Kesantunan Mahasiswa Dalam Berkomunikasi bahasa

Realisasi Kesantunan Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati
Bandung Dalam Berkomunikasi Menggunakan Short Message Service (SMS).
Cipto Wardoyo
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
ABSTRAK
Perkembangan teknologi informasi telah membawa perubahan cara berkomunikasi manusia, hal
ini tentu juga berpengaruh terhadap realisasi kesantunan berbahasa. Bahasa dalam layanan pesan singkat
atau Short Message Service (SMS) adalah fenomena kebahasaan yang menarik untuk diteliti karena
bahasanya yang unik. Penulis merumuskan masalah penelitian ini dalam dua rumusan masalah, pertama
bagaimana realisasi kesantunan tindak tutur mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan
Gunung Djati Bandung dalam berkomunikasi menggunakan SMS, yang kedua faktor apa saja yang
mempengaruhi realisasi kesantunan mahasiswa dalam berkomunikasi menggunakan SMS. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif yang mendeskripsikan data apa adanya dan menganalis data
secara holistik dan komprehensif. Sumber data diambil dari mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan menggunakan metode DCT (Discourse Completion Test).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kesantunan mahasiswa dalam berkomunikasi menggunakan
layanan SMS terhadap dosen lebih tinggi dibanding dengan realisasi kesantunan mahasiswa terhadap
orang tua dan temannya. Faktor yang mempengaruhi tingkat kesantunan dalam kominikasi melalui SMS
adalah faktor kedekatan, jarak sosial, status dan usia.
Pendahuluan
Kesantunan dalam berbahasa akhir-akhir ini semakin menipis dengan mulai tergerusnya nilainilai budaya dan agama oleh arus globalisasi yang semakin kencang menerpa bangsa Indonesia. Era

globalisasi di satu sisi memberikan peluang dan keuntungan bagi kita, namun di sisi lain era ini juga
memberikan dampak negatif yakni mulai menurunnya tingkat pengamalan nilai-nilai luhur agama dan
budaya. Generasi muda sebagai manusia Indonesia yang lahir di abad milenium tentunya mereka
memiliki tantangan jaman yang berbeda dengan orang tua mereka. Era baru teknologi digital telah
membuat hidup manusia menjadi lebih praktis dan berjalan lebih cepat.
Perkembangan teknologi komunikasi tentu berpengaruh besar terhadap pergeseran budaya dan
kebiasaan masyarakat. Sebelum ditemukannya telepon genggam orang berkomunikasi langsung secara
lisan ataupun menggunakan surat melalui kantor pos, namun dengan adanya perkembangan telepon
genggam orang bisa berkomunikasi langsung dari jarak jauh dengan telepon atau layanan pesan singkat
atau biasa disebut SMS (Short Message Service). Dalam layanan pesan singkat ini tentunya pengguna
telepon genggam diharapkan mampu membuat pesan secara singkat, padat dan jelas karena penerima
pesan berharap pesan itu jelas, tidak bertele-tele dan mudah dipahami. Walaupun begitu pengirim pesan
tentu harus pula mengikuti kaidah sopan santun jika pengguna SMS ingin berkomunikasi melalui layanan
singkat dengan orang tua, dosen atau orang yang mereka hormati.
Pesan layanan singkat sebagai salah satu cara berkomunikasi yang mudah dan sederhana
merupakan bentuk dari kemajuan teknologi komunikasi, namun tentunya ini juga terkadang membawa
permasalahan tersendiri ketika tidak disikapi secara baik dan bijak. Tidak sedikit orang tua, guru atau
dosen yang mengeluhkan gaya penulisan SMS generasi muda yang cenderung semaunya dan
menggunakan istilah-istilah gaul yang tidak dimengerti oleh orang tua. Bahasa-bahasa gaul atau populer
di dunia remaja tentunya adalah suatu fenomena yang tidak bisa dihindari dan merupakan bentuk

