Analisis faktor yang memengaruhi rendahnya pemakaian alat kontrasepsi IUD (Intra Uteri Device) oleh ibu pasangan usia subur di Desa Sabungan Kecamatan Sungai kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keluarga Berencana

  2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana

  WHO (Expert Committe, 1970), tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.

  Keluarga Berencana Menurut UU No. 10 Tahun 1992 adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Dyah Noviawati Setya Arum, 2009).

  2.1.2 Tujuan Program KB

  Secara umum tujuan program KB 5 tahun kedepan yang ingin dicapai dalam rangka mewujudkan visi dan misi program KB dimuka adalah membangun kembali dan melestarikan pondasi yang kokoh bagi pelaksana program KB Nasional yang kuat di masa mendatang, sehingga visi untuk mewujudkan program berkualitas 2015 dapat tercapai.

  Tujuan Utama program KB adalah untuk memenuhi perintah masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan angka kematian ibu bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam ranka membangun keluarga kecil berkualitas.

  7 Sedangkan tujuan KB secara fisiolofis yaitu: 1. Merencanakan kehamilan dan mencegah kehamilan yang tak diinginkan.

  2. Meningkatkan status kesehatan perempuan dan anak.

  3. Meningkatkan kesehatan dan kepuasaan seksual.

  Tujuan KB berdasarkan RENSTRA 2005-2009, meliputi: 1. Keluarga dengan anak ideal.

  2. Keluarga sehat.

  3. Keluarga berpendidikan.

  4. Keluarga sejahtera.

  5. Keluarga berketahanan.

  6. Keluarga yang terpenuhi hak-hak reproduksinya.

  7. Penduduk tumbuh seimbang (PTS).

2.1.3 Sasaran Program KB

  Sasaran program KB nasional tercantum dalam RPJM tahun 2004-2009, yaitu: 1. Menurunkan angka laju pertumbuhan penduduk secara nasional menjadi 1,14% pertahun.

  2. Menurunkan angka kelahiran total fertility rate (TFR) menjadi 2,2 perperempuan.

  3. Meningkatkan peserta KB pria menjadi 4,5%.

  4. Meningkatkan penggunaan metode kontrasepsi yang efektif dan efesien.

  5. Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang anak.

  6. Meningkatkan jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera 1 yang aktif dalam usaha ekonomi produktif.

  7. Meningkatkan jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.

  Sehingga didapatkan hasil: 1. Tercapainya peserta KB baru sebanyak 1.072.473 akseptor.

  2. Terbinanya peserta KB aktif sebanyak 5.098.188 akseptor atau 71,87% dari pasangan usia subur sebanyak 7.093.654.

  3. Meningkatnya usia perkawinan wanita.

  4. Pengendalian dan perkembangan kependudukan terutama tingkat pertumbuhan migrasi dan persebaran penduduk.

2.1.4 Ruang Lingkup Program KB 1.

  Pemanfaatan PIK-KRR yang sudah ada.

  2. Pembentukan PIK-KRR yang baru terutama di Kabupaten/Kota yang belum memiliki PIK-KRR dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan PIK-KRR.

  3. Pembinaan PIK-KRR dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan PIK- KRR.

  4. Pelatihan bagi pendidik sebaya dan konselor sebaya.

2.1.5 Strategi Pendekatan dan Cara Operasional Program Pelayanan KB

  Strategi program Keluarga Berencana (KB) terbagi dalam 2 (dua) hal, yaitu: 1. Strategi dasar

  Lima grand strategy (strategi dasar) yang merupakan program utama dalam mensukseskan keluarga berencana nasional guna mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera.

  a.

  Menggerakkan dan memberdayakan seluruh masyarakat dalam program KB. b.

  Menata kembali pengelolaan KB.

  c.

  Memperkuat sumber daya manusia operasional program KB.

  d.

  Meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga melalui pelayanan KB.

  e.

  Meningkatkan pembiayaan program KB.

  Untuk menggerakkan dan memberdayakan seluruh masyarakat dalam program KB haruslah tokoh masyarakat dan tokoh agama aktif pada setiap desa serta pelayanan KB berkualitas disetiap desa atau kelurahan tertinggal dan terpencil serta diperbatasan memberikan promosi dan konseling kesehatan reproduksi.

  Program KB yang terintegrasi dengan outcome yang jelas, sistem informasi yang up to date, fasilitas, advokasi dan supervise dari pusat untuk daerah, jejaring kerja yang aktif dengan mitra kerja serta adanya dukungan Pemda dengan membuat Perda ini semua merupakan bentuk menata kembali pengelolaan KB.

  Memperkuat SDM operasional KB dengan mengelola KB untuk setiap kecamatan serta petugas KB dengan jumlah yang ada memadai dengan kompetensi yang baik dan petugas lapangan KB maupun petugas KB terlatih untuk setiap desa atau kedaerahan.

  Meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga melalui KB untuk seluruh keluarga dengan balita, aktif jadi anggota badan KB, pra keluarga sejahtera anggota unit pembinaan dan peningkatan keluarga sejahtera punya usaha ekonomi produktif, kelompok percontohan bina keluarga remaja untuk setiap kecamatan serta bina lingkungan keluarga untuk kabupaten/kota.

  Sedangkan pusat untuk meningkatkan pembiayaan progaram KB dengan memprioritaskan penganggaran dari pusat ke daerah, sistem pembiayaan terutama bagi rakyat miskin serta alat/obat kontrasepsi dengan harga terjangkau disetiap kecamatan.

