Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENDAPATAN USAHATANI JAMUR TIRAM ORGANIK

(Pleurotus ostreatus)

DI KOTA MEDAN DAN KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Oleh

NINA MAKSIMILIANA GINTING

107039018/MAG

PROGRAM MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENDAPATAN USAHATANI JAMUR TIRAM ORGANIK

(Pleurotus ostreatus)

DI KOTA MEDAN DAN KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar

Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh

NINA MAKSIMILIANA GINTING

107039018/MAG

PROGRAM MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Pendapatan

Usahatani Jamur Tiram (Pleurotus

ostreatus) di Kota Medan dan Kabupaten Deli

Serdang

Nama

: Nina Maksimiliana Ginting

NIM

: 107039018

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui

Komisi Pembimbing,

(Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si)

Ketua Anggota

(Ir. Iskandarini, M.M, Ph.D)

Ketua Program Studi, Dekan,


(4)

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada hari Selasa, 12 Juli 2013

Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M. Si

Anggota : Ir. Iskandarini, M.M, Ph.D

: Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul:

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHATANI JAMUR TIRAM ORGANIK (Pleurotus ostreatus) DI KOTA MEDAN DAN KABUPATEN DELI SERDANG

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Juli 2013

Yang membuat pernyataan,

Nina Maksimiliana Ginting NIM. 107039018/MAG


(6)

Dipersembahkan kepada:

Orangtua, Abang, Kakak, dan Seluruh Keluarga


(7)

ABSTRAK

NINA MAKSIMILIANA GINTING. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang (Di bawah bimbingan Dr. Ir. Rahmanta Ginting.M.Si sebagai ketua dan Ir. Iskandarini, M.M, Ph.D sebagai anggota).

Jamur tiram merupakan tanaman hortikultura organik yang sangat baik untuk kesehatan dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu perlu diteliti seberapa besar nilai ekonomi yang didapat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani jamur tiram di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.

Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder dan penelitian dilakukan tahun 2012. Metode analisis yang digunakan adalah model regresi linier berganda dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 17.

Hasil Analisis menunjukkan: Usahatani jamur tiram layak untuk diusahakan. Biaya bibit, biaya serbuk kayu, biaya kapur, pengalaman, dan biaya tenaga kerja secara serempak berpengaruh nyata terhadap pendapatan jamur tiram dan secara parsial yang tidak berpengaruh nyata adalah biaya serbuk kayu, biaya kapur, pengalaman, dan biaya tenaga kerja, sedangkan secara parsial yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan adalah biaya bibit. Produksi rata-rata diperoleh 1.743,75 Kg per 4520 baglog, dengan harga jual 17791.67 per kg sehingga diperoleh penerimaan sebesar Rp 30.268.750. Biaya produksi jamur tiram adalah sebesar Rp 9.351.870,83, maka pendapatan yang diperoleh petani sebesar Rp 20.916.879,17 per 4520 baglog per musim tanamnya dalam waktu 5 bulan, sehingga diperoleh pendapatan Rp4.183.375,83/bulan. Bila dibandingkan dengan Upah Minimum Kota Medan sebesar Rp. 1.197.000, ini menunjukkan bahwa pendapatan usahatani jamur tiram tergolong tinggi. Untuk R/C diketahui sebesar 3,33 artinya setiap biaya Rp 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 3,33.


(8)

ABSTRACT

NINA MAKSIMILIANA GINTING. The Analysis of the Factors Influencing the Income of Oyster Mushroom (Pleurotus ostretus) Farming in the City of Medan and Deli Serdang District. Under the Supervision of Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si (Chair) and Ir. Iskandarini, MM, Ph.D (Member).

Oyster mushroom is a horticultural crop which is very good for health and has high economic value. Therefore, how big the economic value that can be gained is needs to be studied. The purpose of this study was to analyze the factors influencing the income of oyster mushroom farming in the City of Medan and Deli Serdang District.

The data used in this study conducted in 2012 were primary and secondary data. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests using SPSS 17 program.

The result of the analysis showed that oyster mushroom farming is feasible to do. The cost for seed, sawdust, lime and labor as well as experience simultaneously had a significant influence on the income of oyster mushroom farming. Partially, the cost of sawdust, lime and labor as well as experience did not have any significant influence, while, partially, the cost of seed had a significant infl;uence on the income. The average production was 1,743.75 kg per 4520 baglog. With the selling price of Rp.17,791.67 per kg, the income received was Rp. 30,268.750. The production cost of oyster mushroom was Rp. 9,351,870.83, the income received by the farmer was Rp. 20,916,879.17 per 4520 baglog per planting season in the period of 5 (five) months that the income received was Rp. 4,183,375.83 per month. If compared to the minimum wage for the City of Medan (Rp. 1,197,000.00), the income received from oyster mushroom farming is high. The R/C was 3.3 meaning that every Rp.1 spent will generate revenues of Rp. 3.33.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan anugerah-Nya sehingga usulan penelitian ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan dan materi yang disajikan dalam usulan penelitian ini jauh dari sempurna, dikarenakan kekurangan dan keterbatasan kemampuan yang dimiliki, sehingga kritik dan saran yang sifatnya membangun diharapkan untuk melengkapinya.

Tersusunnya tesis ini tidak lepas dari motivasi, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS, sebagai Dekan Fakultas Pertanian

2. Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S sebagai Ketua Program Studi Magister Agribisnis. 3. Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si sebagai pembimbing I.

4. Ir. Iskandarini, M.M, Ph.D sebagai pembimbing II.

5. Dosen-dosen Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. 6. Staf Tata Usaha Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

7. Orangtua tersayang yang selalu memberikan doa, dukungan dan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Abang Andy dan kak Fifi yang selalu memberikan dukungan, doa dan materi , juga kakak ku Riana Lidwina dan Bang Irwanto Barus yang selalu memberikan semangat. Dan spesial buat ponakan ku Zio dan Utet tersayang yang selalu memberi senyuman di saat penulis merasa jenuh.

9. Keluarga besar dari orangtua yang selalu memberi semangat saat penulis merasa putus asa dalam penyelesaian tesis ini.


(10)

10.Teman-teman Agribisnis angkatan IV yang telah memberikan dukungan, spesial buat sahabatku Yenny Laura, Pak Toga, Tommy, dan Fenytha yang selalu ada disaat penulis membutuhkan bantuan dalam penyempurnaan tesis ini.

11.Teman-teman di luar lingkungan kampus, Salsabil Ghaisani Praja yang telah membantu dan selalu memberikan semangat.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Medan, __Juli 2013


(11)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan pelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Budidaya Jamur Tiram ... 8

2.2. Landasan Teori... 10

2.3. Penelitian Terdahulu ... 14

2.4. Kerangka Pemikiran ... 15


(12)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 19

3.2. Metode Penentuan Sampel ... 19

3.3. Metode Analisis Data ... 20

3.4. Defenisi dan Batasan Operasional ... 26

3.4.1. Defenisi ... 26

3.4.2. Batasan Operasional ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Wilayah ... 28

4.1.1. Profil Daerah Deli Serdang ... 28

4.1.2. Profil Kota Medan ... 32

4.2. Deskripsi Data atau Sample ... 33

4.2.1. Keadaan Umum Petani ... 33

4.2.2. Pengelolaan Usahatani Jamur Tiram ... 34

4.3. Hasil Analisis dan Pembahasan ... 46

4.3.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Jamur Tiram di Daerah Penelitian ... 46

4.3.1.1 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit) dan Model Uji Hipotesis ... 46

4.3.1.2. Uji Asumsi Klasik ... 50

4.3.2. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani ... 53

4.3.1.1. Analisis Biaya ... 53

4.3.1.2. Penerimaan dan Pendapatan Usahatani ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

1. Kawasan Produksi Jenis-Jenis Jamur ... 3

2. Jenis Jamur yang Sudah Dibudidayakan di Indonesia ... 3

3. Jumlah Petani Jamur Tiram di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang ... 5

4. Data Populasi Jamur Tiram di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang ... 20

5. Perbandingan Teknis Budidaya Jamur Tiram Antara Anjuran Literatur Dengan Keadaan di Daerah Penelitian ... 42

6. Hasil analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Jamur Tiram di Daerah Penelitian ... 46

7. Hasil Uji Asumsi Multikolinearitas Model Pendapatan Usahatani Jamur Tiram ... 51

8. Hasil Uji Normalitas Model Pendapatan Usahatani Jamur Tiram ... 52

9. Nilai dan Persentase dari Masing-masing Jenis Biaya Variabel Usahatani Jamur Tiram Per Musim Tanam di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 54

10. Nilai dan Persentase dari Masing-masing Jenis Biaya Tetap Usahatani Jamur Tiram Per Musim Tanam di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 54

11. Total Biaya dan Persentase dari Masing-masing Biaya Usahatani Jamur Tiram Per Musim Tanam di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 55


(14)

12. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Per 4520 Baglog Per Musim Tanam di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 57


(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1. Kerangka Pemikiran………...…17

2. Bangunan Kumbung dan Model Rak-Rak untuk Jamur Tiram………….34

3. Pengadukan Media Jamur Tiram………...……35

4. Pengomposan Media Pembuatan Jamur Tiram………..36

5. Pekerja Memasukkan Campuran Serbuk Kedalam Plastik Polipropilen...37

6. Alat Sterilisasi yang Dimodifikasi Petani Jamur Tiram……….37

7. Pendinginan Baglog sebelum Inokulasi Bibit………38

8. Inokulasi Bibit F2………...39

9. Inkubasi Baglog………...………..39

10. Baglog yang Sudah Dipenuhi Misellium dan Siap untuk produksi Jamur Tiram………..40

11. Pemeliharaan Baglog Jamur Tiram di Ruang Pertumbuhan………..41

12. Jamur Tiram Putih yang Siap Untuk di Panen dan Jamur Tiram yang Sudah Dibungkus Plastik………...42


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal

1. Distribusi Penggunaan dan Biaya Media Tanam Usahatani Jamur Tiram Per Petani Per Musim Tanam di Kota Medan dan Kab. Deli Serdang ... 63 2. Distribusi Penggunaan dan Biaya Pendukung Usahatani Jamur Tiram Per

Petani Per Musim Tanam di Kota Medan dan Kab. Deli Serdang ... 65 3. Distribusi Penggunaan dan Biaya Penyusutan Alat-Alat Pertanian Usahatani

Jamur Tiram Per Petani di Kota Medan dan Kab. Deli Serdang ... 67 4. Distribusi Penggunaan dan Biaya Tenaga Kerja Usahatani Jamur Tiram Per

Petani Per Musim Tanam ... 74 5. Distribusi Total Biaya Usahatani Jamur Tiram Per Petani Per Musim Tanam

di daerah Penelitian ... 76 6. Distribusi Penerimaan dan Produktivitas Usahatani Jamur Tiram Per Pertani

Per Musim Tanam di Daerah Penelitian ... 77 7. Distribusi Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Per Petani Per Musim Tanam

di Daerah Penelitian ... 78 8. Analisis Regresi ... 79


(17)

ABSTRAK

NINA MAKSIMILIANA GINTING. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang (Di bawah bimbingan Dr. Ir. Rahmanta Ginting.M.Si sebagai ketua dan Ir. Iskandarini, M.M, Ph.D sebagai anggota).

