Sains dan Sejarah Perkembangannya di masa

Sains dan Sejarah Perkembangannya
Dr. Wido Supraha
Dosen Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor | Peneliti Insists | Dosen
Sekolah Pemikiran Islam Jakarta
supraha@gmail.com

A. Sains
Menurut George Sarton, sains merupakan struktur yang tersusun dari
seluruh fakta dan teori yang telah dijernihkan dari beragam data yang
tidak valid, dan memiliki tokoh-tokoh saintis yang disepakati dan
kemudian didiskusikan bersama para ahli sejarah. 1 Terma science adalah
terma dalam Bahasa Inggris yang erat kaitannya dengan objek-objek
yang dapat diketahui dan diamati oleh indera, diambil dari terma scire
yang berarti mempelajari, mengetahui. Namun penggunannya dalam
Bahasa Inggris telah menyempitkan maknanya hanya terkait natural

science dan mengeluarkan humaniora dari dalamnya, sebagaimana
menurut William Cecil Dempier dalam A Shorter History of Science.
Namun, menurut Ehsan Masood, terma science berasal dari terma Latin,

scientia, yang bermakna ‘mengetahui’, dan dalam konteks modern

mengarah pada upaya studi sistematis tentang alam dunia menggunakan
metode observasi, eksperimen, pengukuran, dan verifikasi. 2 Di dalam
makna sains mengandung unsur terjadinya proses aktif daripada sekedar
kumpulan pengetahuan, dan proses melahirkan pengetahuan itulah yang
disebut sebagai proses saintifik.3
Toby E. Huff mengingatkan bahwa penggunaan istilah scientist
pertama kali baru digunakan oleh seorang filsuf Inggris, William Whewell
(1794-1866), di tahun 1838 M. Sebagai kesulitan yang pasti dialami
ketika mencari padanan kata dalam translasi antar Bahasa, demikian
juga ketika menerjemahkan teks-teks Yunani dengan makna yang sejalan.
Oleh karenanya, terdapat banyak pilihan kata yang hadir disesuaikan
dengan konteks penggunaannya, seperti wisdom (sophos), philosophy
(philosophia), certain knowledge (episteme), dan bahkan craft (tekn)
1 George Sarton, “The New Humanism”, ISIS Volume VI, Chicago: The University of
Chicago Press, 1924, hlm. 24.
2 Ehsan Masood, Science and Islam, A History, UK: Icon Books, 2009, hlm. x.
3 Charles Singer, A Short History of Science, To the Nineteenth Century , Britain: Oxford
Clarendon Press, 1941, hlm. 2.

1


2
untuk practical knowledge. Dalam konteks tertentu, masing-masing dari
kata di atas ditranslasikan menjadi science.4
Arabella B. Buckley (1840-1929) menjelaskan bahwa terma science
berasal dari terma Latin scio bermakna knowledge (pengetahuan). Asa
Gray (1810-1888) menerangkan bahwa sejatinya sains adalah pekerjaan
hati

yang

berusaha

diaplikasikan

pada

alam

semesta


sehingga

melahirkan scientific belief.5 Adanya manusia menghadirkan pemikiran,
dan konsekuensi berpikir tentunya adalah melahirkan teori bahkan
produk. Terkadang manusia harus berpikir tentang bagaimana membuat
hidupnya

menjadi

lebih

mudah

sehingga

lahirlah

teknologi,


dan

seringkali manusia berpikir tentang rahasia alam semesta sehingga
lahirlah

filsafat.

Menolak

teknologi

dan

filsafat

dengan demikian

melarang manusia untuk berpikir, dan konsekuensinya adalah kematian
akal.
B. Antara Sains Alam dan Sains Sosial

Secara umum terdapat 2 (dua) kategori sains, yakni sains alam dan sains
sosial. Namun masing-masing terlihat mengalami perluasan makna
seiring waktu. Hal ini terkait dengan apa yang dapat dimasukkan ke
dalam kategori sains alam, dan diskursus apakah sains sosial itu memang
ada. Perbincangan terkait hal tersebut terlihat dari pemikiran-pemikiran
yang berkembang di Barat.
Di abad ke-19, sains alam terbatas sebagai terma untuk kumpulan
sains yang hanya berkonsentrasi meneliti peristiwa-peristiwa alam dan
peristiwa yang terkait dengan organisme hidup, seperti hewan dan
tumbuh-tumbuhan. Namun sains alam di masa itu membatasi dirinya
untuk tidak membahas mental atau psikis dari organisme hidup yang
dibahas.6 F. Sherwood Taylor (1897-1956) dalam A Short History of