2. Strategi operasional a.

  Peningkatan kapasitas sistem pelayanan Program KB Nasional.

  b.

  Peningkatan kualitas dan prioritas program.

  c.

  Penggalangan dan pemantapan komitmen.

  d.

  Dukungan regulasi dan kebijakan.

  e.

  Pemantaun, evaluasi, dan akuntabilitas pelayanan.

2.1.6 Dampak Program Keluarga Berencana (KB) terhadap Pencegahan Kelahiran

  Program keluarga berencana memberikan dampak, yaitu: 1. Penurunan angka kematian ibu dan anak.

  2. Penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.

  3. Peningkatan kesejahteraan keluarga.

  4. Peningkatan derajat kesehatan.

  5. Peningkatan mutu dan layanan KB-KR.

  6. Peningkatan sistem pengelolaan dan kapasitas SDM.

  7. Pelaksanaan tugas pimpinan dan fungsi manajemen dalam penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintah berjalan lancar.

2.1.7 Metode Kontrasepsi

  Pada umumnya metode kontrasepsi dibagi menjadi: 1. Metode sederhana a.

  Kontrasepsi tanpa menggunakan alat atau obat.

  1) KB alamiah. 2) Senggama terputus (coitus interruptus).

  b.

  Kontrasepsi dengan menggunakan alat 1) Kondom. 2) Diagfragma. 3) Spermisid.

  2. Metode efektif a.

  Pil KB.

  b.

  IUD atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim.

  c.

  Kontrasepsi injeksi.

  d.

  Alat kontrasepsi bawah kulit (implant).

  3. Metode mantap (kontap) a.

  Kontap pada pria (Metode Operasi Pria/Vasektomi).

  b.

  Kontap pada wanita (Metode Operasi Wanita/Tubektomi).

2.2 Tinjauan Umum Tentang Metode IUD

2.2.1 Pengertian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim /IUD

  Kontrasepsi ialah usaha-usaha untuk mencegah kehamilan, usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen mekanisme terjadinya adalah mencegahnya sel telur (ovum) dengan sperma.

  Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) merupakan alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim yang terbuat dari bahan plastik dan lembaga yang hanya boleh dipasang oleh dokter atau bidan terlatih. Setelah di rahim, AKDR akan mencegah sperma pria bertemu dengan sel telur wanita. Pemakaian AKDR dapat sampai 10 tahun (tergantung pada jenisnya) dan dapat dipakai oleh semua wanita umur reproduksi (Burns, 2008).

  Sampai saat ini terdapat banyak jenis AKDR, dan yang paling banyaak digunakan dalam program keluarga berencana di Indonesia adalah jenis Lippes loop.

  AKDR yang dapat dibagi dalam bentuk yang terbuka linear dan bentuk tertutup sebagai cincin. Yang termasuk dalam golongan bentuk terbuka linear antara lain

  

lippes loop , Saf-T-coil, multiload 250, Cu-T, CuT 380 A, Spring coil, Margulies

spiral , dan lai-lain, sedang yang termasuk dalam golongan bentuk tertutup dengan

  bentuk dasar cincin antara lain adalah Ota ring, Antigon F, Ragab ring, cincin Gravenberg , cincin Hall-stone, Bimberg bow dan lain-lain (Wiknjosastro, dkk, 2002).

2.2.2 Jenis-Jenis IUD 1.

  Copper-T

  IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polythelene dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan kawat tembaga halus ini mempunyai efek fertilitas anti pembuahan yang cukup baik. IUD bentuk T yang baru, IUD ini melepaskn lenovorgegestrel dengan konsentrasi yang rendah selama minimal 5 tahun. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa efektifitas yang tinggi dalam mencegah kehamilan yang tidak direncanakan maupun perdarahan menstruasi.

2. Copper-7 IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan.

  Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas permukaan 200mm, fungsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus pada jenis coppert T.

  3. Multi Load

  IUD ini terbuat dari plastik polythelene dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjangnya dari ujung atas ke bawah 3,6cm.

  Batangnya diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250mm atau 375 mm untuk menambah efektivitas. Ada 3 ukuran multiload, yaitu standar,

  small , dan mini.

  4. Lippes Loap

  IUD ini terbuat dari bahan polythelene, bentuknya seperti spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan control, dipasang benang pada ekornya. Lippes

  Loap terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya.

  Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), Tipe C berukuran 30 mm (benang kuning) dan 30 mm (tebal, benang putih) untuk tipe D. Lippes Loap mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan lain dari pemakaian spiral jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus sebab terbuat dari bahan plastik. Yang banyak dipergunakan dalam program KB nasional adalah IUD jenis ini (Bari, 2006).

2.2.3 Cara Kerja 1.

  Menghambat kemampuan sperma masuk ke tuba fallopii.

2. Mempengaruhi fertilitas sebelum ovum mencapai kavum uteri.

  3. IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun IUD membuat sperma sulit untuk masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi sperma untuk fertilitas (BKKBN, 2008).

  2.2.4 Efektifitas

  IUD sangat efektif, efektifitasnya 92-94% dan tidak perlu diingat setiap hari seperti halnya pil. Tipe Multiload dapat dipakai sampai 4 tahun, Nova T dan Copper 200 (CUT-200) dapat dipakai 3-5 tahun, CuT-380A dapat untuk 8 tahun.

