fermentasi kulit buah kakao sebagai paka

TUGAS
BIONOMIKA TERNAK

PEMANFAATAN BAHAN PAKAN INKONVENSIONAL

NAMA

: HILDEGARDIS NAI ULU

NIM

: 1311010004

SEMESTER

:I

PRODI

: ILMU PETERNAKAN


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Konsumsi daging sapi di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Ditjen Peternakan Kementrian Pertanian mencatat konsumsi daging secara nasional pada
tahun 2010 mencapai 1,7 kg/kapita/tahun dan pada tahun 2011 konsumsi tersebut telah
melonjak mencapai 1,87 kg/kapita/tahun. Hal senada juga terjadi di daerah Nusa
Tenggara Timur (NTT) dimana konsumsi daging mengalami peningkatan setiap tahun
yaitu rata-rata 5.580 kg/tahun pada tahun 2007 meningkat menjadi 12.165 kg/tahun di
tahun 2010 (BPS 2008; 2009; 2010; dan 2011). Hal ini mendorong peningkatan
permintaan daging baik lokal maupun skala nasional.
Anas., dkk (2011) menyatakan bahwa daging sapi yang merupakan sumber
protein hewani memiliki kontribusi ±23% dalam memenuhi kebutuhan konsumen
nasional.Upaya pemenuhan kebutuhan daging sapi nasional ini adalah dengan

meningkatkan produksi daging. Produksi daging yang optimum dari ternak sangat
dipengaruhi oleh pakan yang memegang peranan penting dan merupakan bagian terbesar
dari total biaya produksi. Upaya untuk meminimalkan biaya pakan dapat digunakan
alternatif bahan pakan lokal yang bersifat nonkonvensional dan tidak bersaing dengan
kebutuhan manusia, harga murah, tetapi mempunyai kandungan nutrisi yang cukup untuk
ternak.
Kulit buah coklat atau biasa disebutpod kakao berasal daritanaman kakao
(Theobroma cacao L.) atau biasa disebut dengan cokelat. Tanaman ini banyak ditemukan
tumbuh di daerah tropis. Anas., dkk (2011) melaporkan bahwa kandungan nutrisi kulit
buah kakao segar memiliki kandungan protein sebesar 9,07%, selulosa 38,65%, dan
lignin 20,15%, sedangkan apabila telah difermentasi maka nilai kandungan nutrisi kulit
buah kakao berturut-turut adalah 17,68%, 46,34%, dan 12,26%.Teknologi fermentasi
menggunakan kapang merupakan sebuah alternatif dalam melonggarkan ikatan atom
hidrogen selulosa dan ikatan lignosellulosa dengan bantuan enzim sellulotik yang
dihasilkan kapang (Yunilas 2009). Sedangkan menurut Hidayat dkk., (2006) fermentasi
didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim dari beberapa bakteri, khamir dan
jamur.

Penggunaan Aspergillus niger sebagai fermentor bahan pakan ternak sering
dilakukan karena adanya sifat dari kapang yang mampu menghasilkan enzim-enzim yang

berguna untuk menurunkan serat kasar dan meningkatkan protein kasar bahan pakan.
Enari (1983) menyatakan bahwaA. niger telah diketahui dapat menghasilkan enzim
pendegradasi serat. Kemampuan dari kapang inilah yang dapat dijadikan bahan bagi
proses fermentasi kulit buah kakao yang memiliki kandungan serat kasar yang cukup
tinggi. Dengan begitu, maka dapat memudahkan ternak dalam mencerna nutrisi dalam
bahan pakan tersebut.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui dan memahami
pemanfaatan bahan pakan inkonvensional yaitu kulit buah kakao fermentasi bagi ternak.