kreatifitas remaja dalam berbahasa, namun tentunya ini menjadi permasalahan ketika mereka juga
menggunakan bahasa gaul ketika mereka menuliskan SMS kepada dosen atau orang tua.
Dalam berkomunikasi kita menggunakan tuturan untuk menyampaikan pesan ke pada pendengar
atau pembaca, menurut Austin (1962) dan Searle (1969) ketika kita membuat suatu tuturan pada
hakikatnya kita tidak hanya mengungkapkan kalimat tuturan itu secara verbal saja, akan tetapi pada saat
yang sama kita juga melakukan suatu tindakan. Ketika seorang mahasiswa menulis pesan singkat kepada
dosen melalui telepon seluler dengan menuliskan “Maaf bapak ini dengan Saiful, bisakah saya menemui
bapak hari ini di kampus?” kalimat ini tidak hanya dipandang sebagai tuturan verbal semata, namun pada
hakikatnya tuturan ini adalah tindak tutur permintaan bahwa mahasiswa ingin menemui dosen karena ada
urusan tertentu. Secara etika dan kesantunan berbahasa akan terasa janggal jika seseorang menulis dengan
Wardoyo, Cipto.2014. Realisasi Kesantunan Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung Dalam
Berkomunikasi Menggunakan Short Message Service (SMS). Makalah prosiding Seminar Tahunan Linguistik Universitas Pendidikan Indonesia (SETALI)
2014

layanan singkat kepada dosen dengan menggunakan “Bapak di mana sekarang? Saya tunggu bapak di
kampus”
Kesantunan berbahasa sangat berperan penting dalam efektifitas komunikasi dan juga penting
untuk menjaga keharmonisan dalam hubungan sosial. Ketika seseorang ingin menyampaikan pesan,
supaya pesan tersebut bisa diterima dengan baik dan efektif maka ia harus memperhatikan konteks,
misalnya kepada siapa dia berbicara, situasinya formal atau informal, dan pilihan kata apa yang cocok ia

gunakan dalam situasi tersebut. Dalam budaya masyarakat timur orang orang akan selalu menjunjung
tinggi etika dan kesantunan dalam berkomunikasi.
Dari uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti penggunaan layanan SMS yang dilakukan
mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung dalam berkomunikasi
dengan dosen, orang tua dan temannya. Penulis membatasi permasalahan penelitian dengan merumuskan
masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana realisasi kesantunan mahasiswa Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung dalam menggunakan layanan pesan singkat dan faktor apa
saja yang mempengaruhi realisasi kesantunan mahasiswa dalam menggunakan layanan pesan singkat.
Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif.
Menurut Cresswel (1994: 2) penelitian kualitatif adalah proses memahami permasalahan sosial atau
yang berkaitan dengan manusia secara menyeluruh, kompleks dan holistik. Lebih jauh Marvasti (2004: 7)
menyatakan bahwa penelitian kualitatif mendeskripsikan dan menganalisa kualitas pengalaman manusia.
Dari dua pengertian metode penelitian kualitatif di atas dapat disimpulkan bahwa metode kualitatif
menganalisis data secara deskriptif, holistik dan menyeluruh mengenai fenomena-fenoma sosial
kemanusiaan untuk dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh dan komprehensif.
Data diambil dari data primer yakni dengan menggunakan teknik DCT (Discourse Completion Test).
Mahasiswa Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung dipilih secara random sampling dari
jurusan Bahasa Sastra Inggris, Bahasa dan Sastra Arab dan Terjemah Bahasa Inggris. Menurut BlumKulka et al (1989) DCT telah banyak digunakan oleh banyak peneliti untuk mengetahui performa tindak
tutur. DCT adalah teknik yang meminta subjek penelitian untuk memberikan respon sesuai dengan
situasi atau konteks yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini DCT menggunakan quesioner yang telah