Science berpendapat bahwa yang dimaksud dengan sains alam adalah
4 Toby E. Huff, “Islam and Science”, dalam Arri Eisen and Gary Laderman, Science,
Religion and Society, An Encyclopedia of History Culture and Controversy , London: M.E.
Sharpe, 2007, hlm. 27.
5 Asa Gray, Natural Science and Religion, New York: Charles Scribner’s Sons, 1880,
hlm. 60-61.
6 E.W. Hobson, The Domain of Natural Science, Aberden: For the University, 1923, hlm.

2.

2

3
pengumpulan observasi yang telah ditest secara seksama ke dalam
sebuah skema yang terurut dan dapat dimengerti, berdasarkan prinsipprinsip atau hukum yang bersifat umum, diperoleh dari observasi
sedemikian rupa dan mampu digunakan untuk memprediksi fenomena
masa depan. Taylor. Dalam hal ini, sains murni yang berada dalam
kelompok sains alam adalah Fisika, Kimia, Biologi, Astronomi, dan
Geologi. Adapun sains terapan yang masuk dalam kategori ini adalah
seperti Keahlian Teknik dan Kedokteran. Matematika dan Logika tidak
dimasukkan ke dalam kategori Sains akan tetapi lebih kepada instrumen
atau alat yang digunakan untuk membentuk sains. Konsepsi seperti ini
baru digunakan sejak abad ke-17.7
Wido Supraha mengutip Russel M. Lawson (lahir 1957 M) Science

in the Ancient World, An Encyclopedia , bahwa yang disebut dengan sains
sosial adalah studi ilmiah tentang masyarakat dalam segala bentuknya,
baik keluarga, masyarakat, kekerabatan, bangsa, institusi, hukum dan

norma-norma, kelompok etnis, budaya manusia. Meskipun ilmu-ilmu
sosial adalah disiplin sains modern, akar studi formalnya seperti
sosiologi, antropologi, etnologi, geografi, ekonomi, dan ilmu politik
banyak diambil dari warisan klasik khususnya dari kalangan orang-orang
Yunani. Dalam hal ini Russel menegaskan bahwa metode yang digunakan
dalam sains sosial berbeda dengan metode empirik yang digunakan
dalam sains alam.8

C. George Sarton dan Perkembangan Sains
Sains adalah produk pemikiran, dengan demikian sejak ada manusia,
pada saat itulah sejatinya hadir sains. Dalam konteks tertentu, setiap
zaman selalu ‘modern’ bagi masa sebelumnya, dan masa hari ini akan
segera menjadi kuno di masa depan. Setiap zaman akan selalu

7 Wido Supraha, Pemikiran George Sarton dan Panduan Islamisasi Sains , Depok:
Yayasan Adab Insan Mulia, 2017, hlm. 47.
8 Ibid, hlm. 46.

3


4
tersambung dengan zaman berikutnya, dan inilah maksud dari kerjasama
sains antar zaman.
Setiap periode kehidupan manusia memiliki tokohnya dan juga
memiliki warisannya. Persoalannya ada pada nilai yang digunakan oleh
seorang tokoh, sehingga melahirkan warisan yang sangat bergantung
dengan nilai yang digunakan. Memahami kelebihan setiap periode
kehidupan akan melahirkan penghormatan dan akan membuahkan
kejujuran. Hilangnya penghormatan akan menghadirkan manipulasi dan
kedustaan. Di titik inilah value sangat menentukan, termasuk sangat
menentukan sejarah perkembangan sains yang seutuhnya.
Di antara tokoh yang dikenal sebagai Bapak Sejarah Sains Dunia
adalah George Sarton. Menurut Eugene Garfield, beliau adalah penulis
terbaik dalam sejarah sains bersama karya terbesarnya, Introduction to

the History of Science. Di dalam karya yang terdiri dari 3 (tiga) volume
besar, 4.236 halaman, dan 5 (lima) jilid itu, George Sarton telah mengkaji
dan menyusun kontribusi-kontribusi ilmiah dan kultural dari setiap
peradaban, mulai dari masa kuno hingga abad ke-14 M. Hal ini belum
termasuk karya-karya besar lainnya, 15 buku dan lebih dari 300 artikel

yang telah ditulisnya secara cermat, termasuk A History of Science,
sebanyak 2 volume, berisi perolehan pengetahuan mulai dari sains kuno
dan masa keemasan Yunani melalui periode Helenistik; A Guide to the

