STUDI TEKANAN ALIRAN AIRTANAH UNTUK KONS (1)

STUDI TEKANAN ALIRAN AIRTANAH UNTUK KONSERVASI DI KECAMATAN
RANOMEETO DAN RANOMEETO BARAT KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI
SULAWESI TENGGARA
PENDAHULUAN
Airtanah adalah sumber daya air yang memiliki nilai ekonomi sangat potensial. Eksploitasi
airtanah yang sangat pesat diberbagai sektor menuntut perlunya penanganan, khusunya pemeliharaan
untuk memperkecil dampak negatif yang ditimbulkannya.

Gambar 1. Status kondisi sumur bor
Provinsi Sulawesi tenggara yakni di kabupaten konawe khusunya di wilayah Kecamatan
Ranomeeto dan Ranomeeto Barat yang merupakan wilayah studi terdapar 14 sumur bor yang
dimanfaatkan masyarakat untuk irigasi dan air baku. Namun 6 diantaranya tidak berfungsi karena
alasan operasional dan penurunan debit.
Pada gambar diatas, 2 sumur yang tidak berfungsi dengan kode inventarisasi P 66 KDI dan P
43 KDI masuk zona CAT Rawua, sedangkan 4 sumur tidak berfungsi lainnya dengan kode
inventarisasi P 16 KDI, P 14 KDI, P 15 KDI dan P 11 KDI masuk zona CAT Renomeeto.
Pada wilayah studi memang belum pernah dilakukan pengukuran besar tekanan dan
karakteristik aliran airtanah, namun adanya fenomena penurunan debit di beberapa sumur
memberikan kekhawatiran sehingga jika tidak ada penanganan yang konfrehensif sedini mungkin
mengakibatkan jumlah sumur bor yang tidak berfungsi bertambah banyak.
Tujuan studi ini adalah mengetahui sebaran tekanan airtanah, dampak penambahan sumur bor,

dan arah kebijakan berbasis konservasi sebagai upaya pencegahan kerusakan airtanah di wiliyah
Kecamatan Ranomeeto dan Ranomeeto Barat.
BAHAN DAN METODOLOGI
Lokasi studi berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Konawe Selatan Kecamatan
Ranomeeto dan Ranomeeto Barat. Secara geogarafis letak Kabupaten Konawe Selatan berada pada
koordinat 03045’- 04045’ LS serta 121045’- 123000’ BT.

Gambar 2. Peta lokasi Studi Kabupaten Konawe Selatan

Studi ini dilakukan dengan pendekatan analisa pemodelan menggunakan alat bantu model
Ground Modeling System (GMS) Modflow Extensi 4.0. data input untuk software ini diperoleh dari
data sekunder berupa peta CAT, peta Geohidrologi, debit pemompaaan, litologi sumur, elevasi dan
kontur.
1. Pengumpulan data
Pendekatan dalam pengumpulan data pada studi ini adalah pengumpulan data primer dan
sekunder. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan hasil penelitian terdahulu. Adapun
datanya adalah peta CAT, peta Geohidrologi, debit pemompaaan, data inventarisasi sumur. Untuk
data primer diperoleh dari ploting data log litologi sumur dan digitasi koordinat 14 titik sumur bor.
2. Tahapan penelitian
Prosedur awal mengetahui besar tekanan airtanah pada sumur bor diperlukan data litologi

sumur bor yang selanjutnya di ploting pada peta dan dilakukan pendigitasian ke paket model GMS
4.0 dengan ekstensi FEMWATER.
Prosedur awal kegiatan adalah membuat DEM, data yang diperlukan untuk membuat DEM
adalah data kontur dari peta RBI BAKOSURTANAL. Adapaun tahapn penelitiannya adalah:
a) Mengeplot peta Kabupaten Konawe Selatan pada koordinat sumur terhadap perletakan sumur
berdasarkan koordinat, kontur dan kode sumur.
b) Membuat data lokasi sumur yang berada di lokasi penelitian, datanya berupa id sumur yang
akan dimasukkan ke pemodelan GMS 4.0. kemudian melakukan pendigitasian grip titik-titik
sumur.
c) Interpretasi bentuk lapisan akuifer berdasarkan data log bor dengan bantuan paket pemodelan
GMS 4.0 menggunakan analisa borholes.
d) Iterpolasi layer dan elevasi serta membuat lapisan akuifer atas dan akuifer bawah untuk
memudahkan simulasai modul airtanah. Data elevasi diperoleh dari data sumur terdalam.
e) Melakukan simulasi model dengan GMS 4.0 dengan run option,
3. Kerangka Penelitian

