model kooperatif tipe NHT dalam membaca
model kooperatif tipe NHT dalam membaca pemahaman di sekolah dasar
kelas V
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan media yang sangat berperan dalam menciptakan manusia yang
berkualitas dan berpotensi dalam diri yang seluas-luasnya. Melalui pendidikan akan terjadi
proses pendewasaan diri sehingga di dalam proses pengambilan keputusan terhadap suatu
masalah yang dihadapi selalu disertai dengan rasa tanggung jawab yang besar. Mengingat
peran pendidikan tersebut maka sudah seyogyanya aspek ini menjadi perhatian pemerintah
dalam rangka meningkatkan sumber daya masyarakat Indonesia yang berkualitas.
Hal ini, sejalan dalam UU SISDIKNAS NO. 20 Tahun 2003 tentang Tujuan Pendidikan
Nasional adalah : Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Berbahasa merupakan alat komunikasi yang tidak dapat dipisahkan dari aktifitas manusia dan
mengingat keterampilan berbahasa sangatlah kompleks khusunya keterampilan membaca
sehingga dalam upaya peningkatan hasil pembelajaran bahasa perlu diterapkan berbagai
model pembelajaran, pendekatan maupun teknik pembelajaran yang sesuai dengan situasi
ataupun karateristik mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Tahun 2006 dinyatakan bahwa
kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia
meliputi: kemampuan keterampilan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara.
Keempat keterampilan berbahasa tersebut di atas adalah satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan.
Keterampilan membaca adalah salah satu kemampuan dan keterampilan berbahasa yang
mutlak dikuasai siswa SD. Hal ini sesuai dengan pendapat Syafi’ie (1993 : 42) bahwa :
“Kemampuan dan keterampilan baca-tulis, khususnya keterampilan membaca harus segera
dikuasai oleh para siswa Sekolah Dasar, karena kemampuan dan keterampilan ini secara
langsung berkaitan dengan seluruh proses kegiatan belajar siswa. Keberhasilan siswa dalam
mengikuti pembelajaran dan untuk meningkatkan pengetahuan siswa sangat dipengaruhi oleh
kemampuan mereka membaca. Oleh karena itu pengajaran membaca mempunyai kedudukan
yang sangat strategis dalam proses belajar mengajar di Sekolah”.
Pentingnya kemampuan dan keterampilan membaca bagi setiap orang diungkapkan oleh
Burn, dkk (dalam Farida 2007), bahwa kemampuan membaca merupakan kemampuan yang
vital dalam masyarakat terpelajar. Anak yang tidak mampu membaca akan kehilangan
motivasi dalam belajar. Sebalikya anak yang memiliki kemampuan membaca lebih mampu
menyesuaikan perkembangan.
Menurut Saleh (2006), guna memberi bekal kemampuan dan keterampilan membaca siswa
Sekolah Dasar diperlukan pembelajaran membaca yang dibedakan atas pengajaran membaca
permulaan untuk kelas I, II dan membaca lanjut atau membaca pemahaman untuk kelas IIIVI (Depdikbud dan Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia)
membaca pemahaman atau membaca lanjut. Tujuan membaca permulaan adalah agar siswa
dapat menguasai sistem tulisan dan terampil membaca. Sementara tujuan membaca lanjut
atau membaca pemahaman adalah agar siswa mampu memahami isi bacaan yang
disampaikan oleh penulis.
Kemampuan memahami isi bacaan dapat dilakukan melalui proses dan bertingkat, yaitu
melalui tingkat rendah sampai ketingkat lebih tinggi. Saleh (2006) menyatakan bahwa
membaca pemahaman dibagi atas lima tingkatan, yaitu (1) membaca pemahaman literal, (2)
pemahaman inferensial, (3) pemahaman evaluatif,(4) pemahaman kreatif dan (5) pemahaman
apresiasi. Kelima jenis pemahaman ini diharapkan sudah dapat dikuasai oleh siswa SD secara
bertahap sesuai dengan jenjang kelas dan tingkat kemampuan kognitif.
Pembelajaran membaca di sekolah belum sesuai yang diharapkan. Hal ini sebagaimana
diungkapkan oleh Ahmad (dalam Sumarsono 1994) bahwa ribuan anak-anak SD belum
mampu membaca dengan baik. Akibatnya siswa mengalami kesulitan dalam mengikuti
pelajaran karena mereka tidak memahami isi materi pelajaran. Selanjutnya dinyatakan bahwa
kemampuan membaca siswa Sekolah Dasar di Indonesia rata-rata paling rendah pada tingkat
ASEAN.
Kondisi tersebut di atas diasumsikan tidak jauh berbeda dengan kondisi di SD Inpres
Lompengeng di Kabupaten Barru. Sesuai dengan hasil wawancara dengan salah seorang guru
SD Inpres Lompengeng Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru ditemukan masalah: (1)
kurangnya pemahaman anak dalam kegiatan pembelajaran membaca,(2) penggunaan model
kooperatif belum digunakan oleh guru untuk mengefektifkan siswa, dan (3) pada akhir
kegiatan pembelajaran membaca tidak terjadi tindak lanjut hasil kegitan membaca siswa.
Dari data yang diperoleh pada Tanggal 11 Januari 2010 pada Kelas V SD Inpres
Lompengeng, dari 23 jumlah siswa di peroleh bahwa nilai rata-rata yang diperoleh dalam
pelajaran Bahasa Indonesia khususnya membaca pemahaman rata-rata 5,2 yang seharusnya
kriteria ketuntasan minimal siswa kelas V mencapai 7,0 ke atas. Kondisi pembelajaran
membaca pemahaman di SD terteliti dinyatakan kurang efektif. Hal ini disebabkan oleh
perencanaan pembelajaran membaca tidak dilaksanakan secara berkelompok, dimana belum
memanfaatkan teks bacaan sebagai bahan pembelajaran membaca, penggunaan metode
cenderung ceramah dan penugasan secara individual yang sifatnya monoton, dan media yang
digunakan cenderung buku paket saja sehingga terjadi komunikasi satu arah antara guru dan
siswa.
Melihat hal tersebut, maka perlu diterapkan suatu sistem pembelajaran yang melibatkan peran
siswa secara aktif dalam kegiatan balajar mengajar, guna meningkatkan hasil belajar
membaca pemahaman di Tingkat Sekolah Dasar. Salah satu model pembelajaran yang
melibatkan peran siswa secara aktif adalah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered
Head Together (NHT) karena pada model ini siswa menempati posisi sangat dominan dalam
proses pembelajaran dan terjadinya kerja sama dalam kelompok dengan ciri utamanya adanya
penomoran sehingga semua siswa berusaha untuk memahami setiap materi yang diajarkan
dan bertanggung jawab atas nomor anggotanya masing-masing. Dengan pemilihan model ini,
diharapkan pembelajaran yang terjadi dapat lebih bermakna dan memberi kesan yang kuat
kepada siswa.
Berdasarkan pemikiran di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul: “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head
Together (NHT) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Membaca Pemahaman Kelas V
Siswa SD Inpres Lompengeng”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dalam penelitian ini rumusan masalah yang
dikemukakan adalah “Bagaimana Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dapat
Meningkatkan Hasil Belajar Membaca Pemahaman Kelas V Siswa SD Inpres Lompengeng?”
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan Penelitian ini adalah “Untuk mengetahui apakah Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe NHT dapat Meningkatkan Hasil Belajar Membaca Pemahaman Kelas V
Siswa SD Inpres Lompengeng”.
D. Manfaat Penelitian
Pembelajaran membaca pemahaman melalui Model Kooperatif Tipe NHT yang
dikembangkan dalam Penelitan Tindakan Kelas (PTK) ini diharapkan berkontribusi sebagai
berikut :
a. Manfaat Praktis
a) Untuk guru, temuan penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan (1) meningkatkan
perencanaan pengajaran, melaksanakan pembelajaran, dan pelaksanaan evaluasi proses serta
hasil pembelajaran membaca, (2) menggunakan hasil penelitian ini sebagai bentuk inovasi
Bahasa Indonesia yang efektif.
b) Untuk siswa, dapat meningkatkan kemampuan memahami isi bacaan dengan perasaan
menyenangkan (enjoy) karena mereka diarahkan untuk berpikir kritis.
c) Untuk sekolah, diharapkan penelitian ini dapat memberikan upaya pengembangan mutu
dalam pembelajaran sehingga berindikasi meningkatkan hasil pembelajaran di sekolah.
d) Untuk peneliti, diharapkan dapat dijadikan acuan model pembelajaran membaca
pemahaman dengan menggunakan Model Kooperatif Tipe NHT
e) Untuk masyarakat, diharapakan dapat memberikan dampak yang dapat memberikan
gambaran pendidikan.
b. Manfaat Teoritis
Temuan Penelitian ini dapat dijadikan sebagai Landasan Teori Pembelajaran Bahasa
Indonesia pada umumnya dan khususnya dalam meningkatkan kemampuan membaca
pemahaman di Sekolah Dasar.
BAB II
Kajian Pustaka, Kerangka Pikir dan Hipotesis Tindakan
A. Kajian Pustaka
1. Hakekat Membaca
Mencermati beraneka ragamnya batasan hakekat membaca yang diberikan oleh para pakar,
berdampak terhadap memperluas wawasan pemerhati membaca itu sendiri. Pemberian
batasan tersebut didasarkan pada pendekatan keterampilan dan pendekatan psikolinguistik
yang dipergunakan pakar dalam menganalisis membaca, sehingga menimbulkan berbagai
pengertian membaca. Para pakar yang menganalisis membaca sebagai suatu keterampilan,
memandang hakekat membaca itu sebagai proses atau kegiatan yang menerapkan seperangkat
keterampilan dalam mengelola hal-hal yang dibaca untuk menangkap makna. Sedangkan para
pakar yang mengutamakan psikolinguistik, menyikapi membaca itu sebagai merekonstruksi
informasi yang terdapat dalam bacaan atau sebagai suatu upaya untuk mengelola informasi
dengan menggunakan pengalaman atau kemampuan pembaca dan kompetensi bahasa yang
dimilikinya secara kritis.
Dengan beraneka ragamnya batasan hakekat membaca, pada uraian ini hakekat membaca
akan disesuaikan dengan hakekat membaca yang mengacu pada tujuan pembelajaran, yaitu
membaca hakekatnya adalah suatu aktivitas untuk menangkap informasi bacaan baik yang
tersurat maupun yang tersirat dalam bentuk pemahaman bacaan secara literal, infrensial,
evaluatif, kreatif, dan apresiasi, denagan memanfaatkan pengalaman belajar pembaca, (saleh
abbas, 2006 : 102).
Pemahaman literal adalah kemampuan memahami ide-ide yang tampak secara eksplisit dalam
wacana. Pemahaman infrensial adalah kemampuan memahami informasi yang dinyatakan
secara tidak langsung dalam wacana. Pemahaman evaluatif merupakan kemampuan
memahami isi wacana. Pemahaman kreatif merupakan kemampuan mengungkapkan respon
emosional, misalnya mengenai bentuk sastra, gaya, jenis, dan teori sastra. sedangkan
pemahaman apresiasi mencakup kemampuan seperti; (1) kemapuan merespon wacana secara
emosional dengan cara mengungkapkan perasaan yang terkait dengan isi wacana, seperti rasa
senang, benci, tidak suka, puas dan sebagainya, (2) kemampuan mengidentifikasi diri dengan
pelaku, peristiwa yang tersaji dalam wacana, (3) kemampuan mereaksi bahasa pengarang
dengan cara mengungkapkan sejauh mana kemahiran penulis menggunakan bahasanya, (4)
kemampuan imaginary yang dilakukan dengan cara menyatakan kembali apa yang seakanakan dilihat, didengar, dicium, atau dirasakan saat membaca.
2. Membaca pemahaman
Membaca pemahaman merupakan suatu kegiatan membaca yang dilaksanakan untuk
memahami isi bacaan tanpa menekankan aspek waktu. Pemahaman terhadap bacaan dapat
dipandang sebagai suatu proses yang bergulir, terus menerus, dan berkelanjutan.