Jamur tiram merupakan tanaman hortikultura organik yang sangat baik untuk kesehatan dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu perlu diteliti seberapa besar nilai ekonomi yang didapat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani jamur tiram di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.

Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder dan penelitian dilakukan tahun 2012. Metode analisis yang digunakan adalah model regresi linier berganda dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 17.

Hasil Analisis menunjukkan: Usahatani jamur tiram layak untuk diusahakan. Biaya bibit, biaya serbuk kayu, biaya kapur, pengalaman, dan biaya tenaga kerja secara serempak berpengaruh nyata terhadap pendapatan jamur tiram dan secara parsial yang tidak berpengaruh nyata adalah biaya serbuk kayu, biaya kapur, pengalaman, dan biaya tenaga kerja, sedangkan secara parsial yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan adalah biaya bibit. Produksi rata-rata diperoleh 1.743,75 Kg per 4520 baglog, dengan harga jual 17791.67 per kg sehingga diperoleh penerimaan sebesar Rp 30.268.750. Biaya produksi jamur tiram adalah sebesar Rp 9.351.870,83, maka pendapatan yang diperoleh petani sebesar Rp 20.916.879,17 per 4520 baglog per musim tanamnya dalam waktu 5 bulan, sehingga diperoleh pendapatan Rp4.183.375,83/bulan. Bila dibandingkan dengan Upah Minimum Kota Medan sebesar Rp. 1.197.000, ini menunjukkan bahwa pendapatan usahatani jamur tiram tergolong tinggi. Untuk R/C diketahui sebesar 3,33 artinya setiap biaya Rp 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 3,33.


(18)

ABSTRACT

NINA MAKSIMILIANA GINTING. The Analysis of the Factors Influencing the Income of Oyster Mushroom (Pleurotus ostretus) Farming in the City of Medan and Deli Serdang District. Under the Supervision of Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si (Chair) and Ir. Iskandarini, MM, Ph.D (Member).

Oyster mushroom is a horticultural crop which is very good for health and has high economic value. Therefore, how big the economic value that can be gained is needs to be studied. The purpose of this study was to analyze the factors influencing the income of oyster mushroom farming in the City of Medan and Deli Serdang District.

The data used in this study conducted in 2012 were primary and secondary data. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests using SPSS 17 program.

The result of the analysis showed that oyster mushroom farming is feasible to do. The cost for seed, sawdust, lime and labor as well as experience simultaneously had a significant influence on the income of oyster mushroom farming. Partially, the cost of sawdust, lime and labor as well as experience did not have any significant influence, while, partially, the cost of seed had a significant infl;uence on the income. The average production was 1,743.75 kg per 4520 baglog. With the selling price of Rp.17,791.67 per kg, the income received was Rp. 30,268.750. The production cost of oyster mushroom was Rp. 9,351,870.83, the income received by the farmer was Rp. 20,916,879.17 per 4520 baglog per planting season in the period of 5 (five) months that the income received was Rp. 4,183,375.83 per month. If compared to the minimum wage for the City of Medan (Rp. 1,197,000.00), the income received from oyster mushroom farming is high. The R/C was 3.3 meaning that every Rp.1 spent will generate revenues of Rp. 3.33.


(19)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang menempati posisi penting dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian Indonesia, khususnya tanaman sayuran yang sangat penting bagi kehidupan. Meningkatnya kebutuhan sayuran menuntut adanya suatu cara yang mampu menghasilkan sayuran dalam jumlah yang lebih banyak dan dalam waktu yang relatif singkat. Sistem pertanian konvensional yang dicirikan dengan penggunaan input-input anorganik dan bahan-bahan kimia pertanian dalam proses budidaya ternyata membawa dampak negatif, akibatnya terjadi masalah baru dalam pertanian sayuran. Masalah-masalah yang dihadapi yaitu, pencemaran air oleh bahan kimia pertanian, menurunnya kualitas dan produktivitas sayuran, ketergantungan terhadap bahan kimia pertanian, serta gangguan kesehatan yang diakibatkan adanya residu kimia yang terkandung dalam produk sayuran. Penggunaan bahan-bahan kimia (pupuk dan pestisida) memang terbukti dapat melipat gandakan hasil panen produksi pangan dan hortikultura, namun dalam jangka panjang ternyata memberikan dampak negatif seperti menurunkan kesuburan tanah dan merusak lingkungan hidup. Penggunaan pestisida yang berlebihan diperkirakan sebagai salah satu sumber pencemaran lingkungan. (http://repository.ipb.ac.id)

Salah satu tanaman sayuran organik yang digemari masyarakat yang sangat baik bagi kesehatan sebagai sumber bahan makanan dan obat-obatan yaitu tanaman jamur. Beraneka ragam jenis jamur yang telah dibudidayakan seperti


(20)

jamur Shiitake, jamur kuping, jamur tiram, jamur lingzhi, jamur merang, dan masih banyak lagi jenis jamur yang telah dikonsumsi. Jamur merupakan salah satu jenis produk hortikultura yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk dapat memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Oleh karena itu, jamur merupakan pangan yang aman untuk dikonsumsi. (H.Unus Suriawiria, 1997)

Perkembangan jamur di dunia tampaknya cukup mendorong budidaya jamur di Indonesia dengan bertambahnya upaya pengembangan jenis jamur konsumsi dan perkembangan budidaya yang mendorong perluasan produksi (Agromedia, 2009).

Hal yang paling menarik dari usaha budidaya jamur adalah aspek ekonomi yang sangat cerah karena tidak membutuhkan lahan yang luas, media tumbuh tanam berupa limbah pertanian mudah di dapat di mana-mana yang harganya murah serta siklus produksinya relatif singkat (1-6) bulan, hasil produksinya cukup bersaing dengan jenis makanan lainnya terlebih keunggulan dalam kandungan nilai gizi serta khasiat sebagai obat-obatan (Tahir, Djumhawan, dan Eisrin, 2002).

Peluang pasar jamur tiram tidak terbatas pada jamur segar saja, tetapi juga meliputi produk olahan lainnya seperti jamur kalengan, keripik jamur, dan abon jamur. Selain menjual jamur segar, petani jga dapat menambah penghasilan dengan menjual sarana budidaya seperti bibit botolan dan media tanam atau baglog (Agromedia, 2009).

Menurut jumlah produksi dan nilai bisnisnya maka jenis-jenis jamur di dalam perdagangan dunia memiliki urutan sebagai berikut:


(21)

Tabel 1. Kawasan Produksi Jenis-Jenis Jamur

No Nama Umum/Nama Latin Kawasan Produksi

1. Champignon/jamur kompos (Agaricus bisporus, A. Campestris)

Amerika Serikat, Prancis, Nederland,

Inggris, Cina, Taiwan, Australia,Skandinavia.

2. Shiitake (Lentinus edodes) Cina, Jepang, Taiwan, Korea, serta Indonesia baru mulai, juga Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa. 3. Jamur merang, hed-bua

(Volvariella volvacea, V.esculenta)

Cina, Taiwan, Korea, Filipina, Thailand, Indonesia dan Malaysia. 4. Jamur winter

(Flammulina velutipes)

Jepang, Cina, Taiwan, dan Korea. 5. Jamur kuping/mouleh

(Aureicularia auriculae)

Cina , Taiwan, Filipina. 6. Jamur tiram

(Pleurotus ostratus)

Cina, Taiwan, Jepang, Thailand, Pakistan, Indonesia, Singapura, Jerman, dan Nederland.

7. Nameko

(Pholiota nameko)

Jepang. 8. Jamur lendir putih

(Tramella fuciformis)

Cina dan Taiwan. 9. Tuber

(Tricholoma matsutake)

Jepang. Sumber: H.Unus Suriawiria, 1997

Dilihat dari tabel diatas, Indonesia telah termasuk salah satu kawasan perdagangan dunia menurut jumlah dan produksinya dalam perdagangan jamur, khususnya jamur shinttake dan jamur tiram. Adapun jenis-jenis jamur yang telah dibudidayakan di Indonesia adalah:

Tabel 2. Jenis Jamur yang Sudah Dibudidayakan Di Indonesia

No Jenis Nama Umum

1. Volvariella volvace v.esculenta

Jamur merang, supa, padi, jamur padi. 2. Pleurotus ostreatus

P.flebellatus P.floridae

Jamur tiram, jamur kayu.

3. Auricularia auriculae Jamur kuping, supa lember.

4. Lentinus edodes “shiitake”, jamur kayu cokelat-hitam, jamur kayu hitam.

5. Agaricus bisporus “champignon”, jamur kompos. 6. Ganoderma lucidum “ling-zhi”


(22)

Jamur tiram memiliki kandungan gizi yang tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan seperti:

1. Dapat menurunkan tingkat kolesterol dalam darah 2. Mencegah penyakit jantung

3. Mengurangi berat badan dan diabetes 4. Menyembuhkan anemia (kekurangan darah) 5. Melancarkan pencernaan

6. Antitumor, antioksidan

7. Mencegah dan menanggulangi kekurangan gizi dan pengobatan kekurangan zat besi

8. Keunggulan lain dari jamur tiram putih adalah memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan memiliki sifat adaptif dengan lingkungan yang baik serta tingkat produktivitasnya yang cukup tinggi sehingga diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani serta membantu program pemerintah dalam usaha meningkatkan ekspor nonmigas, khususnya di bidang pertanian.