  T

  Kegagalan rata-rata 0,8 kehamilan per 100 pemakai wanita pada tahun pertama pemakaian.

  2.2.5 Indikasi

  Prinsip pemasangan adalah menempatkan IUD setinggi mungkin dalam rongga rahim (cavum uteri). Saat pemasangan yang paling baik ialah pada waktu mulut rahim peranakan masih terbuka dan rahim dalam keadaan lunak. Misalnya 40 hari setelah bersalin dan pada akhir haid. Yang boleh menggunakan IUD adalah:

  1. Usia reproduksi.

  2. Keadaan multipara.

  3. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang.

  4. Perempuan menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi.

  5. Setelah melahirkan dan tidak menyusui.

  6. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi.

  7. Risiko rendah dari IMS.

  8. Tidak mengkehendaki metode hormonal.

  9. Menyukai mengingat-ingat minum pil setiap hari.

  10. Tidak megkehendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama.

  11. Perokok.

  12. Gemuk ataupun kurus.

  Pemasangan IUD dapat dilakukan oleh dokter atau bidan yang telah terlatih secara khusus. Pemeriksaan secara berkala harus dilakukan setelah pemasangan satu minggu, lalu setiap bulan selama tiga bulan berukutnya. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setiap enam bulan sekali.

2.2.6 Kontraindikasi

  Yang tidak diperkenankan menggunkan IUD adalah 1. Belum pernah melahirkan.

  2. Adanya perkiraan kehamilan.

  3. Kelainan alat kandungan bagian dalam seperti perdarahan yang tidak normal dari alat kemaluan, perdarahn di leher rahim, dan kanker rahim.

  4. Perdarahan vagina yang tidak diketahui.

  5. Sedang menderita infeksi alat genital (vaginatis, servisitis).

  6. Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septic.

  7. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri.

  8. Penyakit trofoblas.

  9. Diketahui menderita TBC pelvic.

  10. Kanker alat genital.

  11. Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm.

2.2.7 Keuntungan 1.

  Sangat efektifitas 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun peertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan). Pencegah kehamilan jangka panjang yang ampuh, paling tidak 10 tahun.

  2. IUD dapat efektif segera setelah pemasangan.

  3. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu diganti).

  4. Tidak mempengaruhi hubungan seksual. Hubungan intim jadi lebih nyaman karena rasa aman terhadap resiko kehamilan.

  5. Tidak efek samping hormonal dengan CuT-380A.

  6. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI. Aman untuk ibu menyusui tidak menganggu kualitas dan kuantitas ASI.

  7. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau abortus (apabila tidak terjadi infeksi).

  8. Dapat digunakan sampai menopause.

  9. Tidak ada interaksi dengan obat-obat.

  10. Membantu mencegah kehamilan ektopik.

  11. Setelah IUD dikeluarkan, bisa langsung subur.

2.2.8 Efek Samping dan Komplikasi 1.

  Efek samping umum terjadi: Perubahan siklus haid, haid lebih lama dan banyak, perdarahan antar menstruasi, saat haid lebih sakit.

  2. Komplikasi lain: merasa sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan, perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia, perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangan benar).

  3. Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.

  4. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau yang sering berganti pasangan.

  5. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai IUD, PRP dapat memicu infertilitas.

  6. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan IUD.

  7. Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah pemasngan IUD, biasanya menghilang dalam 1-2 hari.

  8. Klien tidak dapat IUD oleh dirinya sendiri. Petugas terlatih yang dapat melepas.

  9. Mungkin IUD keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila IUD dipasang segera setelah melahirkan).

  10. Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi IUD mencegah kehamilan normal.

  11. Perempuan harus memeriksa posisi IUD dari waktu ke waktu.

2.2.9 Waktu Pemasangan

  Pemasangan IUD sebaiknya dilakukan pada saat: 1. 2 sampai 4 hari setelah melahirkan.

  2.

  40 hari setelah melahirkan.

  3. Setelah terjadinya keguguran.

  4. Hari ke 3 haid sampai hari ke 10 dihitung dari hari pertama haid.

  5. Menggantika metode KB lainnya.

2.2.10 Waktu Pemakai Memeriksakan Diri 1.

  1 bulan pasca pemasangan.

  2.

  3 bulan kemudian.

  3. Setiap 6 bulan berikutnya.

  4. Bila terlambat haid 1 minggu.

2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Rendahnya Pemakaian Alat Kontrasepsi

  IUD oleh Ibu Pasangan Usia Subur

2.3.1 Pengetahuan

  Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaraan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diporoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

  Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka perilaku akan lebih bersifat langgeng (Friedman, 2005).

  Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan penggunaan alat kontrasepsi IUD di masyarakat. Dengan pengetahuan yang baik maka setiap ibu pasangan usia subur (PUS) akan mau ikut serta menggunakan alat kontrasepsi IUD.

2.3.2 Sikap

  Sikap merupakan reaksi atau respon yang tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007).

  Allen, Guy and Edgley mengatakan bahwa sikap adalah suatu pola perilaku terdensi atau kesiapan antisipasif, predisposisi untuk menyesuaiakan diri dalam situasi sosial atau secara sederhana, sikap merupakan respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan (Azwar, 2002).

  Dalam bagian lain Allport (1954), menjelaskan bawa sikap itu mempunyai 3 (tiga) komponen pokok, yaitu: 1.

  Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu objek.

  2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

  3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behove).

  Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

  

attitude ). Dalam penentuan sikap ini yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan

dan emosi memegang peranan penting.

