BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Acne Vulgaris Dengan Konsep Diri Pada Remaja Putri Di Smk Panca Budi Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Acne Vulgaris

  2.1.1 Defenisi Acne Vulgaris Acne vulgaris adalah peradangan menahun dari folikel pilosebasea yang

  ditandai dengan adanya erupsi komedo, papul, pustul, nodus dan kista pada tempat prediliksi seperti muka, leher, lengan atas, dada dan punggung (Wasitaatmadja, 2005). Penyakit ini terutama terjadi pada remaja dan biasanya berinvolusi sebelum 25 tahun namun bisa berlanjut sampai usia dewasa. Acne

  

vulgaris terutama timbul pada kulit yang berminyak berlebihan akibat produksi

sebum yang berlebihan (Yuindartanto, 2009).

  2.1.2 Etiologi

  Penyebabnya belum dapat dipastikan, karena masih banyak perbedaan pendapat, setiap orang mempunyai hal khusus yang mungkin dapat dianggap sebagai penyebab timbulnya acne vulgaris. Dapat dikatakan penyebab acne vulgaris adalah multifaktorial (Cunlife dalam skripsi Rahmawati, 2012).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya acne vulgaris, yaitu: 1.

  Faktor genetik Pada 60% pasien, riwayat acne vulgaris juga didapatkan pada satu atau kedua orang tuanya. Penderita acne vulgaris yang berat mempunyai riwayat penyebaran lesi, dan lamanya kemungkinan mendapat acne vulgaris terutama genotip XYY (Hasan, 1984).

  2. Faktor Infeksi dan Trauma Peradangan dan infeksi di folikel pilosebasea terjadi karena adanya peningkatan jumlah dan aktivitas flora folikel yang terdiri dari

  

Propionilbacterium- Aknes, Corynebacterium Aknes, Pityrosporum ovale dan

Staphylococcus epidermidis . Bakteri-bakteri ini berperan dalam proses kemotaksis

  inflamasi dan pembentukan enzim lipolitik yang mengubah fraksi lipid sebum.

  Propionilbacterium Aknes berperan dalam iritasi epitel folikel dan mempermudah

  terjadinya acne vulgaris. Selain itu, adanya trauma fisik berupa gesekan maupun tekanan dapat juga merangsang timbulnya acne vulgaris (Siregar, 2005).

  3. Faktor hormonal Pada 60–70% wanita lesi acne vulgaris menjadi lebih aktif kurang lebih satu minggu sebelum haid oleh karena hormon progesteron. Estrogen dalam kadar tertentu dapat menekan pertumbuhan acne vulgaris, pada wanita diperlukan dosis yang melebihi kebutuhan fisiologis, sedangkan pada laki-laki dosis tersebut dapat menimbulkan feminisasi. TSH dengan jalan tertentu juga dapat merangsang pertumbuhan acne vulgaris. Pil anti hamil yang mengandung ethinilestradiol 0,05 mg atau lebih mempunyai efek yang menguntungkan pada acne vulgaris. Androgen memegang peranan penting, acne vulgaris tidak berkembang pada orang yang dikebiri. Androgen asal jaringan, alfadihidrotestosteron lebih mudah dibentuk pada orang dengan kulit acne vulgaris. Ovarektomi sebelum dewasa dan agenesis ovarii mencegah timbulnya acne vulgaris. ACTH dan hormon gonadotropin mempengaruhi ovarium dan kelenjar adrenal secara tidak Iangsung serta merangsang kelenjar sebaceus, dengan demikian dapat memperberat acne

  vulgaris (Siregar, 2005).

  4. Faktor diet Makanan sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya acne vulgaris masih diperdebatkan. Secara umum dikatakan bahwa makanan yang mengandung banyak lemak, pedas, coklat, susu, kacang-kacangan, keju, alkohol dan sejenisnya dapat merangsang kambuhnya acne vulgaris. Lemak yang tinggi pada makanan akan mempertinggi kadar komposisi sebum, sedangkan makanan dengan kadar karbohidrat tinggi dapat mempertinggi susunan lemak permukaan kulit. Dalam sebuah studi disimpulkan bahwa diet rendah GL (glycemic load) dapat memperbaiki lesi acne vulgaris dan perbaikan sensitivitas insulin (Pujianta, 2010).

