II. TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah dan Budidaya Jamur Tiram

  (Suriawiria, Unus. 1995), budidaya jamur belum dikenal sekitar 1.000 tahun yang lalu. Walaupun saat itu banyak dari penduduk setempat yang sudah mengenal jamur yang tumbuh secara liar di lapangan yang dapat dimakan atau beracun.

  Jenis jamur pertama yang kemudian dicoba dibudidayakan adalah “jamur kuping”karena perananya sebagai bahan makanan dan bahan obat, terutama didaratan Cina. Kemudian berkembang budidaya jamur hioko atau hoangko yang dikenal sekarang dengan nama shiitake karena rasa dan aromanya yang sedap.

  Cina sejak 200-300 tahun yang lalu, merupakan pelopor pembudidayaan jamur yang dapat dimakan dan berkhasiat obat, yang kemudian menyebar ke negara tetangga, khususnya Korea, Burma,dan Jepang.

  Pada awal abat ke-20, Prancis memelopori pembudidayaan ”champignon” (jamur kompos) secara modern, dengan melibatkan teknologi mutakhir.

  Kemudian disusun oleh Cina, Taiwan, Vietnam, dan Filipina untuk jamur merang, sedangkan jenis jamur tiram yang juga sudah berkembang luas dibudidayakan di Cina, berkembang pula di Jepang, Filipina, Taiwan, dan Malaysia serta kemudian Singapura.

  Indonesia mengenal budidaya jamur pada awal tahun 1960-an untuk jenis jamur merang, kemudian awal tahun 1970-an untuk jenis jamur tiram dan

  shiitake . ternyata sangat pesat teknologinya untuk jenis jamur kompos (champignon) di Benua Eropa, kemudian meluas ke Amerika dan Australia. Bahkan di dalam bisnis jamur dunia, jamur kompos menduduki tempat teratas dalam jumlah produksi dan nilai penjualan. Sedangkan ditinjau dari segi harga satuan berat (kg) maka shiitake yang paling tinggi. Ini berkaitan bukan saja dari nilai organoleptik sebagai makanan, juga dari segi gizi dan aspek kesehatan.

  Oleh orang jepang, jamur tiram disebut shimeji. Lain lagi dengan orang Eropa dan Amerika, mereka menyebutnya dengan oyster mushroom. Di Indonesia populer dengan nama jamur tiram atau kerang, karena bentuk tudungnya mirip dengan kulit kerang. Namun, di Jawa Barat terkenal dengan sebutan supa liat. Di habitat aslinya, jenis supa liat yang paling banyak dicari berasal dari kayu-kayu lunak, kayu pohon karet, kayu pohon kapuk, dan kayu pohon kidamar.

  Bentuk tudungnya menyerupai cangkang kerang dengan diameter antara 5- 15 cm. Permukaannya licin dan menjadi agak berminyak ketika berada dalam kondisi lembap. Bagian tepinya agak bergelombang. Letak tangkainya lateral atau tidak di tengah, tepatnya agak di samping tudung. Daging buahnya berwarna putih dan cukup tebal. Jika sudah terlalu tua menjadi alot dan keras. Warna tubuh buahnya berbeda-beda, sangat tergantung pada jenisnya.

  Jamur dari famili Tricholomataceae ini hidup sebagai saprofit di pohon inangnya. Mudah dijumpai di kayu-kayu lunak,seperti karet, damar, kapuk, dibawah limbah biji kopi. Jamur ini dapat tumbuh dengan baik di ketinggian hingga 600 meter di atas permukaan laut (dpl). Idealnya, daerah tersebut memiliki kisaran suhu 15-

  30 C dan kelembapan 80-90%. Pertumbuhannya tidak membutuhkan intensitas yakni pada pH 5,5-7. Menurut sistematika secara taksonomi jamur ini dibagi dalam: Kelas : Basidiomycetes Ordo : Agaricales Famili : Agaricaceae Genus : Pleurotus Jamur tiram dapat dibedakan jenisnya berdasarkan warna tubuh buahnya, yaitu: Pleurotus Ostreatus; berwarna putih kekuning-kuningan.

  Pleurotus flabellatus; berwarna merah jambu. Pleurotus florida; berwarna putih bersih (Shimeji White). Pleurotus sajor caju; berwarna kelabu (Shimeji grey). Pleurotus cystidiyosus; berwarna abalon (kecoklatan).

2.2. Landasan Teori

  Ilmu Usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana cara-cara petani memperoleh dan mengkombinasiakan sumberdaya ( lahan, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya. Menurut pengertian tersebut maka dapat diketahui bahwa usaha tani merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh petani mulai dari penentuan sumberdaya yang akan digunakan serta bagaimana cara mengkombinasikannya. Kegiatan tersebut untuk mencapai tujuannya yaitu memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin (Soekartawi, 1986).

