KOPI di warung kopi cafe

PEMBANGUNAN PERTANIAN PADA ERA OTONOMI DAERAH: KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI

Policy and Implementation of Agricultural Development in the Era of Regional Autonomy

Henny Mayrowani

Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70, Bogor 16161 E-mail : hennypse@yahoo.com

Naskah masuk : 20 Maret 2012 Naskah diterima : 31 Mei 2012

ABSTRACT

Regional autonomy gives more authority to the regional governments, namely those regencies and municipalities, to take the initiative in designing and developing a locally specific policy. It includes in conducting agricultural development in each region. The regional authorities in policy implementation have both positive and the negative impacts on agricultural development. Most of the regional governments’ regulations are designed to improve regional government revenues. Most regional government officials think that agricultural development is costly, but it takes a long time to return the investment. This is why issues of importance of agriculture are less attractive to the regional policymakers, especially in supporting agricultural business and extension. The positive impacts of regional autonomy can be observed in some regional governments successfully develop regional agricultural policy but not supported through the regional regulations.

Key words : agricultural development, regional autonomy, policy

ABSTRAK

Kebijakan otonomi daerah memberi kebebasan kepada daerah untuk mengambil inisiatif dalam mendesain dan mengembangkan kebijakan lokal secara spesifik. Kewenangan di bidang pertanian merupakan kewenangan yang dilimpahkan pada kabupaten/kota. Besarnya kewenangan dalam pelaksana kebijakan daerah memberikan dampak positif dan negatif terhadap pengembangan pertanian. Sebagian besar Perda dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan Pemerintah Daerah. Pembangunan pertanian dianggap oleh sebagian birokrasi dan legislator lokal sebagai bidang yang cost-center yang membutuhkan investasi besar namun return-nya cukup lama. Hal ini yang menyebabkan mengapa isu pentingnya pembangunan pertanian kurang menarik perhatian bagi sebagian besar pembuat kebijakan daerah. Kecenderungan umum menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah daerah kurang berpihak pada kegiatan yang terkait dengan pembangunan pertanian terutama dalam perbaikan iklim usaha dan penyuluhan. Hal ini merupakan dampak negatif kebijakan otonomi daerah terhadap sektor pertanian. Namun dampak positif dari kebijakan otda terlihat dari beberapa Pemerintah Daerah yang telah berhasil mengembangkan pertanian daerah dan mengimplementasikan beberapa kebijakan daerah yang tidak diterbitkan dalam Peraturan Daerah.

Kata kunci : otonomi daerah, pembangunan pertanian,kebijakan

PENDAHULUAN

potensi

yang beraneka ragam. Kebijakan otonomi daerah ini memberikan wewenang yang lebih luas kepada daerah,

daerah

Kebijakan otonomi daerah dipandang yang diwujudkan dengan wewenang dalam perlu untuk lebih menekankan prinsip-prinsip

pengaturan, pembagian dan pemanfaatan demokrasi peran serta masyarakat, pemera-

sumber daya nasional serta perimbangan taan dan keadilan serta memperhatikan

keuangan pusat dan daerah seperti yang

PEMBANGUNAN PERTANIAN PADA ERA OTONOMI DAERAH : KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI Henny Mayrowani PEMBANGUNAN PERTANIAN PADA ERA OTONOMI DAERAH : KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI Henny Mayrowani

nuhnya dapat dilakukan oleh Pemerintah Pada dasarnya kebijakan ini didasarkan pada

Daerah. Tujuan tulisan ini adalah melihat impli- keyakinan bahwa pemerintah daerah masing-

kasi kebijakan otonomi daerah terhadap masing memiliki kemampuan dan kapasitas

pengembangan pertanian di daerah. Pemba- untuk merencanakan dan mengelola pem-

hasan diarahkan pada kebijakan pembangun- bangunan secara mandiri serta lebih mengenal

an pertanian di daerah, implementasi kebi- dan mengetahui potensi serta keunggulan

jakan dan dampaknya dalam pembangunan daerahnya. Kebijakan ini memberikan ruang

pertanian di daerah.

yang cukup luas bagi pemerintah daerah dalam penanganan urusan pemerintah di tingkat lokal, penyelesaian permasalahan

DINAMIKA KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH

daerah dan dapat lebih kreatif menggali dan mengembangkan potensi daerah untuk kese-

Otonomi Daerah atau disentralisasi jahteraan masyarakatnya. yang dilaksanakan di Indonesia telah diatur

kerangka landasannya dalam Undang-Undang sentralistik, aparat daerah cenderung hanya

Pada masa

Dasar 1945, antara lain Pasal 1 ayat 1 yang menjadi pelaksana tugas - tugas pemerintah

berbunyi : “Negara Indonesia ialah Negara pusat tanpa kewenangan yang memadai.

Kesatuan yang Berbentuk Republik”. Selanjut- Keinginan untuk memperoleh kewenangan ini

nya Pasal 18 UUD 1945 yang menyatakan : terakomodasikan pada era otonomi daerah.

“Pembagian daerah Indonesia atas dasar Salah satu kewenangan yang mendasar bagi

daerah besar dan kecil dengan bentuk pemerintah daerah adalah kesempatan untuk

susunan pemerintahannya ditetapkan dengan mengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD).

undang-undang dengan memandang dan Dalam kaitan ini Pemda menerbitkan berbagai

mengingat dasar permusyawaratan dalam Perda tentang pajak, retribusi dan pungutan

sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal lainnya. Selain untuk meningkatkan PAD,

usul dalam daerah-daerah yang bersifat Perda dibuat untuk menertibkan dan mem-

istimewa”.

perlancar suatu aktivitas di daerahnya, tetapi Secara politis disentralisasi pemerin- pada prakteknya dalam beberapa kasus

tahan mencegah penumpukan kekuasaan berbagai Perda dan kebijakan tersebut justru

pada sekelompok orang dengan mendidik telah menciptakan ekonomi biaya tinggi yang masyarakat untuk ikut serta secara aktif menghambat

dengan menggunakan hak dan kewajibannya daerah tersebut, termasuk sektor pertanian.

perkembangan ekonomi

di

dalam pemerintahan. Secara organisatoris Kebijakan disentralisasi atau otonomi

disentralisasi menuju pada pemerintahan yang daerah hingga saat ini memberikan berbagai

efektif dan efisien, dimana urusan daerah dampak terhadap masyarakat dan per-

dikerjakan Pemerintah Daerah dan urusan/ ekonomian Indonesia. Seperti dikemukakan

kepentingan nasional ditangani Pemerintah diatas bahwa Undang-Undang No. 22 Tahun

