PAJAK PENGHASILAN pada biaya kesejahteraan
PAJAK PENGHASILAN
Pengertian pajak menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Lima unsur pokok dalam defenisi pajak :
1.
Iuran / pungutan
2.
Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
3.
Pajak dapat dipaksakan
4.
Tidak menerima kontra prestasi
5.
Untuk membiayai pengeluaran umun pemerintah
Jenis-jenis Pajak :
Secara umum jenis pajak dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah.
Contoh dari pajak pusat adalah:
1.
Pajak Penghasilan (PPh)
2.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
3.
Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
4.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Karakteristik pokok dari pajak adalah: pemunngutanya harus berdasarkan
undang-undang. diperlukan perumusan macam pajak dan berat ringannya tarif
pajak itu, untuk itulah masyarakat ikut didalam menetapkan rumusannya.
Ketentuan mengenai penghasilan tidak kena pajak (PTKP)
untuk wajib pajak pertahun PTKP adalah Rp. 2.880.000;
untuk istri dan suami Rp. 1.440.000;
tambahan untu8k seorang istri Rp. 2.880.000; diberikan sapabila ada penghasilan
istri yang digabungkan dengan penghasilan suami dalam hal istri.
Rp. 1.440.000;tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah ,misalnya
(ayah,ibu atau anak kandung atau semenda) dalam garis keturunan lurus
sertaanak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang
untuk ssetiap keluarga.
Sistem perpajakan yang lama ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan
tingkat kehidupan social ekonomi masyarakat Indonesia, baik dari segi
kegotongroyongan nasional maupun dari laju pembangunan nasional yang telah
dicapai. Disamping itu, system perpajakan yang lama tersebut belum dapat
menggerakkan peran dari semua lapisan subyek pajak yang besar peranannya
dalam menghasilkan penerimaan dalam negeri yang sangat diperlukan guna
mewujudkan kelangsungan dan peningkatan pembangunan nasional.
Oleh karena itu pemerintah menciptakan system perpajakan yang baru
yaitu dengan lahirnya Undang-undang perpajakan baru, yang terdiri atas: UU no.
6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU no. 7
tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan UU no. 8 tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Pajak Penjualan atas Barang Mesah, UU no.
12 tahun 1985, dan UU no. 13 tahun 1985 tentang Bea Materai.
Sejalan dengan perkembangan yang ada, disadari banyak masalah yang
ternyata tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada sehingga menuntut perlunya
penyempurnaan terhadap undang-undang perpajakan tersebut. Dengan alasan
tersebut maka pada akhir tahun 1994 pemerintah mengeluarkan Undang-undang
no. 9, 10, 11 dan 12 sebagai penyempurnaan. Penyempurnaan tersebut sejalan
dengan arah dan tujuan pembangunan nasional serta kebijakan Pemerintah
dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap II yang antara lain berbunyi “Sistem
perpajakan terus disempurnakan, pemungutan pajak diintensifkan dan aparat
perpajakan harus makin mampu dan bersih.”
Pengertian Pajak PPh Pasal 21
Sekarang
ini
masih
banyak
yang
belum
tahu
tentang
seluk
beluk
pajak,,Pengertian pajak ini sangat penting bagi para pengusaha-pengusaha yang
setiap harinya berusaha untuk mencari penghasilan di bidang jual beli. Bagi anda
yang ingin mengetahui lebih luas tentang Pajak Penghasilan maka akan saya
berikan informasi mengenai pengertian pajak PPH pasal 21.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21(PPh Pasal 21)
Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa,dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi
Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UndangUndang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
Apabila orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri memperoleh penghasilan dan
dikenakan PPh Pasal 21, maka menjadi wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Pengertian Pajak PPH Pasal 21
Warga Negara asing (orang asing) yang tinggal atau berniat tinggal di Indonesia
lebih dari 183 hari dalam satu tahun termasuk dalam pengertian wajib pajak
orang pribadi dalam negeri, sehingga atas penghasilan orang asing tersebut
apabila lebih dari 183 hari tinggal di Indonesia merupakan objek PPh Pasal 21.
DALAM MEMPELAJARI PPH 21 ADA 3 HAL :
1.
Pihak sebagai pemotong PPh Pasal 21
2.
Pihak yang dipotong PPh Pasal 21
3.
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
PIHAK SEBAGAI PEMOTONG PPH PASAL 21
1.
Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain sehubungan pekerjaan.
2.
Bendaharawan
Pemerintah,
yang
membayar
gaji,
upah,
honorarium,tunjangan dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan,
jasadan kegiatan.
3.
Dana Pensiun dan badan lain yang membayarkan uang pensiun dan
pembayaran lain.
4.
