PEMANFAATAN BUAH MENGKUDU Morinda citrif

PEMANFAATAN BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia) SEBAGAI
PESTISIDA ALAMI UNTUK MENGENDALIKAN HAMA KELAS
(Insecta) YANG MENYERANG TANAMAN PETANI
Wawan Riyanto
Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Negeri Semarang
ABSTRAK
Mengkudu (Morinda citrifolia) merupakan tumbuhan asli indonesia, buah
mengkudu mengandung minyak atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol dan
antrakuinon. Kandungan lainnya adalah terpenoid, asam askorbat, scolopetin,
serotonin, damnacanthal, resin, glikosida, eugenol dan proxeronin. Hama
merupakan organisme parasit yang merugikan tanaman, hama dapat
dikendalikan dengan penggunaan insektisida alami. senyawa flavonoid dan
saponin dapat menimbulkan kelayuan pada saraf serta kerusakan pada spirakel
yang mengakibatkan serangga tidak bisa bernafas dan akhirnya mati. Senyawa
kimia pertahanan tumbuhan terpenoid mengakibatkan akibatnya pertumbuhan
serangga akan terganggu. Senyawa kimia pertahanan tumbuhan merupakan
metabolik sekunder atau aleleokimia yang dihasilkan pada jaringan tumbuhan,
dan dapat bersifat toksit, menurunkan kemampuan serangga dalam mencerna
makanan dan pada akhirnya mengganggu pertumbuhan serangga
Kata kunci: buah mengkudu (Morinda citrifolia),hama, senyawa kimia, mortalitas


PENDAHULUAN
Mengkudu (Morinda citrifolia), dapat tumbuh didataran rendah sampai
ketinggian tanah 1500 meter DPL. Mengkudu merupakan tumbuhan asli
Indonesia. Tumbuhan ini mempunyai batang tidak terlalu besar dengan tinggi
pohon 3-8 m. Daunnya bersusun berhadapan, panjang daun 20-40 cm dan lebar 715 cm. Bunganya berbentuk bungan bongkol yang kecil-kecil dan berwarna putih.
Buahnya berwarna hijau mengkilap dan berwujud buah buni berbentuk lonjong
dengan variasi trotol-trotol. Bijinya banyak dan kecil-kecil terdapat dalam daging
buah. Pada umumnya tumbuhan mengkudu berkembang biak secara liar di hutanhutan atau dipelihara orang pinggiran-pinggiran kebun rumah ( Eni hayani, dkk.
2009)
Pohon mengkudu tidak begitu besar, tingginya antara 4-6 m. batang
bengkok-bengkok, berdahan kaku, kasar, dan memiliki akar tunggang yang
tertancap dalam. Kulit batang cokelat keabu-abuan atau cokelat kekuningkuniangan, berbelah dangkal, tidak berbulu,anak cabangnya bersegai empat.
Tajuknya suklalu hijau sepanjang tahun. Berdaun tebal mengkilap. Daun
mengkudu terletak berhadap-hadapan. Ukuran daun besar-besar, tebal, dan
tunggal. Bentuknya jorong-lanset, berukuran 15-50 x 5-17 cm. tepi daun rata,
ujung lancip pendek. Pangkal daun berbentuk pasak. Urat daun menyirip. Warna
hiaju mengkilap, tidak berbulu. Pangkal daun pendek, berukuran 0,5-2,5 cm.
ukuran daun penumpu bervariasi, berbentuk segitiga lebar. Daun mengkudu dapat
dimakan sebagai sayuran. Bunga tersusun majemuk, perbungaan bertipe bongkol

bulat, bertangkai 1-4 cm, tumbuh di ketiak daun penumpu yang berhadapan
dengan daun yang tumbuh normal. Bunga banci, mahkota bunga putih, berbentuk
corong, panjangnya bisa mencapai 1,5 cm. Benang sari tertancap di mulut
mahkota. Kepala putik berputing dua. Bunga itu mekar dari kelopak berbentuk
seperti tandan. Bunganya putih, harum. Buah majemuk, terbentuk dari bakalbakal buah yang menyatu dan bongkol di bagian dalamnya; perkembangan buah
bertahap mengikuti proses pemekaran bunga yang dimulai dari bagian ujung
bongkol menuju ke pangkal; diameter 7,5-10 cm. Permukaan buah majemuk
seperti terbagi dalam sekat-sekat poligonal (segi banyak) yang berbintik-bintik
dan berkutil, yang berasal dari sisa bakal buah tunggalnya. Warna hijau ketika

