Pluralitas Masyarakat dalam Integrasi da (1)

MAKALAH PENDIDIKAN POLITIK DAN DEMOKRASI
“PLURALITAS MASYARAKAT DALAM INTEGRASI DAN KEHIDUPAN
BERPOLITIK BANGSA INDONESIA”
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Politik dan Demokrasi
Dosen Pengampu : Dr. Nasiwan, M.Si.

Disusun oleh:
Sunarasri Retno Widawati

15416244011

PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017

MAKALAH PENDIDIKAN POLITIK DAN DEMOKRASI
“PLURALITAS MASYARAKAT DALAM INTEGRASI DAN KEHIDUPAN
BERPOLITIK BANGSA INDONESIA”
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Politik dan Demokrasi
Dosen Pengampu : Dr. Nasiwan, M.Si.


Disusun oleh:
Sunarasri Retno Widawati

15416244011

PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017

2

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pluralitas Masyarakat dalam Integrasi dan Kehidupan Berpolitik Bangsa
Indonesia” ini sesuai dengan rencana. Makalah ini berisikan informasi yang
menunjukkan


pengertian-pengertian

terkait

pluralitas

atau

kemajemukan

masyarakat Indonesia dalam membentuk integrasi dan kehidupan berpolitik
bangsa Indonesia. Makalah ini disusun dengan dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada.
1. Bapak Dr. Nasiwan, M.Si. sebagai Dosen mata kuliah Pendidikan
Politik dan Demokrasi, yang telah memberikan penjelasan kepada
kami mengenai tata cara melakukan dan menyusun makalah.
2. Orang tua kami yang telah memberikan dukungan moriil maupun
materiil.
3. Rekan – rekan yang telah berbagi informasi.
4. Dan semua pihak yang telah membantu kelancaran kegiatan ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu, kritik dan saran membangun dari pembaca sangat diharapkan demi perbaikan
karya kami selanjutnya.
Yogyakarta, 8 Juni .2017
Penulis

3

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
A. BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................3
B. BAB II PEMBAHASAN
A. Bangsa Indonesia............................................................................................4
B. Pluralitas.........................................................................................................5
C. Integrasi Bangsa Indonesia...........................................................................12

C. Kehidupan Berpolitik Bangsa Indonesia......................................................15
C. BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................24
B. Saran.............................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28

4

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago country) terbesar
di dunia. Bentuk negaranya yang berupa kepulauan, memunculkan
keranekaragam etnis atau suku hingga mencapai ratusan. Hal ini disebakan
adanya isolasi pada sekelompok orang di suatu pulau, dimana antarpulau
dibatasi oleh wilayah perairan, serta adanya perbedaan topografi juga
karakteristik iklim. Keadaan tersebut melahirkan suku-suku yang menurut data
tahun 2013 terdapat 633 suku besar yang ada di Indonesia (BPS, 2013).
Keberagaman suku-suku di Indonesia melahirkan budayanya masingmasing. Hal ini menambah kekayaan Indonesia yang tidak terbatas pada
sumber daya alam di wilayahnya, namun juga kaya dengan berbagai

keanekaragaman budaya, serta sosial bangsanya. Belum lagi lokasi Indonesia
yang strategis. Indonesia terletak diantara dua benua yaitu benuas Asia dan
Australia, serta diantara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Pasifik yang
mengakibatkan dilewati sebagai jalur lalu lintas perdagangan internasional. Hal
ini dapat memperbanyak interaksi dengan bangsa-bangsa lain yang melewati
ataupun singgah di Indonesia. Posisi strategis ini juga yang menjadi alasan
keanekaragaman agama, karena banyak pedagang yang singgah turut serta
menyebarkan kepercayaan yang dianutnya.
Dapat dikatakan jika Indonesia memiliki keanekaragaman sosial,
budaya, dan kepercayaan. Hal ini patut disyukuri dan dihargai. Mengingat
semboyan bangsa Indonesia, yaitu Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbedabeda namun tetap satu jua. Perbedaan yang ada pada masyarakat Indonesia
adalah suatu keistimewaan yang perlu kita jaga dan pelihara. Adapun
kemajemukan atau pluralitas masyarakat di Indonesia akan mempengaruhi
berbagai bidang kehidupan. Latar belakang kemajemukan akan berpengaruh
salah satunya terhadap integrasi dan kehidupan berpolitik masyarakat. Hal
tersebut akan terlihat melalui perilaku politik, budaya politik, serta partisipasi
politik masyarakat.

Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 1


Kehidupan berpolitik di Indonesia tentu memiliki keunikan tersendiri,
mengingat latar belakang penduduknya yang majemuk, baik dari segi etnis dan
kebudayaa, kehidupan sosial, maupun kepercayaan yang dianut. Pluralitas
masyarakat Indonesia dapat berdampak pada hal yang positif melalui
solidaritas kelompok tertentu, atau justru berkembang ke arah negatif karena
munculnya pertentangan yang diakibatkan oleh adanya perbedaan yang ada
dalam kehidupan. Salah satu contohnya adalah kasus Ahok (Basuki Tjahaya
Poernama)-mantan Gubernur DKI Jakarta yang menjadi tersangka penistaan
agama. Dimana kasus tersebut terjadi saat pesta demokrasi tengah berlangsung
di wilayah DKI Jakarta. Kasus tersebut menjadi kasus nasional yang
diperhatikan oleh masyarakat. Dari sini timbullah pro dan kotra terkait
penetapan Ahok sebagai tersangka. Kasus tersebut mempengaruhi sikap
masyarakat dan menimbulkan reaksi yang beragam. Keberagaman reaksi
masyarakat Indonesia tentu merupakan hal yang wajar mengingat latar
belakang masyarakatnyapun juga beragam. Tidak seharusnya kita saling
bermusuhan dan terbawa isu-isu sensitif nasional. Sebab hal yang demikianlah
yang akan mengancam persatuan bangsa Indonesia.
Berdasarkan permasalahan yang sudah disampaikan di atas. Maka
pada bab selanjutnya akan dibahas beberapa hal terkait dengan pluralitas
masyarakat dalam integrasi dan kehidupan berpolitik bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bangsa?
2. Apa yang dimaksud dengan pluralitas?
3. Bagaimana integrasi politik bangsa Indonesia?
4. Bagaimana kehidupan berpolitik bangsa Indonesia?

Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 2

C. Tujuan
1. Untuk mengatahui apa yang dimaksud dengan bangsa.
2. Untuk mengatahui apa yang dimaksud dengan pluralitas.
3. Untuk mengetahui integrasi politik bangsa Indonesia.
4. Untuk mengetahui kehidupan berpolitik bangsa Indonesia.

Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Bangsa Indonesia
1. Pengertian Bangsa

Bebicara soal bangsa, para tokoh pemimpin bangsa kita baik angkatan
para pendiri bangsa maupun angkatan kini, umumnya mengenal dan
meyakini istilah bangsa yang diungkapkan oleh Ernest Renan, seorang guru
besar sekaligus pujangga masyhur dan ahli teori bangsa dari Prancis. Ernest
Renan melalui (Ling, 2014: 31) menyampaikan pidato terkait “Qu’est ce
qu’une nation?” atau “Apakah bangsa itu?”, jawabannya ialah “le dėsir
d’etre ensemble” yang artinya “kehendak akan bersatu”.
Menurut defisini tersebut, kata Bung Karno melalui (Ling, 2014; 31),
maka yang menjadi bangsa adalah satu ‘gerombolan’ manusia yang mau
bersatu, yang merasa dirinya bersatu. Jadi, hal ini sangat masuk akal apabila
kita melihat kembali apa yang masyarakat Indonesia alami di masa lalu.
Masa dimana kapitalisme yang dilaksanakan oleh kolonial pada abad
XIX begitu brutal dan ganas. Hal tersebut telah membawa penderitaan yang
besar bagi masyarakat Indonesia. begitupun dengan fakta jika Indonesia
sebelumnya telah kalah berulang kali. Namun kesengsaraan itu juga yang
membangkitkan kesadaran masyarakat untuk bersama-sama berjuang
membebaskan diri dari belenggu penjajahan. Inilah faktor yang mendorong
timbulnya “kehendak akan bersatu” sebagai syarat terbentuknya bangsa
Indonesia. Keinginan besar untuk membebaskan diri dari belenggu
penjajahan memperkuat hasrat untuk memperluas dan memperkuat

persatuan, demi segera meraih kebebasan bagi bangsa Indonesia.
demikianlah proses panjang ratusan tahun akhirnya mematangkan proses
integrasi bangsa pada peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Peristiwa tersebut menjadi puncak manifestasi bangkitnya kesadaran
mewujudkan kehendak akan bersatu menjadi satu nusa, satu bangsa, dan
satu bahasa; Indonesia (Ling, 2014: 32-33).
Bung Karno juga menyitir definisi bangsa dari Otto Bauer, dimana
bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib.
Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 4

Untuk Indonesia, yang dimaksud dengan persatuan nasib adalah persatuan
nasib sesama kaum terjajah yang senantiasa merindukan kebebsan dan
kemerdekaan.
2. Karakteristik Bangsa Indonesia
Sebuah bangsa yang terbentuk atau terlahir dari proses pertarungan
kepentingan antara pihak terjajah melawan pihak penjajah membentuk sifat
atau watak bangsa Indonesia. adapun sifat atau watak yang merupakan
karakter bangsa Indonesia sepenuhnya terbentuk oleh proses pertarungan,
atau perjuangan kepentingan masyarakat Nusantara yang terjajah saat
melawan penjajah. Karenanya sifat dan watak bangsa Indonesia

berkarakteristik anti penjajahan dalam segala bentuk. Itulah karakter
sesungguhnya bangsa Indonesia yang terbentuk dari keberadaan dirinya.
Oleh sebab itu, kita sebagai generasi penerus bangsa sudah seharusnya
mempertahankan apa yang sudah diperjuangkan oleh para pendahulu kita,
yaitu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa (Ling, 2014: 34).
B. Pluralitas Bangsa Indonesia
1. Pengertian Pluralitas
Pluralisme sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya
ragam pemikiran, suku, ras, agama, kebudayaan ataupun peradaban. Pemicu
sikap ekstrem, radikal, konflik horisontalm atau konflik atas nama agama
yang terjadi di Indonesia, memerlukan kemunculan pluralisme. Pluralisme
adalah sebuah kerangka di mana ada interaksi beberapa kelompokkelompok serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi. Berbicara
tentang konsep pluralisme, sama halnya membicarakan tentang sebuah
konsep “kemajemukan atau keberagaman”, di mana pluralisme itu sendiri
merupakan suatu “kondisi masyarakat yang majemuk”. Kemajemukan di
sini dapat berarti kemajemukan dalam beragama, sosial dan budaya. Pada
prinsipnya, konsep pluralisme ini timbul setelah adanya konsep toleransi.
Jadi ketika setiap individu mengaplikasikan konsep toleransi terhadap
individu lainnya maka lahirlah pluralisme itu. Dalam konsep pluralismelah
bangsa Indonesia yang beraneka ragam ini mulai dari suku, agama, ras, dan

golongan dapat menjadi bangsa yang satu dan utuh (?).
Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 5

Pengertian masyarakat majemuk dalam Perspektif ilmu politik
mengikuti perumusan Robushka dan Shepsle melalui (Nasikun, 1996: 5)
dapat didefinisikan melalui parameter,
a. keragaman kultural,
b. aliansi etnik, dan
c. terorganisasi secara politik.
Akibat hampir semua masyarakat memiliki keragaman kultural, maka
dimensi etniklah yang membedakan masyarakat majemuk.
Berdasarkan konfigurasinya menurut Nasikun (1996, 5-7), masyarakat
majemuk dapat dibedakan ke dalam empat kategori.
a. Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang.
Masyarakat majemuk yang terdiri atas sejumlah kelompok etnik yang
kurang lebih seimbang, sehingga koalisi lintas etnik yang luas sangat
diperlukan bagi pembentukan suatu pemerintahan yang stabil.
b. Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan.
Masyarakat majemuk dengan kelompok etnik mayoritas mendominasi
kompetisi politik sehingga posisi politik kelompok-kelompok yang lain
hanya berarti pada situasi terjadi perpecahan serius di kelompok
mayoritas.
c. Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan.
Masyarakat majemuk dengan kelompok etnik minoritas tertentu yang
mendominasi kompetisi politik karena sejumlah keunggulan yang
dimilikinya.
d. Masyarakat majemuk dengan fragmentasi
Masyarakat majemuk yang terdiri dari sejumlah besar kelompok etnik,
dengan jumlah anggota yang kecil dan tidak satupun memiliki posisi
politik yang dominan. Kehidupan politik menjadi labil, tanpa lembaga
brockerage, rendahnya kemampuan coalition building untuk mengakomodadi konflik-konflik yang cenderung bersifat anarkis sebagai
akibat kecurigaan etnik dan hadirnya pemerintahan yang otoriter.
Masyarakat majemuk Indonesia tergolong pada masyarakat majemuk
dengan fragmentasi, meskipun masyarakat Jawa sering dianggap memiliki
posisi yang sangat dominan di dalam sistem sosial dan politik Indonesia,
masyarakat majemuk Indonesia lebih tepat digolongkan ke dalam kategori

Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 6

masyarakat majemuk dengan segmentasi daripasa sebagai masyarakat
majemuk dengan mayoritas dominan.
Adapun semua masyarakat majemuk menurut Nasikun (1996: 7)
memiliki kecenderungan,
a. mengidap konflik kronis dalam hubungan antarkelompok;
b. pelaku konflik melihat sebagai all-out war; dan
c. proses integrasi sosial lebih banyak terjadi melalui suatu dominasi atas
suatu kelompok oleh kelompok lain.
Situasi yang demikian akan kian berkembang apabila diferensiasi sosial
berdasarkan parameter struktur sosial yang satu berkembang saling
mengukuhkan dengan sentimen-sentimen yang bersumber di dalam
diferensiasi sosial berdasarkan parameter yang lain.
Sebenarnya semboyan negara kita Bhinneka Tunggal Ika, sudah
sangat sesuai dengan keanekaragaman yang ada di Indonesia. Sesuai dengan
maknanya, berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Inti dari semboyan tersebut
adalah persatuan dalam keanekaragaman. Bhinneka tunggal ika bermaksud
menunjukkan persatuan dan kesatuan yang timbul dari keanekaragaman.
Ada kesadaran bangsa akan keanekaragaman dalam kehidupan, namun
tidaklah menjadi penghalang bagi kita untuk bersatu padu (?).
Secara historis pluralisme itu diidentifikasikan sebagai aliran filsafat
yang menentang konsep negara absolut dan berdaulat, ini kemudian
berkembang

dengan

pembagian

pluralisme

klasik

dan

pluralisme

komtemporer. Pluralisme klasik merupakan reaksi terhadap doktrin hukum
tentang kedaulatan negara, sedangkan pluralisme komtemporer yang
muncul di tahun 1950-an, dikembangkan tidak untuk menentang kedaulatan
negara melainkan menentang teori-teori tentang elit.3 Pluralisme yang
klasik merujuk pada problem masyarakat plural yang penduduknya tidak
homogen tetapi terbagi-bagi oleh kesukuan, etnis, ras dan agama, dimana
kadang-kadang beberapa faktor ini menyatu yang cenderung meningkatkan
konflik. Ini menekankan kepada pluralisme sosial (primordial) (Simson dan
Weiner melalui Syam, 2011, p 259).

Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 7

Dalam politik pluralisme menurut Simpson dan Weiner melalui
(Syam, 2011, p 259), didifinisikan sebagai beriku.
a. Sebuah teori yang menentang kekuasaan monolitik negara dan bahkan
menganjurkan untuk meningkatkan pelimpahan dan otonomi organisasiorganisasi

utama

yang

mewakili

keterlibatan

seseorang

dalam

masyarakat. Juga percaya bahwa kekuasaan harus dibagi di antara partaipartai politik yang ada.
b. Keberadaan toleransi keragaman kelompok-kelompok etnis dan budaya
dalam suatu masyarakat atau negara, keragaman kepercayaan atau sikap
yang ada pada sebuah badan atau institusi dan sebagainya.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat bahkan bernegara di
Indonesia dewasa ini, telah muncul pemahaman yang berbeda-beda
mengenai arti pluralisme. Sebagai suatu paham, yang ini kemudian
dianggap oleh satu pihak (Syam, 2011, p 260),
a. bahwa pluralisme harus berlaku secara universal dalam segala aspek
kehidupan,
b. memiliki pandangan pluralisme itu tidak harus masuk dalam ranah
agama,
c. pluralisme lebih berkonotasi liberalis sekularisme, artinya kebebasan itu
“membolehkan” untuk melanggar/tidak mengenyahkan sama sekali etika,
moralitas keimanan dari suatu agama atau kepercayaan.
Mengenai pluralitas atau lebih dikenal dengan kemajemukan
masyarakat di Indonesia , menurut Nurcholish Madjid melalui (Syam, 2011,
p 260).bukanlah suatu keunikan yang memerlukan perlakuan khusus dan
unik pula. Kenapa demikian, sebab dalam realitas kehidupan tidak ada suatu
masyarakat pun yang benar-benar tunggal (unitary) tanpa ada unsur-unsur
perbedaan didalamnya. Kesatuan tersebut tercipta justru karena adanya
perbedaan-perbedaan di dalamnya (unity in diversity, E Plurabus Unum,
Bhineka Tunggal Ika. Pluralitas masyarakat Indonesia adalah keragaman
dalam sebuah wujud persatuan bangsa. Keragaman, keunikan, dan parsial
merupakan realitas yang tak terbantahkan di tanah Nyiur Melambai ini.
Secara antropologis dan historis, masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai

Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 8

etnis, budaya dan agama yang saling berbeda dan mengikat dirinya antara
satu dengan lainnya sebagai suatu bangsa.
Lebih lanjut bahwa masalah pluralisme atau paham kemajemukan
masyarakat di Indonesia, menurut Nurcholish Madjid melalui (Syam, 2011,
p 261).masih dipahami secara dangkal dan kurang sejati. Ada gejala
pluralisme dipahami sepintas lalu, tanpa makna yang mendalam, dan yang
lebih penting tidak berakar dalam ajaran kebenaran.10 Padahal istilah
“pluralisme”–selain sudah ditegaskan sebagai ketetapan ketentuan Allah,
juga menjadi barang harian dalam wacana umum masyarakat Indonesia. Ia
kemudian juga mengakui bahwa Indonesia adalah salah satu bangsa paling
plural atau majemuk di dunia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di
dunia dan negara-dengan latar belakang yang paling beraneka ragam.
Indonesia tidak hanya majemuk dengan etnis, bahasa, dan kebudayaan, tapi
juga dalam hal keberagamaan11 dan Indonesia telah memliki landasan kuat
dan kukuh bagi pengembangan toleransi beragama dan pluralisme yakni
Pancasila.
Bagi Nurcholish Majid pluralitas manusia adalah kenyataan yang
dikehendaki Tuhan. Pernyataan bahwa manusia diciptakan dalam berbagai
bangsa dan bersukusuku supaya saling kenal mengenal dan saling
menghormati -Qs 49: 13.12 Sebab itu pluralisme merupakan hukum alam
(sunatullah) yang tidak akan berubah dan tidak dapat ditolak. Ajaran Islam
adalah agama yang kitab sucinya sangat mengakui keberadaan hak-hak
agama lain untuk hidup dan untuk mengimplementasikan ajaran-ajarannya.
Pluralisme merupakan produk dari pandangan jujur terhadap kemanusiaan
yang diilhami oleh sikap saling menghormati diantara individu-individu dan
kelompok-kelompok.13
Dengan demikian pluralisme sebuah kerangka dimana ada interaksi
berbagai kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati
dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta
membuahkan hasil tanpa konflik dan asimilasi. Ini dapat dikatakan sebagai
salah satu ciri khas masyarakat modern serta kemungkinan pengemudi
Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 9

