uji faktor lingkungan terhadap pertumbuh
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pertumbuhan mikroba umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan
sifat morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba selain menyediakan
nutrient yang sesuai untuk kultivasinya, juga diperlukan faktor lingkungan yang
memungkinkan pertumbuhan optimumnya. Mikroba tidak hanya bervariasi dalam
persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukkan respon yang berbeda-beda. Untuk
berhasilnya kultivasi berbagai tipe mikroba, diperlukan suatu kombinasi nutrien
serta faktor lingkungan yang sesuai. Perubahan faktor lingkungan terhadap
pertumbuhan mikroba dapat mengakibatkan terjadinya perubahan sifat morfologi
dan fisiologi. Faktor kimiawi yang mempengaruhi antara lain senyawa toksik atau
senyawa kimia lainnya. Faktor biotik mencakup adanya asosiasi atau kehidupan
bersama antara mikroorganisme, dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme,
antibiose, dan sintropisme.
1.2 Tujuan percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor
lingkungan
fisis
yang
dapat
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme; dan
2. Untuk dapat melakukan pengujian terhadap faktor lingkungan fisis
pertumbuhan mikroorganisme.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
Kehidupan bakteri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan, akan tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Bakteri dapat
mengubah pH dari medium tempat ia hidup, perubahan ini disebut perubahan
secara kimia. Adapun faktor-faktor lingkungan dapat di bagi atas faktor-faktor
biotik dan faktor-faktor abiotik. Di mana, faktor-faktor biotik terdiri atas makhlukmakhluk hidup, yaitu, mencakup adanya asosiasi atau kehidupan bersama antara
mikroorganisme, dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme, antibiose, dan
sintropisme. Sedangkan faktor-faktor abiotik terdiri atas faktor fisika (misal: suhu,
atmosfer gas, pH, tekanan osmotik, kelembaban, sinar gelombang ,dan
pengeringan) serta faktor kimia (misal: adanya senyawa toksik atau senyawa
kimia lainnya (Hadientomo, 1985).
2.1 Sterilisasi
Sterilisasi yaitu proses membunuh semua mikroorganisme termasuk spora
bakteri pada benda yang telah didekontaminasi dengan tepat. Tujuan sterilisasi
yaitu untuk memusnahkan semua bentuk kehidupan mikroorganisme patogen
termasuk spora, yang mungkin telah ada pada peralatan kedokteran dan perawatan
yang dipakai. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode sterilisasi
yaitu sifat bahan yang akan disterilkan. Metode sterilisasi antara lain :
a. Sterilisasi secara fisik
Sterilisasi secara fisik dipakai bila selama sterilisasi dengan bahan kimia
tidak akan berubah akibat temperatur tinggi atau tekanan tinggi. Cara membunuh
mikroorganisme tersebut adalah dengan panas. Panas kering membunuh bakteri
karena oksidasi komponen-komponen sel. Daya bunuh panas kering tidak sebaik
panas basah. Pemanasan basah dapat memakai Autoclave, tyndalisasi dan
pasteurisasi. Autoclave adalah alat serupa tangki minyak yang dapat diisi dengan
uap air. Tyndalisasi merupakan metode dengan mendidihkan medium dengan uap
beberapa menit saja. Pasteurisasi adalah suatu cara disinfeksi dengan pemanasan
untuk mengurangi jumlah mikrooranisme tanpa merusak fisik suatu bahan.
Pemanasan kering dapat memakai oven dan pembakaran. Selain itu dapat
dilakukan penyinaran dengan sinar gelombang pendek (Waluyo, 2005).
b. Sterilisasi secara kimia
2
Sterilisasi secara kimia dapat memakai antiseptik kimia. Pemilihan
antiseptik terutama tergantung pada kebutuhan daripada tujuan tertentu serta efek
yang dikehendaki. Perlu juga diperhatikan bahwa beberapa senyawa bersifat
iritatif, dan kepekaan kulit sangat bervariasi. Zat-zat kimia yang dapat dipakai
untuk sterilisasi antara lain halogen (senyawa klorin, yodium), alkohol, fenol,
hidrogen peroksida, zat warna ungu kristal, derivat akridin, rosalin, deterjen,
logam-logam berat, aldehida, ETO, uap formaldehid ataupun beta-propilakton
(Volk, 1993).
c. Sterilisasi secara mekanik.
Sterilisasi secara mekanik dapat dilakukan dengan penyaringan.
Penyaringan dengan mengalirkan gas atau cairan melalui suatu bahan penyaring.
Pembiakan mikroba dalam laboratorium memerlukan medium yang berisi
zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai dengan mikroorganisme. Zat
hara digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan
energi dalam metabolisme, dan pergerakan. Lazimnya, medium biakan berisi air,
sumber energi, zat hara sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen,
hidrogen, serta unsur-unsur lainnya. Dalam bahan dasar medium dapat pula
ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino, vitamin, atau nukleotida
(Lim, 1998).
2.2 Pengaruh Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan mikroba. Setiap mikroba mempunyai kisaran suhu dan suhu
optimum tertentu untuk pertumbuhannya.
Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan, mikroba dibedakan atas tiga kelompok
sebagai berikut:
Psikrofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 0 -
20°C.
Mesofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 20 -
45°C.
Termofil, yaitu mikroba yang mempunyai suhu pertumbuhannya di atas
45°C.
3
Kebanyakan mikroba perusak pangan merupakan mikroba mesofil, yaitu
tumbuh baik pada suhu ruangan atau suhu kamar. Bakteri patogen umumnya
mempunyai suhu optimum pertumbuhan sekitar 37 ℃ , yang juga adalah suhu
tubuh manusia. Oleh karena itu suhu tubuh manusia merupakan suhu yang baik
untuk pertumbuhan beberapa bakteri patogen.
Mikroba perusak dan patogen umumnya dapat tumbuh pada kisaran suhu 4
−¿
66 ℃ . Oleh karena kisaran suhu tersebut merupakan suhu yang kritis
untuk penyimpanan pangan, maka pangan tidak boleh disimpan terlalu lama pada
kisaran suhu tersebut. Pangan harus disimpan pada suhu di bawah 4 ℃
atau di
atas 66 ℃ . Pada suhu di bawah 4°C, mikroba tidak akan mati tetapi
kebanyakan mikroba akan terhambat pertumbuhannya, kecuali mikroba yang
tergolong psikrofil. Pada suhu di atas 66 ℃ , kebanyakan mikroba juga
terhambat pertumbuhannya meskipun beberapa bakteri yang tergolong termofil
mungkin tidak mati (Dwijoseputro, 2010).
2.3 Pengaruh pH
Secara alami, kebanyakan bahan makanan (daging, ikan, dan suyuran)
bersifat agak asam, sedangkan sebagian lainnya (sebagian besar buah-buahan)
cukup asam, tetapi putih telur bersifat basa. Semakin rendah nilai pH, semakin
efektif pengaruh asam organik sebagai pengawet, meskipun pertumbuhan setiap
jasad renik dalam makanan mempunyai nilai pH optimum, minimum, dan
maksimum. Meskipun demikian, pH tidak jarang berinteraksi dengan parameter
lain dalam makanan dengan menghambat pertumbuhan. pH makanan juga
berdampak terhadap kemampuan daya penghancur bakteri oleh pemanasan jika
pH rendah (diturunkan), jumlah panas yang dibutuhkan lebih sedikit daripada
jumlah jumlah panas pada makanan dengan pH yang lebih tinggi
(Mossel dkk,1995).
Medium harus mempunyai pH yang tepat, yaitu tidak terlalu asam atau
basa. Kebanyakan bakteri tidak tumbuh dalam kondisi terlalu basa, dengan
pengecualian basil kolera (Vibrio cholerae). Pada dasarnya tak satupun yang dapat
tumbuh baik pada pH lebih dari 8. Kebanyakan patogen, tumbuh paling baik pada
4
pH netral (pH 7) atau pH yang sedikit basa (pH 7,4). Beberapa bakteri tumbuh
pada pH 6 ; tidak jarang dijumpai organisme yang tumbuh baik pada pH 4 atau 5.
Sangat jarang suatu organisme dapat bertahan dengan baik pada pH 4, bakteri
autotrof tertentu merupakan pengecualian. Karena banyak bakteri menghasilkan
produk metabolisme yang bersifat asam atau basa (Volk&Wheeler,1993).
Mikroba umumnya menyukai pH netral yaitu pH 7. Beberapa bakteri
dapat hidup pada pH tinggi (medium alkalin) Apabila mikroba ditanam pada
media dengan pH 5 maka pertumbuhan didominasi oleh jamur, tetapi apabila pH
media 8 maka pertumbuhan didominasi oleh bakteri. Berdasarkan pHnya mikroba
dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu mikroba asidofil adalah kelompok mikroba
yang dapat hidup tumbuh baik pada pH 6,0 – 8,0 pada pH 2,0
−¿
5,0, mikroba
mesofil (neutrofil) adalah kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH 5,5
−¿
8,0, dan mikroba alkafil adalah kelompok mikroba yang dapat hidup pada
pH 8,4 −¿
9,5 (Brooks dkk, 1994).
2.4 Pengaruh Kadar Air
Mikroorganisme menunjukkan perbedaan yang luas dari segi tuntutan
keperluan akan kadar air . Untuk dapat membandingkan larutan dalam air dan
zat-zat padat dari segi banyaknya air yang tersedia , digunakan parameter aktivitas
air atau kelembaban relatif . Mikroorganisme sanggup tumbuh pada aktivitas air
dari 0,998 sampai 0,6 (Schlegel, 1994).
2.3 Pengaruh cahaya
Cahaya matahari terdiri dari sinar tampak dan sinar ultraviolet, namun sinar
yang dimanfaatkan secara optimal oleh mikroalga untuk proses fotosintesis.
Secara garis Buitenzorg seperti pada umumnya pertumbuhan mikroorganisme
lainnya, laju pertumbuhan tinggi yang kemudian perlahan menurun yang
disebabkan karena pertumbuhan akan memasuki fasa stasioner. Laju pertumbuhan
pada pencahayaan siklus harian menunjukkan nilai yang lebih tinggi pada awal
pertumbuhan dibandingkan dengan pencahayaan sinambung, kemudian menurun
5
drastis ketika kondisi gelap. Pencahayaan sinambung menunjukkan laju
pertumbuhan yang lebih konstan (Wijanarko, 2007).
2.6 Pengaruh Tekanan Osmosis
Pengaruh Tekanan Osmotik Terhadap Pertumbuhan Mikroba
Tekanan osmosis sangat erat hubungannya dengan kandungan air. Apabila
mikroba diletakkan pada larutan hipertonis, maka selnya akan mengalami
plasmolisis, yaitu terkelupasnya membran sitoplasma dari dinding sel akibat
mengkerutnya sitoplasma. Apabila diletakkan pada larutan hipotonis, maka sel
mikroba akan mengalami plasmoptisa, yaitu pecahnya sel karena cairan masuk ke
dalam sel, sel membengkak dan akhirnya pecah (Pratiwi, 2009).