mengkal, menjelang masak menjadi putih kekuningan, dan akhirnya putih pucat
ketika masak. Daging buah lunak, tersusun dari buah-buah batu berbentuk
piramida dengan daging buah berwarna putih, terbentuk dari mesokarp. Daging
buah banyak mengandung air yang aromanya seperti keju busuk atau bau
kambing yang timbul karena pencampuran antara asam kaprat (asam lemak
dengan sepuluh atom karbon), C10), asam kaproat (C6), dan asam kaprilat (C8).
Diduga kedua senyawa terakhir bersifat antibiotik aktif. ( Eni hayani, dkk. 2009)
Buah mengkudu yang melimpah tidak di iringi dengan pemanfaatan yang
maksimal. Buah mengkudu yang banyak mengandung zat zat kimia tertentu bisa
digunakan dalam pembuatn insektisida alami, buah mengkudu mengandung

minyak atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid,

polifenol dan antrakuinon.

Kandungan lainnya adalah terpenoid, asam askorbat, scolopetin, serotonin,
damnacanthal, resin, glikosida, eugenol dan proxeronin ( hasnah dkk. 2009).
Sebagian besar masyarakat indonesia berprofesi sebagai patani, tidak bisa
dipungkiri bahwa hampir 44,3% masyarakat berprofesi sebagai petani. Sejarah
Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor
pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat
penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial
masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. bidang pertanian di Indonesia
menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk, meskipun hanya
menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto. ( M Ali, dkk,
2010).
Di indonesia terdiri dari dua musim, yaitu musim kemarau dan musim
hujan, siklus musim ini yang digunakan sebagai patokan penanaman tanaman.
Petani akan menanam padi waktu musim hujan datang, akan menanam palawija
waktu musim kemarau datang. tanaman tidak lepas terhadap gangguan hamahama penyakit. Tanaman di katakan sakit apabila terjadi perubahan seluruh atau
sebagian organ-organ dari tanaman, yang menyebabkan terganggunya kegiatan

fisiologisnya. Kerusakan yang disebabkan oleh hama biasanya menyebabkan
terganggunya hidup dari tanaman tersebut. Ada beberapa serangga yang

merugikan petani, beberapa golongan insecta menyerang tanaman dapat dilakukan
pengendalian dengan penyemprotan pestisida. ( M Ali, dkk, 2010).
Serangga (disebut pula Insecta, dibaca “insekta”) adalah kelompok utama
dari hewan beruas (Arthropoda) yang bertungkai enam (tiga pasang); karena
itulah mereka disebut pula Hexapoda (dari bahasa Yunani, berarti “berkaki
enam”). Serangga ditemukan di hampir semua lingkungan kecuali di lautan.
Kajian mengenai peri kehidupan serangga disebut entomologi. Lebih dari
800.000 spesiesinsekta sudah ditemukan. Terdapat 5.000 spesies bangsa capung
(Odonata), 20.000 spesies bangsa belalang (Orthoptera), 170.000 spesies
bangsa kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera), 120.000 bangsa lalat dan
kerabatnya (Diptera), 82.000 spesies bangsa kepik (Hemiptera), 360.000 spesies
bangsa kumbang(Coleoptera), dan 110.000 spesies bangsa semut dan lebah
(Hymenoptera). (hendra saruspita. 2007)
Secara morfologi, tubuh serangga dewasa dapat dibedakan menjadi tiga
bagian utama, sementara bentuk pradewasa biasanya menyerupai moyangnya,
hewan lunak beruas mirip cacing. Ketiga bagian tubuh serangga dewasa
adalah kepala(caput), dada (thorax), dan perut (abdomen). Caput merupakan

sebuah konstruksi yang padat dan keras dan terdapat beberapa suture yang
menurut teori evolusi caput tersebut terdiri dari empat ruas yang mengalami
penyatuan. Torak terdiri dari tiga ruas yang jelas terlihat, sedangkan abdomen
terdiri dari + 9 ruas.caput merupakan kepala serangga yang berfungsi sebagai
tempat melekatnya antena, mata majemuk, mata oseli, dan alat mulut.
Berdasarkan

posisinya

kepala

serangga

dibagi

menjadi

tiga,

yaitu hypognathous, prognathous, danephistognathous. Hypognathous apabila alat

mulutnya

menghadap

ke

bawah,

contoh

serangganya

adalah

belalang

Acrididae; prognathous apabila alat mulutnya menghadap ke depan, contoh
serangganya adalah kumbang Carabidae; dan ephistognathous apabila alat
mulutnya menghadap ke belakang, contoh serangga adalah semua serangga ordo
Hemiptera. (Mutiah sari, dkk. 2013)