Pusat. Dengan demikian pengambilan kepu- 1999 tentang Pemerintahan Daerah menjelas-

tusan dapat dilakukan dengan cepat dan tepat, kan tentang pengalihan wewenang dan tang-

sehingga permasalahan dan hambatan yang gung jawab dari Pemerintah Pusat ke

timbul karena perbedaan faktor geografi, Pemerintahan Daerah dalam tata laksana

demografi, sosial ekonomi, kebudayaan, dan pemerintahan kecuali keamanan dan per-

sebagainya dapat lebih mudah diperkirakan tahanan, kebijakan luar negeri, kebijakan

dan diatasi. Secara kultural pemerintah daerah moneter dan fiskal, hukum dan masalah

dapat mencurahkan pembangunan di daerah, keagamaan.

karena lebih memahami aspirasi dan kebu- Kabupaten dan Kota mencakup semua sektor

Kewenangan

Pemerintahan

tuhan masyarakat serta mampu menjangkau pemerintahan termasuk pertanian. Pemerin-

pelayanan pada masyarakat. tahan Daerah seharusnya mempunyai inisiatif

Seperti dikemukakan diatas, disentrali- untuk membuat kebijakan publik yang lebih

sasi diperlukan dalam rangka efisiensi dan tepat berdasarkan pemahaman mereka yang

penyelenggaraan pemerintahan lebih baik tentang kebutuhan masyarakat dengan mempercepat terwujudnya kesejah-

efektifitas

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 30 No. 1, Juli 2012 : 31 - 47 FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 30 No. 1, Juli 2012 : 31 - 47

pelayanan publik kecuali pertahanan, urusan rakat, serta meningkatkan daya saing daerah

luar negeri, kebijakan moneter dan fiscal, dengan memperhatikan prinsip demokrasi,

urusan perdagangan dan hukum, telah pemerataan, keadilan, keistimewaan dan

dialihkan ke daerah otonom. Kota dan kekhususan serta potensi daerah. Kebijakan

kabupaten memikul tanggung jawab di hampir otonomi daerah dipandang perlu untuk lebih

semua bidang pelayanan publik seperti menekankan prinsip-prinsip demokrasi peran

kesehatan, pendidikan, dan prasarana dengan serta masyarakat, pemerataan dan keadilan

provinsi bertindak sebagai koordinator. Tugas- serta memperhatikan potensi daerah, yang

tugas lain yang tidak disebut dalam undang- diwujudkan dengan wewenang dalam penga-

undang menjadi tanggung jawab pemerintah turan, pembagian dan pemanfaatan sumber

daerah. Kedua undang-undang tersebut serta daya nasional serta perimbangan keuangan

yang menyertainya pusat dan daerah. Dalam Undang-Undang

perubahan-perubahan

mencerminkan realitas bahwa masyarakat Nomor 5 Tahun 1974 disebutkan bahwa

kebanyakan menghendaki peran yang lebih otonomi ditekankan pada Daerah Tingkat II

besar dalam mengelola urusannya sendiri. (Wijaya, 1998). Pemerintah daerah yang

Otonomi daerah yang dilaksanakan di selanjutnya menjadi pembeda dari pemerintah

wilayah NKRI ini merupakan keberhasilan pusat adalah penyelenggara urusan pemerin-

gerakan reformasi sosial politik. Reformasi tahan yang dilakukan oleh daerah dan DPRD

yang diartikan sebagai pembaharuan ber- menurut asas otonomi dan tugas pembantu

tujuan mengoreksi bekerjanya berbagai insti- dengan prinsip otonomi seluas-luasnya.

tusi dan berusaha menghilangkan berbagai Dalam pelaksanaan kebijakan otonomi

keburukan sebagai sumber malfunction insitusi daerah elemen utama adalah : (1) Undang-

dalam tata sosial (Wiradi, 2006, dalam Undang No. 22 Tahun 1999 yang kemudian

Sumanto, 2007); kemudian dipahami secara diubah menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun

berbeda-beda dalam praktek. Otonomi daerah 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang

banyak mendorong terjadinya perubahan, mengatur wewenang serta tanggung jawab

seperti struktur organisasi tatalaksana, namun politik dan administrasi Pemerintahan Pusat,

belum mengindikasikan perubahan berpikir Provinsi, Kota dan Kabupaten dalam struktur

dan perilaku aparatur dalam melayani masya- yang terdisentralisasi; dan (2) Undang-Undang

rakat. Tantangan otonomi daerah juga ber- No. 25 Tahun 1999 yang kemudan diubah

sumber pada lingkungan internal birokrasi menjadi Undang-Undang No, 33 Tahun 2004

pemerintah.

tentang Perimbangan

Gejala ego sektoralisme dan lemah- Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Keuangan

antara

nya koordinasi, pelaksanaan tugas yang memberikan dasar hukum bagi disentralisasi

kurang berorientasi pencapaian prestasi; fiskal dengan menetapkan aturan baru tentang

permasalahan administrasi dan pelayanan pembagian sumber-sumber pendapatan dan

yang kaku, menimbulkan dampak pada tidak transfer antar pemerintah.

tercapainya tujuan, inefisiensi, dan rendahnya Perubahan undang-undang tersebut di

mutu hasil yang dicapai. Perasaan kedaerahan atas disebabkan karena banyak sekali prinsip-

menguat didorong oleh semangat meningkat- prinsip otonomi daerah yang pada awalnya

kan pendapatan asli daerah PAD, ini seakan belum ada kemudian muncul. Prinsip prinsip

tujuan utama otonomi daerah. Fungsi hukum tersebut antara lain diterimanya asas otonomi

untuk mengatur peran pelaku (stakeholders) dan tugas pembantu dalam melaksanakan

dan melindungi kepentingannya tidak ber- pemerintahan daerah dalam UUD 1945 hasil

fungsi. Realitas hubungan eksekutif dan amandemen.

legislatif dengan rakyat nampak senjang. Undang-undang tersebut di atas men-

Bahan dasar untuk kebijakan dan perencana- cakup semua aspek utama dalam disentra-

an program di daerah belum mendasarkan lisasi fiskal dan administrasi. Berdasarkan

data base baku, seperti penduduk, penduduk kedua undang-undang ini sejumlah besar

miskin, ketenagakerjaan, pendidikan, kese- fungsi-fungsi pemerintahan dialihkan dari

hatan, jenis dan kelompok usaha serta lahan pusat ke daerah sejak awal 2001, dalam

produktif. Kelangkaan data tersebut tidak bisa

PEMBANGUNAN PERTANIAN PADA ERA OTONOMI DAERAH : KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI Henny Mayrowani PEMBANGUNAN PERTANIAN PADA ERA OTONOMI DAERAH : KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI Henny Mayrowani

sektor pertanian diperkirakan semakin tidak Dalam PP No. 38 Tahun 2007 tentang

kompetitif dan akan mengancam kehidupan Pembagian Urusan Pemerintahan Daerah

masyarakat perdesaan, khususnya petani. Kabupaten/Kota pasal 1 ayat 4, disebutkan