Perusahaan, Badan dan Bentuk Usaha Tetap yang membayar honorarium
atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa, termasuk jasa
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
5.
Yayasan, lembaga, Kepanitiaan, Asosiasi, Organisasi Massa,Organisasi
Sosial Politik dan organisasi lainnya sebagai pembayar gaji,upah, honorarium atau
imbalan lainnya sehubungan dengan pekerjaan, jasa, kegiatan yang dilakukan
oleh orang pribadi.
6.
Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan
pelaksanaan suatu kegiatan (rapat, sidang, seminar, work shop, pendidikan
khusus, pelatihan, pemagangan, pertunjukan, olah raga dan lainnya.
Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong Pajak secara umum diformulasikan
sebagai berikut :Tarif PPh Pasal 21
Beberapa tarif berikut ini digunakan sebagai dasar menghitung PPh Pasal 21 :
a.
Tarif Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ketentuan
sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
:
Tarif Pajak Rp0,00 s/d Rp50.000.000,00 5%
Di atas Rp50.000.000,00 s/d Rp250.000.000,00 15%
Di atas Rp250.000.000,00 s/d Rp500.000.000,00 25%
Di atas Rp500.000.000,00 30%
b. Tarif 5% (lima persen)
c. Tarif 15% (lima belas persen)
d. Tarif khusus
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang
tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menjadi lebih tinggi 20% (dua
puluh persen) daripada tarif yang ditetapkan terhadap wajib Pajak yang dapat
menunjukkan NPWP.
Contoh
:
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp75.000.000,00
Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP
adalah :
5% x Rp50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% x Rp25.000.000,00 Rp 3.750.000,00 (+)
Jumlah Rp 6.250.000,00
Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP
adalah :
5% x 120% x Rp50.000.000,00 Rp 3.000.000,00
15% x 120% x Rp25.000.000,00 Rp 4.500.000,00 (+) .Jumlah Rp 7.500.000,00
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 ditentukan sebagai berikut :
1.
Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi :
a.
Pegawai Tetap,
b.
Penerima pensiun berskala,
c. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah
kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah
melebihi Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)
d. Bukan pegawai selain tenaga ahli, yang menerima imbalan yang bersifat
berkesinambungan.
2.
Jumlah penghasilan yang melebihi Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu
rupiah) sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah
harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan
kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi
Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah).
3.
50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
4.
Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain
penerima peghasilan nomor 1, 2, dan 3.
Pengertian pajak menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Lima unsur pokok dalam defenisi pajak :
1.
Iuran / pungutan
2.
Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
3.
Pajak dapat dipaksakan
4.
Tidak menerima kontra prestasi
5.
Untuk membiayai pengeluaran umun pemerintah
Jenis-jenis Pajak :
Secara umum jenis pajak dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah.
Contoh dari pajak pusat adalah:
1.
Pajak Penghasilan (PPh)
2.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
3.
Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
4.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Karakteristik pokok dari pajak adalah: pemunngutanya harus berdasarkan
undang-undang. diperlukan perumusan macam pajak dan berat ringannya tarif
pajak itu, untuk itulah masyarakat ikut didalam menetapkan rumusannya.
Ketentuan mengenai penghasilan tidak kena pajak (PTKP)
untuk wajib pajak pertahun PTKP adalah Rp. 2.880.000;
untuk istri dan suami Rp. 1.440.000;
tambahan untu8k seorang istri Rp. 2.880.000; diberikan sapabila ada penghasilan
istri yang digabungkan dengan penghasilan suami dalam hal istri.
Rp. 1.440.000;tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah ,misalnya
(ayah,ibu atau anak kandung atau semenda) dalam garis keturunan lurus
sertaanak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang
untuk ssetiap keluarga.
Sistem perpajakan yang lama ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan
tingkat kehidupan social ekonomi masyarakat Indonesia, baik dari segi
kegotongroyongan nasional maupun dari laju pembangunan nasional yang telah
dicapai. Disamping itu, system perpajakan yang lama tersebut belum dapat
menggerakkan peran dari semua lapisan subyek pajak yang besar peranannya
dalam menghasilkan penerimaan dalam negeri yang sangat diperlukan guna
mewujudkan kelangsungan dan peningkatan pembangunan nasional.
Oleh karena itu pemerintah menciptakan system perpajakan yang baru
yaitu dengan lahirnya Undang-undang perpajakan baru, yang terdiri atas: UU no.
6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU no. 7
tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan UU no. 8 tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Pajak Penjualan atas Barang Mesah, UU no.
12 tahun 1985, dan UU no. 13 tahun 1985 tentang Bea Materai.