Berdasarkan
tekanan
osmosis
yang
diperlukan
mikroba
dapat
dikelompokkan menjadi: (1) mikroba osmofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh
pada kadar gula tinggi. Contohnya adalah khamir. (2) mikroba halofil, adalah
mikroba yang dapat tumbuh pada kadar garam halogen yang tinggi. Contohnya
yaitu Halobacterium. (3) mikroba halodurik, adalah kelompok mikroba yang
dapat tahan (tidak mati) tetapi tidak dapat tumbuh pada kadar garam tinggi, kadar
garamnya dapat mencapai 30% (Hamid, 2009).
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan bahan
6
3.1.1 Alat
1. Tabung reaksi
2. Tabung durham
3. Cawan petri
4. Erlenmeyer
5. Gelas ukur
6. Pipet tetes
7. Magnetik stirer
8. Kawat oase
9. Spatula
10. Kertas sampul
11. Kapas
12. Autoclave
13. Clean bench
14. Oven
15. Kertas indikator pH
3.1.2 Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Nutrient agar
Glukosa
Nacl
pepton
Aquades
Ekstrak singkong
Ekstrak mangga
Air beras
Singkong rebus
Limbah air tahu
Ragi
Roti busuk
Ekstrak daging
3.2 Prosedur kerja
3.2.1 Sterilisasi
Sebelum melakukan sterilisasi, alat yang akan digunakan dicuci terlebih
dahulu, kemudian dikeringkan;
Alat dibungkus dengan menggunakan kertas sampul coklat. Alat seperti
erlenmeyer dan sejenisnya, permukaannya ditutup dengan menggunakan
kapas;
7
Diperiksa bagian bawah autoclave apakah berisi air atau tidak, jika air
tidak ada maka dimasukkan air ke dalam tempat air pada bagian bawah
autoclave;
Dibuka autoclave, dikeluarkan keranjang yang ada didalam autoclave,
kemudian diisi dengan alat-alat yang akan disterilisasikan.
Dimasukkan kembali keranjang tersebut ke dalam autoclave, kemudian
ditutup autoclave;
Ditekan tombol start, kemudian tunggu sampai suhu 121°C sampai
alarm berbunyi;
Setelah alarm berbunyi, ditekan tombol exhaust kemudian ditunggu
sampai suhu turun 60
Sterilisasi selesai.
–
70°C, lalu dibuka autoclave; dan
3.2.2 Pembuatan NA
Dicampurkan agar-agar 1,5 gram, NaCl 0,6 gram, glukosa 0,8 gram dan
aquades sebanyak 100 ml di dalam Erlenmeyer;
Dimasukkan magnetic stirrer ke dalam campuran tersebut;
Diletakkan di atas hot plate sampai campuran tersebut homogen; dan
Diletakkan ke dalam cawan petri dan didinginkan.
3.2.3 Pembuatan NB
Dicampurkan glukosa 0,6 gram, pepton 0,8 gram, ekstrak daging 10 ml
dan aquades sebanyak 100 ml di dalam erlenmeyer; dan
Diaduk hingga homogen.
3.2.4 Pembuatan Media Kaldu Glukosa
Di campurkan glukosa 0,3 gram, NaCl 0,5 gram, dan aquades sebanyak
10 ml di dalam erlenmeyer; dan
Diaduk hingga homogen.
3.2.5 Uji pengaruh suhu
Disiapkan 4 tabung reaksi yang dilengkapi dengan tabung durham yang
telah diberi tanda A, B, C, dan D;
8
Dimasukkan media kaldu glukosa ke dalam tabung reaksi A dan B, dan
ekstrak mangga ke dalam tabung reaksi C dan D yang dilengkapi tabung
durham sebanyak ¾ tabung reaksi;
Dimasukkan sampel limbah air tahu ke dalam masing-masing tabung
reaksi sebanyak 10 ml;
Diinkubasikan pada suhu 30°C di clean bench, dan 60°C di oven; dan
Diamati perumbuhan bakteri setelah 24 −¿ 48 jam.
3.2.6 Uji pengaruh pH
Disiapkan 3 tabung reaksi yang dilengkapi dengan tabung durham;
Dimasukkan ekstrak mangga, ekstrak singkong, dan air beras ke dalam
masing-masing tabung reaksi yang dilengkapi tabung durham sebanyak
¾ tabung reaksi, kemudian diukur pH;
Dimasukkan sampel limbah air tahu ke dalam masing-masing tabung
reaksi sebanyak 10 ml;
Dimasukkan ke dalam clean bench; dan
Diamati pertumbuhan bakteri setelah 24 – 48 jam.
3.2.7 Uji pengaruh kadar air
Dimasukkan media singkong rebus ke dalam masing-masing 6 cawan
petri. Diberi kode A, B, C, D, E, dan F;
Cawan petri A dan B diperlakukan dalam keadaan kering, cawan petri C
dan D diberi air sampai lembab, cawan petri E dan F diberi air sampai
basah pada masing-masing media;
Aspergillus yang diambil dari roti busuk yang telah dilarutkan dengan
aquades dimasukkan ke dalam cawan petri A, C dan E, dan
Sacharomices Cereviceae yang di ambil dari ragi yang telah dilarutkan
dengan aquades dimasukkan ke dalam cawan petri B, D dan F;
Dimasukkan ke dalam clean bench; dan
Diamati pertumbuhan bakteri setelah 24 – 72 jam.
3.2.8 Uji pengaruh cahaya
Disiapkan 3 cawan petri yang telah berisi NA;
Digoresi permukaan NA;
9
Sacharomyces cerevisiae yang diambil dari ragi yang telah dilarutkan
dengan aquades dimasukkan ke dalam masing-masing cawan petri;
Diberi penyinaran dengan menggunakan sinar matahari selama 5, 15, dan
35 menit;
Dimasukkan ke dalam clean bench; dan
Diamati pertumbuhan mikroorganisme setelah 24 – 48 jam
3.2.9 Uji pengaruh tekanan osmosis
Disiapkan 4 tabung reaksi tanpa tabung durham yang telah diberi tanda
A, B, C, dan D;
Dimasukkan NB ke dalam masing-masing tabung reaksi sebanyak ¾
tabung reaksi;
Dimasukkan sukrosa dengan konsentrasi 10% ke dalam tabung reaksi A
dan C, dan konsentrasi 20% ke dalam tabung reaksi B dan D;
Dimasukkan suspensi Sacharomices Cereviceae ke dalam tabung reaksi
A dan B, dan Aspergillus ke dalam tabung reaksi C dan D;
Dimasukkan ke dalam clean bench; dan
Diamati pertumbuhan mikroorganisme setelah 24 – 72 jam.
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan adalah penambahan secara teratur semua komponen sel
suatu jasad. Pembelahan sel adalah hasil dari pertumbuhan sel. Pada jasas tunggal
(uniseluler), pertumbuhan atau pembiakan sel adalah pertambahan jumlah
individunya. Tapi hanya merupakan pertumbuhan jaringan atau bertambahn besar
jasadnya. Dalam membahas pertumbuhan mikroba harus dibedakan antara
pertumbuhan individu dan pertumbuhan populasi (Suhrjono, 2006).
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba
meliputi suhu, pH, kadar air ,cahaya, dan tekanan osmosis.
4.1. Pengujian Pengaruh Suhu
Suhu optimum merupakan suhu pada saat pertumbuhan terbaik
mikroorganisme. Pada suhu yang sangat tinggi akan terjadi denaturasi protein,
sedangkan pada suhu yang sangat rendah aktifitas pada enzim akan berhenti
(Tortora, 2001).
Diatas maksimum pertumbuhan, kecepatan pertumbuhan akan menurun,
sehingga meningkatkan peningkatan dalam kecepatan kematian sel. Kecepatan
kematian sel sangat dipengaruhi oleh suhu (Abubakar, 1994).
11
Pada pengujian ini digunakan dua sampel media cair, yaitu media kaldu
glukosa dan ekstrak mangga dengan penambahan bekteri E. Coli dari limbah tahu.
Media kaldu glukosa terbuat dari glukosa sebanyak 0,3 gram, NaCl 0,5 gram, dan
aquades 10 ml. Limbah tahu yang mengandung bakteri E. Coli dimasukkan ke
dalam tadung reaksi yang masing-masing berisi sampel media yang didalamnya
telah terdapat tabung durham. Kemudian diinkubasikan pada suhu 30 ℃
di dalam clean bench, dan pada suhu 60 ℃
selama 24 −¿
yaitu
di dalam oven, kemudian diamati
48 jam.
(a)
(b)
Gambae 4.1 Perubahan yang terjadi pada sample media kaldu glukosa dengan
penambahan bakteri E. Coli dari limbah tahu pada suhu 30
℃( a) dan suhu 60 ℃ (b) setelah 24 jam.
(a)
12
(b)
Gambar 4.2 Perubahan yang terjadi pada sampel media ekstrak mangga dengan
penambahan bakteri E. Coli dari limbah tahu pada suhu 30 ℃
(a) dan suhu 60 ℃ (b) setelah 48 jam.
Pada suhu 30 ℃ , media glukosa yang telah ditambahkan E. Coli dari
limbah tahu, terlihat adanya gelembung udara pada tabung durham yang
menunjukkan adanya pertumbuhan bekteri.
Pada suhu 60 ℃ juga terlihat gelembung-gelembung udara pada tabung
durham, akan tetapi tidak mengalami pertambahan seperti pada suhu 30 ℃ .
Walaupun demikian, hal ini juga menandakan bahwa pada suhu 60 ℃
bakteri
masih dapat tumbuh.
Hal yang sama juga terjadi pada medium ekstrak mangga, dimana pada
suhu 30 ℃
bakteri masih memungkinkan untuk tumbuh, yang ditandai dengan
adanya gelembung udara pada tabung durham. Sedangkan pada suhu 60 ℃ ,
pada tabung durham tidak terdapat gelembung udara yang menampakkan bahwa
bakteri tidak dapat tumbuh.
4.2. Pengujian Pengaruh pH
Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH sebesar 3
−¿
4. Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum sekitar pH 6,5
Dibawah pH 4
−¿
7,5.
−¿ 5 dan diatas 8,5 tidak dapat tumbuh dengan baik. Nilai pH
untuk pertumbuhan mikroba mempunyai hubungan dengan suhu pertumbuhan.
Jika suhu naik, pH optimum untuk pertumbuhan juga naik (Abubakar,1994).
Pada percobaan ini digunakan tiga medium pertumbuhan, yaitu ekstrak
mangga, ekstrak singkong, dan air beras. Setelah diukur kadar pH masing-masing
medium menggunakan kertas indikator universal pH didapatkan ekstrak mangga
dengan pH 4, ekstrak singkong dengan pH 5 dan air beras dengan pH 6,5.
Kemudian masing-masing pH dimasukkan kedalam tabung reaksi yang
didalamnya telah terdapat tabung durham, dan diinokulasikan dengan bakteri E.
coli yang diperoleh dari air limbah tahu. Kemudian diinkubasikan dalam clean
bench selama 24 −¿
13
48 jam.
