SINOPSIS BURUNG BURUNG MANYAR docx
SINOPSIS BURUNG-BURUNG MANYAR
IDENTITAS BUKU :
Judul buku
: Burung-Burung Manyar
Pengarang
: Y.B. Mangunwijaya
Tahun Terbit
: 2007
Tebal Halaman
: 319
Penerbit
: Djambatan
Novel ini menceritakan tentang kisah perjalanan hidup seorang anak kolong
bernama Setadewa yang biasa dipanggil Teto. Seorang anak yang terlahir
dari perkawinan seorang perempuan keturunan Indo-Belanda, Marice,
dengan seorang lelaki keturunan ningrat Keraton yang pada saat itu
menjabat sebagai seorang kapten KNIL pada saat pemerintahan Belanda di
Indonesia, Brajabasuki namanya, yang karena ketidaknyamanannya berada
di istana membuatnya keluar dari istana Keraton dan memilih untuk menjadi
seorang kapten KNIL. pemuda yang berpendidikan tinggi, seorang dokter
tamatan Universitas Havard yang menjadi ahli computer di sebuah
perusahaan besar di Amerika. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga tentara
KNIL. Ayahnya seorang kepala garnisun II pada masa KNIL, Belanda
berpangkat letnan. Maminya dikenal sebagai wanita indo bernama Marice,
seorang wanita yang terkenal cantik.
Teto sendiri adalah seorang anak kolong yang suka bermain dengan anak
para serdadu yang mungkin menurut kedudukan papinya sangat tidak
sederajat, namun papinya tidak pernah memaksanya untuk bermain dengan
orang-orang yang mungkin sederajat dengannya. Lain dengan maminya
yang selalu memarahinya karena Teto sering pulang dalam keadaan kotor
akibat bermain dengan para anak serdadu. Maminya meskipun seorang
yang berketurunan Belanda namun sangat percaya dengan tahayul-tahayul
Keraton yang tentu sangat membuat Teto begitu aneh dengan maminya itu.
Kehidupan mereka masih terbilang aman dan sejahtera ketika masa
pemerintahan Belanda, namun bukan dia saja yang merasakan melainkan
rakyat Indonesia sendiri juga merasa hidup aman dan tenteram ketika masa
pemerintahan Belanda tersebut karena setiap ada kejadian yang merugikan
warga seperti pencurian akan langsung ditangani oleh para serdadu
Belanda dengan membawa kembali barang mereka yang hilang.
Setelah pemerintah Belanda kalah oleh pemerintah Jepang dan
kedudukan Belanda diambil alih oleh Jepang, kehidupan rakyat Indonesia
berubah drastis menjadi lebih tidak terkendali. Rumah Teto sekeluarga
diambil oleh Jepang dan dengan terpaksa mereka harus mengungsi
ketempat yang lebih aman dan membeli sebuah rumah kecil persis di
belakang rumah seorang pemerintah Jepang.
Teto sendiri pada saat itu disekolahkan ke kota Semarang dan tentu saja
jarang pulang ke rumah. Ketika ia pulang dari Semarang, papinya mengajak
Teto untuk masuk ke kamar papinya dan memberi tahu Teto bahwa sudah
saatnya bagi Teto untuk membantu papinya. Pembantu dari keluarga Jepang
yang ada di depan rumah mereka tersebut adalah seorang yang dekat
dengan papi dan maminya meskipun Teto sendiri sangat benci kepada
perempuan tua tersebut, namun perempuan itu telah membantu mereka
untuk mempermudah kegiatan yang akan dilakukan mereka.
Teto disuruh untuk masuk ke dalam rumah tersebut dan memasang alat
yang akan membuat mereka tahu kegiatan-kegiatan yang dilakukan serdadu
Jepang tersebut. Hingga suatu hari di hari yang tepat, Teto melaksanakan
aksinya tanpa diketahui oleh pemilik rumah tersebut. Ia memasang alat
tersebut di dalam wc yang sudah tidak digunakan lagi oleh pemiliknya dan
menyambungkan kabel ke rumahnya.