Gambar 3. Kerangka pikir penelitian
4. Metodologi
Groundwater Modelling System 4.0
Konsep pendeketan model GMS 4.0 adalah menetapkan nilai-nilai editing secara langsung

ke sel-sel dengan pendekatan grid. Data input seperti sungai, sumur bor dan danau diwakili dalam
bentuk point, busur dan polygon. Sedangkan atribut seperti konduktansi, debit pemompaan, beda
tinggi dalam bentuk objek.
FEMWATER Model
FEMWATER adalah modul ekstensi program GMS 4.0 yang bertujuan menganalisa
kondisi sumur bor dan airtanah. Analisa FEMWATER pada GMS 4.0 menggunakan mesh 3D
sehingga penyusunan model FEMWATER sebagai alat bantu program GIS akan mempercepat
waktu penyusunan. Hasil running FEMWATER memberikan penjelasan dalam bentuk gambar
menyerupai kondisi yang sebenarnya, menguraikan beda tinggi serta lapisan geologi lokasi
penelitian.

Gambar 4. Pemodelan FEMWATER GMS 4.0
Pengertian pressure head (tekanan) dan total head pada airtanah
Airtanah selalu bergerak dari atas kebawah dan juga dari bawah keatas yang disebut jiga
dengan gaya kapiler. Selain gerakan diatas, Airtanah juga akan bergerak secara horisontal akibat
adanya perbedaan gradien hidrolik. Pergerakan airtanah keatas dan kebawah serta gerakan
horisontal menimbulkan tekanan pada air itu sendiri didalam sumur.
a) Pressure Head (tekanan)
merupakan energi yang terjadi pada butiran airtanah yang menekan ke permukaan tanah
melalui suatu wadah sebagai gaya kapiler airtanah. Pada penelitian ini pressure head

merupakan batas tinggi muka airtanah sampai dengan lapisan kedap air. Secara matematis
dinyatakan sebagai:

b) Total Head
Merupakan nilai pressure head ditambah elevation head. Dimana elevation head merupakan
elevasi terendah pada lokasi penelitian. Secara matematis dinyatakan sebagai:

Konsevasi airtanah
Berikut beberapa pendeketan yang dianggap dapat dilakukan dalam konservasi tanah dan
airtanah:
a) Memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar tahan terhadap penghancuran dan pengangkutan
serta memperbesar daya serap airnya.
b) Menutup tanah dengan tanaman atau sisa tumbuhan agar terlindung dari pukulan langsung air
hujan yang jatuh.
c) Mengatur aliran permukaan sedemikian rupa sehingga tidak merusak kondisi tanah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil hitung GMS 4.0 terhadap pergerakan pressure head dapat diketahui dengan cepat tanpa
perhitungan yang banyak. GMS 4.0 memberikan gambaran dalam bentuk 2D untuk total head seperti
gambar dibawah.


Gambar 5. Model 2D Total Head
Nilai Tekanan Kondisi Eksisting

Berdasarkan hasil model GMS yang telah dilakukan pada lokasi studi diperoleh hasil yang
memberikan gambaran sesungguhnya dengan menguraikan sumur eksisting yang bertekanan airtanah
paling rendah adalah terjadi pada sumur dengan kode P.40 KDI sebesar 8,863 m, sumur ini berada
pada elevasi 57.50 mdpl di Desa Renomeeto Kecamatan Renomeeto dengan kebutuhan debit
pemompaan sebesar 13,2 liter/detik.
Sedangkan sumur yang memiliki pressure head terbesar yaitu sumur dengan kode P.11 KDI
sebesar 45,992 m, sumur ini berada pada elevasi 85,01 mdpl di Desa Jati Bali Kecamatan Renomeeto
barat dengan kebutuhan debit pemompaan sebesar 13,10 liter/detik.
Secara umum debit yang tersedia dengan sumber air pemompaan sumur bor di Kecamatan
Renomeeto dan Renomeeto barat masih dalam tahap aman karena nilai pressure head setiap sumur
berada pada range screen sumur wilayah studi.
Kalibrasi Model GMS 4.0
Sebelum melakukan evaluasi dan kesimpulan hasil pemodelan, perlu dilakukan kalibrasi hasil
pemodelan GMS terhadap pembacaan dilapangan. Kontrol hasil lapangan diperoleh dengan
membandingkan nilai pressure head GMS masing-masing sumur dengan kebenaran posisinya pada
struktur sumur. Nilai pressure head akan salah jika berada dibawah lapisan screen sumur. Hal ini
terjadi karena pada pemodelan salah satu data input boundary condition adalah kedalaman top screen

dan bottom screen, dan dilapangan semua sumur adalah tidak artesis. Tabel dibawah akan
menguraikan hasil kalibrasi model terhadap kondisi lapangan.