  5. Faktor Kosmetik Kosmetika dapat menyebabkan acne vulgaris jika mengandung bahan- bahan komedogenik. Bahan-bahan komedogenik seperti lanolin, petrolatum, minyak atsiri dan bahan kimia murni (asam oleik, butil stearat, lauril alkohol, bahan pewarna (D&C) biasanya terdapat pada krim-krim wajah. Untuk jenis kosmetik yang sering menyebabkan acne vulgaris adalah bedak padat (compact powder ) (Pujianta, 2010).

  6. Kondisi Kulit Kondisi kulit juga berpengaruh terhadap acne vulgaris. Ada empat jenis kulit wajah, yaitu: a)

  Kulit normal, ciri-cirinya : kulit tampak segar, sehat, bercahaya, berpori halus, tanpa acne vulgaris, tidak berpigmen, tidak berkomedo, tidak bernoda, elastisitas baik

  b) Kulit berminyak, ciri-cirinya : mengkilat, tebal, kasar, berpigmen, berpori besar c)

  Kulit kering, ciri-cirinya : Pori-pori tidak terlihat, kencang, keriput, berpigmen d)

  Kulit Kombinasi, ciri-cirinya : dahi, hidung, dagu berminyak, sedangkan pipi normal/kering atau sebaliknya.

  Jenis kulit berhubungan dengan acne vulgaris adalah kulit berminyak. Kulit berminyak dan kotor oleh debu, polusi udara, maupun sel-sel kulit yang mati yang tidak dilepaskan dapat menyebabkan penyumbatan pada saluran kelenjar sebasea dan dapat menimbulkan acne vulgaris (Indang, 2006).

  7. Faktor pekerjaan Penderita acne vulgaris juga banyak ditemukan pada karyawan-karyawan pabrik dimana mereka selalu terpajan bahan-bahan kimia seperti oli dan debu- debu logam (Tranggono dalam skripsi Rahmawati, 2012).

8. Faktor Psikis

  Emosi, terutama stres sering ditemukan sebagai faktor penyebab kambuhnya acne vulgaris. Adanya acne vulgaris kadang menimbulkan kecemasan yang berlebihan dimana hal tersebut mendorong penderita memanipulasi acne vulgarisnya secara mekanis, sehingga kerusakan dinding folikel semakin parah dan bisa menimbulkan lesi-lesi acne vulgaris baru (Harahap, 2000).

2.1.3 Patogenesis

  Hartadi (2010) menyebutkan ada empat hal yang erat hubungannya dengan patofisiologi acne vulgaris, yaitu:

  1. Peningkatan produksi sebum Menurut Kligman sebum ibarat minyak lampu pada acne vulgaris, ini berarti tidak mungkin terjadi acne vulgaris tanpa sebum. Plegwig berpendapat bahwa ditemukan hubungan yang selaras antara peningkatan produksi sebum, permulaan acne vulgaris pada masa pubertas dan berat ringannya acne vulgaris.

  Hormon Androgen yang secara nyata meningkat produksinya pada permulaan pubertas dapat menyebabkan pembesaran dan peningkatan aktifitas kelenjar sebaceus. Produksi sebum yang meningkat akan disertai peningkatan unsur komedogenik dan inflamatorik penyebab lesi acne vulgaris.

  2. Penyumbatan keratin di saluran pilosebaseus Penyumbatan dimulai di infrainfundibulum, yang lapisan granulosumnya lebih tebal dengan glikogen yang lebih banyak. Proses keratinisasi ini dirangsang oleh androgen, sebum, asam lemak bebas dan skualen yang bersifat komedogenik. Masa keratin yang terjadi ternyata berbeda dengan keratin epidermis. Masa keratin folikel sebasea lebih padat dan lebih lekat, sehingga lebih sulit terlepas satu dengan yang lainnya, mengakibatkan proses penyumbatan lebih mudah terjadi. Proses penyumbatan akan lebih cepat bila ada bakteri atau ada proses inflamasi. Aliran sebum akan terhalang oleh hiperkeratinisasi folikel sebasea, maka akan terbentuk mikrokomedo yang merupakan tahap awal dari lesi acne

  vulgaris yang bisa berkembang menjadi lesi inflamasi maupun non inflamasi.

