Minyak Akar Wangi (Vetiver oil) sebagai Repelan terhadap Hinggapan Nyamuk Aedes aegypti

Minyak Akar Wangi Sebagai Repelan Ae Aegypty

1

Minyak Akar Wangi (Vetiver oil) sebagai Repelan terhadap
Hinggapan Nyamuk Aedes aegypti
Repellency of Akar Wangi Oil (Vetiver Oil) Against Aedes aegypti
Imam Djamaluddin Mashoedi1*
ABSTRACT
Background: The effort to eradicate Aedes aegypti, the vector of DHF has not been successful. Therefore,
there should be utilization a plant exploration, which regures an exploration of natural source repellent
against Aedes aegypti. Akar wangi (Andropogon zizanioides (L) Urb.) or well known as Vetiveria has been
used as the repellent. This study was conducted to investigate the effect of akar wangi oil on Ae. aegypti
landing and to analyze the repellent efficacy of the vertiver oil.
Design and Metode: This is experimental post test only control group study. Repellency of akar wangi oil at
various doses was evaluated against A. aegypti females. Each test sample was repeated. Akar wangi oil was
applied on the arms at different consentrations including 100%, 75%, 50% and 25%. The control and tested
groups arms were inserted into mosquito cage, and then at hour 1, 3, and 6, the number of mosquito landing
on arms and attempting to feed were recorded. The repellency against the Ae aegypti was analyzed using
protection time. One way ANOVA were applied to analyze the difference between the mean of number of
mosquito landing on the controls and testers.

Result: Akar wangi oil which was applied on the arms capable of refusing the landing of Aedes aegypti, but
it was not as effective as repellent. Based on the analysis akar wangi oil protection in various concentrations
in the first hour, third and sixth hour were different one another.
Conclusion: Akar wangi oil is less potential for natural repellent against Aedes aegypti, because the
effectiveness of its repellent on the first six hours is less than 90% at concentrations of 25, 50, 75, and 100%
(Sains Medika, 2(1):1-7).
Key words: Aedes aegypti, DHF, Vetiver oil, repellent
ABSTRAK
Pendahuluan: Upaya pemberantasan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor Demam Berdarah Dengue
(DBD) sampai saat ini belum berhasil. Oleh karena itu, perlu dilakukan eksplorasi pemanfaatan tanaman
sebagai bahan alami repelan yang dapat menghindari hinggapan nyamuk Aedes aegypti. Akar wangi
(Andropogon zizanioides (L) Urb.) atau lebih dikenal dengan Vetiveria merupakan salah satu tanaman
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku repelan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh
minyak akar wangi terhadap hinggapan nyamuk Ae aegypti, serta menganalisis efektifitas penolakan
hingapan nyamuk Ae aegypti pada lengan yang diolesi minyak akar wangi (Vetiver Oil).
Metode Penelitian: Penelitian eksperimental dengan rancangan post test only control group design ini
menggunakan sampel nyamuk Ae aegypti betina. Perlakuan terdiri dari lima kelompok dengan 5 ulangan,
yaitu kontrol, minyak akar wangi konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25%. Tangan yang sudah diolesi minyak
akar wangi selanjutnya dimasukkan pada kurungan nyamuk, kemudian dihitung rata-rata jumlah nyamuk
yang hinggap pada tiap-tiap perlakuan pada pengamatan jam ke-1, 3 dan 6. Efektifitas penolakan

hinggapan nyamuk Ae aegypti dianalisis menggunakan daya proteksi. Data yang diperoleh diuji dengan
One Way Anova untuk menganalisa perbedaan antar kelompok perlakuan.
Hasil Penelitian: Minyak akar wangi yang dioleskan pada lengan mampu menolak hinggapan nyamuk
Aedes aegypti, akan tetapi tidak efektif sebagai repelan. Berdasarkan hasil analisa daya proteksi minyak
akar wangi dalam berbagai konsentrasi pada jam pertama, jam ketiga dan jam keenam berbeda satu
sama lain.
Kesimpulan: Minyak akar wangi kurang berpotensi untuk digunakan sebagai repelan terhadap nyamuk
Aedes aegypti, karena efektifitas daya tolaknya pada 6 jam pertama kurang dari 90% pada konsentrasi
25, 50,75, dan 100% (Sains Medika, 2(1):1-7).
Kata kunci : Aedes spesies, DBD, minyak akar wangi, repelan
1
*

Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA)
Email: imamdjamaluddin@yahoo.com