Setelah beberapa hari, Teto pun kembali lagi ke Semarang untuk bersekolah
hingga suatu hari ia pulang dari Semarang dengan niat ingin menjenguk
mami papinya, namun dilihatnya rumahnya terkunci rapat, kata
tetangganya, kedua orang tuanya pergi menjenguk kakeknya yang lagi sakit.
Teto segera memahami maksud dari kalimat tersebut, karena kakeknya
sudah lama meninggal dan ia sudah berpirasat ada sesuatu yang terjadi
dengan keluarganya. Ia sampai di Surakarta dan dilihatnya sang mami telah
menangis sedari tadi dan ketika melihat Teto sudah datang, maminya
langsung mencium Teto sambil menyuruh Teto untuk mendoakan papinya
yang telah tertangkap oleh para serdadu Jepang.
Tiga bulan setelah itu, ketika Teto sudah kembali ke Semarang tibatiba ia mendapat surat dari seseorang yang tak ia kenal, isi surat tersebut
antara lain meyuruh Teto untuk datang ke Jakarta di suatu rumah, namun
karena ia sedang menghadapi ujian akhir sekolah dari SMT ia tak bisa
langsung ke Jakarta.
Setelah semua urusannya kelar, baru ia memutuskan untuk pergi ke Jakarta
dengan perintah sesuai dalam surat tersebut. Setibanya di rumah tersebut
di alamat Kramat dilihatnya rumah tersebut seperti tidak ada penghuninya,
sepi, dan bahkan semua pintunya dikunci rapat-rapat. Teto memeriksa lagi
alamat rumah tersebut dan benar rumah itulah tujuannya, akhirnya ia
memutuskan untuk menuggu saja di teras depan rumah. Setelah lumayan
lama datang seorang perempuan yang mungkin umurnya dibawah Teto, ia
memberi hormat kepada gadis tersebut dan dibalas dengan salam. Teto
benar-benar tidak menyangka kalau gadis yang ada di depannya kini adalah
Larasati, anak dari sahabat papinya, pak Hendraningrat yang juga
mempersunting wanita keturunan Keraton yaitu bu Antana,istrinya. Setelah
itu mereka berbincang-bincang dan kemudian Teto diajaknya masuk ke
rumah.
Ketika di dalam rumah tersebut Teto melihat maminya menangis dan
dihibur oleh bu Antana. Dari cerita maminya kepada Bu Antana, ia sudah
dapat mengambil kesimpulan bahwa papinya sudah ditangkap serdadu
Jepang ketika mereka bertemu di suatu tempat dan dengan segala
permohonan papinya, mami Teto akhirnya dilepaskan. Semenjak itu Teto
bertekad untuk meneruskan perjuangan papinya menjadi seorang kapten
KNIL. Akhirnya ia dan maminya tinggal di rumah Bu Antana dan karena rasa
sungkannya mereka akhirnya pindah rumah dan membeli sebuah rumah
kecil dengan sisa tabungan orang tuanya. Teto pun masuk jurusan
Kedokteran karena paksaan dari maminya, ia juga bekerja sampingan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Hingga suatu hari ketika ia pulang dari
kerja, ia mendapatkan rumahnya dalam keadaan kosong dengan sebuah
surat dari maminya yang menyuruhnya untuk pergi ke rumah Bu Antana
karena Bu Antanalah yang akan menjelaskan kemana maminya pergi.
Di bawah pohon di belakang rumah Bu Antana, Teto menangis
terisak-isak ketika diberi tahu maminya pergi meninggalkan rumah karena
mendapat surat dari Kepala Kenpeitai yang menyuruhnya untuk memilih
antara nyawa papinya atau ia menjadi seorang gundik Jepang. Dan karena
rasa cintanya kepada sang suami, ia memilih untuk menjadi gundik Jepang
selamanya. Teto merasa kasihan kepada maminya tapi ia juga merasa marah
karena maminya memilih menjadi gundik Jepang.