BAB II
PEMANFAATAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK

2. 1 Kulit Buah Kakao Sebagai Pakan Ternak
Masalah karena terbatasnya ketersediaan pakan konvensional seiring perkembangan
ternak ruminansia menjadikanperlunya menekankan pemanfaatan hasil ikutan
tanamanpertanian untuk pakan, di antaranya yang berasal dariperkebunan kakao.
2.1.1 Kandungan Nutrisi Kulit Buah Kakao
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) termasuk genus Theobroma,family

Sterculiaceae dan ordo Malvalae (Figuerra et al., 1993). Kakao memiliki jumlah
kulit sekitar 70 % dan kurang dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak,
sedangkan bila diberikan pada ternak kulit kakao dapat diberikan 30-40% dari
kebutuhan pakan (Anas, dkk., 2011). Limbah kulit buah kakao merupakan bagian
kulit yang tebal dankeras, mencakup kulit terluar hingga daging buah sebelum
kumpulan biji (Wonget al., 1987).
Taksonomi kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut :
Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi : Angiosperma
Kelas

: Dicotyledoneae

Sub Kelas : Dialypetalae
Bangsa

: Malvales


Suku

: Sterculiaceae

Marga

: Theobroma

Jenis

: Theobroma cacao L.
Nuraini (2007) melaporkan bahwa kandungan zat-zat makanankulit buah

kakao mengandung protein kasar11,71%, serat kasar 20,79%, lemak 11,80% dan
BETN 34,90% sehingga dapat dijadikan sebagai pakan ternak. Sedangkan menurut
Wong et al. (1987) kulit buah kakao mengandung protein kasar 8.5%dan serat
kasar sebesar 27%, sehingga lebih digunakan sebagai pakan ternakruminansia
dibandingkan dengan ternak monogastrik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kulit buah
kakao tidak dapat diberikan pada ternak monogastrik karena kandungan lignin


yang cukup tinggi yaitu mencapai 38,70% serta adanya theobromin dan terdapat
antinutrisi tanin yang menjadi pembatas penggunaan kulit buah kakao ini (Wong et
al., 1987; Duke, 1993). Keberadaan tannin dapat mengurangi manfaatnya sebagai
pakan karena kemampuannya dalam mengendapkan protein dan juga lignin yang
berikatan dengan selulosa menyebabkan sellosatidak bisa dimanfaatkan oleh ternak
(Cheeke and Shull, 1985). Figuera et al., (1993) melaporkan bahwa jenis tanin
yang terdapat dalam kulit buah kakao merupakan tannin kondensasi yaitu
anthocyanidin, catekin, danleukoanthocyanidin.
2.1.2 Zat Anti Nutrisi Tanin dan Theobromindalam Kulit Buah Kakao
Tanin merupakan senyawa polyphenol dengan bobot molekul tinggi
yangmengandung gugus hidroksil dan gugus lainnya untuk membentuk kompleks
yangkuat dengan protein dan molekul lain, seperti karbohidrat (Cannas,
2001).Tannin terdapat pada bagian kulit kayu, batang, daun danbuah –
buahan.Tanin mengandung sejumlah gugusfungsional yang dapat membentuk
kompleks yang kuat dengan molekul proteindan menghasilkan efek negatif dan
positif bagi ternak. Kumar dan Singh (1984) menyatakan bahwa rasa pahit yang
timbul dalam mulut diakibatkan oleh komplek tanin dan proteinsaliva yang pada
akhirnya mempengaruhi palatabilitas dan konsumsi pakan.
Tandi, E. (2010) melaporkan bahwa tannin berpengaruh sangat nyata

terhadap aktivitas enzim protease (tripsin). Ini berarti semakin tinggi kadar tanin
dalam substrat akan menyebabkan aktivitas enzim protease semakin rendah dalam
memecah protein menjadi asam amino. Melihat penurunan aktivitas enzim tripsin
yang sangat signifikan maka pada kadar tanin yang lebih tinggi dari 8%
kemungkinan besar aktivitas enzim tripsin akan berhenti. Ternak yang
mengkonsumsi tanin tinggi akan menimbulkan berbagai problem akibat dari
gangguan metabolisme protein, energi dan vitamin B komplek.
Cheeke and Shull (1985) melaporkan bahwa terdapat dua kelompok dari
tanin yang berpengaruh terhadap nutrisiternak yaitu tannin kondensasi yang paling
banyak terdistribusi pada tanaman dan tidak mudah terhidrolisis dan terdapat
dalam struktur yang kompleks dan yang kedua tanin hidrolisis yang merupakan
ester dari glukosa dengan asam laktat dan kelompok ini dapat dihidrolisis
menggunakan asam mineral panas menjadi glukosa dan asam-asamyang menjadi