(a)
(b)
(C)
Gambar 4.3 Perubahan yanga terjadi pada sampel media ekstrak mangga pada pH
4 (a), ekstrak singkong pada pH (b), dan air beras pada pH 6,5 (c)
dengan penambahan bakteri E. Coli dari limbah tahu setelah 48 jam.
Dari hasil pengamatan, E. Coli sedikit tumbuh pada pH 4, ditandai dengan
gelembung udara yang sedikit pada tabung durham. Pada pH 5 lebih banyak
gelembung udara dibandingkan pada pH 4. Pada pH 6,5 bakteri E Coli dapat
tumbuh dengan baik. Ditandai dengan gelembung udara lebih banyak dari pada
pH 4 dan 5. Hal ini dikarenakan bakteri mempunyai pH optimum untuk tumbuh
yaitu pada pH 6,5
−¿
7,5. Sedangkan pada pH 3
−¿
4 bakteri juga bisa
tumbuh namun tidak secara optimal.
4.3 Pengujian Pengaruh Kadar Air
Mikroorganisme mempunyai kelembaban optimum. Pada umumna untuk
pertumbuhan ragi dan bakteri juga diperlukan kelembaban yang sangat tinggi
sekitar 85 %. Sedangkan untuk jamur dan aktinomiset diperlikan kelembaban
yang rendah dibawah 80 % (Suriawiria, 2003).
Pada percobaan ini menggunakan singkong yang sudah di rebus sebagai
mediumnya. Kemudian singkong tersebut diletakkan pada 6 cawan petri yang
telah diberi tanda A, B, C, D, E, dan, F. Pada cawan perti A dan B, singkong tidak
diberi air. Cawan patri C dan D singkong diberi air hingga cukup membasahi
singkong. Dan pada cawan petri E dan F singkong diberi air hingga menggenangi
permukaan singkong. Lalu pda cawan petri A, C, dan E diinokulasikan suspensi
jamur Sacharomices Cereverceae dipermukan singkong. Sedangkan pada cawan
petri B, D, dan F diinokulasikan suspensi Aspergillus dipermukaan singkong.
Kemudian diinokolasikan pada suhu ruangan di dalam clean bench.
14
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.4 Perubahan yang terjadi pada sampel medium singkong rebus dalam
keadaan kering (a), lembab (b), dan basah (c) dengam penambahan
Aspergillus dari roti setelah 72 jam.
Gambae 4.5 Perubahan yang terjadi pada sampel media singkong rebus dalam
keadaan kering (a), lembab (b), dan basah (c) dengan penambahan
Sacharonices Cereviceae setelah 72 jam.
Pada hasil pengamatan, perubahan yang terjadi pada sampel medium
singkong rebus dengan menambahan jamur Aspergillus dari roti setelah 72 jam,
yaitu pada keadaan kering jamur tidak bertambah. Setelah pada keadaan lembab
jamur tumbuh lebih banyak dan semakin bertambah. Pada keadaan basah jamur
hanya dapat bertambah sedikit dan ada gelembung.
Sedangkan pada medium singkong rebus dangan penambahan ragi
(Sacharomices Cereviceae) setelah 72 jam pada keadaan kering hanya ditumbuhi
sedikit sekali jamur yang ditandai dengan bercak kuning. Sementara pada keadaan
lembab jamur tumbuh lebih banyak dan sedikit lendir. Dan pada keadaan basah
bercak putih bertambah, disertai lendir dan gelembung.
15
Dari hasil pengamatan, singkong dengan kadar air lembab sangat cocok
untuk pertumbuhan jamur. Kelembaan ragi dan Aspergillus yaitu dibawah 80%
kadar airnya.
4.4. Penguian Pengaruh Cahaya
Umumnya cahaya, mempunyai daya merusak pada sel mikroorganisme
yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis. Sedangkan cahaya dengan gelombang
pendek dapat berpengaruh pada jasad hidup. Sinar gelombang panjang juga
mempunyai daya foto dinamik dan daya biofilik, misalnya cahaya matahari
(Suriawiria, 2003).
Percobaan ini dilakukan dengan terlebih dahulu membuat mediun NA
(Nutrien agar) yaitu yang terbuat dari 1,5 gram nurtien agar, 0,6 gram NaCl, 0,8
gram glukosa, dan 100 ml aquades. Setelah medium NA mengeras, medium
digores secara zigzag dangan mengunakan kawat oase yang telah dibakar agar
steril. Pada semua medium NA diberi ragi dan disertai dengan A, B, dan C. Cawan
petri A diberi sinar selama 5 menit, cawan petri B diberi sinar selama 15 menit,
dan cawan petri C diberi penyinaran selama 35 menit. Kemudian diamati selama
24 −¿
48 jam.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.6 Perubahan yang terjadi pada sampel media NA dengan penambahan
jamur Sacharomices Cereviceae dari ragi pada penyinaran 5 menit
(a), 15 menit (b) dan 35 menit (c) setelah 48 jam.
Setelah 48 jam pada cawan petri yang diberi penyinaran selama 5 menit,
jamur dapat tumbuh dengan baik dibandingkan penyinaran 15 dan 35 menit. Hal
ini ditandai dengan medium yang semakin lama semakin menyusut dan garis
16
zigzagnya semakin merenggang. Sedangkan pada medium yang diberi penyinaran
selama 15 menit, medium hanya menyusut sedikit dan garis zigzag hanya sedikit
merenggang. Hal ini menandakan bahwa jamur hanya dapat tumbuh sedikit. Pada
medium yang diberi penyinaran 35 menit tidak dapat tumbuh dengan baik.
4.5. Pengujian Pengaruh Tekanan Osmosis
Osmotik adalah difusi air ke dalam larutan yang lebih pekat. Biasanya
sitoplasma sel bakteri lebih pekat daripada lingkungannya (sitoplasma memiliki
nilai potensial lebih negatif), sehingga proses osmosis (masuknya air ke dalam
sel) terjadi pada bakteri tersebut. Karena air masuk ke dalam sel, maka terjadi
tekanan pada dinding sel oleh air. Tekaman itu disebut tekanan tugor
(purwoko, 2007).
Pada umumnya larutan hipertonis menghambat pertumbuhan karena
menyababkan plasmilisis. Beberapa mikroorganisme dapat menyesuaikan diri
terhadap kadar garam sampai 30%. Golongan ini bersifat halodurik
(Suriawiria, 2003).
Pada percobaan ini, langkah awal yang dilakukan yaitu dengan membuat
NB yang terdiri dari ekstrak daging 10 ml, pepton 0,8 gram, glukosa 0,6 gram,
dan aquadas 100 ml. Kemudian bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam
erlenmayer, lalu diaduk menggunakan magnetik stirer hingga larutan menjadi
homogen, setelah itu NB dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian sukrosa
yang memiliki konsentrasi yang berbeda-beda dimasukkan ke dalam masingmasing tabung reaksi yaitu dengan konsentasi 10% dan 20%. Kemudian
ditambahkan suspensi ragi ke dalam tabung reaksi. Hal yang sama juga dilakukan
pada media NB dengan penambahan suspensi aspergillus selama 72 jam.
17
(a)
(b)
Gambar 4.7 Perubahan yang terjadi pada sampel media NB dengan konsentrasi
sukrosa 10% (a) dan 20% (b) dengan pemambahan Sacharomices
Cereviceae dari ragi setelah 72 jam.
(a)
(b)
Gambar 4.8 Perubahan yang terjadi pada sampel media NB yang konsentrasi
sukrosa 10%
(a) dan konsentrasi 20% (b) dengan penambahan
Aspergillus dari roti setelah 72 jam.
Pada pengaruh tekanan osmosis ini, perubahan yang terjadi setelah 72 jam
adalah sampel media NB yang diberi penambahan Sacharomices cereviceae
dengan konsentrasi sukrosa 10% timbul bercak putih lebih banyak, ragi
mengandap dan medium berubah warna. Sedangkan pada medium NB dengan
konsentrasi sukrosa 20% timbul bercak putih yang semakin banyak, ada endapan,
dan medium berwarna keruh.
18
Pada sampel medium NB yang diberi penambahan bakteri Aspergillus
dengan konsentrasi sukrosa 10%, terjadi endapan, bercak lebih banyak, dan
medium lebih keruh dari sebelumnya. Sedangkan pada medium NB dengan
konsentrsi sukrosa 20% terjadi endapan, medium semakin keruh, dan ada bercak
putih di permukaan.
Sampel media NB dengan konsentrasi sukrosa 10% bersifat hipertonis,
sedangkan sampel medium NB dengan konsentrasi sukrosa 20% bersifat isotonis.
Jamur dapat tumbuh dengan baik pada kondisi medium yang isotonis karena sel
jamur berada pada tingkat tekanan osmosis yang sesuai dengan proses osmosis
yang terjadi seimbang. Sebaiknya medium hipertonis akan menyebabkan sel
membengkak dan mengakibatkan rusaknya sel.
Ragi (Sacharomices Cereviceae) dapat menyesuaikan diri terhadap kadar
gula yang tinggi (osmosis), sehingga walaupun pada medium dengan konsentrasi
sukrosa 20% Sacharomices Cereviceae masih dapat tumbuh dengan baik
dibandingkan dengan Aspergillus.
19
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa:
1. Faktor lingkungan fisis yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
adalan suhu, pH, kadar air, cahaya, dan tekanan osmosis.
2. Bakteri E. Coli tumbuh dengan baik pada suhu 30 ℃ dan tidak tumbuh
pada suhu 60 ℃ , termasuk ke dalam golongan bekteri mesofit.
3. Mikroba dalam hal ini, E. Coli tidak dapat hidup pada suhu yang tinggi
seperti pada suhu 60 ℃ , namun akan tumbuh optimum pada suhu 30
℃ .
4. Bakteri E. Coli dapat tumbuh pada kisaran pH 6,0
−¿
8,0 , termasuk
kedalam golongan bakteti neutrofil.
5. Air sangat penting untuk kehidupan mikroorganisme sebagai sumber
oksigen untuk bahan organik sel pada respirasi mikroba lebih dominan
tumbuh dalam keadaan medium yang lebih lembab.
6. Pada pengaruh cahaya mikroba banyak tumbuh pada cawan petri yang
diberi sedikit penyinaran yaitu 5 menit dibandingkan 15 menit dan 35
menit.
7. Pada tekanan osmosis, mikroba tumbuh dengan baik pada medium dengan
konsentrasi sukrosa 20% (medium isotonis).
20
DAFTAR PUSTAKA
AR, Abubakar. 1994. Mikrobiologi Teknik. Unsyiah: Banda Aceh.
Brooks, dkk., 1994. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 2 .EGC, Jakarta
Dwijoseputro. 1995. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Hadioetomo, R.S. 1985. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek.. PT.Gramedia. Jakarta.