Semenjak saat itu keinginan Teto untuk menjadi anggota KNIL
semakin memuncak dan tepat waktunya saat ia ditangkap oleh para serdadu
KNIL dan dibawa kehadapan sang Komandan Verbruggen yang ternyata
adalah sahabat papinya dulu yang juga merangkap sebagai rivalpapinya
ketika memperebutkan maminya, Marice. Teto mengutarakan keinginannya
menjadi anggota KNIL dan setelah mendapat persetujuan dari sang
komandan, ia akan dijadikan Letnan II setelah beberapa bulan. Semenjak
itupun Teto sudah sibuk dengan urusannya, namun meskipun begitu di
hatinya tetap terkenang keluarganya dan keluarga Bu Antana terutama Atik.
Dan Atik sendiri kini menjadi sekretaris pemerintah Indonesia seperti
katanya dulu kalau ia akan berbakti kepada Negara.
Suatu hari ketika ia pergi bertugas, ia menyempatkan diri untuk
pergi ke rumah Atik di Kramat, tapi dilihatnya rumah itu sudah kosong, tak
ada seorangpun di rumah itu. Para anggotanya ia suruh untuk berjaga di
luar sedangkan ia sendiri ke pekarangan belakang rumah karena teringat
biasanya Bu Antana sering menaruh kunci dapur di bagian semak-semak
yang tak terlihat seorangpun.
Ketika ia mengambil sesuatu dari dalam semak tersebut, ia mendapatkan
sebuah surat dari Atik yang mengabarkannya kalau Atik sekeluarga kini
sudah mengabdi kepada Negara Indonesia. Teto semakin sering
mengunjungi rumah Atik di Kramat tersebut karena ia hanya bisa
merasakan ketenangan di rumah itu. Hingga suatu hari Komandan
Verbruggen tahu kalau ia sering ke tempat tersebut, meskipun ia dimarahi
komandan tapi arahnya mengandung nilai kepabaan yang membuat Teto
terharu.
Begitulah kerjaan Teto sampai pada akhirnya pasukan KNIL
dikalahkan oleh pasukan Jepang. Teto pun kemudian memilih untuk study ke
luar negeri dan menjadi seorang menejer produksi pacipic oil wells
Company milik Negara lain. Ketika pulang lagi ke Indonesia, ia memutuskan
untuk ziarah ke makam mami dan papinya. Ia juga pergi berkeliling kota
mencari Larasati yang katanya tinggal di suatu desa dekat lereng gunung.
Ketika di tengah perjalanan, ia akhirnya memutuskan untuk menginap di
rumah seorang kepala desa karena mobil jip yang disewanya harus
kehabisan bensin di tengah jalan. Keesokan harinya, ia mengikuti acara
wisuda Larasati yang kini akan meeaih gelar doktor. Ia memutuskan untuk
duduk paling pojok dimana ia bisa melihat Larasati dengan sangat jelas.
Seketika masuk seorang wanita digendeng suaminya dengan menggunakan
kebaya. Ia masih tetap cantik.
Acara telah berlangsung dengan meriahnya karena ditambah
jawaban-jawaban yang diberikan Larasati kepada professor-profesor yang
bertanya. Setelah acara selesai, ia kembali ke rumah pak dukuh. Setelah
mandi, ia diundang pak dukuh untuk minum teh. Pak dukuh bercerita
tentang masa lalunya ketika ia menceritakan kisah pemakaman jenazah
rajanya dulu. Sampai akhirnya datang seorang pembantumemberi tahu
bahwa ada tamu di luar sedang menunggu sambil memberikan kartu nama
kepada pak dukuh. Pak dukuh membacanya dan memberikan kartu nama itu
kepada Setadewa karena tamu itu bukan untuknya melainkan untuk
Setadewa.
Ia heran bagaimana Larasati tahu kalau ia ada di sini. Ia bertanya
kepada pak dukuh dan ternyata pak dukkuhlah yang memberi tahu bahwa ia
kedatangan seorang tamu dari perusahaan minyak dan memakai mobil jip
yang telah pergi berziarah ke makam ibunya di Magelang. Pak dukuh
meninggalkannya untuk berganti pakaian sedangkan ia sudah tak sanggup
membuka pintu, namun ia berusaha dan ketika dibukanya pintu ia melihat
mereka baru menaiki tangga teras, Larasati bersama suaminya.
