Hubungan Acne Vulgaris Dengan Konsep Diri Pada Remaja Putri Di Smk Panca Budi Medan

(1)

HUBUNGAN ACNE VULGARIS DENGAN KONSEP DIRI PADA

REMAJA PUTRI DI SMK PANCA BUDI MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Tambar Malem Sinaga

131121029

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

(4)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan karena atas rahmat penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Acne Vulgaris Dengan Konsep Diri Remaja Putri di SMK Panca Budi Medan”, untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Pada saat penyelesaian skripsi ini peneliti mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan serta dorongan kepada peneliti sehingga skripsi ini terselesaikan.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada yang terhormat :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan pengetahuan, bimbigan, masukan dan arahan yang sangat membantu sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Ibu Nunung F Sitepu, S.Kep, MNS dan Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan yang telah diberikan demi perbaikan proposal skripsi ini.

4. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Keperawatan USU yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.


(5)

5. Kepala Sekolah SMK Panca Budi Medan yang telah membantu dalam memperlancar penelitian.

6. Terkhusus buat kedua orangtua tercinta, Bapak Dahlan Sinaga dan Ibu Raskita Sembiring atas segala dukungan moral dan materil serta do’a sehingga skripsi ini terselesaikan, dan kepada adik-adik saya yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan proposal skripsi ini.

7. Untuk semua teman-teman yang telah mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari dalam pembuatan skripsi ini masih ada yang kurang sempurna, maka dari itu peneliti menerima kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan skripsi ini. Semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat untuk praktik keperawatan.

Medan, Januari 2015


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... i

HALAMAN PERSETUJUAN………... ii

PRAKATA ………... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR SKEMA ……… v

DAFTAR TABEL ………. vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 6

1.3 Tujuan Penelitian... 6

1.4 Manfaat Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Acne Vulgaris... 8

2.1.1 Defenisi Acne Vulgaris... 8

2.1.2 Etiologi ... 8

2.1.3 Patogenesis... 12

2.1.4 Klasifikasi ...………... 14

2.2 Konsep Remaja... 16

2.2.1 Defenisi Remaja... 17

2.2.2 Aspek-aspek perkembangan pada remaja... 19

2.3 Konsep Diri... 19

2.3.1 Defenisi Konsep Diri... 20

2.3.2 Komponen Konsep Diri……… 20

2.3.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 29

2.3.4 Kriteria Kepribadian Yang Sehat ... 33

2.3.5 Karakteristik Harga Diri Rendah ... 34

BAB III KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep... 35

3.2 Defenisi Operasional... 36

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ……….. 38

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ……… 38

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 39

4.4 Pertimbangan Etik ……….... 40

4.5 Instrumen Penelitian ………. 40


(7)

4.7 Pengumpulan Data ……… 42

4.8 Analisa Data ………. 43

4.9 Metode Analisa Data ………... 44

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 45

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………... 65 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Surat Izin Penelitian

Lembar Persetujuan Responden Instrumen Penelitian

Lembar Konsul Taksasi Dana Riwayat Hidup


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan masa dimana seseorang mengalami perubahan sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke arah bentuk tubuh orang dewasa. Terjadi pula perubahan sikap dan sifat yang menonjol terutama terhadap teman sebaya, lawan jenis, terhadap permainan anggota keluarga. Secara biologis seorang remaja memasuki masa pubertas, menunjukkan perubahan- perubahan khusus bagi anak-anak yang mengalami perkembangan fisik. Yang perlu dipahami adalah perubahan-perubahan tersebut terjadi dalam masa remaja (adolesensi) yang menyebabkan remaja sanggup melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan (Hurlock, 2007).

Salah satu ciri remaja adalah memperhatikan tampangnya, bagi seorang remaja kebaikan atau kejelekan penampilan merupakan hal yang penting. Remaja selalu membandingkan dirinya dengan gambar-gambar reklame dan dalam film-film. Seorang anak remaja yang merasa bahwa penampilannya kurang baik di antara anak-anak lainnya mengundurkan diri dari kegiatan-kegiatan bersama anak-anak lainnya dan mengembangkan sikap-sikap negatif, senantiasa cemas mengenai pendapat orang lain mengenai dirinya sehingga merasa malu dan rendah diri (Rini J, 2007).

Pada masa remaja, sikap individu mengalami berbagai perubahan baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik berupa


(9)

timbulnya acne vulgaris. Individu yang mengalami masalah acne vulgaris seringkali mempunyai masalah yang berkaitan dengan harga diri, keyakinan terhadap diri sendiri, pergaulan sosial, kemurungan, dan kegusaran. Masalah acne vulgaris sering terjadi pada bagian muka, belakang badan dan dada. Masalah ini memberikan kesan psikologis yang buruk pada remaja, terutama remaja dalam masa persekolahan. Pada tahap ini, faktor image remaja dan aktivitas pergaulan sosial sangat penting. Walaupun masalah ini dianggap ringan dan boleh diobati sendiri tetapi jika tidak dirawat akan mengakibatkan kesan fisik dan emosi yang buruk (Willis, S. Sofyan, DR,M.Pd.2005).

Keluhan yang sering dialami oleh kebanyakan orang khususnya remaja putri pada wajahnya adalah acne vulgaris. Acne vulgaris merupakan salah satu penyakit kulit yang meresahkan. Kondisi peradangan abnormal pada kulit yang terjadi menahun (kronik) akibat penyumbatan kelenjar minyak dan produksi kelenjar minyak yang berlebihan mengakibatkan acne vulgaris. Ketakutan bahwa kulit yang memiliki acne vulgaris akan dinilai orang lain memiliki pengaruh terhadap kehidupan fisik dan sosial seseorang (Lubis, 2007). Menurut Kligmann dalam Efendi Z (2007), acne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit yang paling banyak diderita oleh manusia, tidak ada satupun orang di dunia ini melewati masa hidupnya tanpa sebuah acne vulgaris dikulitnya. Ada beberapa faktor pemicu acne vulgaris. Pertama, acne vulgaris bisa disebabkan kelebihan hormon. Faktor kedua, acne vulgaris disebabkan bakteri yang menempel pada kulit wajah. Ketiga, berkaitan dengan ras. Keempat, faktor makanan. Kelima, bisa juga disebabkan stress.


(10)

Dalam beberapa penelitian disebutkan, anak perempuan yang menderita depresi dan kecemasan beresiko 68% memiliki acne vulgaris. Sumber lain juga menyatakan, sebanyak 80-100% terjadi dalam usia remaja 14-17 tahun pada wanita, dan 16-19 tahun pada pria. Berdasarkan penelitian Goodman (1999), acne vulgaris dialami pada usia 16-17 tahun, dimana wanita berkisar 83-85 % dan pria berkisar 65-80%. Dari survey di kawasan Asia Tenggara, terdapat 40-80% kasus acne vulgaris. Sedangkan di Indonesia, catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia, menunjukkan terdapat 60% penderita pada tahun 2008 dan 80% pada tahun 2009. Dari kasus di tahun 2009, kebanyakan penderitanya adalah remaja dan dewasa usia antara 11-25 tahun (Efendi, 2007).

Remaja putri tampak kurang menyukai perubahan fisik ketika beranjak remaja, khususnya mengenai acne vulgaris. Acne vulgaris ini dapat menyebabkan remaja putri seringkali merasa malu dan menutup diri terhadap lingkungan. Berbeda dengan remaja putra yang cenderung menerima apa adanya yang mereka alami seiring pubertas. Dengan munculnya acne vulgaris pada masa remaja, maka kesadaran akan pentingnya penampilan diri dalam kehidupan sosial yang pada akhirnya dapat mempengaruhi konsep diri remaja putri (Al-Hoqail, I.A.,2008).

Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Ali, 2006). Menurut Keliat (2002) konsep diri terdiri dari lima komponenyaitu: Citra diri (body image), ideal diri, harga diri, penampilan peran, identitas personal. Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistik terhadap diri,


(11)

menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri.

Semua perempuan pada dasarnya menginginkan kulit muka yang bersih, begitu pun remaja di mana masa membentuk diri dalam segala segi dengan sebaik- baiknya. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Deni Giri Hermawan pada tanggal 6 februari 2012 terhadap murid perempuan kelas X SMK Negeri 1 Indramayu yang berjumlah 269 orang, ternyata 145 orang atau (54 %) di antaranya menderita jerawat dan hasil wawancara terhadap 10 siswi yang berjerawat, 7 siswi mengatakan tidak menginginkan adanya jerawat yang mereka alami saat melewati masa pubertas sehingga membuat mereka kurang percaya diri untuk tampil di depan umum, ada yang merasa takut dan rendah diri karena wajahnya tidak cantik akibat tumbuhnya jerawat bahkan lima diantaranya merasa terganggu karena perubahan bentuk wajah mereka membuat mereka tidak bisa menarik perhatian orang lain untuk melihatkan bakat yang dimilikinya.

Komponen konsep diri remaja yang mempunyai jerawat sering terganggu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Deni Giri Hermawan tersebut terhadap (10%) 15 murid perempuan yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu terdapat 12 murid perempuan mengalami gangguan konsep diri. Hal tersebut dapat dilihat pada murid perempuan di SMK Negeri 1 Indramayu yang mempunyai jerawat, mereka merasa ada yang berubah terutama pada citra dirinya karena ketidak nyamanan disekitar wajah dan tidak sama seperti teman sebayanya yang tidak mempunyai jerawat serta mengakibatkan harga dirinya rendah.


(12)

Citra tubuh menunjukkan gambaran diri yang dimiliki setiap orang, penyakit atau gangguan kulit dapat merusak konsep dirinya, mengadaptasi perilaku yang diakibatkan timbulnya jerawat dapat mempengaruhi identitasnya dan menghalangi perannya didalam masyarakat atau lingkungan sekolah. Dilihat dari cara pergaulannya, mereka merasa kurang percaya diri, malu, kurang kontak mata saat diajak bicara, berusaha selalu memalingkan muka sertakurang semangat dalam melakukan aktifitas. Tetapi tidak semua remaja yang berjerawat dapat mengalami gangguan konsep diri. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, dan informasi yang didapat dari media, baik cetak maupunelektronik (Farozin, 2004).

