Karakteristik Kelapa Sawit sebagai Bahan (2)
KARAKTERISTIK
KELAPA SAWIT
SEBAGAI BAHAN BAKU
BIOENERGI
Syukri M Nur
Sangatta-Kutai Timur, Februari 2014
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
02
1. Pendahuluan
Artikel ini menyajikan aspek karakteristik kelapa sawit sebagai bahan baku bioenergi. Aspek yang
dibahas sebagai bagian karakteristik bioenergi adalah agroekologi dengan informasi pendukung
distribusi luas lahan, produksi dan produktivitas kelapa sawit di Indonesia, produk-produk
perkebunan dan pabrik pengolah tandan buah segar (TBS) yang mencakup CPO (crude palm oil),
nilai kalori, estimasi produksi CPO dan limbahnya, serta penjelasan singkat upaya peningkatan
nilai kalori dengan menggunakan teknik sangrai (torrefaction).
Penulis mengharapkan bahwa informasi ini menyajikan data terkini dan memberikan inspirasi
lanjut bahwa Indonesia memiliki potensi lumbung energi besar yang berasal dari perkebunan
kelapa sawit selain berfungsi sebagai lumbung pangan.
2. Karakteristik Agroekologi Kelapa Sawit
Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis sp) merupakan komoditi andalan
ekonomi Indonesia karena selain merupakan penghasil devisa, dan
salah satu alternatif upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat
melalui pembukaan lapangan pekerjaan dan lapangan usaha.
Kelapa sawit membutuhkan syarat kondisi agroekologi yang baik
untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan optimum.
Kondisi agrolekologi yang dibutuhkan seperti lama penyinaran,
curah hujan, temperatur udara, jenis tanah, dan tingkat
kemasaman tanah.
Tanaman kelapa sawit merupakan jenis tanaman yang
membutuhkan penyinaran yang normal dimana lama penyinaran
matahari yang baik untuk kelapa sawit antara 5-7 jam/hari. Oleh
karena kebutuhan cahaya ini maka jarak tanam kelapa sawit harus
dibuat dengan ukuran 9 m x 9 m x 9 m sehingga semua tanaman
akan mendapatkan cahaya yang cukup untuk menghindari
etiolasi.
Gambar 1 Klasiikasi ilmiah kelapa sawit
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
03
Kelapa sawit memerlukan curah hujan berkisar 1.500 - 4.000 mm pertahun, sehingga kelapa
sawit akan berbuah lebih banyak di daerah dengan curah hujan yang tinggi. Dari hasil beberapa
penelitian hal ini terbukti dimana jumlah pelepah yang dihasilkan tanaman kelapa sawit yang
di tanam di Papua lebih banyak dibandingkan dengan yang di tanam di daerah Sumatera. Di
Papua Kelapa sawit dapat menghasilkan 28 – 30 pelepah pertahun sedangkan di sumatera hanya
menghasilkan 26 - 28 Pelepah setiap tahunnya.
Temperatur udara yang optimal untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 24-28oC. Jadi ketinggian
tempat yang ideal untuk kelapa sawit antara 1-500 m dpl (di atas permukaan laut). Kelembaban
udara optimum untuk tanaman kelapa sawit sekitar 80-90% dan kecepatan angin 5-6 km/jam
untuk membantu proses penyerbukan.
Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorik Kelabu, Alluvial atau
Regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Produksi kelapa sawit lebih tinggi
jika di tanam di daerah bertanah Podzolik jika dibandingkan dengan tanah berpasir dan gambut.
Tingkat keasaman (pH) tanah yang optimum untuk sawit adalah 5,0- 5,5. Kelapa sawit menghendaki
tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase (beririgasi) baik dan memiliki lapisan solum cukup
dalam (80 cm) tanpa lapisan padas. Untuk mencapai tingkat keasamaan ini maka di daerah
gambut diperlukan perlakuan pemberian pupuk Dolomit atau Kieserite dalam jumlah yang lebih
besar bila dibandingkan dengan kelapa sawit yang di tanam di tanah darat.
Kemiringan lahan kebun kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15°. Jika kemiringan lahan sudah
melebihi 15° maka diperlukan tindakan konservasi tanah berupa pembuatan terasan, tapak kuda,
rorak dan parit kaki bukit. Pertimbangan teknis juga harus dilakukan pada areal perkebunan sawit
yang menggunakan lahan gambut.
3. Distribusi, Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas
Distribusi tanaman kelapa sawit di Indonesia dapat dijumpai setiap pulau seperti Sumatera,
Kalimantan, dan Sulawesi, dan Jawa. Pada tahun 2013, dari total luas perkebunan kelapa sawit
sebesar 9,14 juta hektar, sekitar 65% berada di pulau Sumatera, disusul Kalimantan (31%), Sulawesi
(3%), kemudian Jawa dan Papua di bawah satu persen. (Lihat Gambar 2).
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
04
Gambar 2. Distribusi Perkebunan Kelapa sawit di setiap pulau di Indonesia
pada tahun 2013.
Berdasarkan data perkembangan distribusi perkebunan kelapa sawit di setiap pulau yang
disajikan pada Tabel 1, tampak bahwa pulau Sumatera telah mencapai puncak pertumbuhan,
kemudian beralih ke Pulau Kalimantan dan Sulawesi. Sementara itu untuk Pulau Jawa tidak
mampu lagi dikembangkan untuk perkebunan sawit karena bersaing dengan kebutuhan lain
dalam penggunaan lahan. Potensi yang lahan yang belum tergarap adalah Pulau Papua. Mungkin
banyak pertimbangan teknis, sosial, dan jarak yang jauh mengakibatkan pulau tersebut belum
digarap secara optimum.
Tabel 1. Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Setiap Pulau di Indonesia
Tahun 2009-2013
Nama Pulau
2009
2010
2011
2012
2013
Sumatera
5,221,824
5,641,367
5,867,176
5,913,585
5,956,955
Kalimantan
2,355,530
2,462,207
2,782,929
2,814,782
2,843,765
27,163
28,057
25,687
26,112
26,445
211,380
196,302
257,955
260,588
262,799
57,398
57,462
59,077
59,554
59,955
7,873,295
8,385,395
8,992,824
9,074,621
9,149,919
Jawa
Sulawesi
Papua
Luas Total
Sumber: Statistik Pertanian, Departemen Pertanian RI (2014).
05
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
4. Perkembangan Luas dan Produksi Kelapa Sawit
Perkebunan kelapa sawit menyebar di 22 Provinsi di empat pulau seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi
dan Papua. Berdasarkan data Departemen Pertanian RI (2014), Provinsi Riau menempati urutan tertinggi
dalam luas perkebunan sawit, kemudian disusul, Sumatera Utara dan Kalimantan Tengah.
Tujuh provinsi yang tidak memiliki lahan perkebunan Sawit adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Gambar 2).
Gambar 2.
Distribusi luas
perkebunan kelapa sawit
di setiap provinsi
di Indonesia Tahun 2013
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
06
5. Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit
Berdasarkan data yang diilustrasikan pada Gambar 3 berikut ini maka peningkatan produksi
tandan buah segar dari kelapa sawit lebih banyak disebabkan oleh pertambahan areal tanam dan
bukan pada peningkatan produktivitasnya.
Gambar 2 Perkembangan luas lahan dan produksi sawit Indonesia (2009-2013).
07
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
Produktivitas perkebunan kelapa sawit Indonesia masih pada kisaran nilai 2,5-2,7 ton/hektar
seperti yang disajikan pada Tabel 2 untuk Indonesia dan Tabel 3 untuk setiap provinsi. Kondisi ini
memerlukan perhatian tersendiri bagi pelaku usaha, terutama bagi petani yang sering mengalami
kendala modal, kesenjangan pengetahuan, dan akses untuk mendapatkan sarana produksi
pertanian.
Tabel 2. Perkembangan Luas Lahan, Produksi
dan Produktivitas Kepala Sawit Indonesia 2009-2013
Kelapa Sawit Indonesia
Lahan (Ha)
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
2009
2010
2011
2012
2013
7,873,295
8,385,395
8,992,824
9,074,621
9,149,919
19,324,294
21,958,120
23,096,542
23,521,071
24,431,639
2,454
2,619
2,568
2,592
2,670
Sumber: diolah dari Data Departemen Pertanian RI (2014).
08
Bioenergi Utama Indonesia
Tabel 3. Perkembangan luas lahan (ha) dan produksi TBS (ton) kelapa sawit di setiap provinsi di Indonesia (2009-2013)
Luas Lahan (Hektar)
No
Provinsi
2009
2010
2011
Produksi TBS (Ton)
2012
2013
2009
2010
2011
2012
2013
Aceh
2
Sumatera Utara
3
Sumatera Barat
4
Riau
5
Kepulauan Riau
2,645
8,488
8,535
8,612
8,688
187
13,367
14,501
14,733
15,492
6
Jambi
489,384
488,911
625,974
630,614
635,159
1,265,788
1,509,560
1,684,174
1,714,684
1,775,704
7
Sumatera Selatan
725,236
777,716
820,787
828,114
834,933
2,036,553
2,227,963
2,203,275
2,242,649
2,327,781
8
Kepulauan Bangka Belitung
141,897
164,482
178,408
180,161
181,869
482,206
511,330
504,268
512,195
539,819
9
Bengkulu
224,651
274,728
299,886
301,965
303,873
602,735
689,643
862,450
877,874
909,840
10
Lampung
153,160
157,402
117,673
118,634
119,482
364,862
396,587
394,813
401,952
417,041
11
Jawa Barat
12,140
12,323
9,196
9,299
9,400
24,957
23,787
16,793
17,170
17,590
12
Banten
15,023
15,734
16,491
16,813
17,045
24,674
25,972
25,956
26,561
26,941
13
Kalimantan Barat
530,575
750,948
683,276
689,060
694,447
862,515
1,102,860
1,434,171
1,459,835
1,519,143
14
Kalimantan Tengah
1,037,497
911,441
1,003,100
1,015,321
1,026,478
1,677,976
2,251,077
2,146,160
2,179,572
2,299,893
15
Kalimantan Selatan
312,719
353,724
420,158
424,754
429,096
424,309
698,702
1,044,492
1,060,919
1,118,779
16
Kalimantan Timur
474,739
446,094
676,395
685,647
693,744
553,834
800,362
805,587
819,881
855,190
17
Sulawesi Tengah
65,055
55,214
95,820
96,705
97,489
154,638
157,257
197,057
200,518
208,301
18
Sulawesi Selatan
19
Sulawesi Barat
20
21
22
Papua Barat
313,745
329,562
354,615
358,224
361,581
482,895
662,201
585,744
616,306
638,032
1,044,854
1,054,849
1,175,078
1,183,278
1,190,556
3,158,144
3,113,006
4,071,143
4,142,085
4,268,982
344,352
353,412
374,211
377,124
380,097
833,476
962,782
937,715
953,937
993,585
1,781,900
2,031,817
1,912,009
1,926,859
1,940,717
5,932,310
6,358,703
5,736,722
5,840,880
6,044,462
17,407
19,853
23,416
23,625
23,795
30,949
32,849
33,456
34,126
34,915
107,249
95,770
100,059
101,255
102,467
314,520
285,157
244,446
248,668
258,832
Sulawesi Tenggara
21,669
25,465
38,660
39,003
39,048
0
0
15,113
15,368
15,404
Papua
26,256
35,664
35,502
35,849
36,124
33,533
84,349
73,865
75,305
77,908
INDONESIA
31,142
21,798
23,575
23,705
23,831
63,233
50,606
64,641
65,853
68,005
7,873,295
8,385,395
8,992,824
9,074,621
9,149,919
19,324,294
21,958,120
23,096,542
23,521,071
24,431,639
Catatan: Tujuh provinsi di Indonesia yang tidak memiliki lahan perkebunan sawit yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah , DI Yogyakarta, Jawa
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
1
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
09
6. Pohon Industri Kelapa Sawit
Ada tiga kegunaan utama dari produk perkebunan kelapa sawit yaitu untuk bahan pangan,
kesehatan, dan bahan baku energi. Ketiga kegunaan produk sawit itu dapat diketahui dengan
memperhatikan pohon industri seperti yang disajikan pada Gambar 4.