utama kemajuan dalam ilmu pengetahuan masyarakat serta perkembangan
ekonomi. Dalam masyarakat pluralis kekuasaan dan penentuan keputusan
lebih meneyebar.14
Namun istilah pluralisme kemudian menjadi polemik di Indonesia
karena adanya perbedaan mendasar antara pluralisme dengan pengertian
awalnya pluralism, hingga kenyataan kini memiliki arti:
a. pluralisme diliputi semangat religius, bukan hanya sosial kultural;
b. pluralisme digunakan sebagai alasan percampuran antar ajaran agama;
c. pluralisme digunakan sebagai alasan untuk merubah ajaran suatu agama
sesuai dengan ajaran agama lain.
Adanya perubahan pengertian (berbeda dari awalnya) memberikan
makna pluralisme diartikan sama dengan asimilasi. Dengan “pergeseran”
pemahaman itu menimbulkan pembelahan ke dalam 3 (tiga) klasifikasi
dalam menganut pluralisme yakni: (1) penganut pluralisme dalam arti
asimilasi; (2) penganut asimilasi dalam arti non asimilasi; (3) penganut anti
pluralisme (yang sebenarnya setuju dengan pluralism dalam arti non
asimilasi).
Keadaan pluralisme di Indonesia semacam ini yang tidak aneh jika
memancing timbulnya reaksi dari berbagai pihak,15 maka hal ini pula yang
dikritisi oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tidaklah heran bila pada
akhir-akhir inin terjadi reaksi keras dalam wujud polemik sampai kepada
aksi pisik ketika timbulnya isu sensititif tentang suatu aliran atau agama
yang menjadi sorotan publik -kontraversial-, ini karena ada pihak
melakukan

pembelaan

dengan

mengatas

namakan

pluralisme

dan

kebebasan.
Perlu dipahami pada dasarnya konflik yang timbul dengan membawa
kecenderungan disintegrasi yang muncul belakangan ini bukan disebabkan
faktor perbedaan ideologi dan keyakinan agama. Persoalan ini lebih
didorong oleh faktor yang sangat kompleks. Dapat disebutkan karena
masalah ketidak adilan di bidang ekonomi, politik, sosial, agama, budaya
dan hukum, ketegangan primordial yang kurang terjembatani dalam jangka
waktu yang lama; otokrasi pemerintahan, keteladanan para pemimpin
Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 10

politik, agama dan tokoh masyarakat yang semakin merosot, semuanya itu
menyumbang dan memperparah berbagai konflik yang terjadi di tengah–
tengah masyarakat.16 (Syam, 2011, p 261-262).
2. Pluralitas dalam persatuan dan Kesatuan Bangsa
Sudah jelas bahwa inti dari Bhinneka Tunggal Ika adalah persatuan
dalam keanekaragaman. Keanekaragaman yang dimaksudkan dalam motto
ini tentu saja keanekaragaman yang dapat menimbulkan kesatuan dan
persatuan. Jelas pula apabila salah satu segi keanekaragaman itu adalah
adanya perbedaan nilai di antar satu kelompok masyarakat kita, dalam hal
ini katakanlah suku bangsa dengan kelompok lainnya. Nilai pokok atau
dasar ini dapat merangkul perbedaan-perbedaan yang ditimbulkan oleh
nilai-nilai lain dan dapat mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkannya
(Sjamsuddin, 1993: 31-32).
Makna Bhinneka Tunggal Ika lebih banyak dipahami sebagai
keanekaragaman daripada makna persatuannya. Hal ini membawa
konsekuensi di dalam kehidupan sehari-hari. Konsekuensi-konsekuensi ini
sering muncul dalam bentuk yang seakan-akan menggambarkan bahwa
masyarakat kita adalah masyarakat yang penuh dengan konflik nilai-nilai.
Masyarakat kita seakan-akan lebih dibayangi oleh konflik daripada
konsensus. Agaknya ada kecenderungan bahwa masyarakat kita suka
mempertentangkan sesuatu dengan yang lain (Sjamsuddin, 1993: 32).
Sesungguhnya Bhinneka Tunggal Ika bukanlah suatu motto yang tidak
dapat

dipertanggungjawabkan.

Masalahnya,

ialah

pesan

apa

yang

semestinya ditonjolkan darislogan nasional bukanlah keanekaragamannya,
melainkan unsur kesatuannya. Pengutamaan unsur kesatuan di atas unsur
keanekaragaman bukanah sesuatu yang tidak mungkin. Sementara kita
mengakui eksistensi keanekaragaman itu, mengutamakan nilai persaman
nilai pokok yang kita miliki akan lebih menjuruskan lagi persatuan dan
kesatuan bangsa kita. Demikian, maka toleransi, tenggang rasa, dan nilainilai pokok lainnya perlu lebih diangkat ke atas permukaan kehidupan
bermasyarakat (Sjamsuddin, 1993: 33).

Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 11

Kesamaan nilai –nilai pokok itulah yang perlu kita ketengahkan, maka
seyogyanya tidak mempermasalahkan perbedaan kadar daripada nilai-nilai
yang bersangkutan. Dengan mengaitkan konsep persatuan dan kesatuan
yang terkandung dalam motto Bhinneka Tunggal Ika dengan kesamaan nilai
pokok yang dimaksud, kita akan lebih memahami hubungan antara
keanekaragaman dan keutuhan bangsa. Didalam keanekaragaman bangsa
kita terdapat kesamaan nilai pokok, dan itulah yang menjamin persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia (Sjamsuddin, 1993: 31).
C. Integrasi Politik Bangsa Indonesia
Integrasi politik menurut Sjamsuddin (1993: 52) merupakan proses
yang mengandung bobot-bobot politik dan karenanya proses ini bersifat politik.
Demikian, maka integrasi politik di satu pihak bisa mencakup bidang vertikal,
yaitu integrasi antara elite dan massa. Di lain pihak integrasi politik dapat pula
meliputi bidang horisontal, yaitu bertujuan untuk menjembatani perbedaanperbedaan yang didasarkan pada aspek teritorial atau kewilayahan.
Dalam arti yang demikian, integrasi politik melibatkan dua masalah
pokok.
1. Bagaimana membuat rakyat tunduk dan patuh pada tuntutan-tuntutan
negara.
Masalah ini mencakup soal pengakuan rakyat, yang sering dikatakan
berdaulat, akan hak-hak yang dimiliki negara (dalam hal ini rakyat tunduk
pada hak-hak tersebut). Persoalannya adalah bagaimana hubungan rakyat
dengan negara.
2. Bagaimana meningkatkan konsesnsus normatif yang mengatur tingkah laku
politik setiap anggota masyarakat.
Masalah ini lebih banyak bersifat pembinaan kesepakatan diantara sesama
warga negara dalam hal atau sehubungan tingkah laku politik yang
diperlukan oleh sistem politik agar tetap berfungsi dengan baik.
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disebutkan faktor-faktor yang
dapat menimbukan kesenjangan dalam proses integrasi politik (Sjamsuddin,
1993: 69-70).
1. Secara vertikal.
Kesenjangan ditimbulkan oleh perbedaan-perbedaan yang ada pada
kelompok elite dan massa. Perbedaan tersebut dapat berupa perbedaan yang
Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 12

ada dalam latar belakang kehidupan dari masing-masing kelompok itu,
seperti latar belakang pendidikan, kehidupan ekonomi, atau ideologi.
2. Secara horisontal.
Kesenjangan diakibatkan oleh adanya primordialisme di antara kelompokkelompok yang dalam masyarakat. Primordialisme ialah perasaan-perasaan
yang mengikat seseorang terhadap terhadap hal-hal yang dimilikinya sejak
ia lahir. Adapun yang tergolongkan dalam kondisi ini ialah faktor-faktor
seperti daerah atau tempat kelahiran, suku, ikatan, darah, agama, ras, dan
bahasa. Faktor-faktor ini menimbulkan ikatan atau perasaan-perasaan
tertentu bagi pemiliknya. Adanya berbagai kelompok dalam masyarakat
yang