diberikan situasi dan konteks lalu mahasiswa diminta untuk mengisi quesioner sesuai dengan kebiasaan
mereka sebenarnya.
Ada beberapa keuntungan menggunakan metode DCT yang disampaikan Wouk (2006) yakni bisa
mengendalikan data sesuai dengan pokok kajian yang akan dibahas, perbedaan konteks situasi dan
konteks kebahasaan yang akan dibandingkan cukup tinggi, mampu dipergunakan untuk memperoleh data
dari responden lebih banyak dibanding dengan role play sehingga dengan banyaknya data tentu akan
membuat data secara statistik lebih valid.
Kesantunan Berbahasa
Kesantunan yang identik dengan keramahan, toleransi dan akhlak mulia yang bersifat universal.
Semua orang walaupun berbeda suku, bangsa atau budaya tetap memahami dan mengakui adanya prilaku
santun sesuai dengan kaidah dan norma yang disepakati di dalam masyarakatnya. Ada sejumlah pakar
yang menulis mengenai teori kesantunan berbahasa, diantaranya adalah Lakoff (1973), Brown dan
Levinson (1978), Leech (1983), Yule (1996) dan Chaer (2010). Lakof (1973) mengatakan bahwa tuturan
itu akan dianggap santun apabila memenuhi tiga kaidah yakni formalitas ( formality), ketidaktegasan
(hesitancy), dan persamaan (equality). Menurut Lakof sebuah tuturan dianggap santun apabila tuturan itu
terdengar tidak memaksa atau tidak angkuh, memberikan beberapa pilihan atau alternatif kepada lawan
bicara, dan lawan bicara merasa tenang karena merasa tidak direndahkan posisinya. “ Bapak harus bisa
membantu kami untuk menyukseskan acara ini” tuturan ini terdengar tidak santun jika diucapkan oleh
mahasiswa kepada dosen karena terkesan kalimat ini mamaksa dan memerintah, tetapi kalimat itu akan
lebih santun bila tuturannya diubah menjadi: “ Kami mohon partisipasi atau bantuan bapak agar acara

ini sukses”.
Kesantunan berbahasa menurut Brown dan Levinson (1978) berkaitan dengan muka ( face). Setiap
orang punya face atau muka yang bisa diartikan dengan kehormatan, harga diri atau imej. Muka atau face
harus dijaga agar tak seorang pun merendahkan atau meremehkan kehormatan dan harga diri kita. Brown
dan Lavinson (1978) membagi face menjadi dua, yakni negative face (muka negatif) dan positive face (
muka positif). Negative face atau Chaer (2010) menyebutnya muka negatif yakni setiap orang pada
dasarnya berkeinginan untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemauannya, tanpa diperintah atau
diminta melakukan sesuatu untuk orang lain. Ketika seorang mahasiswa ingin bertemu dengan dosen
Wardoyo, Cipto.2014. Realisasi Kesantunan Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung Dalam
Berkomunikasi Menggunakan Short Message Service (SMS). Makalah prosiding Seminar Tahunan Linguistik Universitas Pendidikan Indonesia (SETALI)
2014

untuk berdiskusi tentang suatu topik yang belum dipahaminya . Maka ketika mengirim pesan melalui
SMS agar tuturan itu santun akan didahului dengan permintaan maaf contoh:“ Maaf, bisa menggangu
waktu bapak? saya ingin berdiskusi dengan bapak tentang topi k yang belum saya pahami.” Tuturan
tersebut didahului dengan kata “maaf” karena kita dianggap telah melanggar negative face sang dosen,
karena mahasiswa tersebut melanggar negatif face dosen maka mahasiswa tersebut perlu untuk
mengungkapkan kata maaf dalam tuturannya.
Face yang kedua menurut Brown dan Levinson adalah positif face (muka positif) yakni citra diri
setiap orang yang mempunyai keinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimiliki dan diyakininya

diakui orang lain sebagai suatu yang baik, menyenangkan dan patut dihargai. Kita akan dianggap santun
apabila mengatakan “Mobil bapak bagus, warnanya menarik” tuturan ini bersifat positif terhadap
pendengar, namun apabila kita mengatakan “ mobil bapak tidak menarik, warnanya norak” tuturan ini
dianggap tidak santun karena mengkritisi atau tidak menghargai apa yang dimiliki oleh lawan bicara.
Kesantunan berbahasa dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jarak sosial dan faktor
kedekatan antara seseorang dengan orang lain, selain itu faktor –faktor lain seperti budaya, umur dan
status sosial juga mempengaruhi kesantunan seseorang dalam berbahasa (Yule, 1996).
Prinsip Kesantunan Leech
Leech (1990) menyatakan ada enam prinsip kesantunan yang disebut dengan maksim agar peserta tutur
dianggap santun dalam beriteraksi melalui percakapan dengan mitra tutur.
a. Maksim Kebijaksanaan (tact maxim)
Maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah para pembicara ketika bertutur
hendaknya memegang prinsip untuk selalu membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan
memaksimalkan keuntungan pihak lain.
b. Maksim Kedermawaan (Generosity Maxim)
Dengan maksim kedermawaan atau maksim kemurahan hati, pembicara diharapkan dapat
mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan membuat keuntungan diri sekecil mungkin.
c. Maksim Penghargaan (Approbation Maxim)
Di dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila
dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain. Dengan maksim ini,

diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mancaci, atau saling
merendahkan pihak yang lain.
d. Maksim Kesederhanaan ( Modesty Maxim)
Di dalam maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan dapat
bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Orang akan dikatakan
sombong dan tinggi hati apabila di dalam kegiatan bertutur selalu memuji dan mengunggulkan
dirinya sendiri.
e. Maksim Permufakatan (Agreement Maxim)
Maksim permufakatan seringkali disebut dengan maksim kecocokan. Di dalam maksim ini
ditekankan agar para peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam
kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur
dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan bersikap santun.
f. Maksim Kesimpatian (Sympathy Maxim)
Di dalam maksim kesimpatian, diharapkan agar para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap
simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya. Sikap antipati terhadap salah seorang peserta
tutur akan dianggap sebagi tindakan tidak santun.
Skala Kesantunan
Ada beberapa macam skala pengukur tingkat kesantunan yang sampai dengan saat ini banyak digunakan
sebagai dasar acuan dalam penilitian kesantunan berbahasa. skala itu antara lain :
Di dalam model kesantunan Brown dan Levinson (1987) terdapat tiga skala penentu tinggi

rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan. Ketiga skala itu, antara lain: Pertama adalah skala
peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur,
jenis kelamin, dan latar belakang sosiolkultural. Skala yang kedua adalah peringkat status sosial antara
penutur dan mitra tutur atau seringkali disebut dengan peringkat kekuasaan didasarkan pada kedudukan
asimetrik antara penutur dan mitra tutur. Yang ketiga adalah skala peringkat tindak tutur atau sering pula
Wardoyo, Cipto.2014. Realisasi Kesantunan Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung Dalam
Berkomunikasi Menggunakan Short Message Service (SMS). Makalah prosiding Seminar Tahunan Linguistik Universitas Pendidikan Indonesia (SETALI)
2014

disebut dengan rank rating didasarkan atas kedudukan relative tindak tutur yang satu dengan tindak tutur
lainnya.
Lakoff (1973) menyatakan bahwa ada tiga ketentuan untuk dapat dipenuhinya kesantunan di dalam
aktifitas bertutur. Ketiga ketentuan itu, antara lain :Pertama adalah skala formalitas, dinyatakan bahwa
agar para peserta tutur dapat merasa enak dan nyaman dalam kegiatan bertutur, tuturan yang digunakan
tidak boleh bernada memaksa dan tidak boleh terkesan angkuh. Yang kedua adalah skala ketidaktegasan
atau seringkali disebut skala pilihan menunjukkan bahwa agar penutur dan mitra tutur dapat saling merasa
nyaman dan kerasan dalam bertutur, pilihan-pilihan dalam bertutur harus diberikan oleh kedua belah
pihak. Yang ketiga adalah skala kesekawanan atau kesamaan menunjukkan bahwa agar dapat bersifat
santun, orang haruslah bersikap ramah dan selalu mempertahankan persahabatan antara pihak yang satu
dengan pihak lain. Agar tecapai maksud demikian penutur haruslah dapat menganggap mitra tutur sebagai

sahabat.
Realisasi kesantunan SMS Mahasiswa kepada dosen
Dosen dalam konteks ini memiliki usia lebih tua dibanding mahasiswa dan secara status sosial
lebih tinggi dibanding mahasiswa akan menimbulkan strategi berkomunikasi yang berbeda apabila
dibandingkan dengan cara berkomunikasi dengan sesama. Menurut Yule (1996) umur dan status sosial
sangat mempengaruhi kesantunan seseorang dalam berkomunikasi. Ini sebagai bentuk penghormatan atau
penghargaan seseorang kepada orang yang lebih tua atau orang yang jabatannya lebih tinggi. Contoh data
yang ditemukan melalui metode DCT dari strategi SMS mahasiswa kepada dosen:
Asslmu „alaikum. Maaf pak, ini sama dewi anak BSA kls A. Pak, saya ingin bimbingan skripsi hari ini
perkiraan bapak ada waktu luang tidak?
Asslmu „alaikum wr wb.Bapak, maaf sebelumnya, saya Ayu Nurjanah semester 8. Saya ingin bimbingan
skripsi. Apakah bapak ada waktu luang?
Asslmu „alaikum wr wb. Pak ini Yuni, maaf ganggu waktunya. Pak, hari ini saya mau bimbingan, bisa
ga pak?
Pada data di atas, mahasiswa memulai SMS dengan salam pembuka dan memperkenalkan diri hal
ini sesuai dengan maksim kedermawanan Leech (1983). Salam pembuka dan memperkenalkan diri adalah
bentuk kesantunan dalam berkomunikasi dengan menggunakan telepon seluler untuk memperkenalkan
diri sebelum menyampaikan pesan layanan singkat kepada dosen.
Kalimat dalam data ini diawali dengan kata “maaf” yang tentunya ini menunjukan bentuk
penghargaan dan penghormatan mahasiswa terhadap dosen karena mengganggu waktu dosen tersebut