hama yang menyerang organ tumbuhan. Diantaranya adalah:Hama
Penggerek Umbi Kentang. Umbi kentang yang terkena hama penggerak umbi

kentang menunjukkan gejala – gejala yakni pada kulit umbi nterdapat kumpulan
kotoran ulat berwarna coklat tua. Hama penggerek disebut Phthorimaea
operculella, yakni berupa ulat berwarna kelabu dengan panjang tubuhnya 1 cm.
Ulat ini akan tumbuh menjadi ngengat berwarna kelabu dengan sayap berumbai –
rumbai. Hama Pemakan Daun Kubis Daun kubis yang terserang hama
menunjukan gejala – gejala sebagai berikut. Hama (ulat) memakan daun kubis
tanpa epidermisnya (kulit arinya) sehingga daun “berjendela” dan tampak
memutih bahkan jika serangan lamanya berat, daun akan tampak berlubang –
lubang

dan

hanyatinggaltulangdaunnyasaja.

Hama pemakan daun kubis ini disebut Plutella xylostella. Hama Thrips pada
cabai.Cabai yang terkena hama Thrips menunjukkan gejala – gejala, yakni daun
cabai yang terserang hama berubah menjadi keriting. Bila serangannya berat, daun

mengerut dan lapisannya berkurang, sehingga daun yang baru menyempit.
Permukaan bawah daun yang terserang hama berwarna putih keperakan. Buah
yang terserang berubah bentuk dan terlihat jaringan seperti kalus berwarna cokelat
muda di kulit buah. Hama ini berupa serangga Thrips sp. Hama pada Bawang
putih. Bawang putih yang terkena hama, daunnya berlubang dengan
meninggalkan bekas gigitan berwarna putih, atau daun menjadi berselaput tipis
dan layu.Hama pada bawang putih ini berupa ulat Spedoptera exigua .Hama
Penggerek Buah Tomat. Buah tomat yang terkena hama penggerak menunjuukkan
gejala – gejala, seperti bagian ujung atau dekat ujuna buah berlubang dan didekat
lubang terdapat kotoran hama. Hama pada buah tomat ini berupa ulat Helicoverpa
armigera. Hama Penggerek Polong Buncis. Polong buncis yang terserang hama
menunjukkan gejala – gejala, yaitu pada polong terdapat lubanggerakan berwarna
cokelat tua. Daerah seitar lubang menjadi cokelat kehitaman. Jika polong dibuka,
akan tampak ulat (hama)dan kotorannya. Hama pada polong buncis ini berupa ulat
Etiella zinckenella. (Mutiah sari, dkk. 2013)
GAMBARAN KUSUS
Kondisi Kekinian
Penggunaan

pemakaian


pestisida

kimia

merupakan

faktor

yang

menyebabkan para petani tidak menahu tentang penggunaan pestisida alami,

ketersediaan pestisida di pasaran yang beraneka ragam, dengan harga yang cukup
terjangkau menyebabkan petani tidak ambil pusing untuk mengendalikan hama
yang menyerang tanaman mereka. Padahal penggunaan pestisida kimia akan
menyebabkan efek samping yang beraneka ragam, mulai dari akumulasi senyawa
kimia yang terkandung di dalam pestisida kimia yang mencemari lingkungan,
sampai akumulasi senyawa kimia yang di konsumsi oleh manusia. Aplikasi
penggunaan dan pemanfaatan insektisida alami yang bervariasi di alam sering kali

terbengkalai.

Padahal penggunaan pestisida alami tidak menyebabkan efek

samping. (Efri, 2004)
Buah mengkudu merupakan bahan alam yang sangat berlimpah, sampai
sampai tidak dimanfaatkan oleh manusia. Di dalam buah mengkudu memiliki
banyak kandungan kimia yang dapa berguna untuk pembuatan pestisida alami.
Kandungan kimia di dalam buah mengkudu diantaranya yaitu: minyak atsiri,
alkaloid, saponin, flavonoid,

polifenol dan antrakuinon. Kandungan lainnya

adalah terpenoid, asam askorbat, scolopetin, serotonin, damnacanthal, resin,
glikosida, eugenol dan proxeronin (sardes purba, 2007).
Dari beberapa penelitian yang telah di lakukan, dengan menggunakan
ekstrak buah mengkudu yang digunakan sebagai pestisida alami menyebabkan
mortalitas terhadap beragam jenis insekta yang menyerang tanaman. Kandungan
senyawa kimia Senyawa antifungi