Selain dilihat dari segi kesehatan perkembangan prospek usaha jamur tiram cukup menjajikan dalam hal bisnis. Hal ini dibuktikan dengan semakin berkembangnya bisnis kuliner jamur tiram yang tentunya akan membuka pasar jamur tiram. Banyak sudah masyarakat yang mulai melirik budidaya jamur tiram sebagai kerja sampingan atau bahkan ada yang menjadikannya bisnis utama dalam penyangga perekonomian rumah tangga. Karena jamur tiram mudah untuk dibudidayakan dan media tanamnya banyak tersedia. Selain itu pemasaran jamur tiram biasanya sudah ada jaringannya sendiri. Jadi saat jamur tiram dipanen, sudah ada yang bersiap menampung jamur tiram (Kompasiana, 2012).


(23)

Di kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang tiap tahunnya mengalami peningkatan jumlah petani yang membudidayakan jamur tiram organik seperti pada tabel berikut:

Tabel 3. Jumlah Petani Jamur Tiram di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang

No. Tahun Jumlah Petani Jamur Tiram Organik di Kab. Deli

Serdang

Jumlah Petani Jamur Tiram Organik di Kota Medan

1. 2012 11 Petani 4 Petani

2. 2013 17 Petani 7 Petani

Jumlah 28 Petani 11 Petani

Sumber: Perkumpulan Anggota Jamur Tiram di Kota Medan dan Kab. Deli Serdang, 2013

Jumlah Petani jamur tiram organik mengalami peningkatan dari Tahun 2012 ke Tahun 2013. Peningkatan di Kota Medan sebanyak 3 orang Petani dari Tahun 2012 sebanyak 4 Petani dan Tahun 2013 sebanyak 7 Petani, sedangkan di Kabupaten Deli Serdang mengalami peningkatan sebesar 6 orang Petani yaitu dari Tahun 2012 sebanyak 11 Petani dan Tahun 2013 sebanyak 17 Petani.

Penelitian ini khusus untuk mengamati dan menganalisis 5 faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani jamur tiram organik di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang yaitu: biaya bibit, biaya serbuk kayu, biaya kapur, pengalaman kerja petani dan biaya tenaga kerja.

Di lihat di kondisi di lapangan, adapun kendala-kendala yang dihadapi petani jamur tiram di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang yaitu modal, tenaga kerja dan menjaga suhu kumbung. Selain karena keterbatasan kepemilikan modal, tenaga kerja juga belum terampil dalam pembuatan media karena merupakan komoditi yang baru d kembangkan di Kota Medan dan Kabupaten


(24)

Deli Serdang. Kemampuan teknis budidaya jamur yang kurang mengakibatkan hasil yang dicapai tidak optimum dan menjaga suhu kumbung merupakan salah satu faktor penting dalam budidaya jamur tiram sehingga akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh.

Sumatera Utara merupakan daerah yang memiliki potensi dalam mengembangkan produksi jamur tiram, karena sumberdaya alam yang dimiliki dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku pembuatan media jamur tiram dan bahan-bahan lain yang digunakan juga tersedia banyak karena merupakan limbah dari pertanian. Misalnya sisa-sisa penggergajian kayu yang merupakan limbah yang masih jarang dimanfaatkan di Sumatera Utara.

Dilihat dalam uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani jamur tiram di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, melihat tanaman jamur tiram merupakan tanaman baru yang dikembangkan di daerah penelitian dengan harapan memperoleh pendapatan yang menguntungkan bagi keluarga dan dapat memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat disekitar usaha.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan jamur tiram organik?

2. Berapa biaya produksi, penerimaan pendapatan dan R/C usahatani jamur tiram organik?


(25)

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani jamur tiram organik.

2. Untuk menganalisis biaya produksi, penerimaan, pendapatan dan R/C usahatani jamur tiram organik.

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi yang dapat menambah pengetahuan mengenai pengusahaan jamur tiram putih bagi petani dan masyarakat, pelaku bisnis, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan sehingga dapat memberikan daya tarik bagi mereka untuk menanamkan modal pada usaha jamur tiram putih. 2. Bagi penulis sebagai bahan tambahan wawasan dan pengetahuan, serta

melatih kemampuan berfikir dan mendapatkan pengalaman tentang permasalahan yang dibahas di lapangan dengan teori yang telah didapat dari perkuliahan.

3. Bagi pembaca, sebagai bahan referensi dan tambahan informasi tentang analisis penggunaan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani jamur tiram organik.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah dan Budidaya Jamur Tiram

(Suriawiria, Unus. 1995), budidaya jamur belum dikenal sekitar 1.000 tahun yang lalu. Walaupun saat itu banyak dari penduduk setempat yang sudah mengenal jamur yang tumbuh secara liar di lapangan yang dapat dimakan atau beracun.

Jenis jamur pertama yang kemudian dicoba dibudidayakan adalah “jamur kuping”karena perananya sebagai bahan makanan dan bahan obat, terutama didaratan Cina. Kemudian berkembang budidaya jamur hioko atau hoangko yang dikenal sekarang dengan nama shiitake karena rasa dan aromanya yang sedap.

Cina sejak 200-300 tahun yang lalu, merupakan pelopor pembudidayaan jamur yang dapat dimakan dan berkhasiat obat, yang kemudian menyebar ke negara tetangga, khususnya Korea, Burma,dan Jepang.

Pada awal abat ke-20, Prancis memelopori pembudidayaan ”champignon”

(jamur kompos) secara modern, dengan melibatkan teknologi mutakhir. Kemudian disusun oleh Cina, Taiwan, Vietnam, dan Filipina untuk jamur merang, sedangkan jenis jamur tiram yang juga sudah berkembang luas dibudidayakan di Cina, berkembang pula di Jepang, Filipina, Taiwan, dan Malaysia serta kemudian Singapura.

Indonesia mengenal budidaya jamur pada awal tahun 1960-an untuk jenis jamur merang, kemudian awal tahun 1970-an untuk jenis jamur tiram dan


(27)

Perkembangan budidaya jamur dunia sejak sekitar 1000 tahun yang lalu ternyata sangat pesat teknologinya untuk jenis jamur kompos (champignon) di Benua Eropa, kemudian meluas ke Amerika dan Australia. Bahkan di dalam bisnis jamur dunia, jamur kompos menduduki tempat teratas dalam jumlah produksi dan nilai penjualan. Sedangkan ditinjau dari segi harga satuan berat (kg) maka shiitake yang paling tinggi. Ini berkaitan bukan saja dari nilai organoleptik

sebagai makanan, juga dari segi gizi dan aspek kesehatan.

Oleh orang jepang, jamur tiram disebut shimeji. Lain lagi dengan orang Eropa dan Amerika, mereka menyebutnya dengan oyster mushroom. Di Indonesia populer dengan nama jamur tiram atau kerang, karena bentuk tudungnya mirip dengan kulit kerang. Namun, di Jawa Barat terkenal dengan sebutan supa liat. Di habitat aslinya, jenis supa liat yang paling banyak dicari berasal dari kayu-kayu lunak, kayu pohon karet, kayu pohon kapuk, dan kayu pohon kidamar.

Bentuk tudungnya menyerupai cangkang kerang dengan diameter antara 5-15 cm. Permukaannya licin dan menjadi agak berminyak ketika berada dalam kondisi lembap. Bagian tepinya agak bergelombang. Letak tangkainya lateral atau tidak di tengah, tepatnya agak di samping tudung. Daging buahnya berwarna putih dan cukup tebal. Jika sudah terlalu tua menjadi alot dan keras. Warna tubuh buahnya berbeda-beda, sangat tergantung pada jenisnya.

Jamur dari famili Tricholomataceae ini hidup sebagai saprofit di pohon inangnya. Mudah dijumpai di kayu-kayu lunak,seperti karet, damar, kapuk, dibawah limbah biji kopi. Jamur ini dapat tumbuh dengan baik di ketinggian hingga 600 meter di atas permukaan laut (dpl). Idealnya, daerah tersebut memiliki kisaran suhu 15-300C dan kelembapan 80-90%. Pertumbuhannya tidak membutuhkan intensitas


(28)

cahaya yang tinggi dan berkembang baik pada media tanam yang agak masam, yakni pada pH 5,5-7.

Menurut sistematika secara taksonomi jamur ini dibagi dalam: Kelas : Basidiomycetes

Ordo : Agaricales Famili : Agaricaceae Genus : Pleurotus

Jamur tiram dapat dibedakan jenisnya berdasarkan warna tubuh buahnya, yaitu: Pleurotus Ostreatus; berwarna putih kekuning-kuningan.

Pleurotus flabellatus; berwarna merah jambu.

Pleurotus florida; berwarna putih bersih (Shimeji White). Pleurotus sajor caju; berwarna kelabu (Shimeji grey). Pleurotus cystidiyosus; berwarna abalon (kecoklatan).

2.2. Landasan Teori

Ilmu Usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana cara-cara petani memperoleh dan mengkombinasiakan sumberdaya ( lahan, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya. Menurut pengertian tersebut maka dapat diketahui bahwa usaha tani merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh petani mulai dari penentuan sumberdaya yang akan digunakan serta bagaimana cara mengkombinasikannya. Kegiatan tersebut untuk mencapai tujuannya yaitu memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin (Soekartawi, 1986).

Lahan pada hakekatnya adalah permukaan bumi, yang merupakan bagian dari alam. Fungsi lahan dalam usahatani yaitu tempat penyelenggarakan kegiatan


(29)

produksi pertanian dan tempat pemukiman keluarga tani. Lahan untuk usahatani dapat diperoleh dengan bermacam- macam cara antara lain membeli, menyewa, membagi hasil, menggadai, diberi dalam hubungan warisan atau hadiah , serta pinjam dengan hak pakai (Tjakrawiralaksana, 1985).

