Mengulik Pemikiran Neo Positivisme hukum

EPISTEMOLOGI
LATIHAN MENGOMENTARI TEKS
(Adi Budi Kristianto, msc)
Prodi Filsafat/ Semester II

Kritik Teks atas Neopositivisme
) Pengantar
Artikel yang berjudul Sekitar neopositivisme “Kelompok Wina” ini membuka diskusi bagi
pembacanya dengan mengaitkan adanya hubungan pengaruh antara Popper dengan aliran
neopositivisme dari Kelompok Wina. Namun, hal menarik dalam tulisan ini akan lebih menekankan
pada apa itu neopositivisme serta bagaimana pokok pemikirannya. Dari pertanyaan awal tersebut
argumen-argumen penulis dapat terbentuk untuk menelaah suatu sumber bacaan di bidang filsafat.
Pemaparan atas komentarnya sebagai berikut:
Kata-kata kunci: Kelompok Wina, Neopositivisme, Positivisme, Asas Pembenaran atau the
principle of verifiability, Unified Science.

Neopositivisme “Kelompok Wina”
Apa itu Kelompok Wina? Kelompok Wina (Wiener Kreis, Vienna Circle) ialah suatu sebutan
bagi sekumpulan para sarjana ilmu pasti dan alam yang berdiskusi ilmiah di Wina, Austria. Diskusi
dari kelompok ini melahirkan gerakan filosofis yang mencoba untuk menghubungkan tradisi kaum
empiris dengan perkembangan baru dalam logika. Kelompok Wina didirikan oleh Moritz Schlick

(1882-1936) pada tahun 1924 dan pertemuannya berlangsung sejak tahun 1922 hingga 1938.
Mereka yang tergabung adalah Moritz Schlick (1882-1936), Hans Hahn (1880-1934), Otto Neurath
(1882-1945), Rudolf Carnap (1891-1970), Hans Reichenbach (1891-1953), Victor Kraft (18801975), A.J. Ayer (1910), Friedrich Waismann, Herbert Feigl dan Kurt Gödel. Para anggota ini
terpaksa bubar ketika Austria dikuasai kolonialis pada tahun 1938. Namun, implikasi pengaruh
mereka telah bercabang di Berlin dan Prague. Kelompok ini rupanya terpesona dengan metode ilmu
pengetahuan dan matematika. Menurut beberapa sumber, Karl Popper disebut pernah tergabung
dalam kelompok ini selama masa studinya, tapi kemudian dia menentang pokok pemikiran mereka
tentang prinsip verifikasi.
Kelompok Wina terkenal dengan pahamnya, yaitu neopositivisme. Neopositivisme adalah
aliran pemikiran filsafat (filsafat analitis) yang membatasi pikirannya pada segala hal yang dapat
dibuktikan dengan pengamatan/ analisis definisi dan relasi antar istilah-istilah. Istilah neo-

Page 1

EPISTEMOLOGI
positivisme atau positivisme logis itu sendiri pada tahun 1932 diperkenalkan oleh A.E. Blumberg
dan Herbert Feigl. Neopositivisme bagi mereka menjadi metode ilmiah universal yang tepat bagi
perkembangan filsafat ilmu dan jawaban logis untuk meragukan pernyataan-pernyataan yang
bersifat metafisis, etis, estetik maupun religius.
Sebenarnya, neopositivisme hanya mengembangkan paham positivisme secara lebih jauh

dengan observasi yang teruji atas suatu pengalaman yang mengenal data-data inderawi (sensing
experiences). Positivisme ialah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satusatunya sumber pengetahuan yang benar/valid juga menganggap fakta-fakta sebagai objek
pengetahuan. Pandangan ini secara tegas menolak aktivitas yang berkenaan dengan metafisik.
Mereka tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Tokohnya yang
terkenal, yakni Auguste Comte dan David Hume.
Neopositivisme mendasarkan pemikirannya pada teori asas pembenaran. Asas pembenaran
(the principle of verifiability) merupakan suatu kriteria obyektif untuk menentukan bahwa suatu
pernyataan memiliki makna kognitif sehingga pernyataan tertentu dapat disebut bermakna
(meaningful) jika dan hanya pernyataan itu dapat diverifikasi secara empiris. Prinsip ini begitu
penting untuk kerja analisa dari struktur logis suatu pernyataan.
Dan akhirnya, kelompok Wina tersebut bertujuan atau bercita-cita supaya membentuk suatu
unified science. Unified science ialah kesatuan ilmu pengetahuan integral/ ilmu terpadu yang
menggunakan bahasa dan cara kerja yang berlaku dari ilmu-ilmu sains, tepatnya logika dan
matematika. Dapat dikatakan, mereka hendak mengorganisasikan suatu ilmu pengetahuan ke dalam
sistem sempurna secara formal untuk filsafat. Rujukan utama yang dipegang sistem itu, yakni
pengalaman inderawi dan logika.