3. Abnormalitas mikroorganisme di saluran pilosebaseus

  Bakteri mempunyai peranan dalam terjadinya acne vulgaris. Ditemukan tiga kelompok besar mikroorganisme pada kulit penderita acne vulgaris, yaitu

  

Propionilbacterium aknes , Staphylococcus epidermidis, dan satu golongan fungus

  adalah Pityorosporum ovale. Mikroflora kulit dan saluran pilosebaseus penderita

  

acne vulgaris jauh lebih banyak daripada yang terdapat pada orang sehat. Di

  antara mikroflora tersebut yang paling penting adalah Propionilbacterium Aknes yang mengeluarkan bahan biologik tertentu seperti bahan menyerupai prostaglandin, lipase, protease, lecithinase, neuramidase dan hialuronidase. Pada penderita acne vulgaris, kadar asam lemak hebas, skualen dan asam sebaleik di permukaan kulit meningkat. Skualen dan asam lemak bebas bersifat komedogenik. Beberapa asam lemak bebas mengiritasi infrainfundibulum. Asam lemak bebas yang ada dipermukaan kulit berasal dari hasil lipolisis trigliserida berbagai lemak oleh kuman Propionilbacteriurn Aknes.

4. Proses inflamasi

  Diduga disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor immunologik dan non immunologik. Persoalan immunologik acne vulgaris adalah karena serbuan leukosit PMN dan limfosit ke kelenjar sebasea karena diundang oleh sinyal kemotaktik Propionilbacterium Aknes untuk masuk ke dalam lumen folikel sebasea. Setelah leukosit PMN masuk ke dalam lumen, maka akan memfagosit

  

Propionilbacterium Aknes dan mengeluarkan enzim hidrolitik yang akan merusak

  dinding folikel dan ruptur sehingga isi folikel (lipid dan keratin) masuk ke dalam dermis sehingga mengakibatkan inflamasi. Sedangkan faktor non immunologik yang penting adalah asam lemak bebas, protease dan bahan yang menyerupai prostaglandin yang dapat mencapai jaringan sekitar unit pilosebaseus secara difusi, kemudian menyebabkan terjadinya proses inflamasi.

2.1.4 Klasifikasi Acne Vulgaris

  Klasifikasi acne vulgaris sampai saat ini belum ada yang memuaskan, karena belum ada dasar pengukuran yang obyektif. Tujuan penentuan klasifikasi

  

acne vulgaris antara lain adalah untuk penilaian hasil pengobatan. Klasifikasi

  yang sering digunakan, yaitu : 1.

  Menurut Kligman dan Plewig (1975) yang berdasarkan bentuk lesi.

  a.

  Acne vulgaris komedonal Lesi terutama terdiri dari komedo, baik yang terbuka, maupun yang tertutup. Dibagi menjadi 4 tingkat berdasarkan derajat beratnya acne vulgaris yaitu: Tingkat I : kurang dari 10 komedo pada satu sisi wajah. Tingkat II : 10 – 25 komedo pada satu sisi wajah. Tingkat III : 25 – 50 komedo pada satu sisi wajah. Tingkat IV : lebih dari 50 komedo pada satu sisi wajah.

  b.

  Acne vulgaris papulopustuler Lesi terdiri dari komedo dan campuran lesi yang meradang yang dapat berbentuk papel dan pustul. Dibagi menjadi 4 tingkat sebagai berikut:

  Tingkat I : Kurang dari 10 lesi meradang pada satu sisi wajah. Tingkat II : 10 - 20 lesi meradang pada satu sisi wajah. Tingkat III : 20 – 30 lesi meradang pada satu sisi wajah. Tingkat IV : Lebih dari 30 lesi meradang pada satu sisi wajah.

  c.

  Acne vulgaris konglobata Merupakan bentuk acne vulgaris yang berat, sehingga tidak ada pembagian tingkat beratnya penyakit. Biasanya lebih banyak diderita oleh laki- laki. Lesi yang khas terdiri dari nodulus yang bersambung, yaitu suatu masa besar berbentuk kubah berwarna merah dan nyeri. Nodul ini mula-mula padat, tetapi kemudian dapat melunak mengalami fluktuasi dan regresi, dan sering meninggalkan jaringan parut.