2.3.3 Dukungan Suami

  Menurut Sarwono (2003), dukungan adalah suatu uapaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Faktor-faktor yang memengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orang tua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau hotokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial bawah (Ahmadi, 2006).

  Dukungan suami dalam pemilihan alat kontrasepsi merupakan bentuk dukungan nyata dari kepedulian dan tanggung jawab para anggota keluarga. Peran atau partisipasi suami istri dalam Keluarga Brencana (KB) antara lain menyangkut: 1.

  Pemakaian alat kontrasepsi.

  2. Tempat mendapatkan pelayanan.

  3. Lama pemakaian.

  4. Efek samping dari penggunaan kontrasepsi.

  5. Siapa yang harus menggunakan kontrasepsi.

  6. Siapa memakai kontrasepsi.

  7. Istri memakai kontrasepsi tapi tidak dibicarakan dengan suami.

  8. Suami istri tidak memakai kontrasepsi, tapi dibicarakan antara suami istri.

  9. Suami istri tidak memakai dan tidak dibicarakan antara suami istri.

  Partisipasi pria secara tidak langsung salah satunya dengan cara mendukung istri dalam ber-KB. Apabila disepakati istri yang akan ber-KB, peranan suami adalah memberikan dukungan dan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi atau cara/metode KB, adapun dukungannya meliputi:

  1. Memilih kontrasepsi yang cocok, yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi istrinya.

  2. Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti mengingatkan saat minum pil KB dan mengingatkan istri untuk kontrol.

  3. Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi.

  4. Mengantar istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau rujukan.

  5. Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan saat ini terbukti tidak memuaskan.

  6. Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunkan metode pantang berkala.

  7. Menggunakan kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri tidak memungkinkan.

  Bentuk peran dan tanggung jawab bersama antara suami dan istri dalam KB dan kesehatan reproduksi akan terwujud karena alasan berikut ini:

  1. Suami istri merupakan pasangan dalam proses reproduksi.

  2. Suami-istri bertanggung jawab secara sosial, moral dan ekonomi dalam keluarga 3.

  Suami-istri sama-sama mempunyai hak-hak reproduksi yang merupakan bagian dari hak azasi manusia yang bersifat universal.

  4. KB dan kesehatan reproduksi memerlukan peran dan tanggung jawab bersama suami-istri bukan suami atau istri saja.

  5. Program KB dan kesehatan reproduksi berwawasan gender (Kusmiran, 2012).

  6. Dukungan keluarga (suami) merupakan hubungan timbal balik antara individu yang meliputi (Friedman, 1998): a.

  Dukungan Pengharapan Dukungan pengharapan merupakan dukungan yang terjadi bila ekspresiyang positif diberikan kepada individu. Individu mempunyai seorang yang dapat diajak bicara tentang masalahnya, terjadi melalui ekspresi pengharapan positif individu kepada individu lain, penyemangat, dan persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang.

  b.

  Dukungan Nyata Dukungan ini merupakan penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan kesehatan, bantuan finansial dan material berupa nyata, benda atau atau jasa tersebut sehingga dapat memecahkan masalah praktis termasuk didalamnya bantuan langsung seperti saat seseorang memberi uang, menyediakan transportasi dan lain-lain. Dukungan nyata sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.

  c.

  Dukungan Informasi Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi bersama termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tentang dokter yang baik bagi dirinya, dan tindakan yang spesifik bagi individu. Pada dukungan informasi ini keluarga sebagai penghimpun informasi dari pemberi pihak.

  d.

  Dukungan Emosional Dalam pelaksanaan tindakan individu perlu mendapatkan penguatan akan rasa dimiliki atau dicintai. Dukungan emosional memberikan individu rasa nyaman dan memberikan semangat. Yang termasuk dalam dukungan emosional ini adalah ekspresi dari empati, kepedulian dan perhatian kepada individu. Demikian juga dengan tindakan pap smear Ibu harus mendapat empati, kepedulian dan perhatian dari suami.

  2.3.4 Dukungan Tenaga Kesehatan

  Dukungan tenaga kesehatan merupakan dukungan sosial dalam bentuk dukungan informasi, dimana perasaan subjek bahwa lingkungan (petugas kesehatan) memberikan informasi yang jelas mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pemakaian alat kontrasepsi IUD (Sarwono, 2003).

  Dukungan tenaga kesehatan, yaitu berupa: 1. ketersediaan alat kontrasespsi.

  2. ketersediaan tenaga terlatih.

  2.3.5 Sosial Budaya

  Menurut Kalangie (1994), bahwa kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur, dan memengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial dalam memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit maupun menyembuhkan diri dari penyakit.

  Masalah utama sehubungan dengan hal tersebut adalah bahwa tidak semua unsur dalam suatu sistem budaya kesehatan cukup ampuh serta dapat memenuhi semua kebutuhan kesehatan masyarakat yang terus menerus meningkat akibat perubahan- perubahan budaya yang terus menerus berlangsung. Sedangkan pada pihak lain tidak semua makna unsur-unsur pengetahuan dan praktek biomedis yang diperlukan masyarakat telah sepenuhnya dipahami ataupun dilaksanakan oleh sebagian terbesar pada anggota suatu komunitas masyarakat. Bahkan dari segi perawatan dan pelayanan medis belum seluruhnya berhasil memenuhi kebutuhan dan harapan suatu masyarakat karena adanya berbagai masalah keproofesionalan, seperti perilaku profesional medis yang belum sesuai dengan kode etik, pengutamaan kepentingan pribadi dan birokrasi, keterbatasan dana dan tenaga, keterbatasan pemahaman komunikasi yang berwawasan budaya.