Tiba-tiba Larasati bersorak memanggil namanya kemudian
memeluknya dan menangis di pelukannya. Setadewa membelai punggung
Larasati berusaha unntuk menenangkannya. Ia melirik ke arah suami
Larasati dan suaminya hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum
memahami keduanya. Suami Larasati mendekati Setadewa sambil berkedip
mengisyaratkan agar ia membiarkan istrinya seperti itu dulu. Kemudian
keluar pak dukuh dengan penuh heran melihat mereka berpelukan sambil
menghampiri tuan Janakatamsi, ia kemudian mengangguk-angguk mengerti.
Setelah tangis Larasati reda, suami Larasati mengajaknya untuk
tinggal bersama mereka dan juga tentunya bersama Bu Antana yang sudah
sangat merindukannya serta bersama ketiga anaknya, Teto, Padmi, dan Kris.
Mereka berangkat ke rumah Atik di Cemorojajar. Paginya karena
tidak bisa tidur, pagi-pagi ia sudah berdiru di tepi jalan melihat kegiatan
orang-orang yang lalu lalang. Tiba-tiba Bu Antana sudah berada di
sampingnya, menyapanya dan berbincang-bincang kemudian. Bu Antana
menceritakan kehidupan mereka setelah ia tidak pernah menemui mereka
lagi. Jelaslah kini ia mengerti kalau Larasati dan suaminya, Jana, adalah
perkawinan zaman kuno karena tidak ingin menjadi perawan tua. Semenjak
kedatangan Teto ke rumah mereka, jelas terlihat Larasati sangat riang dan
semakin bahagia.
Pagi itu, Teto bercakap-cakap dengan Jana. Mereka duduk di dekat
jendela sambil menyaksikan dua anak SMA sedang menunggu becak yang
akan ditumpangi ke sekolah. Kemudian mereka sama-sama bercerita
tentang masa ketika peperngan dulu.
Pada suatu pagi, ia diundang keluarga Jana untuk ikut berkemah ke
lereng gunung salak bersama Atik, Jana dan tentu bersama ketiga anaknya.
Sesampainya mereka di sana mereka berbincang-bincang membicarakan
tentang suara burung-burung dan lainnya. Tiba-tiba ketiga anaknya ia suruh
untuk pergi bermain dan meninggalkan para tetua di sana ingin
membicarakan sesuatu. Namun ternyata Jana juga ikut bersama mereka.
Tinggallah mereka berdua di sana, Atik dan Teto.
Atik menyuruhnya untuk tetap tinggal bersama mereka karena bagi
Atik suaminya tak dapat memimpin dan justru Atiklah yang memimpinnya.
Kemudian Teto menjelaskan kepadanya kalau suaminya sebenarnya tak
seperti itu, namun itu hanya perasaan yang ia rasakan semata. Teto juga
memberi tahunya kalau ia telah mendapat pesan dari ayah Jana yang
ternyata adalah dokter yang merawat maminya dulu, ia meminta kepada
Jana untuk naik haji sebelum ia wafat. Dan blab la bla.
Karena nasihat Teto itu, akhirnya Atik mendampingi suaminya pergi ke
tanah suci Mekkah untuk haji. Dalam perjalanan menunaikan ibadah haji,
pesawat mereka menabrak bukit dekat Kolombo, Sri Langka sana. Begitulah
berita yang didengar Teto di radio, namun anehnya ia tak terkejut
mendengar berita itu karena menurutnya mereka mati dalam keadaan baik.
musibah menimpa Yanakatamsi dan istrinya. Pesawat yang mereka
tumpangi menabrak bukit di Colombo. Mereka hanya pulang nama. Ketiga
anak mereka menjadi yatim piatu. Peristiwa ini akhirnya membuat Teto
menjadi ayah ketiga anak Larasati dengan Ibu Antana sebagai nenek mereka
Setelah semua keluarga Atik setuju, ia akhirnya mengasuh ketiga
anak Atik, Teto kecil, Padmi, dan si bungsu Kris menjadi anaknya. Sahabatsahabatnya terutama John Brindley tak henti mereka menganjurkannya
untuk menikah lagi karena menurut mereka ketiga anak itulah yang akan
membutuhkan seorang ibu, namun ia tetap masih belum dapat
mengorbankan Cinta terakhirnya, Atik.