Kegunaan produk sawit untuk makanan dapat dijumpai sesudah CPO (Crude Palm Oil) diproses
di pabrik pengolahan (reinery) CPO menjadi aneka produk seperti minyak goreng, margarine,
pengganti lemak kakao (cacao butter subsititute), minyak salad. Demikian juga untuk kesehatan,
produk sawit dapat menghasilkan sabun, dan beragam produk turunan lemak sawit menjadi fatty
alkohol, dan lain-lain.
Kegunaan produk perkebunan kelapa sawit untuk bahan baku energi dapat diperoleh dengan
mendayagunakan semua produk yang tidak digunakan untuk makanan dan kesehatan.
Berdasarkan data di pohon industri, maka dapat diperoleh bahan baku energi seperti pelepah,
tempurung (cangkang sawit), sabut, batang pohon, tandan kosong, dan limbah cairnya (POMEPalm Oil Mill Eluent).
10
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
Gambar 4. Pohon industri kelapa sawit
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
7. Bahan Baku Bioenergi
Bahan baku bioenergi dari perkebunan kelapa sawit berasal dan limbah dari perkebunan
dan pabrik pengolahan tandan buah segar menjadi CPO (crude palm oil). Skema penyediaan
bahan baku bioenergi disajikan pada Gambar 4. dimana batang dari pohon sawit tua dan daun
merupakan limbah yang berasal dari perkebunan, sedangkan, cangkang, tandan kosong, dan
POME merupakan limbah dari pabrik pengolahan buah sawit.
Gambar 4. Limbah Perkebunan dan Pabrik Pengolah Kelapa Sawit.
11
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
12
6
Ada enam macam limbah yang dapat diperoleh dari perkebunan dan pabrik kelapa sawit yaitu:
1. Tandan Kosong Sawit (TKS) - Empty Fruit Bunches (EFB)
Tandan Kosong Sawit (TKS) diperoleh setelah Tandan
Buah Segar dimasak pada tabung bertekanan untuk
mendapatkan minyak dalam sebuah proses yang
disebut sterilisasi. TKS ini umumnya dibuang dekat
pabrik pengolah sawit dan dibiarkan terurai secara alami
atau digunakan sebagai bahan pembakaran boiler atau
dibakar langsung menjadi abu dan digunakan sebagai
sumber pupuk Kalim. Untuk setiap ton TKS diperoleh 230
kg TKS.
2. Serabut Sawit - Mesocarp Fiber
Biomassa lain yang dihasilkan dari ekstraksi minyak sawit
adalah serat yang disebut serabut sawit (mesocarp iber)
yang diproduksi setelah tandan kosong mengalami
penekanan di sebuah kolom bertekanan dan mesin
penampi dan mesin depericarper. Serat sawit berbentuk
pendek dan kuning kecoklatan. Limbah ini biasanya
digunakan sebagai sumber bahan bakar untuk boiler
dalam kombinasi dengan tandan kosong dan cangkang
sawit.
3. Cangkang Kelapa Sawit (CKS) - Palm Kernel Shell
(PKS)
Cangkang kelapa sawit yang dihasilkan dari pemisahan
kacang sawit dengan cangkangnya. Kacang sawit diproses
lebih lanjut untuk menghasilkan minyak inti sawit Palm
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
kernel oil) yang berharga. Cangkang biasanya digunakan sebagai bahan bakar bersama
dengan tandang kosong dan serabut sawit. Cangkang juga digunakan untuk menganginkan
bibit polybag kelapa sawit dan pengerasan jalan di areal perkebunan kelapa sawit. Ada juga
upaya untuk mengkarbonisasi cangkang menjadi arang dan karbon aktif.
4. Batang Kelapa Sawit (BKS)- Oil Palm Trunk (OPT)
Batang kelapa sawit (OPT) yang dihasilkan dari proses
peremajaan perkebunan kelapa sawit. Pohon sawit
yang sudah tua (berumur diatas 20-25 tahun) ditebang,
kemudian diparut dan dibawa ke lapangan untuk terurai
secara alami. Sebelumnya, batang sawit tua dibakar
namun terhenti karena ada larangan untuk melakukan
pembakaran pembakaran di areal perkebunan kelapa
sawit. BKS mengandung kadar air yang sangat tinggi
(antara 60% sampai 300% tergantung pada ketinggian
dan usianya). Batang terdiri dari bahan lignoselulosa dan
memiliki potensi untuk menjadi bahan baku berharga.
5. Daun Kelapa Sawit (DKS) - Oil Palm Frond (DPF)
Daun kelapa sawit yang tersedia musiman selama
penebangan operasi dan terus menerus dari
pemangkasan selama panen buah. Daun sawit digunakan
sebagai mulsa di lapangan. Ketika mereka membusuk,
mereka melepaskan nutrisi ke dalam tanah. Selain itu,
mulsa mengurangi erosi tanah, melestarikan kelembaban
tanah, dan kegiatan peningkatan mikroorganisme. Hal
ini dapat memperbaiki struktur tanah dan sifat biokimia.
Para daun kelapa sawit kaya akan nitrogen dan dianggap
menjadi sumber pakan ruminansia.
13
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
14
6. Limbah Cair Kelapa Sawit (LCKS) - Palm Oil Mill Eluent (POME)
POME adalah cairan oleh-produk yang dihasilkan dari
pemurnian minyak mentah. Hal ini kaya nutrisi tanaman
dan sedimen yang biasanya digunakan sebagai pupuk di
perkebunan kelapa sawit.
Proses perhitungan komponen satu ton tandan buah segar
kelapa sawit menjadi komponen POME, cangkang, serat,
tandan kosong disajikan seperti Gambar 5.
Gambar 5. Neraca massa untuk pengolahan tandan buah segara kelapa sawit (Lacrosse, 2004).
Berdasarkan hasil perhitungan Global Green Synergy (2014) yang mengkaji hasil pengolahan
hampir 400 pabrik kelapa sawit di Malaysia pada tahun 2012, diperoleh perbandingan antara tanda
buah segar (TBS) dengan komponen limbah sawit seperti yang disajikan pada Tabel 4 berikut ini:
15
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
Tabel 4. Perbandingan Dalam Persen Komponen Limbah dari Tandan Buas Segar
Kelapa Sawit di Malaysia
Biomass available from Palm
% from
Quantity
FFB*
(Million tonnes)
Empty Fruit Brunch (EFB)
23
21.90
Mesocarp Fiber
13
12.38
Palm Kernel Shell
6
5.71
Palm Oil Mill Eluent (POME)
58
55.22
Oil Industry
*Based on 95.21 million tonnes FFB proceed in 2012
Sumber: .http://www.ggs.my/index.php/palm-biomass
Dua publikasi tersebut memberikan hasil pendekatan komponen limbah yang berbeda pada
POME saja, sedangkan untuk cangkang dan serabut memberikan nilai hampir sama kendati
komponen serabut dan cangkang sawit digabung untuk perhitungan Lacrosee (2004) sedangkan
dari Global Green Synergy (2014) terpisah menjadi serabut sawit dan cangkang sawit.
Berdasarkan analisa data dari berbagai
publikasi yang mengkaji komponenkomponen tandan kelapa sawit menjadi
CPO, cangkan sawit, sabut, tandan kosong,
dan POME, maka diperoleh estimasi
prosentasi seperti yang disajikan pada
Gambar 6. Jadi, setiap pabrik hanya
menghasilkan 21 % CPO dari tandan buah
segarkelapa sawit jika digunakan basis
keringnya.
Gambar6. Komposisi produk kelapa sawit (%) yang berasal dari
Tandan Buah Segar (TBS).
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
16
Berdasarkan asumsi yang digunakan oleh Abdullah dan Sulaiman (2013) yang disajikan pada Gambar
6 maka dapat diestimasi produksi komponen CPO dan limbah kelapa sawit untuk Indonesia pada
tahun 2013. Hasilnya disajikan pada Gambar 7, sedangkan jumlah CPO dan limbah dari produki TBS
(ton) Indonesia dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 disajikan pada Tabel 5.
Gambar 7. Produksi komponen kelapa sawit Indonesia pada tahun 2013.
Tabel 5. Estimasi Produksi CPO dan Limbah dari Pabrik Kelapa Sawit
di Indonesia pada Rentang Waktu 2009-2013
Produksi
2009
2010
2011
2012
2013
19,324,294
21,958,120
23,096,542
23,521,071
24,431,639
CPO (21%)
4,058,102
4,611,205
4,850,274
4,939,425
5,130,644
Sabut Kelapa Sawit (15%)
2,898,644
3,293,718
3,464,481
3,528,161
3,664,746
Cangkang Kelapa Sawit (6%)
1,159,458
1,317,487
1,385,793
1,411,264
1,465,898
Tandan Kosong (23%)
4,444,588
5,050,368
5,312,205
5,409,846
5,619,277
Inti Sawit (7%)
1,352,701
1,537,068
1,616,758
1,646,475
1,710,215
POME (28%)
5,410,802
6,148,274
6,467,032
6,585,900
6,840,859
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
17
8. Estimasi Produksi Produk CPO dan Limbah Sawit di PKS
Berdasarkan algoritma Abdullah dan Sulaiman (2013), maka berikut ini disajikan estimasi produksi
CPO dan limbah sawit pada lima tipe kapasitas pabrik kelapa sawit untuk tiga tipe kerja yaitu 8 jam,
16 jam, dan 24 jam. Tipe pabrik pengolah kelapa sawit yang umumnya beroperasi di perkebunan
terdiri 30, 45, 60, 75, 90, dan 120 ton/jam TBS. Namun yang digunakan dalam perhitungan di bagin
ini hanya lima kecuali yang berkapasita 75 ton/jam TBS.
Pemilihan tipe kerja ini menggunakan asumsi bahwa satu sift waktu kerja untuk karyawan adalah
8 jam kerja, sehingga untuk 16 jam dan 24 jam masing-masing menggunakan 2 dan 3 sift. Gambar
8 menyajikan masa kerja PKS selama 24 jam, sedangkan Tabel 6. menyajikan data estimasi pada
masa kerja 8 jam dan 16 jam PKS.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
18
Pertimbangan untuk menyajikan data estimasi ini sebagai panduan dalam manajemen suplai
bahan baku untuk PKS, dan juga untuk perencanaan pengangkutan dari dan ke PKS. Kondisi ini
untuk mendukung kebutuhan jumlah dan tipe angkutan yang diperlukan supaya operasional PKS
mencapai target pengolahan dan produksi.