  Dengan kata lain kepercayaan adalah sesuatu yang telah diyakini oleh seseorang terhadap suatu hal atau subjek tertentu berdasarkan pertimbangan- pertimbangan seperti kejujuran, pengalaman, dan keterampilan, toleransi dan kemurahan hati. Elemen-elemen modal sosial tersebut bukanlah sesuatu yang tumbuh dan berkembang dengan sendirinya, melainkan harus dikreasikan dan ditransmisikan melalui mekanisme-mekanisme sosial budaya di dalam sebuah unit sosial seperti keluarga, komunitas, asosiasi suka rela negara dan sebagainya. Kepercayaan sering diporoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu (Notoatmojo, 2003).

  Menurut Gottlieb (1984) yang dikutip oleh Lubis dan Hasnida (2009), dukungan sosial adalah informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan nyata atau tingkah laku diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya.

2.3.6 Status Ekonomi Karena tingkat penghasilan secara langsung berhubungan dengan standar hidup.

  Para wanita berpendapatan rendah hampir 5 kali lebih tinggi berisiko terkena kanker serviks daripada kelompok wanita yang berpendapatan lebih tinggi. Kemiskinan yang mengakibatkan ketidakmampuan mereka untuk mendapat pelayanan kesehatan yang baik dan tidak dapat membayar biaya-biaya tes kesehatan yang cukup mahal (Nurwijaya, 2010).

2.4 Analisis Faktor

2.4.1 Pengertian

  Analisis faktor merupakan nama umum yang menunjukkan suatu prosedur, utamanya dipergunakan untuk mereduksi data atau meringkas dari variabel yang banyak diubah menjadi sedikit variabel, misalnya dari 15 variabel yang lama diubah menjadi 4 atau 5 variabel baru yang disebut faktor dan masih memuat sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli (original variabel) (Supranto, 2004). Selain itu analisis faktor dapat juga berfungsi sebagai alat uji internal dari alat ukur yang dipergunakan (Riduan, 2002).

  Analisis faktor merupakan salah satu teknik analisis statistik multivariat, dengan titik berat yang diminati adalah hubungan secara seksama bersama pada semua variabel tanpa membedakan variabel tergantung dengan variabel bebas atau disebut sebagai metode antar ketergantungan (interdependence methods). Proses analisis faktor mencoba menemukan hubungan antar variabel yang saling independen tersebut, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal sehingga memudahkan analisis statistik selanjutnya (Wibowo, 2006).

  2.4.2 Tujuan Analisis Faktor

  Pada dasarnya, tujuan analisis faktor adalah: 1. Data Sumarization, yakni mengidentifikasi adanya hubungan antar variabel dengan melakukan uji korelasi.

  2. Data Reduction, yakni setelah melakukan korelasi, maka dilanjutkan dengan proses membuat sebuah variabel set baru yang dinamakan faktor untuk menggantikan sejumlah variabel tertentu.

  Tujuan umum dari teknik analisis faktor adalah menemukan suatu cara untuk mereduksi informasi yang terkandung di dalam sejumlah variabel-variabel original ke dalam set variabel yang lebih kecil dari dimensi-dimensi gabungan dan baru. Untuk menemukan tujuan tersebut, ada 4 hal yang mendukung yaitu mengkhususkan unit analisis, mencapai ringkasan data atau pengurangan data, pemilihan variabel, dan menggunakan hasil analisis faktor dengan teknik-teknik multivariat yang lain (Hair, 2010).

  2.4.3 Fungsi Analisis Faktor

  Terdapat 3 (tiga) fungsi analisis faktor menurut Suliyanto (2005), diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Mengidentifikasi dimensi-dimensi mendasar yang dapat menjelaskan korelasi dari serangkaian variabel.

  2. Mengidentifikasi variabel-variabel baru yang lebih kecil, untuk menggantikan variabel tidak berkorelasi dari serangkaian variabel asli yang berkorelasi.

  3. Mengidentifikasi beberapa variabel kecil dari sejumlah variabel yang banyak untuk dianalisis multivariat lainnya.

  2.4.4 Jumlah Sampel Ideal dan Jenis Data untuk Analisis Faktor Secara umum, jumlah sampel dalam analisis faktor minimal 50 pengamatan.

  Bahkan seharusnya ukuran sampel sebanyak 100 atau lebih besar. Biasanya ukuran sampel dalam analisis ini dianjurkan memiliki paling sedikit 5 kali jumlah variabel yang akan diamati, karena semakin banyak sampel yang dipilih akan mencapai patokan rasio 10:1, dalam arti untuk satu variabel ada 10 sampel (Hair, 2010). Dalam pengertian SPSS, hal ini berarti untuk setiap 1 kolom yang ada, seharusnya terdapat 10 baris data, sehingga jika ada 5 kolom (variabel), minimal seharusnya ada 50 baris data (sampel).

  Data dalam analisis faktor minimal adalah interval, sehingga apabila data yang diperoleh berupa data ordinal, harus ditransformasikan menjadi data interval, misalnya dengan menggunakan metode successive interval (Suliyanto, 2005).

  2.4.5 Penentuan Jumlah Faktor

  Untuk menentukan banyaknya jumlah faktor yang terbentuk dalam analisis faktor dapat dilakukan beberapa pendekatan berikut:

  1. Penentuan berdasarkan apriori Dalam metode penentuan ini, jumlah faktor telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti.