IDENTITAS BUKU :
Judul buku
: Burung-Burung Manyar
Pengarang
: Y.B. Mangunwijaya
Tahun Terbit
: 2007
Tebal Halaman
: 319
Penerbit
: Djambatan
Novel ini menceritakan tentang kisah perjalanan hidup seorang anak kolong
bernama Setadewa yang biasa dipanggil Teto. Seorang anak yang terlahir
dari perkawinan seorang perempuan keturunan Indo-Belanda, Marice,
dengan seorang lelaki keturunan ningrat Keraton yang pada saat itu
menjabat sebagai seorang kapten KNIL pada saat pemerintahan Belanda di
Indonesia, Brajabasuki namanya, yang karena ketidaknyamanannya berada
di istana membuatnya keluar dari istana Keraton dan memilih untuk menjadi
seorang kapten KNIL. pemuda yang berpendidikan tinggi, seorang dokter
tamatan Universitas Havard yang menjadi ahli computer di sebuah
perusahaan besar di Amerika. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga tentara
KNIL. Ayahnya seorang kepala garnisun II pada masa KNIL, Belanda
berpangkat letnan. Maminya dikenal sebagai wanita indo bernama Marice,
seorang wanita yang terkenal cantik.
Teto sendiri adalah seorang anak kolong yang suka bermain dengan anak
para serdadu yang mungkin menurut kedudukan papinya sangat tidak
sederajat, namun papinya tidak pernah memaksanya untuk bermain dengan
orang-orang yang mungkin sederajat dengannya. Lain dengan maminya
yang selalu memarahinya karena Teto sering pulang dalam keadaan kotor
akibat bermain dengan para anak serdadu. Maminya meskipun seorang
yang berketurunan Belanda namun sangat percaya dengan tahayul-tahayul
Keraton yang tentu sangat membuat Teto begitu aneh dengan maminya itu.
Kehidupan mereka masih terbilang aman dan sejahtera ketika masa
pemerintahan Belanda, namun bukan dia saja yang merasakan melainkan
rakyat Indonesia sendiri juga merasa hidup aman dan tenteram ketika masa
pemerintahan Belanda tersebut karena setiap ada kejadian yang merugikan
warga seperti pencurian akan langsung ditangani oleh para serdadu
Belanda dengan membawa kembali barang mereka yang hilang.
Setelah pemerintah Belanda kalah oleh pemerintah Jepang dan
kedudukan Belanda diambil alih oleh Jepang, kehidupan rakyat Indonesia
berubah drastis menjadi lebih tidak terkendali. Rumah Teto sekeluarga
diambil oleh Jepang dan dengan terpaksa mereka harus mengungsi
ketempat yang lebih aman dan membeli sebuah rumah kecil persis di
belakang rumah seorang pemerintah Jepang.
Teto sendiri pada saat itu disekolahkan ke kota Semarang dan tentu saja
jarang pulang ke rumah. Ketika ia pulang dari Semarang, papinya mengajak
Teto untuk masuk ke kamar papinya dan memberi tahu Teto bahwa sudah
saatnya bagi Teto untuk membantu papinya. Pembantu dari keluarga Jepang
yang ada di depan rumah mereka tersebut adalah seorang yang dekat
dengan papi dan maminya meskipun Teto sendiri sangat benci kepada
perempuan tua tersebut, namun perempuan itu telah membantu mereka
untuk mempermudah kegiatan yang akan dilakukan mereka.
Teto disuruh untuk masuk ke dalam rumah tersebut dan memasang alat
yang akan membuat mereka tahu kegiatan-kegiatan yang dilakukan serdadu
Jepang tersebut. Hingga suatu hari di hari yang tepat, Teto melaksanakan
aksinya tanpa diketahui oleh pemilik rumah tersebut. Ia memasang alat
tersebut di dalam wc yang sudah tidak digunakan lagi oleh pemiliknya dan
menyambungkan kabel ke rumahnya.