unsur pokoknya. Kedua kelompok ini biasa disebut Proanthocyanidin (Cannas,
2001).
Berdasarkan aspek gizi, apabila digunakan langsung sebagaipakan ternak,
kelemahan kulit buah kakao adalah kandunganserat kasar yang tinggi, protein
rendah, mengandung alkaloidtheobromin dan kafein (1,8-2,1%), dan kandungan
asam filtratyang tinggi.Theobromin asam filtrat dapat menyebabkan diare

padaternak . Kandungan asam filtrat yang tinggi juga dapatmenurunkan
kemampuan usus ruminansia menyerap zat-zatmakanan. Oleh karena itu,
diperlukan suatu teknologi untukmendegradasi unsur-unsur yang membahayakan
kesehatanternak.
Theobromin merupakan alkaloid golongan methylatedxanthine seperti
kafein dalam kopi yang beracun sehinggapenggunaan pakan sumber teobromin
perlu dibatasi. Namuntingkat bahayanya terhadap gangguan sistem saraf pusat
tidaksekuat methyl xanthine yang lain. Jenis alkaloid ini mudahdiserap dan
didistribusikan ke seluruh tubuh dan cepatdimetabolis, sedangkan sisanya dibuang
lewat urin. Belumadanya laporan tentang kandungan teobromin dalam daging, susu
dan

telur

tidak

mencemaskan

konsumen


poduk

hewanidibanding

yang

mcngkonsumsi produk-produk cokelat secaralangsung.
Teobromin terkandung di semua bagian tanaman kakao dengan kadar yang
berbeda-beda. Pada cangkang kakao Hansen (2003) melaporkan kandungan
teobrominnya 0,3-1,2%, pada kulit biji 1-4%. Sedangkan menurut EFSA (2008)
teobromin dalam cangkang, kulit biji dan tepung coklat berturut-turut adalah 0,150,40%, 0,80-1,69%, dan 2,00-3,30%. Sedangkan menurut Odunsi et al., (1999)
kulit biji kakao mengandung teobromin sebanyak 2,24%.
2. 2 Fermentasi Pakan
Winarmo et al (1981) menyatakan bahwa kualitas bahan pakan bergantung pada
komposisi kandungan nutrisi dan keberadaan zat anti nutrisi dalam pakan tersebut. Dari
pembahasan sebelumnya diketahui bahwa kulit buah kakao memiliki kandungan
protein 8-11% dan memiliki potensi untuk diberikan pada ternak, namun ada faktor
pembatas yang ada dalam kulit buah kakao yaitu tingginya kandungan serat kasar (2027%) serta keberadaan zat anti nutrisi tannin yang membuat limbah ini kurang palatable
untuk ternak. Untuk itu, perlu dilakukan sebuah upaya untuk memanfaatkan limbah


tersebut dengan meningkatkan kualitas pakan dengan melalukan teknik fermentasi
dengan menggunakan mikroogranisme.
Secara teknik fermentasi didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi anaerobik
atau partial anaerobik karbohidrat yang menghasilkan alkohol serta beberapa asam,
namun banyak proses fermentasi yang menggunakan substrat protein dan lemak
(Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010).Fermentasi dapat melonggarkan ikatan atom
hidrogen selulosa dan melonggarkan ikatan lignosellulosa dengan bantuan enzim
sellulotik yang dihasilkan kapang sehingga pakan berserat juga mampu menghilangkan
senyawa beracun dalam bahan (Yunilas 2009).Sedangkan menurut Winarno, et al
(1981) fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi-reduksi dalam system biologi yang
menghasilkan energy dimana sebagai donor proton dan aseptor electron digunakan
substrat organic.Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasiadalah
karbohidrat, sedangkan asam amino dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri
tertentu (Fardiaz, 1992).
Selama proses fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu
terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya seluosa dan hemiselulsa menjadi
gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain
dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil metabolisme
kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Winarno, 1983). Dilihat dari jenis
mediumnya Chahal (1985) membagi proses fermentasi menjadi 2, yaitu medium cair