  2. Penentuan berdasarkan eigenvalue Untuk menentukan jumlah faktor yang terbentuk dapat didasarkan pada

  eigenvalue . Jika suatu variabel memiliki eigenvalue

  ≥ 1, dianggap sebagai suatu faktor, sebaliknya jika suatu variabel hanya memiliki eigenvalue < 1, tidak dimasukkan dalam model.

  3. Penentuan berdasarkan scree plot

  Scree plot pada dasarnya merupakan grafik yang menggambarkan hubungan

  antara faktor dengan eigenvalue, pada sumbu Y menunjukkan eigenvalue, sedangkan pada sumbu X menunjukkan jumlah faktor. Untuk dapat menentukan berapa jumlah faktor yang diambil, ditandai dengan slope yang sangat tajam antara faktor yang satu dengan faktor berikutnya.

  4. Penentuan berdasarkan persentase varian (percentage of variance) Persentase varian menunjukkan jumlah variasi yang berhubungan pada suatu faktor yang dinyatakan dalam persentase. Untuk dapat menentukan berapa jumlah faktor yang diambil, harus memiliki nilai persentase varian ≥ 0,5. Sedangkan apabila menggunakan kriteria kumulatif persentase varian, besarnya nilai kumulatif persentase varian

  ≥ 60%. Untuk mengetahui peranan masing-masing variabel dalam suatu faktor dapat ditentukan dari besarnya loading variabel yang bersangkutan. Loading dengan nilai terbesar berarti mempunyai peranan utama pada faktor tersebut. Variabel yang memiliki nilai loading < 0,5 dianggap tidak memiliki peranan yang berarti terhadap faktor yang terbentuk sehingga variabel tersebut dapat diabaikan dalam pembentukan faktor.

2.4.6 Penamaan Faktor yang Terbentuk

  Untuk menamai faktor yang telah dibentuk dalam analisis faktor, dapat dilakukan dengan cara berikut:

1. Memberikan nama faktor yang dapat mewakili nama-nama variabel yang membentuk faktor tersebut.

2. Memberikan nama faktor berdasarkan variabel yang memiliki nilai factor

  loading tertinggi. Hal ini dilakukan apabila tidak dimungkinkan untuk

  memberikan nama faktor yang dapat mewakili semua variabel yang membentuk faktor tersebut.

2.4.7 Langkah-Langkah Analisis Faktor 1.

  Merumuskan Masalah 2. Bentuk Matriks Korelasi

  Proses analisis faktor didasarkan pada matriks korelasi antara variabel yang satu dengan variabel-variabel lain, untuk memperoleh analisis faktor yang semua varaibel-variabelnya harus berkorelasi. Untuk menguji ketepatan dalam model faktor, uji statistik yang digunakan adalah barletts test sphericity dan Kiser-Mayer-Olkin (KMO) untuk mengetahui kecukupan sampelnya.

  a.

  Nilai KMO sebesar 0,9 adalah baik sekali.

  b.

  Nilai KMO sebesar 0,8 adalah baik.

  c.

  Nilai KMO sebesar 0,7 adalah sedang/agak baik.

  d.

  Nilai KMO sebesar 0,6 adalah cukup.

  e.

  Nilai KMO sebesar 0,5 adalah kurang.

  f.

  Nilai KMO sebesar < 0,5 adalah ditolak.

3. Menentukan Metode Analisis Faktor

  Setelah ditetapkan bahwa analisis faktor merupakan teknik yang tepat untuk menganalisis data yang sudah dikumpulkan, kemudian ditentukan atau dipilih metode yang tepat untuk analisis faktor. Ada dua cara atau metode yang bisa dipergunakan dalam analisis faktor, khususnya untuk menghitung koefisien skor faktor, yaitu analisis komponen utama (Principal Component Analysis) dan analisis faktor umum (Common Factor Analysis).

  Di dalam principal component analysis, jumlah varian dalam data dipertimbangkan. Principal component analysis direkomendasikan kalau hal yang pokok adalah menentukan bahwa banyaknya faktor harus minimum dengan memperhitungkan varian maksimum dalam data untuk dipergunakan di dalam analisis multivariat lebih lanjut. Faktor-faktor tersebut dinamakan principal component. ialah jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel

  Communalities

  dengan seluruh variabel lainnya dalam analisis. Bisa juga disebut proporsi atau

  bagian variabel yang dijelaskan common factor, atau besarnya sumbangan suatu faktor terhadap varian seluruh variabel. Semakin besar Communalities sebuah variabel, berarti semakin kuat hubungannya dengan faktor yang dibentuknya.

  Eigenvalue merupakan jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor.

Eigenvalue akan menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam

menghitung varian yang dianalisis (Wibowo, 2006).

4. Menentukan Banyaknya Faktor

  Penentuan jumlah faktor yang ditentukan untuk mewakili variabel-variabel yang akan dianalisis didasarkan pada besarnya eigenvalue serta persentase total variannya. Hanya faktor yang memiliki eigenvalue sama atau lebih besar dari satu yang dipertahankan dalm model analisis faktor, sedangkan yang lainnya dikeluarkan dari model.