Menurut Suratiyah (2006), modal dapat dibagi dalam dua golongan yaitu modal tetap dan modal tidak tetap atau modal lancar. Modal tetap adalah modal yang dapat dipergunkan dalam berkali-kali proses produksi. Modal tetap ada yang bergerak dan tidak bisa dipindahkan, ada yang hidup maupun mati ( misalnya cangkul, sabit, ternak) sedangkan yang tidak dapat dipindahkan juga ada yang hidup maupun mati ( misalnya bangunan). Modal tidak tetap adalah modal yang hanya dapat digunakan dalam satu kali proses poduksi saja (misalnya pupuk dan bibit unggul untuk tanaman semusim).

Tenaga kerja usahatani merupakan faktor yang penting, tenaga kerja usaha tani dapat diperoleh dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga diperoleh dengan upahan atau arisan tenaga kerja. Tenaga kerja manusia terdiri atas tenaga kerja pria wanita, dan anak-anak. Perhitungan tenaga kerja dari ketiga jenis tersebut berbeda-beda. Perhitungan tenaga kerja dalam kegiatan proses produksi adalah dengan menggunakan satuan HKP (Hernanto, 1991).

Pengelolaan memiliki peranan penting dalam produksi. Pengelolaan adalah faktor yang menggerakkan unsur-unsur produksi lainnya dalam tujuan menghasilkan produk yang diinginkan. Dalam usahatani, peran pengelolaan biasanya dibawakan oleh orang yang disebut petani (Tjakrawiralaksana,1985)

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara jumlah produksi yang diperoleh dengan harga produksi. Pendapatan usahatani adalah selisih antara


(30)

penerimaan dan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam sekali periode (Suratiah, 2006).

Menurut Prawirokusumo (1990), ada beberapa pembagian tentang pendapatan, yaitu:

1. Pendapatan bersih (Net income) adalah pendapatan usaha dikurangi biaya produksi.

2. Pendapatan tenaga kerja (Labour income) adalah jumlah seluruh penerimaan dikurangi biaya produksi kecuali biaya tenaga kerja

3. Pendapatan tenaga kerja keluarga (Family's labour income) adalah pendapatan bersih ditambah tenaga kerja dalam keluarga

4. Pendapatan keluarga petani (Family's income) adalah pendapatan tenaga kerja keluarga petani ditambah bunga modal sendiri.

Menurut soekartawi (1995) biaya produksi dalam usahatani dapat dibedakan atas :

1. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. misalnya pajak tanah. 2. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi

yang diperoleh , misalnya biaya untuk sarana produksi.

Menurut Prawirokusumo (1990) Biaya adalah semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode produksi. Nilai biaya dinyatakan dengan uang, yang termasuk didalamnya adalah

1. Sarana produksi yang habis terpakai, seperti bibit, pupuk, pestisida, bahan bakar, bunga modal dan penanaman lainnya.


(31)

2. Lahan seperti sewa lahan baik berupa uang ataupun natura, pajak, iuran, pengairan, taksiran biaya penggunaan jika yang digunakan ialah tanah milik sendiri.

3. Biaya dari alat-alat produksi tahan lama, yaitu seperti bangunan, alat dan perkakas yang berupa penyusutan

4. Tenaga kerja dari petani itu sendiri dan anggota keluarganya, tenaga kerja tetap atau tenaga bergaji tetap

5. Biaya-biaya lain

Sebelum melakukan pengembangan usaha hendaknya dilakukan suatu kajian yang cukup mendalam untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan itu layak atau tidak layak. Aspek yang perlu dikaji adalah aspek finansial (ekonomi) dan pasar (bagaimana permintaan dari produksi dan harga atas produksi yang dihasilkan). Jika aspek ini jelas maka prospek ke depan untuk usaha tersebut jelas, begitu juga sebaliknya apabila aspek ini tidak jelas maka prospek ke depan juga tidak jelas (Suratiyah, 2006).

R/C (Return Cost Ratio) dikenal sebagai perbandingan antara penerimaan dan biaya. Jika R/C Ratio > 1 maka usahatani tersebut mengalami keuntungan atau layak untuk dikembangkan. Jika R/C Ratio < 1, maka usahatani tersebut mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan, sedangkan bila R/C Ratio = l, maka cabang usahatani ini tidak rugi dan juga tidak untung (Soekartawi, 1995).


(32)

2.3. Penelitian Terdahulu

1. Dalam Penelitian ini dapat dilihat pendapatan rata-rata yang diterima oleh petani jamur tiram putih di Kecamatan Keliling Danau Provinsi Jambi dan tingkat efisiensi usahataninya dengan menghitung R/C rasio. Pendapatan atas total biaya untuk penggunaan log rata-rata 12.571 log dengan rata-rata produksi 4.645 kg adalah sebesar Rp 13.506.101 sedangkan pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar Rp 16.981.372 dari Rp 23.656.185 total biaya yang digunakan. Berdasarkan nilai penerimaaan dan biaya tersebut maka diperoleh nilai imbangan dan biaya ( R/C rasio) total sebesar 1,57 yang artinya untuk setiap rupiah biaya total yang digunakan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,57. Sedangkan untuk R/C rasio atas biaya tunai adalah sebesar 1,84 artinya untuk setiap rupiah biaya tunai yang digunakan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,84. (Sito, Jakes. 2009)

2. Ria Aswita Pohan (030304016/SEP-Agribisnis), dengan judul skripsi “ANALISIS EKONOMI USAHATANI WORTEL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN”, studi kasus Desa Gajah, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, yang dilakukan pada tahun 2007.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah usatani wortel menguntungkan di daerah penelitian, untuk mengetahui pengaruh antara produksi, luas lahan, pupuk, tenaga kerja, pendidikan, pengalaman bertani terhadap pendapatan usahatani wortel di daerah penelitian, untuk mengetahui besar pendapatan bersih usahatani wortel di daerah penelitian.


(33)

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Usahatani wortel secara ekonomis di daerah penelitian menguntungkan yaitu rata-rata R/C Ratio per petani dan per hektar adalah sebesar 2,58 2. Produksi, luas lahan, pupuk, tenaga kerja, pendidikan dan pengalaman

bertani secara serempak berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani wortel sedangkan secara parsial yang berpengaruh nyata adalah produksi, luas lahan, pupuk, tenaga kerja dan pengalaman bertani di daerah penelitian

3. Pendapatan bersih usahatani wortel didaerah penelitian lebih tinggi dari Upah Minimum Propinsi (UMP)

2.4 Kerangka Pemikiran

Jamur tiram merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai sayuran tetapi juga sebagai obat-obatan. Jamur tiram memiliki kegunaan yang beragam didalam kehidupan masyarakat sehari – hari, oleh karena itu jamur tiram tersebut mudah pemasarannya dan apabila dibudidayakan dengan baik dapat memberikan keuntungan yang besar. Akan tetapi, berusahatani jamur tiram dapat berhasil dengan baik apabila ditunjang dengan pengetahuan yang luas mengenai semua aspek yang berkaitan dengan tanaman jamur tiram yaitu mulai dari teknik budidaya, kondisi lingkungan bertanam, penanganan panen dan pasca panen, dan analisis usahataninya. Melakukan analisis usahatani tersebut dapat diketahui


(34)

gambaran untung ruginya, sejauh mana keberhasilan yang dapat dicapai dan peluang yang ada dalam mengusahakan komoditi tertentu.

Dalam perhitungan analisis usahatani jamur tiram, biaya produksi dibedakan antara biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap antara lain biaya pembelian peralatan pertanian, sedangkan biaya tidak tetap meliputi biaya pembelian sarana produksi, seperti bibit, serbuk kayu, dedak, kapur, tepung jagung, pelastik, cincin paralon, karet, alkohol, spritus, gas, kayu bakar, Koran, biaya listrik serta biaya tenagakerja. Penerimaan usahatani jamur tiram diperoleh dari produksi jamur tiram segar dikalikan dengan harga jamur tiram. Pendapatan usahatani jamur tiram diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan seluruh total biaya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan petani, diantaranya adalah biaya bibit, biaya serbuk kayu, biaya kapur, pengalaman bertani, dan biaya tenaga kerja. Untuk mengetahui kelayakan usahatani jamur tiram ini dianalisis secara ekonomi dengan metode analisis R/C. Analisis R/C ini membandingkan nilai penerimaan (Revenue) dengan dengan total biaya produksi (Cost) dengan menggunakan kriteria R/C > l, maka usahatani ini layak; bila R/C = 1 maka usahatani ini berada pada titik impas; dan bila R/C < 1 maka usahatani tidak layak


(35)

Adapun skema kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Keterangan :

= Menyatakan Hubungan = Menyatakan Pengaruh

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Harga Penerimaan

Petani Jamur Tiram

Usahatani Jamur Tiram

Produksi

Faktor yang mempengaruhi pendapatan

Biaya Bibit

Biaya Serbuk Kayu Biaya Kapur Pengalaman Berani Biaya Tenaga Kerja

Pendapatan


(36)

2.5.Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran dan penelitian-penelitian terdahulu maka hipotesis penelitian ini adalah:

- Biaya bibit, biaya serbuk kayu, biaya kapur, pengalaman bertani dan biaya tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pendapatan usahatani jamur tiram organik di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.

- Biaya bibit, biaya serbuk kayu, biaya kapur, pengalaman bertani dan biaya tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap pendapatan usahatani jamur tiram organik di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.


(37)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive di bawah binaan Dinas Pertanian, yaitu di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Adapun pertimbangan penentuan dikarenakan pada daerah tersebut merupakan sentra produksi jamur tiram.

3.2. Metode Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan dalam penentuan sample adalah metode sensus. Menurut Supranto (2003), sensus adalah kegiatan pencataan yang menyeluruh terhadap elemen-elemen yang menjadi objek penyelidikan.

Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data dari hasil wawancara langsung kepada petani responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan. Data sekunder merupakan data pelengkap yang dapat diperoleh dari instansi atau lembaga terkait seperti Dinas Pertanian serta literature – literature yang berhubungan dengan penelitian ini.

Adapun jumlah petani jamur tiram sebanyak 24 petani yang tersebar di daerah Lubuk Pakam, Tanjung Morawa, Tanjung Selamat, Marelan, Medan Johor, Kec. Sibiru-Biru, Marendal, STM Ujung, Tuntungan, Martubung, Medan Kota dan Kec. Patumbak.


(38)

Tabel 4. Data Populasi Jamur Tiram di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang

Sumber: Praktisi Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, 2012

3.3. Metode Analisis Data

Untuk menjawab identifikasi masalah 1, dianalisis dengan metode OLS (Ordinary Least Square) dengan menggunakan Model Penduga Regresi Linear Berganda dengan alat bantu SPSS, dengan model persamffn sebagai berikut :

Y = a +b1X1+ b2X2+ b3X3+ b4X4 + u

Dimana :

Y : Pendapatan petani ( Rp/kg) X1 : Biaya Bibit (Rp)

No. Nama Alamat

1. Hadi Pramono, L.Pakam

2. Arjuna Undian Tjg Morawa

3. Kusnadi Tanjung Selamat 4. Junaidi, Marelan

5. Baharudin Medan Johor

6. Adi Desa Klambir Lima

7. Nina Ajibaho, Kec. Sibiru-Biru

8. Karbol Marenda pasar 4

9. Hartopo Jl stm ujung no.149 10. Sri Agustina Tuntungan Lau Bakeri 11. Reza Jamur Raya Jl. Sei Rotan Tembung 12. Sawirman Jl. Platina 6 Martubung 13. Mariadi Jl. Mangaan VIII Mabar 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. Nova Indrawan Ali Sadikin Harianto Jenda Ingeten Richard Siregar Budiharto M. Abdul Muis M. Zulfan Kismayani Pdt. Sigalingging Nanang

Jl. Komplek TNI AU Krsari No. 34 Medan Medan

Limau Manis

Pasar 8 Kec. Biru-Biru Deli Serdang,Namorambe Deli Serdang, Namorambe Amplas

Amplas Johor

Psr. 8 Kec. Biru-Biru Patumbak


(39)

X2 : Biaya Serbuk Kayu (Rp) X3 : Biaya Kapur (Rp) X4 : Pengalaman Bertani X5 : Biaya Tenaga Kerja (Rp)

B1, .... bn : Koefisien regresi yang mencerminkan pengaruh X terhadap Y a : Konstanta disebut koefisien intercept yg mencerminkan pengaruh X terhadap Y

u :Error yang mencerminkan penyimpangan yang terjadi akibat keragaman pengukuran maupun keragaman kondisi

Untuk mengetahui apakah biaya bibit, biaya serbuk kayu, biaya kapur, pengalaman kerja dan biaya tenaga kerja secara serempak berpengaruh nyata atau tidak terhadap pendapatan (Y) maka digunakan uji F.

Kriteria Uji

1. Bila nilai F-hitung > nilai F-tabel atau nilai sig < α (0,05) maka hipotesis alternatif (H1) diterima. Artinya ”Secara serempak X1, X2, …, Xn berpengaruh signifikan terhadap Y”

2. Bila nilai F-hitung < nilai F-tabel atau nilai sig > α (0,05) maka hipotesis alternatif (H1) ditolak. Artinya ”Secara serempak X1, X2, …, Xn tidak berpengaruh signifikan terhadap Y”

(

)

      − ⋅ − ⋅ = 2 1 1 n JK b JK JK b F XY YY XY hit


(40)

Untuk mengetahui apakah biaya bibit, biaya serbuk kayu, biaya kapur, pengalaman kerja dan biaya tenaga kerja, secara parsial berpengaruh nyata atau tidak terhadap pendapatan (Y) maka digunakan uji t dengan kriteria :

Kriteria Uji:

1. Bila nilai t-hitung > nilai t-tabel atau nilai sig < α (0,05) maka hipotesis alternatif (H1) diterima. Artinya ”Secara parsial X1, X2, …, Xn berpengaruh signifikan terhadap Y”

2. Bila nilai t-hitung < nilai t-tabel atau nilai sig > α (0,05) maka hipotesis alternatif (H1) ditolak. Artinya ”Secara parsial X1, X2, …, Xn tidak berpengaruh signifikan terhadap Y”

Uji Asumsi Klasik

Model regresi linier berganda (multiple regression) dapat disebut sebagai model yang baik jika model terserbut memenuhi beberapa asumsi yang disebut dengan asumsi klasik. Ada empat uji asumsi yang harus dilakukan terhadap suatu model regresi yaitu:

a. Normalitas b. Multikolinieritas c. Heteroskedassitas d. Autokorelasi

Uji Normalitas (Variabel µ1 Berdistribusi Normal)

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah variabel pengganggu (residual) memiliki distribusi normal. Dalam penelitian ini cara yang digunakan untuk menguji normalitas adalah Uji One sample Kolmogorov-Smirnov yaitu


(41)

membandingkan fungsi distribusi kumulatif dari pengamatan dengan fungsi distribusi kumulatif teoritis.

Hipotesis yang diajukan adalah:

H0: Tidak ada perbedaan distribusi µi (residual) dengan distribusi normal atau residual berdistribusi normal.

H1: Ada perbedaan distribusi µi (residual) dengan distribusi normal atau residual tidak berdistribusi normal.

Kriteria pengambilan keputusan:

- Jika signifikansi > α 0,05 maka H0 diterima artinya residual berdistribusi normal. - Jika signifikansi < α 0,05 maka H1 diterima artinya residual tidak berdistribusi

normal (Gujarati, 1995).

Uji Multikolinieritas (Variabel Bebas Tidak berkorelasi Secara Sempurna)

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (variabel independen). Multikolinieritas dapat dilihat dari:

- Nilai koefisien korelasi antara variabel bebas ≥ 0,8.

- Apabila secara serempak variabel berpengaruh nyata tetapi secara parsial lebih banyak variabel yang tidak nyata (Gujarati, 1995).

Uji Heteroskedastisitas (Variasi µi Konstan)

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda maka


(42)

terjadi problem heteroskedastisitas. Model regresi yang baik yaitu homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Gejala heteroskedastisitas lebih sering terjadi pada data cross section.

Untuk menguji ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat digunakan Uji White. Secara manual, uji ini dilakukan dengan meregresi residual kuadrat (µi2) dengan variabel bebas. Dapatkan nilai R2, untuk menghitung χ2 (Chi-Square), dimana χ2 = n*R2. Kriteria yang digunakan adalah apabila χ2 tabel lebih kecil dibandingkan dengan nilai Obs*R-squared, maka terdapat gejala heterokedastisitas di dalam persamaan penelitian (Gujarati, 1995).

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan penganggu pada periode t-1 (sebelumnya), dimana jika terjadi korelasi dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena pengamatan yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan penggangu) tidak bebas dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series).

Cara untuk mendeteksi gejala autokorelasi yaitu uji Durbin Watson (DW test). Uji Durbin-Watson dilakukan dengan membandingkan nilai Durbin-watson dari hasil perhitungan dengan nilai Durbin-Watson tabel. Nilai Durbin-watson tabel diperoleh dengan melihat pada K variabel dalam persamaan dan jumlah pengamatan.


(43)

- Bila d < dL, maka tolak H0

Berarti ada autokorelasi yang positif atau kecenderungannya ρ = 1 - Bila dL ≤ d ≤ dU, maka tidak dapat diambil kesimpulan apa-apa - Bila dU ≤ d ≤ 4 – dU, maka terima H0

Berarti tidak ada autokorelasi positif maupun negatif

- Bila 4 – dU ≤ d ≤ 4 – dL, maka tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa - Bila d > 4 – dL, maka tolak H0

Berarti ada autokorelasi yang negatif atau kecenderungannya ρ = -1. (Gujarati, 1995).

Untuk identifikasi masalah ke-2, dianalisis dengan analisis biaya.

Mengetahui jumlah biaya yang dikeluarkan oleh responden digunakan rumus sebagai berikut :

TC = TFC + TVC Dimana :

TC : Total Cost (Total Biaya)

TFC : Total Fixed Cost (Jumlah Biaya Tetap)

TVC : Total Variable Cost (Jumlah Biaya Tidak Tetap)

Analisis Penerimaan dan Pendapatan

Penerimaan digunakan rumus sebagai berikut :

TR= Y x Py

TR : Total Penerimaan Total Revenue

Y : Produksi yang diperoleh (Kg) Py : Harga Jual (Rp)


(44)

π = TR –TC

π : Pendapatan

TR : Total Revenue (Total Penerimaan) TC : Total Cost (Total Biaya)

Analisis Kelayakan

Mengetahui usahatani jamur tiram yang diusahakan apakah telah mencapai tingkat kelayakan atau belum, maka digunakan rumus sebagai berikut:

RC Rasio =

(Rp) biaya Jumlah

(Rp) penerimaan Jumlah

- Jika RC Rasio <1, maka usahatani dikatakan tidak layak - Jika RC Rasio >1, maka usahatani dikatakan menguntungkan

Jika nilai RC Rasio = 1 maka dikatakan nilai produksi dengan biaya adalah sama besar atau impas.

3.4. Defenisi dan Batasan Operasional 3.4.1. Defenisi

1. Harga produk adalah harga jamur tiram yang diterima petani pada saat panen. Harga ini merupakan harga yang berlaku di daerah setempat (Rp/Kg).

2. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. (Rp/Ha/musim).

3. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya dengan satuan Rp

4. Produksi adalah seluruh hasil tanaman yang dapat dijual atau dikonsumsi sendiri dengan satuan (Kg).


(45)

5. Biaya bibit jamur tiram adalah biaya pembelian bibit yang dikeluarkan dalam budidaya jamur tiram (Rp).

6. Biaya serbuk kayu adalah biaya pembelian serbuk gergaji yang dikeluarkan (Rp).

7. Biaya kapur pertanian adalah biaya pembelian kapur yang dikeluarkan (Rp). 8. Biaya tenaga kerja adalah biaya tenaga kerja yang digunakan baik tenaga

kerja keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga (Rp)

3.4.2. Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang 2. Jamur tiram yang diteliti adalah jamur tiram putih

3. Penelitian dilakukan pada tahun 2013

4. Sampel penelitian adalah petani yang melakukan usahatani jamur tiram putih mulai dari pembuatan baglog hingga menghasilkan jamur tiram putih


(46)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Wilayah

4.1.1. Profil Daerah Deli Serdang Gambaran Umum

Kabupaten Deli Serdang sebagai bagian dari wilayah pantai timur Provinsi Sumatera Utara terletak diantara 2°57’-3°16’ Lintang Utara dan antara 98°33’-99°27’ Bujur Timur.

Wilayah Kabupaten Deli Serdang berbatasan sebelah Utara dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka,sebelah Selatan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun,sebelah Timur dengan Kabupaten Asahan,Kabupaten Simalungun dan Serdang Bedagai dan sebelah Barat dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat.

Kabupaten Deli Serdang memiliki posisi yang sangat strategis, karena berbatasan langsung dengan Selat Malaka,sebagai salah satu daerah lintas pelayaran paling sibuk didunia. Kabupaten ini mengelilingi 2 ( dua ) kota Utama di Sumatera Utara yakni Kota Medan ( Ibukota Provinsi Sumatera Utara ), Kota Binjai dan Kota Tebing Tinggi.

Dengan posisi strategis, sumber daya alam dan tenaga kerja yang dimiliki oleh Kabupaten Deli Serdang akan menjadi potensi yang dapat dikembangkan menjadi keunggulan yang kompetitif dalam menghadapi persaingan dalam menarik investor untuk mengembangkan usahanya di daerah ini dan sasaran lainnya dalam memasarkan produk/jasa yang dihasilkan.


(47)

Kecamatan Tanjung Morawa

Kecamatan Tanjung Morawa berada di Kabupaten Deli Serdang, dengan luas wilayah 13.175 Ha dan berada pada ketinggian ± 0-40 meter diatas permukaan laut (mdpl). Kecamatan ini memiliki curah hujan 3-4 mm/tahun, serta suhu udara 23-33 °C. Secara administratif Kecamatan Tanjung morawa memiliki batas-batas wilayah sebagi berikut:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Batang Kuis dan Beringin

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Pakam dan Pagar Merbau

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Patumbak, Kecamatan Percut Sei Tuan, dan Kota Medan

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan STM Hilir

Kecamatan Lubuk Pakam

Kecamatan Lubuk Pakam memiliki luas wilayah 311 Ha, dengan ketinggian tempat 0-8 meter di atas permukaan laut. Daerah Kecamatan Lubuk Pakam beriklim sedang yang terdiri dari musim hujan dan musim kemarau. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Lubuk Pakam secara administratif sebagai berikut:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Beringin • Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Pagar Merbau • Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Morawa • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pagar Merbau


(48)

Kecamatan Hamparan Perak

Wilayah desa klambir lima kebun yang luasnya ± 2558 Ha. Terdiri dari 3 tiga kata gori pemanfaatan tanah yakni pemukiman, pertanian dan perkebunan. Area pemukiman luasnya ± 140 Ha HGU PTPN II luasnya ± 2.050 Ha. Dan areal pertanian luasnya 138 Ha.

Adapun batas-batas desa klambir lima kebun sebagai berikut:

• Sebelah Utara berbatasan dengan desa klumpang kebun dan desa klambir lima Kampung.

• Sebelah Selatan berbatasan dengan desa tanjung gusta kec.sunggal dan kelurahan Helvetia kec.medan Helvetia.

• Sebelah Timur berbatasan dengan desa Helvetia kec. Sunggal.

• Sebelah Barat berbatasan dengan desa klambir lima dan desa tanjung gusta Kec.sunggal.

Kecamatan Sunggal

Kecamatan Sunggal memiliki luas wilayah 92,52 Km2. Kecamatan Sunggal merupakan daerah landai (dataran rendah ) dengan ketinggian tempat 20-40 meter di atas permukaan laut. Suhu Udara di Kecamatan Sunggal pada umumnya panas dan sedang yang dipengaruhi iklim musim kemarau dan penghujan. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Sunggal secara administratif sebagai berikut:

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Sunggal dan Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan


(49)

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Binjai dan Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Hamparan Perak dan Kecamatan Labuhan Batu

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pancur Batu dan Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang

Kecamatan Patumbak

Kecamatan Patumbak memiliki luas wilayah 4.679 Ha, dengan ketinggian tempat 11 meter di atas permukaan laut. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Patumbak secara administratif sebagai berikut:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Medan dan Kecamatan Percut Sei Yuan

• Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Deli Tua dan Kecamatan Tanjung Morawa

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Tanjung Morawa.

Kecamatan Namorambe

Kecamatan Namorambe memiliki luas wilayah 6.230 Ha, dengan ketinggian tempat 51-200 meter di atas permukaan laut. Adapun batas-batas


(50)

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor ( Kota Medan) • Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Pancur Batu

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sibolangit

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Biru-Biru dan Kecamatan Deli Tua

4.1.2. Profil Kota Medan Gambaran Umum

Kotamadya Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota ini merupakan wilayah yang subur di wilayah dataran rendah timur dari propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian berada di 22,5 meter di bawah permukaan laut. Kota ini dilalui oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka. Secara geografis, Medan terletak pada 3,30°-3,43° LU dan 98,35°-98,44° BT dengan topografi cenderung miring ke utara. Sebelah barat dan timur Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli dan Serdang. Di sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis ini menyebabkan Medan berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa baik itu domestik maupun Internasional. Kota Medan beriklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm per tahun. Suhu udara di Kota Medan berada pada maksimum 32,4°C dan minimum 24°C. (Pemko Medan, Profil Kota Medan: Pemerintah Kotamadya Medan, 2011).


(51)

Komposisi Penduduk

Penduduk Kota Medan terdiri dari berbagai macam suku atau etnis. Sebelum kedatangan bangsa asing ke wilayah Medan yang merupakan bagian dari wilayah Sumatera Timur pada saat itu, penduduk Medan masih dihuni oleh suku-suku asli, seperti : Melayu, Simalungun, dan Karo. Namun, seiring dengan hadir dan berkembangnya perkebunan tembakau di Sumatera Timur maka demografi penduduk Medan berubah dengan hadirnya suku-suku pendatang, seperti Jawa, Batak Toba, Cina, dan India. Suku-suku pendatang itu tinggal menetap dan telah bercampur baur dengan penduduk asli sehingga Kota Medan sampai saat ini dihuni oleh berbagai macam etnis, seperti : Melayu, Simalungun, Batak Toba, Mandailing, Cina, Angko la, Karo, Tamil, Benggali, Jawa, dan lain sebagai. Suku-suku yang ada di Kota Medan ini hidup secara harmonis dan toleran antara satu suku dengan yang lain. Komposi Pe5nduduk Kota Medan tidak hanya dilihat berdasarkan suku, tetapi juga berdasarkan jenis kelamin, agama, mata pencaharian, dan pendidikan.

4.2. Deskripsi Data atau Sample 4.2.1. Keadaan Umum Petani

Dari 24 petani jamur tiram, jumlah baglog yang dimiliki petani berkisar antara 2000-10000 baglog dengan rata-rata 4520 baglog per petani. Adapun umur petani sampel berkisar antara 25-50 Tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani masih tergolong dalam katagori umur produktif sehingga dapat dikatakan bahwa petani masih tergolong potensial untuk mengelola usahataninya. Tingkat pendidikan petani yaitu lulusan SMA dan Perguruan Tinggi dan pengalaman


(52)

bertani 1 sampai 4 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani jamur tiram masih baru diusahakan.

4.2.2. Pengelolaan Usahatani Jamur Tiram

Sebelum petani di daerah penelitian membudidayakan jamur tiram, terlebih dahulu petani membuat bangunan untuk tempat meletakkan media tumbuh jamur tiram yang disebut dengan kumbung. Kumbung di daerah penelitian terbuat dari tepas, bambu dan beratapkan rumbia. Di dalam kumbung dibuat rak – rak sebagai tempat meletakkan baglog. Rak- rak tersebut terbuat dari bambu. Umumnya kumbung yang dibuat oleh petani didaerah penelitian terbuat dari tepas, atapnya terbuat dari rumbia dan letaknya berdampingan atau berada dekat dengan rumah petani.


(53)

Setelah petani membuat kumbung, petani mulai membuat media jamur tiram. Adapun teknis budidaya jamur tiram di daerah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pengadukan

Bahan baku utama yang digunakam oleh petani di daerah penelitian untuk pembuatan media jamur tiram adalah serbuk kayu ( gergaji), dedak , dan kapur dengan komposisi yang berbeda-beda. Bahan lain yang menjadi tambahan dalam membuat media jamur tiram adalah tepung jagung. Serbuk kayu yang digunakan harus steril dari bahan kimia. Serbuk kayu yang digunakan oleh petani adalah serbuk hasil gergajian.

Sebelum bahan-bahan tersebuk diaduk, serbuk gergaji terlebih dahulu disaring dengan menggunakan ayakan. Tujuannya adalah untuk diperoleh serbuk gergaji yang halus. Serbuk gergaji yang halus dicampurkan dengan bahan media jamur tiram yang lain dan kemudian diaduk dengan sekop hingga merata. Bahan-bahan tersebuk harus diaduk dengan rata agar pertumbuhan jamur seragam dan mengurangi resiko kegagalan produksi.


(54)

2. Pengomposan

Bahan media jamur tiram yang telah diaduk dengan rata, ditambahkam air dan diaduk kembali. Petani jamur tiram di daerah penelitian tidak memiliki takaran khusus dalam menentukan berapa banyak air diberikan. Patokan petani di daerah penelitian dalam menentukan takaran air adalah ketika bahan adukan tersebut dikepal dengan tangan, tidak ada air yang menetes dan bahan tersebut menyatu membentuk gumpalan. Setelah itu bahan media jamur tiram didiamkan selama beberapa hari. Lama pengomposan yang dilakukan petani di daerah penelitian adalah 1 s/d 5 hari. Tujuannya adalah untuk menguraikan bahan tersebut agar lebih mudah dicerna oleh jamur sehingga pertumbuhan jamur akan lebih baik.