Seperti telah dikemukakan bahwa, bahwa otonomi daerah adalah hak, wewe-

salah satu fokus kebijakan otonomi daerah nang, dan kewajiban daerah otonom untuk

adalah meningkatkan Pendapatan Asli Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan peme-

(PAD) melalui setiap sumber dan peluang rintahan dan kepentingan masyarakat setem-

yang mungkin. Dalam kaitan ini Pemda pat sesuai dengan peraturan perundang-

menerbitkan berbagai perda tentang pajak, undangan. Dalam pasal 2 ayat 2 (PP no. 38

retribusi dan pungutan lainnya, termasuk di Tahun 2007) disebutkan bahwa urusan

sektor pertanian. Pada dasarnya selain pemerintahan

meningkatkan PAD, Perda dibuat untuk Pemerintah (Pusat) meliputi politik luar negeri,

menertibkan dan memperlancar suatu aktivitas pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan

di daerahnya. Pasal 69 UU No. 22/1999, fiscal nasional serta agama (Pranadji, 2011).

menyatakan bahwa Perda harus mengacu/ Dalam kebijakan otonomi daerah terdapat 31

merupakan penjabaran dari peraturan per- urusan/sektor yang kewenangannya dialihkan

undang-undangan yang lebih tinggi. Dalam dari pemerintah pusat kepada pemerintahan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 daerah, meliputi: sosial, lingkungan hidup,

tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), perdagangan, kelautan dan perikanan, ke-

Peraturan Daerah dibentuk dalam rangka hutanan, pendidikan, kesehatan, UKM, tenaga

penyelenggaraan Otonomi Daerah Provinsi/ kerja dan transmigrasi, pertanian dan per-

Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan serta kebunan, pertambangan, perhubungan, pena-

merupakan penjabaran lebih lanjut dari naman modal, kebudayaan dan pariwisata,

peraturan perundang-undangan yang lebih kependudukan, pemberdayaan perempuan,

tinggi dengan memperhatikan ciri khas keluarga

masing-masing daerah.

penataan ruang, pemuda dan olah raga, Pembentukan Peraturan Daerah yang komunikasi dan informasi, perumahan, arsip,

baik harus berdasarkan pada asas pem- pertahanan,

bentukan peraturan perundang-undangan se- (pemerintahan umum), PMD, kepegawaian

bagai berikut: (a) kejelasan tujuan, (b) kelem- dan perpustakaan. Ke 31 urusan tersebut di

bagaan atau organ pembentuk yang tepat, (c) bagi dalam 2 kategori, yaitu urusan wajib dan

kesesuaian antara jenis dan materi muatan, pilihan.

(d) dapat dilaksanakan, (e) kedayagunaan dan Walaupun pertanian mempunyai pe-

kehasilgunaan, (f) kejelasan rumusan, dan (g) ranan penting dalam pencapaian tujuan

keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan pembangunan daerah, namun dalam perspek-

peraturan perundang-undangan yang bersifat tif perencanaan pembangunan daerah tidak

transparan dan terbuka. Dengan demikian termasuk urusan wajib. Dalam PP No. 38

seluruh lapisan masyarakat mempunyai ke- Tahun 2007 pasal 7 ayat 4, disebutkan bahwa

sempatan seluas-luasnya untuk memberikan urusan pilihan meliputi : kelautan dan per-

masukan dalam proses pembuatan peraturan ikanan, pertanian dan perkebunan, kehutanan,

perundang-undangan (Setyadi, 2007). DPRD energi dan sumber daya mineral, pariwisata,

dan Pemerintah Daerah dalam menetapkan industri, perdagangan dan ketransmigrasian.

Peraturan Daerah (Perda) harus mempertim- Dapat dikatakan bahwa kemajuan pertanian di

bangkan keunggulan lokal/daerah, sehingga daerah sangat tergantung pada perencanaan

mempunyai daya saing dalam pertumbuhan pembangunan daerah. Dengan pemahaman

kesejahteraan masyarakat bahwa penganggaran pembangunan daerah

ekonomi dan

daerahnya, namun di sebagian daerah hal ini mengikuti dokumen perencanaan pemba-

belum berpihak pada sektor pertanian. ngunan daerah, maka posisi pertanian tidak

Peningkatan PAD melalui pajak dan selamanya menjadi fokus

retribusi mengacu pada Undang-Undang No. pembangunan daerah sehingga sulit meng-

penganggaran

34 Tahun 2000 memberikan lebih banyak harapkan kemajuan sektor pertanian dari

kesempatan kepada daerah untuk mengum-

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 30 No. 1, Juli 2012 : 31 - 47 FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 30 No. 1, Juli 2012 : 31 - 47

Tahun 2000.

wenangan kepada daerah kabupaten dan kota Terkait dengan hal tersebut, Saragih untuk memungut pajak/restribusi selain yang

(2005) berpendapat bahwa dengan adanya sudah ditetapkan dalam Pasal 2 UU tersebut, otonomi daerah, telah diberikan kebebasan dengan catatan pungutan tersebut berupa kepada regional agricultural services untuk pajak atau restribusi atas objek yang menjadi mengambil inisiatif dalam mendesain kebi- kewenangan atas daerah otonom. jakan spesifik lokal, sementara itu pemerintah

Beberapa daerah melakukan pelang- pusat melalui Menteri Pertanian bertanggung garan atas kewenangannya sehingga menga-

penyusunan dan kibatkan pungutan berganda dengan pajak

manajemen strategi, kebijakan nasional dan pemerintah pusat (KPPOD News, 2002) yang

standar-standar. Dengan dukungan anggaran akan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi

yang besar, diharapkan pemerintah daerah yang memberatkan dunia usaha dan berdam-

memiliki lebih banyak sumber daya serta pak negatif pada iklim usaha (SMERU, 2001).