Setelah beberapa hari, Teto pun kembali lagi ke Semarang untuk bersekolah
hingga suatu hari ia pulang dari Semarang dengan niat ingin menjenguk
mami papinya, namun dilihatnya rumahnya terkunci rapat, kata
tetangganya, kedua orang tuanya pergi menjenguk kakeknya yang lagi sakit.
Teto segera memahami maksud dari kalimat tersebut, karena kakeknya
sudah lama meninggal dan ia sudah berpirasat ada sesuatu yang terjadi
dengan keluarganya. Ia sampai di Surakarta dan dilihatnya sang mami telah
menangis sedari tadi dan ketika melihat Teto sudah datang, maminya
langsung mencium Teto sambil menyuruh Teto untuk mendoakan papinya
yang telah tertangkap oleh para serdadu Jepang.
Tiga bulan setelah itu, ketika Teto sudah kembali ke Semarang tibatiba ia mendapat surat dari seseorang yang tak ia kenal, isi surat tersebut
antara lain meyuruh Teto untuk datang ke Jakarta di suatu rumah, namun
karena ia sedang menghadapi ujian akhir sekolah dari SMT ia tak bisa
langsung ke Jakarta.
Setelah semua urusannya kelar, baru ia memutuskan untuk pergi ke Jakarta
dengan perintah sesuai dalam surat tersebut. Setibanya di rumah tersebut
di alamat Kramat dilihatnya rumah tersebut seperti tidak ada penghuninya,
sepi, dan bahkan semua pintunya dikunci rapat-rapat. Teto memeriksa lagi
alamat rumah tersebut dan benar rumah itulah tujuannya, akhirnya ia
memutuskan untuk menuggu saja di teras depan rumah. Setelah lumayan
lama datang seorang perempuan yang mungkin umurnya dibawah Teto, ia
memberi hormat kepada gadis tersebut dan dibalas dengan salam. Teto
benar-benar tidak menyangka kalau gadis yang ada di depannya kini adalah
Larasati, anak dari sahabat papinya, pak Hendraningrat yang juga
mempersunting wanita keturunan Keraton yaitu bu Antana,istrinya. Setelah
itu mereka berbincang-bincang dan kemudian Teto diajaknya masuk ke
rumah.
Ketika di dalam rumah tersebut Teto melihat maminya menangis dan
dihibur oleh bu Antana. Dari cerita maminya kepada Bu Antana, ia sudah
dapat mengambil kesimpulan bahwa papinya sudah ditangkap serdadu
Jepang ketika mereka bertemu di suatu tempat dan dengan segala
permohonan papinya, mami Teto akhirnya dilepaskan. Semenjak itu Teto
bertekad untuk meneruskan perjuangan papinya menjadi seorang kapten
KNIL. Akhirnya ia dan maminya tinggal di rumah Bu Antana dan karena rasa
sungkannya mereka akhirnya pindah rumah dan membeli sebuah rumah
kecil dengan sisa tabungan orang tuanya. Teto pun masuk jurusan
Kedokteran karena paksaan dari maminya, ia juga bekerja sampingan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Hingga suatu hari ketika ia pulang dari
kerja, ia mendapatkan rumahnya dalam keadaan kosong dengan sebuah
surat dari maminya yang menyuruhnya untuk pergi ke rumah Bu Antana
karena Bu Antanalah yang akan menjelaskan kemana maminya pergi.
Di bawah pohon di belakang rumah Bu Antana, Teto menangis
terisak-isak ketika diberi tahu maminya pergi meninggalkan rumah karena
mendapat surat dari Kepala Kenpeitai yang menyuruhnya untuk memilih
antara nyawa papinya atau ia menjadi seorang gundik Jepang. Dan karena
rasa cintanya kepada sang suami, ia memilih untuk menjadi gundik Jepang
selamanya. Teto merasa kasihan kepada maminya tapi ia juga merasa marah
karena maminya memilih menjadi gundik Jepang.