Dalam Journal of Paediatrics and Child Health peneliti menemukan acne vulgaris terkait dengan tingkat kecemasan yang lebih tinggi serta depresi pada remaja yang berusia antara 12-18 tahun, seperti dikutip dari Livestrong, sedangkan studi lain menemukan remaja yang mengunjungi dokter kulit untuk mengatasi masalah jerawat memiliki kesulitan emosional dan sosial yang setingkat dengan pasien epilepsi atau diabetes. Serta ada pula bukti lain yang menunjukkan ketika gejala masalah mental atau emosional parah, maka remaja ini mengalihkannya dengan mengonsumsi makanan junk food sehingga membuat acne vulgaris bertambah parah (Bararah, 2012).

Melihat fenomena di atas maka penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan acne vulgaris dengan konsep diri remaja putri di SMK Panca Budi Medan Tahun Ajaran 2014”


(13)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Apakah ada hubungan acne vulgaris dengan konsep diri remaja putri di SMK Panca Budi Medan Tahun Ajaran 2014”

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah ada “Hubungan acne vulgaris dengan konsep diri remaja putri di SMK Panca Budi Medan Tahun Ajaran 2014”.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui hubungan acne vulgaris dengan gambaran diri remaja putri di SMK Panca Budi Medan Tahun Ajaran 2014.

2. Mengetahui hubungan acne vulgaris dengan ideal diri remaja putri di SMK Panca Budi Medan Tahun Ajaran 2014.

3. Mengetahui hubungan acne vulgaris dengan harga diri remaja putri di SMK Panca Budi Medan Tahun Ajaran 2014.

4. Mengetahui hubungan acne vulgaris dengan peran remaja putri di SMK Panca Budi Medan Tahun Ajaran 2014.

5. Mengetahui hubungan acne vulgaris dengan identitas diri putri di SMK Panca Budi Medan Tahun Ajaran 2014.


(14)

1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Untuk peneliti sendiri penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan penulis tentang acne vulgaris dan konsep diri pada masa remaja.

2. Bagi Remaja Putri

Sebagai bekal pengetahuan bagi remaja dalam menghadapi masa pubertas serta mengetahui perubahan yang terjadi sehingga remaja dapat menerima serta mengerti hal-hal yang mungkin terjadi selama tumbuhnya acne vulgaris.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi proses penelitian selanjutnya terutama yang berhubungan dengan acne vulgaris dan konsep diripada remaja putri.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Acne Vulgaris

2.1.1 Defenisi Acne Vulgaris

Acne vulgaris adalah peradangan menahun dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya erupsi komedo, papul, pustul, nodus dan kista pada tempat prediliksi seperti muka, leher, lengan atas, dada dan punggung (Wasitaatmadja, 2005). Penyakit ini terutama terjadi pada remaja dan biasanya berinvolusi sebelum 25 tahun namun bisa berlanjut sampai usia dewasa. Acne vulgaris terutama timbul pada kulit yang berminyak berlebihan akibat produksi sebum yang berlebihan (Yuindartanto, 2009).

2.1.2 Etiologi

Penyebabnya belum dapat dipastikan, karena masih banyak perbedaan pendapat, setiap orang mempunyai hal khusus yang mungkin dapat dianggap sebagai penyebab timbulnya acne vulgaris. Dapat dikatakan penyebab acne vulgaris adalah multifaktorial (Cunlife dalam skripsi Rahmawati, 2012).

Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya acne vulgaris, yaitu: 1. Faktor genetik

Pada 60% pasien, riwayat acne vulgaris juga didapatkan pada satu atau kedua orang tuanya. Penderita acne vulgaris yang berat mempunyai riwayat keluarga yang positif. Diduga faktor genetik berperan dalam gambaran klinik,


(16)

penyebaran lesi, dan lamanya kemungkinan mendapat acne vulgaris terutama genotip XYY (Hasan, 1984).

2. Faktor Infeksi dan Trauma

Peradangan dan infeksi di folikel pilosebasea terjadi karena adanya peningkatan jumlah dan aktivitas flora folikel yang terdiri dari Propionilbacterium- Aknes, Corynebacterium Aknes, Pityrosporum ovale dan Staphylococcus epidermidis. Bakteri-bakteri ini berperan dalam proses kemotaksis inflamasi dan pembentukan enzim lipolitik yang mengubah fraksi lipid sebum. Propionilbacterium Aknes berperan dalam iritasi epitel folikel dan mempermudah terjadinya acne vulgaris. Selain itu, adanya trauma fisik berupa gesekan maupun tekanan dapat juga merangsang timbulnya acne vulgaris (Siregar, 2005).

3. Faktor hormonal

Pada 60–70% wanita lesi acne vulgaris menjadi lebih aktif kurang lebih satu minggu sebelum haid oleh karena hormon progesteron. Estrogen dalam kadar tertentu dapat menekan pertumbuhan acne vulgaris, pada wanita diperlukan dosis yang melebihi kebutuhan fisiologis, sedangkan pada laki-laki dosis tersebut dapat menimbulkan feminisasi. TSH dengan jalan tertentu juga dapat merangsang pertumbuhan acne vulgaris. Pil anti hamil yang mengandung ethinilestradiol 0,05 mg atau lebih mempunyai efek yang menguntungkan pada acne vulgaris. Androgen memegang peranan penting, acne vulgaris tidak berkembang pada orang yang dikebiri. Androgen asal jaringan, alfadihidrotestosteron lebih mudah dibentuk pada orang dengan kulit acne vulgaris. Ovarektomi sebelum dewasa dan agenesis ovarii mencegah timbulnya acne vulgaris. ACTH dan hormon


(17)

gonadotropin mempengaruhi ovarium dan kelenjar adrenal secara tidak Iangsung serta merangsang kelenjar sebaceus, dengan demikian dapat memperberat acne vulgaris (Siregar, 2005).

4. Faktor diet

Makanan sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya acne vulgaris masih diperdebatkan. Secara umum dikatakan bahwa makanan yang mengandung banyak lemak, pedas, coklat, susu, kacang-kacangan, keju, alkohol dan sejenisnya dapat merangsang kambuhnya acne vulgaris. Lemak yang tinggi pada makanan akan mempertinggi kadar komposisi sebum, sedangkan makanan dengan kadar karbohidrat tinggi dapat mempertinggi susunan lemak permukaan kulit. Dalam sebuah studi disimpulkan bahwa diet rendah GL (glycemic load) dapat memperbaiki lesi acne vulgaris dan perbaikan sensitivitas insulin (Pujianta, 2010).

5. Faktor Kosmetik

Kosmetika dapat menyebabkan acne vulgaris jika mengandung bahan-bahan komedogenik. Bahan-bahan-bahan komedogenik seperti lanolin, petrolatum, minyak atsiri dan bahan kimia murni (asam oleik, butil stearat, lauril alkohol, bahan pewarna (D&C) biasanya terdapat pada krim-krim wajah. Untuk jenis kosmetik yang sering menyebabkan acne vulgaris adalah bedak padat (compact powder) (Pujianta, 2010).


(18)

6. Kondisi Kulit

Kondisi kulit juga berpengaruh terhadap acne vulgaris. Ada empat jenis kulit wajah, yaitu:

a) Kulit normal, ciri-cirinya : kulit tampak segar, sehat, bercahaya, berpori halus, tanpa acne vulgaris, tidak berpigmen, tidak berkomedo, tidak bernoda, elastisitas baik

b) Kulit berminyak, ciri-cirinya : mengkilat, tebal, kasar, berpigmen, berpori besar

c) Kulit kering, ciri-cirinya : Pori-pori tidak terlihat, kencang, keriput, berpigmen

d) Kulit Kombinasi, ciri-cirinya : dahi, hidung, dagu berminyak, sedangkan pipi normal/kering atau sebaliknya.

Jenis kulit berhubungan dengan acne vulgaris adalah kulit berminyak. Kulit berminyak dan kotor oleh debu, polusi udara, maupun sel-sel kulit yang mati yang tidak dilepaskan dapat menyebabkan penyumbatan pada saluran kelenjar sebasea dan dapat menimbulkan acne vulgaris (Indang, 2006).

7. Faktor pekerjaan

Penderita acne vulgaris juga banyak ditemukan pada karyawan-karyawan pabrik dimana mereka selalu terpajan bahan-bahan kimia seperti oli dan debu-debu logam (Tranggono dalam skripsi Rahmawati, 2012).


(19)

8. Faktor Psikis

Emosi, terutama stres sering ditemukan sebagai faktor penyebab kambuhnya acne vulgaris. Adanya acne vulgaris kadang menimbulkan kecemasan yang berlebihan dimana hal tersebut mendorong penderita memanipulasi acne vulgarisnya secara mekanis, sehingga kerusakan dinding folikel semakin parah dan bisa menimbulkan lesi-lesi acne vulgaris baru (Harahap, 2000).

2.1.3 Patogenesis

Hartadi (2010) menyebutkan ada empat hal yang erat hubungannya dengan patofisiologi acne vulgaris, yaitu:

1. Peningkatan produksi sebum

Menurut Kligman sebum ibarat minyak lampu pada acne vulgaris, ini berarti tidak mungkin terjadi acne vulgaris tanpa sebum. Plegwig berpendapat bahwa ditemukan hubungan yang selaras antara peningkatan produksi sebum, permulaan acne vulgaris pada masa pubertas dan berat ringannya acne vulgaris. Hormon Androgen yang secara nyata meningkat produksinya pada permulaan pubertas dapat menyebabkan pembesaran dan peningkatan aktifitas kelenjar sebaceus. Produksi sebum yang meningkat akan disertai peningkatan unsur komedogenik dan inflamatorik penyebab lesi acne vulgaris.