Tabel 6. Estimasi Produksi CPO dan Limbah Sawit pada Lima Tipe Kapasitas PKS
dan Masa Operasionalnya Setiap Hari
Kapasitas Total Produk CPO dan Limbah Sawit untuk 8 Jam/hari Operasi PKS
PKS
CPO
TKKS
SS
CS
IS
21%
23%
15%
6%
7%
ton/jam
ton/hari
30
50.4
55.2
36
14.4
16.8
45
75.6
82.8
54
21.6
25.2
60
100.8
110.4
72
28.8
33.6
90
151.2
165.6
108
43.2
50.4
120
201.6
220.8
144
57.6
67.2
POME
28%
Total TBS
100%
67.2
100.8
134.4
201.6
268.8
240
360
480
720
960
POME
28%
Total TBS
100%
134.4
201.6
268.8
403.2
537.6
480
720
960
1440
1920
IS
7%
POME
28%
Total TBS
100%
50.4
75.6
100.8
151.2
201.6
201.6
302.4
403.2
604.8
806.4
720
1080
1440
2160
2880
Kapasitas Total Produk CPO dan Limbah Sawit untuk 16 Jam/hari Operasi PKS
PKS
CPO
TKKS
SS
CS
IS
21%
23%
15%
6%
7%
ton/jam
ton/hari
30
100.8
110.4
72
28.8
33.6
45
151.2
165.6
108
43.2
50.4
60
201.6
220.8
144
57.6
67.2
90
302.4
331.2
216
86.4
100.8
120
403.2
441.6
288
115.2
134.4
Total Produk CPO dan Limbah Sawit untuk 24 Jam/hari Operasi PKS
Kapasitas
CPO
TKKS
SS
CS
PKS
21%
23%
15%
6%
ton/jam
ton/hari
30
151.2
165.6
108
43.2
45
226.8
248.4
162
64.8
60
302.4
331.2
216
86.4
90
453.6
496.8
324
129.6
120
604.8
662.4
432
172.8
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
19
9. Karakteristik Bioenergi Komponen Kelapa Sawit
Karakteristik setiap bahan bahan bioenergi dapat diidentiikasi secara biokimia dan bioisik.
Identiikasi secara biokimia mengarahkan bahan baku tersebut untuk menjadi biofuel seperti
biodiesel, sedangkan secara bioisik mengarahkan bahan baku menjadi biosolidseperti dibuat
pelet, biochar, atau kombinasinya.
Berdasarkan Publikasi pangkalan data digital yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Energi
Belanda (Energy research Centre of the Netherlands) yang disampaikan melalui laman https://www.
ecn.nl/phyllis2, berhasil diidentiikasi karakteristik komponen kelapa sawit, untuk daun/pelepah,
tandan buah segar, dan lain lain seperti yang disajikan pada Tabel 8. Laman ini juga memiliki data
dari tanaman lain, dan total data yang tersedia sekitar 3000 data bahan baku bioenergi.
Tiga analisis yang digunakan pada laman tersebut yaitu (1) proximate analysis; (2) Ultimate
analysis; (3) biomass analysis. Ketiganya digunakan untuk identiikasi sifat-sifat bahan bakar dari
biomassa, sehingga setiap hasil analisis menyajikan kandungan energi biomassa tersebut.
Proximate analysis:
Kadar abu (Ash):
Kadar abu dinyatakan dalam persentase berat (%) terhadap berat kering dan sebagai bahan yang
diterima (ar). Jumlah abu tergantung pada suhu pembentukan abu. Jika suhu pembentukan
abu diketahui, kadar abu diberikan pada suhu tertentu. Isi abu untuk bahan ar dan kering terkait
dengan kadar air:
Kadar abu (% berat kering) = kadar abu (wt% ar) * 100 / (100 - kadar air (wt%))
Kadar Air (Water content):
Kadar air dalam (%) berat, pada basis basah (ketika barang yang diterima). Penting untuk dicatat
bahwa ada perbedaan besar antara kadar air bahan yang tersedia dan kadar air pada saat analisis.
Juga kadar air bisa diturunkan dengan pengeringan alami selama penyimpanan.
Volatil dan Karbon Tetap (Volatiles and ixed carbon) :
Jumlah bahan mudah menguap (volatil) ditentukan oleh metode standar. Jumlah volatil dinyatakan
dalam % berat bahan kering, seperti yang diterima materi atau kering dan bebas materi abu.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
20
Jumlah karbon tetap dihitung sebagai bagian yang tersisa sebagaimana ditentukan oleh metode
standar yang disebutkan di atas sesuai dengan rumus berikut:
ar ixed C = 100 - ash (ar) - water content - volatiles (ar)
dry ixed C = 100 - ash (dry) - volatiles (dry)
daf ixed C = 100 - volatiles (daf )
Analisis Ultimate (Ultimate analysis):
Carbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), sulfur (S), klorin (Cl), luor (F) dan bromin (Br)
konten dalam % berat bahan kering (% dr), kering dan bebas materi abu (wt% daf ) dan sebagai
bahan yang diterima (wt% ar).
Deinisi
ar C + H + O + N + S + Cl + F + Br + ash + water content = 100
dry C + H + O + N + S + Cl + F + Br + ash = 100
daf C + H + O + N + S + Cl + F + Br = 100
Seringkali, kandungan oksigen tidak diukur tetapi ditetapkan sama dengan (100-komponen
diukur). Jika S dan Cl tidak dipertimbangkan dalam perhitungan asli, atau jika 815°C konten
abu digunakan sebagai pengganti 550°C konten abu, jumlah yang akan lebih besar dari 100.
Jika kandungan oksigen diukur, jumlah yang tidak akan sama dengan 100 karena kesalahan
eksperimental dalam analisis.
Nilai Kalori (Caloriic value) (MJ/kg):
Nilai kalor dinyatakan sebagai Higher Heating Value (HHV) dan Nilai Pemasan Terendah (Lower
Heating Value-LHV). Perbedaan ini disebabkan oleh panas dari penguapan air yang terbentuk dari
hidrogen dalam material dan kelembaban:
Singkatan
English
Indonesia
HHV
•
•
•
•
•
•
•
•
LHV
• Lower heating value
• Net heating value
Higher Heating Value
Gross heating value
Caloriic value
Heat of combustion
Nilai Pemanasan tertinggi
Nilai pemanasan bruto
Nilai Kalori
Panas Pembakaran
• Nilai Pemanasan Terendah
• Nilai Pemanasan Bersih.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
21
Penentuan nilai kalor biasanya menghasilkan nilai untuk HHV. Sebagai perbandingan, HHV juga
dihitung dari komposisi unsur menggunakan Rumus Milne:
HHVMilne = 0.341C + 1,322H - 0,12 O - 0,12 N + 0,0686S - 0,0153 abu,
di mana C, H, dll adalah massa dan fraksi abu dalam% berat bahan kering dan HHV nilai kalor
untuk bahan kering di MJ/kg.
Dengan menggunakan fraksi hidrogen dan abu (% berat kering) dan fraksi kelembaban w (wt%
ar) HHV dan LHV yang berbeda dapat dihitung.
HHVar = HHVdry • (1-w/100)
HHVdry = HHVdaf • (1-ash/100)
LHVdry = HHVdry - 2.443 • 8.936 H/100
LHVar = LHVdry • (1-w/100) - 2.443 • w/100
LHVar = HHVar - 2.443 • {8.936 H/100 (1-w/100) + w/100}
Komposisi abu (Ash composition- wt% ash):
Sejumlah besar data tersedia pada komposisi abu setelah konversi. Secara umum data ini dinyatakan
sebagai% berat oksida. Oksida yang dipilih tidak mewakili bentuk kimia yang sebenarnya dari
komponen.
Timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga (Cu), merkuri (Hg), mangan (Mn) dan kromium (Cr) dinyatakan
dalam mg/kg abu.
Analisis Biomassa (Biomass analysis- mg/kg dry):
Kandungan logam dinyatakan dalam mg/kg bahan kering.
Biochemical composition (wt%):
Komposisi biokimia bahan dinyatakan dalam % berat bahan kering (selulosa, hemi-selulosa, lignin,
lemak, protein, pektin, pati, ekstraktif, C5 dan C6 gula, karbohidrat total non-struktural). Jika analisis
gula diterapkan, selulosa dan hemiselulosa = glukan = sum C5 + C6 sum - glukan - rhamman.
“Jumlah total abu + biokimia” memberikan jumlah abu, selulosa, hemiselulosa, lignin, lipid,
protein, ekstraktif EtOH / toluena, ekstraktif 95% EtOH, ekstraktif air panas, pati, pektin, rhamnan,
dan jumlah non-struktural carbo-hidrat (TNC).
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
22
Nilai Kalori
Goenadi et al., (2008) telah mengkaji secara kepustakaan potensi produk limbah kelapa sawit
sebagai bahan baku energi. Kajian mereka menunjukkan bahwa potensi energi yang tersimpan
dalam produk limbah kelapa sawit dapat dilihat nilai energi panas (caloriic value). Nilai energi
panas dari beberapa produk samping sawit ditunjukkan pada Tabel 7. Produk samping yang
memiliki nilai energi panas tinggi adalah cangkang dan serat.
Cangkang dan serat (ibre) dimanfaatkan sebagian besar atau seluruhnya sebagai bahan bakar
boiler PKS. Produk samping yang lain belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber energi. Tandan
kosong kelapa sawit (TKKS) yang juga memiliki nilai energi panas cukup tinggi saat ini banyak
dimanfaatkan sebagai mulsa atau diolah menjadi kompos. Sebagian Pabrik kelapa Sawit (PKS)
masih membakar TKKS dalam incinerator untuk mengurangi volume limbah TKKS, walaupun
sudah dilarang sejak tahun 1996.
Berdasarkan survei di lapangan, penulis menemukan bahwa semua produk limbah telah
dimanfaatkan oleh perusahaan pemilik pabrik pengolah kelapa sawit untuk bahan baku energi,
pupuk, perbaikan infrastruktur jalan di kawasan perkebunan, dan produk bahan baku energi
seperti pellet atau briket arang yang bernilai ekonomis.