Latar Belakang Neopositivisme
Kemunculan dari gerakan neopositivisme awalnya karena banyak dipengaruhi oleh beberapa
pandangan pada zaman itu, antara lain:



Kelanjutan ide positivisme klasik dari Comte yang kemudian ditambahkan dengan deskripsi
sumber ilmu empiris abad ke-19 menurut David Hume.



Konteks logika dan pengalaman dari pendekatan psikologis yang dikemukakan J.S. Mill.



Pada tahun 1870-1890 berkembanglah empirio-kritisisme dari pemikir Swiss, Richard
Avenarius (1843-1896) dan pemikiran ekonomi orang Austria, Ernst Mach (1838-1916). Kedua
pemikir ini menganggap filsafat sebagai teori ilmu pengetahuan, tatanan umum, dan metode
ilmiah di mana matematika dan ilmu alam merupakan bentuk paling murni.

Page 2

EPISTEMOLOGI



Perkembangan tradisi empiris dalam logika simbolik dan analisa logis yang dikembangkan
Ludwig Wittgenstein dalam karyanya yang fenomenal, Tractatus Logico-Philosophicus (1921)
Dari pengaruh tersebut, kelompok Wina ini hendak memperbaharui sistem pemikiran

positivisme klasik Comte yang sebetulnya ‘sempurna’ jika ditambah dengan perkembangan baru
dalam logika. Patut diketahui pula mereka ini kelompok minoritas di Eropa. Kala itu tradisi
idealisme Kant dari Jerman lebih dominan. Tetapi, pandangan baru Carnap tentang verifikasi mulai
mendapat tanggapan luas, khususnya dari Reichenbach, Karl Popper, Lewis dan Nagel. Konsep
verifikasi ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh
pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme, khususnya idealisme Jerman Klasik).
Dalam perkembangannya, para pemikir Wina menginventarisir diskusi ilmiah yang
berlangsung. Ada dua perbedaan opini yang terbagi dalam kelompok. Sayap kanan, dipelopori oleh
Schlick dan sayap kiri diwakili oleh pandangan Otto Neurath. Perbedaan kontras antara kedua sayap
itu semakin nyata di tahun-tahun kemudian. Akhirnya, neopositivisme pun menemukan bentuknya
dengan menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis, positivisme, serta semantika dan
menyusun formulasi dasarnya pada prinsip verifikasi yang ketat. Pada tahap ini uraian teori yang
terkandung di antaranya tentang bahasa, logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
Inilah awal dari pandangan neopositivisme dalam sejarah filsafat ilmu.


Pokok Persoalan Neopositivisme
Pokok sentral pemikiran neopositivisme menitikberatkan pada tesis bahwa prinsip verifikasi
merupakan standar uji analisis untuk pernyataan-pernyataan bahasa universal. Kelompok Wina
berargumen juga tentang pentingnya pengalaman inderawi yang objektif dan metode logika sebagai
sumber pengetahuan yang valid. Mereka memiliki visi untuk mencari garis batas/ demarkasi antara
pernyataan yang bermakna dan yang tidak bermakna berdasarkan analisa logis untuk diverifikasi.
Secara singkat, gerakan neopositivisme berusaha membangun kesatuan ilmu yang berlaku.
Ada tujuh konsep dasar dari neopositivisme. Pertama, prinsip verifikasi menjadi standar
pengujian suatu pernyataan secara empiris. Kedua, eliminasi metafisika amat jelas karena bukan
merupakan tautologi yang bermanfaat. Ketiga, bahasa sains sebagai bahasa formal untuk filsafat.
Keempat, analisa pernyataan analitis (definisi) dan sintetis (bukti dari fakta) sebagai metode
ilmiah. Kelima, term teoritis dan observasi untuk mengenal realitas. Keenam, probabilitas dan
logika induktif diperlukan dalam metode ilmiah. Yang terakhir ialah penolakan proposisi etika.
Dalam arti tersebut, neopositivisme melihat filsafat semata-mata sebagai instrumen yang
memeriksa susunan logis bahasa ilmiah, baik dalam perumusan penyelidikan ilmu alam, logika dan
matematika. Maka, tugas filsafat letaknya pada bidang menyempurnakan dan membina ilmu-ilmu.

Page 3

EPISTEMOLOGI

Aspek Plus-Minusnya Neopositivisme
Setelah memahami seluk-beluk pemikiran neopositivisme, penulis dapat menemukan
beberapa keunggulan maupun kekurangannya berkaitan dengan salah satu teori pengetahuan.
Adapun hal-hal yang ditemukan sebagai berikut:
Segi Positif
1. Prinsip verifikasi dalam metode ilmiah berguna untuk mengkritisi suatu pernyataan umum.
Setiap orang diajak supaya berpikir mandiri atas pengalaman inderawinya.
2. Observasi empiris diperlukan untuk menentukan pernyataan kebenaran reliabel dalam suatu
pengetahuan yang diperoleh seseorang.
3. Pandangannya benar bahwa filsafat mesti memerhatikan kenyataan yang terdapat di alam
sebagai sumber pengetahuan yang realistis.
Segi Negatif
1) Tidak ada konteks penemuan (context of dicovery) bagi sains karena hanya terpaku pada
konteks pengujian dan pembenaran (context of justification).
2) Penolakan terhadap sumber pengetahuan yang non-empiris (misal dalam etika, metafisika)
dapat berakibat kemiskinan reduksi atas kebenaran.
3) Hal pembuktian teori tidak dinyatakan dalam bentuk yang konsisten. Apakah prinsip
verifikasi sendiri sudah diverifikasi pada dirinya sendiri?
4) Apa “fakta” yang menjadi muatan suatu pernyataan observasi? Setiap orang mempunyai
pengalaman yang berbeda dan unik dan lagi semua pengalaman itu berbeda dari dunia nyata