Hamid, Z. 2009. Nutrisi Mikroba, Sebuah Esensi Dasar Untuk Kehidupan
Mikroba.
http://zaifbio.wordpress.com./2009/01/31/nutrisi-mikroba,
sebuah-esensi-dasar-untuk-kehidupan-mikroba/. Diakses pada tanggal
(27-03-2011).
http://blog.unila.ac.id/wasetiawan/files/2009/07/kultivasi-reproduksi-dan
pertumbuhan bakteri. pdfSetiawan. Diakses pada tanggal (28-03-2011).
Lim, D. 1998. Microbiology 2nd Edition. McGraw Hill. United of States America.
Pratiwi, A. 2009. Pengaruh Faktor Fisika Dan Kimia Terhadap Mikroba Laut
http://www.scribd.com/doc/50076130/Pengaruh-faktor-fisika-dankimia-terhadap-mikroba-laut. Diakses pada tanggal (27-03-2011).
Purwoko, Tjahjadi. 2007. Fisiolagi Mikroba. PT. Umi Aksara : Jakarta.
Schlegel, H. 1994. Mikrobiologi Umum Edisi Keenam. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
21
Suriwiria, Unus. 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar Pengolahan Buagan
Secara biologi. PT. Alimni :Bandung.
Tortora Gj Funke Br, Case Cl. 2001. Mikrobiologi : an Introduktion 7 th edition.
Addison Wesley. Inc : California.
Volk &Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiyah Malang
Prees. Malang.
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN
A.1 Uji Pengaruh Suhu
Tabel A.1 Perubahan yang terjadi pada sampel media glukosa dengan
penambahan bakteri E. Coli dari limbah tahu setelah 48 jam.
Suhu
NO.
1
2
Waktu (jam)
(
℃
)
30
60
24
Timbul gelembung udara
timbul gelembung udara
48
gelembung udara bertambah
gelembung udara tidak bertambah
Tabel 1.2 Perubahan yang terjadi pada media ektrak mangga dengan penambahan
E. Coli dari limbah tahu setelah 48 jam.
Suh
NO.
1
2
Waktu(jam)
u(
℃
)
30
60
24
Timbul gelembng udara
tidak timbul gelembng udara
A.2 Pengujian Pengaruh pH
22
48
gelembung udara bertambah
tidak timbul gelembung udara
Tabel A.3 Perubahan yang terjadi pada media ektrak mangga, ektrek singkong,
dan air beras dengan penambahan bakteri E. Coli dari limbah tahu
setelah 48 jam.
NO. Medium
1
2
pH
Waktu (jam)
24
48
gelembung udara
ekstrak
mangga
ekstrak
4
sedikit gelembung udara
lebih banyak gelembung
bertambah
gelembung udara
singkong 5
udara
lebih banyak gelembung
bertambah
gelembung udara
3
air beras 7
udara
A.3 Pengujian Pengaruh Kadar Air
bertambah
Tabel A.4 Perubahan yang terjadi pada smpel media singkong rebus dengan
penambahan jamur Aspergillus dari roti setelah 72 jam.
NO.
keadaan
Waktu (jam)
medium
48
jamur berwarna
72
jamur berwarna
1
kering
24
jamur berwarna
2
lembab
hijau
dan
jamurpudar
berwarna
hijau
dan
jamurpudar
berwarna
hijau
tidak
jamurdan
bertambah
3
basah
hijau pudar
dan
jamur
berwarna
hijau dan
jamur
berwarna
banyakjamur
dari hijau
warna
hijau lumut pudar
hijau pudardan
pudar dan
Tabel A.5. Perubahan yang terjadi pada sampel media singkong rebus dengan
penambahan jamur Sacharumices cereviceae dari ragi setelah 72 jam.
keadaan Waktu (jam)
NO. mediu
m
1
kering
24
jamur mulai
2
lembab
tumbuh
jamur lebih
bertambah
jamur lebih
bertambah
jamur berwarna
3
basah
banyak
tumbuh dari
jamur
banyak
dari
jamur sedikit
kuning
gelab,
warna jamur
dan sedikit
bertambah dan
kuning pudar,
A.4 Pengujian Pengaruh Cahaya
23
48
jamur tidak
72
jamur tidak
Tabel A.6. Perubahan yang terjadi pada sampel media NA dengan penambahan
jamur Sacharonices Cerevirceae dari ragi setelah 48 jam.
Lama
NO.
penyinaran
(menit)
1
2
3
5
15
35
Waktu
(jam)
perubahan yang terjadi
24
permukaan medium licin, medium mulai
48
menyusut,
tubuhlicin,
jamur
permukaandan
mediun
medium semakin
24
menyusut, dan
jamurlicin,
mulai
banyaksemakin
permukaan
mediun
medium
48
menyusut,
tumbuh
jamur
permukaandan
medium
licin,
medium mengeras,
24
dan hanya sedikit
menyusut
permukaan
medium
licin, medium mengeras,
48
dan
mediummedium
mulai menyusut
permukaan
licin, medium mengeras,
dan sangat sedikit menyusut
A.5 Pengujian Pengaruh Tekanan Osmotik
Tabel A.7. Perubahan yang terjadi pada sampel media NB dengan penambahan
Sacharonices Cereverceae dari ragi setelah 72 jam
NO.
1
Konsentras
i (%)
10
Waktu jam)
24
tumbuh
jamur timbul
dan
jamur
di permukaan
2
20
dan ragi
mulai
mengedap
48
jamur lebih
72
jamur lebih banyak
banyak
jamur lebih
dari sebelumnya,
jamur
lebih banyak
banyak
dipermukaan dan
ragi mengendap
dari sebelumnya,
ragi mengendap,
dan medium
berwarna keruh
Tabel A.8. Perubahan yang terjadi pada sampel media NB dengan penambahan
Aspergillus dari roti setelah 72 jam.
Konsemtrasi
1
10
Waktu (jam)
24
tumbuh
2
20
sedikit
sedikit jamur,
jamur,
banyak
dari
jamur lebih
dari
sebelumnya,
jamur
lebih banyak
ada endapan,
banyak.
dari sebelumnya,
NO.
24
(%)
48
endapam lebih
72
jamur lebih banyak
dan medium
keruh
endapan lebih
ragi mengendap, dan
banyak, dan
medium semakin
medium keruh
keruh
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN DATA
Rumus menghitung konsentrasi :
m
mr
M =
x
1
V
Keterangan :
M : molaritas (mol/liter)
m : massa (gram)
Mr : massa molekul relatif (gram/mol)
V : volume (liter)
B.1 Perhitungan massa sukrosa (C12 H24 O11) dengan konsentrasi 10% dalam 10 ml
aquades, Mr C12 H24 O11 ¿ 343
M=
10
100
25
m
mr
x
1
V
=
m
343
x
1
0,01l
1
10
m
343
=
M = 0,343 gram
B.2 Perhitungan massa sukrasa (C12 H24 O11) dengan konsentrasi 20% dalam 1oml
aquades, Mr C12 H24 O11 ¿ 343
m
mr
x
1
V
20
100
=
m
343
x
2
10
=
m
343
M=
1
0,01l
M = 0,68 gram
LAMPIRAN C
GAMBAR
C.1 Uji Pengaruh Suhu
(a)
(b)
Gambar C.1 Pertumbuhan E. Coli padamedia kaldu glukosa (a) dan ekstrak
mangga (b) suhu 30 ℃ dan 60 ℃ pada waktu 0 jam.
26
(a)
(b)
Gambar C.2 Pertumbuhan E. Coli pada media kaldu glulosa (a) dan ekstrak
mangga (b) suhu 30 ℃ dan 60 ℃ setelah 24 jam.
(a)
(b)
Gambar C.3 Pertumbuhan E. Coli pada media kaldu glukosa (a) dan ekstrak
mangga (b) suhu 30 ℃ dan 60 ℃ setelah 48 jam.
C.2 Pengujian Pengaruh pH
27
Gambar C.4 Pertumbuhan E. Coli yang terjadi pada media ekstrak mangga pH 4
setelah 0, 24, dan 48 jam.
Gambar C.5 Pertumbuhan E. Coli pada medium ekstrak singkong pH 5 setelah 0,
24, dan 72 jam.
Gambar C.6 Pertumbuhan E. Coli pada medium air beras pH setelah 0, 24, dam
48 jam.
C.3 Pengujian Pengaruh Kadar Air
28
Gambar C.7 Pertumbuhan Aspergillus pada medium singkong rebus dengan kadar
air (kering, lembab, dam basah) pada saat 0 jam.
Gambar C.8
Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada medium singkong
rebus dengan kadar air (kering , lembab, dan basah) pada saat 0
jam.
Gambar C.9 Pertumbuhan Aspergillus pada medium singkong redus dengan kadar
air (kering, lembab, dan basah) setelah 24 jam.
Gambar C.10 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada mediun singkong
rebus dengan kadar air (kering, lembab, dan basah) setelah 24
jam.
29
Gambar C.11 Pertumbuhan Apergillus pada medium singkong rebus dengan kadar
air (kering, lembab, dan basah) setelah 48 jam.
Gambar C.12 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada medium singkong
rebus dengan kadar (air kering, lembab, dan basah) setelah 48
jam.
Gambar C.13 Pertumbuhan Aspergillus pada medium singkong rebus dengan
kadar air (kering, lembab, dan basah) setelah 72 jam.
30
Gambar C. 14 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada media singkong rebus
dengan kadar air (kering, lembab, dan basah) setelah 72 jam.
C.4 Pengujian Pengaruh Cahaya
Gambar C.15 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada medium NA dengan
penyinaran 5, 15, dan 35 menit pada saat 0 jam.
Gambar C.16 Pertumbuhan Sacharomices cereviceae pada medium NA dengan
penyinaran 5, 15, dan 35 menit setelah 48 jam.
31
Gambar C. 17 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada medium NA dengan
penyinaran 5, 15, dan 35 menit setelah 48 jam.
C.5 Pengujian Pengaruh Tekanan Osmosis
Gambar C.18 Pertumbuhan Aspergillus pada NB dengan konsentrasi sukrosa
10% dan 20% pada saat 0 jam.
32
Gambar C.19 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada NB dengan
konsentrasi sukrosa 10% dan 20% pada saat 0 jam.
Gambar C.20 Pertumbuhan Aspergillus pada NB dengan konsentrasi sukrosa
10% dan 20% setelah 24 jam.
Gambar C.21 Pertumbuhan Aspergillus pada NB dangan konsentrasi sukrosa
10% dan 20% setelah 24 jam.
33
Gambar C.22 Pertumbuhan Aspergillus pada medium NB dengan konsentrasi
sukrosa 10% dan 20% setelah 48 jam.
Gambar C.23 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada NB dengan
konsentrasi 10% dan 20% setelah 48 jam.
Gambar C.24 Pertumbuhan Aspergillus pada NB dengan konsentrasi sukrosa
10% dan 20% Setelah 72 jam.
34
Gambar C.25 Pertumbuhan Sacharomices Sereviceae pada NB dengan konsentrasi
sukrosa 10% dan 20% setelah 72 jam.