Tabel 7. Nilai Energi Panas (Caloriic Value) dari Beberapa Produk Samping Sawit
(Berdasarkan Berat Kering)
Produk Limbah Sawit
TKKS
Serat
Cangkang
Batang
Pelepah
Sumber: Ma et.al. (2004)in Goenadi et al., (2008)
Rata-rata
nilai kalor (kJ/kg)
18.795
19.055
20.093
17.471
15.719
Kisaran
(kJ/kg)
18 000 – 19 920
18 800 – 19 580
19 500 – 20 750
17 000 – 17 800
15 400 – 15 680
Tabel 8. Karakteristik biokimia dan nilai kalori komponen produk limbah sawit
Jenis Tanaman:
Kelapa Sawit/Palm Oil
Nama latin:
Elaeis sp
NO
NOMOR ID
KARAKTERISTIK
Fuel Properties
1. Proximate Analysis
Moisture content
Ash content
Volatile matter
Fixed carbon
2. Ultimate Analysis
Carbon
Hydrogen
Nitrogen
Sulphur
Oxygen
Total (with halides)
3. Calorific Values
Net calorific value (LHV)
Gross calorific value (HHV)
HHVMilne
Bagian Tanaman
Indonesia
Tandan
Kosong
Kelapa
Sawit
Cangka
ng
Sawit
Sabut
kelapa
sawit
Minyak
ester
kelapa
sawit
Inggris
Empty
Fruit
Bunches
palm oil
palm oil
kernel
shell
palm oil
mesocarp
fiber
palm oil
ester
#2932
#2940
#2936
#2777
Cangka
ng
sawit
disangr
ai pada
suhu
o
250 C
palm oil
kernel
shell
torrefied
at
250°C
Cangka
ng
sawit
disangr
ai pada
suhu
o
300 C
palm oil
kernel
shell
torrefied
at 300°C
Serabut
sawit
disangr
ai pada
suhu
o
250 C
Serabut
sawit
disangr
ai pada
suhu
o
300 C
Tandan
kosong
disangr
ai pada
suhu
o
220 C
Tandan
kosong
disangr
ai pada
suhu
o
250 C
Tandan
kosong
disangr
ai pada
suhu
o
300 C
palm oil
mesocar
p fiber
torrefied
at 250°C
palm oil
mesocar
p fiber
torrefied
at 300°C
Empty
Fruit
Bunches
palm oil
torrefied
220°C
Empty
Fruit
Bunches
palm oil
torrefied
at 250°C
Empty
Fruit
Bunches
palm oil
torrefied
at 300°C
#2942
#2943
#2938
#2939
#2933
#2934
#2935
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
Bioenergi Utama Indonesia
UNIT
wt%
wt%
wt%
wt%
5.12
4.38
3.32
3.42
3.53
5.10
4.26
5.75
4.28
1.58
wt%
wt%
wt%
wt%
wt%
wt%
45.53
5.46
0.45
0.04
43.40
100.00
46.68
5.86
1.01
0.06
42.01
100.00
46.92
5.89
1.12
0.09
42.66
100.00
51.89
5.71
0.47
0.01
38.50
100.00
54.21
5.08
0.50
0.02
36.66
100.00
47.70
5.20
1.74
0.10
40.18
100.02
48.60
4.87
2.14
0.09
40.03
99.99
46.75
4.68
1.27
0.12
41.42
99.99
47.07
4.95
1.35
0.11
42.24
100.00
49.56
4.38
1.27
0.02
43.19
100.00
MJ/kg
MJ/kg
MJ/kg
15.83
17.02
17.41
18.50
19.78
18.44
18.32
19.61
18.49
17.82
19.07
20.52
20.57
21.68
20.69
18.11
19.24
18.04
21.11
22.17
17.89
16.15
17.17
16.93
16.59
17.67
17.31
19.45
20.41
17.33
40.40
23
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
24
Berdasarkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, nilai kalori dari bahan baku tersebut
dapat ditingkatkan melalui dua cara yaitu secara isik dengan melakukan pemadatan sehingga
diperoleh pelet atau dengan cara disangrai (ditorriied) pada suhu optimum dengan kisaran dari
220oC sampai dengan 300oC seperti yang disajikan pada Gambar 9, sedangkan perubahan nilai
energi (%) disajikan pada Tabel 9.
Gambar 9. Perubahan nilai kalori pada tiga produk limbah pada proses sangrai (torriied).
Tabel 9. Perubahan (%) Nilai Kalori Energi pada tiga suhu sangrai (torriied).
Perubahan (%) Nilai Kalori Energi pada Tiga Suhu Sangrai (Torriied)
Produk Limbah
Sangrai
Sangrai
Sangrai
Sawit
220oC
250oC
300oC
Tandan Kosong
2
5
23
Sabut Kelapa Sawit
(3)
(1)
15
Cangkang Sawit
(6)
(4)
11
Sumber Data: dolah dari https://www.ecn.nl/phyllis2/
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
25
Jika dibandingkan nilai kalori pada keadaan normal, maka tandan kosong, kelapa sawit, dan
cangkang sawit masing-masing memiliki nilai kalori 15.83, 18.32, dan 18.50 MJ/kg. Kemudian
setelah melalui proses sangrai (torriied) akan menerima peningkatan nilai kalori menjadi 19.45,
21.11, dan 20.57 MJ/kg. Perlakuan ini mengangkat nilai kalori produk limbah kelapa sawit
melampai kisaran yang dikemukakan oleh Ma et.al. (2004)in Goenadi et al., (2008). Sajian data
tersebut menunjukkan bahwa ketiga bahan baku tersebut akan menerima peningkatan nilai
kalori yang tertinggi pada proses sangrai (torriied) dengan suhu 300oC.
10. Proses Sangrai (Torrefaction)
Proses Sangrai (torrefaction)
merupakan
proses
pemanggangan
bahan
baku bionergi (biomassa)
dalam suhu terkendali dan
tetap di kisaran 220-350oC
untuk
menghilangkan
kandungan air melalui
proses penguapan dan
bahan-bahan lain yang
mudah menguap. Tahapan
proses sangrai dapat dilihat
pada Gambar 10.
Proses sangrai ini mengakibatkan perubahan karakteristik biomassa secara drastis karena struktur
serat ulet dari biomassa aslibahan sebagian besar dihancurkan melalui pemecahan hemiselulosa
dan yang lebih rendahtingkat molekul selulosanya, sehingga biomassa tersebut menjadi rapuh
dan mudah untuk digiling dan dipadatkan menjadi pellet.
Materi yang kemudian berubah dari menjadi hidroilik untuk menjadi hidrofobik. Dengan
penghapusan fraksi volatil cahaya yang berisi sebagian besar oksigen dalam biomassa, nilai
pemanasan bahan yang tersisa secara bertahapmeningkat dari 15.83 MJ/kg, 16.15, dan 16,59
sampai 19.45 MJ/kg untuk tandan kosong tersangrai (torreied). Bahkan dalam kasus devolatization
lengkap mengakibatkan arang.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
26
Penutup
Lankah awal perjalanan untuk mempelajari dan mendayagunakan berbagai produk dari perkebunan
kelapa sawit sebagai bahan baku bioenergi telah dimulai. Pemahaman awal bahwa hasil pabrik
kelapa sawit selain CPO seperti tandan kosong, cangkang sawit, serabut sawit, pelepah, dan POME
merupakan limbah, kini harus berubah bahwa limbah itu merupakan bahan baku bioenergi.
Langkah lanjutan yang diperlukan adalah memilih teknologi untuk mengubah bahan baku
tersebut menjadi produk bioenergi. Pemilihan ini sudah tentu juga mempertimbangkan aspek
pasar, aspek keuangan, dan dukungan sumberdaya manusia dan lembaga keuangan di suatu
daerah yang memerlukan energi. Bahkan masih diperlukan langkah yang terencana untuk
menjadikan bahan baku tersebut menjadi produk energi untuk diekspor ke luar negeri setelah
mencukupi kebutuhan daerah dan nasional.
Bahan Bacaan
Abdullah, N. and F. Sulaiman (2013). The Oil Palm Wastes in Malaysia, Biomass Now - Sustainable
Growth and Use, Miodrag Darko Matovic (Ed.), ISBN: 978-953-51-1105-4, InTech, DOI:
10.5772/55302. Available from: http://www.intechopen.com/books/biomass-nowsustainable-growth-and-use/the-oil-palm-wastes-in-malaysia.
Departemen Pertanian RI (2014). Statistisk Pertanian. Jakarta.
Energy research Centre of the Netherlands (ECN) (2014). Phyllis2, database for biomass and waste.
https://www.ecn.nl/phyllis2/(2014) dikunjungi pada tanggal 31 Januari 20014.
Global Green Synergy (2014) di laman http://www.ggs.my/index.php/palm-biomass (2014)
dikunjungi pada tanggal 31 Januari 2014.
Goenadi D. H., W. R. Susila, and Isroi. (2008). Pemanfaatan produk samping kelapa sawit
sebagai sumber energi alternatif terbarukan. Di laman http://isroi.com/2008/03/12/
pemanfaatan-produk-samping-kelapa-sawit-sebagai-sumber-energi-alternatifterbarukan/. Dikunjungi pada tanggal 31 Januari 2014.
Koppejan et al., (2012). Status overview of torrefaction technologies. IEA Bioenergy Task 32
report. Enschede, Netherland, December 2012. http://www.ieabcc.nl/publications/
IEA_Bioenergy_T32_Torrefaction_review.pdfdikunjungi pada tanggal 30 Januari 2014.
Lacrosse, L. (2004). Clean and Eicient Biomass Cogeneration Technology in ASEAN, COGEN
3 Seminar on “Business Prospects In Southeast Asia For European Cogeneration
Equipment”, 23 November 2004, Krakow, Poland. (dapat diunduh di http://www.cogen3.
net/presentations/eu/poland/CleanandEicientBiomassCogenTechnologyinASEAN_
Ludo.pdf ) dikunjungi pada tanggal 30 Januari 2014.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
27
M. Syukri Nur, lahir di Pare-Pare, 24 September 1966. Ia menyelesaikan pendidikan dasar
dan menengah di Samarinda. Lulus SMA Negeri 1 Samarinda pada tahun 1986 dan pada
tahun yang sama di terima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui undangan PMDK
(Penelusuran Minat dan Kemampuan) oleh Rektor IPB Prof. Dr. Ir. H. Andi Hakim Nasution
karena menjadi juara I Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI Bidang Humaniora di tahun 1986.
Lulus dari program studi Agrometeorologi, IPB tahun 1991, kemudian bekerja di LKBN
Antara Biro Samarinda sebagai wartawan selama dua tahun. Akhir September 1993
melanjutkan S2 dan S3 hingga tahun 2003 di IPB dengan pengalaman studi di musim
panas, kegiatan penelitian dan pembentukan jaringan akademik di Swiss, Perancis,
Jerman, Jepang, dan Austria.
Penelitian tentang model perubahan iklim global di Institut Bioklimatologie, Universitas
Geottingen, Jerman selama 2 tahun lebih atas sponsor DAAD dan Proyek STORMA.
Penghargaan yang pernah diperoleh LIPI – UNESCO untuk PIAGAM MAB (Man and
Biosphere) tahun 2003 dan sejumlah beasiswa dari START Amerika Serikat, DAAD Jerman,
Yayasan Super Semar, Republika dan ICMI, serta KOMPAS selama menempuh pendidikan
di IPB.
ALAMAT LENgKAP:
Jl. Malabar Ujung No. 27
RT 04/03, Tegalmanggah,
Bogor 16144
Telp & FAX :
0251-835715,
HP:
0811580150
Email :
syukrimnur@gmail.com
Penulis pernah tercatat sebagai staf dosen di STIPER Kabupaten Kutai Timur dan Peneliti
bidang Agroindustri dan Teknologi Informasi di PT. VISIDATA RISET INDONESIA, serta
tahun 2006-2009 menjadi staf Ahli Bupati Kutai Timur bidang pengembangan Agribisnis
dan Agroindustri.
Pada tahun 2011-2012, menjadi Wakil Ketua Tim Likuidator PT. Kutai Timur Energi dan
pernah menjabat sebagai Direktur HR&GA PT. Kutai Timur Energi. Saat ini menjadi Direktur
di PT. Kutai Mitra Energi Baru.
Minat penulis adalah penelitian dan penulisan ilmiah untuk bidang kajian pertanian,
teknologi informasi dan lingkungan hidup, serta energi baru dan terbarukan.