Durkin (dalam Khalik, 2007: 3) tujuan membaca pemahaman adalah (1) mengajukan
pertanyaan atau menjawab pertanyaan siswa sesuai topik bacaan; (2) menceritakan kembali
dengan kata-kata sendiri; (3) meringkas bacaan; (4) mengemukakan gagasan utama; (5)
menentukan bagian yang menarik dalam cerita; (6) mengemukakan pesan cerita dan sifat
pelaku; (7) memberi tanggapan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman sebagai
suatu proses untuk memahami gagasan atau ide penulis yang tertuang dalam bacaan. Hal ini
sejalan dengan apa yang di ungkapkan oleh Durkin (dalam Khalik: 17) bahwa membaca
pemahaman merupakan suatu kegiatan mengenali kata-kata pengarang dan memahami isinya
sesuai dengan konteks yang ada.
3. Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu peroses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang. Perubahan-perubahan sebagai hasil belajar dapat ditunjukkan dengan berbagai
bentuk perubahan seperti pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan,
kecakapan, dan kemampuan serta perubahan-perubahan pada aspek lain yang ada pada
individu yang belajar.
Menurut pengertian psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya. Sejalan dengan pengertian belajar dimana
belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan. Sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.
“Witherington (Djaali, 1998: 19) mengemukakan bahwa belajar memerlukan bermacammacam kegiatan seperti berbuat, mendengarkan, mengingat, membaca buku, mempelajari
diagram, memperhatikan, demonstrasi, bertanya, merenungkan, berfikir, menganalisa,
membandingkan dan menggunakan masa lampau”.
Belajar membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya
mengenai jumlah pengetahuan, melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan,
kebiasaan sikap, pengertian, penghargaan, minat, dan penyesuaian diri. Karena itu seorang
yang belajar tidak sama lagi pada saat sebelum belajar. Ia lebih sanggup menghadapi
kesulitan memecahkan masalah atau menyesuaikan diri dengan keadaan dan ia tidak hanya
menambah pengetahuannya, akan tetapi dapat pula menerapkannya secara fungsional dalam
situasi hidupnya.
Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa balajar merupakan kegiatan yang aktif dilakukan
karena ingin mencapai hasil, baik berupa sikap, tingkah laku maupun perubahan
keterampilan, pengetahuan dan pemahaman.
4. Hasil Belajar
Menurut Anni (2005:4) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh
pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan tersebut
tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Apabila pembelajar mempelajari
pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa
penguasaan. Hasil belajar ini sangat dibutuhkan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh
mana keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar yang sudah dilaksanakan. Hasil belajar dapat
diketahui melalui evaluasi untuk mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai ilmu
yang dipelajari sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar (Anni, 2005:11) yaitu sebagai berikut.
a. Faktor Internal
Faktor internal mencakup kondisi fisik seperti kesehatan organ tubuh, kondisi psikis seperti
kemampuan intelektual, emosional dan kondisi sosial seperti kemampuan bersosialisasi
dengan lingkungan. Kesempurnaan dan kualitas kondisi internal yang dimiliki siswa akan
berpengaruh terhadap kesiapan, proses dan hasil belajar.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal antara lain kesulitan materi yang dipelajari, tempat belajar, iklim, suasana
lingkungan dan budaya belajar masyarakat. Faktor eksternal ini juga akan mempengaruhi
kesiapan, proses dan hasil belajar.
5. Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Mohamad Nur (2005:1-2) Pembelajaran Kooperatif merupakan strategi
pembelajaran di mana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan
siswa yang berbeda kemampuannya, jenis kelamin bahkan latar belakangnya untuk
membantu belajar satu sama lainnya sebagai sebuah tim. Semua anggota kelompok saling
membantu anggota yang lain dalam kelompok yang sama dan bergantung satu sama lain
untuk mencapai keberhasilan kelompok dalam belajar. Pembelajaran Kooperatif dilakukan
dengan membentuk kelompok kecil yang anggotanya heterogen untuk bekerja sebagai sebuah
tim dalam menyelesaikan masalah, tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan
bersama.
2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Muslimin Ibrahim, dkk (2000:7-10) terdapat tiga Tujuan Instruksional penting yang
dapat dicapai dengan Pembelajaran Kooperatif yaitu hasil belajar akademik, penerimaan
terhadap keragaman, pengembangan keterampilan sosial. Hasil belajar akademik Dalam
belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi
siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini
unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini
telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan
nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil
belajar pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah
maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik (Ibrahim,
2000:7).
3. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif
Agar pembelajaran secara kooperatif atau kerja kelompok dapat mencapai hasil yang baik
maka diperlukan unsur-unsur sebagai berikut.
1. Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan mereka “sehidup sepenanggungan”.
2. Siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka
sendiri.
3. Siswa harus melihat bahwa semua anggota kelompoknya mempunyai tujuan yang sama.
4. Siswa harus membagi tugas dan tanggungjawab yang sama pada semua anggota kelompok.
5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau akan diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan
dikenakan untuk semua anggota kelompok.
6. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani
dalam kelompok kooperatif.
7. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar
bersama.(Ibrahim, 2000:6)
4. Landasan Teori dan Empirik Pembelajaran Kooperatif
Perkembangan model pembelajaran kooperatif pada masa kini dapat dilacak dari karya para
ahli psikologi pendidikan dan teori belajar pada awal abad ke-20, diantaranya :
a. John Dewey, Herbert Thelan, dan Kelas Demokratis John Dewey menetapkan sebuah
konsep pendidikan yang menyatakan bahwa kelas seharusnya cermin masyarakat yang lebih
besar dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pedagogi
Dewey mengharuskan guru menciptakan di dalam lingkungan belajarnya suatu sistem sosial
yang bercirikan dengan prosedur demokrasi dan proses ilmiah. Seperti halnya Dewey, Thelan
berargumentasi bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang
bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. (Ibrahim, 2000:12)
b. Gordon Allport dan Relasi Antar Kelompok Ahli sosiologi Gordon Allport mengingatkan
bahwa hukum saja tidak akan mengurangi kecurigaan antar kelompok dan mendatangkan
penerimaan serta pemahaman yang lebih baik. Gordon merumuskan 3 kondisi dasar untuk
mencegah terjadinya kecurigaan antar ras dan etnik, yaitu: a) kontak langsung antar etnik, b)
sama-sama berperan serta di dalam kondisi status yang sama antara anggota dari berbagai
kelompok dalam suatu setting tertentu, c) setting secara resmi mendapat persetujuan
kerjasama antar etnik.
c. Belajar Berdasakan Pengalaman Johnson&Johnson seorang pencetus teori-teori unggul
tentang pembelajaran kooperatif menyatakan bahwa belajar berdasarkan pengalaman
didasarkan atas tiga asumsi:
1) Bahwa belajar paling baik jika secara pribadi terlibat dalam pengalaman belajar itu.
2) Bahwa pengetahuan harus ditemukan sendiri apabila pengetahuan itu hendak dijadikan
pengetahuan yang bermakna atau membuat suatu perbedaan tingkah laku.
3) Bahwa komitmen terhadap belajar paling tinggi apabila anda bebas menetapkan tujuan
pembelajaran sendiri dan secara aktif mempelajari tujuan itu dalam suatu kerangka tertentu.
(Ibrahim, 2000:15)
d. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Akademik. Satu aspek penting
pembelajaran kooperatif ialah bahwa disamping pembelajaran kooperatif membantu
mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa,
pembelajaran kooperatif secara bersamaan membantu siswa dalam bidang akademis mereka.
Setelah menelaah sejumlah penelitian, Slavin (Muslimin, 2000:16) mengatakan bahwa kelas
kooperatif menunjukkan hasil belajar akademik yang signifikan lebih tinggi dibandingkan
kelompok kontrol. Hasil lain penelitian juga menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif
memiliki dampak yang amat positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya. Manfaat
pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar rendah antara lain: a) meningkatkan
pencurahan waktu pada tugas, b) rasa harga diri menjadi lebih tinggi, c) memperbaiki sikap
terhadap IPA dan sekolah, d) penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi besar, e)
pemahaman yang lebih mendalam f) motivasi lebih besar, g) hasil belajar lebih tinggi, h)
retensi lebih lama, i) meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi. (Ibrahim,
2000:16)
6. Model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)
Model NHT merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri atas empat tahap yang
digunakan untuk mereview fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur
interaksi siswa. Model pembelajaran ini juga dapat digunakan untuk memecahkan masalah
yang tingkat kesulitannya terbatas. Struktur NHT sering disebut berpikir secara kelompok.
NHT digunakan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup
dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
NHT sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi
kelompok. Adapun ciri khas dari NHT adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang
mewakili kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih
dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut. Menurut Muhammad Nur (2005:78),
dengan cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya
yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.
Selain itu model pembelajaran NHT memberi kesempatan kepada siswa untuk membagikan
ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap
motivasi belajar siswa. Siswa akan berusaha memahami konsep-konsep ataupun memecahkan
permasalahan yang disajikan oleh guru seperti yang diungkapkan oleh Ibrahim, dkk (2000:7)
bahwa dengan belajar kooperatif akan memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademik
penting lainnya serta akan memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun
kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademis.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa
dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh
Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran
tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif
dengan tipe NHT yaitu :
1. Hasil Belajar Akademik Stuktural
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan Adanya Keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar
belakang.
3. Pengembangan Keterampilan Sosial
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud
antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan
ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen (1993) dengan
tiga langkah yaitu :
a. Pembentukan kelompok
b. Diskusi masalah
c. Tukar jawaban antar kelompok.
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh (Ibrahim: 2000) menjadi enam
langkah sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini. Enam langkah tersebut adalah
sebagai berikut :
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario
Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa.
Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang
berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang
sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan
kelompok digunakan nilai tes awal (pra-tes) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing
kelompok.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan
dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan
meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam
LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang
bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor
yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan
dengan materi yang disajikan.
7. Manfaat model pembelajaran koopratif tipe NHT
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang
hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Linda Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18),
antara lain adalah :
a. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
b. Memperbaiki kehadiran
c. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
d. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
e. Konflik antara pribadi berkurang
f. Pemahaman yang lebih mendalam
g. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
h. Hasil belajar lebih tinggi.
B. Kerangka Pikir
Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran bahasa indonesia, guru
harus mampu menciptakan suasana belajar yang optimal dengan menerapkan berbagai model
pembelajaran. Menyikapi kenyataan ini, penulis menilai perlu digunakan model pembelajaran
kooperatif dengan tipe NHT, karena model pembelajaran ini bukan hanya kognitif siswa yang
ditingkatkan tapi juga melatih siswa untuk bekerja sama dalam hal memecahkan masalah.
Dengan demikian, untuk meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa kelas V SD. Inpres
Lompengeng khususnya pada pokok bahasan membaca pemahaman, guru perlu menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Kegiatan pembelajaran kooperatif tipe NHT terdiri
dari enam tahap yaitu: (1) persiapan, (2) pembentukan kelompok, (3) pembagian buku paket,
(4) diskusi masalah, (5) memanggil nomor/ pemberian jawaban, (6) kesimpulan.
Guna memudahkan pemahaman terhadap permasalahan yang sedang dikaji, maka akan
dikemukakan alur/ skema kerangka fikir seperti di bawah ini:
Gambar 2.1 kerangka pikir membaca pemahaman dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT
C. Hipotesis Tindakan
Jika diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada pembelajaran membaca
pemahaman maka dapat meningkatkan hasil belajar membaca pemahaman siswa kelas V SD
Inpres Lompengeng.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang dipilih atau digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Secara spesifik, pendekatan kualitatif adalah sesuatu yang berkaitan dengan aspek
kualitas nilai dan makna hanya dapat diungkapkan dan dijelaskan melalui lingistik bahasa
atau kata-kata. Oleh karena itu, bentuk kata yang digunakan bukan berbentuk bilangan,
angka, skor dan nilai. Pendekatan ini dipilih untuk mendeskripsikan aktivitas siswa dan guna
dalam pelaksanaan tindakan pembelajaran.