yang mana fermentasi dengan substrat terlarut atau tersuspensi sebagai partikel-partikel
dalam fase cair dan yang kedua medium padat dengan menggunakan substrat tidak larut
atau tanpa adanya air bebas.Selanjutnya untuk media fermentasi dibutuhkan media
yang mengandung nutrient yang seimbang dan diperlukan untuk menunjang kehidupan
kapang dalam memproduksi enzim.
2. 3 Aspergillus niger Sebagai Bioaktif Fermentasi Pakan
Aspergillus niger termasuk genus Aspergillus, famili Monilliceae, ordo
Monoliales, kelas Ascomycetes. A. niger memiliki kepala konidia yang besar, padat,
bulat dan berwarna hitam coklat atau ungu coklat. Kapang ini bersifat aerobic, sehingga
dalam pertumbuhannya memerlukan oksigen yang cukup. A. niger merupakan mikroba
mesofilik dengan pertumbuhan maksimum pada suhu 35-37˚C, dan derajat keasaman
2,0-8,5. Pertumbuhan kapang A. niger akan lebih optimal pada kondisi keasaman (pH)
yang rendah (Fardiaz, 1989).

A. nigermampu menhasilkan beberapa enzim diantaranya adalah karbohidrase,
selulase, lipase, glukosa oksidase, katalase, pectinase dan tanase (tannin asil
hydrolase), amylase, dan amiloglukosidae(Winarno, 1983). Lebih lanjut dijelaskan
bahwa enzim tanase yang dihasilkan A. niger dapat melarutkan senyawa tannin yang
tidak larut menjadi asam galat dan glukosa yang mudah larut. Enzim selulase yang
dihasilkan dapat beraktivitas optimum apabila berada pada kisaran pH 4,5 – 5,5 dengan
suhu 35OC.
Menurut Enari (1983) A. niger telah diketahui dapat menghasilkan enzim
pendegradasi serat. Hal ini terjadi karena selama fermentasi, kapang A. niger
menggunakan zat gizi (terutama karbohidrat) untuk pertumbuhannya dan kandungan
protein meningkat.A. niger termasuk kapang yang tumbuh cepat dan tidak
membahayakan karena tidak menghasilkan mikotoksin (Rapper dan Fennel, 1977).
Menurut Gandjar dan Wellyzar (2006) pertumbuhan kapang mempunyai beberapa
fase, antara lain :
1. Fase lag, yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan pembentukan enzimenzim untuk mengurai substrat.
2. Fase akselerasi, yaitu fase mulainya sel-sel membelah dan fase lag menjadi fase
aktif.
3. Fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan jumlah sel yang sangat banyak,
aktivitas sel sangat meningkat. Pada awal fase-fase ini kita dapat memanen enzimenzim dan akhir pada fase ini.
4. Fase deselerasi, yaitu waktu sel-sel mulai kurang aktif membelah, kita dapat
memanen biomassa sel atau senyawa-senyawa yang tidak lagi diperlukan oleh sel.
5. Fase stasioner, yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati relatif
seimbang. Banyak senyawa metabolit sekunder yang dapat dipanen pada fase ini.
6. Fase kematian dipercepat, jumlah sel-sel yang mati lebih banyak daripada sel-sel
yang masih hidup.
Soeprijanto et al. (2009) menyatakan bahwa kapang A. niger melewati fase
adaptasi dari jam ke 8, dilanjutkan dengan fase eksponensial pada jam ke 16-24. Fase
stasioner merupakan jumlah kapang yang tumbuh sama dengan kapang yang mati, fase
stasioner terjadi pada jam ke 40-100. Setelah diatas jam ke 100 terjadi penurunan
biomassa kapang yang dinamakan fase kematian, dimana biomassa kapang yang mati
lebih banyak dari yang tumbuh.