2. Penyumbatan keratin di saluran pilosebaseus

Penyumbatan dimulai di infrainfundibulum, yang lapisan granulosumnya lebih tebal dengan glikogen yang lebih banyak. Proses keratinisasi ini dirangsang


(20)

oleh androgen, sebum, asam lemak bebas dan skualen yang bersifat komedogenik. Masa keratin yang terjadi ternyata berbeda dengan keratin epidermis. Masa keratin folikel sebasea lebih padat dan lebih lekat, sehingga lebih sulit terlepas satu dengan yang lainnya, mengakibatkan proses penyumbatan lebih mudah terjadi. Proses penyumbatan akan lebih cepat bila ada bakteri atau ada proses inflamasi. Aliran sebum akan terhalang oleh hiperkeratinisasi folikel sebasea, maka akan terbentuk mikrokomedo yang merupakan tahap awal dari lesi acne vulgaris yang bisa berkembang menjadi lesi inflamasi maupun non inflamasi.

3. Abnormalitas mikroorganisme di saluran pilosebaseus

Bakteri mempunyai peranan dalam terjadinya acne vulgaris. Ditemukan tiga kelompok besar mikroorganisme pada kulit penderita acne vulgaris, yaitu Propionilbacterium aknes, Staphylococcus epidermidis, dan satu golongan fungus adalah Pityorosporum ovale. Mikroflora kulit dan saluran pilosebaseus penderita acne vulgaris jauh lebih banyak daripada yang terdapat pada orang sehat. Di antara mikroflora tersebut yang paling penting adalah Propionilbacterium Aknes yang mengeluarkan bahan biologik tertentu seperti bahan menyerupai prostaglandin, lipase, protease, lecithinase, neuramidase dan hialuronidase. Pada penderita acne vulgaris, kadar asam lemak hebas, skualen dan asam sebaleik di permukaan kulit meningkat. Skualen dan asam lemak bebas bersifat komedogenik. Beberapa asam lemak bebas mengiritasi infrainfundibulum. Asam lemak bebas yang ada dipermukaan kulit berasal dari hasil lipolisis trigliserida berbagai lemak oleh kuman Propionilbacteriurn Aknes.


(21)

4. Proses inflamasi

Diduga disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor immunologik dan non immunologik. Persoalan immunologik acne vulgaris adalah karena serbuan leukosit PMN dan limfosit ke kelenjar sebasea karena diundang oleh sinyal kemotaktik Propionilbacterium Aknes untuk masuk ke dalam lumen folikel sebasea. Setelah leukosit PMN masuk ke dalam lumen, maka akan memfagosit Propionilbacterium Aknes dan mengeluarkan enzim hidrolitik yang akan merusak dinding folikel dan ruptur sehingga isi folikel (lipid dan keratin) masuk ke dalam dermis sehingga mengakibatkan inflamasi. Sedangkan faktor non immunologik yang penting adalah asam lemak bebas, protease dan bahan yang menyerupai prostaglandin yang dapat mencapai jaringan sekitar unit pilosebaseus secara difusi, kemudian menyebabkan terjadinya proses inflamasi.

2.1.4 Klasifikasi Acne Vulgaris

Klasifikasi acne vulgaris sampai saat ini belum ada yang memuaskan, karena belum ada dasar pengukuran yang obyektif. Tujuan penentuan klasifikasi acne vulgaris antara lain adalah untuk penilaian hasil pengobatan. Klasifikasi yang sering digunakan, yaitu :

1. Menurut Kligman dan Plewig (1975) yang berdasarkan bentuk lesi. a. Acne vulgaris komedonal

Lesi terutama terdiri dari komedo, baik yang terbuka, maupun yang tertutup. Dibagi menjadi 4 tingkat berdasarkan derajat beratnya acne vulgaris yaitu:


(22)

Tingkat I : kurang dari 10 komedo pada satu sisi wajah. Tingkat II : 10 – 25 komedo pada satu sisi wajah. Tingkat III : 25 – 50 komedo pada satu sisi wajah. Tingkat IV : lebih dari 50 komedo pada satu sisi wajah.

b. Acne vulgaris papulopustuler

Lesi terdiri dari komedo dan campuran lesi yang meradang yang dapat berbentuk papel dan pustul. Dibagi menjadi 4 tingkat sebagai berikut:

Tingkat I : Kurang dari 10 lesi meradang pada satu sisi wajah. Tingkat II : 10 - 20 lesi meradang pada satu sisi wajah.

Tingkat III : 20 – 30 lesi meradang pada satu sisi wajah. Tingkat IV : Lebih dari 30 lesi meradang pada satu sisi wajah.

c. Acne vulgaris konglobata

Merupakan bentuk acne vulgaris yang berat, sehingga tidak ada pembagian tingkat beratnya penyakit. Biasanya lebih banyak diderita oleh laki-laki. Lesi yang khas terdiri dari nodulus yang bersambung, yaitu suatu masa besar berbentuk kubah berwarna merah dan nyeri. Nodul ini mula-mula padat, tetapi kemudian dapat melunak mengalami fluktuasi dan regresi, dan sering meninggalkan jaringan parut.

2. Menurut Pillsbury dan kawan-kawan (dalam buku Penyakit Kulit, 1990) : I. Tingkat I : lesi utama terdiri dari komedo dan tidak dijumpai

peradangan

II. Tingkat II :lesi terdiri dari komedo dan pustul kecil dan adanya proses peradangan pada lubang folikel.


(23)

III. Tingkat III : lesi terdiri dari komedo, pustula kecil dan adanya kecenderungan untuk terjadinya peradangan yang lebih dalam. IV. Tingkat IV : lesi utama berupa kista dengan infestasi sekunder 3. Klasifikasi Menurut bagian ilmu penyakit dan kelamin FKUI / RSUPN Dr.

Cipto Mangunkusumo dikutip dari Sukardi (2008), klasifikasi acne vulgaris yaitu:

a. Ringan : Terdapat 5-10 komedo putih, komedo hitam dan papul pada jerawat atau terdapat <5 pustul dan nodul pada wajah.

b. Sedang : Terdapat >10 komedo putih, komedo hitam dan papul atauterdapat 5-10 pustul dan nodul pada wajah.

c. Berat : Terdapat >10 pustul dan nodul pada wajah

2.2 Remaja

2.2.1 Defenisi Remaja

Kata “remaja” berasal dari bahasa Latin yaitu adolescene yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan defenisi tentang remaja seperti DeBurun (dalam Rice, 1990) mendefenisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dan dewasa. Papalia dan Olds (2001), tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescent).


(24)

Menurut Papilia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Adapun Anna Freud (dalam Harlock, 1990), berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.

2.2.2 Aspek- aspek Perkembangan Pada Masa Remaja

Perkembangan pada masa remaja dapat ditijau dari beberapa aspek, yaitu:

a. Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensori dan keterampilan motorik (Papila dan Olds, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot dan kematangan organ seksual serta fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh anak-anak menjadi tubuh dewasa yang ciri-cirinya ialah kematangan. Perubahan otak strukturnya semakin sempurna untuk meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).


(25)

b. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja telah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide ini. seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah secara berfikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru. Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir dan bahasa. Piaget (dalam Papalia dan Olds, 2001), mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berfikir abstrak. Piaget menyebutkan tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia dan Olds, 2001).

c. Perkembangan Kepribadian dan Sosial

Perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja ialah pencarian identitas diri. Pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik


(26)

dengan peran yang penting dalam hidup (Erickson dalam Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan sosial pada remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia dan Olds, 2001). Dibanding masa anak-anak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstrakurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia dan Olds, 2001).

2.3 Konsep Diri

2.3.1 Defenisi

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. (Widayatun, 1999; 225)

Konsep diri dapat didefenisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilainan seseorang terhadap dirinya. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak bisa berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Sebaliknya orang yang mempunyai konsep diri positif akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. (Jacinta, 2002)


(27)

Rentang Respon Konsep Diri

Respon Adaptif Respon maladaptive

Aktualisasi konsep diri harga diri kerancuan depersonalisasi diri positif rendah identitas

(Stuart, 2006;187 )

Skema 2.3.1 Rentang Respon Konsep Diri

2.3.2 Komponen konsep diri

Konsep diri terdiri dari 5 komponen diantaranya: 1. Gambaran diri

Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk tubuh, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu (Keliat, 2002). Menurut Stuart dan Sundeen (2005) gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yangsecara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu.

Gambaran diri dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti pubertas dan penuaan terlihat jelas terhadap gambaran diri dibandingkan dengan aspek-aspek konsep diri yang


(28)

lain. Selain itu, gambaran diri juga dipengaruhi oleh nilai sosial budaya. Budaya dan masyarakatmenentukan norma-norma yang diterima luas mengenai gambaran diri dan dapat mempengaruhi sikap seseorang, misalnya berat tubuh yang ideal, warna kulit, tindik tubuh serta tato dan sebagainya (Alimul, 2008). Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukkan tandadan gejala seperti:

1. Syok psikologis

Syok psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan.

2. Menarik diri

Individu menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan tetapi karena tidak mungkin maka individu akan lari atau menghindar secara emosional.

3. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap

Setelah individu sadar akan kenyataan, maka respon kehilangan atau berduka muncul setelah fase ini individu mulai melakukan realisasi dengan gambaran diri yang baru (Stuart dan Sundeen, 2005).

Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri di atas adalah proses yang adaptif, jika tampak tanda dan gejala berikut secara menetap maka respon individu dianggap maladaptive sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu:

a. menolak untuk melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah b. tidak dapat menerima perubahan-perubahan struktur dan fungsi

tubuh


(29)

d. perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh

e. preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang f. mengungkapkan keputusan

g. mengungkapkan ketakutan ditolak

h. dipersonalisasi dan menolak penjelasan tentang perubahan tubuh

2. Ideal diri

Menurut Keliat (2002) Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe seseorang yang diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai.

Ideal diri terdiri atas aspirasi, tujuan, nilai dan standar perilaku yang dianggap ideal dan diupayakan untuk dicapai. Diri ideal berawal dalam tahun prasekolah dan berkembang sepanjang hidup. Diri ideal dipengaruhi oleh norma masyarakat dan harapan serta tuntutan dari orang tua dan orang terdekat (Potter dan Perry, 2005).

Faktor-faktor yang mempengaruhi ideal diri:

a. Kecendrungan individu menempatkan ideal diri pada batas kemampuannya.

b. budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri, standar ini dibandingkan dengan standar kelompok teman.


(30)

c. Ambisi atau keinginan untuk melebihkan keberhasilan kebutuhan yang realistis, maka terjadi keinginan untuk menghindari kegagalan , perasaan cemas dan rendah diri.