memiliki

faktor

atau

kombinasi

faktor

yang

berbeda-beda

menimbulkan kesenjangan dalam masyarakat. Sering ditemui bahwa ikatan
atau perasaan tersebut sangat kuat, sehingga menimbulkan pertentanganpertentangan tidak jarang berkembang menjadi konflik terbuka.
Integrasi politik mencakup aspek-aspek horisontal dan vertikal. Dari
sudut horisontal dapat dikatakan bahwa sekalipun masih terdapat kesenjangankesenjangan akan tetapi tidak perlu diragukan bahwa kadar integrasi politik
dalam masyarakat kita sekarang telah cukup tinggi. Dikatakan cukup karena
masih saja ada konflik-konflik agama yang mewarnai kehidupan berpolitik di
Indonesia (Sjamsuddin, 1993: 54).
Dalam kehidupan berpolitik, pancasila dapat meningkatkan kadar
integratif baik pada jalur vertikal maupun horisontal. Perancangan itu berhasil
menghapuskan konflik yang bersumber pada ideologi secara formal, yang
berarti tidak ada lagi konflik ideologi dalam arti formal. Secara informal
konflik ideologis akan terus berjalan sampai tercapainya kesepakatan di
kalangan elite tentang interpretasi dan operasionalisasi Pancasila. Maka, kita
masih akan menghadapi masalah penciptaan konsensus normatif yang
mengatur tingkah laku politik kita (Sjamsuddin, 1993: 55-56).
Masyarakat majemuk pada umumnya mengalami masalah magnitude
yang tidak pernah dihadapai oleh corak masyarakat yang lain. pada tingkat
politik, bukan hanya kesulitan-kesulitan di dalam mengembangkan kata
sepakat mengenai batas-batas teritorial dan sosialisasi yang harus dihadapi oleh
masyarakat majemuk, akan tetapi lebih pada kesulitan-kesulitan yang lebih
Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 13

besar di dalam mengembangkan sistem pemerintahan dan aturan main proses
proses politik yang mapan. Manifesatinya yang paling rawan muncul di dalam
kesulitan untuk mengembangkan kesepakatan ideologi dan sistem politik yang
memperoleh legitimasi kuat.
Menghadapi beragam kesulitan yang ada, suatu masyarakat bangsa
yang

bersifat

majemuk

seringkali

harus

mengambil

jalan

pintas

mengembangkan suatu sistem politik yang sangat otoriterian, antara lain
melalui

birokratisasi

dan

korporatisasi

hampir

semua

organisasi

kemasyarakatan, (Mochtar Mas’oed melalui Nasikun, 1996: 7-8).
Integrasi politik yang dimaksud oleh Nasikun (1996: 67-68), adalah
sama prinsipnya dengan kesatuan dan persatuan bangsa yang dipergunakan
dalam bahasa politik.

Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 14

D. Kehidupan Berpolitik Bangsa Indonesia
Ada banyak hal yang selama ini menjadi masalah dalam perjalanan
politik bangsa Indonesia. Diantaranya pluralitas, orientasi politik, kepemimpinan, demokrasi, dan pembangunan politik. Kesemuanya itu berdampak pada bentuk, sifat, dan penampilan sitem politik di Indonesia,
karenanya berbagai hal seakan-akan sudah menjadi bagian dari gaya
kepolitikan Indonesia (Sjamsuddin, 1993: 3).
1. Pluralitas
Negara Indonesia terdiri dari ribuan pulau hingga membentuk Negara
Kesatuan

Republik

Indonesia

(NKRI).

Sebagai

negara

kepulauan

(archipelago country) terbesar di dunia, tidak heran bila Indonesia termasuk
negara dengan masyarakat yang memiliki tigkat kemajemukan yang tiggi
dan kompleks. Sebab, dalam setiap pulau dapat dihuni oleh beberapa suku
atau etnis sekaligus. Pluralitas bangsa Indonesia tidak hanya meliputi aspek
nilai, perasaan, atau karakter masyarakatnya saja, tetapi juga mencakup
aspek fisik yang dapat langsung dilihat.
Jelas, pluralitas bangsa Indonesia menunjukkan perbedaan-perbedaan
yang ada pada diri masyarakat. Perbedaan-perbedaan tersebut pada dasarnya
dan pada mulanya tidak menjadi masalah, mengingat sejarah perjuangan
bangsa Indonesia dari imperialisme dan kolonialisme. Dimana pada saat itu,
masyarakat

Indonesia

dari

seluruh

wilayah

Nusantara

berjuang,

mengorbankan segalanya demi kemerdekaan indonesia. Para pahlawan kita,
mereka semua memiliki latar belakang suku, agama, hingga spesifikasi ras
yang berbeda. Namun perbedaan-perbedaan yang ada bukanlah penghalang
bagi mereka untuk bersatu demi melawan penjajah.
Lantas, sekarang di saat Indonesia sudah merdeka. Sudah seharusnya
kita menjaga kemerdekaan yang susah payah diraih para pendahulu kita.
Tidak sepatutnya kita mempermasalahakan kepluralitasan kita. Bahkan
dahulu, para tokoh bangsa Indonesia dengan ikhlas mengubah rumusan
pancasila sila pertama dari “Ketuhanan Yang Maha Esa dengan menjalankan
syariat-syariat agama Islam” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal
tersebut membuktikan betapa meskipun ada kelompok mayoritas terbesar di

Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 15

suatu bangsa, bukan berarti tidak ada kelompok-kelompok minoritas kecil
lainnya yang tidak kita hargai.
Meskipun tidak dapat kita pungkiri jika setiap perbedaan yang
bersinggungan dapat mengarah pada sesuatu yang sensitif baik untuk
individu maupun kelompok. Pada saat ini, kemajemukan bangsa Indonesia
juga dapat terlihat melalui pencapaian dalam bidang pendidikan dan
ekonomi, dimana golongan yang mampu mencukupi pencapaian pada
bidang pendidikan dan ekonomi disebut dengan golongan menengah. Dalam
setiap perbedaan, nyatanya juga terdapat fungsi yaitu sebagai dasar bagi
individu maupun kelompok di dalam mengejar kepentingan yang menjadikan rasa curiga masyarakat terhadap perbedaan lebih bermakna, baik
terkait dengan kekayaan, status, dan kekuasaan (Sjamsuddin, 1996: 5).
2. Orientasi Politik
Mungkin saja kepluralitasan suatu bangsa tidak menjadi persoalan
besar bagi bangsanya jika keanekaragaman yang ada tidak mempengaruhi
orientasi politiknya. Namun, kenyataannya dasar orientasi politik adalah
nilai-nilai yang bersumber dari pluralitas masyarakat. Lebih jauh, orientasi
politik tumbuh tidak hanya dari nilai-nilai masyarakat melainkan juga dapat
terpengaruh dari luar, yang mana tetap saja dipengaruhi oleh nilai-nilai yang
dimiliki. Bisa dikatakan nilai-nilai tersebut membentuk keseluruhan sikap
masyarakat terhadap sesuatu orientasi, maka itulah yang menjadi orientasi
politik masyarakat (Sjamsuddin, 1996: 8).
Bagi individu atau kelompok masyarakat yang melepaskan diri dari
nilai-nilai yang ada di lingkungannya, dapat dikatakan sebagai pelaku
penyimpangan baik itu negatif maupun positif, karena sikapnya tersebut
memungkinkan adanya perbedaan orientasi politik (Sjamsuddin, 1996: 8).
Hubungan antara keanekaragaman masyarakat dengan orientasi
politiknya mempersulit upaya-upaya untuk mengadakan perubahan orientasi
politik secara demokratis. Memang, dalam hal ini pemerintah dapat
memaksakan terjadinya perubahan orientasi politik melalui berbagai cara.
Persoalannya, bagaimana reaksi masyarakat dan perlunya perhatian lebih
lanjut karena keadaan semacam itu merupakan keadaan aktual dalam
masyarakat Indonesia(Sjamsuddin, 1996: 9).
Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 16

Akibat dari pemaksaan orientasi politik oleh pemerintah kepada
masyarakat, yaitu menimbulkan penentangan baik lunak maupun keras. Hal
ini karena pada dasarnya tindakan pemaksaan apapun tujuannya tidak
dikehendaki atau disukaioleh obyek yang menjadi sasaran. Sehingga jelas
apabila rekasi dari pemaksaan dapat mengganggu kestabilan sistem politik
suatu negara. Meskipun lebih banyak masyarakat bereaksi dengan diam atau
lebih buruknya tidak peduli (apatis), dimana hal tersebut dapat berkembang
sewaktu-waktu

menjadi

penentangan

yang

keras

jika

sudah

ada

kesempatan(Sjamsuddin, 1996: 9).
Lamanya perubahan yang dipaksakan kepada masyarakat akan
bertahan sepanjang penguasa itu ada dan belum berganti. Karena
masyarakat tidak menyukainya dan enggan untuk melestarikan, adapun
upaya untuk memelihara orientasi politik diserahkan kepada penguasa.
Sebenarnya pemerintah dapat juga menggunakan pendekatan persuasif
dalam mengubah orientasi politik masyarakat. hanya saja memerlukan
waktu yang panjang meskipun menghasilkan hasil yang lebih efektif. Serta,
perlu menyesuaikan antara orientasi politik dengan nilai-nilai yang dianut
oleh masyarakat (Sjamsuddin, 1996: 10).
Maka jelas kaitannya atara orientasi politik dengan masalah nilai di
masyarakat. Di satu pihak, orientasi politik terbentuk berdasarkan nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat dalam kurun waktu tetentu. Di lain pihak,
orientasi politik berkembang sesuai perkembangan nilai-nilai masyarakat.
Jika nilai masyarakat berubah secara mendasar, begitupun dengan orientasi
politik. Sehingga harus ada kesesuaian antara nilai-nilai masyarakat dan
orientasi politik (Sjamsuddin, 1996: 11).
3. Elite Politik dan Sistem Seleksi
Sudah dijelaskan sebelumnya apabila orientasi politik suatu
masyarakat sangat dipengaruhi oleh pluralitas masyarakatnya. Bagi bangsa
Indonesia dengan tingkat kemajemukan yang tinggi, perlu untuk
mengembangkan kemajemukan tersebut sehingga orientasi politik tidak
hanya berkembang sesuai perkembanganan masyarakatnya melainkan juga

Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 17

mampu memantapkan kehidupan masyarakat itu sendiri secara keseluruhan
(Sjamsuddin, 1996: 14).
Ada peran elite politik dalam mengarahkan orientasi politik di tengah
kehidupan

masyarakat

Indonesia

yang

plural.

Hubungan

antara

kemajemukan dan orientasi masyarakat dengan elite politik sesungguhnya
merupakan suatu masalah yang usang, terlebih bila dilihat dari sudut
pandang perubahan yang terjadi dalam masyarakat. namun, mengingat
kenyataan bahwa setiap perubahan yang terjadi belum tentu meliputi bagian
terbesar masyarakat, maka pengaruh pluralitas dan orientasi masyarakat
terhadap elite politik dapat diasumsikan masih besar. Dapat kita lihat asumsi
tersebut dalam proses rekrutmen politik yang berlangsung, dimana pola
rekrutmen masih meliputi elite-elite yang mendasarkan diri pada orientasi
dan nilai-nilai majemuk (Sjamsuddin, 1996: 14).
Pada dasarnya elite-elite politik tidak dapat melepaskan diri dari nilainilai budaya yang ada dalam masyarakatnya. Begitupun para elite politik
tidak bisa melepaskan diri dari orientasi-oerientasi politik yang dianut oleh
masing-masing massanya. Sebab, bila mereka melepaskan diri dari nilai dan
orientasi yang ada di sekitar mereka akan mengakibatkan tercabutnya akarakar pengaruh mereka dalam masyarakat. hal tersebut jelas memungkinkan
hilangnya pengaruh hingga perginya para pengikut (Sjamsuddin, 1996: 15).
Tetapi, perkembangan masyarakat saat ini memperlihatkan jika elite
politik tidak harus selalu mengikatkan diri pada dengan nilai dan orientasi
politik yang hidup dalam masyarakat. Elite politik yang termasuk dalam
kategori ini cenderung memisahkan diri dari masyarakatnya. Ini terjadi
karena di dalam proses rekrutmen politik, tidak harus mengikuti seleksi
alamiah. Proses seleksi yang tidak alamiah, tidak melibatkan peran serta
masyarakat. kalaupun masyarakat terlibat, maka keterlibatannya itu tidak
bersifat menentukan. Pihak yang menentukan dalam seleksi elite politik
adalah aktor pimpinan. Jadi, saat ini para elite politik boleh jadi tidak berkar
pada masyarakat melainkan dekat dengan pimpinan ataupun mereka yang
lebih senior. Sehingga para elite politik tidka memerlukan dukungan nilai
atau orientasi politik yang dianut oleh massa (Sjamsuddin, 1996: 15).
Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 18