35
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pertumbuhan mikroba umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan
sifat morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba selain menyediakan
nutrient yang sesuai untuk kultivasinya, juga diperlukan faktor lingkungan yang
memungkinkan pertumbuhan optimumnya. Mikroba tidak hanya bervariasi dalam
persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukkan respon yang berbeda-beda. Untuk
berhasilnya kultivasi berbagai tipe mikroba, diperlukan suatu kombinasi nutrien
serta faktor lingkungan yang sesuai. Perubahan faktor lingkungan terhadap
pertumbuhan mikroba dapat mengakibatkan terjadinya perubahan sifat morfologi
dan fisiologi. Faktor kimiawi yang mempengaruhi antara lain senyawa toksik atau
senyawa kimia lainnya. Faktor biotik mencakup adanya asosiasi atau kehidupan
bersama antara mikroorganisme, dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme,
antibiose, dan sintropisme.
1.2 Tujuan percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor
lingkungan
fisis
yang
dapat
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme; dan
2. Untuk dapat melakukan pengujian terhadap faktor lingkungan fisis
pertumbuhan mikroorganisme.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
Kehidupan bakteri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan, akan tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Bakteri dapat
mengubah pH dari medium tempat ia hidup, perubahan ini disebut perubahan
secara kimia. Adapun faktor-faktor lingkungan dapat di bagi atas faktor-faktor
biotik dan faktor-faktor abiotik. Di mana, faktor-faktor biotik terdiri atas makhlukmakhluk hidup, yaitu, mencakup adanya asosiasi atau kehidupan bersama antara
mikroorganisme, dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme, antibiose, dan
sintropisme. Sedangkan faktor-faktor abiotik terdiri atas faktor fisika (misal: suhu,
atmosfer gas, pH, tekanan osmotik, kelembaban, sinar gelombang ,dan
pengeringan) serta faktor kimia (misal: adanya senyawa toksik atau senyawa
kimia lainnya (Hadientomo, 1985).
2.1 Sterilisasi
Sterilisasi yaitu proses membunuh semua mikroorganisme termasuk spora
bakteri pada benda yang telah didekontaminasi dengan tepat. Tujuan sterilisasi
yaitu untuk memusnahkan semua bentuk kehidupan mikroorganisme patogen
termasuk spora, yang mungkin telah ada pada peralatan kedokteran dan perawatan
yang dipakai. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode sterilisasi
yaitu sifat bahan yang akan disterilkan. Metode sterilisasi antara lain :
a. Sterilisasi secara fisik
Sterilisasi secara fisik dipakai bila selama sterilisasi dengan bahan kimia
tidak akan berubah akibat temperatur tinggi atau tekanan tinggi. Cara membunuh
mikroorganisme tersebut adalah dengan panas. Panas kering membunuh bakteri
karena oksidasi komponen-komponen sel. Daya bunuh panas kering tidak sebaik
panas basah. Pemanasan basah dapat memakai Autoclave, tyndalisasi dan
pasteurisasi. Autoclave adalah alat serupa tangki minyak yang dapat diisi dengan
uap air. Tyndalisasi merupakan metode dengan mendidihkan medium dengan uap
beberapa menit saja. Pasteurisasi adalah suatu cara disinfeksi dengan pemanasan
untuk mengurangi jumlah mikrooranisme tanpa merusak fisik suatu bahan.
Pemanasan kering dapat memakai oven dan pembakaran. Selain itu dapat
dilakukan penyinaran dengan sinar gelombang pendek (Waluyo, 2005).
b. Sterilisasi secara kimia
2
Sterilisasi secara kimia dapat memakai antiseptik kimia. Pemilihan
antiseptik terutama tergantung pada kebutuhan daripada tujuan tertentu serta efek
yang dikehendaki. Perlu juga diperhatikan bahwa beberapa senyawa bersifat
iritatif, dan kepekaan kulit sangat bervariasi. Zat-zat kimia yang dapat dipakai
untuk sterilisasi antara lain halogen (senyawa klorin, yodium), alkohol, fenol,
hidrogen peroksida, zat warna ungu kristal, derivat akridin, rosalin, deterjen,
logam-logam berat, aldehida, ETO, uap formaldehid ataupun beta-propilakton
(Volk, 1993).
c. Sterilisasi secara mekanik.
Sterilisasi secara mekanik dapat dilakukan dengan penyaringan.
Penyaringan dengan mengalirkan gas atau cairan melalui suatu bahan penyaring.
Pembiakan mikroba dalam laboratorium memerlukan medium yang berisi
zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai dengan mikroorganisme. Zat
hara digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan
energi dalam metabolisme, dan pergerakan. Lazimnya, medium biakan berisi air,
sumber energi, zat hara sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen,
hidrogen, serta unsur-unsur lainnya. Dalam bahan dasar medium dapat pula
ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino, vitamin, atau nukleotida
(Lim, 1998).
2.2 Pengaruh Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan mikroba. Setiap mikroba mempunyai kisaran suhu dan suhu
optimum tertentu untuk pertumbuhannya.
Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan, mikroba dibedakan atas tiga kelompok
sebagai berikut:
Psikrofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 0 -
20°C.
Mesofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 20 -
45°C.
Termofil, yaitu mikroba yang mempunyai suhu pertumbuhannya di atas
45°C.
3
Kebanyakan mikroba perusak pangan merupakan mikroba mesofil, yaitu
tumbuh baik pada suhu ruangan atau suhu kamar. Bakteri patogen umumnya
mempunyai suhu optimum pertumbuhan sekitar 37 ℃ , yang juga adalah suhu
tubuh manusia. Oleh karena itu suhu tubuh manusia merupakan suhu yang baik
untuk pertumbuhan beberapa bakteri patogen.
Mikroba perusak dan patogen umumnya dapat tumbuh pada kisaran suhu 4
−¿
66 ℃ . Oleh karena kisaran suhu tersebut merupakan suhu yang kritis
untuk penyimpanan pangan, maka pangan tidak boleh disimpan terlalu lama pada
kisaran suhu tersebut. Pangan harus disimpan pada suhu di bawah 4 ℃
atau di
atas 66 ℃ . Pada suhu di bawah 4°C, mikroba tidak akan mati tetapi
kebanyakan mikroba akan terhambat pertumbuhannya, kecuali mikroba yang
tergolong psikrofil. Pada suhu di atas 66 ℃ , kebanyakan mikroba juga
terhambat pertumbuhannya meskipun beberapa bakteri yang tergolong termofil
mungkin tidak mati (Dwijoseputro, 2010).
2.3 Pengaruh pH
Secara alami, kebanyakan bahan makanan (daging, ikan, dan suyuran)
bersifat agak asam, sedangkan sebagian lainnya (sebagian besar buah-buahan)
cukup asam, tetapi putih telur bersifat basa. Semakin rendah nilai pH, semakin
efektif pengaruh asam organik sebagai pengawet, meskipun pertumbuhan setiap
jasad renik dalam makanan mempunyai nilai pH optimum, minimum, dan
maksimum. Meskipun demikian, pH tidak jarang berinteraksi dengan parameter
lain dalam makanan dengan menghambat pertumbuhan. pH makanan juga
berdampak terhadap kemampuan daya penghancur bakteri oleh pemanasan jika
pH rendah (diturunkan), jumlah panas yang dibutuhkan lebih sedikit daripada
jumlah jumlah panas pada makanan dengan pH yang lebih tinggi
(Mossel dkk,1995).
Medium harus mempunyai pH yang tepat, yaitu tidak terlalu asam atau
basa. Kebanyakan bakteri tidak tumbuh dalam kondisi terlalu basa, dengan
pengecualian basil kolera (Vibrio cholerae). Pada dasarnya tak satupun yang dapat
tumbuh baik pada pH lebih dari 8. Kebanyakan patogen, tumbuh paling baik pada
4
pH netral (pH 7) atau pH yang sedikit basa (pH 7,4). Beberapa bakteri tumbuh
pada pH 6 ; tidak jarang dijumpai organisme yang tumbuh baik pada pH 4 atau 5.
Sangat jarang suatu organisme dapat bertahan dengan baik pada pH 4, bakteri
autotrof tertentu merupakan pengecualian. Karena banyak bakteri menghasilkan
produk metabolisme yang bersifat asam atau basa (Volk&Wheeler,1993).
Mikroba umumnya menyukai pH netral yaitu pH 7. Beberapa bakteri
dapat hidup pada pH tinggi (medium alkalin) Apabila mikroba ditanam pada
media dengan pH 5 maka pertumbuhan didominasi oleh jamur, tetapi apabila pH
media 8 maka pertumbuhan didominasi oleh bakteri. Berdasarkan pHnya mikroba
dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu mikroba asidofil adalah kelompok mikroba
yang dapat hidup tumbuh baik pada pH 6,0 – 8,0 pada pH 2,0
−¿
5,0, mikroba
mesofil (neutrofil) adalah kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH 5,5
−¿
8,0, dan mikroba alkafil adalah kelompok mikroba yang dapat hidup pada
pH 8,4 −¿
9,5 (Brooks dkk, 1994).
2.4 Pengaruh Kadar Air
Mikroorganisme menunjukkan perbedaan yang luas dari segi tuntutan
keperluan akan kadar air . Untuk dapat membandingkan larutan dalam air dan
zat-zat padat dari segi banyaknya air yang tersedia , digunakan parameter aktivitas
air atau kelembaban relatif . Mikroorganisme sanggup tumbuh pada aktivitas air
dari 0,998 sampai 0,6 (Schlegel, 1994).
2.3 Pengaruh cahaya
Cahaya matahari terdiri dari sinar tampak dan sinar ultraviolet, namun sinar
yang dimanfaatkan secara optimal oleh mikroalga untuk proses fotosintesis.
Secara garis Buitenzorg seperti pada umumnya pertumbuhan mikroorganisme
lainnya, laju pertumbuhan tinggi yang kemudian perlahan menurun yang
disebabkan karena pertumbuhan akan memasuki fasa stasioner. Laju pertumbuhan
pada pencahayaan siklus harian menunjukkan nilai yang lebih tinggi pada awal
pertumbuhan dibandingkan dengan pencahayaan sinambung, kemudian menurun
5
drastis ketika kondisi gelap. Pencahayaan sinambung menunjukkan laju
pertumbuhan yang lebih konstan (Wijanarko, 2007).
2.6 Pengaruh Tekanan Osmosis
Pengaruh Tekanan Osmotik Terhadap Pertumbuhan Mikroba
Tekanan osmosis sangat erat hubungannya dengan kandungan air. Apabila
mikroba diletakkan pada larutan hipertonis, maka selnya akan mengalami
plasmolisis, yaitu terkelupasnya membran sitoplasma dari dinding sel akibat
mengkerutnya sitoplasma. Apabila diletakkan pada larutan hipotonis, maka sel
mikroba akan mengalami plasmoptisa, yaitu pecahnya sel karena cairan masuk ke
dalam sel, sel membengkak dan akhirnya pecah (Pratiwi, 2009).