Jenis penelitian yang dipilih adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang bersifat dedukatif.
Model PTK yang dipilih untuk mengungkapkan hasil penelitian sesuai dengan data dan fakta
yang diperoleh di kelas adalah model Kemmis dan MC Taggart. Menurut Arikunto (2006),
tujuan PTK adalah meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran, mengatasi masalah
pembelajaran, meningkatkan profesionalisme, dan menumbuhkan budaya akademik. Bentuk
PTK yang dipilih adalah bentuk kolaborasi antara guru dan peneliti. Pelaksanaan penelitian
ini melalui proses pengkajian bersama yang terdiri dari empat tahap yaitu, perencanaan,
tindakan, observasi, dan refleksi. Daur PTK ditujukan sebagai perubahan atas hasil refleksi
tindakan sebelumnya yang dianggap belum berhasil, maka masalah tersebut dipecahkan
kembali dengan mengikuti daur sebelumnya.
B. Setting Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas V SD Inpres Lompengeng. Pelaksanaan penelitian
direncanakan pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011 selama 3 bulan, waktu tersebut
dimulai dari tahap laporan yang dimulai dari tiga siklus.
Penulis memilih SD Inpres Lompengeng berdasar pertimbangan (1) merupakan tempat
tinggal penulis, (2) sudah saling mengenal antara guru-guru dan siswa sehingga mudah untuk
mendapatkan informasi, (3) mudah dijangkau.
C. Subjek Peneliti
Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Inpres Lompengeng berjumlah 23 orang yang
terdiri 9 orang putra dan 14 orang putri.
D. Data dan Sumber data
1. Data
Data penelitian ini berupa hasil informasi tentang proses pembelajaran dan data hasil belajar
siswa terhadap soal yang diberikan yang meliputi : (1) tes awal sebelum tindakan, tes akhir
tindakan pada setiap tahap pembelajaran, dan tes akhir setelah berakhirnya setiap tindakan
pembelajaran. (2) hasil wawancara dengan subjek penelitian, (3) hasil pengamatan selama
pembelajaran berlangsung, (4) hasil catatan lapangan yang sesuai dengan kegiatan siswa
selama proses pembelajaran yang berkaitan dengan tindakan. Sedangkan data yang diperoleh
dari guru adalah kesesuaian perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dalam membaca
pemahaman.
2. Sumber Data
Sumber data yang dijadikan populasi dalam penelitian ini diambil adalah guru dan siswa.
Siswa kelas V SD Inpres Lompengeng yang berjumlah 23 orang dan terdaftar pada semester
genap.
E. Prosedur pelaksanaan penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model alur PTK yang diadaptasi dari Mc Teggart
(Khalik, 2009), bahwa peneliti tindakan kelas mengikuti proses daur ulang melalui
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi, seperti digambarkan pada siklus di bawah ini:
Adapun kegiatan yang dilakukan setiap siklus adalah sebagai berikut :
a. Siklus I
Untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam mengajar bahasa
Indonesia pokok bahasan membaca pemahaman, maka kegiatannya adalah menyiapkan
beberapa hal yang diperlukan pada saat pelaksanaan tindakan. Setelah berkonsultasi dengan
guru bidang studi Bahasa Indonesia, peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. membuat skenario pembelajaran untuk tindakan siklus I
2. membuat lembar observasi terhadap guru dan siswa selama pelaksanaan proses
pembelajaran di kelas
3. membuat Lembar Kerja Siswa (LKS)
4. membuat alat evaluasi untuk tes tindakan siklus I
5. membuat jurnal untuk refleksi diri.
b. Siklus II
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi, pelaksanaan tindakan siklus I belum mencapai
indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, sehingga peneliti bersama guru merencanakan
tindakan siklus II. Kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I
akan diperbaiki pada siklus II.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam rangka memperbaiki kelemahan dan kekurangan pada
siklus I untuk diperbaiki pada siklus II adalah :
1. Guru harus memotivasi siswa belajar agar siswa lebih bersemangat dalam belajar bahasa
indonesia serta guru harus memberikan apersepsi.
2. Guru harus bersikap tegas dengan menegur/memberi sanksi kepada siswa yang tidak
memperhatikan penjelasan guru dan yang tidak mau bekerja sama dengan teman
kelompoknya.
3. Guru harus selalu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk
menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti.
4. Guru harus mampu mengelola waktu dengan efisien agar semua tahapan kegiatan dalam
skenario pembelajaran dapat terlaksana.
Selain hal-hal yang merupakan rencana perbaikan untuk tindakan siklus I, peneliti harus
mempersiapkan juga skenario pembelajaran, lembar observasi untuk guru dan siswa, alat
evaluasi dan jurnal refleksi diri untuk tindakan siklus II.
c. Siklus III
Berdasarkan hasil observasi, evaluasi dan refleksi diri pada tindakan siklusII, maka peneliti
bersama dengan guru merencanakan tindakan siklus III agar kekurangan-kekurangan pada
tindakan siklus II dapat diperbaiki.
Adapun hal-hal yang perlu dilakukan dalam rangka memperbaiki tindakan siklus II adalah
guru harus selalu membimbing siswa dalam mengerjakan soal-soal LKS yang telah diberikan.
Selain itu, pada tahap perencanaan ini peneliti tetap membuat skenario pembelajaran, lembar
observasi terhadap guru dan siswa, alat evaluasi dan jurnal refleksi diri untuk tindakan siklus
III.
F. Analisis Data
Analisis data dilaksanakan berdasarkan data model mengalir dengan mengacu pada pendapat
Miles dan Huberman (1992 : 19), yaitu dengan menelaah seluruh data yang ada, kemudian
direduksi berdasarkan masalah yang diteliti, data dalam satuan-satuan kategori. Data
penarikan simpulan atau pemaknaan. Menentukan kriteria keberhasilan tindakan mengacu
pada rambu-rambu format pengamatan dengan taraf keberhasilan tindakan seperti pada tabel
berikut.
Taraf keberhasilan tindakan dalam pembelajaran membaca pemahaman tingkat tinggi melalui
Model Kooperatif tipe NHT di SD Inpres Lompengeng.
Taraf keberhasilan Kualifikasi Nilai/angka
85%-100% Sangat baik (SB) 5
70%-84% Baik (B) 4
55%-69% Cukup (C) 3
46%-54% Kurang (K) 2
0%-45% Sangat kurang (SK) 1
Sumber : Buku Pedoman IKIP Malang 1999.
G. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik instrumen utama dan instrumen
penunjang. Instrumen utama adalah peneliti sendiri yang mengumpulkan, menyeleksi,
menilai, menyimpulkan, dan menentukan data. Hal ini, sejalan dengan pendapat Bogdau dan
Biklen (Khalik,2009:37) bahwa peneliti sebagai instrumen utama merupakan orang yang
mengetahui seluruh data dan cara menyikapinya.
Dalam buku PTK Abdul Khalik, Moleong menyatakan bahwa teknik yang paling tepat untuk
penelitian kulitatif adalah (1) Observasi, (2) wawancara, (3) catatan lapangan, (4)
dokumentasi. Keempat teknik tersebut digunakan secara profesional dan mengarah pada
sasaran yang di harapkan.
Teknik observasi dimaksudkan untuk mendeskripsikan tentang latar, aktivitas yang dilakukan
oleh guru dan siswa dalam kegiatan apresiasi cerita sesuai dengan pedoman observasi yang
telah di buat sebelumnya. Teknik wawancara di maksudkan untuk melengkapi data yang
diambil melalui teknik observasi. Teknik ini dimaksudkan untuk mengetahui tanggapan
praktisi dan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran menulis cerita dengan menggunakan
pendekatan proses.
Teknik catatan lapangan atau catatan harian digunakan sebagai catatan refleksi peneliti
terhadap tindakan praktisi berupa gagasan atau pendapat pada saat pembelajaran berlangsung
dengan fokus pada perilaku dan aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran. Teknik
dokumentasi dimaksudkan untuk melihat proses dan hasil belajar secara tertulis. Sedangkan
tes dimaksudkan untuk melihat dampak perkembangan hasil belajar siswa disetiap siklus.
H. Observasi
Tahap observasi adalah mengamati seluruh proses tindakan dan pada saat selesai tindakan
fokus observasi adalah aktifitas guru dan siswa. Aktivitas guru dapat diamati mulai pada
tahap awal pembelajaran, saat pembelajaran, dan akhir pembelajaran. Data aktivitas guru dan
siswa diperoleh dengan menggunakan format observasi, pedoman wawancara, rekaman, dan
hasil belajar membaca pemahaman setiap responden.
I. Refleksi
Menganalisis, memahami, menjelaskan, dan menyimpulkan hasil dari pengamatan adalah
merupakan rangkaian kegiatan peneliti pada tahap refleksi. Peneliti bersama guru
menaganalisis dan merenungkan hasil tindakan pada siklus tindakan sebagai bahan
pertimbangan apakah pemberian tindakan yang dilakukan perlu diulangi atau tidak. Jika perlu
diulangi, maka peneliti menyusun kembali rencana (revisi) untuk siklus berikutnya. Demikian
seterusnya hingga seluruh siswa memperoleh nilai 7,0. keatas
J. Analisis dan validasi data
Analisis data dilakukan dengan cara mengelompokkan data aspek guru dan siswa,
menyajikan data, menafsirkan data, dan menyimpulkan. Data aspek guru dan siswa dalam
proses pembelajaran dianalisis berdasarkan kemunculan indikator. Sedangkan data hasil dari
pelajaran membaca pemahaman dianalisis berdasarkan mengerjakan tes akhir formatif tiaptiap siklus 1, 2 dan 3. dengan indikator dapat dilihat pada tabel 3.2 sebagai berikut.
Meningkatkan pembelajaran pada aspek guru dan siswa digunakan acuan dengan
rumus:
K. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu:
1. Indikator keberhasilan yang berkaitan dengan peningkatan hasil belajar membaca
pemahaman siswa minimal 80% siswa telah memperoleh nilai minimal 7,0.
2. Indikator keberhasilan yang berkaitan dengan proses pelaksanaan pembelajaran yaitu
minimal 80% skenario pembelajaran yang dibuat telah dilaksanakan dengan benar.
Tabel 3.2 Taraf Kualifikasi Tindakan Pembelajaran
No Taraf Keberhasilan Kualifiasi
1. 85% - 100% Sangat Baik (SB)
2. 70 – 84% Baik (B)
3. 55% - 69% Cukup (C)
4. 46% - 54% Kurang (K)
5. 0% - 45% Sangat Kurang (SK)
Sumber: Mill (Khalik, 2008: 35)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Dalam bab IV ini akan dipaparkan temuan-temuan hasil tindakan dan pembelajaran membaca
pemahaman dengan menggunakan metode kooperatif tipe NHT. Paparan data dan temuan
penelitian berkaitan dengan rumusan masalah yaitu: “Bagaimana Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe NHT dapat Meningkatkan Hasil Belajar Membaca Pemahaman Kelas V
Siswa SD Inpres Lompengeng.
Paparan data masalah diatas yang terdiri atas 3 siklus yaitu siklus pertama, siklus kedua
sampai siklus ketiga yang terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, hasil observasi dan refleksi,
keempat hal tersebut diatas diuraikan sebagai berikut:
1. siklus I
a. Perencanaan
Perencanaan siklus pertama dilaksanakan satu kali pertemuan yang terdiri atas perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi. Perencanaan siklus satu dengan kompentensi dasar
“menyimpulkan isi cerita dalam beberapa kalimat dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. kegiatan selanjutnya adalah
menyiapkan beberapa hal yang diperlukan pada saat pelaksanaan tindakan. Setelah
berkonsultasi dengan guru bidang studi bahasa Indonesia, peneliti melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1. membuat skenario pembelajaran untuk tindakan siklus I
2. membuat lembar observasi terhadap guru dan siswa selama pelaksanaan proses
pembelajaran di kelas
3. membuat Lembar Kerja Siswa (LKS)
4. membuat alat evaluasi untuk tes tindakan siklus I
5. membuat jurnal untuk refleksi diri.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini, kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dilaksanakan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dipersiapkan, Adapun hal-hal
yang dilakukan pada tahap pelaksanaan tindakan adalah implementasi rencana yang telah
dirumuskan sebelumnya. Dalam hal ini yang dimaksud adalah pelaksanaan langkah-langkah
proses pembelajaran yang telah disusun pada rencana pembelajaran.