3. Harga diri

Harga diri menurut Alimul (2008) adalah penilaian individu tentang dirinya dengan menganalisis kesesuaian antara perilaku dan ideal diri yang lain. Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan dari diri sendiri maupun dari orang lain. Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 2005).

Harga diri berasal dari dua sumber, yaitu diri sendiri dan orang lain. Harga diri bergantung pada kasih sayang dan penerimaan. Harga diri mencakup penerimaan diri sendiri karena nilai dasar, meski lemah dan terbatas. Seseorang yang menghargai dirinya dan merasa dihargai oleh orang lain biasanya mempunyai harga diri yang tinggi. Seseorang yang merasa tidak berharga dan menerima sedikit respek dari orang lain biasanya mempunyai harga diri yang rendah (Potter dan Perry, 2005).

Harga diri akan lebih bermakna dan berhasil jika diterima dan diakui orang lain. Menurut Mars (1990) dalam Potter dan Perry (2005) harga diri juga dipengaruhi oleh sejumlah kontrol yang mereka miliki terhadap tujuan dan keberhasilan dalam hidup. Seseorang dengan harga diri yang tinggi cenderung menunjukkan keberhasilan yang diraihnya sebagai kualitas dan upaya pribadi.


(31)

Ketika berhasil, seorang individu dengan harga diri rendah cenderung mengatakan bahwa keberhasilan yang diraihnya adalah keberuntungan dan atau atas bantuan orang laindari pada kemampuan pribadi. Coopersmith (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 2005) menguraikan empat cara meningkatkan harga diri pada anak yaitu memberi kesempatan berhasil, menanamkan gagasan, mendorong aspirasi, membantu membentuk koping.

Coopersmith (1998) dalam Stuart dan Sundeen (2005) membagi harga diri kedalam empat aspek:

a. Kekuasaan ( power ) adalah kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku orang lain. Kemampuan ini ditandai adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individudari orang lain.

b. Keberartian (significance) adalah adanya kepedulian, penilaian, dan afeksi yang diterima individu dari oranglain.

c. Kebajikan (virtue) adalah ketaatan mengikuti standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan.

d. Kemampuan (competence) adalah sukses memenuhi tuntutan prestasi.


(32)

Menurut Burn (2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi gangguan harga diri seperti:

a) Perkembangan individu

Faktor presdiposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak diantar dan mengakibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain. Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang terdekat atau orang yang dianggap penting, ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak percaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan tanggung jawab terhadap perilakunya.

b) Ideal diri tidak realistis

Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standar yang tidak dapat dicapai seperti cita-cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis.

c) Gangguan fisik dan mental

Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri. d) Sistem keluarga yang tidak berfungsi

Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun harga diri dengan baik. Orang tua memberi umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan terganggu jika kemampuan penyesuaian masalah tidak adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan dilingkungannya.


(33)

e) Penanganan traumatik yang berulang-ulang misalnya akibat penganiayaan fisik, emosi dan seksual.

4. Peran

Peran diri adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Beck, dkk, 2006). Peran diri adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Alimul, 2008). Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat ( Keliat, 1992 ).

Sebagian besar individu mempunyai lebih dari satu peran. Peran yang umum termasuk peran sebagai ibu atau ayah, istri atau suami, anak perempuan atau anak laki-laki, pekerja atau majikan, saudara perempuan atau laki-laki, dan teman. Setiap peran mencakup pemenuhan harapan tertentu dari orang lain. Pemenuhan harapan ini mengarah pada penghargaan. Ketidakberhasilan untuk memenuhi harapan ini menyebabkan penurunan harga diri atau terganggunya konsep diri seseorang (Potter dan Perry, 2005).

Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran karena


(34)

struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan ( Keliat, 1992 ). Stress peran terdiri dari konflik peran yang tidak jelas dan peran yang tidak sesuai atau peran yang terlalu banyak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus di lakukan menurut Stuart and Sundeen (2005) adalah:

1. Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran. 2. Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan . 3. Kesesuain dan keseimbangan antara peran yang di emban.

4. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.

5. Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuain perilaku peran. Menurut Stuart and Sunden Penyesuaian individu terhadap perannya di pengaruhi oleh beberapan faktor, yaitu:

a. Kejelasan prilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan yang spesifik tentang peran yang diharapkan.

b. Konsistensi respon orang yang berarti atau dekat dengan peranannya. c. Kejelasan budaya dan harapannya terhadap prilaku perannya.

d. Pemisahan situasi yang dapat menciptakan ketidak selarasan

Selain itu dapat saja terjadi berbagai gangguan peran, penyebab atau faktor-faktor ganguan peran tersebut dapat di akibatkan oleh:

a) Konflik peran interpersonal Individu dan lingkungan tidak mempunyai harapan peran yang selaras.

b) Kehilangan hubungan yang penting c) Perubahan peran seksual


(35)

d) Keragu-raguan peran

e) Perubahan kemampuan fisik untuk menampilkan peran sehubungan dengan proses menua

f) Kurangnya kejelasan peran atau pengertian tentang peran g) Ketergantungan obat

h) Kurangnya keterampilan sosial i) Perbedaan budaya

j) Harga diri rendah

k) Konflik antar peran yang sekaligus di perankan

Gangguan-gangguan peran yang terjadi tersebut dapat ditandai dengan tanda dan gejala, seperti:

1) Mengungkapkan ketidakpuasan perannya atau kemampuan menampilkan peran

2) Mengingkari atau menghindari peran 3) Kegagalan transisi peran

4) Ketegangan peran

5) Kemunduran pola tanggungjawab yang biasa dalam peran 6) Proses berkabung yang tidak berfungsi

7) Kejenuhan pekerjaan

e. Identitas diri

Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua konsep diri, sebagai


(36)

suatu kesatuan yang utuh. Seseorang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya.

Ciri-ciri mengidentifikasikan identitas:

a. Mengenal diri sendiri sebagai organisme yang utuh dan terpisah dari orang lain.

b. Mengakui jenis kelamin sendiri.

c. Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasan. d. Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian masyarakat.

e. Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan datang.

f. Mempunyai tujuan yang bernilai yang dapat

direalisasikan (Widayatun, 1999; 225).

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Menurut Stuart dan Sundeen (2005), ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri. Faktor tersebut terdiri dari:

1. Teori perkembangan

Konsep diri berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembangan melalui kebiasaan eksplorasi atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pengalaman budaya dan hubungan interpersonal dan kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata. Remaja dipaksa untuk mengubah gambaran mental mereka tentang diri


(37)

mereka. Perubahan fisik dalam ukuran dan penampilan menyebabkan perubahan dalam persepsi diri dan penggunaan tubuh. Remaja menghabiskan banyak waktu di depan cermin untuk hygiene, berdandan dan berpakaian dimana mereka mencari perbaikan dari penampilan mereka sebanyak mungkin. Distres yang besar dirasakan tentang ketidak sempurnaan yang diserap (Perry dan Potter, 2005).

Perkembangan konsep diri dan citra tubuh sangat berkaitan erat dengan pembentukan identitas (Erikson, 1963 dalam Potter dan Perry, 2005). Pengalaman yang positif pada masa kanak-kanak memberdayakan remaja untuk merasa baik tentang diri mereka. Pengalaman negatif sebagai anak dapat mengakibatkan konsepdiri yang buruk.

2. Significant other (orang yang terpenting atau orang yang terdekat)

Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interpretasi diri pandangan orang lain terhadap diri, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengannya dan pengaruh orang terdekat atau orang penting sepanjang siklus kehidupan. Remaja seringkali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara khas yaitu dengan cara berkumpul untuk melakukan aktifitas bersama dengan membentuk kelompok. Ketika remaja mengalami masalah kulit (acne vulgaris) mereka sering kali merasa kurang percaya diri ketika berhadapan dengan temannya. Banyaknya informasi serta interaksi yang dilakukan oleh remaja dengan temannya, maka akan mengakibatkan remaja tersebut tidak merasa tersingkirkan dari lingkungannya. Interaksi yang terjadi antara remaja dengan lingkungannya mempuyai kualitas


(38)

yang berbeda-beda. Suatu interaksi dikatakan berkualitas, jika mampu memberikan kesempatan kepada individu untuk mengembangkan diri dengan segala kelebihandan kekurangan yang dimilikinya.

3. Self Perception (persepsi diri sendiri)

Persepsi individu terhadap diri sendiri, serta pengalamannya mengenaimasalah fisik (jerawat) yang mereka alami, antara lain:

a) Life Style (gaya hidup)

Gaya hidup yang dimiliki oleh kebanyakan dari remaja sekarang lebih cenderung pada gaya hidup yang serba instan dan modern misalnya dalam perawatan muka. Pada remaja putri bagian wajah sering kali dipoles dengan kosmetik, tujuannya selain untuk mempercantik diri juga untuk melindung kulit dari sinar matahari. Namun pada dore hari kosmetik yang tidak segera dihapus dan dibersihkanakan menjadi populasi bersama keringat dan debu yang menempel di wajah sehingga bisa menyebabkan terjadinya acne vulgaris.

b) Tipe kepribadian

Kepribadian merupakan segala bentuk pola pikiran, emosi dan perilaku yang berbeda serta mempunyai karakteristik yang menentukan gaya personal individu dan mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan (Farozin, 2004).