Semenjak saat itu keinginan Teto untuk menjadi anggota KNIL
semakin memuncak dan tepat waktunya saat ia ditangkap oleh para serdadu
KNIL dan dibawa kehadapan sang Komandan Verbruggen yang ternyata
adalah sahabat papinya dulu yang juga merangkap sebagai rivalpapinya
ketika memperebutkan maminya, Marice. Teto mengutarakan keinginannya
menjadi anggota KNIL dan setelah mendapat persetujuan dari sang
komandan, ia akan dijadikan Letnan II setelah beberapa bulan. Semenjak
itupun Teto sudah sibuk dengan urusannya, namun meskipun begitu di
hatinya tetap terkenang keluarganya dan keluarga Bu Antana terutama Atik.
Dan Atik sendiri kini menjadi sekretaris pemerintah Indonesia seperti
katanya dulu kalau ia akan berbakti kepada Negara.
Suatu hari ketika ia pergi bertugas, ia menyempatkan diri untuk
pergi ke rumah Atik di Kramat, tapi dilihatnya rumah itu sudah kosong, tak
ada seorangpun di rumah itu. Para anggotanya ia suruh untuk berjaga di
luar sedangkan ia sendiri ke pekarangan belakang rumah karena teringat
biasanya Bu Antana sering menaruh kunci dapur di bagian semak-semak
yang tak terlihat seorangpun.
Ketika ia mengambil sesuatu dari dalam semak tersebut, ia mendapatkan
sebuah surat dari Atik yang mengabarkannya kalau Atik sekeluarga kini
sudah mengabdi kepada Negara Indonesia. Teto semakin sering
mengunjungi rumah Atik di Kramat tersebut karena ia hanya bisa
merasakan ketenangan di rumah itu. Hingga suatu hari Komandan
Verbruggen tahu kalau ia sering ke tempat tersebut, meskipun ia dimarahi
komandan tapi arahnya mengandung nilai kepabaan yang membuat Teto
terharu.
Begitulah kerjaan Teto sampai pada akhirnya pasukan KNIL
dikalahkan oleh pasukan Jepang. Teto pun kemudian memilih untuk study ke
luar negeri dan menjadi seorang menejer produksi pacipic oil wells
Company milik Negara lain. Ketika pulang lagi ke Indonesia, ia memutuskan
untuk ziarah ke makam mami dan papinya. Ia juga pergi berkeliling kota
mencari Larasati yang katanya tinggal di suatu desa dekat lereng gunung.
Ketika di tengah perjalanan, ia akhirnya memutuskan untuk menginap di
rumah seorang kepala desa karena mobil jip yang disewanya harus
kehabisan bensin di tengah jalan. Keesokan harinya, ia mengikuti acara
wisuda Larasati yang kini akan meeaih gelar doktor. Ia memutuskan untuk
duduk paling pojok dimana ia bisa melihat Larasati dengan sangat jelas.
Seketika masuk seorang wanita digendeng suaminya dengan menggunakan
kebaya. Ia masih tetap cantik.
Acara telah berlangsung dengan meriahnya karena ditambah
jawaban-jawaban yang diberikan Larasati kepada professor-profesor yang
bertanya. Setelah acara selesai, ia kembali ke rumah pak dukuh. Setelah
mandi, ia diundang pak dukuh untuk minum teh. Pak dukuh bercerita
tentang masa lalunya ketika ia menceritakan kisah pemakaman jenazah
rajanya dulu. Sampai akhirnya datang seorang pembantumemberi tahu
bahwa ada tamu di luar sedang menunggu sambil memberikan kartu nama
kepada pak dukuh. Pak dukuh membacanya dan memberikan kartu nama itu
kepada Setadewa karena tamu itu bukan untuknya melainkan untuk
Setadewa.
Ia heran bagaimana Larasati tahu kalau ia ada di sini. Ia bertanya
kepada pak dukuh dan ternyata pak dukkuhlah yang memberi tahu bahwa ia
kedatangan seorang tamu dari perusahaan minyak dan memakai mobil jip
yang telah pergi berziarah ke makam ibunya di Magelang. Pak dukuh
meninggalkannya untuk berganti pakaian sedangkan ia sudah tak sanggup
membuka pintu, namun ia berusaha dan ketika dibukanya pintu ia melihat
mereka baru menaiki tangga teras, Larasati bersama suaminya.