Guru : sekarang kalian akan bapak bagi kedalam 5 kelompok yang disesuaikan dengan urutan
absen (Setelah membagi kelompok siswa lalu disuruh mencari teman kelompoknya).
Siswa : (siswa mencari teman kelompoknya).
Guru : Sudah dapat kelompoknya?
Siswa : Sudah, Pak!
Guru : Tugas kalian adalah membacakan teks cerita yang bapak bagikan, kemudian kalian
diskusikan mengenai hal-hal yang telah bapak jelaskan tadi. Nah sekarang bapak akan
menunjuk satu orang dari setiap kelompok untuk membacakan hasil diskusinya di tempat
kelompoknya. Adapun yang akan bapak tunjuk adalah nomor yang telah bapak berikan tadi.
Apakah kalian masih mengingat nomornya masing-masing?
Siswa : masih Pak. (Semua kelompok)
Guru : Baiklah, kalau begitu Bapak yang akan menunjuk nomor 3 dari kelompok satu,
kemudian kelompok dua yang membacakan adalah nomor 1, kelompok tiga, empat dan lima
yang membacakan adalah masing-masing nomor 2, 3, dan 5.
Siswa : (Membacakan hasil diskusinya berdasarkan materi yang telah dijelaskan sebelumnya)
Guru : Bagaimana jawaban temanmu tadi, siapa yang bisa memberikan tanggapan
(mengarahkan siswa untuk mencermati dan memberikan tanggapan).
Siswa : Saya Pak (hanya sebagian kecil siswa mengajukan tangan)
Guru : Coba kamu fitri berikan tanggapan.
Siswa : (memberikan tanggapan)
Guru : sekarang Kelompok dua, tiga sampai kelompok lima tampil untuk membacakan hasil
diskusinya.
Siswa : (kelompok kedua membacakan hasil diskusinya, namun bukan nomor yang telah
ditunjuk sebelumnya). Kegiatan ini dilakukan bergantian antar kelompok.
Guru : membagikan soal tes berupa LKS yang dibagikan ke masing-masing siswa
Siswa : (mengerjakan soal)
Guru : sudah selesai dikerjakan!
Dalam proses pembelajaran, siswa dibagi dalam 5 kelompok dengan nomor yang berbeda
untuk setiap siswa dalam kelompoknya dan setiap kelompok beranggotakan 4 dan ada pula
yang beranggotakan 5 orang siswa. Selanjutnya setiap kelompok dibagikan LKS untuk
didiskusikan bersama anggota kelompoknya, guru memberikan bimbingan kepada siswa
dalam kelompok terutama kelompok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
masalah dalam LKS. Kegiatan selanjutnya adalah siswa diminta mempresentasikan hasil
kerja kelompoknya pada tempatnya masing-masing untuk siswa yang nomornya di sebut oleh
guru dan siswa dikelompok lain memperhatikan dan membandingkan dengan pekerjaannya.
Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti mengobservasi jalannya pembelajaran
dengan menggunakan lembar observasi untuk guru dan siswa sebagaimana yang tercantum
pada lampiran 7 hal 73.
c. Observasi
Hal-hal yang diobservasi pada pelaksanaan tindakan siklus I adalah cara guru menyajikan
materi pelajaran apakah sudah sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dibuat atau
belum. Selain itu juga dilihat aktivitas siswa dalam mengikuti pelajaran.
Hasil observasi teman sejawat terhadap guru sebagai peneliti menunjukkan hal-hal sebagai
berikut :
1. Guru tidak memberi motivasi dan tidak memberi apersepsi.
2. Guru tidak menjelaskan langkah-langkah metode pembelajaran kooperatif tipe NHT
3. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran
4. Guru mengorganisasi siswa dalam 5 kelompok belajar dan setiap kelompok terdiri dari 4-5
orang
5. Guru tidak secara merata memberikan bimbingan kepada setiap kelompok.
6. Guru menyiapkan LKS sebagai alat bantu dalam pembelajaran
7. Guru belum mampu mengelola waktu dengan baik, akibatnya ada tahapan–tahapan dalam
skenario pembelajaran yang tidak terlaksana karena kehabisan waktu.
Hasil observasi terhadap siswa menunjukan hal-hal sebagai berikut :
1. Pada pertemuan pertama siswa terlihat masih kaku berada dalam kelompoknya.
2. Masih banyak siswa yang kurang aktif dalam mengerjakan soal-soal dalam LKS yang telah
diberikan
3. Sebagian siswa masih ragu mengemukakan pendapat
4. Hanya beberapa siswa yang mampu mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan ada
siswa yang merasa gugup ketika nomornya terpanggil untuk mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya.
Selengkapnya hasil observasi dapat dilihat pada lampiran 7 halaman 73.
d. Evaluasi
Dilihat dari hasil yang diperoleh siswa pada tindakan siklus I, siswa belum menunjukan hasil
yang memuaskan. Selama mengerjakan tes terdapat beberapa siswa yang masih mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan menentukan pokok pikiran.
Jumlah 23 100
Rata-rata 57,8
Hasil pekerjaan siswa pada tindakan siklus 1 menunjukan data hasil tes formatif yang
diberikan, yakni tiga orang siswa mendapat nilai 30 (13%), satu orang siswa mendapat nilai
40 (4,4%), delapan orang siswa mendapat nilai 50 (34,7%), enam orang siswa yang mendapat
nilai 60 (26,1%), dan lima orang siswa mendapat nilai 70 (21,7%). Dengan nilai rata-rata
adalah 57,8. Dengan persen ketidak ketuntasan 78,3% dan persen ketuntasan 21,7%. Hasil
evaluasi tindakan siklus I dapat dilihat pada lampiran 16 halaman 82.
e. Refleksi
Pada tindakan siklus I ini penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam
mengajarkan pokok bahasan membaca pemahaman belum sempurna sesuai dengan yang
diharapkan. Analisis terhadap observasi dijadikan sebagai bahan untuk menentukan tindakan
selanjutnya. Setelah diadakan refleksi antara guru dan peneliti maka diperoleh hal-hal sebagai
berikut :
1. Faktor siswa
a. Sebagian siswa tidak memperhatikan penjelasan guru
b. Sebagian siswa kurang aktif dalam kelompoknya dan siswa belum dapat menyampaikan
pendapatnya pada saat materi pelajaran diajarkan atau pada saat siswa mengalami kesulitan
dalam menyelesaikan soal-soal dalam LKS, hal ini disebabkan karena siswa merasa asing
dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
2. Faktor guru
a. Kehadiran teman sejawat mempengaruhi kinerja guru sebagai peneliti sehingga menjadi
canggung dan suasana kelas agak kaku, hal ini nampak pada saat guru memberi penjelasan,
volume suara kurang jelas dan gerakan kurang leluasa.
b. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dianggap hal yang baru bagi pribadi guru mata
pelajaran bahasa indonesia, sehingga guru tidak secara merata memberikan bimbingan
kepada setiap kelompok/individual.
2. Tindakan siklus II
a. Perencanaan
Tindakan Perencanaan siklus kedua dilaksanakan satu kali pertemuan yang terdiri atas
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Perencanaan siklus dua dengan
kompentensi dasar “menyimpulkan isi cerita dalam beberapa kalimat dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. Siklus kedua
ini yang diamati adalah aktifitas guru, siswa dan hasil belajar siswa, aktifitas guru dan siswa
yang dicapai 8 indikator yang diharapkan. Dalam melaksanakan pembelajaran ini peneliti
sebagai guru dan bertindak sebagai pengamat adalah teman sejawat.
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi pada pelaksanaan tindakan siklus I belum mencapai
indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, sehingga peneliti bersama guru merencanakan
tindakan siklus II. Kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I
akan diperbaiki pada siklus II.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam rangka memperbaiki kelemahan dan kekurangan pada
siklus I untuk diperbaiki pada siklus II adalah :
1. Guru harus memotivasi siswa belajar agar siswa lebih bersemangat dalam belajar bahasa
indonesia serta guru harus memberikan apersepsi.
2. Guru harus bersikap tegas dengan menegur/memberi sanksi kepada siswa yang tidak
memperhatikan penjelasan guru dan yang tidak mau bekerja sama dengan teman
kelompoknya.
3. Guru harus selalu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk
menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti.
4. Guru harus mampu mengelola waktu dengan efisien agar semua tahapan kegiatan dalam
skenario pembelajaran dapat terlaksana.
Selain hal-hal yang merupakan rencana perbaikan untuk tindakan siklus I, peneliti harus
mempersiapkan juga scenario pembelajaran, lembar observasi untuk guru dan siswa, alat
evaluasi dan jurnal refleksi diri untuk tindakan siklus II.
b. Pelaksanaan tindakan
Pada pelaksanaan tindakan siklus II ini, guru kembali berusaha melaksanakan pembelajaran
agar sesuai dengan skenario pembelajaran tindakan siklus II. Adapun skenarionya sebagai
berikut:
Guru : Dari hasil tes yang dilakukan sebelumnya, terlihat masih banyak yang mengalami
kesulitan dalam menjawab soal, olehnya itu bapak akan lebih mempermantap materi kita
pada hari ini. Baiklah bapak akan menjelaskan langkah-langkah pembelajaran kita hari ini.
(guru menjelaskan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe NHT). Kalian
mengerti?
Siswa : mengerti pak
Guru : sekarang kalian akan bapak bagi kedalam 5 kelompok yang disesuaikan dengan urutan
absen (Setelah membagi kelompok siswa lalu disuruh mencari teman kelompoknya).
Siswa : (siswa mencari teman kelompoknya).
Guru : guru menjelaskan materi dan menyuruh siswa mendiskusikan hal-hal yang telah
dijelaskan guru bersama teman kelompoknya.
Siswa : mendiskusikan teks cerita
Guru : mengamati setiap kelompok dan membantu kelompok yang mengalami kesulitan.
Kemudian guru menyuruh siswa untuk membacakan hasil diskusinya sesuai langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe NHT
Siswa : secara bergantian setiap perwakilan kelompok yang telah ditunjuk membacakan hasil
dari diskusinya.
Guru : Bagaimana jawaban temanmu tadi, siapa yang bisa memberikan tanggapan
(mengarahkan siswa untuk mencermati dan memberikan tanggapan).
Siswa : Saya Pak (hampir semua siswa mengajukan tangan)
Guru : Coba kamu messy berikan tanggapan.
Siswa : (memberikan tanggapan)
Guru : Bagus, berarti kalian sudah mengerti pelajaran kita hari ini.
Guru : (memberikan penguatan agar siswa yang lain mau dan berani untuk memberikan
jawaban tanpa rasa takut) sekarang Kelompok dua, tiga sampai kelompok lima tampil untuk
membacakan hasil diskusinya.
Siswa : (kelompok kedua membacakan hasil diskusinya, namun bukan nomor yang telah
ditunjuk sebelumnya). Kegiatan ini dilakukan bergantian antar kelompok.
Guru : membagikan soal tes berupa LKS yang dibagikan ke masing-masing siswa.
Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang
hendak dicapai dengan maksud agar siswa memiliki gambaran jelas tentang pengetahuan
yang akan diperoleh setelah proses pembelajaran berlangsung. Kemudian guru menjelaskan
langkah-langkah pembelajaran model kooperatif tipe NHT agar siswa mempunyai gambaran
dalam proses pembelajaran nantinya. Setelah guru selesai menjelaskan langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe NHT, selanjutnya guru membagi siswa kedalam beberapa
kelompok yang beranggotakan 4-5 orang siswa tiap kelompoknya, ini disesuaikan dengan
tingkat kecerdasan masing-masing anak y
kelas V
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan media yang sangat berperan dalam menciptakan manusia yang
berkualitas dan berpotensi dalam diri yang seluas-luasnya. Melalui pendidikan akan terjadi
proses pendewasaan diri sehingga di dalam proses pengambilan keputusan terhadap suatu
masalah yang dihadapi selalu disertai dengan rasa tanggung jawab yang besar. Mengingat
peran pendidikan tersebut maka sudah seyogyanya aspek ini menjadi perhatian pemerintah
dalam rangka meningkatkan sumber daya masyarakat Indonesia yang berkualitas.
Hal ini, sejalan dalam UU SISDIKNAS NO. 20 Tahun 2003 tentang Tujuan Pendidikan
Nasional adalah : Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Berbahasa merupakan alat komunikasi yang tidak dapat dipisahkan dari aktifitas manusia dan
mengingat keterampilan berbahasa sangatlah kompleks khusunya keterampilan membaca
sehingga dalam upaya peningkatan hasil pembelajaran bahasa perlu diterapkan berbagai
model pembelajaran, pendekatan maupun teknik pembelajaran yang sesuai dengan situasi
ataupun karateristik mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Tahun 2006 dinyatakan bahwa
kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia
meliputi: kemampuan keterampilan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara.
Keempat keterampilan berbahasa tersebut di atas adalah satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan.
Keterampilan membaca adalah salah satu kemampuan dan keterampilan berbahasa yang
mutlak dikuasai siswa SD. Hal ini sesuai dengan pendapat Syafi’ie (1993 : 42) bahwa :
“Kemampuan dan keterampilan baca-tulis, khususnya keterampilan membaca harus segera
dikuasai oleh para siswa Sekolah Dasar, karena kemampuan dan keterampilan ini secara
langsung berkaitan dengan seluruh proses kegiatan belajar siswa. Keberhasilan siswa dalam
mengikuti pembelajaran dan untuk meningkatkan pengetahuan siswa sangat dipengaruhi oleh
kemampuan mereka membaca. Oleh karena itu pengajaran membaca mempunyai kedudukan
yang sangat strategis dalam proses belajar mengajar di Sekolah”.
Pentingnya kemampuan dan keterampilan membaca bagi setiap orang diungkapkan oleh
Burn, dkk (dalam Farida 2007), bahwa kemampuan membaca merupakan kemampuan yang
vital dalam masyarakat terpelajar. Anak yang tidak mampu membaca akan kehilangan
motivasi dalam belajar. Sebalikya anak yang memiliki kemampuan membaca lebih mampu
menyesuaikan perkembangan.
Menurut Saleh (2006), guna memberi bekal kemampuan dan keterampilan membaca siswa
Sekolah Dasar diperlukan pembelajaran membaca yang dibedakan atas pengajaran membaca
permulaan untuk kelas I, II dan membaca lanjut atau membaca pemahaman untuk kelas IIIVI (Depdikbud dan Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia)
membaca pemahaman atau membaca lanjut. Tujuan membaca permulaan adalah agar siswa
dapat menguasai sistem tulisan dan terampil membaca. Sementara tujuan membaca lanjut
atau membaca pemahaman adalah agar siswa mampu memahami isi bacaan yang
disampaikan oleh penulis.
Kemampuan memahami isi bacaan dapat dilakukan melalui proses dan bertingkat, yaitu
melalui tingkat rendah sampai ketingkat lebih tinggi. Saleh (2006) menyatakan bahwa
membaca pemahaman dibagi atas lima tingkatan, yaitu (1) membaca pemahaman literal, (2)
pemahaman inferensial, (3) pemahaman evaluatif,(4) pemahaman kreatif dan (5) pemahaman
apresiasi. Kelima jenis pemahaman ini diharapkan sudah dapat dikuasai oleh siswa SD secara
bertahap sesuai dengan jenjang kelas dan tingkat kemampuan kognitif.
Pembelajaran membaca di sekolah belum sesuai yang diharapkan. Hal ini sebagaimana
diungkapkan oleh Ahmad (dalam Sumarsono 1994) bahwa ribuan anak-anak SD belum
mampu membaca dengan baik. Akibatnya siswa mengalami kesulitan dalam mengikuti
pelajaran karena mereka tidak memahami isi materi pelajaran. Selanjutnya dinyatakan bahwa
kemampuan membaca siswa Sekolah Dasar di Indonesia rata-rata paling rendah pada tingkat
ASEAN.
Kondisi tersebut di atas diasumsikan tidak jauh berbeda dengan kondisi di SD Inpres
Lompengeng di Kabupaten Barru. Sesuai dengan hasil wawancara dengan salah seorang guru
SD Inpres Lompengeng Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru ditemukan masalah: (1)
kurangnya pemahaman anak dalam kegiatan pembelajaran membaca,(2) penggunaan model
kooperatif belum digunakan oleh guru untuk mengefektifkan siswa, dan (3) pada akhir
kegiatan pembelajaran membaca tidak terjadi tindak lanjut hasil kegitan membaca siswa.
Dari data yang diperoleh pada Tanggal 11 Januari 2010 pada Kelas V SD Inpres
Lompengeng, dari 23 jumlah siswa di peroleh bahwa nilai rata-rata yang diperoleh dalam
pelajaran Bahasa Indonesia khususnya membaca pemahaman rata-rata 5,2 yang seharusnya
kriteria ketuntasan minimal siswa kelas V mencapai 7,0 ke atas. Kondisi pembelajaran
membaca pemahaman di SD terteliti dinyatakan kurang efektif. Hal ini disebabkan oleh
perencanaan pembelajaran membaca tidak dilaksanakan secara berkelompok, dimana belum
memanfaatkan teks bacaan sebagai bahan pembelajaran membaca, penggunaan metode
cenderung ceramah dan penugasan secara individual yang sifatnya monoton, dan media yang
digunakan cenderung buku paket saja sehingga terjadi komunikasi satu arah antara guru dan
siswa.
Melihat hal tersebut, maka perlu diterapkan suatu sistem pembelajaran yang melibatkan peran
siswa secara aktif dalam kegiatan balajar mengajar, guna meningkatkan hasil belajar
membaca pemahaman di Tingkat Sekolah Dasar. Salah satu model pembelajaran yang
melibatkan peran siswa secara aktif adalah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered
Head Together (NHT) karena pada model ini siswa menempati posisi sangat dominan dalam
proses pembelajaran dan terjadinya kerja sama dalam kelompok dengan ciri utamanya adanya
penomoran sehingga semua siswa berusaha untuk memahami setiap materi yang diajarkan
dan bertanggung jawab atas nomor anggotanya masing-masing. Dengan pemilihan model ini,
diharapkan pembelajaran yang terjadi dapat lebih bermakna dan memberi kesan yang kuat
kepada siswa.
Berdasarkan pemikiran di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul: “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head
Together (NHT) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Membaca Pemahaman Kelas V
Siswa SD Inpres Lompengeng”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dalam penelitian ini rumusan masalah yang
dikemukakan adalah “Bagaimana Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dapat
Meningkatkan Hasil Belajar Membaca Pemahaman Kelas V Siswa SD Inpres Lompengeng?”
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan Penelitian ini adalah “Untuk mengetahui apakah Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe NHT dapat Meningkatkan Hasil Belajar Membaca Pemahaman Kelas V
Siswa SD Inpres Lompengeng”.
D. Manfaat Penelitian
Pembelajaran membaca pemahaman melalui Model Kooperatif Tipe NHT yang
dikembangkan dalam Penelitan Tindakan Kelas (PTK) ini diharapkan berkontribusi sebagai
berikut :
a. Manfaat Praktis
a) Untuk guru, temuan penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan (1) meningkatkan
perencanaan pengajaran, melaksanakan pembelajaran, dan pelaksanaan evaluasi proses serta
hasil pembelajaran membaca, (2) menggunakan hasil penelitian ini sebagai bentuk inovasi
Bahasa Indonesia yang efektif.
b) Untuk siswa, dapat meningkatkan kemampuan memahami isi bacaan dengan perasaan
menyenangkan (enjoy) karena mereka diarahkan untuk berpikir kritis.
c) Untuk sekolah, diharapkan penelitian ini dapat memberikan upaya pengembangan mutu
dalam pembelajaran sehingga berindikasi meningkatkan hasil pembelajaran di sekolah.
d) Untuk peneliti, diharapkan dapat dijadikan acuan model pembelajaran membaca
pemahaman dengan menggunakan Model Kooperatif Tipe NHT
e) Untuk masyarakat, diharapakan dapat memberikan dampak yang dapat memberikan
gambaran pendidikan.
b. Manfaat Teoritis
Temuan Penelitian ini dapat dijadikan sebagai Landasan Teori Pembelajaran Bahasa
Indonesia pada umumnya dan khususnya dalam meningkatkan kemampuan membaca
pemahaman di Sekolah Dasar.
BAB II
Kajian Pustaka, Kerangka Pikir dan Hipotesis Tindakan
A. Kajian Pustaka
1. Hakekat Membaca
Mencermati beraneka ragamnya batasan hakekat membaca yang diberikan oleh para pakar,
berdampak terhadap memperluas wawasan pemerhati membaca itu sendiri. Pemberian
batasan tersebut didasarkan pada pendekatan keterampilan dan pendekatan psikolinguistik
yang dipergunakan pakar dalam menganalisis membaca, sehingga menimbulkan berbagai
pengertian membaca. Para pakar yang menganalisis membaca sebagai suatu keterampilan,
memandang hakekat membaca itu sebagai proses atau kegiatan yang menerapkan seperangkat
keterampilan dalam mengelola hal-hal yang dibaca untuk menangkap makna. Sedangkan para
pakar yang mengutamakan psikolinguistik, menyikapi membaca itu sebagai merekonstruksi
informasi yang terdapat dalam bacaan atau sebagai suatu upaya untuk mengelola informasi
dengan menggunakan pengalaman atau kemampuan pembaca dan kompetensi bahasa yang
dimilikinya secara kritis.
Dengan beraneka ragamnya batasan hakekat membaca, pada uraian ini hakekat membaca
akan disesuaikan dengan hakekat membaca yang mengacu pada tujuan pembelajaran, yaitu
membaca hakekatnya adalah suatu aktivitas untuk menangkap informasi bacaan baik yang
tersurat maupun yang tersirat dalam bentuk pemahaman bacaan secara literal, infrensial,
evaluatif, kreatif, dan apresiasi, denagan memanfaatkan pengalaman belajar pembaca, (saleh
abbas, 2006 : 102).
Pemahaman literal adalah kemampuan memahami ide-ide yang tampak secara eksplisit dalam
wacana. Pemahaman infrensial adalah kemampuan memahami informasi yang dinyatakan
secara tidak langsung dalam wacana. Pemahaman evaluatif merupakan kemampuan
memahami isi wacana. Pemahaman kreatif merupakan kemampuan mengungkapkan respon
emosional, misalnya mengenai bentuk sastra, gaya, jenis, dan teori sastra. sedangkan
pemahaman apresiasi mencakup kemampuan seperti; (1) kemapuan merespon wacana secara
emosional dengan cara mengungkapkan perasaan yang terkait dengan isi wacana, seperti rasa
senang, benci, tidak suka, puas dan sebagainya, (2) kemampuan mengidentifikasi diri dengan
pelaku, peristiwa yang tersaji dalam wacana, (3) kemampuan mereaksi bahasa pengarang
dengan cara mengungkapkan sejauh mana kemahiran penulis menggunakan bahasanya, (4)
kemampuan imaginary yang dilakukan dengan cara menyatakan kembali apa yang seakanakan dilihat, didengar, dicium, atau dirasakan saat membaca.
2. Membaca pemahaman
Membaca pemahaman merupakan suatu kegiatan membaca yang dilaksanakan untuk
memahami isi bacaan tanpa menekankan aspek waktu. Pemahaman terhadap bacaan dapat
dipandang sebagai suatu proses yang bergulir, terus menerus, dan berkelanjutan.