Orang dengan kepribadian tipe A (introver) lebih mudah mengalami gangguan akibat adanya stress dari pada orang dengan kepribadian tipe B (ekstrovert). Ciri-ciri orang dengan kepribadian tipe A (introvert) yaitu tidak sabar,kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, mudah gelisah, mudah bermusuhan danmudah tersinggung, sedangkan orang dengan kepribadian tipe B


(39)

(ekstrovert) mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan orang berkepribadian tipe A (introvert ). Remaja putri yang mempunyai kepribadian introvert sering kali sulit bergaul, hati tertutup dan sulit berhubungan dengan orang lain dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Hal ini mengakibatkan remaja putri tersebut tidak ada keinginan untuk mencari tahu tentang penyelesaian masalah dari orang lain dan cenderung berfikir dengan pengalaman yang mereka dapatkan (Farozin, 2006). Remaja putri yang mempunyai kepribadian ekstrovert seringkali mudah bergaul, hatinya terbuka, hubungan dengan orang lain lancar dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Hal ini menyebabkan remaja putri tersebut selalu mencari solusi dari masalah jerawatnya yaitu dengan bertanya dan cenderung tidak ingin berprasangka dengan pemikiran mereka sendiri (Farozin,2006).

c) Bentuk Anatomi Tubuh

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba dan menjamin kelangsungan hidup. Kulit dapat menyokong penampilan dan kepribadian seseorang. Dengan demikian, kulit pada manusia mempunyai peranan

yang sangat penting. Selain fungsi utama yang menjamin

kelangsungan hidup, kulit juga mempunyai fungsi lain yaitu estetik, ras dan sarana komunikasi non verbal antara individu satu dengan yang lain.


(40)

2.3.4 Kriteria Kepribadian Yang Sehat

Menurut Andayani, B dan Afiatin, T (2006), kriteria kepribadian yang sehat sebagai berikut:

1. Citra tubuh yang positif dan akurat

Kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai akan kesehatan diri. Termasuk persepsi saat ini dan masa lalu.

2. Ideal dan realitas

Individu mempunyai ideal diri yang realitas dan mempunyai tujuan hidup yang dapat dicapai.

3. Konsep diri yang positif

Konsep diri yang positif menunjukkan bahwa individu akan sesuai dalamhidup.

4. Harga diri tinggi

Seseorang yang mempunyai harga diri tinggi akan memandang dirinyasebagai seseorang yang berarti dan bermanfaat. Ia memandang dirinya sama denganapa yang ia inginkan.

5. Kepuasan penampilan peran

Individu yang mempunyai kepribadian sehat akan dapat berhubungan dengan orang lain secara intim dan mendapat kepuasan. Ia dapat mempercayai dan terbuka pada orang lain serta membina hubungan interdependen.


(41)

6. Identitas jelas

Individu merasakan keunikan dirinya yang memberi arah kehidupan dalam mencapai tujuan.

2.3.5 Karakteristik Konsep Diri Rendah

Menurut Carpenito, 1995 dalam Taylor, 1997 dalam Tarwoto dan Wartonah Andayani, B dan Afiatin, T (2006), karakteristik konsep diri rendah sebagai berikut:

a. Menghindari sentuhan atau melihat bagian tubuh tertentu b. Tidak mau berkaca

c. Menghindari diskusi tentang topik dirinya d. Menolak usaha rehabilitasi

e. Melakukan usaha sendiri dengan tidak tepat f. Mengingkari perubahan pada dirinya

g. Meningkatkan ketergantungan pada orang lain

h. Tanda dari keresahan seperti marah, keputusasaan dan menangis i. Menolak berpartisipasi dalam perawatan dirinya

j. Tingkah laku yang merusak seperti penggunaan obat-obatan dan alkohol

k. Menghindari kontak social l. Kurang bertanggung jawab


(42)

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukakan (Notoatmodjo, 2005). Berdasarkan pengertian di atas maka kerangka konsep ini bertujuan menjelaskan hubungan antara acne vulgaris terhadap konsep diri remaja putri di SMK Panca Budi Medan. Adapun kerangka konsep penelitian di atas adalah :

Variabel Independen Variabel Dependen

Skema 3.1 Kerangka konsep Acne vulgaris dengan konsep diri remaja putri Acne vulgaris

pada remaja

Konsep diri remaja putri : 1. Gambaran diri 2. Ideal diri 3. Harga diri 4. Peran 5. Identitas diri


(43)

3.2 Defenisi Operasional

Tabel 3.2 Defenisi Operasional Tabel Penelitian

No Variabel Defenisi Operasional Alat ukur Skala Hasil ukur 1. Acne vulgaris Acne vulgaris merupakan

reaksi peradangan dalam folikel sebasea yang disertai

dengan pembentukan papula, pustula, dan abses terutama di daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea.

Observasi Ordinal Ringan : Terdapat 5-10 jerawat pada wajah

Sedang: Terdapat >10 jerawat padawajah.

Berat : Terdapat >10 jerawat pada wajah

2. Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain.

Kuesioner Ordinal Konsep Diri Negatif skor (0-13) dan Konsep Diri Positif skor (14-25)

Gambaran Diri

Gambaran diri adalah sikap penderita acne vulgaris tentang keadaan fisiknya.

Kuesioner Ordinal Gambaran Giri

Negatif (0-2) dan positif (3-5)


(44)

Ideal Diri Ideal diri adalah persepsi pederita terhadap dirinya yang berhubngan dengan cita-cita, tujuan hidup dan nilai-nilai sesuai harapn hidup di masyarakat.

Kuesioner Ordinal Ideal Diri Tidak Realistis skor (0-2) dan Realistis(3-5)

Harga Diri Harga diri adalah tanggapan dan penilaian penderita acne vulgaris terhadap perilaku dirinya apakah sudah sesuai dengan apa yang diharapkan oleh dirinya dan orang lain.

Kuesioner Ordinal Harga Diri Rendah (0-2) dan Harga Diri Tinggi (3-5)

Peran Peran adalah persepsi

penderita tentang posisi dan perannya di keluaga dan di masyarakat.

Kuesioner Ordinal Peran tidak

memuaskan (0-2), memuaskan (3-5)

Identitas Diri Identitas diri adalah kesadaran penderita acne vulgaris akan sifat dan kelebihan diri sendiri dibanding orang lain.

Kuesioner Ordinal Identitas Diri Tidak jelas (0-2) dan jelas (3-5)


(45)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelatif yaitu penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel atau lebih (Notoatmodjo, 2002) dengan menggunakan pendekatan cross sectional merupakan jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran/ observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat penelitian (Nursalam, 2003).

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian 4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja putri yang menderita acne vulgaris di SMK Panca Budi Medan Tahun Ajaran 2014 kelas I, II dan III. Adapun jumlah seluruh siswi di SMK Panca Budi Medan yaitu berjumlah 201 orang. Data ini diperoleh peneliti dari bagian kesiswaan SMK Panca Budi Medan Tahun Ajaran 2014 dan jumlah polpulasi dalam penelitian ini berjumlah 63 orang yang diperoleh oleh peneliti berdasarkan survey awal pada tanggal 08 Agustus 2014. Dengan persentase sebagai berikut :


(46)

Kelas I II III Total

Jumlah Siswi 71 67 63 201

Jumlah Siswi Berjerawat 19 (26,7%) 20 (29,8%) 24 (38%) 63(31,3%)

Tabel 4.2.1 Persentase jumlah siswi yang berjerawat

4.2.2 Sampel

Menurut Arikunto (2006) sampel adalah sebagian atau wakil dari jumlah populasi yang diteliti. Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh/ total sample. Biasanya dilakukan jika populasi dianggap kecil atau kurang dari 100. Sampel dalam penelitian ini adalah remaja putri yang menderita acne vulgaris di SMK Panca Budi Medan yang berjumlah 63 siswi.

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini direncanakan dilaksanakan di SMK Panca Budi Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi ini karena di tempat ini belum pernah dilakukan penelitian.

4.3.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada september 2014 s/d Januari 2015. Waktu pengumpulan data yang dilakukan peneliti yaitu November 2014.


(47)

4.4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Kepala Yayasan Panca Budi Medan. Peneliti menanyakan kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Kesediaan menjadi responden adalah sukarela sesuai dengan ketentuan yang berlaku tanpa adanya tekanan baik secara fisik maupun psikologis serta dapat mengundurkan diri setiap waktu. Selanjutnya peneliti membuat jadwal untuk pengambilan data langsung dari sampel dan menyerahkan langsung lembar persetujuan kepada responden, dimana peneliti akan menjaga kerahasiaan dengan tidak mencantumkan nama responden tetapi hanya diberi kode pada lembar kuesioner.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner berbentuk skala gutman sebanyak 25 pertanyaan, masing-masing sub variabel diukur dengan sedikitnya 5 pertanyaan. Terdiri dari 15 soal negatif dan 5 soal positif. Soal negatif terdapat pada soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 24 dan pertanyaan positif terdapat pada nomor 8, 9, 15, 20, 25. Untuk pertanyaan negatif bila jawaban YA mendapat skor 0 dan jawaban TIDAK mendapat skor 1. Untuk pertanyaan positif bila jawaban YA mendapat skor 1 dan jawaban TIDAK mendapat skor 0. Jumlah skor tertinggi adalah 25 dan skor terendah adalah 0.


(48)

4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas 4.6.1. Uji Validitas

Uji validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan suatu instrumen dan bertujuan untuk menggambarkan sejauh mana instrumen mampu mengukur apa yang akan diukur (Danim, 2003).

Uji validitas telah dilakukan peneliti sebelum penelitian dilakukan. Uji validitas dilakukan oleh salah satu dosen keperawatan Universitas Sumatera Utara yaitu Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep.,NS.,M.Kep. bentuk uji validitas yang dilakukan adalah validitas isi. Adapun nilai validitas instrumen penelitian ini yaitu ____________________________________?

4.6.2. Uji Reliabilitas

Kuesioner penelitian ini disusun oleh peneliti berdasarkan tinjaun pustaka yang disusun peneliti. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan uji reliabilitas. Uji relibilitas instrumen ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur untuk mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok sampel (Ritonga, 2003). Uji reliabilitas ini dilakukan pada 30 orang responden dengan kriteria yang sama dengan sampel (Nursalam, 2001).

Menurut Broncopp (1999) reliabilitas suatu instrumen menggambarkan stabilitas dan konsistensi suatu instrumen. Uji realibilitas ni dilakukan dengan menggunakan analisi Cronbach Alpha dengan hasil koefisien realibilitas 0,827,


(49)

hal ini dapat diterima, sesuai dengan pendapat Polit dan Hungler (1995) bahwa suatu instrumen akan reliabel jika memiliki nilai realibilitas lebih dari 0,70.

Uji reabilitas telah dilakukan peneliti sebelum penelitian terhadap 30 orang responden yang memenuhi kriteria sampel (Dempsey, 2002). Uji reabilitas dilakukan di SMA Gajah Mada pada tanggal __________________?