2. Menurut Pillsbury dan kawan-kawan (dalam buku Penyakit Kulit, 1990) : I.

  Tingkat I : lesi utama terdiri dari komedo dan tidak dijumpai peradangan

II. Tingkat II :lesi terdiri dari komedo dan pustul kecil dan adanya proses peradangan pada lubang folikel.

  III.

  Tingkat III : lesi terdiri dari komedo, pustula kecil dan adanya kecenderungan untuk terjadinya peradangan yang lebih dalam.

IV. Tingkat IV : lesi utama berupa kista dengan infestasi sekunder 3.

  Klasifikasi Menurut bagian ilmu penyakit dan kelamin FKUI / RSUPN Dr.

  Cipto Mangunkusumo dikutip dari Sukardi (2008), klasifikasi acne

  vulgaris yaitu: a.

  Ringan : Terdapat 5-10 komedo putih, komedo hitam dan papul pada jerawat atau terdapat <5 pustul dan nodul pada wajah.

  b.

  Sedang : Terdapat >10 komedo putih, komedo hitam dan papul atauterdapat 5-10 pustul dan nodul pada wajah.

  c.

  Berat : Terdapat >10 pustul dan nodul pada wajah

2.2 Remaja

2.2.1 Defenisi Remaja

  Kata “remaja” berasal dari bahasa Latin yaitu adolescene yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan defenisi tentang remaja seperti DeBurun (dalam Rice, 1990) mendefenisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dan dewasa. Papalia dan Olds (2001), tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescent).

  Menurut Papilia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Adapun Anna Freud (dalam Harlock, 1990), berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan- perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.

2.2.2 Aspek- aspek Perkembangan Pada Masa Remaja

  Perkembangan pada masa remaja dapat ditijau dari beberapa aspek, yaitu: a.

  Perkembangan Fisik Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensori dan keterampilan motorik (Papila dan Olds, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot dan kematangan organ seksual serta fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh anak-anak menjadi tubuh dewasa yang ciri-cirinya ialah kematangan. Perubahan otak strukturnya semakin sempurna untuk meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001). b.

  Perkembangan Kognitif Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja telah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide ini. seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah secara berfikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru. Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir dan bahasa. Piaget (dalam Papalia dan Olds, 2001), mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berfikir abstrak. Piaget menyebutkan tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia dan Olds, 2001).

  c.

  Perkembangan Kepribadian dan Sosial Perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja ialah pencarian identitas diri. Pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erickson dalam Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan sosial pada remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia dan Olds, 2001). Dibanding masa anak-anak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstrakurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia dan Olds, 2001).

2.3 Konsep Diri

2.3.1 Defenisi

  Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. (Widayatun, 1999; 225)

  Konsep diri dapat didefenisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilainan seseorang terhadap dirinya. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak bisa berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Sebaliknya orang yang mempunyai konsep diri positif akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. (Jacinta, 2002)

  Rentang Respon Konsep Diri Respon Adaptif Respon maladaptive Aktualisasi konsep diri harga diri kerancuan depersonalisasi diri positif rendah identitas (Stuart, 2006;187 )

  Skema 2.3.1 Rentang Respon Konsep Diri

2.3.2 Komponen konsep diri

  Konsep diri terdiri dari 5 komponen diantaranya: 1.

  Gambaran diri Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk tubuh, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu (Keliat, 2002). Menurut Stuart dan Sundeen (2005) gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yangsecara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu.

  Gambaran diri dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti pubertas dan penuaan terlihat lain. Selain itu, gambaran diri juga dipengaruhi oleh nilai sosial budaya. Budaya dan masyarakatmenentukan norma-norma yang diterima luas mengenai gambaran diri dan dapat mempengaruhi sikap seseorang, misalnya berat tubuh yang ideal, warna kulit, tindik tubuh serta tato dan sebagainya (Alimul, 2008). Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukkan tandadan gejala seperti: 1.

  Syok psikologis Syok psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan.