2

Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010


PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini merupakan salah satu masalah
kesehatan utama di Indonesia. Permasalahan DBD di Indonesia adalah masih tingginya
insiden dan penyebaran penyakit yang semakin meluas. Tingginya insiden DBD ditandai
dengan terjadinya beberapa kejadian luar biasa (KLB) yang mempunyai siklus 5-10 tahunan.
Angka kematian akibat DBD cenderung menurun, namun di lain pihak angka kematian
DBD berat/Sindrom Syok Dengue (SSD) masih tetap tinggi. Angka kematian yang tinggi ini
menunjukkan bahwa belum berhasilnya upaya pemberantasan DBD melalui pemberantasan
nyamuk. Di samping itu, upaya peningkatan kekebalan tubuh serta pencegahan dengan
vaksinasi masih belum dapat dilaksanakan (Suroso, 1999).
Aedes aegypti (Ae aegypti) merupakan salah satu spesies dari nyamuk Aedes spesies,
vektor DBD. Ae aegypti merupakan vektor penular utama virus Dengue yang tersebar di
rumah maupun tempat-tempat umum (Sutaryo, 1999). Nyamuk ini bersifat kosmopolit,
banyak hidup di belahan dunia dengan iklim tropis dan sub tropis seperti Asia, Afrika,
Australia dan Amerika. Ae aegypti ditemukan terutama di negara-negara yang terletak
diantara 45° LU dan 35° LS. Sejak tahun 2000-an nyamuk ini banyak ditemukan pada wilayah
dengan ketinggian >1.000 m dpl, sedangkan sebelumnya tidak pernah ditemukan.
Penyebaran nyamuk ini berkaitan erat dengan perkembangan sistem transportasi (Hoedojo,
1993).
Obat anti nyamuk sebagai upaya menghindari penyebaran Ae aegypti sudah banyak

beredar di pasaran. Akan tetapi, penggunaan obat anti nyamuk ini diketahui berbahaya
bagi tubuh. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat menggunakan repelan yang
dioleskan pada bagian tubuh tertentu atau disemprotkan pada pakaian sebagai alternatif
penolak nyamuk. Repelan bisa berbentuk cairan, pasta, atau semprotan (Gandahusada,
et al., 2006). Persyaratan repelan antara lain: tidak mengganggu pemakainya dan orang
di sekitarnya, tidak lengket, bau menyenangkan, tidak menimbulkan iritasi pada kulit,
tidak beracun, tidak merusak pakaian, dan memiliki daya pengusir nyamuk yang dapat
bertahan cukup lama. Repelan dianggap efektif apabila hingga jam ke-6 daya proteksinya
di atas 90 %. Faktor kecil yang membuat tidak efektifnya minyak akar wangi antara lain
adalah faktor manusia, secara fisiologis manusia mengeluarkan keringat yang dapat
bercampur dengan zat-zat aktif yang dioleskan sehingga merubah struktur zat aktif

Minyak Akar Wangi Sebagai Repelan Ae Aegypty

3

tersebut (Departemen Pertanian, 1995; Niradita, 2006). Bahan baku repelan dapat berasal
dari tanaman yang daun, akar, batang, biji, dan bunganya dapat dimanfaatkan dan
diolah (Kardinan, 2003).
Akar wangi (Andropogon zizanioides (L) Urb.) atau lebih dikenal dengan Vetiveria

merupakan salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku repelan.
Secara empiris, penggunaan tanaman ini dengan cara meremas-remas daun atau bunganya
kemudian digosokkan ke kulit agar terhindar dari gigitan nyamuk atau serangga lainnya.
Wijayanti & Mulyaningsih (1997) telah meneliti efek repelan ekstrak akar wangi terhadap
nyamuk Ae aegypti, dimana konsentrasi 25% berefek pada jam ke-1, sedangkan konsentrasi
50% dan 100% berefek pada jam ke- 2.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh minyak akar wangi terhadap
hinggapan nyamuk Ae aegypti, serta menganalisis efektifitas penolakan hinggapan
nyamuk Ae aegypti pada lengan yang diolesi minyak akar wangi (Vetiver Oil) dengan
konsentrasi 25%, 50% dan 75%, serta 100% pada jam ke-1, 3, dan 6. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi pengembangan ilmu terhadap program
pengendalian vektor penular DBD dalam hal pencegahan infeksi Dengue dan
pemberantasan vektor penyakitnya.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan post test only
control group design (Pratiknya, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah semua nyamuk
Ae aegypti. Sampel yang digunakan adalah Ae aegypti betina dewasa sejumlah 625 ekor
yang ditentukan secara acak. Kriteria inklusi antara lain: nyamuk belum pernah digigitkan
dan dilaparkan selama 1 hari sebelum perlakuan. Nyamuk ditempatkan pada kurungan