Pertumbuhan kapang yang maksimal perlu ditunjang dengan kandungan nutrien
dasar yang merupakan sumber karbon, nitrogen, energi, mineral dan vitamin. Hardjo
dkk., (1989) menambahkan A. niger menambahkan unsur utama seperti karbon,
nitrogen, dan sulfur dalam pertumbuhannya serta Fe, Zn, Mn, Co, Li, Na, K dan Rb.
Proses fermentasimenggunakan kapang, selain membentuk miselium selalu di
ikuti oleh pembentukan spora yang berguna untuk pembuatan inokulum pada proses
fermentasi. Inokulum yang berupa spora, merupakan stater yang baik dalam fermentasi
(Purwadaria, dkk., 1995). Peningkatan kandungan protein yang sejalan dengan
pertumbuhan kapang (jamur) dikarenakan tubuh jamur terdiri dari elemen yang
mengandung nitrogen. Selain itu enzim yang dihasilkan oleh jamur juga merupakan
protein (Noferdiman,dkk., 2008). Hal ini didukung oleh Garraway dan Evans (1984)
yang menyatakan dinding sel jamur mengandung 6,3% protein, sedangkan membran sel
pada jamur yang berhifa mengandung protein 25-45% dan karbohidrat 25-30%. Dalam
pertumbuhannya jamur menggunakan karbon dan nitrogen untuk komponen sel tubuh
jamur (Musnandar, 2003). Hal ini terjadi karena selama fermentasi, kapang A. niger
menggunakan zat gizi (terutama karbohidrat) untuk pertumbuhannya dan kandungan
protein meningkat. Menurut penelitian Munieret al. (2012) lama fermentasi Aspergillus
niger yang terbaik adalah selama enam hari.
2. 4 Fermentasi Kulit Buah Kakao
Kulit buah kakao merupakan bagian terbesar dari limbah kakao (70-75%) yang
dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak, namun kualitasnya rendah yang ditandai
dengan kandungan protein kasar, serat kasar dan lignin yang cukup tinggi sehingga sulit
dicerna.Dalam penelitiannya, Nuranthy (2004) telah mencoba menggunakanbeberapa
isolate kapang untuk memecah ikatan tanin pada kulit buah kakao. Darihasil
penelitiannya bahwa dari sembilan jenis isolat, hanya ada empat jenis isolatyang dapat
digunakan secara aman yaitu: Aspergillus niger, Rhizopus oligosporus,Mucor
circinelloides, dan Pestalotiopsis guepinii. Namun dari keempat jeniskapang tersebut,
hanya A. niger dan P. guepinii yang mampu tumbuh pada semuajenis substrat yang
mengandung tanin dan memiliki kemampuan dalammendegradasi tanin.
Purnama (2004) dalam penelitiannya telah mencoba memfermentasi kulitbuah
kakao dengan menggunakan kapang Pestalotiopsis guiepinii untukmeningkatkat
kualitas kulit buah kakao. Namun dari hasil penelitian tersebutbahwa fermentasi dengan
kapang Pestalotiopsis guepinii belum mampumemperbaiki kecernaan dari kulit buah
kakao (kecernaan bahan kering 19,696% dan kecernaan bahan organik 10,501%).

Berikut adalah skema proses pengolahan kulit buah kakao (Guntoro, 2008)
Kulit Buah Kakao
(KBK)
Cacahan KBK

Penyiraman Larutan
Inokulan A. niger

Penutupan KBK dengan
karung goni/plastik

Fermentasi KBK
(5-6 hari)

KBK
Terfementasi

Penjemuran
(2-3 hari)