  2. Menarik diri Individu menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan tetapi karena tidak mungkin maka individu akan lari atau menghindar secara emosional.

  3. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap Setelah individu sadar akan kenyataan, maka respon kehilangan atau berduka muncul setelah fase ini individu mulai melakukan realisasi dengan gambaran diri yang baru (Stuart dan Sundeen, 2005). Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri di atas adalah proses yang adaptif, jika tampak tanda dan gejala berikut secara menetap maka respon individu dianggap maladaptive sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu: a. menolak untuk melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah b. tidak dapat menerima perubahan-perubahan struktur dan fungsi tubuh c. mengurangi kontak sosial sehingga individu menarik diri d. perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh e. preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang f. mengungkapkan keputusan g. mengungkapkan ketakutan ditolak h. dipersonalisasi dan menolak penjelasan tentang perubahan tubuh 2.

  Ideal diri Menurut Keliat (2002) Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe seseorang yang diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita- cita, nilai yang ingin dicapai.

  Ideal diri terdiri atas aspirasi, tujuan, nilai dan standar perilaku yang dianggap ideal dan diupayakan untuk dicapai. Diri ideal berawal dalam tahun prasekolah dan berkembang sepanjang hidup. Diri ideal dipengaruhi oleh norma masyarakat dan harapan serta tuntutan dari orang tua dan orang terdekat (Potter dan Perry, 2005).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi ideal diri: a. Kecendrungan individu menempatkan ideal diri pada batas kemampuannya.

  b. budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri, standar ini dibandingkan dengan standar kelompok teman. c.

  Ambisi atau keinginan untuk melebihkan keberhasilan kebutuhan yang realistis, maka terjadi keinginan untuk menghindari kegagalan , perasaan cemas dan rendah diri.

3. Harga diri

  Harga diri menurut Alimul (2008) adalah penilaian individu tentang dirinya dengan menganalisis kesesuaian antara perilaku dan ideal diri yang lain.

  Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan dari diri sendiri maupun dari orang lain. Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 2005).

  Harga diri berasal dari dua sumber, yaitu diri sendiri dan orang lain. Harga diri bergantung pada kasih sayang dan penerimaan. Harga diri mencakup penerimaan diri sendiri karena nilai dasar, meski lemah dan terbatas. Seseorang yang menghargai dirinya dan merasa dihargai oleh orang lain biasanya mempunyai harga diri yang tinggi. Seseorang yang merasa tidak berharga dan menerima sedikit respek dari orang lain biasanya mempunyai harga diri yang rendah (Potter dan Perry, 2005).

  Harga diri akan lebih bermakna dan berhasil jika diterima dan diakui orang lain. Menurut Mars (1990) dalam Potter dan Perry (2005) harga diri juga dipengaruhi oleh sejumlah kontrol yang mereka miliki terhadap tujuan dan keberhasilan dalam hidup. Seseorang dengan harga diri yang tinggi cenderung menunjukkan keberhasilan yang diraihnya sebagai kualitas dan upaya pribadi. Ketika berhasil, seorang individu dengan harga diri rendah cenderung mengatakan bahwa keberhasilan yang diraihnya adalah keberuntungan dan atau atas bantuan orang laindari pada kemampuan pribadi. Coopersmith (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 2005) menguraikan empat cara meningkatkan harga diri pada anak yaitu memberi kesempatan berhasil, menanamkan gagasan, mendorong aspirasi, membantu membentuk koping.

  Coopersmith (1998) dalam Stuart dan Sundeen (2005) membagi harga diri kedalam empat aspek: a.

  Kekuasaan ( power ) adalah kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku orang lain. Kemampuan ini ditandai adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individudari orang lain.

  b.

  Keberartian (significance) adalah adanya kepedulian, penilaian, dan afeksi yang diterima individu dari oranglain.

  c.

  Kebajikan (virtue) adalah ketaatan mengikuti standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan.

  d.