kebebasan yang lebih besar untuk me- KPPOD (2002a) menemukan sedikitnya ada

ngembangkan kebijakan spesifik lokal dan 3500 perda baru yang dibuat setelah kebijakan

teknologi lokal melalui kajian/penelitian di otonomi daerah, dari jumlah tersebut 65

lembaga penelitian lokalnya. Dengan otonomi persen bermasalah karena terbit tanpa

daerah ini, tanggung jawab pembangunan mengindahkan peraturan diatasnya. Pungutan

pertanian dalam kendali kepala daerah bukan oleh daerah di satu sisi merupakan salah satu lagi pegawai/dinas pertanian. bentuk kontribusi masyarakat untuk membantu

negara dalam membangun perekonomian di Sesuai dengan tugas dan fungsinya daerah. Namun di sisi lain, bagi masyarakat

dikaitkan dengan undang-undang dan Per- merupakan suatu beban. Hal ini tidak akan

aturan Pemerintah tersebut diatas, Kemen- menjadi masalah jika pungutan tersebut jelas

terian Pertanian berperan dalam menetapkan dasar hukumnya dan jelas perhitungannya

program-program dan kebijakan-kebijakan, serta tidak saling tumpang tindih. Dalam

pengaturan, standar, dan norma yang terkait keterkaitannya dengan perkembangan sektor

program nasional pembangunan pertanian, peningkatan PAD ini akan sangat

dengan

pertanian. Program pembangunan pertanian bermanfaat jika sektor pertanian menjadi fokus

yang didukung anggaran APBN sektor per- kebijakan pembangunan daerah.

tanian lebih dari 80 persen telah dialokasikan ke daerah, yang secara operasional program pembangunan

pertanian sebagian besar

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.

PADA ERA OTONOMI DAERAH

Dalam kebijakan disentralisasi, kebijakan diarahkan pada pembangunan yang berbasis

Kebijakan Pembangunan Pertanian

pada pendayagunaan keragaman sumberdaya lokal, berkembangnya pelaku ekonomi lokal,

Sektor pertanian masih diharapkan memberikan kemampuan pemerintah daerah berperan dalam

utama pembangunan karena pengaruhnya dalam pembentukan

agribisnis dan meningkatnya bagian nilai PDB, penyediaan lapangan kerja dan sumber

tambah yang dinikmati rakyat lokal (Saragih, pendapatan masyarakat, terutama di per-

2002).

desaan, pengentasan kemiskinan, perolehan devisa melalui ekspor produk-produk unggulan

Dengan diterapkannya kebijakan Oto- dan penciptaan ketahanan pangan nasional.

nomi Daerah, telah terjadi perubahan yang Penanggung jawab sekaligus simpul koor-

mendasar dalam berbagai aspek hubungan dinasi dalam pembangunan sektor pertanian

antara Pemerintah Pusat dan Daerah. adalah Kementerian Pertanian. Dalam pene-

Perubahan tersebut antara lain : a) hilangnya rapan disentralisasi, pembangunan pertanian

unit organisasi pusat yang ada di daerah; b) dilaksanakan sesuai dengan kewenangan

hilangnya peranan pusat dalam pelaksanaan yang diatur dalam Undang-Undang No. 22

berbagai kegiatan pembangunan; c) mening- katnya peran dan tanggung jawab Pemda; d)

PEMBANGUNAN PERTANIAN PADA ERA OTONOMI DAERAH : KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI Henny Mayrowani

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 30 No. 1, Juli 2012 : 31 - 47

semakin longgarnya hubungan hierarkhis antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Secara garis besar kewenangan Pemerintah Pusat di bidang pertanian terbatas kepada aspek pengaturan, penetapan standar, pe- doman dan norma. Kewenangan di bidang pertanian

dilimpahkan ke kabupaten/kota, artinya kewe- nangan tersebut tidak dapat dilimpahkan ke provinsi. Mekanisme perencanaan program pembangunan pertanian berjalan disesuaikan dengan dinamika yang mengarah pada disentralisasi, demokratisasi, partisipasi, trans- paransi

dan akuntabilitas.

Perencanaan

program dilaksanakan secara bottom up, mengacu pada sasaran yang jelas tentang benaran yang terukur, lokasi, waktu, kelompok sasaran dan manfaat bagi kelompok sasaran (Suarta dan Swastika, 2004).

Program pembangunan

pertanian

dijabarkan dalam bentuk kegiatan dengan memperhatikan resource endowment (sumber daya alam, manusia, kapital, teknologi, kondisi internal dan eksternal peraturan, perkemba- ngan, keterbatasan peran dan kewenangan). Pemerintah Pusat merancang perencanaan pembangunan pertanian dalam tata ruang pengembangan ekonomi dan pembangunan sumberdaya nasional, pencapaian daya saing nasional, pemberdayaan wilayah, pengen- tasan kemiskinan dan pemerataan, ketahanan pangan, kebijakan perdagangan international dan kebijakan makro lainnya. Pemerintah Kabupaten/Kota menyusun perencanaan pem- bangunan agribisnis di tingkat kabupaten/kota dengan memperhitungkan dan mengacu pada rencana pembangunan nasional dan resource endowment wilayah.

Pembangunan pertanian

dianggap

oleh sebagian birokrasi dan legislator lokal sebagai bidang

yang cost-center yang membutuhkan investasi besar namun return- nya cukup lama. Hal ini yang menyebabkan mengapa isu pentingnya pembangunan per- tanian kurang menarik perhatian bagi sebagian besar pembuat kebijakan daerah. Kepala Daerah dan anggota DPRD yang dipilih dalam periode lima tahun, dalam beberapa kasus akan

lebih tertarik dan

berkonsentrasi

mengurusi bidang yang memiliki return tinggi dan lebih cepat seperti industri, pertambangan, eksploitasi hutan atau pariwisata. Pem-

bangunan pertanian di beberapa daerah menjadi terpinggirkan. Hasil penelitian Sugino (2010) menyatakan bahwa kecenderungan umum kebijakan pemerintah daerah kurang berpihak pada kegiatan yang terkait dengan pembangunan pertanian.

Kecenderungan penurunan aktivitas pembangunan pertanian antara lain disebab- kan: (1) perbedaan persepsi antara daerah dan pusat serta antara eksekutif dan legislatif lokal tentang peranan pembangunan per- tanian, yang memperbesar variasi yang mencolok dalam kebijakan pertanian; (2) rendahnya prioritas dan alokasi anggaran untuk pembangunan pertanian; (3) keterse- diaan informasi pertanian sangat terbatas; (4) penurunan kapasitas dan kemampuan mana- jerial dari penyuluh pertanian; serta (5) penyu- luh pertanian kurang aktif untuk mengunjungi petani, kunjungan lebih banyak dikaitkan dengan keproyekan.