  Lahan pada hakekatnya adalah permukaan bumi, yang merupakan bagian dari alam. Fungsi lahan dalam usahatani yaitu tempat penyelenggarakan kegiatan dapat diperoleh dengan bermacam- macam cara antara lain membeli, menyewa, membagi hasil, menggadai, diberi dalam hubungan warisan atau hadiah , serta pinjam dengan hak pakai (Tjakrawiralaksana, 1985).

  Menurut Suratiyah (2006), modal dapat dibagi dalam dua golongan yaitu modal tetap dan modal tidak tetap atau modal lancar. Modal tetap adalah modal yang dapat dipergunkan dalam berkali-kali proses produksi. Modal tetap ada yang bergerak dan tidak bisa dipindahkan, ada yang hidup maupun mati ( misalnya cangkul, sabit, ternak) sedangkan yang tidak dapat dipindahkan juga ada yang hidup maupun mati ( misalnya bangunan). Modal tidak tetap adalah modal yang hanya dapat digunakan dalam satu kali proses poduksi saja (misalnya pupuk dan bibit unggul untuk tanaman semusim).

  Tenaga kerja usahatani merupakan faktor yang penting, tenaga kerja usaha tani dapat diperoleh dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga diperoleh dengan upahan atau arisan tenaga kerja. Tenaga kerja manusia terdiri atas tenaga kerja pria wanita, dan anak-anak. Perhitungan tenaga kerja dari ketiga jenis tersebut berbeda-beda. Perhitungan tenaga kerja dalam kegiatan proses produksi adalah dengan menggunakan satuan HKP (Hernanto, 1991).

  Pengelolaan memiliki peranan penting dalam produksi. Pengelolaan adalah faktor yang menggerakkan unsur-unsur produksi lainnya dalam tujuan menghasilkan produk yang diinginkan. Dalam usahatani, peran pengelolaan biasanya dibawakan oleh orang yang disebut petani (Tjakrawiralaksana,1985)

  Penerimaan usahatani adalah perkalian antara jumlah produksi yang diperoleh dengan harga produksi. Pendapatan usahatani adalah selisih antara

  (Suratiah, 2006).

  Menurut Prawirokusumo (1990), ada beberapa pembagian tentang pendapatan, yaitu:

  1. Pendapatan bersih (Net income) adalah pendapatan usaha dikurangi biaya produksi.

  2. Pendapatan tenaga kerja (Labour income) adalah jumlah seluruh penerimaan dikurangi biaya produksi kecuali biaya tenaga kerja

  3. Pendapatan tenaga kerja keluarga (Family's labour income) adalah pendapatan bersih ditambah tenaga kerja dalam keluarga

  4. Pendapatan keluarga petani (Family's income) adalah pendapatan tenaga kerja keluarga petani ditambah bunga modal sendiri.

  Menurut soekartawi (1995) biaya produksi dalam usahatani dapat dibedakan atas :

  1. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. misalnya pajak tanah.

  2. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh , misalnya biaya untuk sarana produksi.

  Menurut Prawirokusumo (1990) Biaya adalah semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode produksi. Nilai biaya dinyatakan dengan uang, yang termasuk didalamnya adalah

  1. Sarana produksi yang habis terpakai, seperti bibit, pupuk, pestisida, bahan bakar, bunga modal dan penanaman lainnya.

  Lahan seperti sewa lahan baik berupa uang ataupun natura, pajak, iuran, pengairan, taksiran biaya penggunaan jika yang digunakan ialah tanah milik sendiri.

  3. Biaya dari alat-alat produksi tahan lama, yaitu seperti bangunan, alat dan perkakas yang berupa penyusutan

  4. Tenaga kerja dari petani itu sendiri dan anggota keluarganya, tenaga kerja tetap atau tenaga bergaji tetap

5. Biaya-biaya lain

  Sebelum melakukan pengembangan usaha hendaknya dilakukan suatu kajian yang cukup mendalam untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan itu layak atau tidak layak. Aspek yang perlu dikaji adalah aspek finansial (ekonomi) dan pasar (bagaimana permintaan dari produksi dan harga atas produksi yang dihasilkan). Jika aspek ini jelas maka prospek ke depan untuk usaha tersebut jelas, begitu juga sebaliknya apabila aspek ini tidak jelas maka prospek ke depan juga tidak jelas (Suratiyah, 2006).

  R/C (Return Cost Ratio) dikenal sebagai perbandingan antara penerimaan dan biaya. Jika R/C Ratio > 1 maka usahatani tersebut mengalami keuntungan atau layak untuk dikembangkan. Jika R/C Ratio < 1, maka usahatani tersebut mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan, sedangkan bila R/C Ratio = l, maka cabang usahatani ini tidak rugi dan juga tidak untung (Soekartawi, 1995).