  Kemampuan (competence) adalah sukses memenuhi tuntutan prestasi. Menurut Burn (2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi gangguan harga diri seperti: a)

  Perkembangan individu Faktor presdiposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak diantar dan mengakibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain. Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang terdekat atau orang yang dianggap penting, ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak percaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan tanggung jawab terhadap perilakunya.

  b) Ideal diri tidak realistis

  Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standar yang tidak dapat dicapai seperti cita-cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis.

  c) Gangguan fisik dan mental Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.

  d) Sistem keluarga yang tidak berfungsi

  Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun harga diri dengan baik. Orang tua memberi umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan terganggu jika kemampuan penyesuaian masalah tidak adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan dilingkungannya. e) Penanganan traumatik yang berulang-ulang misalnya akibat penganiayaan fisik, emosi dan seksual.

4. Peran

  Peran diri adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Beck, dkk, 2006). Peran diri adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Alimul, 2008). Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat ( Keliat, 1992 ).

  Sebagian besar individu mempunyai lebih dari satu peran. Peran yang umum termasuk peran sebagai ibu atau ayah, istri atau suami, anak perempuan atau anak laki-laki, pekerja atau majikan, saudara perempuan atau laki-laki, dan teman. Setiap peran mencakup pemenuhan harapan tertentu dari orang lain. Pemenuhan harapan ini mengarah pada penghargaan. Ketidakberhasilan untuk memenuhi harapan ini menyebabkan penurunan harga diri atau terganggunya konsep diri seseorang (Potter dan Perry, 2005).

  Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan ( Keliat, 1992 ). Stress peran terdiri dari konflik peran yang tidak jelas dan peran yang tidak sesuai atau peran yang terlalu banyak.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus di lakukan menurut Stuart and Sundeen (2005) adalah:

  1. Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran.

  2. Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan .

  3. Kesesuain dan keseimbangan antara peran yang di emban.

  4. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.

  5. Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuain perilaku peran.

  Menurut Stuart and Sunden Penyesuaian individu terhadap perannya di pengaruhi oleh beberapan faktor, yaitu: a.

  Kejelasan prilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan yang spesifik tentang peran yang diharapkan.

  b.

  Konsistensi respon orang yang berarti atau dekat dengan peranannya.

  c.

  Kejelasan budaya dan harapannya terhadap prilaku perannya.

  d.

  Pemisahan situasi yang dapat menciptakan ketidak selarasan Selain itu dapat saja terjadi berbagai gangguan peran, penyebab atau faktor-faktor ganguan peran tersebut dapat di akibatkan oleh: a)

  Konflik peran interpersonal Individu dan lingkungan tidak mempunyai harapan peran yang selaras.

  b) Kehilangan hubungan yang penting

  c) Perubahan peran seksual d) Keragu-raguan peran

  e) Perubahan kemampuan fisik untuk menampilkan peran sehubungan dengan proses menua f)

  Kurangnya kejelasan peran atau pengertian tentang peran

  g) Ketergantungan obat

  h) Kurangnya keterampilan sosial i)

  Perbedaan budaya j) Harga diri rendah k)

  Konflik antar peran yang sekaligus di perankan Gangguan-gangguan peran yang terjadi tersebut dapat ditandai dengan tanda dan gejala, seperti: 1)

  Mengungkapkan ketidakpuasan perannya atau kemampuan menampilkan peran 2)

  Mengingkari atau menghindari peran 3)

  Kegagalan transisi peran 4)

  Ketegangan peran 5)

  Kemunduran pola tanggungjawab yang biasa dalam peran 6)

  Proses berkabung yang tidak berfungsi 7)

  Kejenuhan pekerjaan e.

  Identitas diri Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua konsep diri, sebagai suatu kesatuan yang utuh. Seseorang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya.

  Ciri-ciri mengidentifikasikan identitas: a.

  Mengenal diri sendiri sebagai organisme yang utuh dan terpisah dari orang lain.

  b.

  Mengakui jenis kelamin sendiri.

  c.

  Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasan.

  d.

  Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian masyarakat.

  e.

  Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan datang.

  f.

  Mempunyai tujuan yang bernilai yang dapat direalisasikan (Widayatun, 1999; 225).