  5. Melakukan Rotasi Faktor-faktor Suatu hasil atau output yang penting dari analisis faktor adalah apa yang disebut matriks faktor pola (factor pattern matrix). Matriks faktor berisi koefisien yang dipergunakan untuk mengekspresikan variabel yang dibakukan dinyatakan dalam faktor. Koefisien-koefision ini yang disebut dengan muatan faktor, mewakili korelasi antar faktor dan variabel. Suatu koefisien dengan nilai absolut/mutlak yang besar menunjukkan bahwa faktor dan variabel berkorelasi sangat kuat. Koefisien dari matriks faktor bisa dipergunakan untuk menginterpretasikan faktor.

  Di dalam melakukan korelasi faktor, kita menginginkan agar setiap faktor mempunyai muatan atau koefisien yang tidak nol atau yang signifikan atau beberapa variabel saja. Dimana gunanya rotasi adalah untuk mengontrol/memeriksa variabel yang belum layak dimasukkan menjadi layak dimasukkan dalam buat penamaan.

  Demikian halnya kita juga menginginkan agar setiap variabel mempunyai muatan yang tidak nol atau signifikan dengan beberapa faktor saja, kalau mungkin dengan satu faktor saja. Kalau terjadi bahwa beberapa faktor mempunyai muatan tinggi dengan variabel yang sama, sangat sulit untuk membuat interpretasi tentang terhadap seluruh varian (dari seluruh variabel asli) mengalami perubahan.

  6. Membuat Interpretasi Hasil Rotasi Interpretasi mengenai faktor bisa dipermudah dengan mengenali

  (mengidentifikasi) variabel yang mempunyai nilai loading yang besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian bisa diinterpretasikan menurut variabel-variabel yang mempunyai nilai loading yang tinggi dengan faktor tersebut. Bantuan di dalam interpretasi yang berguna lainnya ialah mengeplot variabel dengan menggunakan factor loading sebagai titik koordinatnya.

  Variabel yang berada pada ujung atau akhir suatu sumbu ialah variabel- variabel yang nilai loadingnya tinggi hanya pada faktor tersebut, katakan faktor 1, 2, atau 3 dan oleh karena itu variabel-variabel tersebut akan memberikan inspirasi tentang nama yang tepat dari faktor yang bersangkutan (Supranto, 2010). Sedangkan variabel yang dekat dengan titik asal (perpotongan sumbu F dan F ) mempunyai

  1

  2 muatan rendah (low loading) pada kedua faktor.

  Variabel yang tidak dengan sumbu salah satu faktor berarti berkorelasi dengan kedua faktor tersebut. Kalau suatu faktor tidak bisa diberi label sebagai faktor tidak teridentifikasi atau faktor umum. Variabel-variabel yang berkorelasi kuat (nilai faktor

  

loading yang besar) dengan faktor tertentu dan memberikan inspirasi nama faktor

yang bersangkutan (Supranto, 2004).

2.4.8 Menghitung Skor dan Nilai Faktor

  Nilai faktor adalah ukuran yang mengatakan representasi suatu variabel oleh masing-masing faktor. Nilai faktor menunjukkan bahwa suatu data mewakili karakteristik khusus yang direpresentasikan oleh faktor. Nilai faktor ini selanjutnya digunakan untuk analisis lanjutan.

  Sebenarnya analisis tidak harus dilanjutkan dengan menghitung skor atau nilai faktor, sebab tanpa menghitung pun hasil analisis faktor sudah bermanfaat yaitu mereduksi variabel yang banyak menjadi variabel baru yang lebih sedikit dari variabel aslinya.

  Masing-masing faktor dapat diekspresikan dengan persamaan sebagai berikut: F = W X + W X + W X + .......+ W

  X

  1 i1 1 i2

2 i3

3 ik k

  Dimana : F adalah faktor

  1 W i adalah bobot variabel terhadap faktor K adalah jumlah variabel

  X adalah variabel Semakin besar bobot (Wi) suatu variabel terhadap faktor, maka pengaruh variabel terhadap faktor tersebut semakin erat, yang berarti perubahan variabel memberikan kontribusi yang semakin besar pada nilai faktor. Hal ini berlaku untuk keadaan sebaliknya (Rangkuti, 2002).

  2.4.9 Memilih Surrogate Variables Surrogate Variables adalah suatu bagian dari variabel asli yang dipilih untuk

  digunakan di dalam analisis selanjutnya. Pemilihan Surrogate Variables meliputi dari sebagian dari beberapa variabel asli untuk dipergunakan di dalam analisis selanjutnya. Hal ini memungkinkan peneliti untuk melakukan analisis lanjutan dan menginterpretasikan hasilnya dinyatakan dalam variabel asli bukan dalam skor faktor.

  Dengan meneliti matriks faktor, kita bisa memilih untuk setiap faktor variabel dengan muatan tinggi pada faktor yang bersangkutan.

  2.4.10 Proses Analisis Faktor

  Secara garis besar tahapan pada analisis faktor adalah sebagai berikut: 1. Memilih variabel yang layak dimasukkan dalam analisis faktor. Oleh karena analisis faktor berupaya mengelompokkan sejumlah variabel, maka seharusnya ada korelasi yang cukup kuat diantara variabel, sehingga akan terjadi pengelompokkan. Jika sebuah variabel atau lebih berkorelasi lemah dengan variabel lainnya, maka variabel tersebut akan dikeluarkan dari analisis faktor. Alat seperti MSA atau Barlett’s Test dapat digunakan untuk keperluan ini.

  2. Setelah sejumlah variabel terpilih, maka dilakukan “ekstraksi” variabel tersebut sehingga menjadi satu atau beberapa faktor.