Durkin (dalam Khalik, 2007: 3) tujuan membaca pemahaman adalah (1) mengajukan
pertanyaan atau menjawab pertanyaan siswa sesuai topik bacaan; (2) menceritakan kembali
dengan kata-kata sendiri; (3) meringkas bacaan; (4) mengemukakan gagasan utama; (5)
menentukan bagian yang menarik dalam cerita; (6) mengemukakan pesan cerita dan sifat
pelaku; (7) memberi tanggapan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman sebagai
suatu proses untuk memahami gagasan atau ide penulis yang tertuang dalam bacaan. Hal ini
sejalan dengan apa yang di ungkapkan oleh Durkin (dalam Khalik: 17) bahwa membaca
pemahaman merupakan suatu kegiatan mengenali kata-kata pengarang dan memahami isinya
sesuai dengan konteks yang ada.
3. Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu peroses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang. Perubahan-perubahan sebagai hasil belajar dapat ditunjukkan dengan berbagai
bentuk perubahan seperti pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan,
kecakapan, dan kemampuan serta perubahan-perubahan pada aspek lain yang ada pada
individu yang belajar.
Menurut pengertian psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya. Sejalan dengan pengertian belajar dimana
belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan. Sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.
“Witherington (Djaali, 1998: 19) mengemukakan bahwa belajar memerlukan bermacammacam kegiatan seperti berbuat, mendengarkan, mengingat, membaca buku, mempelajari
diagram, memperhatikan, demonstrasi, bertanya, merenungkan, berfikir, menganalisa,
membandingkan dan menggunakan masa lampau”.
Belajar membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya
mengenai jumlah pengetahuan, melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan,
kebiasaan sikap, pengertian, penghargaan, minat, dan penyesuaian diri. Karena itu seorang
yang belajar tidak sama lagi pada saat sebelum belajar. Ia lebih sanggup menghadapi
kesulitan memecahkan masalah atau menyesuaikan diri dengan keadaan dan ia tidak hanya
menambah pengetahuannya, akan tetapi dapat pula menerapkannya secara fungsional dalam
situasi hidupnya.
Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa balajar merupakan kegiatan yang aktif dilakukan
karena ingin mencapai hasil, baik berupa sikap, tingkah laku maupun perubahan
keterampilan, pengetahuan dan pemahaman.
4. Hasil Belajar
Menurut Anni (2005:4) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh
pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan tersebut
tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Apabila pembelajar mempelajari
pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa
penguasaan. Hasil belajar ini sangat dibutuhkan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh
mana keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar yang sudah dilaksanakan. Hasil belajar dapat
diketahui melalui evaluasi untuk mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai ilmu
yang dipelajari sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar (Anni, 2005:11) yaitu sebagai berikut.
a. Faktor Internal
Faktor internal mencakup kondisi fisik seperti kesehatan organ tubuh, kondisi psikis seperti
kemampuan intelektual, emosional dan kondisi sosial seperti kemampuan bersosialisasi
dengan lingkungan. Kesempurnaan dan kualitas kondisi internal yang dimiliki siswa akan
berpengaruh terhadap kesiapan, proses dan hasil belajar.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal antara lain kesulitan materi yang dipelajari, tempat belajar, iklim, suasana
lingkungan dan budaya belajar masyarakat. Faktor eksternal ini juga akan mempengaruhi
kesiapan, proses dan hasil belajar.
5. Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Mohamad Nur (2005:1-2) Pembelajaran Kooperatif merupakan strategi
pembelajaran di mana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan
siswa yang berbeda kemampuannya, jenis kelamin bahkan latar belakangnya untuk
membantu belajar satu sama lainnya sebagai sebuah tim. Semua anggota kelompok saling
membantu anggota yang lain dalam kelompok yang sama dan bergantung satu sama lain
untuk mencapai keberhasilan kelompok dalam belajar. Pembelajaran Kooperatif dilakukan
dengan membentuk kelompok kecil yang anggotanya heterogen untuk bekerja sebagai sebuah
tim dalam menyelesaikan masalah, tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan
bersama.
2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Muslimin Ibrahim, dkk (2000:7-10) terdapat tiga Tujuan Instruksional penting yang
dapat dicapai dengan Pembelajaran Kooperatif yaitu hasil belajar akademik, penerimaan
terhadap keragaman, pengembangan keterampilan sosial. Hasil belajar akademik Dalam
belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi
siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini
unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini
telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan
nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil
belajar pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah
maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik (Ibrahim,
2000:7).
3. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif
Agar pembelajaran secara kooperatif atau kerja kelompok dapat mencapai hasil yang baik
maka diperlukan unsur-unsur sebagai berikut.
1. Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan mereka “sehidup sepenanggungan”.
2. Siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka
sendiri.
3. Siswa harus melihat bahwa semua anggota kelompoknya mempunyai tujuan yang sama.
4. Siswa harus membagi tugas dan tanggungjawab yang sama pada semua anggota kelompok.
5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau akan diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan
dikenakan untuk semua anggota kelompok.
6. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani
dalam kelompok kooperatif.
7. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar
bersama.(Ibrahim, 2000:6)
4. Landasan Teori dan Empirik Pembelajaran Kooperatif
Perkembangan model pembelajaran kooperatif pada masa kini dapat dilacak dari karya para
ahli psikologi pendidikan dan teori belajar pada awal abad ke-20, diantaranya :
a. John Dewey, Herbert Thelan, dan Kelas Demokratis John Dewey menetapkan sebuah
konsep pendidikan yang menyatakan bahwa kelas seharusnya cermin masyarakat yang lebih
besar dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pedagogi
Dewey mengharuskan guru menciptakan di dalam lingkungan belajarnya suatu sistem sosial
yang bercirikan dengan prosedur demokrasi dan proses ilmiah. Seperti halnya Dewey, Thelan
berargumentasi bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang
bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. (Ibrahim, 2000:12)
b. Gordon Allport dan Relasi Antar Kelompok Ahli sosiologi Gordon Allport mengingatkan
bahwa hukum saja tidak akan mengurangi kecurigaan antar kelompok dan mendatangkan
penerimaan serta pemahaman yang lebih baik. Gordon merumuskan 3 kondisi dasar untuk
mencegah terjadinya kecurigaan antar ras dan etnik, yaitu: a) kontak langsung antar etnik, b)
sama-sama berperan serta di dalam kondisi status yang sama antara anggota dari berbagai
kelompok dalam suatu setting tertentu, c) setting secara resmi mendapat persetujuan
kerjasama antar etnik.
c. Belajar Berdasakan Pengalaman Johnson&Johnson seorang pencetus teori-teori unggul
tentang pembelajaran kooperatif menyatakan bahwa belajar berdasarkan pengalaman
didasarkan atas tiga asumsi:
1) Bahwa belajar paling baik jika secara pribadi terlibat dalam pengalaman belajar itu.
2) Bahwa pengetahuan harus ditemukan sendiri apabila pengetahuan itu hendak dijadikan
pengetahuan yang bermakna atau membuat suatu perbedaan tingkah laku.
3) Bahwa komitmen terhadap belajar paling tinggi apabila anda bebas menetapkan tujuan
pembelajaran sendiri dan secara aktif mempelajari tujuan itu dalam suatu kerangka tertentu.
(Ibrahim, 2000:15)
d. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Akademik. Satu aspek penting
pembelajaran kooperatif ialah bahwa disamping pembelajaran kooperatif membantu
mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa,
pembelajaran kooperatif secara bersamaan membantu siswa dalam bidang akademis mereka.
Setelah menelaah sejumlah penelitian, Slavin (Muslimin, 2000:16) mengatakan bahwa kelas
kooperatif menunjukkan hasil belajar akademik yang signifikan lebih tinggi dibandingkan
kelompok kontrol. Hasil lain penelitian juga menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif
memiliki dampak yang amat positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya. Manfaat
pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar rendah antara lain: a) meningkatkan
pencurahan waktu pada tugas, b) rasa harga diri menjadi lebih tinggi, c) memperbaiki sikap
terhadap IPA dan sekolah, d) penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi besar, e)
pemahaman yang lebih mendalam f) motivasi lebih besar, g) hasil belajar lebih tinggi, h)
retensi lebih lama, i) meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi. (Ibrahim,
2000:16)
6. Model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)
Model NHT merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri atas empat tahap yang
digunakan untuk mereview fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur
interaksi siswa. Model pembelajaran ini juga dapat digunakan untuk memecahkan masalah
yang tingkat kesulitannya terbatas. Struktur NHT sering disebut berpikir secara kelompok.
NHT digunakan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup
dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
NHT sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi
kelompok. Adapun ciri khas dari NHT adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang
mewakili kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih
dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut. Menurut Muhammad Nur (2005:78),
dengan cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya
yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.
Selain itu model pembelajaran NHT memberi kesempatan kepada siswa untuk membagikan
ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap
motivasi belajar siswa. Siswa akan berusaha memahami konsep-konsep ataupun memecahkan
permasalahan yang disajikan oleh guru seperti yang diungkapkan oleh Ibrahim, dkk (2000:7)
bahwa dengan belajar kooperatif akan memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademik
penting lainnya serta akan memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun
kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademis.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa
dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh
Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran
tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif
dengan tipe NHT yaitu :
1. Hasil Belajar Akademik Stuktural
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan Adanya Keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar
belakang.
3. Pengembangan Keterampilan Sosial
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud
antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan
ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen (1993) dengan
tiga langkah yaitu :
a. Pembentukan kelompok
b. Diskusi masalah
c. Tukar jawaban antar kelompok.
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh (Ibrahim: 2000) menjadi enam
langkah sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini. Enam langkah tersebut adalah
sebagai berikut :
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario
Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa.
Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang
berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang
sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan
kelompok digunakan nilai tes awal (pra-tes) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing
kelompok.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan
dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan
meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam
LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang
bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor
yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan
dengan materi yang disajikan.
7. Manfaat model pembelajaran koopratif tipe NHT
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang
hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Linda Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18),
antara lain adalah :
a. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
b. Memperbaiki kehadiran
c. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
d. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
e. Konflik antara pribadi berkurang
f. Pemahaman yang lebih mendalam
g. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
h. Hasil belajar lebih tinggi.
B. Kerangka Pikir
Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran bahasa indonesia, guru
harus mampu menciptakan suasana belajar yang optimal dengan menerapkan berbagai model
pembelajaran. Menyikapi kenyataan ini, penulis menilai perlu digunakan model pembelajaran
kooperatif dengan tipe NHT, karena model pembelajaran ini bukan hanya kognitif siswa yang
ditingkatkan tapi juga melatih siswa untuk bekerja sama dalam hal memecahkan masalah.
Dengan demikian, untuk meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa kelas V SD. Inpres
Lompengeng khususnya pada pokok bahasan membaca pemahaman, guru perlu menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Kegiatan pembelajaran kooperatif tipe NHT terdiri
dari enam tahap yaitu: (1) persiapan, (2) pembentukan kelompok, (3) pembagian buku paket,
(4) diskusi masalah, (5) memanggil nomor/ pemberian jawaban, (6) kesimpulan.
Guna memudahkan pemahaman terhadap permasalahan yang sedang dikaji, maka akan
dikemukakan alur/ skema kerangka fikir seperti di bawah ini:
Gambar 2.1 kerangka pikir membaca pemahaman dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT
C. Hipotesis Tindakan
Jika diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada pembelajaran membaca
pemahaman maka dapat meningkatkan hasil belajar membaca pemahaman siswa kelas V SD
Inpres Lompengeng.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang dipilih atau digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Secara spesifik, pendekatan kualitatif adalah sesuatu yang berkaitan dengan aspek
kualitas nilai dan makna hanya dapat diungkapkan dan dijelaskan melalui lingistik bahasa
atau kata-kata. Oleh karena itu, bentuk kata yang digunakan bukan berbentuk bilangan,
angka, skor dan nilai. Pendekatan ini dipilih untuk mendeskripsikan aktivitas siswa dan guna
dalam pelaksanaan tindakan pembelajaran.