Mengembalikan ide sentralisasi pem- bangunan pertanian seperti pada masa revolusi hijau tampaknya juga bukan pilihan yang tepat karena membatasi partisipasi dan inisiatif lokal, Bagaimanapun perlu upaya yang sistematis dan serius supaya otonomi daerah juga memberikan perhatian yang besar pada pembangunan pertanian. Walaupun, di satu pihak pembangunan pertanian telah menun- jukkan keberhasilan, tetapi di pihak lain masih menghadapi permasalahan, utamanya lahan pertanian, air irigasi, hama dan penyakit tanaman, sarana produksi, pasca panen, dan kelembagaan pertanian. Dalam mengatasi permasalahan ini, lebih tepat jika pemerintah berupaya untuk membantu menemu-kenali segala permasalahan yang dihadapi petani dan bersama-sama mengusahakan jalan keluarnya, dengan memposisikan diri sebagai kekuatan pelindung petani.

Selama ini masalah yang muncul ada- lah anjloknya harga komoditas, kenaikan harga pupuk, dan persaingan tidak sehat, yang lebih disebabkan oleh kekeliruan atau tidak bekerjanya kebijakan atau peraturan (hukum) yang dibuat oleh pemerintah (Mubyarto dan Santosa, 2003). Dalam hal ini, perlu adanya perubahan mindset dari birokrasi lokal, perlu terus didorong sehingga mereka menjadi lebih mendukung kebijakan pertanian. Program yang perlu dikembangkan antara lain pendi- Selama ini masalah yang muncul ada- lah anjloknya harga komoditas, kenaikan harga pupuk, dan persaingan tidak sehat, yang lebih disebabkan oleh kekeliruan atau tidak bekerjanya kebijakan atau peraturan (hukum) yang dibuat oleh pemerintah (Mubyarto dan Santosa, 2003). Dalam hal ini, perlu adanya perubahan mindset dari birokrasi lokal, perlu terus didorong sehingga mereka menjadi lebih mendukung kebijakan pertanian. Program yang perlu dikembangkan antara lain pendi-

tingkat II, sehingga rumah para penyuluh latif yang memiliki otoritas membuat kebijakan

pertanian menjadi tidak sama di tiap daerah. terakit pembangunan (Subejo, 2002)

Menurut Slamet (2006). perubahan kelemba- gaan penyuluhan pertanian sampai Mei 2001 terlihat dalam Tabel 1.

Pembangunan Sektor Pertanian dalam Kebijakan Pembangunan Daerah

Tabel 1. Perubahan Kelembagaan Penyuluhan Sektor

Pertanian di Daerah sampai Mei 2001 paradigma pembangunan daerah merupakan

BIPP berubah menjadi Jumlah prime over untuk meningkatkan pendapatan

. Badan Informasi Pertanian 4 petani dan masyarakat, belum mendapat

. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) 17 perhatian dalam kebijakan pemerintahan lokal.

15 Dalam PP No. 38 Tahun 2007 tentang

. Bagian Unit Kerja

. Kantor Informasi Penyuluhan 53 Pembagian Urusan Pemerintahan Daerah,

22 disebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak,

. Sub-Dinas

22 wewenang dan kewajiban daerah otonom

. Seksi

87 untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

. Tetap sebagai BIPP

16 pemerintahan dan kepentingan masyarakat

. Dibubarkan

. Status belum jelas

108

setempat sesuai dengan peraturan perundang- 334 undangan. Diantara sektor yang kewenangan- Sumber : Slamet (2006).

Jumlah

nya dialihkan dari pemerintah pusat ke daerah adalah urusan/sektor pertanian. Seperti telah

Status dan struktur kelembagaan dikemukakan diatas, walaupun pertanian

penyuluhan pertanian barangkali bisa ber- mempunyai peranan penting dalam penca-

beda-beda antara satu daerah dan daerah paian tujuan pembangunan daerah, namun

lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kemam- dalam persektif perencanaan pembangunan

puannya, tetapi fungsi dasar penyuluhan per- daerah tidak termasuk urusan wajib. Per-

tanian seharusnya sama. Penyuluhan sangat tanian termasuk pilihan, seperti yang ter-

penting dalam pembangunan pertanian di cantum dalam PP No. 38 Tahun 2007 pasal 7

daerah. Beberapa daerah masih memperta- ayat 4. Sebagai sektor/urusan pilihan, kebi-

hankan bentuk BIPP karena merasa sektor jakan pembangunan daerah masih berpihak

pertanian sangat penting bagi pembangunan pada sektor industri dibandingkan sektor

daerahnya, dalam hal ini pemda tersebut pertanian, karena sektor industri dianggap

memberikan perhatian yang cukup tinggi memberikan pendapatan lebih tinggi kepada

terhadap sektor pertanian, contoh Kabupaten daerah. Investor juga lebih tertarik menanam-

Sragen di Jawa Tengah. kan modalnya pada sektor industri dibanding-

Konsep otda ini tentunya diharapkan kan sektor pertanian.

membawa kebaikan, termasuk harapan baru Posisi sektor pertanian belum menjadi

bagi meningkatnya pembangunan pertanian di fokus pembangunan daerah, hal ini sangat

negeri agraris ini. Namun baru sebagian kecil berpengaruh dalam perencanaan pengemba-

daerah yang memberi perhatian yang cukup ngan daerah baik dalam bentuk anggaran

bagi pengembangan sektor pertanian, ter- maupun struktur organisasi pemerintahan

merupakan sentra seperti keberadaan kelembagaan pertanian

utama

daerah yang

produksi pertanian. Pada daerah sentra (Dinas Pertanian dan Lembaga Penyuluhan).

produksi pertanian, dimana pemerintah daerah Di beberapa daerah, Dinas Pertanian diga-

atas segala kewenangannya dalam era bung dengan sektor lain seperti kehutanan dan

otonomi daerah memberikan perhatian pada perikanan, demikian juga dengan lembaga

sektor pertanian sebagai salah satu sumber penyuluhan. Struktur kelembagaan penyuluh-

perkembangan ekonomi daerah, otonomi an pertanian di tingkat kabupaten yang

daerah akan berdampak sangat positif dalam bernama Balai Informasi Penyuluhan Per-

peningkatan produksi, nilai tambah maupun tanian (BIPP) yang dengan susah payah

kesejahteraan petani di daerah tersebut. dibangun dalam kurun waktu yang panjang,

PEMBANGUNAN PERTANIAN PADA ERA OTONOMI DAERAH : KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI Henny Mayrowani

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 30 No. 1, Juli 2012 : 31 - 47

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DAERAH

Anggaran Sektor Pertanian dalam Pembangunan Daerah

Dalam rangka meningkatkan prioritas pengembangan pertanian di daerah dibutuh- kan keberpihakan dukungan dari pembuat kebijakan pembangunan. Penekanan prioritas ini harus tercermin dalam jumlah dana yang dialokasikan sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan, dan juga sesuai dengan kebu- tuhan petani. Pendanaan yang relatif terbatas merupakan salah satu masalah serius dalam pembangunan pertanian di daerah. Prioritas pembangunan sektoral dapat dilihat dari bagian alokasi anggaran daerah untuk setiap sektor, alokasi dana pembangunan daerah termasuk dana yang dialokasikan untuk pembangunan pertanian yang berasal dari berbagai sumber.