Limbah
Kering

Penggilingan

Tepung Limbah

Pencacahan

2. 5 Pengaruh Pemberian Limbah Kakako Fermentasi Pada Ternak
Anas, dkk (2011) melaporkan bahwa pemberian fermentasi kulit buah kakao sebagai
pakan pada sapi bali memberikan pengaruh terhadap pertambahan berat badan sapi Bali
dengan penambahan berat badan1,21 kg/hari. Selanjutnya, pada penelitian Muzaki (2011)
dilaporkan bahwa pemberian limbah kakao fermentasi yang diberikan pada itik raja
memberikan pengaruh yang baik pada konversi ransum dengan pertambahan berat
badannya yaitu 183,82 gr/ekor/minggu. Dalam bukunya (Guntoro, 2008) melaporkan
beberapa pengaruh dari pemberian pakan dari limbah kakao fermentasi diantaranya:
a. Peningkatan pertambahan berat badan harian anak kambing yang diberi pakan hijauan
dan limbah kakao terfermentasi yaitu 140 gr/ekor/hari dibandingkan dengan pemberian
limbah kakao tanpa fermentasi yaitu hanya mencapai 119 gr/ekor/hari (Guntoro, dkk.,
2002). Selanjutnya dijelaskan pada ternak induk kambing peranakan Etawa (PE) yang
mendapat perlakuan limbah kakao terfermentasi dapat mencapai produksi susu hingga
1.100 ml/hari (Guntoro, 2006).
b. Pemanfaatan limbah kakao juga diberikan pada ternak sapi dengan dosis pemberiannya
0,8% dari berat hidup sapi. Pemberian limbah kakao ini memberikan pengaruh yang
sangat besar pada pertambahan berat badan sapi yaitu mencapai 528 gr/ekor/hari
dibandingkan tanpa pemberian pakan limbah kakao sebagai pakan penguat
pertambahan berat badan sapi hanya mencapai 265 gr/ekor/hari (Guntoro, et al., 2006).
c. Pada ternak babi, limbah kakao fermentasi digunakan peternak sebagai pengganti
dedak padi memberikan pengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan babi fase grower
(umur 5-8 bulan). Dengan begitu, maka peternak dapat menekan biaya ransum dengan
pemberian limbah kakao ini (Parwati, dkk., 2007).

BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas, maka dapat ditarik disimpulkan bahwa limbah kulit buah kakao
dapat dijadikan sebagai pakan ternak (ternak monogastrik, ruminansia besar dan kecil)
dimana kandungan nutrisi yang dimilikinya cukup baik ketika difermentasi yaitu protein
kasar (17,68%), selulosa (46,34%), dan lignin (12,26%). Selain untuk meningkatkan kualitas
pakan, teknik fermentasi ini juga membantu untuk mengurangi tingkat anti nutrisi yang
dimiliki dalam kulit buah kakao ini yaitu tannin dan theobromin.Setelah difermentasi, maka
kulit buah kakao ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan tambahan bagi ternak.

DAFTAR PUSTAKA
Anas S., A. Zubair., dan D. Rohmadi.2011. Kajian Pemberian Pakan Kulit Kakao Fermentasi
Terhadap Pertumbuhan Sapi Bali.Jurnal Agrisistem Vol. 7 No. 2. Gorontalo.
Badan Pusat Statistik NTT. 2008. Statistik Provinsi NTT. Kupang.
Badan Pusat Statistik NTT. 2009. Statistik Provinsi NTT. Kupang.
Badan Pusat Statistik NTT. 2010. Statistik Provinsi NTT. Kupang.
Badan Pusat Statistik NTT. 2011. Statistik Provinsi NTT. Kupang.
Cannas, A. 2001. Tannins. Animal Science at Cornell University.
Cheeke, P. R. and L. R. Shull, 1985.Natural Toxicants in Feeds and Poisonous Plants. Avi
Publishing Company, INC. Davis, California.
[EFSA] European Food Safety Authority. 2008. EFSA Assesses Possible Risks Related to
Melamine in Composite Foods from China, Press Release 25 September 2008
Enari TM. 1983. Microbial Cellulase. Dalam Microbial Enzyme and Biotecnology. Edited
W.M. Fogarty. New York : Applied Science Publ.
Fardiaz D. 1989.Kromatografi Gas dalam Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas,
Institut Pertanian Bogor
Garraway, M.O. and R.C. Evans. 1984. Fungal Nutrition and Physiology. John willey and
sons, New York.
Guntoro, S. 2006. Petunjuk Teknis Pengolahan Limbah Perkebunan Untuk Pakan, Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali, Denpasar.
Guntoro S. 2008. Membuat Pakan Ternak Dari Limbah Perkebunan. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Guntoro, S., M. Londra, I.A. P. Parawati, dan N. Suyasa.2006. Pengaruh Pemberian Limbah
Mete Olahan Terhadap Pertumbuhan Kambing Kacang.Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner Puslitbang Peternakan, Badan LITBANG
Pertanian, Bogor.
Guntoro, S., Rai Yasa, I.M. Sumawa, I.N. Sumartini M., dan Rubiyo.2002. Laporan Akhir
Pengkajian System Usaha Tani Integrasi Ternak Kambing Dengan Industry.
Denpasar: Proyek pengkajian teknologi pertanian partisipasif –BPTP.
Hansen, Don R. and Marynne M. Mowen. (2003), Management Accounting, 6th ed,
Thomson South Western, United Stated of America.
Hardjo, SS., N. S. Indrasti, B. Tajuddin. 1989. Biokonveksi : Pemanfaatan Limbah Industri
Pertanian. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB
Hidayat N, Masdiana CP dan Suhartini S. 2006. Mikrobiologi Industri. Andi: Yogyakarta.