Jenis penelitian yang dipilih adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang bersifat dedukatif.
Model PTK yang dipilih untuk mengungkapkan hasil penelitian sesuai dengan data dan fakta
yang diperoleh di kelas adalah model Kemmis dan MC Taggart. Menurut Arikunto (2006),
tujuan PTK adalah meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran, mengatasi masalah
pembelajaran, meningkatkan profesionalisme, dan menumbuhkan budaya akademik. Bentuk
PTK yang dipilih adalah bentuk kolaborasi antara guru dan peneliti. Pelaksanaan penelitian
ini melalui proses pengkajian bersama yang terdiri dari empat tahap yaitu, perencanaan,
tindakan, observasi, dan refleksi. Daur PTK ditujukan sebagai perubahan atas hasil refleksi
tindakan sebelumnya yang dianggap belum berhasil, maka masalah tersebut dipecahkan
kembali dengan mengikuti daur sebelumnya.
B. Setting Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas V SD Inpres Lompengeng. Pelaksanaan penelitian
direncanakan pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011 selama 3 bulan, waktu tersebut
dimulai dari tahap laporan yang dimulai dari tiga siklus.
Penulis memilih SD Inpres Lompengeng berdasar pertimbangan (1) merupakan tempat
tinggal penulis, (2) sudah saling mengenal antara guru-guru dan siswa sehingga mudah untuk
mendapatkan informasi, (3) mudah dijangkau.
C. Subjek Peneliti
Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Inpres Lompengeng berjumlah 23 orang yang
terdiri 9 orang putra dan 14 orang putri.
D. Data dan Sumber data
1. Data
Data penelitian ini berupa hasil informasi tentang proses pembelajaran dan data hasil belajar
siswa terhadap soal yang diberikan yang meliputi : (1) tes awal sebelum tindakan, tes akhir
tindakan pada setiap tahap pembelajaran, dan tes akhir setelah berakhirnya setiap tindakan
pembelajaran. (2) hasil wawancara dengan subjek penelitian, (3) hasil pengamatan selama
pembelajaran berlangsung, (4) hasil catatan lapangan yang sesuai dengan kegiatan siswa
selama proses pembelajaran yang berkaitan dengan tindakan. Sedangkan data yang diperoleh
dari guru adalah kesesuaian perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dalam membaca
pemahaman.
2. Sumber Data
Sumber data yang dijadikan populasi dalam penelitian ini diambil adalah guru dan siswa.
Siswa kelas V SD Inpres Lompengeng yang berjumlah 23 orang dan terdaftar pada semester
genap.
E. Prosedur pelaksanaan penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model alur PTK yang diadaptasi dari Mc Teggart
(Khalik, 2009), bahwa peneliti tindakan kelas mengikuti proses daur ulang melalui
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi, seperti digambarkan pada siklus di bawah ini:
Adapun kegiatan yang dilakukan setiap siklus adalah sebagai berikut :
a. Siklus I
Untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam mengajar bahasa
Indonesia pokok bahasan membaca pemahaman, maka kegiatannya adalah menyiapkan
beberapa hal yang diperlukan pada saat pelaksanaan tindakan. Setelah berkonsultasi dengan
guru bidang studi Bahasa Indonesia, peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. membuat skenario pembelajaran untuk tindakan siklus I
2. membuat lembar observasi terhadap guru dan siswa selama pelaksanaan proses
pembelajaran di kelas
3. membuat Lembar Kerja Siswa (LKS)
4. membuat alat evaluasi untuk tes tindakan siklus I
5. membuat jurnal untuk refleksi diri.
b. Siklus II
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi, pelaksanaan tindakan siklus I belum mencapai
indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, sehingga peneliti bersama guru merencanakan
tindakan siklus II. Kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I
akan diperbaiki pada siklus II.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam rangka memperbaiki kelemahan dan kekurangan pada
siklus I untuk diperbaiki pada siklus II adalah :
1. Guru harus memotivasi siswa belajar agar siswa lebih bersemangat dalam belajar bahasa
indonesia serta guru harus memberikan apersepsi.
2. Guru harus bersikap tegas dengan menegur/memberi sanksi kepada siswa yang tidak
memperhatikan penjelasan guru dan yang tidak mau bekerja sama dengan teman
kelompoknya.
3. Guru harus selalu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk
menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti.
4. Guru harus mampu mengelola waktu dengan efisien agar semua tahapan kegiatan dalam
skenario pembelajaran dapat terlaksana.
Selain hal-hal yang merupakan rencana perbaikan untuk tindakan siklus I, peneliti harus
mempersiapkan juga skenario pembelajaran, lembar observasi untuk guru dan siswa, alat
evaluasi dan jurnal refleksi diri untuk tindakan siklus II.
c. Siklus III
Berdasarkan hasil observasi, evaluasi dan refleksi diri pada tindakan siklusII, maka peneliti
bersama dengan guru merencanakan tindakan siklus III agar kekurangan-kekurangan pada
tindakan siklus II dapat diperbaiki.
Adapun hal-hal yang perlu dilakukan dalam rangka memperbaiki tindakan siklus II adalah
guru harus selalu membimbing siswa dalam mengerjakan soal-soal LKS yang telah diberikan.
Selain itu, pada tahap perencanaan ini peneliti tetap membuat skenario pembelajaran, lembar
observasi terhadap guru dan siswa, alat evaluasi dan jurnal refleksi diri untuk tindakan siklus
III.
F. Analisis Data
Analisis data dilaksanakan berdasarkan data model mengalir dengan mengacu pada pendapat
Miles dan Huberman (1992 : 19), yaitu dengan menelaah seluruh data yang ada, kemudian
direduksi berdasarkan masalah yang diteliti, data dalam satuan-satuan kategori. Data
penarikan simpulan atau pemaknaan. Menentukan kriteria keberhasilan tindakan mengacu
pada rambu-rambu format pengamatan dengan taraf keberhasilan tindakan seperti pada tabel
berikut.
Taraf keberhasilan tindakan dalam pembelajaran membaca pemahaman tingkat tinggi melalui
Model Kooperatif tipe NHT di SD Inpres Lompengeng.
Taraf keberhasilan Kualifikasi Nilai/angka
85%-100% Sangat baik (SB) 5
70%-84% Baik (B) 4
55%-69% Cukup (C) 3
46%-54% Kurang (K) 2
0%-45% Sangat kurang (SK) 1
Sumber : Buku Pedoman IKIP Malang 1999.
G. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik instrumen utama dan instrumen
penunjang. Instrumen utama adalah peneliti sendiri yang mengumpulkan, menyeleksi,
menilai, menyimpulkan, dan menentukan data. Hal ini, sejalan dengan pendapat Bogdau dan
Biklen (Khalik,2009:37) bahwa peneliti sebagai instrumen utama merupakan orang yang
mengetahui seluruh data dan cara menyikapinya.
Dalam buku PTK Abdul Khalik, Moleong menyatakan bahwa teknik yang paling tepat untuk
penelitian kulitatif adalah (1) Observasi, (2) wawancara, (3) catatan lapangan, (4)
dokumentasi. Keempat teknik tersebut digunakan secara profesional dan mengarah pada
sasaran yang di harapkan.
Teknik observasi dimaksudkan untuk mendeskripsikan tentang latar, aktivitas yang dilakukan
oleh guru dan siswa dalam kegiatan apresiasi cerita sesuai dengan pedoman observasi yang
telah di buat sebelumnya. Teknik wawancara di maksudkan untuk melengkapi data yang
diambil melalui teknik observasi. Teknik ini dimaksudkan untuk mengetahui tanggapan
praktisi dan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran menulis cerita dengan menggunakan
pendekatan proses.
Teknik catatan lapangan atau catatan harian digunakan sebagai catatan refleksi peneliti
terhadap tindakan praktisi berupa gagasan atau pendapat pada saat pembelajaran berlangsung
dengan fokus pada perilaku dan aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran. Teknik
dokumentasi dimaksudkan untuk melihat proses dan hasil belajar secara tertulis. Sedangkan
tes dimaksudkan untuk melihat dampak perkembangan hasil belajar siswa disetiap siklus.
H. Observasi
Tahap observasi adalah mengamati seluruh proses tindakan dan pada saat selesai tindakan
fokus observasi adalah aktifitas guru dan siswa. Aktivitas guru dapat diamati mulai pada
tahap awal pembelajaran, saat pembelajaran, dan akhir pembelajaran. Data aktivitas guru dan
siswa diperoleh dengan menggunakan format observasi, pedoman wawancara, rekaman, dan
hasil belajar membaca pemahaman setiap responden.
I. Refleksi
Menganalisis, memahami, menjelaskan, dan menyimpulkan hasil dari pengamatan adalah
merupakan rangkaian kegiatan peneliti pada tahap refleksi. Peneliti bersama guru
menaganalisis dan merenungkan hasil tindakan pada siklus tindakan sebagai bahan
pertimbangan apakah pemberian tindakan yang dilakukan perlu diulangi atau tidak. Jika perlu
diulangi, maka peneliti menyusun kembali rencana (revisi) untuk siklus berikutnya. Demikian
seterusnya hingga seluruh siswa memperoleh nilai 7,0. keatas
J. Analisis dan validasi data
Analisis data dilakukan dengan cara mengelompokkan data aspek guru dan siswa,
menyajikan data, menafsirkan data, dan menyimpulkan. Data aspek guru dan siswa dalam
proses pembelajaran dianalisis berdasarkan kemunculan indikator. Sedangkan data hasil dari
pelajaran membaca pemahaman dianalisis berdasarkan mengerjakan tes akhir formatif tiaptiap siklus 1, 2 dan 3. dengan indikator dapat dilihat pada tabel 3.2 sebagai berikut.
Meningkatkan pembelajaran pada aspek guru dan siswa digunakan acuan dengan
rumus:
K. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu:
1. Indikator keberhasilan yang berkaitan dengan peningkatan hasil belajar membaca
pemahaman siswa minimal 80% siswa telah memperoleh nilai minimal 7,0.
2. Indikator keberhasilan yang berkaitan dengan proses pelaksanaan pembelajaran yaitu
minimal 80% skenario pembelajaran yang dibuat telah dilaksanakan dengan benar.
Tabel 3.2 Taraf Kualifikasi Tindakan Pembelajaran
No Taraf Keberhasilan Kualifiasi
1. 85% - 100% Sangat Baik (SB)
2. 70 – 84% Baik (B)
3. 55% - 69% Cukup (C)
4. 46% - 54% Kurang (K)
5. 0% - 45% Sangat Kurang (SK)
Sumber: Mill (Khalik, 2008: 35)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Dalam bab IV ini akan dipaparkan temuan-temuan hasil tindakan dan pembelajaran membaca
pemahaman dengan menggunakan metode kooperatif tipe NHT. Paparan data dan temuan
penelitian berkaitan dengan rumusan masalah yaitu: “Bagaimana Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe NHT dapat Meningkatkan Hasil Belajar Membaca Pemahaman Kelas V
Siswa SD Inpres Lompengeng.
Paparan data masalah diatas yang terdiri atas 3 siklus yaitu siklus pertama, siklus kedua
sampai siklus ketiga yang terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, hasil observasi dan refleksi,
keempat hal tersebut diatas diuraikan sebagai berikut:
1. siklus I
a. Perencanaan
Perencanaan siklus pertama dilaksanakan satu kali pertemuan yang terdiri atas perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi. Perencanaan siklus satu dengan kompentensi dasar
“menyimpulkan isi cerita dalam beberapa kalimat dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. kegiatan selanjutnya adalah
menyiapkan beberapa hal yang diperlukan pada saat pelaksanaan tindakan. Setelah
berkonsultasi dengan guru bidang studi bahasa Indonesia, peneliti melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1. membuat skenario pembelajaran untuk tindakan siklus I
2. membuat lembar observasi terhadap guru dan siswa selama pelaksanaan proses
pembelajaran di kelas
3. membuat Lembar Kerja Siswa (LKS)
4. membuat alat evaluasi untuk tes tindakan siklus I
5. membuat jurnal untuk refleksi diri.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini, kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dilaksanakan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dipersiapkan, Adapun hal-hal
yang dilakukan pada tahap pelaksanaan tindakan adalah implementasi rencana yang telah
dirumuskan sebelumnya. Dalam hal ini yang dimaksud adalah pelaksanaan langkah-langkah
proses pembelajaran yang telah disusun pada rencana pembelajaran.