Pertanian mempunyai peranan penting dalam tujuan pembangunan daerah, namun dalam perspektif pembangunan daerah per- tanian termasuk pilihan. Dengan pemahaman bahwa penganggaran pembangunan daerah mengikuti dokumen perencanaan pembangun- an daerah, maka posisi pertanian tidak sela- manya menjadi fokus penganggaran pemba- ngunan daerah. Pada kenyataannya, alokasi dana untuk pembangunan pertanian relatif kecil pada sebagian besar daerah. Dari hasil penelitian Suhaeti et al. (2010), alokasi dana untuk pembangunan pertanian di Kabupaten Cianjur hanya 10 persen dari total anggaran daerah dan di Kabupaten Lampung Tengah dan Jembrana, Bali lebih kecil, berkisar antara 3-5 persen. Di Provinsi Jawa Barat, walaupun memberikan kontribusi PAD 120,3 persen dari target, namun dukungan anggaran sektor pertanian melalui APBD relatif kecil yaitu 6 persen dari total anggaran belanja. Umumnya program yang didukung pendanaannya adalah program peningkatan produksi pertanian.

Alokasi anggaran yang kecil untuk sektor pertanian, mencerminkan kurang keber- pihakan daerah terhadap pembangunan per- tanian. Slogan untuk menempatkan pemba- ngunan pertanian sebagai bagian penting untuk meningkatkan kesejahteraan petani di perdesaan belum dapat terealisasi. Dengan demikian, pengembangan pertanian pada saat

ini dan beberapa tahun mendatang harus mengandalkan pendanaan dari masyarakat petani dan kalangan pengusaha (khususnya yang bergerak di bidang pasca panen dan pengolahan hasil pertanian). Pemerintah dae- rah harus memberikan perhatian dalam upaya memandirikan petani dan sektor pertanian di perdesaan, antara lain dengan pengembangan kelembagaan pembiayaan dan kelembagaan usaha kelompok berbadan hukum.

Regulasi (Peraturan Daerah) pada Sektor Pertanian

Keuangan daerah dianggap sebagai kunci utama yang akan menentukan keber- hasilan pelaksanaan otonomi daerah. Pungut- an pajak dan retribusi cenderung makin ba- nyak pada era otonomi daerah menyebabkan meningkatnya biaya distribusi hasil pertanian, menekan harga yang diterima produsen, dan menekan daya saing sistem komoditas pertanian. Jika kebijakan otonomi daerah hanya menambah beban tanpa memberikan layanan yang berkualitas, maka tidak tertutup kemungkinan pelaksanaan otonomi daerah akan ditentang oleh masyarakat.

Pemerintah pusat perlu konsisten da- lam melaksanakan Undang-Undang Otonomi ini, dengan memberikan kesempatan yang cukup luas untuk mendapatkan manfaat dari hasil pengelolaan kekayaan daerah, sehingga Pemerintah Daerah memperoleh PAD lebih banyak dari pengelolaan kekayaan daerahnya dengan menciptakan iklim usaha yang baik. Pembenahan dan pemantapan kebijakan oto- nomi daerah perlu dilakukan dengan sistema- tik, koordinasi antar wilayah. Transparansi dalam pengurusan ijin, pajak serta berbagai pungutan sangat diperlukan. Keamanan dan kenyamanan untuk terhindar dari berbagai pungutan ilegal yang sangat memberatkan pedagang produk pertanian perlu dijamin oleh pemerintah.

Perbaikan pengaturan, baik substansi maupun rumusan yang tepat, untuk menghindarkan tafsir ganda dalam pelaksana- an otonomi yang mengakibatkan biaya tinggi dalam usaha perdagangan hasil pertanian, perlu dilakukan dengan lebih cermat (SMERU, 1999).

Dari tahun 1997 hingga 2002, seba- nyak 3.633 Peraturan Daerah (Perda) telah Dari tahun 1997 hingga 2002, seba- nyak 3.633 Peraturan Daerah (Perda) telah

pengelolaan fasilitas irigasi. daerah di tahun 2001, Pemerintah Daerah

Menurut Sugino (2010) dan Mayrowani menjadi lebih bebas dalam melaksanakan

(2003) lebih dari setengah dari Perda yang kebijakannya. Namun, belum tentu besarnya

telah diimplementasikan (51%) adalah Perda kewenangan dalam pelaksana kebijakan dae-

mengenai pajak daerah dan retribusi untuk rah memberikan dampak yang positif terhadap

pelayanan publik. Sejak saat kebijakan pengembangan pertanian. Dari 3.633 Perda,

pertanian menjadi salah satu kewenangan hanya 5,5 persen yang berhubungan pertani-

yang dilimpahkan dari Pemerintah Pusat ke an, dan sebagian besar Perda dibuat dengan

Pemerintah Daerah setelah adanya kebijakan tujuan

otonomi daerah, Perda yang berhubungan Pemerintah Daerah, seperti: pungutan pajak

untuk meningkatkan

pendapatan

dengan sektor pertanian adalah sebanyak 36 baru bagi pedagang. Sangat berat jika

persen. Dapat dikatakan bahwa walaupun dikatakan bahwa Perda tersebut bertujuan

jumlahnya sangat sedikit, beberapa Perda untuk mengembangkan pertanian daerah me-

bertujuan untuk membangun pertanian dengan lalui revitalisasi perdagangan hasil pertanian.

menggunakan sumberdaya lokal yang spesifik. Perda tersebut hanya memberikan kontribusi

Terdapat juga Perda yang terfokus pada untuk stabilitas keuangan Pemerintah Daerah

konservasi sumberdaya alam dan lingkungan dengan meningkatkan pendapatan dari pajak.

daerah. Perda-Perda tersebut tidak akan Hasil survei Perda mengenai pertanian

menghasilkan keuntungan secara ekonomi menemukan bahwa terdapat 1.039 Perda yang

dalam waktu singkat tetapi terfokus pada berhubungan dengan pertanian, kehutanan

pencapaian jangka menengah dan jangka pan- dan perikanan dikumpulkan dari 19 provinsi

jang untuk pembangunan yang berkelanjutan. dan 300 kabupaten (termasuk kota). Hingga