KELAPA SAWIT
SEBAGAI BAHAN BAKU
BIOENERGI
Syukri M Nur
Sangatta-Kutai Timur, Februari 2014
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
02
1. Pendahuluan
Artikel ini menyajikan aspek karakteristik kelapa sawit sebagai bahan baku bioenergi. Aspek yang
dibahas sebagai bagian karakteristik bioenergi adalah agroekologi dengan informasi pendukung
distribusi luas lahan, produksi dan produktivitas kelapa sawit di Indonesia, produk-produk
perkebunan dan pabrik pengolah tandan buah segar (TBS) yang mencakup CPO (crude palm oil),
nilai kalori, estimasi produksi CPO dan limbahnya, serta penjelasan singkat upaya peningkatan
nilai kalori dengan menggunakan teknik sangrai (torrefaction).
Penulis mengharapkan bahwa informasi ini menyajikan data terkini dan memberikan inspirasi
lanjut bahwa Indonesia memiliki potensi lumbung energi besar yang berasal dari perkebunan
kelapa sawit selain berfungsi sebagai lumbung pangan.
2. Karakteristik Agroekologi Kelapa Sawit
Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis sp) merupakan komoditi andalan
ekonomi Indonesia karena selain merupakan penghasil devisa, dan
salah satu alternatif upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat
melalui pembukaan lapangan pekerjaan dan lapangan usaha.
Kelapa sawit membutuhkan syarat kondisi agroekologi yang baik
untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan optimum.
Kondisi agrolekologi yang dibutuhkan seperti lama penyinaran,
curah hujan, temperatur udara, jenis tanah, dan tingkat
kemasaman tanah.
Tanaman kelapa sawit merupakan jenis tanaman yang
membutuhkan penyinaran yang normal dimana lama penyinaran
matahari yang baik untuk kelapa sawit antara 5-7 jam/hari. Oleh
karena kebutuhan cahaya ini maka jarak tanam kelapa sawit harus
dibuat dengan ukuran 9 m x 9 m x 9 m sehingga semua tanaman
akan mendapatkan cahaya yang cukup untuk menghindari
etiolasi.
Gambar 1 Klasiikasi ilmiah kelapa sawit
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
03
Kelapa sawit memerlukan curah hujan berkisar 1.500 - 4.000 mm pertahun, sehingga kelapa
sawit akan berbuah lebih banyak di daerah dengan curah hujan yang tinggi. Dari hasil beberapa
penelitian hal ini terbukti dimana jumlah pelepah yang dihasilkan tanaman kelapa sawit yang
di tanam di Papua lebih banyak dibandingkan dengan yang di tanam di daerah Sumatera. Di
Papua Kelapa sawit dapat menghasilkan 28 – 30 pelepah pertahun sedangkan di sumatera hanya
menghasilkan 26 - 28 Pelepah setiap tahunnya.
Temperatur udara yang optimal untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 24-28oC. Jadi ketinggian
tempat yang ideal untuk kelapa sawit antara 1-500 m dpl (di atas permukaan laut). Kelembaban
udara optimum untuk tanaman kelapa sawit sekitar 80-90% dan kecepatan angin 5-6 km/jam
untuk membantu proses penyerbukan.
Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorik Kelabu, Alluvial atau
Regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Produksi kelapa sawit lebih tinggi
jika di tanam di daerah bertanah Podzolik jika dibandingkan dengan tanah berpasir dan gambut.
Tingkat keasaman (pH) tanah yang optimum untuk sawit adalah 5,0- 5,5. Kelapa sawit menghendaki
tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase (beririgasi) baik dan memiliki lapisan solum cukup
dalam (80 cm) tanpa lapisan padas. Untuk mencapai tingkat keasamaan ini maka di daerah
gambut diperlukan perlakuan pemberian pupuk Dolomit atau Kieserite dalam jumlah yang lebih
besar bila dibandingkan dengan kelapa sawit yang di tanam di tanah darat.
Kemiringan lahan kebun kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15°. Jika kemiringan lahan sudah
melebihi 15° maka diperlukan tindakan konservasi tanah berupa pembuatan terasan, tapak kuda,
rorak dan parit kaki bukit. Pertimbangan teknis juga harus dilakukan pada areal perkebunan sawit
yang menggunakan lahan gambut.
3. Distribusi, Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas
Distribusi tanaman kelapa sawit di Indonesia dapat dijumpai setiap pulau seperti Sumatera,
Kalimantan, dan Sulawesi, dan Jawa. Pada tahun 2013, dari total luas perkebunan kelapa sawit
sebesar 9,14 juta hektar, sekitar 65% berada di pulau Sumatera, disusul Kalimantan (31%), Sulawesi
(3%), kemudian Jawa dan Papua di bawah satu persen. (Lihat Gambar 2).
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
04
Gambar 2. Distribusi Perkebunan Kelapa sawit di setiap pulau di Indonesia
pada tahun 2013.
Berdasarkan data perkembangan distribusi perkebunan kelapa sawit di setiap pulau yang
disajikan pada Tabel 1, tampak bahwa pulau Sumatera telah mencapai puncak pertumbuhan,
kemudian beralih ke Pulau Kalimantan dan Sulawesi. Sementara itu untuk Pulau Jawa tidak
mampu lagi dikembangkan untuk perkebunan sawit karena bersaing dengan kebutuhan lain
dalam penggunaan lahan. Potensi yang lahan yang belum tergarap adalah Pulau Papua. Mungkin
banyak pertimbangan teknis, sosial, dan jarak yang jauh mengakibatkan pulau tersebut belum
digarap secara optimum.
Tabel 1. Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Setiap Pulau di Indonesia
Tahun 2009-2013
Nama Pulau
2009
2010
2011
2012
2013
Sumatera
5,221,824
5,641,367
5,867,176
5,913,585
5,956,955
Kalimantan
2,355,530
2,462,207
2,782,929
2,814,782
2,843,765
27,163
28,057
25,687
26,112
26,445
211,380
196,302
257,955
260,588
262,799
57,398
57,462
59,077
59,554
59,955
7,873,295
8,385,395
8,992,824
9,074,621
9,149,919
Jawa
Sulawesi
Papua
Luas Total
Sumber: Statistik Pertanian, Departemen Pertanian RI (2014).
05
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
4. Perkembangan Luas dan Produksi Kelapa Sawit
Perkebunan kelapa sawit menyebar di 22 Provinsi di empat pulau seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi
dan Papua. Berdasarkan data Departemen Pertanian RI (2014), Provinsi Riau menempati urutan tertinggi
dalam luas perkebunan sawit, kemudian disusul, Sumatera Utara dan Kalimantan Tengah.
Tujuh provinsi yang tidak memiliki lahan perkebunan Sawit adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Gambar 2).
Gambar 2.
Distribusi luas
perkebunan kelapa sawit
di setiap provinsi
di Indonesia Tahun 2013
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
06
5. Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit
Berdasarkan data yang diilustrasikan pada Gambar 3 berikut ini maka peningkatan produksi
tandan buah segar dari kelapa sawit lebih banyak disebabkan oleh pertambahan areal tanam dan
bukan pada peningkatan produktivitasnya.
Gambar 2 Perkembangan luas lahan dan produksi sawit Indonesia (2009-2013).
07
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
Produktivitas perkebunan kelapa sawit Indonesia masih pada kisaran nilai 2,5-2,7 ton/hektar
seperti yang disajikan pada Tabel 2 untuk Indonesia dan Tabel 3 untuk setiap provinsi. Kondisi ini
memerlukan perhatian tersendiri bagi pelaku usaha, terutama bagi petani yang sering mengalami
kendala modal, kesenjangan pengetahuan, dan akses untuk mendapatkan sarana produksi
pertanian.
Tabel 2. Perkembangan Luas Lahan, Produksi
dan Produktivitas Kepala Sawit Indonesia 2009-2013
Kelapa Sawit Indonesia
Lahan (Ha)
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
2009
2010
2011
2012
2013
7,873,295
8,385,395
8,992,824
9,074,621
9,149,919
19,324,294
21,958,120
23,096,542
23,521,071
24,431,639
2,454
2,619
2,568
2,592
2,670
Sumber: diolah dari Data Departemen Pertanian RI (2014).
08
Bioenergi Utama Indonesia
Tabel 3. Perkembangan luas lahan (ha) dan produksi TBS (ton) kelapa sawit di setiap provinsi di Indonesia (2009-2013)
Luas Lahan (Hektar)
No
Provinsi
2009
2010
2011
Produksi TBS (Ton)
2012
2013
2009
2010
2011
2012
2013
Aceh
2
Sumatera Utara
3
Sumatera Barat
4
Riau
5
Kepulauan Riau
2,645
8,488
8,535
8,612
8,688
187
13,367
14,501
14,733
15,492
6
Jambi
489,384
488,911
625,974
630,614
635,159
1,265,788
1,509,560
1,684,174
1,714,684
1,775,704
7
Sumatera Selatan
725,236
777,716
820,787
828,114
834,933
2,036,553
2,227,963
2,203,275
2,242,649
2,327,781
8
Kepulauan Bangka Belitung
141,897
164,482
178,408
180,161
181,869
482,206
511,330
504,268
512,195
539,819
9
Bengkulu
224,651
274,728
299,886
301,965
303,873
602,735
689,643
862,450
877,874
909,840
10
Lampung
153,160
157,402
117,673
118,634
119,482
364,862
396,587
394,813
401,952
417,041
11
Jawa Barat
12,140
12,323
9,196
9,299
9,400
24,957
23,787
16,793
17,170
17,590
12
Banten
15,023
15,734
16,491
16,813
17,045
24,674
25,972
25,956
26,561
26,941
13
Kalimantan Barat
530,575
750,948
683,276
689,060
694,447
862,515
1,102,860
1,434,171
1,459,835
1,519,143
14
Kalimantan Tengah
1,037,497
911,441
1,003,100
1,015,321
1,026,478
1,677,976
2,251,077
2,146,160
2,179,572
2,299,893
15
Kalimantan Selatan
312,719
353,724
420,158
424,754
429,096
424,309
698,702
1,044,492
1,060,919
1,118,779
16
Kalimantan Timur
474,739
446,094
676,395
685,647
693,744
553,834
800,362
805,587
819,881
855,190
17
Sulawesi Tengah
65,055
55,214
95,820
96,705
97,489
154,638
157,257
197,057
200,518
208,301
18
Sulawesi Selatan
19
Sulawesi Barat
20
21
22
Papua Barat
313,745
329,562
354,615
358,224
361,581
482,895
662,201
585,744
616,306
638,032
1,044,854
1,054,849
1,175,078
1,183,278
1,190,556
3,158,144
3,113,006
4,071,143
4,142,085
4,268,982
344,352
353,412
374,211
377,124
380,097
833,476
962,782
937,715
953,937
993,585
1,781,900
2,031,817
1,912,009
1,926,859
1,940,717
5,932,310
6,358,703
5,736,722
5,840,880
6,044,462
17,407
19,853
23,416
23,625
23,795
30,949
32,849
33,456
34,126
34,915
107,249
95,770
100,059
101,255
102,467
314,520
285,157
244,446
248,668
258,832
Sulawesi Tenggara
21,669
25,465
38,660
39,003
39,048
0
0
15,113
15,368
15,404
Papua
26,256
35,664
35,502
35,849
36,124
33,533
84,349
73,865
75,305
77,908
INDONESIA
31,142
21,798
23,575
23,705
23,831
63,233
50,606
64,641
65,853
68,005
7,873,295
8,385,395
8,992,824
9,074,621
9,149,919
19,324,294
21,958,120
23,096,542
23,521,071
24,431,639
Catatan: Tujuh provinsi di Indonesia yang tidak memiliki lahan perkebunan sawit yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah , DI Yogyakarta, Jawa
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
1
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
09
6. Pohon Industri Kelapa Sawit
Ada tiga kegunaan utama dari produk perkebunan kelapa sawit yaitu untuk bahan pangan,
kesehatan, dan bahan baku energi. Ketiga kegunaan produk sawit itu dapat diketahui dengan
memperhatikan pohon industri seperti yang disajikan pada Gambar 4.