yang terkandung dalam ekstrak buah

mengkudu adalah Anthraquinon, Scopoletin (hidroksi–metoksi-kumarin dan
Terpenten yang termasuk dalam senyawa golongan alkaloid, flavonoid dan
terpenoid. Senyawa-senyawa inilah yang diduga mempunyai aktivitas. karena
mengandung senyawa meatabolit sekunder yang dapat menyebabkan gangguan
terhadap Adanya penghambatan pertumbuhan hama berupa insekta. Disamping
itu adanya senyawa-senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak buah
mengkudu yang mempunyai sifat anti jamur maupun antimikroba. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian mutiah sari, dkk (2013) yang menyatakan bahwa ekstrak
buah mengkudu dapat menekan pertumbuhan ulat grayak bahkan efeknya tidak
berbeda dengan insektisida sintesis.

Di samping itu, terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa, ekstrak buah
mengkudu menyebabkan Terhambatnya pertumbuhan Colletotrichum

capsici

dalam penelitian ini diduga karena adanya penurunan pengambilan oksigen dan
kerusakan pada mitokondria akibat adanya aktivitas senyawa antifungi dari
ekstrak buah mengkudu. Hal inilah yang kemudian menyebabkan energi yang
dihasilkan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan sel jamur menjadi
berkurang yang mengakibatkan pertumbuhannya terhambat. Hal ini sesuai dengan
senyawa antifungi dapat mengganggu metabolisme energi dalam mitokondria
yaitu dalam transfer elektron dan fosforilasi. Metabolisme energi dalam
mitokondria dihambat dengan terganggunya transfer elektron. Terhambatnya
transfer elektron akan mengurangi pasokan oksigen dan mengganggu fungsi dari
siklus asam trikarboksilat yang menyebabkan terhambatnya pembentukan ATP
dan ADP pada sel hidup ( M Ali, dkk, 2010)
Mutiah sari, dkk. (2013)menyatakan bahwa senyawa flavonoid dan saponin
dapat menimbulkan kelayuan pada saraf serta kerusakan pada spirakel yang
mengakibatkan serangga tidak bisa bernafas dan akhirnya mati. Saponin bersifat
sebagai racun dan antifeedant pada kutu, larva, kumbang dan berbagai serangga
lain. Proses metabolisme tersebut membutuhkan banyak energi. Energi yang
digunakan untuk detoksifikasi diperoleh dari energi yang seharusnya untuk
pertumbuhan dan perkembangan, akibatnya pertumbuhan serangga akan
terganggu. Senyawa kimia pertahanan tumbuhan merupakan metabolik sekunder
atau aleleokimia yang dihasilkan pada jaringan tumbuhan, dan dapat bersifat
toksit, menurunkan kemampuan serangga dalam mencerna makanan dan pada
akhirnya mengganggu pertumbuhan serangga. Senyawa kimia pertahanan
tumbuhan meliputi saponin, terpenoid dan flavonoid. Masuknya deltamethrin ke
dalam tubuh serangga melalui sistem sirkulasi haemolymph analisisnya diketahui
mempengaruhi dan mengikat sistem kerja enzym cholinestrase, sehingga impuls
akan terus menerus memberi informasi tanpa dapat dikontrol oleh cholinestrase.
Akibatnya dapat dilihat dari luar tubuh, serangga mengalami getaran luar biasa
(tremor) yang dapat menyebabkan serangga hilang nafsu makan (effect
antifeedant). Efek berikutnya serangga memasuki stadium kegelisahan (exitasi)
ditandai dengan pergerakan seperti berlari dan terbang yang tidak terarah. Stadium

berikutnya adalah kelumpuhan (paralysis) sampai akhirnya memasuki stadium
kematian (mortality).