Di lain pihak, elite politik berperan menyeimbangkan faktor-faktor
yang mendukung pluralitas dengan orientasi dari masyarakat. maka dapat
diperkirakan, bahwa hanyalah elite politik yang berakar dan menjadi bagian
daripada faktor pendukung pluralitas dan orientasi politik yang ada.dalam
masyarakat itulah yang mampu berperan. Mampu membimbing masyarakat
menuju titik keseimbangan yang memungkinkan masyarakat berkembang
sekaligus mencapai tingkat kestabilan yang lebih tinggi, sebab para elite
politik tersebut dipercaya oleh masyarakat yang diwakili. Kepercayaan akan
terus dimiliki sepanjang tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan
kepentingan masyarakat yang dipimpinnya (Sjamsuddin, 1996: 16-17).
Elite politik yang dekat dengan massanya selalu berkesempatan
menjalankan peranan yang lain, dan hal ini tidak mungkin dimiliki oleh elite
politik yang menjauhkan diri dari massanya (Sjamsuddin, 1996: 18).
4. Demokrasi
Meskipun istilah demokrasi adalah sebuah konsep dari barat, bukan
berarti bangsa Indonesia yang merupakan masyarakat di belahan timur bumi
tidak mengenal demokrasi dalam kehidupan. Sejak berabad-abad yang lalu
masyarakat Indonesia sudah mengenal dan mempergunakan konsep
demokrasi dengan istilah lokal yang kita kenal, seperti kerakyatan,
kedaulatan rakyat, dan musyawarah yang kesemuanya mengarah kepada
konsep demokrasi (Sjamsuddin, 1996: 19).
Bisa dikatakan bila demokrasi merupakan konsep barat, namun nilainilai demokrasi itu sendiri bersifat universal. Karenanya demokrasi dapat
dengan mudah akrab dengan masyarakat manapun, termasuk bangsa
Indonesia. Meskipun kita mengetahui faktanya di masa lampau jika bangsa
Indonesia menerima penindasan politik yang mana merupakan suatu
tindakan yang tidak demokratis. Namun, bukan berarti penindasan politik
menjadi tolak ukur suatu demokrasi dalam masyarakat. lebih tepat dikatakan
bila penindassan politik merupakan usaha sebagian elite politik untuk
mematikan

demokrasi

yang

sedang

berkembang

di

masyarakat.

interpretasinya, penindasan politik merupakan bukti dihayatinya nilai-nilai
demokrasi oleh masyarakat. masyarakat memiliki kesadaran politik,

Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 19

sehingga para elite politik merasa perlu melakukan penindasan (Sjamsuddin,
1996: 20).
Bagaimanapun tanggapan setiap individu terhadap demokrasi
menghasilkan jawaban yang bervariasi. Namun, semua bentuk atau jenis
demokrasi memiliki satu kesamaan, yaitu mengatur tingkah laku hubungan
antara pihak yang memerintah dengan pihak yang diperintah, menurut
Sjamsuddin, (1996: 5).
a. Ada kondisi sosial budaya yang memungkinkan pihak yang memerintah
untuk sekedar membicarakan apa yang akan dilakukannya dengan pihak
yang diperintah.
b. Kondisi lain mengharuskan pihak yang memerintah mengajak pihak yang
diperintah untuk bersama-sama menentukan langkah-langkah yang hedak
ditempuh.
Kedua pola hubungan di atas tidak hanya mencerminkan kondisi sosialbudaya dalam masyarakat, lebih dari itu yakni menggambarkan bentukbentuk demokrasi yang berkembang dalam masyarakat. Meskipun hanya
bersifat teoritis, dalam praktek kenegaraan kita menemukan berbagai
macam bentuk antara yang mencerminkan takaran demokrasi (Sjamsuddin,
1996: 21).
5. Pembangunan Politik
Pembangunan politik merupakan usaha pemeliharaan sistem politik
itu sendiri., disebut juga stabilisasi politik. Hal ini dilakukan tidaka sekedar
karena struktur-struktur dan fungsi-fungsi dalam sistem politik dianggap
belum memadai, namun juga karena adanya kebutuhan bagi sitem politik
untuk terus beradaptasi dengan lingkungannya agar tidak bersifat kaku
sebab

masyarakat

yang

mendukungnya

selalu

mengalami

perubahan(Sjamsuddin, 1996: 24).
Ada dua sudut pandang pembangunan politik Sjamsuddin, (1996: 24).
a. Pembangunan politik mungkin berlangsung atau dilakukan dalam suatu
masyarakat yang berkembang secara normal.
Pembangunan politik menjadi bersifat penyesuaian-penyesuaian terhadap
struktur atau fungsi tertentu saja. jikapun terjadi perubahan di dalam
sistem politik hal tersebut tidak bersifat mendasar. Perubahan yang

Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 20

terjadi dalam masyarakat hanya berbentuk transformasi, yang merupakan
penyesuaian semata berguna untuk menampung aspirasi dan kegiatan
politik masyarakat.
b. Pembangunan politik yang berlangsung dalam suatu masyarakat yang
sedang mengalami situasi politik atau sosial-ekonomi yang kritis.
Pembangunan politik cenderung diisi oleh tuntutan masyarakat akan
perubahan yang mendasar dalam sistem politiknya. Hal ini disebabkan
oleh kekecewaan yang berkelanjutan dalam bidang sosial, ekonomi, dan
politik. Sehingga sistem politik tidak berdaya untuk mengatasinya. Jika
sudah demikian, maka akan terjadi krisis dalam sitem politik sampai pada
akhirnya tidak dapat menjalankan fungsinya secara utuh.
Tekanan yang besar memang tidak akan selalu meruntuhkannya, tetapi
dapat mengurangi kapabilitas sistem politik, atau minimal akan
menghambat sistem politik untuk berfungsi sebagaimana mestinya. Dan
biasanya, ketika sistem politik tidak mampu menjalankan fungsinya
secara maksimal, yang terjadi justru akan menerima tekanan yang lebih
besar sampai-sampai mempersempit ruang gerak bagi strukturstrukturnya untuk beroperasi. Jika kemudian sistem politik benar-benar
gagal meningkatkan kapasitasnya, maka kemampuan untuk memelihara
diri sendiri akan berkurang yang man memberi kesempatan bagi
pembangunan politik berskala besar yang diistilahkan dengan reformasi
politik.
Situasi di atas dapat tercermin dalam bentuk atau arah pembangunan politik
yang dilakukan pada waktu tertentu (Sjamsuddin, 1996: 25).
Pembangunan politik saling berkaitan erat dengan pembangunan
dalam

aspek-aspek

kehidupan

yang

lainnya.

Seperti

keberhasilan

pembangunan ekonomi yang akan mendorong peningkatan dalam proses
pembangunan

politik,

begitupun

sebaliknya.