secara obyektif. Jadi, pernyataan verifikasi berarti tertentu bagi orang yang satu dan berarti
lain bagi orang yang lain lagi.
5) Bagaimana proposisi yang menyatakan suatu prediksi dapat diverifikasi? Penerapan ketat
prinsip verifikasi tidak dapat dilaksanakan. Contoh: “Setiap benda yang bergerak,
digerakkan oleh kekuatan eksternal; jika tidak benda itu akan diam di tempatnya.”
6) Pengalaman tidak bercorak sejenis saja, yaitu pengalaman tentang obyek-obyek fisik.
Adapula pengalaman nilai, mental/rohani dan pengalaman religius.

Komentar Penulis
Kembali mencermati teks yang diberikan dan penjelasan neopositivisme yang dirumuskan di
atas, penulis beranggapan bahwa konsep pemikiran tersebut amat menarik. Pada abad ke-19 sampai
20 neopositivisme sangat berkembang di bidang filsafat ilmu. Dan sekarang penulis mengamati
pengaruh dari gerakan ini masih ada namun sudah mewujud ke arah yang lain. Masyarakat di era
ini cenderung untuk menyepelekan konsep rasional dalam pembuktian suatu pengetahuan dan lebih

Page 4

EPISTEMOLOGI
tertarik pada penelitian data-data empiris dan observasi. Dan agaknya, masyarakat modern ini
berada pada tahap positif sebagaimana dicetuskan teori Comte. Fakta-fakta pengalaman dipercaya

sebagai kebenaran utuh setelah melalui suatu metode penelitian ilmiah. Namun, implikasi itu justru
menggeser prinsip ketat verifikasi dari neopositivisme. Maksudnya, hasil verifikasi suatu data/
pernyataan ilmiah kini selalu berubah tergantung perkembangan fakta.
Tak hanya itu, menurut pandangan neopositivisme pengetahuan ilmiah pada dasarnya tidak
lain hanya berupa generalisasi pengalaman atau fakta nyata dengan menggunakan ilmu pasti dan
logika memang benar. Sayangnya, argumen itu meninggalkan kelemahan (khususnya metode
induksi) berupa kesalahan premis-premis dalam penarikan kesimpulan karena generalisasi yang
tidak mewakili fakta.
Penulis secara pribadi tidak setuju juga dengan pandangan neopositivisme yang mencari
batas demarkasi antara pernyataan yang ilmiah dan non-ilmiah. Neopositivisme terlalu
memfokuskan pada aktivitas-aktivitas ilmiah sebagai tujuan akhirnya. Padahal, bukankah hakikat
ilmu pengetahuan itu bertujuan sebagai sumbangan bagi kehidupan manusia? Filsuf Thomas Kuhn
menyebutkan bahwa sebaiknya filsafat ilmu berlandaskan sejarah ilmu itu sendiri sebagai titik
pangkal penyelidikan.
Meski demikian, penulis menyadari ternyata perkembangan ilmu memiliki prinsip yakni
kebenaran suatu ilmu atau teori ilmiah itu bersifat sementara sehingga terbuka untuk pembuktian
baru. Sumber pengetahuan tidak terbatas pada pengalaman inderawi saja tapi mencakup aspek nonempiris. Dan pada titik ini filsafat ilmu tetap relevan dalam mengkaji secara mendalam setiap
aktivitas ilmiah yang mengarahkan manusia pada pengembangan hidupnya. Jadi, dari gerakan
neopositivisme penulis belajar memahami bagaimana seseorang menemukan metode logis-rasional
dalam memperoleh pengetahuan.


~***~
Sumber Referensi :
Delfgaauw, Bernard. Twentieth-Century Philosophy. Dublin: Cahill and Company Limited, 1969.
Ohoitimur, Johanis. Aliran-Aliran Utama Filsafat Barat Kontemporer: Catatan Kuliah.
Pineleng:STF-SP, Januari 2012.
Verhaak, C. “Sumbangan Karl R. Popper pada Filsafat Pengetahuan” dalam Sebuah Bunga Rampai
dari Sudut Filsafat, Seri Driyarkara 4. Yogyakarta: Kanisius, 1997.
Verhaak, C dan Imam, R. Haryono. Filsafat Ilmu Pengetahuan: Telaah atas Cara Kerja Ilmu, Seri
Filsafat Driyarkara 1. Jakarta: Gramedia, 1995.
https://lindaajja.wordpress.com/2012/03/19/aliran-neopositivisme.com
Page 5