  1. Dalam Penelitian ini dapat dilihat pendapatan rata-rata yang diterima oleh petani jamur tiram putih di Kecamatan Keliling Danau Provinsi Jambi dan tingkat efisiensi usahataninya dengan menghitung R/C rasio. Pendapatan atas total biaya untuk penggunaan log rata-rata 12.571 log dengan rata-rata produksi 4.645 kg adalah sebesar Rp 13.506.101 sedangkan pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar Rp 16.981.372 dari Rp 23.656.185 total biaya yang digunakan. Berdasarkan nilai penerimaaan dan biaya tersebut maka diperoleh nilai imbangan dan biaya ( R/C rasio) total sebesar 1,57 yang artinya untuk setiap rupiah biaya total yang digunakan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,57. Sedangkan untuk R/C rasio atas biaya tunai adalah sebesar 1,84 artinya untuk setiap rupiah biaya tunai yang digunakan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,84.

  (

  Sito, Jakes. 2009) 2. Ria Aswita Pohan (030304016/SEP-Agribisnis), dengan judul skripsi

  “ANALISIS EKONOMI USAHATANI WORTEL DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN”, studi kasus Desa Gajah, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, yang dilakukan pada tahun 2007.

  Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah usatani wortel menguntungkan di daerah penelitian, untuk mengetahui pengaruh antara produksi, luas lahan, pupuk, tenaga kerja, pendidikan, pengalaman bertani terhadap pendapatan usahatani wortel di daerah penelitian, untuk mengetahui besar pendapatan bersih usahatani wortel di daerah penelitian. berikut: 1.

  Usahatani wortel secara ekonomis di daerah penelitian menguntungkan yaitu rata-rata R/C Ratio per petani dan per hektar adalah sebesar 2,58

  2. Produksi, luas lahan, pupuk, tenaga kerja, pendidikan dan pengalaman bertani secara serempak berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani wortel sedangkan secara parsial yang berpengaruh nyata adalah produksi, luas lahan, pupuk, tenaga kerja dan pengalaman bertani di daerah penelitian 3. Pendapatan bersih usahatani wortel didaerah penelitian lebih tinggi dari

  Upah Minimum Propinsi (UMP)

2.4 Kerangka Pemikiran

  Jamur tiram merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai sayuran tetapi juga sebagai obat-obatan. Jamur tiram memiliki kegunaan yang beragam didalam kehidupan masyarakat sehari – hari, oleh karena itu jamur tiram tersebut mudah pemasarannya dan apabila dibudidayakan dengan baik dapat memberikan keuntungan yang besar. Akan tetapi, berusahatani jamur tiram dapat berhasil dengan baik apabila ditunjang dengan pengetahuan yang luas mengenai semua aspek yang berkaitan dengan tanaman jamur tiram yaitu mulai dari teknik budidaya, kondisi lingkungan bertanam, penanganan panen dan pasca panen, dan analisis usahataninya. Melakukan analisis usahatani tersebut dapat diketahui peluang yang ada dalam mengusahakan komoditi tertentu.

  Dalam perhitungan analisis usahatani jamur tiram, biaya produksi dibedakan antara biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap antara lain biaya pembelian peralatan pertanian, sedangkan biaya tidak tetap meliputi biaya pembelian sarana produksi, seperti bibit, serbuk kayu, dedak, kapur, tepung jagung, pelastik, cincin paralon, karet, alkohol, spritus, gas, kayu bakar, Koran, biaya listrik serta biaya tenaga kerja. Penerimaan usahatani jamur tiram diperoleh dari produksi jamur tiram segar dikalikan dengan harga jamur tiram. Pendapatan usahatani jamur tiram diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan seluruh total biaya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan petani, diantaranya adalah biaya bibit, biaya serbuk kayu, biaya kapur, pengalaman bertani, dan biaya tenaga kerja. Untuk mengetahui kelayakan usahatani jamur tiram ini dianalisis secara ekonomi dengan metode analisis R/C. Analisis R/C ini membandingkan nilai penerimaan (Revenue) dengan dengan total biaya produksi (Cost) dengan menggunakan kriteria R/C > l, maka usahatani ini layak; bila R/C = 1 maka usahatani ini berada pada titik impas; dan bila R/C < 1 maka usahatani tidak layak berikut : Petani Jamur Tiram

  Usahatani Jamur Tiram Produksi

  Harga Penerimaan

  Faktor yang mempengaruhi pendapatan Biaya Bibit

  Pendapatan Biaya Serbuk Kayu Biaya Kapur Pengalaman Berani Biaya Tenaga Kerja

  Efisiensi R/C Keterangan :

  = Menyatakan Hubungan = Menyatakan Pengaruh

  Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Berdasarkan kerangka pemikiran dan penelitian-penelitian terdahulu maka hipotesis penelitian ini adalah:

  • Biaya bibit, biaya serbuk kayu, biaya kapur, pengalaman bertani dan biaya tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pendapatan usahatani jamur tiram organik di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.
  • Biaya bibit, biaya serbuk kayu, biaya kapur, pengalaman bertani dan biaya tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap pendapatan usahatani jamur tiram organik di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.