dengan mengirimkan layanan SMS. hal ini sejalan dengan maksim kebijaksanaan Leech (1990) yakni
meminimalisir kerugian mitra tutur, hal ini juga sesuai dengan teori Brown dan Levinson (1978) bahwa
tindak tutur permintaan untuk bimbingan skripsi melanggar negative face dosen yakni setiap orang pada
dasarnya berkeinginan untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemauannya, tanpa diperintah atau
diminta melakukan sesuatu untuk orang lain. Kata “maaf” pada hakikatnya untuk meminamilisir kerugian
mitra tutur. Realisasi kesantunan selanjutnya dengan meminta waktu untuk bimbingan sripsi namun
dalam bentuk pertanyaan “Apakah bapak ada waktu luang?” ini menandakan adanya skala ketidaktegasan
(hesitancy) yang menurut Lakof (1973) sebagai kaidah dalam kesantunan berbahasa yakni menghindari
tuturan yang terkesan angkuh dan memaksa.
Realisasi Kesantunan SMS Mahasiswa Kepada Orang Tua
Di bawah ini adalah data-data SMS yang dikumpulkan melalui metode DCT yang berkonteks seorang
anak yang memberitahu orang tuanya bahwa ia tidak bisa pulang kampung karena harus menunggu ujian
praktik.
Umi, maaf Dian gak bisa pulang sekarang-sekarang soalnya masih ada ujian praktik. Paling nanti
pertengahan liburan baru bisa pulang. Miss you ^-^
Yah, kayanya q pulangnya diundur. Soalnya ini masih nunggu buat ujian praktek.
Mamah, teteh ga bisa pulang dulu untuk libur semester soalnya ada ayang belum selesai, masih nunggu
ujian pratek di kampus..salam sayang 
Bunda maaf yah... Sarah ngga bisa pulang minggu ini masih ada ujian praktek di kampus....
kangen selalu....

Data di atas adalah bentuk komunikasi antara mahasiswa sebagai anak kepada orang tuanya. Dari
data di atas strategi kesantunan berbahasa tidak begitu terlihat, hal ini karena kedekatan dan hubungan
emosional antara anak dan orang tua. Orang tua adalah orang yang paling dekat dengan anak baik
Wardoyo, Cipto.2014. Realisasi Kesantunan Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung Dalam
Berkomunikasi Menggunakan Short Message Service (SMS). Makalah prosiding Seminar Tahunan Linguistik Universitas Pendidikan Indonesia (SETALI)
2014