Tiba-tiba Larasati bersorak memanggil namanya kemudian
memeluknya dan menangis di pelukannya. Setadewa membelai punggung
Larasati berusaha unntuk menenangkannya. Ia melirik ke arah suami
Larasati dan suaminya hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum
memahami keduanya. Suami Larasati mendekati Setadewa sambil berkedip
mengisyaratkan agar ia membiarkan istrinya seperti itu dulu. Kemudian
keluar pak dukuh dengan penuh heran melihat mereka berpelukan sambil
menghampiri tuan Janakatamsi, ia kemudian mengangguk-angguk mengerti.
Setelah tangis Larasati reda, suami Larasati mengajaknya untuk
tinggal bersama mereka dan juga tentunya bersama Bu Antana yang sudah
sangat merindukannya serta bersama ketiga anaknya, Teto, Padmi, dan Kris.
Mereka berangkat ke rumah Atik di Cemorojajar. Paginya karena
tidak bisa tidur, pagi-pagi ia sudah berdiru di tepi jalan melihat kegiatan
orang-orang yang lalu lalang. Tiba-tiba Bu Antana sudah berada di
sampingnya, menyapanya dan berbincang-bincang kemudian. Bu Antana
menceritakan kehidupan mereka setelah ia tidak pernah menemui mereka
lagi. Jelaslah kini ia mengerti kalau Larasati dan suaminya, Jana, adalah
perkawinan zaman kuno karena tidak ingin menjadi perawan tua. Semenjak
kedatangan Teto ke rumah mereka, jelas terlihat Larasati sangat riang dan
semakin bahagia.
Pagi itu, Teto bercakap-cakap dengan Jana. Mereka duduk di dekat
jendela sambil menyaksikan dua anak SMA sedang menunggu becak yang
akan ditumpangi ke sekolah. Kemudian mereka sama-sama bercerita
tentang masa ketika peperngan dulu.
Pada suatu pagi, ia diundang keluarga Jana untuk ikut berkemah ke
lereng gunung salak bersama Atik, Jana dan tentu bersama ketiga anaknya.
Sesampainya mereka di sana mereka berbincang-bincang membicarakan
tentang suara burung-burung dan lainnya. Tiba-tiba ketiga anaknya ia suruh
untuk pergi bermain dan meninggalkan para tetua di sana ingin
membicarakan sesuatu. Namun ternyata Jana juga ikut bersama mereka.
Tinggallah mereka berdua di sana, Atik dan Teto.
Atik menyuruhnya untuk tetap tinggal bersama mereka karena bagi
Atik suaminya tak dapat memimpin dan justru Atiklah yang memimpinnya.
Kemudian Teto menjelaskan kepadanya kalau suaminya sebenarnya tak
seperti itu, namun itu hanya perasaan yang ia rasakan semata. Teto juga
memberi tahunya kalau ia telah mendapat pesan dari ayah Jana yang
ternyata adalah dokter yang merawat maminya dulu, ia meminta kepada
Jana untuk naik haji sebelum ia wafat. Dan blab la bla.
Karena nasihat Teto itu, akhirnya Atik mendampingi suaminya pergi ke
tanah suci Mekkah untuk haji. Dalam perjalanan menunaikan ibadah haji,
pesawat mereka menabrak bukit dekat Kolombo, Sri Langka sana. Begitulah
berita yang didengar Teto di radio, namun anehnya ia tak terkejut
mendengar berita itu karena menurutnya mereka mati dalam keadaan baik.
musibah menimpa Yanakatamsi dan istrinya. Pesawat yang mereka
tumpangi menabrak bukit di Colombo. Mereka hanya pulang nama. Ketiga
anak mereka menjadi yatim piatu. Peristiwa ini akhirnya membuat Teto
menjadi ayah ketiga anak Larasati dengan Ibu Antana sebagai nenek mereka
Setelah semua keluarga Atik setuju, ia akhirnya mengasuh ketiga
anak Atik, Teto kecil, Padmi, dan si bungsu Kris menjadi anaknya. Sahabatsahabatnya terutama John Brindley tak henti mereka menganjurkannya
untuk menikah lagi karena menurut mereka ketiga anak itulah yang akan
membutuhkan seorang ibu, namun ia tetap masih belum dapat
mengorbankan Cinta terakhirnya, Atik.