Kegunaan produk sawit untuk makanan dapat dijumpai sesudah CPO (Crude Palm Oil) diproses
di pabrik pengolahan (reinery) CPO menjadi aneka produk seperti minyak goreng, margarine,
pengganti lemak kakao (cacao butter subsititute), minyak salad. Demikian juga untuk kesehatan,
produk sawit dapat menghasilkan sabun, dan beragam produk turunan lemak sawit menjadi fatty
alkohol, dan lain-lain.
Kegunaan produk perkebunan kelapa sawit untuk bahan baku energi dapat diperoleh dengan
mendayagunakan semua produk yang tidak digunakan untuk makanan dan kesehatan.
Berdasarkan data di pohon industri, maka dapat diperoleh bahan baku energi seperti pelepah,
tempurung (cangkang sawit), sabut, batang pohon, tandan kosong, dan limbah cairnya (POMEPalm Oil Mill Eluent).
10
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
Gambar 4. Pohon industri kelapa sawit
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
7. Bahan Baku Bioenergi
Bahan baku bioenergi dari perkebunan kelapa sawit berasal dan limbah dari perkebunan
dan pabrik pengolahan tandan buah segar menjadi CPO (crude palm oil). Skema penyediaan
bahan baku bioenergi disajikan pada Gambar 4. dimana batang dari pohon sawit tua dan daun
merupakan limbah yang berasal dari perkebunan, sedangkan, cangkang, tandan kosong, dan
POME merupakan limbah dari pabrik pengolahan buah sawit.
Gambar 4. Limbah Perkebunan dan Pabrik Pengolah Kelapa Sawit.
11
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
12
6
Ada enam macam limbah yang dapat diperoleh dari perkebunan dan pabrik kelapa sawit yaitu:
1. Tandan Kosong Sawit (TKS) - Empty Fruit Bunches (EFB)
Tandan Kosong Sawit (TKS) diperoleh setelah Tandan
Buah Segar dimasak pada tabung bertekanan untuk
mendapatkan minyak dalam sebuah proses yang
disebut sterilisasi. TKS ini umumnya dibuang dekat
pabrik pengolah sawit dan dibiarkan terurai secara alami
atau digunakan sebagai bahan pembakaran boiler atau
dibakar langsung menjadi abu dan digunakan sebagai
sumber pupuk Kalim. Untuk setiap ton TKS diperoleh 230
kg TKS.
2. Serabut Sawit - Mesocarp Fiber
Biomassa lain yang dihasilkan dari ekstraksi minyak sawit
adalah serat yang disebut serabut sawit (mesocarp iber)
yang diproduksi setelah tandan kosong mengalami
penekanan di sebuah kolom bertekanan dan mesin
penampi dan mesin depericarper. Serat sawit berbentuk
pendek dan kuning kecoklatan. Limbah ini biasanya
digunakan sebagai sumber bahan bakar untuk boiler
dalam kombinasi dengan tandan kosong dan cangkang
sawit.
3. Cangkang Kelapa Sawit (CKS) - Palm Kernel Shell
(PKS)
Cangkang kelapa sawit yang dihasilkan dari pemisahan
kacang sawit dengan cangkangnya. Kacang sawit diproses
lebih lanjut untuk menghasilkan minyak inti sawit Palm
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
kernel oil) yang berharga. Cangkang biasanya digunakan sebagai bahan bakar bersama
dengan tandang kosong dan serabut sawit. Cangkang juga digunakan untuk menganginkan
bibit polybag kelapa sawit dan pengerasan jalan di areal perkebunan kelapa sawit. Ada juga
upaya untuk mengkarbonisasi cangkang menjadi arang dan karbon aktif.
4. Batang Kelapa Sawit (BKS)- Oil Palm Trunk (OPT)
Batang kelapa sawit (OPT) yang dihasilkan dari proses
peremajaan perkebunan kelapa sawit. Pohon sawit
yang sudah tua (berumur diatas 20-25 tahun) ditebang,
kemudian diparut dan dibawa ke lapangan untuk terurai
secara alami. Sebelumnya, batang sawit tua dibakar
namun terhenti karena ada larangan untuk melakukan
pembakaran pembakaran di areal perkebunan kelapa
sawit. BKS mengandung kadar air yang sangat tinggi
(antara 60% sampai 300% tergantung pada ketinggian
dan usianya). Batang terdiri dari bahan lignoselulosa dan
memiliki potensi untuk menjadi bahan baku berharga.
5. Daun Kelapa Sawit (DKS) - Oil Palm Frond (DPF)
Daun kelapa sawit yang tersedia musiman selama
penebangan operasi dan terus menerus dari
pemangkasan selama panen buah. Daun sawit digunakan
sebagai mulsa di lapangan. Ketika mereka membusuk,
mereka melepaskan nutrisi ke dalam tanah. Selain itu,
mulsa mengurangi erosi tanah, melestarikan kelembaban
tanah, dan kegiatan peningkatan mikroorganisme. Hal
ini dapat memperbaiki struktur tanah dan sifat biokimia.
Para daun kelapa sawit kaya akan nitrogen dan dianggap
menjadi sumber pakan ruminansia.
13
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
14
6. Limbah Cair Kelapa Sawit (LCKS) - Palm Oil Mill Eluent (POME)
POME adalah cairan oleh-produk yang dihasilkan dari
pemurnian minyak mentah. Hal ini kaya nutrisi tanaman
dan sedimen yang biasanya digunakan sebagai pupuk di
perkebunan kelapa sawit.
Proses perhitungan komponen satu ton tandan buah segar
kelapa sawit menjadi komponen POME, cangkang, serat,
tandan kosong disajikan seperti Gambar 5.
Gambar 5. Neraca massa untuk pengolahan tandan buah segara kelapa sawit (Lacrosse, 2004).
Berdasarkan hasil perhitungan Global Green Synergy (2014) yang mengkaji hasil pengolahan
hampir 400 pabrik kelapa sawit di Malaysia pada tahun 2012, diperoleh perbandingan antara tanda
buah segar (TBS) dengan komponen limbah sawit seperti yang disajikan pada Tabel 4 berikut ini:
15
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
Tabel 4. Perbandingan Dalam Persen Komponen Limbah dari Tandan Buas Segar
Kelapa Sawit di Malaysia
Biomass available from Palm
% from
Quantity
FFB*
(Million tonnes)
Empty Fruit Brunch (EFB)
23
21.90
Mesocarp Fiber
13
12.38
Palm Kernel Shell
6
5.71
Palm Oil Mill Eluent (POME)
58
55.22
Oil Industry
*Based on 95.21 million tonnes FFB proceed in 2012
Sumber: .http://www.ggs.my/index.php/palm-biomass
Dua publikasi tersebut memberikan hasil pendekatan komponen limbah yang berbeda pada
POME saja, sedangkan untuk cangkang dan serabut memberikan nilai hampir sama kendati
komponen serabut dan cangkang sawit digabung untuk perhitungan Lacrosee (2004) sedangkan
dari Global Green Synergy (2014) terpisah menjadi serabut sawit dan cangkang sawit.
Berdasarkan analisa data dari berbagai
publikasi yang mengkaji komponenkomponen tandan kelapa sawit menjadi
CPO, cangkan sawit, sabut, tandan kosong,
dan POME, maka diperoleh estimasi
prosentasi seperti yang disajikan pada
Gambar 6. Jadi, setiap pabrik hanya
menghasilkan 21 % CPO dari tandan buah
segarkelapa sawit jika digunakan basis
keringnya.
Gambar6. Komposisi produk kelapa sawit (%) yang berasal dari
Tandan Buah Segar (TBS).
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
16
Berdasarkan asumsi yang digunakan oleh Abdullah dan Sulaiman (2013) yang disajikan pada Gambar
6 maka dapat diestimasi produksi komponen CPO dan limbah kelapa sawit untuk Indonesia pada
tahun 2013. Hasilnya disajikan pada Gambar 7, sedangkan jumlah CPO dan limbah dari produki TBS
(ton) Indonesia dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 disajikan pada Tabel 5.
Gambar 7. Produksi komponen kelapa sawit Indonesia pada tahun 2013.
Tabel 5. Estimasi Produksi CPO dan Limbah dari Pabrik Kelapa Sawit
di Indonesia pada Rentang Waktu 2009-2013
Produksi
2009
2010
2011
2012
2013
19,324,294
21,958,120
23,096,542
23,521,071
24,431,639
CPO (21%)
4,058,102
4,611,205
4,850,274
4,939,425
5,130,644
Sabut Kelapa Sawit (15%)
2,898,644
3,293,718
3,464,481
3,528,161
3,664,746
Cangkang Kelapa Sawit (6%)
1,159,458
1,317,487
1,385,793
1,411,264
1,465,898
Tandan Kosong (23%)
4,444,588
5,050,368
5,312,205
5,409,846
5,619,277
Inti Sawit (7%)
1,352,701
1,537,068
1,616,758
1,646,475
1,710,215
POME (28%)
5,410,802
6,148,274
6,467,032
6,585,900
6,840,859
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
17
8. Estimasi Produksi Produk CPO dan Limbah Sawit di PKS
Berdasarkan algoritma Abdullah dan Sulaiman (2013), maka berikut ini disajikan estimasi produksi
CPO dan limbah sawit pada lima tipe kapasitas pabrik kelapa sawit untuk tiga tipe kerja yaitu 8 jam,
16 jam, dan 24 jam. Tipe pabrik pengolah kelapa sawit yang umumnya beroperasi di perkebunan
terdiri 30, 45, 60, 75, 90, dan 120 ton/jam TBS. Namun yang digunakan dalam perhitungan di bagin
ini hanya lima kecuali yang berkapasita 75 ton/jam TBS.
Pemilihan tipe kerja ini menggunakan asumsi bahwa satu sift waktu kerja untuk karyawan adalah
8 jam kerja, sehingga untuk 16 jam dan 24 jam masing-masing menggunakan 2 dan 3 sift. Gambar
8 menyajikan masa kerja PKS selama 24 jam, sedangkan Tabel 6. menyajikan data estimasi pada
masa kerja 8 jam dan 16 jam PKS.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
18
Pertimbangan untuk menyajikan data estimasi ini sebagai panduan dalam manajemen suplai
bahan baku untuk PKS, dan juga untuk perencanaan pengangkutan dari dan ke PKS. Kondisi ini
untuk mendukung kebutuhan jumlah dan tipe angkutan yang diperlukan supaya operasional PKS
mencapai target pengolahan dan produksi.