Gambar 4. Pengomposan Media Pembuatan Jamur Tiram

3. Pembungkusan

Setelah pengomposan, petani di daerah penelitian memasukan serbuk kayu ke dalam plastik yang dipadatkan. Setelah dipadatkan ujung plastik diikat dengan karet menggunakan cincin jamur atau pipa paralon. Bahan-bahan yang


(55)

dimasukkan kedalam plastik harus benar-benar padat karena media yang kurang padat akan menyebabkan hasil panen yang tidak optimal karena media cepat busuk sehingga produktifitas akan rendah. Plastik yang digunakan oleh petani di daerah penelitian adalah polipropilen (PP), karena plastik polipropilen relatif tahan terhadap panas pada proses sterilisasi. Ukuran plastik polipropilen yang digunakan bervariasi yaitu 18 cm x 30 cm, 17 cm x 40 cm, dan 20 cm x 35 cm.

Gambar 5. Pekerja Memasukkan Campuran Serbuk Kedalam Plastik Polipropilen.

4. Sterilisasi

Bahan media jamur tiram yang telah selesai dibungkus (baglog) kemudian disterilisasikan dengan menggunakan alat kukusan kurang lebih 8 jam. Alat kukusan yang digunakan petani di daerah penelitian adalah yang terbuat dari drum yang dimodifikasi, beton dan plat. Tujuan dari pengukusan adalah agar bakteri dan mikroba-mikroba liar akan mati. Petani jamur tiram didaerah penelitian banyak menggunakan drum yang dimodifikasi dibandingkan dengan menggunan beton karena harganya yang terjangkau oleh petani.


(56)

Gambar 6. Alat Sterilisasi yang Dimodifikasi Petani Jamur Tiram.

5. Pendinginan

Setelah disterilisasi (dikukus), baglog jamur tiram harus didinginkan terlebih dahulu. Pendinginan dilakukan kurang lebih satu hari. Tujuan dilakukannya pendinginan adalah agar bibit jamur tiram yang diinokulasi kedalam baglog tidak mati karena kepanasan.


(57)

6. Inokulasi Bibit

Baglog jamur tiram yang telah didinginkan siap untuk diisikan bibit. Bibit yang digunakan oleh petani di daerah penelitan adalah bibit F2 jagung, padi dan serbuk. Dalam 1 botol bibit F2 dapat dihasilkan 35 baglog. Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan inokulasi harus steril. Petani di daerah penelitian menggunakan alkohol dan spirtus untuk mensterilkan alat-alat pada kegiatan inokulasi.

Gambar 8. Inokulasi Bibit F2.

7. Inkubasi

Baglog yang sudah diisikan bibit diletakkan didalam ruang inkubasi dengan posisi berdiri. Ruang inkubasi harus dalam keadaan bersih dan steril. Suhu dalam ruang inkubasi berkisar 22oC-280C. Tujuannya adalah agar misellium tumbuh.


(58)

Gambar 9. Inkubasi Baglog.

8. Penumbuhan

Setelah miselium tumbuh merata memenuhi media tumbuh jamur, maka media pun sudah siap untuk dilakukan penumbuhan. Penumbuhan dilakukan dengan cara membuka plastik media yang sudah dipenuhi miselium. Ada dua cara yang dilakukan petani di daerah penelitian untuk membuka media yaitu dengan membuka penutup baglog dan dengan membuat sayatan yang berbentuk huruf V.

Gambar 10. Baglog yang Sudah Dipenuhi Misellium dan Siap untuk produksi Jamur Tiram


(59)

9. Pemeliharaan

Pemeliharaan jamur tiram di daerah penelitian meliputi penyiraman, dan perlindungan tanaman terhadap serangan hama. Pada masa inkubasi baglog jamur tiram tidak disiram. Namun pada masa penumbuhan petani di daerah penelitian melakukan penyiraman 2 s/d 3 kali dalam sehari. Petani di daerah penelitan menyiram baglog dengan air berkabut dan jika cuaca panas petani didaerah penelitian juga menyiram kumbung agar suhu didalam ruangan tetap dingin dan juga menjaga kebersihan kumbung. Untuk mengetahui apakah jamur terkena penyakit, dapat dilihat pada proses Inkububasi. Jika baglog jamur bewarna selain warna putih maka jamur sudah terkena penyakit. Untuk itu jamur yang sudah terkena penyakit harus dikeluarkan dari ruang inkubasi agar tidak menyebar ke baglog jamur tiram lainnya. Selain penyakit terdapat beberapa hama yang menyerang jamur tiram di daerah penelitian ulat, tungau, dan tikus. Namun Petani di daerah penelitian tidak menggunakan pestisida dalam merawat jamur tiram karena tidak terlalu mengganggu produksi jamur tiram. Petani di daerah penelitian hanya melakukan secara manual dengan membersihkan bagian baglog dan tubuh jamur tiram dari hama - hama tersebut.


(60)

10.Panen dan Pasca Panen

Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur tiram optimal dengan tudung jamur tiram 5-10 cm. Pemanenan jamur tiram bisa dilakukan pada pagi atau sore hari. Setiap baglog jamur tiram dapat dipanen hingga 5 kali. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut seluruh rumpun jamur tiram. Setelah jamur dipanen, bagian perakaran jamur tiram dibersihkan dengan pisau . Setelah itu jamur tiram secepatnya dimasukkan ke dalam plastik untuk menghindari penguapan dan penyusutan jamur.

Gambar 12. Jamur Tiram Putih yang Siap Untuk di Panen dan Jamur Tiram yang Sudah Dibungkus Plastik

Untuk melihat apakah teknik budidaya usahatani jamur tiram di daerah penelitian telah sesuai atau tidak, dapat dilihat dengan membandingkan teknik budidaya anjuran yang dikemukakan redaksi trubus (2010) dengan teknik budidaya di daerah penelitian seperti tertera pada Tabel 5 berikut:


(61)

Tabel 5. Perbandingan Teknis Budidaya Jamur Tiram Antara Anjuran Literatur Dengan Keadaan di Daerah Penelitian

No Tahapan Kegiatan Anjuran Menurut Redaksi Trubus (2010) Keadaan di Lapangan Keterangan

1 Pengadonan Bahan

Siapkan 100 kg serbuk kayu yang sudah diayak, 9-15 kg dedak, 1 kg kapur pertanian, dan 1 kg gipsim kemudian campurkan semua bahan sampai merata. Kemudian tambahkan air hingga media terasa

menggumpal.

100 kg serbuk kayu yang sudah diayak dicampurkan dengan 8-15 kg dedak, 1-5 kg kapur, dan tepung jagung. Semua bahan kemudian campurkan semua bahan sampai merata. Kemudian tambahkan air hingga media terasa menggumpal Hampir Sesuai

2 Pengomposan Tutup media

menggunakan terpal, lalu diamkan selama 3-7 hari

Adonanan serbuk kayu ditutup denan terpal lalu

didiamkan selama 1-5 hari

Hampir Sesuai

3 Masukkan Campuran Serbuk Kau

Masukkan campuran serbuk kayu kedalam plastik poliplerin, padat kan , lalu ikat dengan menggunakan tali plastik. Bentuk media tanam seperti ini disebut baglog

Campuran serbuk kayu dimasukkan kedalam plastik poliplerin, dipadat kan , lalu ikat dengan

menggunakan karet atau penutup cincin jamur.

Sesuai

4 Sterilisasi Baglog disterilkan ke dalam drum yang sudah dimodifikasi dan lamanya pengukusan sekitar 8 jam

Baglog disterilisasi dengan menggunakan drum atau bangunan steril yang dimodifikasi dan lamaya pengukusan sekitar 8 jam Sesuai

5 Pendinginan Biarkan baglog di dalam drum selama semalam agar sisa uap

Baglog didiamkan satu malam yang bertujuan agar uap


(62)

No Tahapan Kegiatan Anjuran Menurut Redaksi Trubus (2010) Keadaan di Lapangan Keterangan panas membunuh mikroba pengganggu panas menghilang 6 Inokulasi

Bibit

Semprotkan alkohol ke seluruh ruangan dan tangan pekerja.Siapkan beberapa botol bibit jamur tiram,. dan media baglog, lalu tuangkan misellium di media baglog dengan menggunakan sendok kecil panjang yang steril , kemudian pasang dengan menggunakan cincin lalu tutup dengan kertas Koran dan ikat dengan karet

Semprotkan alkohol ke tangan sebelum memulai memasukkan bibit ke dalam baglog. Bibit jamur tiram dimasukkan ke dalam Baglog yang telah dingin dengan menggunakan sendok kecil atau sendok spakula yang sudah steril, kemudian pasang cicin paralon lalu tutupi dengan kertas Koran dan ikat dengan karet

Sesuai

7 Inkubasi Masukkan baglog keruang inkubasi. Selama masa inkubasi, proses perawatan hanya menjaga ruangan tetap sejuk, lembab dan bersih. Lamanya baglog berada diruang inkubasi 40-60 hari, hingga tampak misellium bewarna putih yang memenuhi seluruh bagian dalam baglog secara merata

Baglog yang sudah diisikan bibit kemudian di pindahkan keruang inkubasi. Perawatan yang dilakukan saat baglog-baglog berada diruang inkubasi yaitu menjaga ruangan tetap sejuk lamanyan baglog berada diruaang inkubasi adalah 30- 40 hari, hingga tampak ¾ misellium bewarna putih menutupi permukaan baglog Hampir sesuai


(63)

No Tahapan Kegiatan Anjuran Menurut Redaksi Trubus (2010) Keadaan di Lapangan Keterangan

8. Penumbuhan Buka penutup baglog untuk panen pertama atau baglog disayat dengan menggunakan pisau yang sudah steril atau sayatan yang berbentuk persegi. Setelah misellium penuh,tutup baglog dibuka atau membuka seluruh permukaan baglog Hampir sesuai

9. Pemeliharaan Baglog harus

dipelihara setipa hari. Perawatan yang dilakukan untuk baglog adalah menjaga kebersihan kumbung dan dilakukannya penyiraman dengan cara pengkabutan agar suhu yang diinginkan tercapai. Pada kondisi Panas Penyiraman dilakukan 2 s/d 3 kali dalam sehari

Perawatan yang dilakukan pada baglog saat berada di kumbung adalah dengan menjaga kebersihan kumbung dan melakukan penyiram lantai kumbung dan baglog. Jika hari panas penyiraman dilakukan 2 s/d 3 kali sehari.