History of Science, sebuah bibliografi; Appreciation of Ancient and
Medieval Science During the Renaissance (1450-1600); dan The History
of Science and the New Humanism.9
Menurut Sami Hamarneh, karyanya Introduction to the History of

Science sangat luar biasa khususnya jika kita melihat pekerjaan itu
dilakukan seorang diri. Akhir Januari 1931, Sarton diketahui telah
mencek 3100 buku, 4000 buklet, monograf, dan cetakan ulang, dan
sekitar 41000 kartu bibliografi. Di tahun 1947, Sarton menambahkan
referensinya menjadi 3400 buku, 13500 pamflet, 80000 kartu dan
dokumentasi lain. Maka dalam hal ini, Sarton telah menghabiskan waktu9 Eugene Garfield, George Sarton: The Father of the History of Science Part 1, Essays
of an Information Scientist, Vol. 8, America: Institute for Scientific Information, 1985,
hlm. 241.

4


5
waktu terbaiknya untuk melahirkan karya besarnya ini. Volume 1 dari
karyanya diselesaikan tahun 1927, telah menghabiskan 9 (sembilan)
tahun dari masa hidupnya yang mencakup sejarah 2 (dua) abad. Pada
September 1930, Sarton telah menyelesaikan berkas untuk Volume 2
yang selesai cetak Juli 1931, setelah 13 tahun masa hidupnya. Adapun
Volume 3 diselesaikan dalam kurun waktu 27 tahun dari masa
hidupnya.10
George Sarton menegaskan bahwa tidak ada keraguan bahwa
pengetahuan saintifik pertama kali telah muncul dari Asia. Jika sumber
China dan Hindu kurang begitu dapat dipastikan, tidak demikian dengan
Mesopotamia dan Mesir, yang begitu jelas buktinya. Sebagai contoh,
sekitar pertengahan dari 4000 tahun sebelum masa Kristen, Mesir telah
akrab dengan sistem penomoran desimal. Di dalam sebuah prasasti di
waktu itu, terdapat petunjuk 120.000 tawanan, 400.000 lembu, dan
1.422.000 kambing. Setiap unit desimal diwakili oleh simbol khusus.
Pada pertengahan milenium berikutnya, bangsa Sumer (di Mesopotamia)
telah

mengembangkan


sistem

akuntansi

yang

sangat

teknis.

Pengetahuan astronomi mereka juga sangat baik. Kalender Mesir dengan
365 hari mulai digunakan tahun 4241 SM Bangsa Babilonia menghimpun
observasi

planet

untuk

tujuan

astrologi,

seperti

mengembangkan

pengamatan terhadap planet Venus 20 abad SM. Mereka mampu
menyusun daftar bintang-bintang dan memprediksikan kemunculan
gerhana.11
Dalam Introduction to the History of Science, George Sarton
mengawali sejarah perkembangan sains dari masa Ibrani dan Yunani di
abad ke-6 dan 8 S.M., dilanjutkan dengan Iran abad ke-7 S.M., dan mulai
membahas tokoh-tokoh yang bersinar di setiap abad berikutnya. Metode
beliau dalam menyusun sejarah perkembangan sains adalah dengan
membagi setiap 100 tahun hingga setiap 50 tahun, dan menetapkan
tokoh-tokohnya, khususnya dalam periode 6 S.M. hingga 11 M. Namun
10 Sami Hamarneh, “Sarton and the Arabic-Islamic Legacy”, dalam Journal for the
History Arabic Science, Volume II, Syria: Aleppo University, Institute for the History of
Arabic Science, 1978, hlm. 302.
11 George Sarton, The Life of Science, hlm. 137.