Muchtadi TR, Ayustaningwarno F. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bandung:
Alfabeta.
Munier, F. F., H. Hartadi., and E. Winarti. 2012. Cocoa Pod Husk Fermentation Using
Aspergillus niger Toward Intake Of Ettawa Grade Buck. International Conference on
Livestock Production and Veterinary Technology.
Muzakki, A. Subtitusi Dedak Padi dengan Kulit Buah Kakao Difermentasi Aspergillus
nigerTerhadap Performans Itik Raja Umur 1 – 7 Minggu. 2011. Skripsi. Fakultas
Peternakan, Universitas Sumatera Utara.
Noferdiman, Y. Rizal, Mirzah, Y. Heryandi, & Y. Marlida. 2008. Penggunaan Urea Sebagai
Sumber Nitrogen Pada Proses Biodegradasi Substrat Lumpur Sawit Oleh
JamurPhanerochaete chrysosporium. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan XI
(4):175-181.
Nuranthy, P. 2004. Kajian Potensi Jsolat Kapang Pemecah Ikatan Tanin pada Kulit Buah
Kakao (Theobromti cacao L.).Skripsi.Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak,
Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Odunsi, A.A., A.A. Onifade and O. G. Longe. 1999. Effect of Alkali or Hot Water Treatment
of Cocoa Bean Cake Fed To Broiler Finisher as Artificial Replacement for Dietary
Groundnut Cake. Arc. Zootec 48:337-342.
Parwati I. A., Guntoro S., dan Suyasa N. Peningkatan Produktivitas Ternak Babi Dengan
Introduksi Limbah Kakao Terfermentasi di Desa Pesagi Tabanan. Prosiding Seminar
Nasional “Percepatan Alih Teknologi Pertanian Mendukung Ketahanan Pangan,
Kerjasama Balai Besar Pengkajian Teknnologi Pertanian Bogor Dengan Balai Besar
Pengkajian Teknologi Pertanian Bali, Denpasar.
Purwadaria, T., T. Haryati, A.P. Sinurat, J. Darma, and T. Pasaribu. 1995. In vitro Nutrient
Value of Coconut Meal Fermented WithAspergillus niger NRRL 337 at Different
Enzimatic Incubation Temperatures. Proceeds.2nd Conf. on Agriculture
Biotechnology, Jakarta - Indonesia.
Tandi, E. J. 2010. Pengaruh Tanin Terhadap Aktivitas Enzim Protease.Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner.Makasar.
Tjitrosoepomo, G. 1988. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gajah Mada University
Press. Yogyakarta
Wong, H. K., A. H. Osman and M. S. Idris. 1987. Utilization of cocoa by-product as ruminant
feed. In: Dixon, R.M (Ed). Ruminant Feeding System Utilizing Fibrous Agricultural
Residues. 1986. School of Agriculture and Forestry. University of
Melbourne.Parkville. Victoria.
Yunilas. 2009. Bioteknologi Jerami Padi Melalui Fermentasi Sebagai Bahan Pakan Ternak
Ruminansia. Departemen Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Sumatera
Utara. Medan.