Pada tahap awal otonomi daerah, tahun 2007 berdasarkan kategorinya, Perda

Pemerintah Daerah ragu-ragu untuk membuat yang berhubungan dengan peternakan seba-

Perda karena mereka takut akan terjadi nyak 303 Perda (29%) merupakan yang ter-

kontradiksi antara kebijakan Pemerintah Pusat banyak, diikuti oleh Perda tentang kehutanan

dan Daerah. Sebenarnya, beberapa Perda 242 Perda (23%), perikanan 172 Perda (17%)

mempunyai kontradiksi dengan peraturan dan tanaman pangan dan hortikultura 134

Pemerintah Pusat dan beberapa penyesuaian Perda (13%)

(Sugino, 2010). Kebanyakan perlu dilakukan pada Perda tersebut untuk Perda

menghindarkan konflik antara Kebijakan Pusat dengan kesehatan hewan dan pengelolaan

tentang peternakan

behubungan

dan Daerah. Walaupun terdapat berbagai rumah potong hewan. Hal ini merefleksikan

masalah, beberapa Perda baru diterbitkan, meningkatnya perhatian Pemerintah Daerah

yang berjumlah 600 Perda per tahun pada terhadap berjangkitnya wabah penyakit hewan

periode 1997 – 2002, meningkat menjadi seperti flu burung dan anthrax dan per-

1.000 Perda per tahun (Mayrowani et al., dagangan ternak.

2003). Sejalan dengan waktu, terjadi peru- Perda yang berhubungan dengan

bahan tujuan Perda. Pada tahap awal otonomi kehutanan adalah tentang penggunaan hutan

daerah, kebanyakan Perda terfokus pada secara umum, pengelolaan konservasi hutan,

perolehan keuangan untuk Pemerintah Daerah dan perdagangan hasil hutan. Keadaan ini

dalam jangka pendek. Secara bertahap, fokus memperlihatkan bahwa Pemerintah Daerah

Perda bergeser ke pengembangan pertanian memberikan perhatian terhadap keberlanjutan

daerah dengan menggunakan sumberdaya penggunaan hutan dan penebangan liar

lokal yang spesifik. Efektifitas otonomi bidang (illegal logging) yang merupakan salah satu

pertanian masih diperdebatkan beberapa masalah sosial yang serius di Indonesia.

kalangan. Di satu sisi ada peluang munculnya Perda yang berhubungan dengan perikanan,

inisiatif dan pemberdayaan sumber daya lokal. umumnya adalah tentang perdagangan hasil

Namun di sisi yang lain, ada ancaman perikanan, dan peraturan tentang penggunaan

inkonsistensi dari birokrasi dan legislator alat penangkapan ikan dan cara penangkapan.

daerah terhadap arti penting pembangunan Perda yang berhubungan dengan tanaman

pertanian.

PEMBANGUNAN PERTANIAN PADA ERA OTONOMI DAERAH : KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI Henny Mayrowani

Dalam implementasinya setelah oto- sektor pertanian daerah dengan meningkatnya nomi daerah kebanyakan Perda difokuskan

komoditas pertanian. pada peningkatan pendapatan daerah dan

biaya

pemasaran

Namun, untuk stabilitas pendapatan daerah, hanya beberapa Perda yang menyangkut

usaha Pemda ini memberikan dampak yang pengembangan pertanian daerah. Dengan

positif.

kata lain, beberapa Pemerintah Daerah yang Sebagai contoh adalah kebijakan berhasil mengembangkan pertanian daerah-

program pengembangan usaha pertanian nya, mengimplementasikan beberapa kebijak-

organik (Go organic 2010). Program ini terdiri an pertanian yang tidak termuat dalam Perda.

dari berbagai kegiatan seperti pengembangan Dalam hal ini, perlu dibuat catatan bahwa

teknologi usaha pertanian organik, membentuk beberapa Pemerintah Daerah, yang telah

asosiasi petani organik, pengembangan per- berhasil mengembangkan pertanian daerah

desaan melalui usaha pertanian organik, dan dan mengimplementasi beberapa kebijakan

membangun strategi pemasaran pangan daerah yang tidak diterbitkan dalam Perda.

organik (Sugino and Mayrowani, 2010). Tujuan Contohnya, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa

akhir dari program ini adalah menjadikan Tengah berhasil mengembangkan pertanian-

Indonesia sebagai pusat produksi pangan nya, menerbitkan hanya 4 Perda setelah tahun

organik dan eksport di tahun 2010. Walaupun 2001 (3 Perda tentang perijinan dan satu

Pemerintah Pusat telah berusaha, namun tentang irigasi). Walaupun hanya menerbitkan

pertanian organik di daerah masih merupakan beberapa Perda, Kabupaten Sragen telah

kategori yang kurang popular. Keadaan ini mengimplementasikan berbagai kebijakan per-

mengindikasikan bahwa ada perbedaan per- tanian yang menguntungkan petani (Sugino,

hatian dalam kebijakan antara Pemerintah 2010).

Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam hal ini, Kegiatan pelaksanaan kebijakan per-

diperlukan usaha yang keras untuk membuat tanian

keselarasan kebijakan antara Pemerintah umumnya pada kegiatan pembangunan infra-

pada Pemerintah

Daerah

pada

Pusat dan Daerah dalam meningkatkan efek- struktur pertanian sebanyak 77 persen.

tifitas program.

Kegiatan berikutnya adalah promosi produk Pengentasan kemiskinan merupakan pertanian yang dihasilkan daerah tersebut.

isu yang penting dalam masyarakat per- Kelihatannya pengentasan kemiskinan di

desaan. Namun, hanya sedikit Perda yang perdesaan melalui pertanian belum mendapat

implementasinya mempunyai kontribusi pada perhatian, ditunjukkan dengan rendahnya

pengentasan kemiskinan. Salah satu alasan presentasi (26%) responden Pemda yang

mengapa perhatian terhadap pengentasan melaksanakan.

kemiskinan kurang adalah bahwa kegiatan tersebut kemungkinan dilakukan oleh Dinas