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

  Menurut Stuart dan Sundeen (2005), ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri. Faktor tersebut terdiri dari:

1. Teori perkembangan

  Konsep diri berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembangan melalui kebiasaan eksplorasi atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pengalaman budaya dan hubungan interpersonal dan kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata. Remaja dipaksa untuk mengubah gambaran mental mereka tentang diri

  mereka. Perubahan fisik dalam ukuran dan penampilan menyebabkan perubahan dalam persepsi diri dan penggunaan tubuh. Remaja menghabiskan banyak waktu di depan cermin untuk hygiene, berdandan dan berpakaian dimana mereka mencari perbaikan dari penampilan mereka sebanyak mungkin. Distres yang besar dirasakan tentang ketidak sempurnaan yang diserap (Perry dan Potter, 2005).

  Perkembangan konsep diri dan citra tubuh sangat berkaitan erat dengan pembentukan identitas (Erikson, 1963 dalam Potter dan Perry, 2005).

  Pengalaman yang positif pada masa kanak-kanak memberdayakan remaja untuk merasa baik tentang diri mereka. Pengalaman negatif sebagai anak dapat mengakibatkan konsepdiri yang buruk.

2. Significant other (orang yang terpenting atau orang yang terdekat)

  Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interpretasi diri pandangan orang lain terhadap diri, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengannya dan pengaruh orang terdekat atau orang penting sepanjang siklus kehidupan. Remaja seringkali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara khas yaitu dengan cara berkumpul untuk melakukan aktifitas bersama dengan membentuk kelompok. Ketika remaja mengalami masalah kulit (acne vulgaris) mereka sering kali merasa kurang percaya diri ketika berhadapan dengan temannya. Banyaknya informasi serta interaksi yang dilakukan oleh remaja dengan temannya, maka akan mengakibatkan remaja tersebut tidak merasa tersingkirkan dari lingkungannya. Interaksi yang terjadi antara remaja dengan lingkungannya mempuyai kualitas yang berbeda-beda. Suatu interaksi dikatakan berkualitas, jika mampu memberikan kesempatan kepada individu untuk mengembangkan diri dengan segala kelebihandan kekurangan yang dimilikinya.

3. Self Perception (persepsi diri sendiri)

  Persepsi individu terhadap diri sendiri, serta pengalamannya mengenaimasalah fisik (jerawat) yang mereka alami, antara lain: a)

  Life Style (gaya hidup) Gaya hidup yang dimiliki oleh kebanyakan dari remaja sekarang lebih cenderung pada gaya hidup yang serba instan dan modern misalnya dalam perawatan muka. Pada remaja putri bagian wajah sering kali dipoles dengan kosmetik, tujuannya selain untuk mempercantik diri juga untuk melindung kulit dari sinar matahari. Namun pada dore hari kosmetik yang tidak segera dihapus dan dibersihkanakan menjadi populasi bersama keringat dan debu yang menempel di wajah sehingga bisa menyebabkan terjadinya acne vulgaris.

  b) Tipe kepribadian

  Kepribadian merupakan segala bentuk pola pikiran, emosi dan perilaku yang berbeda serta mempunyai karakteristik yang menentukan gaya personal individu dan mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan (Farozin, 2004).

  Orang dengan kepribadian tipe A (introver) lebih mudah mengalami gangguan akibat adanya stress dari pada orang dengan kepribadian tipe B (ekstrovert). Ciri-ciri orang dengan kepribadian tipe A (introvert) yaitu tidak sabar,kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, mudah gelisah, mudah bermusuhan danmudah tersinggung, sedangkan orang dengan kepribadian tipe B

  (ekstrovert) mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan orang berkepribadian tipe A (introvert ). Remaja putri yang mempunyai kepribadian introvert sering kali sulit bergaul, hati tertutup dan sulit berhubungan dengan orang lain dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Hal ini mengakibatkan remaja putri tersebut tidak ada keinginan untuk mencari tahu tentang penyelesaian masalah dari orang lain dan cenderung berfikir dengan pengalaman yang mereka dapatkan (Farozin, 2006). Remaja putri yang mempunyai kepribadian ekstrovert seringkali mudah bergaul, hatinya terbuka, hubungan dengan orang lain lancar dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Hal ini menyebabkan remaja putri tersebut selalu mencari solusi dari masalah jerawatnya yaitu dengan bertanya dan cenderung tidak ingin berprasangka dengan pemikiran mereka sendiri (Farozin,2006).

  c) Bentuk Anatomi Tubuh

  Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba dan menjamin kelangsungan hidup. Kulit dapat menyokong penampilan dan kepribadian seseorang. Dengan demikian, kulit pada manusia mempunyai peranan yang sangat penting. Selain fungsi utama yang menjamin kelangsungan hidup, kulit juga mempunyai fungsi lain yaitu estetik, ras dan sarana komunikasi non verbal antara individu satu dengan yang lain.