dengan panjang 50 cm, lebar 35 cm dan tinggi 40 cm yang terbuat dari kasa nylon berbingkai
kawat besi, pada sisi bagian depan terdapat 2 lubang yang diberi kasa untuk memasukkan
tangan probandus.
Penelitian ini terdiri dari lima perlakuan, yaitu kontrol, minyak akar wangi konsentrasi
100% (MAW 100%), MAW 75%, MAW 50% dan MAW 25%. Masing-masing perlakuan
diulang sebanyak 5 kali, dengan jumlah sampel masing-masing 25 ekor nyamuk. Jumlah
sampel yang digunakan mengacu pada Gay (dalam Hasan, 2002) bahwa ukuran minimum

4

Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010

sampel yang digunakan pada penelitian eksperimental yaitu 15 ekor per kelompok.
Minyak akar wangi diperoleh melalui proses penyulingan, sehingga minyak atsiri
keluar dari kelenjar minyak dalam jaringan tanaman akar wangi. Akar wangi terlebih
dahulu dikeringkan, kemudian dirajang. Hasil rajangan segera dimasukkan ke dalam
ketel penyuling dan ditambahkan air secukupnya, selanjutkan dididihkan secara
perlahan-lahan. Uap yang terbentuk terdiri dari campuran uap air dan minyak. Campuran
tersebut mengalir melalui pipa menuju kondensor, sehingga uap dicairkan kembali dengan
sistem pendingin dari luar, yaitu air dingin. Larutan campuran tersebut akan terpisah

karena perbedaan bobot jenis. Minyak lebih ringan dari air maka minyak berada di atas
lapisan air. Bagian minyak diambil, sedangkan untuk menghilangkan air yang terbawa
minyak ditambahkan natrium sulfat anhidrat. Proses ini menghasilkan minyak akar
wangi dengan konsentrasi 100%, sedangkan minyak akar wangi dengan konsentrasi
25%, 50% dan 75% diperoleh melalui pengenceran minyak akar wangi konsentrasi 100%
dengan larutan pengencer alkohol 70%.
Minyak akar wangi dengan berbagai konsentrasi selanjutnya dioleskan pada tangan
probandus (manusia). Sebagai kontrol digunakan tangan probandus yang tidak diolesi
repelan (minyak akar wangi). Tangan yang sudah diolesi minyak akar wangi selanjutnya
dimasukkan pada kurungan nyamuk, kemudian dihitung rata-rata jumlah nyamuk yang
hinggap pada tiap-tiap perlakuan pada pengamatan jam ke-1, 3 dan 6.
Efektifitas penolakan hinggapan nyamuk Ae aegypti pada lengan yang diolesi minyak
akar wangi (Vetiver Oil) dianalisis menurut Departemen Pertanian (1995). Repelan dianggap
efektif apabila hingga jam ke-6 masih memiliki daya proteksi di atas 90 %. Daya proteksi
dihitung menurut rumus, sebagai berikut:
(K-R) x 100%
K
Keterangan: DP
DP =


=

Daya Proteksi

K

=

Banyaknya hinggapan pada tangan kontrol

R

=

Banyaknya hinggapan pada tangan perlakuan

Minyak Akar Wangi Sebagai Repelan Ae Aegypty

5


HASIL PENELITIAN
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi minyak akar
wangi yang dioleskan, semakin sedikit nyamuk yang hinggap pada tangan probandus.
Semakin lama waktu pengolesan menunjukkan peningkatan jumlah nyamuk yang hinggap.
Rata-rata jumlah nyamuk yang hinggap pada pengamatan jam ke-1, 3 dan 6 untuk masingmasing perlakuan ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1.

Rata-rata jumlah nyamuk yang hinggap pada masing-masing kelompok
perlakuan pada pengamatan jam ke-1, 3 dan 6

Hasil penghitungan daya proteksi pada jam ke-1, 3 dan 6 menunjukkan bahwa
minyak akar wangi pada berbagai konsentrasi tidak efektif digunakan sebagai repelan
terhadap hinggapan nyamuk Ae aegypti dengan daya proteksi sampai jam keenam
pengamatan kurang dari 90% (Gambar 1.). Berdasarkan hasil analisa One Way Anova daya
proteksi minyak akar wangi dalam berbagai konsentrasi pada jam pertama, jam ketiga dan
jam keenam berbeda satu sama lain.

Gambar 1.