Tabel 6. Estimasi Produksi CPO dan Limbah Sawit pada Lima Tipe Kapasitas PKS
dan Masa Operasionalnya Setiap Hari
Kapasitas Total Produk CPO dan Limbah Sawit untuk 8 Jam/hari Operasi PKS
PKS
CPO
TKKS
SS
CS
IS
21%
23%
15%
6%
7%
ton/jam
ton/hari
30
50.4
55.2
36
14.4
16.8
45
75.6
82.8
54
21.6
25.2
60
100.8
110.4
72
28.8
33.6
90
151.2
165.6
108
43.2
50.4
120
201.6
220.8
144
57.6
67.2
POME
28%
Total TBS
100%
67.2
100.8
134.4
201.6
268.8
240
360
480
720
960
POME
28%
Total TBS
100%
134.4
201.6
268.8
403.2
537.6
480
720
960
1440
1920
IS
7%
POME
28%
Total TBS
100%
50.4
75.6
100.8
151.2
201.6
201.6
302.4
403.2
604.8
806.4
720
1080
1440
2160
2880
Kapasitas Total Produk CPO dan Limbah Sawit untuk 16 Jam/hari Operasi PKS
PKS
CPO
TKKS
SS
CS
IS
21%
23%
15%
6%
7%
ton/jam
ton/hari
30
100.8
110.4
72
28.8
33.6
45
151.2
165.6
108
43.2
50.4
60
201.6
220.8
144
57.6
67.2
90
302.4
331.2
216
86.4
100.8
120
403.2
441.6
288
115.2
134.4
Total Produk CPO dan Limbah Sawit untuk 24 Jam/hari Operasi PKS
Kapasitas
CPO
TKKS
SS
CS
PKS
21%
23%
15%
6%
ton/jam
ton/hari
30
151.2
165.6
108
43.2
45
226.8
248.4
162
64.8
60
302.4
331.2
216
86.4
90
453.6
496.8
324
129.6
120
604.8
662.4
432
172.8
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
19
9. Karakteristik Bioenergi Komponen Kelapa Sawit
Karakteristik setiap bahan bahan bioenergi dapat diidentiikasi secara biokimia dan bioisik.
Identiikasi secara biokimia mengarahkan bahan baku tersebut untuk menjadi biofuel seperti
biodiesel, sedangkan secara bioisik mengarahkan bahan baku menjadi biosolidseperti dibuat
pelet, biochar, atau kombinasinya.
Berdasarkan Publikasi pangkalan data digital yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Energi
Belanda (Energy research Centre of the Netherlands) yang disampaikan melalui laman https://www.
ecn.nl/phyllis2, berhasil diidentiikasi karakteristik komponen kelapa sawit, untuk daun/pelepah,
tandan buah segar, dan lain lain seperti yang disajikan pada Tabel 8. Laman ini juga memiliki data
dari tanaman lain, dan total data yang tersedia sekitar 3000 data bahan baku bioenergi.
Tiga analisis yang digunakan pada laman tersebut yaitu (1) proximate analysis; (2) Ultimate
analysis; (3) biomass analysis. Ketiganya digunakan untuk identiikasi sifat-sifat bahan bakar dari
biomassa, sehingga setiap hasil analisis menyajikan kandungan energi biomassa tersebut.
Proximate analysis:
Kadar abu (Ash):
Kadar abu dinyatakan dalam persentase berat (%) terhadap berat kering dan sebagai bahan yang
diterima (ar). Jumlah abu tergantung pada suhu pembentukan abu. Jika suhu pembentukan
abu diketahui, kadar abu diberikan pada suhu tertentu. Isi abu untuk bahan ar dan kering terkait
dengan kadar air:
Kadar abu (% berat kering) = kadar abu (wt% ar) * 100 / (100 - kadar air (wt%))
Kadar Air (Water content):
Kadar air dalam (%) berat, pada basis basah (ketika barang yang diterima). Penting untuk dicatat
bahwa ada perbedaan besar antara kadar air bahan yang tersedia dan kadar air pada saat analisis.
Juga kadar air bisa diturunkan dengan pengeringan alami selama penyimpanan.
Volatil dan Karbon Tetap (Volatiles and ixed carbon) :
Jumlah bahan mudah menguap (volatil) ditentukan oleh metode standar. Jumlah volatil dinyatakan
dalam % berat bahan kering, seperti yang diterima materi atau kering dan bebas materi abu.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
20
Jumlah karbon tetap dihitung sebagai bagian yang tersisa sebagaimana ditentukan oleh metode
standar yang disebutkan di atas sesuai dengan rumus berikut:
ar ixed C = 100 - ash (ar) - water content - volatiles (ar)
dry ixed C = 100 - ash (dry) - volatiles (dry)
daf ixed C = 100 - volatiles (daf )
Analisis Ultimate (Ultimate analysis):
Carbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), sulfur (S), klorin (Cl), luor (F) dan bromin (Br)
konten dalam % berat bahan kering (% dr), kering dan bebas materi abu (wt% daf ) dan sebagai
bahan yang diterima (wt% ar).
Deinisi
ar C + H + O + N + S + Cl + F + Br + ash + water content = 100
dry C + H + O + N + S + Cl + F + Br + ash = 100
daf C + H + O + N + S + Cl + F + Br = 100
Seringkali, kandungan oksigen tidak diukur tetapi ditetapkan sama dengan (100-komponen
diukur). Jika S dan Cl tidak dipertimbangkan dalam perhitungan asli, atau jika 815°C konten
abu digunakan sebagai pengganti 550°C konten abu, jumlah yang akan lebih besar dari 100.
Jika kandungan oksigen diukur, jumlah yang tidak akan sama dengan 100 karena kesalahan
eksperimental dalam analisis.
Nilai Kalori (Caloriic value) (MJ/kg):
Nilai kalor dinyatakan sebagai Higher Heating Value (HHV) dan Nilai Pemasan Terendah (Lower
Heating Value-LHV). Perbedaan ini disebabkan oleh panas dari penguapan air yang terbentuk dari
hidrogen dalam material dan kelembaban:
Singkatan
English
Indonesia
HHV
•
•
•
•
•
•
•
•
LHV
• Lower heating value
• Net heating value
Higher Heating Value
Gross heating value
Caloriic value
Heat of combustion
Nilai Pemanasan tertinggi
Nilai pemanasan bruto
Nilai Kalori
Panas Pembakaran
• Nilai Pemanasan Terendah
• Nilai Pemanasan Bersih.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
21
Penentuan nilai kalor biasanya menghasilkan nilai untuk HHV. Sebagai perbandingan, HHV juga
dihitung dari komposisi unsur menggunakan Rumus Milne:
HHVMilne = 0.341C + 1,322H - 0,12 O - 0,12 N + 0,0686S - 0,0153 abu,
di mana C, H, dll adalah massa dan fraksi abu dalam% berat bahan kering dan HHV nilai kalor
untuk bahan kering di MJ/kg.
Dengan menggunakan fraksi hidrogen dan abu (% berat kering) dan fraksi kelembaban w (wt%
ar) HHV dan LHV yang berbeda dapat dihitung.
HHVar = HHVdry • (1-w/100)
HHVdry = HHVdaf • (1-ash/100)
LHVdry = HHVdry - 2.443 • 8.936 H/100
LHVar = LHVdry • (1-w/100) - 2.443 • w/100
LHVar = HHVar - 2.443 • {8.936 H/100 (1-w/100) + w/100}
Komposisi abu (Ash composition- wt% ash):
Sejumlah besar data tersedia pada komposisi abu setelah konversi. Secara umum data ini dinyatakan
sebagai% berat oksida. Oksida yang dipilih tidak mewakili bentuk kimia yang sebenarnya dari
komponen.
Timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga (Cu), merkuri (Hg), mangan (Mn) dan kromium (Cr) dinyatakan
dalam mg/kg abu.
Analisis Biomassa (Biomass analysis- mg/kg dry):
Kandungan logam dinyatakan dalam mg/kg bahan kering.
Biochemical composition (wt%):
Komposisi biokimia bahan dinyatakan dalam % berat bahan kering (selulosa, hemi-selulosa, lignin,
lemak, protein, pektin, pati, ekstraktif, C5 dan C6 gula, karbohidrat total non-struktural). Jika analisis
gula diterapkan, selulosa dan hemiselulosa = glukan = sum C5 + C6 sum - glukan - rhamman.
“Jumlah total abu + biokimia” memberikan jumlah abu, selulosa, hemiselulosa, lignin, lipid,
protein, ekstraktif EtOH / toluena, ekstraktif 95% EtOH, ekstraktif air panas, pati, pektin, rhamnan,
dan jumlah non-struktural carbo-hidrat (TNC).
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
22
Nilai Kalori
Goenadi et al., (2008) telah mengkaji secara kepustakaan potensi produk limbah kelapa sawit
sebagai bahan baku energi. Kajian mereka menunjukkan bahwa potensi energi yang tersimpan
dalam produk limbah kelapa sawit dapat dilihat nilai energi panas (caloriic value). Nilai energi
panas dari beberapa produk samping sawit ditunjukkan pada Tabel 7. Produk samping yang
memiliki nilai energi panas tinggi adalah cangkang dan serat.
Cangkang dan serat (ibre) dimanfaatkan sebagian besar atau seluruhnya sebagai bahan bakar
boiler PKS. Produk samping yang lain belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber energi. Tandan
kosong kelapa sawit (TKKS) yang juga memiliki nilai energi panas cukup tinggi saat ini banyak
dimanfaatkan sebagai mulsa atau diolah menjadi kompos. Sebagian Pabrik kelapa Sawit (PKS)
masih membakar TKKS dalam incinerator untuk mengurangi volume limbah TKKS, walaupun
sudah dilarang sejak tahun 1996.
Berdasarkan survei di lapangan, penulis menemukan bahwa semua produk limbah telah
dimanfaatkan oleh perusahaan pemilik pabrik pengolah kelapa sawit untuk bahan baku energi,
pupuk, perbaikan infrastruktur jalan di kawasan perkebunan, dan produk bahan baku energi
seperti pellet atau briket arang yang bernilai ekonomis.