hubungan secara darah maupun hubungan emosional. Ini tentunya akan mempengaruhi cara
berkomunikasi seseorang pada orang tuanya. Banyak para anak yang menganggap orang tua adalah
sahabat, pengayom dan teman terbaik dalam kehidupannya, ini tentu akan membuat komunikasi antara
anak dan orang tua lebih mencair dan tidak kaku. Hal ini sejalan dengan teori Leech (1990) bahwa skala
jarak sosial akan mempengaruhi kesantunan seseorang dalam berkomunikasi.
Kalimat pemberitahuan yang disampaikan anak kepada orang tua banyak menggunakan kata
sapaan sayang seperti mamah, umi, bunda, ayah yang merupakan panggilan sayang anak pada orang
tuanya. Kalimat-kalimat ungkapan emosi cinta terlihat dalam beberapa kalimat sebagai bentuk kasih
sayang anak pada orang tuanya misalnya :salam sayang, kangen selalu, dan miss you ^_^
Strategi Kesantunan SMS Mahasiswa Kepada Sesama Temannya
Di bawah ini adalah data-data SMS yang dikumpulkan melalui metode DCT yang berkonteks seorang
mahasiswa yang ingin meminjam novel kepada temannya karena ada ada tugas dari dosen.
Sob, pinjem buku novel, karena disuruh dosen buat sinopsisi novel.
Lur, boleh pinjem novel! Kalau boleh besok bawa ke kampus, buat bahan tugas
Cuy, aku pinjem novel yah buat bikin sinopsis novel buat tugas
Bro, aku pengen pinjem novel.... buat bikin sinopsis tugas novel euy
Data di atas adalah komunikasi antara mahasiswa dengan temannya. Dalam komunikasi ini
mahasiswa tidak memperlihatkan prinsip kesantunan dalam berkomunikasi karena kedekatan jarak dan
hubungan emosional membuat mereka tidak menerapkan kaidah-kaidah kesantunan berbahasa.Kesamaan
status sosial dan usia membuat mereka bisa berkomunikasi yang secara nyaman dan enak dengan
menanggalkan formalitas dan kaidah-kaidah kesantunan berbahasa. Ini bisa terlihat dengan banyaknya
kalimat-kalimat kasual keseharian atau nonformal yang muncul dalam komunikasi mereka.
Dalam komunikasi menggunakan SMS di atas peserta tutur juga menggunakan kata sapaan gaul
khas anak muda yang melambangkan kedekatan seperti : bro yang dalam bahasa formal berasal kata
brother . Mereka juga menggunakan kata sob yang berasal dari kata sobat dan lur dari kata sadulur yag
berarti saudara yang digunakan dalam berkomunikasi dengan sesamanya.
Kesimpulan
Dari hasil analisis data yang diperoleh melalui DCT dapat disimpulkan bahwa realisasi
kesantunan mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung dalam berkomunikasi dengan dosen
menggunakan kaidah-kaidah kesantunan sebagaimana yang dikemukakan oleh prinsip kesantunan Leech
dan mereka menerapkan skala kesantunan Lakof yakni skala ketidaktegasan, yakni mengupayakan
tuturan tidak terkesan memaksa dan bernada angkuh. Ketika berkomunikasi dengan orang tua terlihat
mahasiswa cenderung menggunakan bahasa yang lebih informal dan akrab. Mahasiswa akan cenderung
lebih akrab dan tanpa jarak ketika mereka berkomunikasi dengan temannya, hal ini bisa terlihat dengan
munculnya kata-kata gaul atau populer anak muda. Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor
status sosial dan jarak akan membuat mahasiswa berkomunikasi dengan bahasa yang lebih santun, hal ini
terlihat bagaimana mereka berkomunikasi dengan dosen. Kesantunan ini nampak tidak terlihat ketika
mahasiswa berkomunikasi dengan orang tuanya dan temannya.
Referensi
Austin, John L.1962. How to Do Things with Words. Great Britain: Oxford University Press.
Bonvillain, Nancy. 2003. Language, Culture, and Communication: the Meaning of Messages . New Jersey
: Pearson Education inc.
Brown, Penelope and Stephen C Levinson. 1992. Politeness Some Universals In Language Use. Great
Britain: Cambridge University Press.
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Asdi Mahasatya.
Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa . Jakarta: PT Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. Sosialinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : PT Rineka.
Cresswell. Qualitative Inquiry & Research Design: Choosing among five approaches.
Cutting, Joan. 2003. Pragmatic and Discourse. New York: Routledge
Leech, Geofrey. 1990. Principles of Pragmatics. New York: Longman Group limited
Levinson, Stephen C. 1995. Pragmatics. New York: Cambridge University Press
Marvasti, Amir. 2004. Qualitative Research in Sociology: An Introduction . Great Britain: The Cromwell
Press Ltd
Wardoyo, Cipto.2014. Realisasi Kesantunan Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung Dalam
Berkomunikasi Menggunakan Short Message Service (SMS). Makalah prosiding Seminar Tahunan Linguistik Universitas Pendidikan Indonesia (SETALI)
2014

Wouk, Fay. 2006. Strategies of apologizing in Lombok Indonesia. Journal of Politeness Research 2
(2006), 277-311
Yule, George. 1996. Pragmatics. Hongkong: Oxford University Press.

Wardoyo, Cipto.2014. Realisasi Kesantunan Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung Dalam
Berkomunikasi Menggunakan Short Message Service (SMS). Makalah prosiding Seminar Tahunan Linguistik Universitas Pendidikan Indonesia (SETALI)
2014