Guru : sekarang kalian akan bapak bagi kedalam 5 kelompok yang disesuaikan dengan urutan
absen (Setelah membagi kelompok siswa lalu disuruh mencari teman kelompoknya).
Siswa : (siswa mencari teman kelompoknya).
Guru : Sudah dapat kelompoknya?
Siswa : Sudah, Pak!
Guru : Tugas kalian adalah membacakan teks cerita yang bapak bagikan, kemudian kalian
diskusikan mengenai hal-hal yang telah bapak jelaskan tadi. Nah sekarang bapak akan
menunjuk satu orang dari setiap kelompok untuk membacakan hasil diskusinya di tempat
kelompoknya. Adapun yang akan bapak tunjuk adalah nomor yang telah bapak berikan tadi.
Apakah kalian masih mengingat nomornya masing-masing?
Siswa : masih Pak. (Semua kelompok)
Guru : Baiklah, kalau begitu Bapak yang akan menunjuk nomor 3 dari kelompok satu,
kemudian kelompok dua yang membacakan adalah nomor 1, kelompok tiga, empat dan lima
yang membacakan adalah masing-masing nomor 2, 3, dan 5.
Siswa : (Membacakan hasil diskusinya berdasarkan materi yang telah dijelaskan sebelumnya)
Guru : Bagaimana jawaban temanmu tadi, siapa yang bisa memberikan tanggapan
(mengarahkan siswa untuk mencermati dan memberikan tanggapan).
Siswa : Saya Pak (hanya sebagian kecil siswa mengajukan tangan)
Guru : Coba kamu fitri berikan tanggapan.
Siswa : (memberikan tanggapan)
Guru : sekarang Kelompok dua, tiga sampai kelompok lima tampil untuk membacakan hasil
diskusinya.
Siswa : (kelompok kedua membacakan hasil diskusinya, namun bukan nomor yang telah
ditunjuk sebelumnya). Kegiatan ini dilakukan bergantian antar kelompok.
Guru : membagikan soal tes berupa LKS yang dibagikan ke masing-masing siswa
Siswa : (mengerjakan soal)
Guru : sudah selesai dikerjakan!
Dalam proses pembelajaran, siswa dibagi dalam 5 kelompok dengan nomor yang berbeda
untuk setiap siswa dalam kelompoknya dan setiap kelompok beranggotakan 4 dan ada pula
yang beranggotakan 5 orang siswa. Selanjutnya setiap kelompok dibagikan LKS untuk
didiskusikan bersama anggota kelompoknya, guru memberikan bimbingan kepada siswa
dalam kelompok terutama kelompok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
masalah dalam LKS. Kegiatan selanjutnya adalah siswa diminta mempresentasikan hasil
kerja kelompoknya pada tempatnya masing-masing untuk siswa yang nomornya di sebut oleh
guru dan siswa dikelompok lain memperhatikan dan membandingkan dengan pekerjaannya.
Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti mengobservasi jalannya pembelajaran
dengan menggunakan lembar observasi untuk guru dan siswa sebagaimana yang tercantum
pada lampiran 7 hal 73.
c. Observasi
Hal-hal yang diobservasi pada pelaksanaan tindakan siklus I adalah cara guru menyajikan
materi pelajaran apakah sudah sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dibuat atau
belum. Selain itu juga dilihat aktivitas siswa dalam mengikuti pelajaran.
Hasil observasi teman sejawat terhadap guru sebagai peneliti menunjukkan hal-hal sebagai
berikut :
1. Guru tidak memberi motivasi dan tidak memberi apersepsi.
2. Guru tidak menjelaskan langkah-langkah metode pembelajaran kooperatif tipe NHT
3. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran
4. Guru mengorganisasi siswa dalam 5 kelompok belajar dan setiap kelompok terdiri dari 4-5
orang
5. Guru tidak secara merata memberikan bimbingan kepada setiap kelompok.
6. Guru menyiapkan LKS sebagai alat bantu dalam pembelajaran
7. Guru belum mampu mengelola waktu dengan baik, akibatnya ada tahapan–tahapan dalam
skenario pembelajaran yang tidak terlaksana karena kehabisan waktu.
Hasil observasi terhadap siswa menunjukan hal-hal sebagai berikut :
1. Pada pertemuan pertama siswa terlihat masih kaku berada dalam kelompoknya.
2. Masih banyak siswa yang kurang aktif dalam mengerjakan soal-soal dalam LKS yang telah
diberikan
3. Sebagian siswa masih ragu mengemukakan pendapat
4. Hanya beberapa siswa yang mampu mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan ada
siswa yang merasa gugup ketika nomornya terpanggil untuk mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya.
Selengkapnya hasil observasi dapat dilihat pada lampiran 7 halaman 73.
d. Evaluasi
Dilihat dari hasil yang diperoleh siswa pada tindakan siklus I, siswa belum menunjukan hasil
yang memuaskan. Selama mengerjakan tes terdapat beberapa siswa yang masih mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan menentukan pokok pikiran.
Jumlah 23 100
Rata-rata 57,8
Hasil pekerjaan siswa pada tindakan siklus 1 menunjukan data hasil tes formatif yang
diberikan, yakni tiga orang siswa mendapat nilai 30 (13%), satu orang siswa mendapat nilai
40 (4,4%), delapan orang siswa mendapat nilai 50 (34,7%), enam orang siswa yang mendapat
nilai 60 (26,1%), dan lima orang siswa mendapat nilai 70 (21,7%). Dengan nilai rata-rata
adalah 57,8. Dengan persen ketidak ketuntasan 78,3% dan persen ketuntasan 21,7%. Hasil
evaluasi tindakan siklus I dapat dilihat pada lampiran 16 halaman 82.
e. Refleksi
Pada tindakan siklus I ini penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam
mengajarkan pokok bahasan membaca pemahaman belum sempurna sesuai dengan yang
diharapkan. Analisis terhadap observasi dijadikan sebagai bahan untuk menentukan tindakan
selanjutnya. Setelah diadakan refleksi antara guru dan peneliti maka diperoleh hal-hal sebagai
berikut :
1. Faktor siswa
a. Sebagian siswa tidak memperhatikan penjelasan guru
b. Sebagian siswa kurang aktif dalam kelompoknya dan siswa belum dapat menyampaikan
pendapatnya pada saat materi pelajaran diajarkan atau pada saat siswa mengalami kesulitan
dalam menyelesaikan soal-soal dalam LKS, hal ini disebabkan karena siswa merasa asing
dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
2. Faktor guru
a. Kehadiran teman sejawat mempengaruhi kinerja guru sebagai peneliti sehingga menjadi
canggung dan suasana kelas agak kaku, hal ini nampak pada saat guru memberi penjelasan,
volume suara kurang jelas dan gerakan kurang leluasa.
b. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dianggap hal yang baru bagi pribadi guru mata
pelajaran bahasa indonesia, sehingga guru tidak secara merata memberikan bimbingan
kepada setiap kelompok/individual.
2. Tindakan siklus II
a. Perencanaan
Tindakan Perencanaan siklus kedua dilaksanakan satu kali pertemuan yang terdiri atas
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Perencanaan siklus dua dengan
kompentensi dasar “menyimpulkan isi cerita dalam beberapa kalimat dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. Siklus kedua
ini yang diamati adalah aktifitas guru, siswa dan hasil belajar siswa, aktifitas guru dan siswa
yang dicapai 8 indikator yang diharapkan. Dalam melaksanakan pembelajaran ini peneliti
sebagai guru dan bertindak sebagai pengamat adalah teman sejawat.
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi pada pelaksanaan tindakan siklus I belum mencapai
indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, sehingga peneliti bersama guru merencanakan
tindakan siklus II. Kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I
akan diperbaiki pada siklus II.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam rangka memperbaiki kelemahan dan kekurangan pada
siklus I untuk diperbaiki pada siklus II adalah :
1. Guru harus memotivasi siswa belajar agar siswa lebih bersemangat dalam belajar bahasa
indonesia serta guru harus memberikan apersepsi.
2. Guru harus bersikap tegas dengan menegur/memberi sanksi kepada siswa yang tidak
memperhatikan penjelasan guru dan yang tidak mau bekerja sama dengan teman
kelompoknya.
3. Guru harus selalu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk
menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti.
4. Guru harus mampu mengelola waktu dengan efisien agar semua tahapan kegiatan dalam
skenario pembelajaran dapat terlaksana.
Selain hal-hal yang merupakan rencana perbaikan untuk tindakan siklus I, peneliti harus
mempersiapkan juga scenario pembelajaran, lembar observasi untuk guru dan siswa, alat
evaluasi dan jurnal refleksi diri untuk tindakan siklus II.
b. Pelaksanaan tindakan
Pada pelaksanaan tindakan siklus II ini, guru kembali berusaha melaksanakan pembelajaran
agar sesuai dengan skenario pembelajaran tindakan siklus II. Adapun skenarionya sebagai
berikut:
Guru : Dari hasil tes yang dilakukan sebelumnya, terlihat masih banyak yang mengalami
kesulitan dalam menjawab soal, olehnya itu bapak akan lebih mempermantap materi kita
pada hari ini. Baiklah bapak akan menjelaskan langkah-langkah pembelajaran kita hari ini.
(guru menjelaskan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe NHT). Kalian
mengerti?
Siswa : mengerti pak
Guru : sekarang kalian akan bapak bagi kedalam 5 kelompok yang disesuaikan dengan urutan
absen (Setelah membagi kelompok siswa lalu disuruh mencari teman kelompoknya).
Siswa : (siswa mencari teman kelompoknya).
Guru : guru menjelaskan materi dan menyuruh siswa mendiskusikan hal-hal yang telah
dijelaskan guru bersama teman kelompoknya.
Siswa : mendiskusikan teks cerita
Guru : mengamati setiap kelompok dan membantu kelompok yang mengalami kesulitan.
Kemudian guru menyuruh siswa untuk membacakan hasil diskusinya sesuai langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe NHT
Siswa : secara bergantian setiap perwakilan kelompok yang telah ditunjuk membacakan hasil
dari diskusinya.
Guru : Bagaimana jawaban temanmu tadi, siapa yang bisa memberikan tanggapan
(mengarahkan siswa untuk mencermati dan memberikan tanggapan).
Siswa : Saya Pak (hampir semua siswa mengajukan tangan)
Guru : Coba kamu messy berikan tanggapan.
Siswa : (memberikan tanggapan)
Guru : Bagus, berarti kalian sudah mengerti pelajaran kita hari ini.
Guru : (memberikan penguatan agar siswa yang lain mau dan berani untuk memberikan
jawaban tanpa rasa takut) sekarang Kelompok dua, tiga sampai kelompok lima tampil untuk
membacakan hasil diskusinya.
Siswa : (kelompok kedua membacakan hasil diskusinya, namun bukan nomor yang telah
ditunjuk sebelumnya). Kegiatan ini dilakukan bergantian antar kelompok.
Guru : membagikan soal tes berupa LKS yang dibagikan ke masing-masing siswa.
Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang
hendak dicapai dengan maksud agar siswa memiliki gambaran jelas tentang pengetahuan
yang akan diperoleh setelah proses pembelajaran berlangsung. Kemudian guru menjelaskan
langkah-langkah pembelajaran model kooperatif tipe NHT agar siswa mempunyai gambaran
dalam proses pembelajaran nantinya. Setelah guru selesai menjelaskan langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe NHT, selanjutnya guru membagi siswa kedalam beberapa
kelompok yang beranggotakan 4-5 orang siswa tiap kelompoknya, ini disesuaikan dengan
tingkat kecerdasan masing-masing anak y