Tabel 7. Nilai Energi Panas (Caloriic Value) dari Beberapa Produk Samping Sawit
(Berdasarkan Berat Kering)
Produk Limbah Sawit
TKKS
Serat
Cangkang
Batang
Pelepah
Sumber: Ma et.al. (2004)in Goenadi et al., (2008)
Rata-rata
nilai kalor (kJ/kg)
18.795
19.055
20.093
17.471
15.719
Kisaran
(kJ/kg)
18 000 – 19 920
18 800 – 19 580
19 500 – 20 750
17 000 – 17 800
15 400 – 15 680
Tabel 8. Karakteristik biokimia dan nilai kalori komponen produk limbah sawit
Jenis Tanaman:
Kelapa Sawit/Palm Oil
Nama latin:
Elaeis sp
NO
NOMOR ID
KARAKTERISTIK
Fuel Properties
1. Proximate Analysis
Moisture content
Ash content
Volatile matter
Fixed carbon
2. Ultimate Analysis
Carbon
Hydrogen
Nitrogen
Sulphur
Oxygen
Total (with halides)
3. Calorific Values
Net calorific value (LHV)
Gross calorific value (HHV)
HHVMilne
Bagian Tanaman
Indonesia
Tandan
Kosong
Kelapa
Sawit
Cangka
ng
Sawit
Sabut
kelapa
sawit
Minyak
ester
kelapa
sawit
Inggris
Empty
Fruit
Bunches
palm oil
palm oil
kernel
shell
palm oil
mesocarp
fiber
palm oil
ester
#2932
#2940
#2936
#2777
Cangka
ng
sawit
disangr
ai pada
suhu
o
250 C
palm oil
kernel
shell
torrefied
at
250°C
Cangka
ng
sawit
disangr
ai pada
suhu
o
300 C
palm oil
kernel
shell
torrefied
at 300°C
Serabut
sawit
disangr
ai pada
suhu
o
250 C
Serabut
sawit
disangr
ai pada
suhu
o
300 C
Tandan
kosong
disangr
ai pada
suhu
o
220 C
Tandan
kosong
disangr
ai pada
suhu
o
250 C
Tandan
kosong
disangr
ai pada
suhu
o
300 C
palm oil
mesocar
p fiber
torrefied
at 250°C
palm oil
mesocar
p fiber
torrefied
at 300°C
Empty
Fruit
Bunches
palm oil
torrefied
220°C
Empty
Fruit
Bunches
palm oil
torrefied
at 250°C
Empty
Fruit
Bunches
palm oil
torrefied
at 300°C
#2942
#2943
#2938
#2939
#2933
#2934
#2935
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
Bioenergi Utama Indonesia
UNIT
wt%
wt%
wt%
wt%
5.12
4.38
3.32
3.42
3.53
5.10
4.26
5.75
4.28
1.58
wt%
wt%
wt%
wt%
wt%
wt%
45.53
5.46
0.45
0.04
43.40
100.00
46.68
5.86
1.01
0.06
42.01
100.00
46.92
5.89
1.12
0.09
42.66
100.00
51.89
5.71
0.47
0.01
38.50
100.00
54.21
5.08
0.50
0.02
36.66
100.00
47.70
5.20
1.74
0.10
40.18
100.02
48.60
4.87
2.14
0.09
40.03
99.99
46.75
4.68
1.27
0.12
41.42
99.99
47.07
4.95
1.35
0.11
42.24
100.00
49.56
4.38
1.27
0.02
43.19
100.00
MJ/kg
MJ/kg
MJ/kg
15.83
17.02
17.41
18.50
19.78
18.44
18.32
19.61
18.49
17.82
19.07
20.52
20.57
21.68
20.69
18.11
19.24
18.04
21.11
22.17
17.89
16.15
17.17
16.93
16.59
17.67
17.31
19.45
20.41
17.33
40.40
23
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
24
Berdasarkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, nilai kalori dari bahan baku tersebut
dapat ditingkatkan melalui dua cara yaitu secara isik dengan melakukan pemadatan sehingga
diperoleh pelet atau dengan cara disangrai (ditorriied) pada suhu optimum dengan kisaran dari
220oC sampai dengan 300oC seperti yang disajikan pada Gambar 9, sedangkan perubahan nilai
energi (%) disajikan pada Tabel 9.
Gambar 9. Perubahan nilai kalori pada tiga produk limbah pada proses sangrai (torriied).
Tabel 9. Perubahan (%) Nilai Kalori Energi pada tiga suhu sangrai (torriied).
Perubahan (%) Nilai Kalori Energi pada Tiga Suhu Sangrai (Torriied)
Produk Limbah
Sangrai
Sangrai
Sangrai
Sawit
220oC
250oC
300oC
Tandan Kosong
2
5
23
Sabut Kelapa Sawit
(3)
(1)
15
Cangkang Sawit
(6)
(4)
11
Sumber Data: dolah dari https://www.ecn.nl/phyllis2/
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
25
Jika dibandingkan nilai kalori pada keadaan normal, maka tandan kosong, kelapa sawit, dan
cangkang sawit masing-masing memiliki nilai kalori 15.83, 18.32, dan 18.50 MJ/kg. Kemudian
setelah melalui proses sangrai (torriied) akan menerima peningkatan nilai kalori menjadi 19.45,
21.11, dan 20.57 MJ/kg. Perlakuan ini mengangkat nilai kalori produk limbah kelapa sawit
melampai kisaran yang dikemukakan oleh Ma et.al. (2004)in Goenadi et al., (2008). Sajian data
tersebut menunjukkan bahwa ketiga bahan baku tersebut akan menerima peningkatan nilai
kalori yang tertinggi pada proses sangrai (torriied) dengan suhu 300oC.
10. Proses Sangrai (Torrefaction)
Proses Sangrai (torrefaction)
merupakan
proses
pemanggangan
bahan
baku bionergi (biomassa)
dalam suhu terkendali dan
tetap di kisaran 220-350oC
untuk
menghilangkan
kandungan air melalui
proses penguapan dan
bahan-bahan lain yang
mudah menguap. Tahapan
proses sangrai dapat dilihat
pada Gambar 10.
Proses sangrai ini mengakibatkan perubahan karakteristik biomassa secara drastis karena struktur
serat ulet dari biomassa aslibahan sebagian besar dihancurkan melalui pemecahan hemiselulosa
dan yang lebih rendahtingkat molekul selulosanya, sehingga biomassa tersebut menjadi rapuh
dan mudah untuk digiling dan dipadatkan menjadi pellet.
Materi yang kemudian berubah dari menjadi hidroilik untuk menjadi hidrofobik. Dengan
penghapusan fraksi volatil cahaya yang berisi sebagian besar oksigen dalam biomassa, nilai
pemanasan bahan yang tersisa secara bertahapmeningkat dari 15.83 MJ/kg, 16.15, dan 16,59
sampai 19.45 MJ/kg untuk tandan kosong tersangrai (torreied). Bahkan dalam kasus devolatization
lengkap mengakibatkan arang.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
26
Penutup
Lankah awal perjalanan untuk mempelajari dan mendayagunakan berbagai produk dari perkebunan
kelapa sawit sebagai bahan baku bioenergi telah dimulai. Pemahaman awal bahwa hasil pabrik
kelapa sawit selain CPO seperti tandan kosong, cangkang sawit, serabut sawit, pelepah, dan POME
merupakan limbah, kini harus berubah bahwa limbah itu merupakan bahan baku bioenergi.
Langkah lanjutan yang diperlukan adalah memilih teknologi untuk mengubah bahan baku
tersebut menjadi produk bioenergi. Pemilihan ini sudah tentu juga mempertimbangkan aspek
pasar, aspek keuangan, dan dukungan sumberdaya manusia dan lembaga keuangan di suatu
daerah yang memerlukan energi. Bahkan masih diperlukan langkah yang terencana untuk
menjadikan bahan baku tersebut menjadi produk energi untuk diekspor ke luar negeri setelah
mencukupi kebutuhan daerah dan nasional.
Bahan Bacaan
Abdullah, N. and F. Sulaiman (2013). The Oil Palm Wastes in Malaysia, Biomass Now - Sustainable
Growth and Use, Miodrag Darko Matovic (Ed.), ISBN: 978-953-51-1105-4, InTech, DOI:
10.5772/55302. Available from: http://www.intechopen.com/books/biomass-nowsustainable-growth-and-use/the-oil-palm-wastes-in-malaysia.
Departemen Pertanian RI (2014). Statistisk Pertanian. Jakarta.
Energy research Centre of the Netherlands (ECN) (2014). Phyllis2, database for biomass and waste.
https://www.ecn.nl/phyllis2/(2014) dikunjungi pada tanggal 31 Januari 20014.
Global Green Synergy (2014) di laman http://www.ggs.my/index.php/palm-biomass (2014)
dikunjungi pada tanggal 31 Januari 2014.
Goenadi D. H., W. R. Susila, and Isroi. (2008). Pemanfaatan produk samping kelapa sawit
sebagai sumber energi alternatif terbarukan. Di laman http://isroi.com/2008/03/12/
pemanfaatan-produk-samping-kelapa-sawit-sebagai-sumber-energi-alternatifterbarukan/. Dikunjungi pada tanggal 31 Januari 2014.
Koppejan et al., (2012). Status overview of torrefaction technologies. IEA Bioenergy Task 32
report. Enschede, Netherland, December 2012. http://www.ieabcc.nl/publications/
IEA_Bioenergy_T32_Torrefaction_review.pdfdikunjungi pada tanggal 30 Januari 2014.
Lacrosse, L. (2004). Clean and Eicient Biomass Cogeneration Technology in ASEAN, COGEN
3 Seminar on “Business Prospects In Southeast Asia For European Cogeneration
Equipment”, 23 November 2004, Krakow, Poland. (dapat diunduh di http://www.cogen3.
net/presentations/eu/poland/CleanandEicientBiomassCogenTechnologyinASEAN_
Ludo.pdf ) dikunjungi pada tanggal 30 Januari 2014.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
27
M. Syukri Nur, lahir di Pare-Pare, 24 September 1966. Ia menyelesaikan pendidikan dasar
dan menengah di Samarinda. Lulus SMA Negeri 1 Samarinda pada tahun 1986 dan pada
tahun yang sama di terima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui undangan PMDK
(Penelusuran Minat dan Kemampuan) oleh Rektor IPB Prof. Dr. Ir. H. Andi Hakim Nasution
karena menjadi juara I Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI Bidang Humaniora di tahun 1986.
Lulus dari program studi Agrometeorologi, IPB tahun 1991, kemudian bekerja di LKBN
Antara Biro Samarinda sebagai wartawan selama dua tahun. Akhir September 1993
melanjutkan S2 dan S3 hingga tahun 2003 di IPB dengan pengalaman studi di musim
panas, kegiatan penelitian dan pembentukan jaringan akademik di Swiss, Perancis,
Jerman, Jepang, dan Austria.
Penelitian tentang model perubahan iklim global di Institut Bioklimatologie, Universitas
Geottingen, Jerman selama 2 tahun lebih atas sponsor DAAD dan Proyek STORMA.
Penghargaan yang pernah diperoleh LIPI – UNESCO untuk PIAGAM MAB (Man and
Biosphere) tahun 2003 dan sejumlah beasiswa dari START Amerika Serikat, DAAD Jerman,
Yayasan Super Semar, Republika dan ICMI, serta KOMPAS selama menempuh pendidikan
di IPB.
ALAMAT LENgKAP:
Jl. Malabar Ujung No. 27
RT 04/03, Tegalmanggah,
Bogor 16144
Telp & FAX :
0251-835715,
HP:
0811580150
Email :
syukrimnur@gmail.com
Penulis pernah tercatat sebagai staf dosen di STIPER Kabupaten Kutai Timur dan Peneliti
bidang Agroindustri dan Teknologi Informasi di PT. VISIDATA RISET INDONESIA, serta
tahun 2006-2009 menjadi staf Ahli Bupati Kutai Timur bidang pengembangan Agribisnis
dan Agroindustri.
Pada tahun 2011-2012, menjadi Wakil Ketua Tim Likuidator PT. Kutai Timur Energi dan
pernah menjabat sebagai Direktur HR&GA PT. Kutai Timur Energi. Saat ini menjadi Direktur
di PT. Kutai Mitra Energi Baru.
Minat penulis adalah penelitian dan penulisan ilmiah untuk bidang kajian pertanian,
teknologi informasi dan lingkungan hidup, serta energi baru dan terbarukan.