Berdasarkan
tekanan
osmosis
yang
diperlukan
mikroba
dapat
dikelompokkan menjadi: (1) mikroba osmofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh
pada kadar gula tinggi. Contohnya adalah khamir. (2) mikroba halofil, adalah
mikroba yang dapat tumbuh pada kadar garam halogen yang tinggi. Contohnya
yaitu Halobacterium. (3) mikroba halodurik, adalah kelompok mikroba yang
dapat tahan (tidak mati) tetapi tidak dapat tumbuh pada kadar garam tinggi, kadar
garamnya dapat mencapai 30% (Hamid, 2009).
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan bahan
6
3.1.1 Alat
1. Tabung reaksi
2. Tabung durham
3. Cawan petri
4. Erlenmeyer
5. Gelas ukur
6. Pipet tetes
7. Magnetik stirer
8. Kawat oase
9. Spatula
10. Kertas sampul
11. Kapas
12. Autoclave
13. Clean bench
14. Oven
15. Kertas indikator pH
3.1.2 Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Nutrient agar
Glukosa
Nacl
pepton
Aquades
Ekstrak singkong
Ekstrak mangga
Air beras
Singkong rebus
Limbah air tahu
Ragi
Roti busuk
Ekstrak daging
3.2 Prosedur kerja
3.2.1 Sterilisasi
Sebelum melakukan sterilisasi, alat yang akan digunakan dicuci terlebih
dahulu, kemudian dikeringkan;
Alat dibungkus dengan menggunakan kertas sampul coklat. Alat seperti
erlenmeyer dan sejenisnya, permukaannya ditutup dengan menggunakan
kapas;
7
Diperiksa bagian bawah autoclave apakah berisi air atau tidak, jika air
tidak ada maka dimasukkan air ke dalam tempat air pada bagian bawah
autoclave;
Dibuka autoclave, dikeluarkan keranjang yang ada didalam autoclave,
kemudian diisi dengan alat-alat yang akan disterilisasikan.
Dimasukkan kembali keranjang tersebut ke dalam autoclave, kemudian
ditutup autoclave;
Ditekan tombol start, kemudian tunggu sampai suhu 121°C sampai
alarm berbunyi;
Setelah alarm berbunyi, ditekan tombol exhaust kemudian ditunggu
sampai suhu turun 60
Sterilisasi selesai.
–
70°C, lalu dibuka autoclave; dan
3.2.2 Pembuatan NA
Dicampurkan agar-agar 1,5 gram, NaCl 0,6 gram, glukosa 0,8 gram dan
aquades sebanyak 100 ml di dalam Erlenmeyer;
Dimasukkan magnetic stirrer ke dalam campuran tersebut;
Diletakkan di atas hot plate sampai campuran tersebut homogen; dan
Diletakkan ke dalam cawan petri dan didinginkan.
3.2.3 Pembuatan NB
Dicampurkan glukosa 0,6 gram, pepton 0,8 gram, ekstrak daging 10 ml
dan aquades sebanyak 100 ml di dalam erlenmeyer; dan
Diaduk hingga homogen.
3.2.4 Pembuatan Media Kaldu Glukosa
Di campurkan glukosa 0,3 gram, NaCl 0,5 gram, dan aquades sebanyak
10 ml di dalam erlenmeyer; dan
Diaduk hingga homogen.
3.2.5 Uji pengaruh suhu
Disiapkan 4 tabung reaksi yang dilengkapi dengan tabung durham yang
telah diberi tanda A, B, C, dan D;
8
Dimasukkan media kaldu glukosa ke dalam tabung reaksi A dan B, dan
ekstrak mangga ke dalam tabung reaksi C dan D yang dilengkapi tabung
durham sebanyak ¾ tabung reaksi;
Dimasukkan sampel limbah air tahu ke dalam masing-masing tabung
reaksi sebanyak 10 ml;
Diinkubasikan pada suhu 30°C di clean bench, dan 60°C di oven; dan
Diamati perumbuhan bakteri setelah 24 −¿ 48 jam.
3.2.6 Uji pengaruh pH
Disiapkan 3 tabung reaksi yang dilengkapi dengan tabung durham;
Dimasukkan ekstrak mangga, ekstrak singkong, dan air beras ke dalam
masing-masing tabung reaksi yang dilengkapi tabung durham sebanyak
¾ tabung reaksi, kemudian diukur pH;
Dimasukkan sampel limbah air tahu ke dalam masing-masing tabung
reaksi sebanyak 10 ml;
Dimasukkan ke dalam clean bench; dan
Diamati pertumbuhan bakteri setelah 24 – 48 jam.
3.2.7 Uji pengaruh kadar air
Dimasukkan media singkong rebus ke dalam masing-masing 6 cawan
petri. Diberi kode A, B, C, D, E, dan F;
Cawan petri A dan B diperlakukan dalam keadaan kering, cawan petri C
dan D diberi air sampai lembab, cawan petri E dan F diberi air sampai
basah pada masing-masing media;
Aspergillus yang diambil dari roti busuk yang telah dilarutkan dengan
aquades dimasukkan ke dalam cawan petri A, C dan E, dan
Sacharomices Cereviceae yang di ambil dari ragi yang telah dilarutkan
dengan aquades dimasukkan ke dalam cawan petri B, D dan F;
Dimasukkan ke dalam clean bench; dan
Diamati pertumbuhan bakteri setelah 24 – 72 jam.
3.2.8 Uji pengaruh cahaya
Disiapkan 3 cawan petri yang telah berisi NA;
Digoresi permukaan NA;
9
Sacharomyces cerevisiae yang diambil dari ragi yang telah dilarutkan
dengan aquades dimasukkan ke dalam masing-masing cawan petri;
Diberi penyinaran dengan menggunakan sinar matahari selama 5, 15, dan
35 menit;
Dimasukkan ke dalam clean bench; dan
Diamati pertumbuhan mikroorganisme setelah 24 – 48 jam
3.2.9 Uji pengaruh tekanan osmosis
Disiapkan 4 tabung reaksi tanpa tabung durham yang telah diberi tanda
A, B, C, dan D;
Dimasukkan NB ke dalam masing-masing tabung reaksi sebanyak ¾
tabung reaksi;
Dimasukkan sukrosa dengan konsentrasi 10% ke dalam tabung reaksi A
dan C, dan konsentrasi 20% ke dalam tabung reaksi B dan D;
Dimasukkan suspensi Sacharomices Cereviceae ke dalam tabung reaksi
A dan B, dan Aspergillus ke dalam tabung reaksi C dan D;
Dimasukkan ke dalam clean bench; dan
Diamati pertumbuhan mikroorganisme setelah 24 – 72 jam.
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan adalah penambahan secara teratur semua komponen sel
suatu jasad. Pembelahan sel adalah hasil dari pertumbuhan sel. Pada jasas tunggal
(uniseluler), pertumbuhan atau pembiakan sel adalah pertambahan jumlah
individunya. Tapi hanya merupakan pertumbuhan jaringan atau bertambahn besar
jasadnya. Dalam membahas pertumbuhan mikroba harus dibedakan antara
pertumbuhan individu dan pertumbuhan populasi (Suhrjono, 2006).
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba
meliputi suhu, pH, kadar air ,cahaya, dan tekanan osmosis.
4.1. Pengujian Pengaruh Suhu
Suhu optimum merupakan suhu pada saat pertumbuhan terbaik
mikroorganisme. Pada suhu yang sangat tinggi akan terjadi denaturasi protein,
sedangkan pada suhu yang sangat rendah aktifitas pada enzim akan berhenti
(Tortora, 2001).
Diatas maksimum pertumbuhan, kecepatan pertumbuhan akan menurun,
sehingga meningkatkan peningkatan dalam kecepatan kematian sel. Kecepatan
kematian sel sangat dipengaruhi oleh suhu (Abubakar, 1994).
11
Pada pengujian ini digunakan dua sampel media cair, yaitu media kaldu
glukosa dan ekstrak mangga dengan penambahan bekteri E. Coli dari limbah tahu.
Media kaldu glukosa terbuat dari glukosa sebanyak 0,3 gram, NaCl 0,5 gram, dan
aquades 10 ml. Limbah tahu yang mengandung bakteri E. Coli dimasukkan ke
dalam tadung reaksi yang masing-masing berisi sampel media yang didalamnya
telah terdapat tabung durham. Kemudian diinkubasikan pada suhu 30 ℃
di dalam clean bench, dan pada suhu 60 ℃
selama 24 −¿
yaitu
di dalam oven, kemudian diamati
48 jam.
(a)
(b)
Gambae 4.1 Perubahan yang terjadi pada sample media kaldu glukosa dengan
penambahan bakteri E. Coli dari limbah tahu pada suhu 30
℃( a) dan suhu 60 ℃ (b) setelah 24 jam.
(a)
12
(b)
Gambar 4.2 Perubahan yang terjadi pada sampel media ekstrak mangga dengan
penambahan bakteri E. Coli dari limbah tahu pada suhu 30 ℃
(a) dan suhu 60 ℃ (b) setelah 48 jam.
Pada suhu 30 ℃ , media glukosa yang telah ditambahkan E. Coli dari
limbah tahu, terlihat adanya gelembung udara pada tabung durham yang
menunjukkan adanya pertumbuhan bekteri.
Pada suhu 60 ℃ juga terlihat gelembung-gelembung udara pada tabung
durham, akan tetapi tidak mengalami pertambahan seperti pada suhu 30 ℃ .
Walaupun demikian, hal ini juga menandakan bahwa pada suhu 60 ℃
bakteri
masih dapat tumbuh.
Hal yang sama juga terjadi pada medium ekstrak mangga, dimana pada
suhu 30 ℃
bakteri masih memungkinkan untuk tumbuh, yang ditandai dengan
adanya gelembung udara pada tabung durham. Sedangkan pada suhu 60 ℃ ,
pada tabung durham tidak terdapat gelembung udara yang menampakkan bahwa
bakteri tidak dapat tumbuh.
4.2. Pengujian Pengaruh pH
Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH sebesar 3
−¿
4. Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum sekitar pH 6,5
Dibawah pH 4
−¿
7,5.
−¿ 5 dan diatas 8,5 tidak dapat tumbuh dengan baik. Nilai pH
untuk pertumbuhan mikroba mempunyai hubungan dengan suhu pertumbuhan.
Jika suhu naik, pH optimum untuk pertumbuhan juga naik (Abubakar,1994).
Pada percobaan ini digunakan tiga medium pertumbuhan, yaitu ekstrak
mangga, ekstrak singkong, dan air beras. Setelah diukur kadar pH masing-masing
medium menggunakan kertas indikator universal pH didapatkan ekstrak mangga
dengan pH 4, ekstrak singkong dengan pH 5 dan air beras dengan pH 6,5.
Kemudian masing-masing pH dimasukkan kedalam tabung reaksi yang
didalamnya telah terdapat tabung durham, dan diinokulasikan dengan bakteri E.
coli yang diperoleh dari air limbah tahu. Kemudian diinkubasikan dalam clean
bench selama 24 −¿
13
48 jam.