4.7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu: 1. Tahap persiapan data

Data dalam penelitian ini diperoleh langsung oleh peneliti di lokasi penelitian melalui wawancara dalam bentuk kuesioner kepada responden untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan kebiasaan membersihkan wajah dan penggunaan kosmetik terhadap timbulnya acne vulgaris pada remaja putri.

2. Tahap pengumpulan data

a. Tahap pengumpulan data awal

1) Meminta surat izin kepada bagian Pendidikan atau Koordinator Riset yang ditujukan ke BPH Yayasan Panca Budi Medan.

2) Meminta persetujuan kepada BPH Yayasan Panca Budi Medan untuk pengambilan data awal.

3) Mengumpulkan data yang dibutuhkan dari bagian kesiswaan SMK dan SMP Yayasan Panca Budi Medan.


(50)

b. Tahap melakukan penelitian

1) Meminta surat izin kepada bagian Pendidikan atau Koordinator Riset yang ditujukan BPH Yayasan Panca Budi Medan untuk melakukan penelitian.

2) Meminta persetujuan dari BPH Yayasan Panca Budi Medan untuk melakukan penelitian.

3) Meminta izin kepada responden untuk menjelaskan tujuan dari kedatangan peneliti.

4) Peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan penelitian dan meminta kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. 5) Menjelaskan cara pengisian kuesioner apabila responden setuju

bertpartisipasi dalam penelitian.

6) Melihat kembali kelengkapan dari hasil pengisian yang dilakukan oleh responden.

7) Peneliti melakukan terminasi kepada responden dengan mengucapkan terimakasih atas kesediaan responden berpartisipasi dalam penelitian.


(51)

4.8. Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Pengeditan (Editing)

Editing merupakan proses pengecekan dan penyesuaian yang diperlukan terhadap data penelitian untuk memudahkan proses pemberian kode dan pemrosesan data dengan teknik statistik.

b. Pemberian kode (Coding)

Coding adalah proses identifikasi dan klasifikasi data penelitian ke dalam skor numerik atau karakter simbol.

c. Pemberian skor (Scoring)

Proses pemberian skor dilakukan dengan membuat klasifikasi dan kategori atas jawaban pertanyaan kuesioner dengan memberi tanda check list () pada jawaban yang telah disediakan. Setiap pilihan jawaban responden diberi skor nilai atau bobot yang disusun secara acak.

d. Tabulating

Tabulating dilakukan dengan menyusun dan menghitung hasil data serta memasukkan hasil perhitungan dalam tabel distribusi frekuensi.

4.9. Metode Analisis Data

Pilihan jawaban Tidak (skor 0) dan Ya (skor 1) untuk pertayaan positif. Sedangkan pertanyaan negatif jawaban Tidak (skor 1) dan Ya (skor 0). Selanjutnya akan diklasifikasikan menjadi konsep diri negatif (skor 0-13) dan konsep diri positif (skor 14-25). Untuk masing-masing komponen juga


(52)

diklasifikasikan menjadi dua yaitu untuk gambaran diri negatif (0-2) dan positif (3-5) , ideal diri tidak realistis (0-2) dan realistis (3-5), harga diri rendah (0-2) dan tiggi (3-5), peran tidak memuaskan (0-2) dan memuaskan (3-5), identitas diri tidak jelas (0-2) dan jelas (3-5).


(53)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian mengenai konsep diri remaja putri di SMK Panca Budi Medan yang diperoleh melalui proses pengumpulan data yang dilakukan sejak tanggal 24 November 2014 sampai 16 Desember 2014 dengan jumlah responden sebanyak 63 orang. Penyajian analisa data dalam penelitian ini diuraikan berdasarkan karakteristik responden dan konsep diri remaja putri yang memiliki acne vulgaris.

5.1.1 Karakteristik Responden

Dari 63 orang penderita acne vulgaris yang menjadi responden penelitian, diketahui bahwa umur responden terbanyak berada pada usia 16 tahun yaitu sebanyak 25 responden (39,68%) dan responden terbanyak adalah kelas X yaitu sebanyak 25 responden (39,68%). Sebagian besar responden memiliki tingkat keparahan acne vulgaris dalam tingkat sedang yaitu sebanyak 37 responden (58,73%).


(54)

Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Remaja Putri Dengan Acne Vulgaris di SMK Panca Budi Medan Tahun 2014

f %

Usia 15 Tahun 16 Tahun 17 Tahun 18 Tahun 15 25 16 3 30,15 39,68 25,39 4,76 Kelas X XI XII 25 19 16 39,68 30,15 25,41 Tingkat Jerawat Ringan Sedang Berat 6 29 28 9,52 46,03 44,44

5.1.2 Konsep Diri Remaja Putri Dengan Acne Vulgaris di SMK Panca Budi Medan

Berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan kepada 63 responden remaja putri dengan acne vulgaris peneliti diperoleh bahwa dari 63 responden tersebut terdapat 9 orang responden (14,29%) yang memiliki konsep diri positif dan


(55)

mayoritas responden memiliki konsep diri negatif yaitu sebanyak 54 responden (85,71%). Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel 5.2.1

Tabel 5.1.2 Distribusi Frekuensi Konsep Diri Remaja Putri Dengan Acne

Vulgaris di SMK Panca Budi Medan

Konsep Diri Remaja Putri Dengan Acne Vulgaris F %

Positif 9 14,29

Negatif 54 85,71

Konsep diri remaja putri dengan acne vulgaris terdiri dari beberapa komponen yaitu gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri dapa dijabarkan sebagai berikut :

1. Gambaran Diri

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari keseluruhan responden (100%), 51 orang responden (80,9%) memiliki gambaran diri negatif hal ini dapat dilihat pada tabel 1. Analisa data yang menunjukkan gambaran diri responden negatif didukung oleh ungkapan responden yaitu 59 responden (93,65%) menyatakan tidak senang dengan perubahan wajah mereka yang menjadi berjerawat, 40 responden (63,49%) menyatakan penampilan mereka menjadi terganggu karena jerawat, 34 responden (53,96%) menyatakan penampilan mereka kurang menarik, 59 responden (61,90%) mengatakan kurang percaya diri untuk mrgspresiasikan bakat mereka, 33


(56)

responden (52,38%) menyatakan tidak dapat menerima perubahan fisik mereka. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 5.1.3.

2. Ideal Diri

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari keseluruhan responden (100%), 33 responden (52,38%) memiliki ideal diri yang tidak realistis. Analisa data yang menunjukkan ideal diri remaja putri dengan acne vulgaris yang tidak realistis didukung oleh ungkapan responden yang menyatakan bahwa merasa tidak senang dengan wajah berjerawat sebanyak 27 responde, (42,86%), banyak uang keluar untuk perawatan wajah yang berjerawat sebanyak 30 responden (47,61%), tidak dapat menerima perubahan wajah 24 reponden (38,09%). Data tersebut dapat dilihat pada tabel 5.1.3.

3. Harga Diri

Dari haril penelitian diketahui bahwa dari keseluruhan responden (100%) 32 responden (49,20%) memiliki harga diri rendah, hal ini didukung oleh data yang menunjukkan bahwa 23 responden (36,50%) merasa malu karena memiliki wajah dengan acne vulgaris, 37 responden (58,73%) menyalahkan diri mereka sendiri karena tidak bisa menjaga kecantikan wajah mereka dengan baik, 29 responden (46,03%) merasa bahwa mereka menjadi bahan gosipan diantara teman-teman mereka karena jerawatan dan 34 responden (53,96%) juga merasa dianggap kotor oleh teman-teman mereka karena jerawatan sebanyak 34 responden (53,96%). Data tersebut dapat dilihat pada tabel 5.1.3.


(57)

4. Peran

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari keseluruhan responden (100%) terdapat 25 responden (52,38%) memiliki peran yang tidak memuaskan. Analisa data yang menunjukkan hal tersebut adalah 29 responden (46,03%) menyatakan bahwa jerawatan itu tidak sewajarnya, 33 responden (52,38%) responden menyatakan bahwan jerawatan itu ada karena kurang menjaga kebersihan , 40 responden (63,49%) menyatakan bahwa mereka tidak pernah lagi jalan-jalan di luar sekolah dan di luar rumah supaya wajah mereka tidak semakin berjerawat,27 responden (42,85%) menyatakan bahwa mereka sering menutup jerawat mereka dengan bedak yang lebih tebal, serta 25 responden (39,69%) menyatakan mereka tidak bisa mendapat juara di kelas karena wajah yang berjerawatan. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 5.1.3.

5. Identitas diri

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari keseluruhan responden (100%), 32 responden (50,79%) memiliki identitas diri yang negatif hal ini dapat dilihat pada tabel 5.1.3. Analisa data yang yang mendukung hal ini yaitu 37 responden (58,74%) menyatakan kehilangan harapan untuk mempunyai wajah cantik dan mulus di masa remaja mereka, 28 responden (44,44%) tidak aktif lagi dalam kegiatan sekolah karena jerawat.


(58)

Distribusi frekuensi dan persentase konsep diri remaja putri dengan acne vulgaris di SMK Panca Budi Medan dapat dilihat pada tabel 5.1.3.

Tabel 5.1.3 Distribusi frekuensi dan persentase konsep diri remaja putri

dengan acne vulgaris di SMK Panca Budi Medan 2014

Komponen Konsep Diri f %

Gambaran Diri Positif Negatif 36 27 57,14 42,85 Identitas Diri Positif Negatif 32 31 50,79 49,20 Harga Diri Tinggi Rendah 33 30 52,38 47,62 Peran Memuaskan Tidak Memuaskan 38 25 60,31 39,68 Ideal Diri Realistis Tidak Realistis 30 33 47,61 52,38


(59)

Hasil penelitian mengenai konsep diri dan persentasi gambaran konsep diri remaja putri dengan acne vulgaris di SMK Panca Budi Medan disajikan secara singkat pada tabel 5.1.4.

Tabel 5.1.4 Distribusi frekuensi dan hasil penelitian jawaban pertanyaan konsep diri remaja putri dengan acne vulgaris.