Sesuai

10 Panen dan Pasca Panen

Jamur tiram dipanen secara manual dengan menggunakan tangan atau menggunakan pisau yang tajam. Waktu terbaik panen pagi hari sebelum jam 10.00 atau sore hari sekitar pukul 17.00. Setelah jamur dipanen potong bagian akar jamur dan bersihkan sisa kotoran pada jamur kemudian dimasukkan kedalam, jamur dikemas ke dalam plastik untuk menghindari

penguapan

Jamur tiram yang memiliki ukuran maksimal dipanen dengan cara mencabut hingga akar-akarnya. Waktu pemanenan dilakukan di pagi hari dan sore hari. Kemudian bagian akarnya dipotong dengan menggunakan pisau dan dibersihkan sisa-sisa kotoran dan kemudian dimasukkan ke dalam plastic

Sesuai


(1)

No

Jumlah

Alkohol

Gas

Koran

Sampel

Baglog

(Liter)

(Rp)

(Biaya)

Tabung

(Rp)

(Biaya)

(Kg)

(Rp)

(

1

6000

1

20000

20000

30

15000

450000

5

2000

2

4000

1

20000

20000

25

15000

375000

3

2000

3

8000

0

32

15000

480000

8

2000

4

5000

0

20

15000

300000

6

1800

5

2000

0

8

16000

128000

2

1500

6

4000

1

18000

18000

0

4

2000

7

5000

1

20000

20000

0

4

2000

8

6000

1

20000

20000

30

15000

450000

3

2000

9

10000

1

20000

20000

40

15000

600000

7

1500

10

5000

1

22000

22000

30

15000

450000

3

1500

11

3000

1

20000

20000

12

15000

180000

2

2000

12

2000

1

20000

20000

10

16000

160000

2

1500

13

2000

0

20

15000

300000

2

1500

14

10000

2

18000

36000

40

15000

600000

10

1500

15

3000

1

15000

15000

30

15000

450000

4

1500

16

2500

1

20000

20000

10

16000

160000

3

1500

17

2000

1

20000

20000

8

15000

120000

2

2000

18

5000

1

21000

21000

16

15000

240000

5

1500

19

2000

1

15000

15000

7

15000

105000

2

2000

20

5000

1

15000

15000

16

15000

240000

4

2000

21

8000

2

15000

30000

32

15000

480000

8

1500

22

2000

1

15000

15000

0

2

1500

23

3000

0

0

2

2000

24

4000

1

20000

20000

0

4

1500

Total

108500

21

354000

387000

416

288000

6268000

97

41800

Rata-Rata

4520.833

0.875

14750

16125

17.3333

12000

261166.7 0.5416

31250

72916.

Distribusi Total Biaya Usahatani Jamur Tiram Per Petani Per Musim

Tanam di daerah Penelitian


(2)

No

Jumlah

Biaya variabel

Total Biaya

Media Tanam

Sarana Pendukung

Tenaga Kerja

Listrik

1

6000

2868000

2505000

4100000

100000

10287000

2

4000

2320000

1869000

3120000

100000

7831500

3

8000

4112000

2765000

6160000

120000

16847500

4

5000

4205000

1840800

3725000

100000

10572300

5

2000

1404000

722000

1870000

70000

4326500

6

4000

2860000

1956000

3900000

100000

9392000

7

5000

3020000

2304000

4500000

100000

10871500

8

6000

3735000

2388000

4000000

120000

11007000

9

10000

6230000

3545500

8800000

200000

20864500

10

5000

3595500

1921500

2870000

100000

9261200

11

3000

1776000

1074000

2060000

80000

5421500

12

2000

1185000

773000

1500000

80000

3784500

13

2000

1210000

928000

1800000

70000

4362500

14

10000

6610000

3356000

8600000

200000

22025000

15

3000

2595000

1321000

3500000

80000

7982500

16

2500

1882500

894500

2375000

70000

5890000

17

2000

1530000

1119000

1700000

70000

5230500

18

5000

3320000

1456500

2200000

100000

8115500

19

2000

1197000

627000

1225000

80000

3491500

20

5000

3832000

1505000

3960000

100000

10192000

21

8000

4262400

3062000

6320000

120000

16308400

22

2000

1540000

818000

1750000

70000

4945500

23

3000

2019000

1552000

2600000

70000

6958000

24

4000

2612000

1541000

3400000

100000

8476500

Total

108500

69920400

41843800

86035000

2400000

224444900


(3)

Distribusi Penerimaan dan Produktivitas Usahatani Jamur Tiram Per

Pertani Per Musim Tanam di Daerah Penelitian

No Sampel

Baglog

Produksi

Harga Jual

Produktivitas

Penerimaan

(Kg)

(Rp)

(Kg/Baglog)

(Rp)

1

6000

2000

17000

0.33

34000000

2

4000

1500

18000

0.38

27000000

3

8000

2550

17000

0.32

43350000

4

5000

1500

18500

0.30

27750000

5

2000

650

18000

0.33

11700000

6

4000

1200

18000

0.30

21600000

7

5000

2500

18000

0.50

45000000

8

6000

2100

18000

0.35

37800000

9

10000

4000

16000

0.40

64000000

10

5000

2300

18000

0.46

41400000

11

3000

1000

18000

0.33

18000000

12

2000

800

20000

0.40

16000000

13

2000

800

20000

0.40

16000000

14

10000

4000

16000

0.40

64000000

15

3000

1500

16000

0.50

24000000

16

2500

750

20000

0.30

15000000

17

2000

900

16000

0.45

14400000

18

5000

2300

18500

0.46

42550000

19

2000

800

18000

0.40

14400000

20

5000

2200

17000

0.44

37400000

21

8000

3000

16000

0.38

48000000

22

2000

800

20000

0.40

16000000

23

3000

1500

17000

0.50

25500000

24

4000

1200

18000

0.30

21600000

Total

108500

41850

427000

9.32

726450000


(4)

Analisis Regresi

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Pendapatan 2.0917E7 1.08796E7 24

bibit 1.2580E6 6.28379E5 24

serbuk 631541.6667 5.41929E5 24

kapur 55037.5000 33611.90023 24

pengalaman 2.0833 .71728 24

tk 3.5848E6 2.06843E6 24

Correlations

Pendapatan bibit serbuk kapur

pengalama

n tk

Pearson Correlation Pendapatan 1.000 .720 .702 .604 .061 .787

bibit .720 1.000 .397 .640 -.135 .590

serbuk .702 .397 1.000 .706 .315 .882

kapur .604 .640 .706 1.000 .118 .843

pengalaman .061 -.135 .315 .118 1.000 .159

tk .787 .590 .882 .843 .159 1.000

Sig. (1-tailed) Pendapatan . .000 .000 .001 .389 .000

bibit .000 . .027 .000 .265 .001

serbuk .000 .027 . .000 .067 .000

kapur .001 .000 .000 . .292 .000

pengalaman .389 .265 .067 .292 . .229

tk .000 .001 .000 .000 .229 .

N Pendapatan 24 24 24 24 24 24

bibit 24 24 24 24 24 24

serbuk 24 24 24 24 24 24

kapur 24 24 24 24 24 24

pengalaman 24 24 24 24 24 24

tk 24 24 24 24 24 24

Variables Entered/Removed Model Variables Entered

Variables

Removed Method 1 tk, pengalaman,

bibit, kapur, serbuka

. Enter


(5)

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .886a .784 .724 5.71308E6

a. Predictors: (Constant), tk, pengalaman, bibit, kapur, serbuk b. Dependent Variable: Pendapatan

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 2.135E15 5 4.270E14 13.082 .000a

Residual 5.875E14 18 3.264E13

Total 2.722E15 23

a. Predictors: (Constant), tk, pengalaman, bibit, kapur, serbuk b. Dependent Variable: Pendapatan

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

Sig.

Correlations

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 1967171.732 4997683.472 .698

bibit 9.294 2.656 .537 .003 .509 1.964

serbuk 5.042 5.205 .251 .346 .178 5.606

kapur -141.540 70.228 -.437 .059 .255 3.926

pengalaman 113040.952 1856478.441 .007 .952 .800 1.250

tk 3.244 1.731 .617 .077 .111 9.034

a. Dependent Variable: Pendapatan

Collinearity Diagnosticsa

Model

Dimensio n

Variance Proportions

(Constant) bibit serbuk kapur pengalaman tk

1 1 .00 .00 .00 .00 .00 .00

2 .04 .00 .07 .01 .06 .01

3 .00 .24 .08 .03 .11 .00

4 .01 .35 .17 .68 .03 .00

5 .69 .39 .00 .01 .63 .08

6 .26 .01 .67 .27 .17 .92


(6)

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 8.1145E6 4.5380E7 2.0917E7 9.63441E6 24

Std. Predicted Value -1.329 2.539 .000 1.000 24

Standard Error of Predicted Value

1343049.375 5205450.500 2664468.254 1051913.007 24

Adjusted Predicted Value 7.3762E6 4.8448E7 2.1501E7 1.08773E7 24

Residual -9.32942E6 9.39036E6 .00000 5.05408E6 24

Std. Residual -1.633 1.644 .000 .885 24

Stud. Residual -1.822 1.968 -.023 1.054 24

Deleted Residual -2.52535E7 1.34678E7 -5.84614E5 8.34339E6 24

Stud. Deleted Residual -1.960 2.159 -.026 1.095 24

Mahal. Distance .313 18.136 4.792 4.518 24

Cook's Distance .000 2.704 .165 .546 24

Centered Leverage Value .014 .789 .208 .196 24