Persentase daya proteksi minyak akar wangi pada berbagai konsentrasi

pada pengamatan jam ke-1 ( ),ke-3 ( ) dan ke-6 ( )

6

Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010

PEMBAHASAN
Minyak akar wangi berpotensi digunakan sebagai repelan, akan tetapi
efektifitasnya rendah (kurang dari 90%). Hasil penelitian ini senada dengan hasil
penelitian terdahulu oleh Wijayanti & Mulyaningsih (1997) yang melaporkan bahwa
ekstrak akar wangi mampu melindungi terhadap hinggapan nyamuk tetapi tidak efektif
terhadap nyamuk Ae aegypti karena efektifitas daya proteksinya kurang dari 90%.
Ketidakefektifan minyak akar wangi sebagai repelan nyamuk Ae aegypti tersebut
dimungkinkan akibat pengaruh dari berbagai faktor, antara lain faktor manusia. Secara
fisiologis manusia mengeluarkan keringat yang dapat bercampur dengan zat-zat aktif
yang dioleskan sehingga merubah struktur zat aktif tersebut (Niradita, 2006).
Sampai saat ini belum ditemukan bahan alami yang dianggap efektif sebagai zat
repelan. Niradita (2006) melaporkan bahwa zat yang dianggap efektif sebagai repelan pada
saat ini adalah DEET (N,N-Diethyl-meta-toluamide) bertahan selama 8 jam pada konsentrasi
30%. Akan tetapi, batas konsentrasi maksimum penggunaan DEET pada kulit manusia hanya

30%.
Tanaman akar wangi khususnya minyak akar wangi sebagai zat repelan alami belum
digunakan secara optimal. Hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa minyak akar wangi
memiliki efek repelan, meskipun tidak terbukti efektif, tidak boleh dipandang sebelah mata.
Minyak akar wangi dimungkinkan dapat dipasarkan sebagai suatu produk repelan yang
multifungsi, sebagai pengharum dan sekaligus aromaterapi. Oleh karena itu, perlu diadakan
penelitian lebih lanjut yang lebih lengkap dan ideal mengenai efek repelan minyak akar
wangi.

KESIMPULAN
Minyak akar wangi kurang berpotensi untuk digunakan sebagai repelan terhadap
nyamuk Aedes aegypti, karena efektifitas daya tolaknya pada 6 jam pertama kurang dari
90% pada konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%.

SARAN
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dalam rangka mengetahui kandungan dan
mekanisme zat lain dalam minyak akar wangi (vetiver oil) yang memungkinkan adanya

Minyak Akar Wangi Sebagai Repelan Ae Aegypty

7

penolakan terhadap hinggapnya nyamuk Ae aegypti dan uji efek sampingnya pada
manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian, 1995, Metoda Standar Pengujian Efikasi Pestisida, Volume I, 1-3.
Gandahusada, S., Ilahude D.A.P., dan E.H.D., Pribadi, W., 2006, Parasitologi Kedokteran,
Edisi ketiga cetakan VI, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 244-248.
Hasan, M.I., 2002, Metodologi Penelitian Klinis, Edisi 3, Ghalia Indonesia, Jakarta, 420-422
Hoedojo, 1993, Vektor DBD dan Upaya Penanggulangannya, Majalah Parasitologi Indonesia
G (1): 31-45.
Kardinan, A., 2003, Tanaman Pengusir Nyamuk, Cetakan kelima, Agromedia Pustaka,
Jakarta, 18-33.
Niradita, R., 2006, Uji Aktivitas Repelan Minyak Atsiri Daun Tembelekan (Lantana camara
L) Terhadap Nyamuk Aedes Aegypti, KTI FK UGM, 2-21.
Soedarmo, S.S.P., 1998, Demam Berdarah Dengue pada Anak, Universitas Indonesia Press,
Jakarta, 20-24.
Suroso, T., 1999, Epidemiological Situation of Dengue Haemorrhagic Fever and It’s Control
in Indonesia, International Seminar on Dengue ever/ Dengue Haemorrhagic Fever,
TDC Unair, Surabaya.
Sutaryo, 1999, Perkembangan patogenesis demam berdarah Dengue, Dalam : Hadinegoro
S R, Satari H I, penyunting, Demam Berdarah Dengue, Jakarta : Balai Penerbit FK
UI, hal. 32-35.
Wijayanti, A.M. dan Mulyaningsih, B., 1997, Efek Ekstrak Akar Andropogon zizanioides Urban
sebagai Repelan terhadap Nyamuk Aedes aegypti, Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran
Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta, 29(3): 111-114.