No. Pertanyaan Ya Tidak

F % F %

Gambaran Diri

O1. Tidak senang dengan perubahan wajah saya yang menjadi berjerawat

59 93,65 4 6,35

02 Penampilan saya terganggu 40 63,49 23 36,5

03. Penampilan saya menjadi kurang menarik 34 53,96 29 40,03 04. Kurang percaya diri untuk

mengapresiasikan bakat saya

59 61,90 24 38,09

05 Saya dapat menerima perubahan fisik saya 30 47,61 33 52,38 Identitas diri

06. Kehilangan harapan untuk mempunyai wajah cantik dan mulus di masa remaja saya

26 41,26 37 58,74

07. Jarang ikut foto selfie/gruvi bersama teman-teman

26 41,26 37 58,74


(60)

walaupun saya memiliki jerawat

09. Ingin sembuh dari jerawat yang saya derita 63 100 0 0 10. Ingin mengerjakan semua tugas saya agar

cita-cita saya bisa tercapai walaupun saya jerawatan

39 61,90 24 38,09

Harga Diri

11. Merasa malu 23 36,50 40 63,49

12. Jadi bahan gosipan diantara teman-teman 29 46,03 34 53,96 13. Teman saya merasa kotor karena melihat

jerawat saya

34 53,96 29 46,03

14. Sering menyalahkan diri saya sendiri karena tidak bisa merawat kecantikan wajah saya dengan baik

37 58,73 26 41,26

15. Tetap disenangi oleh guru-guru disekolah walaupun saya jerawatan

34 53,96 29 46,03

Peran

16. Wajar saja, karena itu menandakan kita remaja sudah beranjak dewasa

34 53,96 29 46,03

17. Jerawat itu ada karena kurang menjaga kebersihan wajah

33 52,38 30 47,61

18. Tidak pernah lagi jalan-jalan dan bermain dengan teman-teman saya di luar sekolah dan rumah, supaya wajah saya tidak


(61)

19.semakin banyak terpapar polusi yang bisa buat jerawat saya bertambah parah. 19. Sebagai anak remaja yang berjerawat, saya

sering menutup jerawat saya dengan memakai bedak yang lebih tebal

36 57,14 27 42,85

20. Tetap bisa mendapat juara di kelas tidak berpengaruh dengan jerawat yang saya miliki

38 60,31 25 39,69

Ideal Diri

21. Merasa tidak senang dengan wajah berjerawat

29 40,03 34 53,96

22. Tetap bangga dengan diri saya sendiri karena masih memiliki banyak keahlian dan keunikan tersendiri

27 42,86 36 57,14

23. Semuanya sama saja 31 49,21 32 50,79

24. Banyak uang keluar untuk perawatan wajah saya

30 47,61 33 52,38

25. Dapat menerima perubahan wajah karena saya banyak menerima informasi tentang jerawat dari berbagai media


(62)

5.2Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjaab pertanyaan penelitian tentang pengaruh acne vulgaris terhadap konsep diri remaja putri di SMK Panca Budi Medan.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa keseluruhan responden yang menderita jerawat berada usia 15-18 tahun. Hal ini sesuai dengan catatan Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia, kebanyakan penderita acne vulgaris adalah remaja dan dewasa pada usia 11-25 tahun (Efendi, 2007).

Jenjang kelas pendidikan yang dijalani responden mayoritas sedang berada pada kelas X yaitu sebanyak 25 responden. Sedangkan tingakat keparahan acne vulgaris yang berat sebanyak 28 responden (44,44%) mayoritas adalah responden yang sedang berada di kelas XII yaitu sebanyak 24 responden yang memiliki keparahan acne vulgaris dalam tingkat berat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kligmann dalam Efendi Z (2007) yang menyebutkan bahwa salah satu penyebab acne vulgaris adalah stress. Responden yang duduk di kelas XII pastinya lebih memiliki beban stess lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang duduk di kelas X dan XI. Sehingga saat tingkat stress meningkat akan timbul pula masalah lain yaitu remaja ini akan mengalihkan stress nya dengan mengkonsumsi makanan junk food sehingga akan menigkatkan keparahan acne vulgaris (Bararah, 2012).


(63)

5.2.1 Konsep Diri Remaja Putri Dengan Acne Vulgaris di SMK Panca Budi Medan

Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.1 diketahui bahwa konsep dri remaja putri dengan acne vulgaris di SMK Panca Budi Medan, sebanyak 36 responden (57,14%) termasuk kategori negatif. Ini menunjukkan bahwa responden lebih dari setengah yang memiliki konsep diri posititif dan masih ada yang memiliki konsep diri negatif akibat acne vulgaris yang dideritanya. Menurut Puckkett (2007), banyak remaja putri yang menderita acne vulgaris bukan saja berdampak pada fisiknya tetapi juga pada emosi dan mentalnya, yang kemudian dapat berpengaruk terhadap hubungannya dengan orang lain, mereka cenderung akan menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang dialaminya dan berpandangan negatif terhadap dirinya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chris (2005), tentang konsep diri pada wanita penderita acne vulgaris, dimana didapat bahwa wanita yang menderita acne vulgaris menilai secara negatif terhadap penampilan fisiknya dan merasa tidak puas dengan kondisi fisiknya tersebut. Penderita acne vulgaris akan menampilkan kesan negatif seperti rasa malu dan rendah diri terhadap orang lain, karena perasaaan malu dan rendah diri yang dirasakan oleh penderita jerawat berhubungan dengan keadaan fisik yang dirasakan tidak sempurna lagi dan tidak sesuai dengan apa yang diarapkannya.


(64)

Tetapi tidak semua remaja yang menderita acne vulgaris dapat mengalami gangguan konsep diri, hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pendidikan, pekerjaan, pengetahuan/ nformasi yang didapat dari media seperti televisi, majalah yang diterima oleh setiap remaja (Ruswan, 2005).

Peran guru dalam meningkatkan konsep diri yang positif pada siswa di sekolah sangat enting, dengan memahami dan memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh siswa dengan memberikan pengetahuan tentang penyakit acne vulgaris.

1. Citra Diri Remaja Putri Dengan Acne Vulgaris di SMK Panca Budi

Medan

Sesuai dengan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.1.2 diketahui bahwa citra diri remaja putri dengan acne vulgaris di SMK Panca Budi Medan sebanyak 50,79% termasuk kategori positif. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah remaja putri dengan acne vulgaris di SMK Panca Budi Medan yang memiliki jerawat memiliki citra diri positif dan kurang setengahnya memiliki citra diri negatif akibat acne vulgaris.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Ruswan (2005), munculnya acne vulgaris pada masa remaja, maka kesadaran akan pentingnya penampilan diri dlam kehidupan sosial yang pada akhirnya dapat mempengaruhi konsep diri remaja putri. Hal ini sesui juga dengan penelitian Nurtati (2010), berdasarkan hasil analis data menunjukkan bahwa remaja putri yang menderita acne vulgaris memiliki citra diri negatif. Acne vulgaris yang dimiliki individu membuat remaja


(65)

putri memiliki citra diri negatif dalam pergaulan, sebaliknya jka individu memiliki citra diri rendah maka akan semakin rendah perilaku dalam kehidupan sehari-harinya.

Hal ini sejalan dengan pendapat Chris (2005), selain menimbulkan bekas jerawat, efek utamanya adalah pada jiwa seseorang, sperti krisis percaya diri atau minder dan depresi. Komponen konsep diri yang sering terganggu pada remaja dengan munculnya jerawat yaitu gambaran diri dan harga diri, diman pada masa remaja fokus individu terhadap fisik lebih menonjol dari periode kehidupan lain. Bentuk tubuh mrupakan bagian dari gambaran diri, pada remaja yang memilki acne vulgaris mengakibatkan perubahan bentuk tubuh dari remaja terebut berdampak pad ainteraksi atau hubungan sosial dilingkungan, dimana remaja menjadi minder dan merasa tidak percaya diri yang akan mengakibatkan rendahnya harga diri.

2. Ideal Diri Remaja Putri Dengan Acne Vulgaris di SMK Panca Budi

Medan

Berdasarkan tabel 5.1.3 diketahui bahwa ideal diri remaja putri yang menderita acne vulgaris di SMK Panca Budi Medan sebanyak 49,20% termasuk kategori ideal diri positif. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah remaja putri memiliki ideal diri negatif ketika menderita acne vulgaris.

Hal ini sejalan dengan penelitian Herawati (2005), terungkap bahwa wanita yang menderita jerawat akan mengalami gangguan body imae dan ideal diri yang tidak realistis yaitu merasa menjadi wanita yang kurang sempurna dan


(66)

ada kecenderungan timbulnya negativistic (penolakan) pada pernderita acne vulgaris yakni berupa keputusasaan, sehingga perlu suatu pendekatan secara humanistic pada penderita acne vulgaris.

Menurut Hurlock (2008), remaja menyadari bahwa merupakan hal yang menyenangkan memiliki fisik ang menarik dan tubuh yang ideal. Hal ini dapat mempertinggi kesempatan mereka dalam penerimaan sosial. Perkembangan fisik yang dialami remaja menyebabkan remaja memiliki citra terhadap fisiknya atau yang disebut dengan body image.

Cara individu memandang diri sendiri mempunyai dampak yang oenting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistis terhadap diri, menerima dan mengukur bagian tubuh akan memberi rasa aman, sehinga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 2002). Hal ini berkaitan dengan faktor-faktor dari penyesuaian diri sosial yang telah disimpulkan oleh Tejo (2006) faktor-faktor tersebut yaitu kepribadian, jenis kelamin, intellingsi, pola asuh dan konsep diri. Kepribadian terdiri dari sifat-sifat psikologis stabil dankhas. Sifat-sifat ini ikut menuntukan dan membedakan bagaimana perilaku individu yang satu dengan indivi yang lain dalam berhubungan dengan lingkungan sosial.

3. Harga Diri Remaja Putri Dengan Acne Vulgaris di SMK Panca Budi

Medan

Berdasarkan tabel 5.1.2 diketahui bahwa harga diri remaja putri dengan acne vulgaris di SMK Panca Budi Medan sebanyak 52,38% termasuk kategori tinggi. Hal ini menunjukkan, masih ada remaja putri yang memiliki harga diri


(67)

rendah ketika menderita acne vulgaris dimana dukungan dan penerimaan dari berbagi pihak merupakan hal yang sangat berarti bagi penderita jerawat dimana dukungan dan penerimaan dari berbagai pihak merupakan hal yang sangat berarti bagi penderita acne vulgaris.