5

6
begitu di setiap masa tersebut beliau tetap mendeskripsikan sedetail
mungkin terkait capaian-capaian yang diraih di setiap fasenya. Secara
ringkas dapat dituliskan, sbb.:


















6 S.M. – Era Thales dan Pythagoras;
5 S.M. – Era Hippocrates II;
4 S.M. – [1] Era Plato; [2] Era Aristoteles;
3 S.M. – [1] Era Euclid; [2] Era Archimedes;
2 S.M. – [1] Era Cato the Sensor; [2] Era Hipparchos;
1 S.M. – [1] Era Lucretius; [2] Era Virgil;
1 M – [1] Era Celsus; [2] Era Pliny;
2 M – [1] Era Ptolemy; [2] Era Galen;
3 M – [1] Era Alexander of Aphrodisias; [2] Era Diophantos;
4 M – [1] Era Iamblichos; [2] Era Oribasios;
5 M – [1] Era Fa-hsien; [2] Era Proclos;
6 M – [1] Era Philoponos; [2] Era Alexander of Tralles;
7 M – [1] Era Hsüan Tsang; [2] Era I-ching;
8 M – [1] Era Bede; [2] Era Jābir ibn Haiyān;
9 M – [1] Era al-Khwārizmī; [2] Era al-Rāzī;
10 M – [1] Era al-Mas’ūdī; [2] Era Abū al-Wafā’;
11 M – [1] Era al-Birūnī; [2] Era Omar Khayyam;

Pada masa abad ke-12 M hingga 14 M, beliau menulis dengan sangat
detail, dan membagi pembagian setiap abad dalam rentang periode ini
dengan membagi lebih detail terkait karya-karya besar pada setiap
cabang sains dengan pembagian tema sebagai berikut:













Latar Belakang Agama
Fase Penerjemahan
Latar Belakang Filsafat
Matematika dan Astronomi
Physics, Teknologi dan Musik
Kimia
Geografi
Sejarah Alam
Kedokteran
Historiografi
Hukum dan Sosiologi
Filologi dan Pendidikan
Di masa abad kegelapan bagi Barat, ternyata terlihat begitu banyak

cahaya muncul dari Timur, khususnya dari peradaban Islam. Apa yang
terjadi di Barat pada masa itu telah dianalisa oleh George Sarton dengan
6

7
sangat apik, terutama korelasi antara Kristen dan Yunani. Beliau
menjelaskan sebagaimana ditulis ulang oleh Wido Supraha:
Ketika Nabi Isa a.s. muncul, dan menyampaikan berita baru kepada
dunia, berita tentang cinta dan kesederhanaan, bersifat universal
dalam bidangnya: amal tidak membutuhkan pengetahuan,
keberkahan murni ada dalam semangat, murni di dalam hati; di sisi
lain pengetahuan tanpa amal tidak hanya tidak bermanfaat akan
tetapi juga akan bersifat merusak, yang dapat membawa kepada
keangkuhan
dan
kutukan.
Perkembangan
agama
Kristen
merupakan upaya pertama dalam memadukan semangat Yahudi
dan Yunani, namun ketika Kristen Roma tidak bisa memahami
pendahulunya, dan salah paham, pada akhirnya upaya tersebut
menemui kegagalan.
Peristiwa yang dapat diambil sebagai contoh terhadap
kesalahpahaman di atas dapat ditemukan dalam karya Tatian (120180), orang Syiria yang pindah agama, hidup di masa Galen (130200). Pidatonya tentang Yunani yang “menentang Yunani”
menyiratkan tidak saja kelemahan kaum paganisme, akan tetapi
juga klaim yang begitu besar terkait orang-orang Timur. Menurut
Tatian, Yunani tidak menemukan apa pun, mereka meminjam semua
pengetahuan dari bangsa lain – Asiria, Fenisia, Mesir. Keunggulan
Yunani hanya pada sisi seni menulis dan seni berbohong. Jadi,
setelah berabad-abad pengabaian prestasi-prestasi dari Timur,
beberapa orang Yunani Timur, yang teracuni untuk menentang
peradaban Yunani karena prasangka kaum Kristen, akan jauh lebih
ekstrim. Kelihatannya Yunani dan Timur tidak ditakdirkan untuk
saling memahami satu sama lain.
Dapat dijelaskan kemudian, bahwa semangat Yunani yang
tidak mencintai kebenaran pada akhirnya semakin meredup akibat
kombinasi utilitarianisme Roma dan perasaan berlebihan kaum
Kristen. George Sarton membayangkan seandainya Yunani dan
Kristen melihat kebaikan masing-masing daripada saling
memusuhi, alangkah indahnya harmoni yang terbentuk. Pengaruh
pendidikan Kristen dipadukan dengan cara pandang sempitnya
Roma dan kemudian kebodohan orang-orang Barbar, hubungan
dengan kebudayaan Yunani – yang menjadi satu-satunya
pengetahuan positif – menjadi semakin hilang. Hingga kekaisaran
Bizantium,
dimana
tidak
ada
kendala
bahasa
untuk
mentransmisikan sains kuno, pada akhirnya menjadi tidak
diketahui. Padahal begitu nyata bahwa di abad ke-13 dan 14, ketika
dunia Latin pada akhirnya tersadar, para sarjana Bizantium
menyiapkan kebangkitan saintifik dengan menerjemahkan sejumlah
tulisan dari Arab dan Latin, meskipun pada akhirnya tidak ada yang
terwarisi kecuali terjemahan dari Yunani atau tiruan dari
terjemahan tersebut. Demikianlah kemiskinan intelektual mereka
sehingga tidak mengenali hasil kerja leluhur mereka.
Hubungan antara Yunani kuno dan Kristen Barat berakhir
dengan ketidakpastian dan mungkin rusak sama sekali, kalau tidak
karena orang-orang Asia lainnya, yakni bangsa Arab. George Sarton
mencatat bahwa bangsa Arab menjadi gelombang besar ketiga yang
menawarkan hikmah orang-orang Asia, kali ketiga dimana
dorongan kreatif muncul dari Timur. Prakarsa pertama – paling
asasi dari semuanya – datang dari Mesir dan Mesopotamia; kedua

