul dari keadaan
fisiologis tertentu seperti kebutuhan untuk diakui, harga diri, atau kebutuhan
untuk diterima oleh lingkungannya.
2.5. Keputusan Pembelian
Keputusan membeli atau tidak merupakan bagian dari unsur yang melekat
pada diri individu konsumen yang disebut behavior dimana ia merujuk kepada
tindakan fisik yang nyata dapat dilihat dan diukur oleh orang lain
(Nitisusastro,2012, h.195). Tahap- tahap keputusan pembelian adalahsebagai
berikut (Kotler dan Amstrong, 2009, h.179).
Pengenalan
Masalah
Pencarian
Informasi
Evaluasi
Alternatif
Keputusan
Pembelian
Prilaku
setelah
pembelian
2.5.1. Pengenalan Masalah
16
Proses
dimulai
pembelian
saat
konsumen
mengenali sebuah masalah
atau
kebutuhan.
Menurut
Kotler dan Keller (2007),
kebutuhan dapat dicetuskan
oleh stimulus, baik internal
maupun eksternal. Stimulus
internal adalah
kebutuhan
dasar yang timbul dari dalam
seperti
lapar,
haus
sebagainya.
stimulus
dan
Sedangkan
eksternal
adalah
kebutuhan yang ditimbulkan
karena dorongan eksternal.
Para
pemasar
mengidentifikasi
yang
memicu
tertentu,
mengumpulkan
perlu
keadaan
kebutuhan
dengan
informasi
dari sejumlah konsumen dan
menyusun strategi pemasran
yang tepat.
17
Sedangkan
menurut
Sumarwan
(2010),
pengenalan kebutuhan atau
masalah
muncul
ketika
konsumen menghadapi suatu
masalah, yaitu suatu keadaan
dimana terdapat perbedaan
antara
keadaan
yang
diinginkan dan keadaan yang
sebenarnya terjadi.
2.5.2. Pencarian Informasi
Konsumen
terangsang
yang
kebutuhannya
akan terdorong untuk mencari
informasi yang lebih banyak.
Menurut Kotler dan Keller
(2007), rangsangan tersebut
terbagi menjadi dua level,
situasi pencarian informasi
yang lebih ringan dinamakan
penguatan
perhatian,
pada
level ini orang hanya sekadar
lebih peka terhadap informasi
produk.
Pada
level
18
selanjutnya, orang tersebut
akan aktif mencari informasi
seperti mencari bahan bacaan,
menelepon
teman,
mengunjungi
dan
toko
untuk
mempelajari produk tersebut.
Sedangkan
menurut
Sumarwan (2010) pencarian
informasi
mulai
dilakukan
ketika konsumen memandang
bahwa
kebutuhan
tersebut
bisa
dipenuhi
dengan
membeli dan mengkonsumsi
suatu
produk.
Konsumen
akan mencari informasi yang
disimpan di dalam ingatannya
(pencarian
internal)
dan
mencari informasi dari luar
(pencarianeksternal).
2.5.3. Evaluasi Alternatif
Menurut Kotler dan Keller (2007), tidak ada proses evaluasi tunggal
sederhana yang digunakan oleh semua konsumen atau satu konsumen dalam
semua situasi pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan
model-model terbaru yang memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses
19
yang berorientasi kognitif. Yaitu, model tersebut menganggap konsumen
membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional.
Mendefinisikan
evaluasi alternatif adalah
proses mengevaluasi pilihan
produk dan merek dan
memilihnya sesuai dengan
yang diinginkan konsumen.
Pada proses evaluasi
alternatif, konsumen
membandingkan berbagai
pilihan yang dapat
memecahkan masalah yang di
hadapinya (Sumarwan, 2010).
2.5.4. Keputusan Pembelian
Menurut kotler dan
amstrong
(2016)
mendefinisikan
keputusan
pembelian sebagai berikut:
consumer behavior is the
study
groups,
of
hoe
and
individual,
organizations
select buy, use, and dipose of
goods, services, ideas, or
20
experiences to satisfy their
needs
and
wants,
yang
artinya keputusan pembelian
merupakan
bagian
dari
perilaku konsumen perilaku
konsumen yaitu studi tentang
bagaiman
individu,
kelompok,
dan
memilih,
organisasi
membeli,
menggunakan, dan bagaiman
barang,
jasa,
pengalaman
ide
atau
untuk
memuaskan kebutuhan dan
keinginan mereka.
Keputusan pembeli tidak terpisahkan dari bagimana sifat seorang
konsumen ( consumer behavior ) sehingga masing – masing konsumen memiliki
kebiasaan yang berbeda dalam melakukan pembelian, pilihan produk, pilihan
merek, pilihan penyalur, waktu pembelian, jumlah pembelian, metode
pembayaran.