Maka

perlu

adanya

keseimbangan antara pembangunan-pembangunan dalam bidang sosial,
ekonomi, dan politik. Sebab bila tidak ada keseimbangan akan berdampak
pada penekanan terhadap bidang-bidang tertentu, dimana akhirnya akan
berdampak pada sistem politik secara keseluruhan (Sjamsuddin, 1996: 27).
5. Partisipasi Politik
Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 21

Istilah “partisipasi politik” telah digunakan dalam pelbagai arti.
Huntington melalui Nasiwan (2005: 466) mendefinisikan partisipasi politik
sebagai

kegiatan

warga

negara

(private

citizen)

yang

bertujuan

mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Definisi ini
mensyaratkan bahwa yang tercakup dalam partisipasi politik adalah
kegiatan, dengan demikian orientasi-orientasi para warga negara terhadap
politik, pengetahuan tentang politik, minat terhadap politik, perasaanperasaan mengenai politik kompetisi dan keefektifan politik, persepsipersepsi tentang relevansi politik, itu seringkali juga tidak berkaitan.
Persoalan mendasar yang menjadi perhatian dalam partisipasi politik
hanyalah kegiatan politik yang dimaksudkan untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan pemerintah. Kegiatan-kegiatan yang demikian
difokuskan terhadap pejabat-pejabat umum, mereka yang pada umumnya
diakui mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan final tentang
pengalokasian nilai-nilai secara otoritatif dalam masyarakat. Sebagian besar
dari apa yang dinamakan politik, dan sebagian besar pengalokasian sumbersumber daya diantara golongan-golongan dalam masyarakat dapat
berlangsung tanpa campur tangan pemerintah. Dengan demikian maka
besarnya partisipasi politik di dalam suatu masyarakat, sampai tingkat
tertentu tergantung kepada lingkup kegiatan pemerintah di dalam
masyarakat (Huntington melalui Nasiwan, 2005: 466).

Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 22

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bangsa, secara singkat bermakna suatu kehendak untuk bersatu,
dimana sekelompok orang mau untuk bersatu dan merasa bersatu. Bangsa
Indonesia lahir dari penderitaan dan kesengsaraan rakyatnya pada masa
penjajahan oleh pihak-pihak kolonial di masa lalu. Kehendak bersatu
masayarakat Indonesia pada saat itu dilatarbelakangi keinginan besar untuk
membebaskan diri dari belenggu penjajahan memperkuat hasrat untuk
memperluas dan memperkuat persatuan, demi segera meraih kebebasan bagi
bangsa Indonesia. demikianlah proses panjang ratusan tahun akhirnya
mematangkan proses integrasi bangsa pada peristiwa Sumpah Pemuda 28
Oktober 1928. Peristiwa tersebut menjadi puncak manifestasi bangkitnya
kesadaran mewujudkan kehendak akan bersatu menjadi satu nusa, satu bangsa,
dan satu bahasa; Indonesia. Bangsa Indonesia yang terlahir dari proses
pertarungan kepentingan antara pihak terjajah melawan pihak penjajah
membentuk sifat atau watak yang sepenuhnya terbentuk oleh proses
pertarungan, atau perjuangan kepentingan masyarakat Nusantara yang terjajah
saat melawan penjajah. Karenanya sifat dan watak bangsa Indonesia
berkarakteristik anti penjajahan dalam segala bentuk. Itulah karakter
sesungguhnya bangsa Indonesia yang terbentuk dari keberadaan dirinya. Oleh
sebab itu, kita sebagai generasi penerus bangsa sudah seharusnya
mempertahankan apa yang sudah diperjuangkan oleh para pendahulu kita, yaitu
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Hal yang unik adalah, bangsa Indonesia memiliki masyarakat yang
plural atau majemuk. Masyarakat majemuk dalam perspektif ilmu politik
mengikuti didefinisikan melalui parameter keragaman kultural, aliansi etnik,
dan terorganisasi secara politik. Dimensi etniklah yang membedakan
masyarakat majemuk akibat hampir semua masyarakat memiliki keragaman
kultural. Masyarakat majemuk Indonesia tergolong pada masyarakat majemuk
dengan fragmentasi, meskipun masyarakat Jawa sering dianggap memiliki
Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 23

posisi yang sangat dominan di dalam sistem sosial dan politik Indonesia,
masyarakat majemuk Indonesia lebih tepat digolongkan ke dalam kategori
masyarakat majemuk dengan segmentasi daripasa sebagai masyarakat
majemuk dengan mayoritas dominan. Adapun semua masyarakat majemuk
memiliki kecenderungan untuk mengidap konflik kronis dalam hubungan
antarkelompok, pelaku konflik melihat sebagai all-out war, dan proses integrasi
sosial lebih banyak terjadi melalui suatu dominasi atas suatu kelompok oleh
kelompok lain. Situasi yang demikian akan kian berkembang apabila
diferensiasi sosial berdasarkan parameter struktur sosial yang satu berkembang
saling mengukuhkan dengan sentimen-sentimen yang bersumber di dalam
diferensiasi sosial berdasarkan parameter yang lain.
Sebenarnya semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika, sudah sangat
sesuai dengan keanekaragaman di Indonesia, dengan maknanya berbeda-beda
tetapi tetap satu jua. Inti semboyan tersebut adalah persatuan dalam
keanekaragaman. Bhinneka tunggal ika bermaksud menunjukkan persatuan dan
kesatuan yang timbul dari keanekaragaman. Ada kesadaran bangsa akan
keanekaragaman dalam kehidupan, namun tidaklah menjadi penghalang bagi
kita untuk bersatu padu.
Pluralitas masyarakat Indonesia melahirkan pluralisme. Pluralisme
sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam pemikiran,
suku, ras, agama, kebudayaan ataupun peradaban. Pemicu sikap ekstrem,
radikal, konflik horisontalm atau konflik atas nama agama yang terjadi di
Indonesia, memerlukan kemunculan pluralisme. Pluralisme adalah sebuah
kerangka di mana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok serta
membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi. Berbicara tentang konsep
pluralisme, sama halnya membicarakan tentang sebuah konsep “kemajemukan
atau keberagaman”, di mana pluralisme itu sendiri merupakan suatu “kondisi
masyarakat yang majemuk”. Kemajemukan di sini dapat berarti kemajemukan
dalam beragama, sosial dan budaya. Pada prinsipnya, konsep pluralisme ini
timbul setelah adanya konsep toleransi. Jadi ketika setiap individu
mengaplikasikan konsep toleransi terhadap individu lainnya maka lahirlah
pluralisme itu. Dalam konsep pluralismelah bangsa Indonesia yang beraneka
Makalah - Pendidikan Politik dan Demokrasi | 24

ragam ini mulai dari suku, agama, ras, dan golongan dapat menjadi bangsa
yang satu dan utuh.
Selanjutnya,

kemajemukan

masyarakat

Indonesia

harus

diseimbangakan dengan integrasi politik yang prinsipnya dengan kesatuan dan
persatuan bangsa hanya saja dipergunakan dipergunakan dalam bahasa politik.
Integrasi politik merupakan proses yang mengandung bobot-bobot politik dan
karenanya proses ini bersifat politik. Demikian, maka integrasi politik di satu
pihak bisa mencakup bidang vertikal, yaitu integrasi antara elite dan massa. Di
lain pihak integrasi politik dapat pula meliputi bidang horisontal, yaitu
bertujuan untuk menjembatani perbedaan-perbedaan yang didasarkan pada
aspek teritorial atau kewilayahan. Integrasi politik mencakup aspek-aspek
horisontal dan vertikal. Dari sudut horisontal dapat dikatakan bahwa sekalipun
masih terdapat kesenja