Sejalan dengan perkembangan yang ada, disadari banyak masalah yang
ternyata tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada sehingga menuntut perlunya
penyempurnaan terhadap undang-undang perpajakan tersebut. Dengan alasan
tersebut maka pada akhir tahun 1994 pemerintah mengeluarkan Undang-undang
no. 9, 10, 11 dan 12 sebagai penyempurnaan. Penyempurnaan tersebut sejalan
dengan arah dan tujuan pembangunan nasional serta kebijakan Pemerintah
dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap II yang antara lain berbunyi “Sistem
perpajakan terus disempurnakan, pemungutan pajak diintensifkan dan aparat
perpajakan harus makin mampu dan bersih.”
Pengertian Pajak PPh Pasal 21
Sekarang
ini
masih
banyak
yang
belum
tahu
tentang
seluk
beluk
pajak,,Pengertian pajak ini sangat penting bagi para pengusaha-pengusaha yang
setiap harinya berusaha untuk mencari penghasilan di bidang jual beli. Bagi anda
yang ingin mengetahui lebih luas tentang Pajak Penghasilan maka akan saya
berikan informasi mengenai pengertian pajak PPH pasal 21.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21(PPh Pasal 21)
Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa,dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi
Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UndangUndang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
Apabila orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri memperoleh penghasilan dan
dikenakan PPh Pasal 21, maka menjadi wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Pengertian Pajak PPH Pasal 21
Warga Negara asing (orang asing) yang tinggal atau berniat tinggal di Indonesia
lebih dari 183 hari dalam satu tahun termasuk dalam pengertian wajib pajak
orang pribadi dalam negeri, sehingga atas penghasilan orang asing tersebut
apabila lebih dari 183 hari tinggal di Indonesia merupakan objek PPh Pasal 21.
DALAM MEMPELAJARI PPH 21 ADA 3 HAL :
1.
Pihak sebagai pemotong PPh Pasal 21
2.
Pihak yang dipotong PPh Pasal 21
3.
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
PIHAK SEBAGAI PEMOTONG PPH PASAL 21
1.
Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain sehubungan pekerjaan.
2.
Bendaharawan
Pemerintah,
yang
membayar
gaji,
upah,
honorarium,tunjangan dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan,
jasadan kegiatan.
3.
Dana Pensiun dan badan lain yang membayarkan uang pensiun dan
pembayaran lain.
4.
Perusahaan, Badan dan Bentuk Usaha Tetap yang membayar honorarium
atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa, termasuk jasa
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
5.
Yayasan, lembaga, Kepanitiaan, Asosiasi, Organisasi Massa,Organisasi
Sosial Politik dan organisasi lainnya sebagai pembayar gaji,upah, honorarium atau
imbalan lainnya sehubungan dengan pekerjaan, jasa, kegiatan yang dilakukan
oleh orang pribadi.
6.
Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan
pelaksanaan suatu kegiatan (rapat, sidang, seminar, work shop, pendidikan
khusus, pelatihan, pemagangan, pertunjukan, olah raga dan lainnya.
Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong Pajak secara umum diformulasikan
sebagai berikut :Tarif PPh Pasal 21
Beberapa tarif berikut ini digunakan sebagai dasar menghitung PPh Pasal 21 :
a.
Tarif Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ketentuan
sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
:
Tarif Pajak Rp0,00 s/d Rp50.000.000,00 5%
Di atas Rp50.000.000,00 s/d Rp250.000.000,00 15%
Di atas Rp250.000.000,00 s/d Rp500.000.000,00 25%
Di atas Rp500.000.000,00 30%
b. Tarif 5% (lima persen)
c. Tarif 15% (lima belas persen)
d. Tarif khusus
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang
tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menjadi lebih tinggi 20% (dua
puluh persen) daripada tarif yang ditetapkan terhadap wajib Pajak yang dapat
menunjukkan NPWP.
Contoh
:
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp75.000.000,00
Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP
adalah :
5% x Rp50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% x Rp25.000.000,00 Rp 3.750.000,00 (+)
Jumlah Rp 6.250.000,00
Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP
adalah :
5% x 120% x Rp50.000.000,00 Rp 3.000.000,00
15% x 120% x Rp25.000.000,00 Rp 4.500.000,00 (+) .Jumlah Rp 7.500.000,00
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 ditentukan sebagai berikut :
1.
Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi :
a.
Pegawai Tetap,
b.
Penerima pensiun berskala,
c. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah
kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah
melebihi Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)
d. Bukan pegawai selain tenaga ahli, yang menerima imbalan yang bersifat
berkesinambungan.
2.
Jumlah penghasilan yang melebihi Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu
rupiah) sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah
harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan
kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi
Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah).
3.
50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
4.
Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain
penerima peghasilan nomor 1, 2, dan 3.