2.5.5 Perilaku Setelah Pembelian
Setelah membeli suatu
produk, konsumen mungkin
mengalami
ketidaksesuaian
karena memerhatikan fitur -
21
fitur
tertentu
yang
mengganggu atau mendengar
hal-hal yang menyenangkan
tentang merek lain, dan akan
selalu
siaga
terhadap
informasi yang mendukung
keputusannya
(Kotler
dan
Keller, 2007). Sehingga tugas
pemasar tidak cukup berakhir
saat
produk
pemasar
dibeli,
harus
para
memantau
kepuasan pasca pembelian,
tindakan pasca pembelian,
dan pemakaian produk pasca
pembelian.
2.6. Produk
Produk memiliki arti
penting
bagi
perusahaan
karena tanpa adanya produk,
perusahaan tidak akan dapat
melaukan
apapun
dari
usahanya.
Pembeli
akan
membeli produk kalau ia
merasa cocok, karena itu
22
produk
harus
dengan
keinginan
kebutuhan
disesuaikan
ataupun
pembeli
agar
pemasaran produk berhasil.
Produk
didefinisikan
Kotler
dan
oleh
Amstrong
(2014:25) sebagai berikut: A
product as anything thet can
be offered to a market for
attention, acquisition, use, or
consumption
that
might
satisfy a want or need. Arti
dari definisi tersebut adalah
segala sesuatu yang dapat
ditawarkan kepada pasar agar
menarik perhatian, akusisi,
penggunaan, atau konsumsi
yang dapat memuaskan suatu
keinginan
atau
kebutuhan.
Perusahaan harus memiliki
keunggulan
tersendiri
dan
nilai tambah atas produknya
agar
produknya
keinginan
memiliki
dibandingkan
23
dengan
perusahaan
lain.
konsumen
akan
Sehingga
tetap
memilih
perusahaan
produk
tersebut
dibandingkan produk lain.
2.7. Atribut Produk
Dalam hal produk perusahaan harus mampu mengembangkan suatu
produk yang mencakup manfaat yang akan disampaikan pada konsumen. Produk
yang baik mempunyai peluang lebih besar untuk direspon dengan baik oleh
konsumen. Penempatan posisi produk yang tepat dibenak konsumen, terutama
melalui pengembangan atribut produk menjadi salah satu kunci keberhasilan
pemasaran dari sebuah produk. Atribut-atribut produk dipandang sebagai faktor
yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen, yang mana semakin
lengkap dan komplit atribut sebuah produk, semakin besar peluang produk
tersebut untuk diminati konsumen. Philip Kotler dan Gary Armstrong(2012:272)
mendefinisikan Atribut produk adalah pengembangan suatu produk atau jasa
melibatkan manfaat yang akan ditawarkan produk atau jasa tersebut.
Menurut Kotler dan Amstong (2012:99) mengelompokan atribut produk kepada
tiga unsur penting, yaitu kualitas produk (product quality), fitur produk (product
features),dan desain produk (Product design).
2.7.1. Kualitas produk (Produk quality)
Kualitas produk menunjukan kemampuan suatu produk untuk melakukan
fungsi-fungsinya. Kemampuan itu meliputi daya tahan, kehandalan,ketelitian yang
dihasilkan, kemudahan dioperasikan dan diperbaiki, dan atribut lain yang berharga
24
pada produk secara keseluruhan. Agar dapat bersaing di pasar secara berhasil
produk harus memiliki mutu yang superior dibandingkan dengan produk
-produk pesaing lainya. Mutu harus diukur dari segi persepsi pembeli. Banyak
perusahaan menjadikan suatu mutu sebagai senjata strategi yang ampuh. Mutu
strategi menyangkut usaha memperoleh keunggulan lebih dari pesaing dengan
secara konsisten menawarkan produk dan jasa memenuhi kebutuhan dan
keiinginan serta preferensi mutu konsumen.
2.7.2. Fitur Produk (Product features)
Fitur produk merupakan sarana kompetitif untuk membedakan produk satu
dengan produk-produk pesaing. Fitur produk adalah alat untuk bersaing yang
membedakan produk suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Fitur produk
identik dengan sifat dan sesuatu yang unik, khas dan istimewa yang tidak dimiliki
oleh produk lainnya. Biasanya karakteristik yang melekat dalam suatu produk
merupakan hasil pengembangan dan penyempurnaan secara terus menerus
2.7.3. Desain produk (product design)
Desain memiliki konsep yang lebih luas daripada gaya (style), desain
selain mempertimbangkan faktor penampilan, juga untuk bertujuan memperbaiki
kinerja produk, mengurangi biaya produksi, dan menambah keunggulan bersaing.