Hasil penelitian ini didukung oleh Anggraini (2006), bahwa kebutuhan dukungan sosial pada wanita penderita avne vulgaris sangat diperlukan. Hal ini sesuia dengan pendapat Sharp (1994), dalam Agung (2004) bahwa wanita yang menderita jerawat memiliki tingkat kebutuhan dukungan sosial yang tinggi, dukungan sosial tersebut menurut keliat (2002) termasuk orang tua, teman dekat, guru, atasan dan sebagainya.

Menurut Herawati (2005), beberapa remaja akan merasa malu dan minder sehingga menarik diri dari masyarakat atau menghindari untuk berhubungan dengan orang lain yang menyebabkan harga diri rendah. Apabila seorang remaja terus menarik diri dari pergaulan, maka dia juga akan mengalami kemunduran perkembangan kognitif karena merasa takut dan malu untuk mendapatkan informasi-informasi baru dan hal ini akan terus berpengaruh pada proses tumbuh kembang remaja . karena informasi yang didapat hanya sedikit, maka remaja akan cenderung mengambil keputusan sendiri untuk mengatasi masalahnya yang justru akan memperparah masalah yang dihadapi.


(68)

4. Peran Diri Remaja Putri Dengan Acne Vulgaris di SMK Panca Budi Medan

Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.1.3 diketahui bahwa peran diri remaja putri dengan acne vulgaris di SMK Panca Budi Medan sebanyak 60,31% termasuk kategori positif. Ini menggambarkan masih banyak remaja putri yang memiliki peran diri negatif ketika menderita jerawat. Halini didukung oleh pernyataan Elvira (2008), bahwa penderita jerawatmengalami gangguan keseimbangan hidup dan stress akibat mengerahkanseluruh perangkat jiwa untuk menerima jerawat, mereka merasa kehilangankemampuan dalam menjalankan fungsi dan perannya sebagai wanita di dalam pergaulan maupun perannya di lingkungan sekolah.

Menurut Keliat (2002), faktor psikologis yang dialami oleh penderita jerawat sering mempengarui pandangannya terhadap wajahnya yakni gangguan citra diri, jerawat akan mengakibatkan perubahan peran dirisehingga mempengaruhi kehidupan sosialnya di lingkungan masyarakat. Hasil penelitian ini sejalan penelitian Agung (2004), bahwa jerawatyang diderita seseorang mempunyai peranan dalam penyesuaian diri sosial pada remaja putri. Penyesuaian diri sosial yang baik akan menjadi salah satu bekal penting karena akan membantu remaja pada saat terjun dalam masyarakat luas. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa remaja yangmenilai dirinya baik maka akan dapat menyesuaikan diri dengan baik tanpamengalami hambatan. Hal ini didukung oleh pendapat Partosuwido (2004) bahwa remaj yang memiliki peran diri yang positif


(69)

maka penyesuaian dirinya akan tinggi pula begitu juga sebaliknya, remaja yang memiliki perandiri negatif maka penyesuaian dirinya juga akan rendah.

5. Identitas Diri Remaja Putri Dengan Acne Vulgaris di SMK Panca

Budi Medan

Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.1.3, diketahui bahwa identitas diri remaja putri dengan acne vulgaris di SMK Panca Budi Medan sebanyak 52,38% termasuk negatif. Ini artinya lebih banyak remaja putri yang memiliki identitas diri yang kurang realistis ketika menderita jerawat.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chris (2005) tentang konsep diri pada wanita dengan acne vulgaris, didapat perasaan malu dan rendah diri yang dirasakan oleh subjek berhubungan dengan keadaan fisiknya yang dirasakan tidak sempurna lagi dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya. Penderita acne vulgaris merasa tidak memiliki rasa percaya diri untuk menjalin hubungan sosialisasi dengan orang lain. Kondisi fisik yang tidak menarik menyebabkan penderita acne vulgaris merasa memiliki kelemahan yang berdampak pada perasaan tidak memiliki kemampuan dalam melakukan sesuatu hal.

Hasil penelitian ini diperkuat dengan pendapat Robecca Prescolt (2007), penderita acne vulgaris sering mengalami penurunan konsep diri terutama pada remaja karena pada usia ini paling sering dipengaruhi oleh kehidupan sosial sangat mempengaruhi akan kesempurnaan fisik, pemikiran ini ditunjukkan bukan hanya oleh tubuh langsing tapi kulit yang sempurna. Penderita acne vulgaris dari yang ringan sampai yang berat dapat terganggu kepercayaan diri dan indetitas


(70)

dirinya, kita akan menjadi merasa tidak sempurna dan menghakimi diri kita, sehingga ketika kita bertemu dengan orang lain, situasi baru, lawan jenis akan menarik diri, yang akhirnya akan menurunkan konsep diri. Menurut Herawati (2005), seorang remaja yang tidak mempunyai acne vulgaris bila remaja tersebut merasa puas dan dapat menerima keadaan fisiknya, sedangkan seorang remaja menderita acne vulgaris merasa tidak puas dengan kondisi fisiknya. Remaja yang melihat keadaan wajahnya tidak memiliki acne vulgaris maka hal ini akan memberikan kepuasan pada dirinya dan dia akan mengembangkan konsep diri yang sehat (Hurlock, 2008).

Keadaan acne vulgaris merupakan evaluasi dan persepsi diri terhadap keadaan fisik. Jika seorang remaja yang tidak menderita acne vulgaris, akan merasa percaya diri dan dapat melakukan penyesuaian diri yang baik karena tidak ada hambatan dalam diri remaja tersebut. Remaja tersebut dapat mengatasi masalah-masalah sosial yang terjadi di lingkungannya. Remaja yang menderita acne vugaris yaitu remaja yang merasa kurang puas dengan keadaan fisiknya dan tidak bisa menerima keadaan fisiknya, remaja tersebut merasa tidak mendapat respon menyenangkan dari lingkungan sekitarnya dan canggung untuk melakukan interaksi dengan orang lain, maka remaja tersebut akan merasa ragu-ragu dalam melakukan penyesuaian diri sosial dan mengembangkan sikap-sikap negatif.

Seperti yang diungkapkan dalam penelitian Putriana (2004) yaitu bahwa orang-orang yang menunjukkan identitas diri realistis maka akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi sedangkan orang-orang yang menunjukkan identitas diri negatif maka akan memiliki kepercayaan diri yang rendah pula.


(71)

Demikian dapat dikatakan bahwa orang-orang yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi cenderung lebih bisa menerima diri sendiri termasuk kepuasan terhadap bagian-bagian tubuh dan keseluruhan tubuh, tidak menampilkan dirinya sebagai pribadi yang lemah dan pribadi yang tidak bisa melakukan apa-apa dan remaja tersebut akan berani memasuki lingkungannya yang baru dengan mengembangkan sikap diri yang yakin akan dirinya dan akan mampu melakukan penyesuaian diri sosial dengan baik.

Menurut Agung (2004), gambaran dan penilaian seseorang terhadap tubuh dan penampilan fisiknya. Hal ini juga berpengaruh terhadap cara pandang atau penilaian dirinya sendiri secara positif atau negatif. Identitas diri yang positif berkaitan erat dalam membentuk kepercayaan diri seseorang, sehingga merasa mampu untuk berinteraksi dengan lingkungannya tanpa rasa malu dan minder.


(1)

Harga Diri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid positif 23 36.5 36.5 36.5

negatif 40 63.5 63.5 100.0

Total 63 100.0 100.0

Peran Diri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid positif 26 41.3 41.3 41.3

negatif 37 58.7 58.7 100.0

Total 63 100.0 100.0

Identitas Diri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid positif 18 28.6 28.6 28.6

negatif 45 71.4 71.4 100.0


(2)

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Tingkatan 1.98 .684 63

Konsepdiri 1.63 .485 63

Corelation

Tingkatan acne

vulgaris Konsep diri Spearman's rho Tingkatan Correlation Coefficient 1.000 .386

Sig. (2-tailed) . .002

N 63 63

Konsepdiri Correlation Coefficient .386 1.000

Sig. (2-tailed) .002 .

N 63 63

Tingkatan acne

vulgaris Gambaran diri Spearman's rho Tingkatan Correlation Coefficient 1.000 -.021

Sig. (2-tailed) . .869

N 63 63


(3)

Sig. (2-tailed) .869 .

N 63 63

Tingkatan acne

vulgaris Ideal diri Spearman's rho Tingkatan Correlation Coefficient 1.000 .336

Sig. (2-tailed) . .007

N 63 63

Idealdiri Correlation Coefficient .336 1.000

Sig. (2-tailed) .007 .

N 63 63

Tingkatan acne

vulgaris Harga diri Spearman's rho Tingkatan Correlation Coefficient 1.000 .373**

Sig. (2-tailed) . .003

N 63 63

Hargadiri Correlation Coefficient .373** 1.000

Sig. (2-tailed) .003 .

N 63 63


(4)

Tingkatan acne

vulgaris Peran diri Spearman's rho Tingkatan Correlation Coefficient 1.000 .363**

Sig. (2-tailed) . .003

N 63 63

Peran Correlation Coefficient .363** 1.000

Sig. (2-tailed) .003 .

N 63 63

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tingkatan acne

vulgaris Identitas diri Spearman's rho Tingkatan Correlation Coefficient 1.000 .090

Sig. (2-tailed) . .484

N 63 63

Identitasdiri Correlation Coefficient .090 1.000

Sig. (2-tailed) .484 .


(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Tambar Malem Sinaga

Tempat/TanggalLahir : Tigalingga, 21 November 1990 Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jl. Bunga Rampai Lingkungan III Simalingkar B RiwayatPendidikan :

- SDN 1 Tigalingga (1996-2002)

- SMP SW. ST. Paulus Sidikalang (2002-2005) - SMA SW. Bintang Timur Balige (2005-2008) - ProDi DIII Keperawatan STIKes Flora Medan (2008-2011)