  3. Faktor yang terbentuk pada banyak kasus kurang menggambarkan perbedaan diantara faktor-faktor yang ada. Hal tersebut akan mengganggu analisis, karena justru sebuah faktor harus berbeda secara nyata dengan faktor lain.

  4. Jika isi faktor diragukan, dapat dilakukan proses rotasi untuk memperjelas apakah faktor terbentuk sudah secara signifikan berbeda dengan faktor lain.

  5. Setelah faktor benar-benar sudah terbentuk, maka proses dilanjutkan dengan menamakan faktor yang ada. Kemudian mengartikannya hasil penemuannya (artinya faktor-faktor tersebut mewakili variabel yang mana saja).

2.4.11 Asumsi Analisis Faktor

  Prinsip utama dalam analisis faktor adalah korelasi, artinya variabel yang memiliki korelasi erat akan membentuk suatu faktor, sedangkan variabel yang ada dalam suatu faktor akan memiliki korelasi yang lemah dengan variabel yang terdapat pada faktor yang lain. Karena prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, maka asumsi dalam analiss faktor berkaitan erat dengan korelasi berikut: 1.

  Korelasi atau keterkaitan antarvariabel harus kuat Hal ini dapat diidentifikasi dari nilai determinannya yang mendekati nol. Nilai determinan dari matriks korelasi yang elemen-elemennya menyerupai matriks identitas akan memiliki nilai determinan sebesar satu. Artinya, jika nilai determinan mendekati satu, maka matriks korelasi menyerupai matriks identitas, dimana antar item/variabel tidak saling terkait karena matriks identitas memiliki elemen pada diagonal bernilai satu, sedangkan lainnya bernilai nol.

  2. Indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan harus kecil Hal ini dapat diidentifikasi dengan nilai Kiser Meyer Olkin measure of sampling

  adequency (KMO). KMO merupakan sebuah indeks perbandingan jarak antara

  koefisien korelasi dengan koefisien parsialnya secara keseluruhan. Jika jumlah kuadrat koefisien korelasi parsial di antara seluruh pasangan variabel bernilai kecil dibandingkan dengan jumlah kuadrat koefisien korelasi, maka akan menghasilkan nilai KMO yang mendekati satu. Nilai KMO yang kecil menunjukkan bahwa analis faktor bukan merupakan pilihan yang tepat. Untuk dapat dilakukan analisis faktor, nilai KMO diangggap cukup apabila nilai KMO ≥ 0,5.

  3. Indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan harus kecil Hal ini dapat diidentifikasi dengan nilai Measure of Sampling Adequency (MSA). MSA adalah sebuah indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara parsial setiap item/variabel. Untuk dapat dilakukan analisis faktor, nilai MSA dianggap cukup apabila nilai MSA ≥ 0,5. Apabila ada item/variabel yang tidak memiliki nilai MSA

  ≥ 0,5, variabel tersebut harus dikeluarkan dari analisis faktor secara bertahap satu persatu.

  4. Dalam beberapa kasus, setiap variabel yang akan dianalisis dengan menggunakan analisis faktor harus menyebar secara normal.

2.5 Kerangka Konsep

  

Gambat 2.1 Analisis Faktor yang Memengaruhi Rendahnya Pemakaian Alat

Kontrasepsi IUD (Intra Uteri Device) oleh Ibu Pasangan Usia Subur (PUS)

di Desa Sabungan Kecamatan Sungai Kanan

Kabupaten Labuuhanbatu Selatan

  

Tahun 2014

  Analisis Faktor

  Hasil : Faktor 1 Faktor 2 Faktor...

Dokumen yang terkait

Pengetahuan dan sikap ibu terhadap metode amenorea laktasi di Dusun Mawar Desa Mancang Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat tahun 2014

2 63 98

Perencanaan Pelaksanaan Pemekaran Desa di Kabupaten Labuhanbatu Selatan

10 173 155

Hubungan Karakteristik Suami dengan Peran Suami dalam Menggunakan Alat Kontrasepsi IUD (Intra Uterine Device) pada Pasangan Usia Subur di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2014

3 80 152

Analisis faktor yang memengaruhi rendahnya pemakaian alat kontrasepsi IUD (Intra Uteri Device) oleh ibu pasangan usia subur di Desa Sabungan Kecamatan Sungai kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan tahun 2014

16 123 126

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi suntik pada pasangan usia subur (PUS) di Kelurahan Losung Kecamatan Padangsidimpuan Selatan

5 54 121

Faktor –faktor yang memengaruhi perilaku ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di wilayah kerja puskesmas Peusangan Siblah Krueng tahun 2014

2 36 136

Perencanaan Pelaksanaan Pemekaran Desa di Kabupaten Labuhanbatu Selatan

0 0 17

Hubungan Karakteristik Suami dengan Peran Suami dalam Menggunakan Alat Kontrasepsi IUD (Intra Uterine Device) pada Pasangan Usia Subur di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2014

0 0 40

Hubungan Karakteristik Suami dengan Peran Suami dalam Menggunakan Alat Kontrasepsi IUD (Intra Uterine Device) pada Pasangan Usia Subur di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2014

0 0 19

Analisis faktor yang memengaruhi rendahnya pemakaian alat kontrasepsi IUD (Intra Uteri Device) oleh ibu pasangan usia subur di Desa Sabungan Kecamatan Sungai kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan tahun 2014

0 0 38