7

8
dari Israel, meskipun mempengaruhi sains secara tidak langsung,
namun kekayaan intelektualnya cukup banyak, dan ketiga datang
dari tanah Arab dan Persia.
Menurut Sarton, seringkali seseorang membicarakan “Greek
Miracle” hanya karena merujuk kepada literatur karya puncak
mereka dan hasil karya mereka seperti pahatan patung dan
arsitektur, namun sejatinya perkembangan sains Yunani tidak
terlalu mengagumkan. Apa yang dialami oleh Yunani tidak terjadi
secara spontan, akan tetapi buah dari sebuah evolusi yang panjang
yang dapat ditemukan dari tanda-tanda yang sangat mengesankan
dari Mesopotamia di Mesir dan di dunia Aegean. 12 Semakin dalam
mengungkap seberapa besar mereka meminjam dari orang-orang
sebelumnya, hal ini akan mempengaruhi opini kita terhadap
orisinalitas pemikiran mereka dan membatasi kekaguman kita
terhadap kecerdasan sains mereka. Pada akhirnya, ternyata
peradaban Yunani berakhir dalam kegagalan, bukan disebabkan
oleh kurangnya kecerdasan, akan tetapi karena kurangnya karakter
moralitas.”13

George Sarton belum menyelesaikan penelitiannya karena dibatasi
usianya, namun sejarah mencatat bahwa setiap abad terus terjadi proses
berlanjutnya pengembangan sains, hingga kemudian muncul apa yang
diklaim di Barat sebagai Revolusi Sains atau Revolusi Industri di Barat.
Menurut Bernal, tahap pertama Revolusi Sains di Barat berawal dari
periode

Renaissans

(1440-1540

M),

dilanjutkan

dengan

Revolusi

Bourgeouis pertama (1540-1650 M). Kehadiran Rene Descartes (15961650) pada periode ini melahirkan pemikiran yang semakin menguatkan
pemisahan antara agama dan sains. Tahap ketiga fase pengembangan
sains modern hadir sebagai sains Comes of Age (1650-1690 M). Setelah
melewati masa jeda di awal abad ke-18 M (1690-1760 M), ketika
kehadiran karya-karya seperti Newton berjudul Principia dan lainnya
menurunkan intensitas pengembangan sains dalam waktu yang cukup
lama, sehingga kemudian hadirlah Revolusi Industri (1760-1830 M),
sebagaimana dinamakan oleh Engels dan Arnold Toynbee.14
***

12 George Sarton, Introduction to the History of Science, Florida: Carnegie Institution
of Washington, 1927, hlm. 8; Aegean merupakan wilayah di Turki sebelah Barat yang
dibatasi oleh Laut Aegean.
13 Wido Supraha, Pemikiran George Sarton, hlm. 100.
14 J.D. Bernal, Science in History, Volume II, England: Penguin Books, 1969, hlm. 520.

8

9
Wido Supraha
supraha.com
telegram.me/supraha
twitter.com/supraha
instagram.com/supraha

9

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24