(a)
(b)
(C)
Gambar 4.3 Perubahan yanga terjadi pada sampel media ekstrak mangga pada pH
4 (a), ekstrak singkong pada pH (b), dan air beras pada pH 6,5 (c)
dengan penambahan bakteri E. Coli dari limbah tahu setelah 48 jam.
Dari hasil pengamatan, E. Coli sedikit tumbuh pada pH 4, ditandai dengan
gelembung udara yang sedikit pada tabung durham. Pada pH 5 lebih banyak
gelembung udara dibandingkan pada pH 4. Pada pH 6,5 bakteri E Coli dapat
tumbuh dengan baik. Ditandai dengan gelembung udara lebih banyak dari pada
pH 4 dan 5. Hal ini dikarenakan bakteri mempunyai pH optimum untuk tumbuh
yaitu pada pH 6,5
−¿
7,5. Sedangkan pada pH 3
−¿
4 bakteri juga bisa
tumbuh namun tidak secara optimal.
4.3 Pengujian Pengaruh Kadar Air
Mikroorganisme mempunyai kelembaban optimum. Pada umumna untuk
pertumbuhan ragi dan bakteri juga diperlukan kelembaban yang sangat tinggi
sekitar 85 %. Sedangkan untuk jamur dan aktinomiset diperlikan kelembaban
yang rendah dibawah 80 % (Suriawiria, 2003).
Pada percobaan ini menggunakan singkong yang sudah di rebus sebagai
mediumnya. Kemudian singkong tersebut diletakkan pada 6 cawan petri yang
telah diberi tanda A, B, C, D, E, dan, F. Pada cawan perti A dan B, singkong tidak
diberi air. Cawan patri C dan D singkong diberi air hingga cukup membasahi
singkong. Dan pada cawan petri E dan F singkong diberi air hingga menggenangi
permukaan singkong. Lalu pda cawan petri A, C, dan E diinokulasikan suspensi
jamur Sacharomices Cereverceae dipermukan singkong. Sedangkan pada cawan
petri B, D, dan F diinokulasikan suspensi Aspergillus dipermukaan singkong.
Kemudian diinokolasikan pada suhu ruangan di dalam clean bench.
14
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.4 Perubahan yang terjadi pada sampel medium singkong rebus dalam
keadaan kering (a), lembab (b), dan basah (c) dengam penambahan
Aspergillus dari roti setelah 72 jam.
Gambae 4.5 Perubahan yang terjadi pada sampel media singkong rebus dalam
keadaan kering (a), lembab (b), dan basah (c) dengan penambahan
Sacharonices Cereviceae setelah 72 jam.
Pada hasil pengamatan, perubahan yang terjadi pada sampel medium
singkong rebus dengan menambahan jamur Aspergillus dari roti setelah 72 jam,
yaitu pada keadaan kering jamur tidak bertambah. Setelah pada keadaan lembab
jamur tumbuh lebih banyak dan semakin bertambah. Pada keadaan basah jamur
hanya dapat bertambah sedikit dan ada gelembung.
Sedangkan pada medium singkong rebus dangan penambahan ragi
(Sacharomices Cereviceae) setelah 72 jam pada keadaan kering hanya ditumbuhi
sedikit sekali jamur yang ditandai dengan bercak kuning. Sementara pada keadaan
lembab jamur tumbuh lebih banyak dan sedikit lendir. Dan pada keadaan basah
bercak putih bertambah, disertai lendir dan gelembung.
15
Dari hasil pengamatan, singkong dengan kadar air lembab sangat cocok
untuk pertumbuhan jamur. Kelembaan ragi dan Aspergillus yaitu dibawah 80%
kadar airnya.
4.4. Penguian Pengaruh Cahaya
Umumnya cahaya, mempunyai daya merusak pada sel mikroorganisme
yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis. Sedangkan cahaya dengan gelombang
pendek dapat berpengaruh pada jasad hidup. Sinar gelombang panjang juga
mempunyai daya foto dinamik dan daya biofilik, misalnya cahaya matahari
(Suriawiria, 2003).
Percobaan ini dilakukan dengan terlebih dahulu membuat mediun NA
(Nutrien agar) yaitu yang terbuat dari 1,5 gram nurtien agar, 0,6 gram NaCl, 0,8
gram glukosa, dan 100 ml aquades. Setelah medium NA mengeras, medium
digores secara zigzag dangan mengunakan kawat oase yang telah dibakar agar
steril. Pada semua medium NA diberi ragi dan disertai dengan A, B, dan C. Cawan
petri A diberi sinar selama 5 menit, cawan petri B diberi sinar selama 15 menit,
dan cawan petri C diberi penyinaran selama 35 menit. Kemudian diamati selama
24 −¿
48 jam.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.6 Perubahan yang terjadi pada sampel media NA dengan penambahan
jamur Sacharomices Cereviceae dari ragi pada penyinaran 5 menit
(a), 15 menit (b) dan 35 menit (c) setelah 48 jam.
Setelah 48 jam pada cawan petri yang diberi penyinaran selama 5 menit,
jamur dapat tumbuh dengan baik dibandingkan penyinaran 15 dan 35 menit. Hal
ini ditandai dengan medium yang semakin lama semakin menyusut dan garis
16
zigzagnya semakin merenggang. Sedangkan pada medium yang diberi penyinaran
selama 15 menit, medium hanya menyusut sedikit dan garis zigzag hanya sedikit
merenggang. Hal ini menandakan bahwa jamur hanya dapat tumbuh sedikit. Pada
medium yang diberi penyinaran 35 menit tidak dapat tumbuh dengan baik.
4.5. Pengujian Pengaruh Tekanan Osmosis
Osmotik adalah difusi air ke dalam larutan yang lebih pekat. Biasanya
sitoplasma sel bakteri lebih pekat daripada lingkungannya (sitoplasma memiliki
nilai potensial lebih negatif), sehingga proses osmosis (masuknya air ke dalam
sel) terjadi pada bakteri tersebut. Karena air masuk ke dalam sel, maka terjadi
tekanan pada dinding sel oleh air. Tekaman itu disebut tekanan tugor
(purwoko, 2007).
Pada umumnya larutan hipertonis menghambat pertumbuhan karena
menyababkan plasmilisis. Beberapa mikroorganisme dapat menyesuaikan diri
terhadap kadar garam sampai 30%. Golongan ini bersifat halodurik
(Suriawiria, 2003).
Pada percobaan ini, langkah awal yang dilakukan yaitu dengan membuat
NB yang terdiri dari ekstrak daging 10 ml, pepton 0,8 gram, glukosa 0,6 gram,
dan aquadas 100 ml. Kemudian bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam
erlenmayer, lalu diaduk menggunakan magnetik stirer hingga larutan menjadi
homogen, setelah itu NB dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian sukrosa
yang memiliki konsentrasi yang berbeda-beda dimasukkan ke dalam masingmasing tabung reaksi yaitu dengan konsentasi 10% dan 20%. Kemudian
ditambahkan suspensi ragi ke dalam tabung reaksi. Hal yang sama juga dilakukan
pada media NB dengan penambahan suspensi aspergillus selama 72 jam.
17
(a)
(b)
Gambar 4.7 Perubahan yang terjadi pada sampel media NB dengan konsentrasi
sukrosa 10% (a) dan 20% (b) dengan pemambahan Sacharomices
Cereviceae dari ragi setelah 72 jam.
(a)
(b)
Gambar 4.8 Perubahan yang terjadi pada sampel media NB yang konsentrasi
sukrosa 10%
(a) dan konsentrasi 20% (b) dengan penambahan
Aspergillus dari roti setelah 72 jam.
Pada pengaruh tekanan osmosis ini, perubahan yang terjadi setelah 72 jam
adalah sampel media NB yang diberi penambahan Sacharomices cereviceae
dengan konsentrasi sukrosa 10% timbul bercak putih lebih banyak, ragi
mengandap dan medium berubah warna. Sedangkan pada medium NB dengan
konsentrasi sukrosa 20% timbul bercak putih yang semakin banyak, ada endapan,
dan medium berwarna keruh.
18
Pada sampel medium NB yang diberi penambahan bakteri Aspergillus
dengan konsentrasi sukrosa 10%, terjadi endapan, bercak lebih banyak, dan
medium lebih keruh dari sebelumnya. Sedangkan pada medium NB dengan
konsentrsi sukrosa 20% terjadi endapan, medium semakin keruh, dan ada bercak
putih di permukaan.
Sampel media NB dengan konsentrasi sukrosa 10% bersifat hipertonis,
sedangkan sampel medium NB dengan konsentrasi sukrosa 20% bersifat isotonis.
Jamur dapat tumbuh dengan baik pada kondisi medium yang isotonis karena sel
jamur berada pada tingkat tekanan osmosis yang sesuai dengan proses osmosis
yang terjadi seimbang. Sebaiknya medium hipertonis akan menyebabkan sel
membengkak dan mengakibatkan rusaknya sel.
Ragi (Sacharomices Cereviceae) dapat menyesuaikan diri terhadap kadar
gula yang tinggi (osmosis), sehingga walaupun pada medium dengan konsentrasi
sukrosa 20% Sacharomices Cereviceae masih dapat tumbuh dengan baik
dibandingkan dengan Aspergillus.
19
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa:
1. Faktor lingkungan fisis yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
adalan suhu, pH, kadar air, cahaya, dan tekanan osmosis.
2. Bakteri E. Coli tumbuh dengan baik pada suhu 30 ℃ dan tidak tumbuh
pada suhu 60 ℃ , termasuk ke dalam golongan bekteri mesofit.
3. Mikroba dalam hal ini, E. Coli tidak dapat hidup pada suhu yang tinggi
seperti pada suhu 60 ℃ , namun akan tumbuh optimum pada suhu 30
℃ .
4. Bakteri E. Coli dapat tumbuh pada kisaran pH 6,0
−¿
8,0 , termasuk
kedalam golongan bakteti neutrofil.
5. Air sangat penting untuk kehidupan mikroorganisme sebagai sumber
oksigen untuk bahan organik sel pada respirasi mikroba lebih dominan
tumbuh dalam keadaan medium yang lebih lembab.
6. Pada pengaruh cahaya mikroba banyak tumbuh pada cawan petri yang
diberi sedikit penyinaran yaitu 5 menit dibandingkan 15 menit dan 35
menit.
7. Pada tekanan osmosis, mikroba tumbuh dengan baik pada medium dengan
konsentrasi sukrosa 20% (medium isotonis).
20
DAFTAR PUSTAKA
AR, Abubakar. 1994. Mikrobiologi Teknik. Unsyiah: Banda Aceh.
Brooks, dkk., 1994. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 2 .EGC, Jakarta
Dwijoseputro. 1995. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Hadioetomo, R.S. 1985. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek.. PT.Gramedia. Jakarta.