Desain atau rancangan adalah totalitas keistimewaan yang mempengaruhi
penampilan fungsi produk dari segi kebutuhan pelanggan.
2.8. Pemasaran
Pemasaran
dengan
kebutuhan
dimulai
pemenuhan
manusia
yang
25
kemudian bertumbuh menjadi
keinginan manusia. Proses
dalam pemenuhan kebutuhan
dan keinginan manusia inilah
yang
menjadi
pemasaran.
konsep
Mulai
dari
pemenuhan produk (product),
penetapan
harga
(price),
pengiriman barang (place),
dan mempromosikan barang
(promotion).
pemasaran
Strategi
merupakan
hal
yang sangat penting bagi
perusahaan di mana strategi
pemasaran merupakan suatu
cara mencapai tujuan dari
sebuah
perusahaan,
potensi
untuk
karna
menjual
proposisi
terbatas
pada
jumlah
orang
yang
mengetahui
hal
tersebut.
Pemasaran merupakan
sistem
keseluruhan
dari
berbagai kegiatan bisnis atau
26
usaha yang ditujukan untuk
merencanakan,
menentukan
harga
atau
barang
jasa,
mempromosikannya,
dan
mendistribusikannya kepada
konsumen
dan
memuaskan
bisa
konsumen
(Wiliam J. Stanton).
Menurut
Jhon
w.
Mullins & Orville C. Walker,
Jr (2013:5), marketing is a
social process involving the
activities necessary to enable
individuals and organizations
to obtain what they need and
want through exchange with
others
and
to
ongoing
develop
exchange
relationship. Definisi tersebut
mengartikan
Pemasaran
bahwa
adalah
suatu
proses sosial yang melibatkan
kegiatan
yang
diperlukan
mengaktifkan individuals dan
27
organisasi
untuk
mendapatkan
mereka
inginkan
apa
yang
butuhkan
dan
melalui
bertukar
lain
dan
dengan
mengembangkan
bertukar
hubungan
berkelanjutan.
Sedangkan menurut Kotler
dan
Amstrong
pemasaran
proses
(2014:29),
adalah
yang
sebuah
dilakukan
perusahaan
untuk
membangun dan menciptakan
nilai bagi pelanggan yang
bertujuan untuk membangun
hubungan yang kuat dengan
para
pelanggan
mendapatkan
nilai
dan
dari
pelanggan itu sendiri untuk
perusahaan sebagai balasan.
2.9. Uji Validitas
Validitas sebuah alat
ukur
ditujukan
kemampuannya
dari
mengukur
28
apa yang seharusnya diukur.
Untuk
mengukur
kuisioner
kepada
yang
validitas
diberikan
responden
maka
digunakan koefisien korelasi
product
moment
menggunakan
komputer
bantuan
program
(Statistical
Sosial
dengan
SPSS
Package
for
Science)
menggunakan
dan
tingkat
signifikan ≤ 0,05 (Suliyanto,
2006, h.156).
2.10. Uji Realibilitas
Pengertian reabilitas pada dasarnya adalah sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya. Untuk mengetahui kuisioner tersebut sudah reliable
akan dilakukan pengujian reabilitas kuisioner dengan bentuan computer program
SPSS. Metode pengambilan keputusan pada uji reabilitas biasanya menggunakan
batasan 0,6 yang artinya suatu variabel dikatakan reliable jika nilai Alpha
cronbach lebih besar dari 0,6 (Duwi Priyanto, 2010, h.32)
2.11. Analisis Faktor
Analisis faktor digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan pembelian konsumen. Menurut Suliyanto (2005) proses analisis faktor
meliputi :
29
1.
2.
Menentukan variabel apa saja yang akan dianalisis.
Menguji variabel-variabel yang akan ditentukan, dengan menggunakan
metode Barlett test of sphericity serta pengukuran MSA (Measure of
Sampling Adequacy). Untuk menguji kesesuaian pemakaian analisis faktor,
digunakan metode Kaiser-Meyer-Olkin (KMO). KMO adalah uji yang
nilainya berkisar antara 0 sampai 1. Apabila nilai indeks tinggi (berkisar
antara 0,5 sampai 1,0), analisis faktor layak dilakukan. Sebaliknya, apabila
nilai KMO dibawah 0,5 maka analisis faktor tidak layak dilakukan ditolak.
Untuk menentukan apakah proses pengambilan sampel sudah memadai atau
tidak digunakan pengukuran Measure of Sampling Adequacy (MSA). Angka
MSA berkisar antara 0 sampai 1, dengan kriteria:
a. MSA=1, variabel dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang
3.
b.
lain.
MSA>0,5, variabel masih dapat diprediksi dan dapat dianalisis lebih
c.
lanjut.
MSA