Pembinaan dan Keselarasan Pelaksanaan

lain selain Dinas Pertanian. Bagaimanapun

Program

juga,

mengurangi kemiskinan di perdesaan, sektor pertanian masih merupakan

untuk

Dalam era Otonomi Daerah, ada sumber pendapatan bagi rumah tangga kecenderungan penurunan jumlah staf Dinas

miskin. Karena itu, walaupun kebijakan untuk Pertanian dan PPL. Keadaan ini menunjukkan

pengentasan kemiskinan dilakukan oleh Dinas menurunnya ketersediaan sumberdaya manu-

lain, Dinas Pertanian harus terlibat dalam sia untuk pengembangan pertanian di daerah,

kegiatan tersebut sehingga informasi terkini walaupun itu penting untuk pengembangan

mengenai keadaan perdesaan yang dikumpul- ekonomi perdesaan. Jumlah anggaran Dinas

kan oleh Dinas Pertanian dapat digunakan Pertanian cenderung meningkat, menggam-

efektifitas program. barkan bahwa Pemerintah Daerah berusaha

untuk

meningkatkan

Kebijakan mengenai kredit juga merupakan meningkatkan pendapatannya dengan usaha

kebijakan yang kurang populer diantara mereka sendiri. Seperti telah dikemukakan

kebijakan Pemerintah Daerah, kebanyakan sebelumnya, Pemda menerbitkan berbagai

petani mengalami kesulitan dalam mengakses peraturan seperti pajak daerah dan retribusi

kredit. Sejak kebijakan mengenai kredit me- perijinan untuk meningkatkan pendapatan

merlukan anggaran yang lebih besar daripada daerah. Hal ini memberikan efek negatif bagi

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 30 No. 1, Juli 2012 : 31 - 47

PEMBANGUNAN PERTANIAN PADA ERA OTONOMI DAERAH : KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI Henny Mayrowani

kebijakan lainnya, pengembangan kebijakan kredit dalam waktu singkat sulit dilaksanakan. Namun, usaha yang terus menerus untuk meningkatkan akses petani terhadap kredit akan sangat berguna untuk merangsang petani dalam mengadopsi teknologi baru dan memberi inovasi bagi usaha pertanian.

Dapat dimengerti jika “Promosi” meru- pakan kegiatan yang populer pada Pemda, karena berhasilnya promosi produksi pertanian daerah dapat memberikan manfaat langsung pada perekonomian daerah dan promosi hanya membutuhkan anggaran yang tidak terlalu banyak. “Bantuan Teknik” merupakan kegiatan yang penting untuk meningkatkan produktifitas pertanian, namun kebijakan ini tidak populer. Fakta tersebut dan penurunan jumlah PPL menunjukkan bahwa alih teknologi pada Pemeritahan Daerah menjadi semakin lemah. Seharusnya, jika Pemerintah Daerah mengerti bahwa alih teknologi itu penting untuk meningkatkan produktifitas hasil pertanian, kesulitan keuangan tidak menjadi penghalang bagi Pemerintah Daerah untuk memperkuat kegiatan ini.

DAMPAK KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP SEKTOR PERTANIAN

Dampak Positif Kebijakan Otonomi Daerah terhadap Sektor Pertanian

Masih sangat banyak petani kita yang hidup secara subsisten, dengan mengkon- sumsi komoditas pertanian hasil produksi mereka sendiri. Mereka adalah petani-petani yang luas tanah dan sawahnya sangat kecil, atau buruh tani yang mendapat upah berupa pangan, seperti padi, jagung, atau ketela. Mencari keuntungan adalah wajar dalam berbisnis, tetapi hal itu tidak dapat dijadikan orientasi dalam setiap kegiatan petani. Petani kita pada umumnya lebih mengedepankan orientasi sosial-kemasyarakatan, yang diwu- judkan dengan tradisi gotong-royong dalam kegiatan mereka. Bertani bukan saja aktivitas ekonomi, melainkan sudah menjadi budaya hidup yang sarat dengan nilai-nilai sosial- budaya masyarakat lokal, sehingga peren- canaan terhadap perubahan kegiatan per- tanian harus pula mempertimbangkan konsep dan dampak perubahan sosial-budaya yang

akan terjadi. Peningkatan produksi pertanian dan pendapatan tanpa diikuti oleh kebijakan struktural pemerintah di dalam pembuatan aturan/hukum, persaingan, distribusi, produksi dan konsumsi pangan yang melindungi petani tidak akan mampu mengangkat kesejahteraan petani ke tingkat yang lebih baik.

Situasi tersebut semakin diperparah jika terjadi distorsi kebijakan pemerintah (penerapan pajak atau subsidi, hambatan perdagangan, atau intervensi lainnya) dan kegagalan pasar (monopoli, eksternalitas, atau pasar sumberdaya domestik yang tidak berkembang) menyebabkan pasar berjalan tidak sempurna dan gagal menciptakan pasar yang efisien. Kebijakan pemerintah yang distortif dan kegagalan pasar menyebabkan harga pasar berbeda dengan harga efisiensi- nya (divergensi) dan petani harus membayar harga input lebih mahal dibandingkan dengan yang seharusnya dibayar, dan pada gilirannya menyebabkan merosotnya keuntungan, baik secara aktual maupun sosial yang diperoleh petani (Darmawan, 2010).

Keleluasan Pemda dalam mengatur urusannya sendiri bisa memberikan dampak positif bagi sektor pertanian, terutama dalam peningkatan pendapatan petani. Menurut Sugino et al. (2010), dalam peningkatan pro- duksi pertanian di perdesaan, peranan Peme- rintah Daerah sangat diperlukan. Bantuan teknis, promosi, bimbingan, jaminan pasar, dan pembiayaan sangat penting bagi mereka. Betapa pentingnya dukungan Pemerintah Daerah pada kegiatan petani (kelompok tani) dan produksi pertaniannya, terlihat dari kasus pengembangan padi organik di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, yang merupakan komo- ditas bernilai tinggi yang populer saat ini. Pengembangan padi organik merupakan kebijakan pertanian unggulan karena dapat mengendalikan lingkungan, menjamin kese- hatan masyarakat dan tersedianya pasar disamping meningkatkan pendapatan petani karena harga lebih tinggi. Secara umum, usahatani padi organik lebih menguntungkan dari usahatani padi non-organik (Mayrowani et al., 2010; Mulyaningsih, 2010; Rachman, 2011). Di Kabupaten Sragen R/C untuk usahatani padi organik adalah 2,83 dan untuk usahatani padi non-organik 1,81. Usahatani padi organik ini tidak akan menguntungkan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 30 No. 1, Juli 2012 : 31 - 47

tanpa adanya bantuan tekhnis, seperti penyu- luhan dan promosi, serta bantuan pemasaran dari Pemerintah Daerah. Dalam pemasaran ini, Pemerintah Daerah membentuk Badan Usaha Pemerintah Daerah yang bergerak dalam memasarkan padi organik tersebut (Mayrowani et al., 2010).