Hamid, Z. 2009. Nutrisi Mikroba, Sebuah Esensi Dasar Untuk Kehidupan
Mikroba.
http://zaifbio.wordpress.com./2009/01/31/nutrisi-mikroba,
sebuah-esensi-dasar-untuk-kehidupan-mikroba/. Diakses pada tanggal
(27-03-2011).
http://blog.unila.ac.id/wasetiawan/files/2009/07/kultivasi-reproduksi-dan
pertumbuhan bakteri. pdfSetiawan. Diakses pada tanggal (28-03-2011).
Lim, D. 1998. Microbiology 2nd Edition. McGraw Hill. United of States America.
Pratiwi, A. 2009. Pengaruh Faktor Fisika Dan Kimia Terhadap Mikroba Laut
http://www.scribd.com/doc/50076130/Pengaruh-faktor-fisika-dankimia-terhadap-mikroba-laut. Diakses pada tanggal (27-03-2011).
Purwoko, Tjahjadi. 2007. Fisiolagi Mikroba. PT. Umi Aksara : Jakarta.
Schlegel, H. 1994. Mikrobiologi Umum Edisi Keenam. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
21
Suriwiria, Unus. 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar Pengolahan Buagan
Secara biologi. PT. Alimni :Bandung.
Tortora Gj Funke Br, Case Cl. 2001. Mikrobiologi : an Introduktion 7 th edition.
Addison Wesley. Inc : California.
Volk &Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiyah Malang
Prees. Malang.
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN
A.1 Uji Pengaruh Suhu
Tabel A.1 Perubahan yang terjadi pada sampel media glukosa dengan
penambahan bakteri E. Coli dari limbah tahu setelah 48 jam.
Suhu
NO.
1
2
Waktu (jam)
(
℃
)
30
60
24
Timbul gelembung udara
timbul gelembung udara
48
gelembung udara bertambah
gelembung udara tidak bertambah
Tabel 1.2 Perubahan yang terjadi pada media ektrak mangga dengan penambahan
E. Coli dari limbah tahu setelah 48 jam.
Suh
NO.
1
2
Waktu(jam)
u(
℃
)
30
60
24
Timbul gelembng udara
tidak timbul gelembng udara
A.2 Pengujian Pengaruh pH
22
48
gelembung udara bertambah
tidak timbul gelembung udara
Tabel A.3 Perubahan yang terjadi pada media ektrak mangga, ektrek singkong,
dan air beras dengan penambahan bakteri E. Coli dari limbah tahu
setelah 48 jam.
NO. Medium
1
2
pH
Waktu (jam)
24
48
gelembung udara
ekstrak
mangga
ekstrak
4
sedikit gelembung udara
lebih banyak gelembung
bertambah
gelembung udara
singkong 5
udara
lebih banyak gelembung
bertambah
gelembung udara
3
air beras 7
udara
A.3 Pengujian Pengaruh Kadar Air
bertambah
Tabel A.4 Perubahan yang terjadi pada smpel media singkong rebus dengan
penambahan jamur Aspergillus dari roti setelah 72 jam.
NO.
keadaan
Waktu (jam)
medium
48
jamur berwarna
72
jamur berwarna
1
kering
24
jamur berwarna
2
lembab
hijau
dan
jamurpudar
berwarna
hijau
dan
jamurpudar
berwarna
hijau
tidak
jamurdan
bertambah
3
basah
hijau pudar
dan
jamur
berwarna
hijau dan
jamur
berwarna
banyakjamur
dari hijau
warna
hijau lumut pudar
hijau pudardan
pudar dan
Tabel A.5. Perubahan yang terjadi pada sampel media singkong rebus dengan
penambahan jamur Sacharumices cereviceae dari ragi setelah 72 jam.
keadaan Waktu (jam)
NO. mediu
m
1
kering
24
jamur mulai
2
lembab
tumbuh
jamur lebih
bertambah
jamur lebih
bertambah
jamur berwarna
3
basah
banyak
tumbuh dari
jamur
banyak
dari
jamur sedikit
kuning
gelab,
warna jamur
dan sedikit
bertambah dan
kuning pudar,
A.4 Pengujian Pengaruh Cahaya
23
48
jamur tidak
72
jamur tidak
Tabel A.6. Perubahan yang terjadi pada sampel media NA dengan penambahan
jamur Sacharonices Cerevirceae dari ragi setelah 48 jam.
Lama
NO.
penyinaran
(menit)
1
2
3
5
15
35
Waktu
(jam)
perubahan yang terjadi
24
permukaan medium licin, medium mulai
48
menyusut,
tubuhlicin,
jamur
permukaandan
mediun
medium semakin
24
menyusut, dan
jamurlicin,
mulai
banyaksemakin
permukaan
mediun
medium
48
menyusut,
tumbuh
jamur
permukaandan
medium
licin,
medium mengeras,
24
dan hanya sedikit
menyusut
permukaan
medium
licin, medium mengeras,
48
dan
mediummedium
mulai menyusut
permukaan
licin, medium mengeras,
dan sangat sedikit menyusut
A.5 Pengujian Pengaruh Tekanan Osmotik
Tabel A.7. Perubahan yang terjadi pada sampel media NB dengan penambahan
Sacharonices Cereverceae dari ragi setelah 72 jam
NO.
1
Konsentras
i (%)
10
Waktu jam)
24
tumbuh
jamur timbul
dan
jamur
di permukaan
2
20
dan ragi
mulai
mengedap
48
jamur lebih
72
jamur lebih banyak
banyak
jamur lebih
dari sebelumnya,
jamur
lebih banyak
banyak
dipermukaan dan
ragi mengendap
dari sebelumnya,
ragi mengendap,
dan medium
berwarna keruh
Tabel A.8. Perubahan yang terjadi pada sampel media NB dengan penambahan
Aspergillus dari roti setelah 72 jam.
Konsemtrasi
1
10
Waktu (jam)
24
tumbuh
2
20
sedikit
sedikit jamur,
jamur,
banyak
dari
jamur lebih
dari
sebelumnya,
jamur
lebih banyak
ada endapan,
banyak.
dari sebelumnya,
NO.
24
(%)
48
endapam lebih
72
jamur lebih banyak
dan medium
keruh
endapan lebih
ragi mengendap, dan
banyak, dan
medium semakin
medium keruh
keruh
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN DATA
Rumus menghitung konsentrasi :
m
mr
M =
x
1
V
Keterangan :
M : molaritas (mol/liter)
m : massa (gram)
Mr : massa molekul relatif (gram/mol)
V : volume (liter)
B.1 Perhitungan massa sukrosa (C12 H24 O11) dengan konsentrasi 10% dalam 10 ml
aquades, Mr C12 H24 O11 ¿ 343
M=
10
100
25
m
mr
x
1
V
=
m
343
x
1
0,01l
1
10
m
343
=
M = 0,343 gram
B.2 Perhitungan massa sukrasa (C12 H24 O11) dengan konsentrasi 20% dalam 1oml
aquades, Mr C12 H24 O11 ¿ 343
m
mr
x
1
V
20
100
=
m
343
x
2
10
=
m
343
M=
1
0,01l
M = 0,68 gram
LAMPIRAN C
GAMBAR
C.1 Uji Pengaruh Suhu
(a)
(b)
Gambar C.1 Pertumbuhan E. Coli padamedia kaldu glukosa (a) dan ekstrak
mangga (b) suhu 30 ℃ dan 60 ℃ pada waktu 0 jam.
26
(a)
(b)
Gambar C.2 Pertumbuhan E. Coli pada media kaldu glulosa (a) dan ekstrak
mangga (b) suhu 30 ℃ dan 60 ℃ setelah 24 jam.
(a)
(b)
Gambar C.3 Pertumbuhan E. Coli pada media kaldu glukosa (a) dan ekstrak
mangga (b) suhu 30 ℃ dan 60 ℃ setelah 48 jam.
C.2 Pengujian Pengaruh pH
27
Gambar C.4 Pertumbuhan E. Coli yang terjadi pada media ekstrak mangga pH 4
setelah 0, 24, dan 48 jam.
Gambar C.5 Pertumbuhan E. Coli pada medium ekstrak singkong pH 5 setelah 0,
24, dan 72 jam.
Gambar C.6 Pertumbuhan E. Coli pada medium air beras pH setelah 0, 24, dam
48 jam.
C.3 Pengujian Pengaruh Kadar Air
28
Gambar C.7 Pertumbuhan Aspergillus pada medium singkong rebus dengan kadar
air (kering, lembab, dam basah) pada saat 0 jam.
Gambar C.8
Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada medium singkong
rebus dengan kadar air (kering , lembab, dan basah) pada saat 0
jam.
Gambar C.9 Pertumbuhan Aspergillus pada medium singkong redus dengan kadar
air (kering, lembab, dan basah) setelah 24 jam.
Gambar C.10 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada mediun singkong
rebus dengan kadar air (kering, lembab, dan basah) setelah 24
jam.
29
Gambar C.11 Pertumbuhan Apergillus pada medium singkong rebus dengan kadar
air (kering, lembab, dan basah) setelah 48 jam.
Gambar C.12 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada medium singkong
rebus dengan kadar (air kering, lembab, dan basah) setelah 48
jam.
Gambar C.13 Pertumbuhan Aspergillus pada medium singkong rebus dengan
kadar air (kering, lembab, dan basah) setelah 72 jam.
30
Gambar C. 14 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada media singkong rebus
dengan kadar air (kering, lembab, dan basah) setelah 72 jam.
C.4 Pengujian Pengaruh Cahaya
Gambar C.15 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada medium NA dengan
penyinaran 5, 15, dan 35 menit pada saat 0 jam.
Gambar C.16 Pertumbuhan Sacharomices cereviceae pada medium NA dengan
penyinaran 5, 15, dan 35 menit setelah 48 jam.
31
Gambar C. 17 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada medium NA dengan
penyinaran 5, 15, dan 35 menit setelah 48 jam.
C.5 Pengujian Pengaruh Tekanan Osmosis
Gambar C.18 Pertumbuhan Aspergillus pada NB dengan konsentrasi sukrosa
10% dan 20% pada saat 0 jam.
32
Gambar C.19 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada NB dengan
konsentrasi sukrosa 10% dan 20% pada saat 0 jam.
Gambar C.20 Pertumbuhan Aspergillus pada NB dengan konsentrasi sukrosa
10% dan 20% setelah 24 jam.
Gambar C.21 Pertumbuhan Aspergillus pada NB dangan konsentrasi sukrosa
10% dan 20% setelah 24 jam.
33
Gambar C.22 Pertumbuhan Aspergillus pada medium NB dengan konsentrasi
sukrosa 10% dan 20% setelah 48 jam.
Gambar C.23 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada NB dengan
konsentrasi 10% dan 20% setelah 48 jam.
Gambar C.24 Pertumbuhan Aspergillus pada NB dengan konsentrasi sukrosa
10% dan 20% Setelah 72 jam.
34
Gambar C.25 Pertumbuhan Sacharomices Sereviceae pada NB dengan konsentrasi
sukrosa 10% dan 20% setelah 72 jam.
35