2.3.4 Kriteria Kepribadian Yang Sehat

  Menurut Andayani, B dan Afiatin, T (2006), kriteria kepribadian yang sehat sebagai berikut:

  1. Citra tubuh yang positif dan akurat Kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai akan kesehatan diri. Termasuk persepsi saat ini dan masa lalu.

  2. Ideal dan realitas Individu mempunyai ideal diri yang realitas dan mempunyai tujuan hidup yang dapat dicapai.

  3. Konsep diri yang positif Konsep diri yang positif menunjukkan bahwa individu akan sesuai dalamhidup.

  4. Harga diri tinggi Seseorang yang mempunyai harga diri tinggi akan memandang dirinyasebagai seseorang yang berarti dan bermanfaat. Ia memandang dirinya sama denganapa yang ia inginkan.

  5. Kepuasan penampilan peran Individu yang mempunyai kepribadian sehat akan dapat berhubungan dengan orang lain secara intim dan mendapat kepuasan. Ia dapat mempercayai dan terbuka pada orang lain serta membina hubungan interdependen.

6. Identitas jelas

  Individu merasakan keunikan dirinya yang memberi arah kehidupan dalam mencapai tujuan.

2.3.5 Karakteristik Konsep Diri Rendah

  Menurut Carpenito, 1995 dalam Taylor, 1997 dalam Tarwoto dan Wartonah Andayani, B dan Afiatin, T (2006), karakteristik konsep diri rendah sebagai berikut: a.

  Menghindari sentuhan atau melihat bagian tubuh tertentu b. Tidak mau berkaca c. Menghindari diskusi tentang topik dirinya d. Menolak usaha rehabilitasi e. Melakukan usaha sendiri dengan tidak tepat f. Mengingkari perubahan pada dirinya g.

  Meningkatkan ketergantungan pada orang lain h. Tanda dari keresahan seperti marah, keputusasaan dan menangis i. Menolak berpartisipasi dalam perawatan dirinya j. Tingkah laku yang merusak seperti penggunaan obat-obatan dan alkohol k.

  Menghindari kontak social l. Kurang bertanggung jawab

Dokumen yang terkait

Hubungan Acne Vulgaris Dengan Konsep Diri Pada Remaja Putri Di Smk Panca Budi Medan

33 192 96

Hubungan Kepuasan Body Image Dengan Harga Diri Pada Remaja Putri

4 59 73

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perbedaan Kontrol Diri Pada Remaja yang Berasal dari Keluarga Utuh dan Keluarga Bercerai

1 3 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri - Gambaran Konsep Diri Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Tanjung Gusta Medan

0 0 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pembentukan Konsep Diri Remaja - Kehamilan Diluar Nikah dan Putus Sekolah di Kalangan Remaja Putri di Desa Patumbak 1 (Studi Kasus Pada Remaja Putri Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dismenore 2.1.1.Definisi. - Hubungan Pengetahuan Remaja Putri Tentang Dismenore Dengan Motivasi Untuk Periksa Ke Pelayanan Kesehatan Di Smu YPSA- Medan

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Percaya Diri dengan Pengendalian Diri (SelfControl) Remaja pada Siswa/i di SMA Negeri 17 Medan

0 0 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Remaja - Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Usia Menarke pada Remaja Putri di SMP Negeri 30 Medan

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja Putri - Hubungan Pengetahuan Gizi dan Pola Makan Remaja Putri Dengan Kejadian Anemia Di SMP Negeri 2 Kota Pinang Kabupaten Labuhan Batu Selatan Tahun 2014

0 10 23

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebutuhan nutrisi pada anak remaja putri - Hubungan Citra Tubuh Dengan Perilaku Makan Pada Remaja Putri

0 0 12