Gambar 6. Peta sebaran pressure head Kecamatan Renomeeto dan Renomeeto barat
Uji pemodelan GMS 4.0 Penambahan Sumur
Hal ini bertujuan untuk mengetahui syarat batas izin penambahan sumur pada lokasi studi.
Skenario pemodelan penambahan sumur pada lokasi studi sebagai berikut:
a) Lokasi sumur baru ditentukan pada wilayah lahan irigasi yang belum mendapat layanan air.
b) Lokasi sumur baru berada pada lokasi yang memiliki pressure head tinggi.
c) Penambahan sumur dimulai dengan menambahkan satu sumur hingga sejumlah lahan irigasi.
Pengaruh Penambahan Sumur
Tabel dibawah akan menguraikan nilai pressure head dan total head pada kondisi eksisting
sumur bor, serta dampak perubahan nilai pressure head dan total head ketika secara bertahap
ditambahkan 1 sumur samapai dengan penambahan 5 sumur.
Dari hasil pemodelan GMS, penambahan sumur bor berdampak penurunan nilai head pada
sumur eksisting. Penurunan maksimal dengan menambahkan 5 sumur adalah sumur dengan kode P.15
KDI yaitu sebesar 0,366 m.

Kebijakan Konservasi Airtanah
Studi ini dilakukan untuk memberikan arahan kebijakan dengan sasaran utamanya adalah

mempertahankan keberadaan airtanah. Kegiatan konservasi airtanah tidak lepas dari konservasi tanah
sehingga untuk mempertahankan daerah imbuhan agar sesuai dengan peruntukannya diperlukan
upaya konservasi. Upaya konservasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a) Menjaga tinggi muka air sungai dengan cara menambahkan kawasan potensi resapan.
b) Pengeboran sumur di syaratkan dengan debit pemompaan sebesar 5,7 l/dt – 14,05 lt/dt.
c) Membangun waduk dibagian hulu, untuk mengurangi pemakaian airtanah.
Uraian output GMS 4.0 memberikan kebijakan konservasi dengan memperlihatkan gambaran
penurunan muka airtanah akibat adanya penambahan beberapa sumur. Sehingga diharapakan untuk
tidak melakukan penambahan sumur yang berlebihan dalam jarak yang berdekatan.

KESIMPULAN
a) Tekanan airtanah yang terjadi pada sumur bor yang digunakan untuk irigasi di Kecamatan
Ranomeeto dan Ranomeeto Barat, terkecil terjadi pada sumur dengan nomor kode P.40 KDI,
debit tersedia 13,20 liter/detik untuk mengairi areal persawahan seluas 10,00 ha, yang berada
pada elevasi 37,50 mdpl, memiliki tekanan airtanah senilai 8,863 m dan ketinggian total
48,592 m, sumur ini berada di Desa Ranomeeto Kecamatan Ranomeeto. Sedangkan sumur
yang memiliki tekanan terbesar terjadi pada sumur dengan nomor kode P.11 KDI, debit
tersedia 13,10 liter/detik untuk mengairi sawah seluas 13,00 ha, sumur berada pada elevasi
65,01 mdpl, memiliki tekanan airtanah senilai 45,992 m dan ketinggian total 110,372 m,
sumur ini berada di Desa Jati Bali Kecamatan Ranomeeto Barat.

b) Akibat adanya penambahan sumur mengakibatkan tekanan berkurang secara keseluruhan,
proyeksi penambahan 1 unit sumur dengan pengambilan 5,98 liter/detik untuk mengairi areal
sawah seluas 4,55 ha, memberikan dampak terbesar pada penurunan tekanan airtanah pada
sumur P.42 KDI sebesar 0.053 m, selanjutnya penambahan 2 unit sumur dengan pengambilan
8,40 liter/detik untuk mengairi sawah seluas 7 Ha, terjadi penurunan juga terbesar pada sumur
P.42 KDI sebesar 0.057 m. Sampai dengan penambahan sumur ke 4 sumur P.42 KDI
mengalami penurunan sampai dengan 0,06 m. Hal ini dikarenakan sumur P.42 KDI adalah
sumur terjauh dari arah hulu sehingga pada sumur ini sudah mengalami pengurangan debit
akibat pengambilan Sumur lainnya. Namun berbeda dengan pengambilan di wilayah
Ranomeeto Barat untuk mengairi 68,3 Ha sawah yaitu sebesar 24,09 liter/detik, berdampak
besar terhadap sumur sumur terdekat yaitu P.15 KDI dan P.11 KDI, yaitu secara berurutan
sebesar 0,336 m, dan 0,198 m.
c) Untuk mempertahankan keberlanjutan dan fungsi sumur bor yang ada, debit optimun untuk
pemompaan direkomendasikan sebesar 5,7 lt/det hingga 14,05 lt/det, hal ini dikarenakan
apabila pemompaan lebih besar dari debit tersebut mengakibatkan penurunan muka air hingga
0,027 m sampai 0,3 m.