Metode Pembuatan
Dalam pembuatan pestisida alami yaitu dengan menghaluskan buah
mengkudu yang telah masak seberat 2kg dengan air sebanyak 5 liter air.
Campuran ini difermentasikanselama 3 sampai 7 hari. Setelah proses fermentasi
pestisida siap digunakan untuk pengendalian hama.
Metode Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Metode Pengujian dilapangan
dilakukan untuk mengetahui efektivitas ekstrak buah mengkudu terhadap
mortalitas larva, persentase pupa yang terbentuk, persentase imago yang muncul
dan intentitas serangan. Kisaran konsentrasi yang digunakan disusun berdasarkan
nilai LC50 yang diperoleh yaitu 3,081 persen. Konsentarsi tersebut diperluas
untuk mendapatkan tingkat kematian larva uji 10-95 persen yaitu 30, 60, 90, 120,
dan 150 ml. Sebagai pembanding positif digunakan 1 ml pestisida deltamethrin.
Seluruh data hasil pengamatan pada setiap peubah dihitung dengan analisis ragam,
jika terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata
Persiapan Tanah/Lahan Tanah yang digunakan adalah tanah lapisan atas
(Top soil). Tanah tersebut dicampur dengan pupuk kandang dengan perbandingan
2:1 kemudian dimasukkan ke dalam polybag. Pemupukan dilakukan satu minggu
sebelum penanaman dengan pupuk urea, TSP, dan Kcl dengan dosis masingmasing 370 kg urea/ha (3,33g/polybag), 85 kg TSP/ha (0,76 g/polybag) dan 480
kg Kcl/ha (4,32 g/polybag)
Persemaian dan Penanaman Persemaian benih dilakukan pada bedeng
berukuran 100 cm x 100 cm, lima hari sebelum tabur benih bedengan pembibitan
ditaburi dengan 3 kg pupuk kandang. Bagian atas persemaian diberi atap dari daun
kelapa agar terlindung dari sinar matahari dan curah hujan secara langsung.

Setelah bibit berumur 15 hari, dipindahkan kedalam polybag yaitu satu
tanaman/polybag.
Investasi Hama Masing-masing polybag langsung disungkup pada saat
tanam. Investasi larva dilakukan pada 7 hari setelah tanam masing-masing 5 larva
instar II/tanaman sampel.
Aplikasi ekstrak dilakukan dengan cara menyemprot cairan ekstrak pada
masing-masing tanaman sesuai dengan konsentrasi yang diuji. Cairan ekstrak
disemprot secara merata dengan menggunakan hand sprayer ukuran satu liter.
Aplikasi dilakukan pada saat satu jam sesudah larva diinvestasikan. Penyemprotan
suspensi ekstrak dilakukan pada sore hari sebanyak 50 ml/pot.
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman dan penyiangan. Penyiraman
dilakukan sebanyak satu kali sehari yaitu pada pagi hari. Penyiangan gulma
dilakukan untuk menghindari persaingan gulma dengan tanaman. Penyiangan
dilakukan setiap kali ada terdapat gulma selama penelitian, sehingga kondisi
tanaman bebas dari gulma.
Peubah yang Diamati Mortalitas Larva

Mortalitas larva P. xylostella

diamati sejak satu hari setelah aplikasi sampai semua larva uji membentuk pupa
atau salah satu perlakuan telah menunjukkan kematian 100 persen. Mortalitas
larva uji dihitung dengan menggunakan rumus: P0 = % 100x n r
Keterangan : P0 = Mortalitas larva a

= Jumlah larva yang mati b

=

Jumlah larva awal
Persentase pupa yang terbentuk dihitung secara kumulatif dari setiap
perlakuan, sejak satu hari larva memasuki fase prapupa sampai terbentuk pupa.
Persentase pupa yang terbentuk dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Persentase pupa yang terbentuk = %100 awal larvaJumlah terbentukyang
pupaJumlah x
Persentase imago muncul dihitung secara kumulatif dari setiap perlakuan
sejak satu hari larva membentuk pupa sampai muncul imago. Persentase imago

dihitung dengan menggunakan rumus :

Persentase imago yang terbentuk =

%100 awal larvaJumlah muncul yang imagoJumlah x

Intensitas Kerusakan

Intensitas serangan diamati pada saat 28 hari setelah tanam.

Upaya Promosi
Pestisida alami yang saat ini sangat jarang digunakan, dikarenakan
kurangnya tingkat promosi daripada keunggulan pestisida alami tersebut. Untuk
melihat keunggulan tentunya harus membandingkan dengan pestisida sintesis
yang biasa dijual di masyarakat. Pestida alami memiliki banyak keunggulan,
diantaranya adalah: Degradasi/penguraian yang cepat oleh sinar matahari,
sehingga dengan penggunaan pestisida alami akan meminimalisir terjadinya
pencemaran lingkungan. Memiliki pengaruh yang cepat, yaitu menghentikan
napsu makan serangga walaupun jarang menyebabkan kematian Toksisitasnya
umumnya rendah terhadap hewan dan relative lebih aman pada manusia dan
lingkungan. Memiliki spectrum pengendalian yang luas (racun lambung dan
syaraf) dan bersifat selektif yaitu bekerja pada jenis spesies hama tertentu. Dapat
diandalkan untuk mengatasi organisme pengerek tanaman yang telah kebal pada
pestisida kimia Phitotoksitas rendah, yaitu tidak meracuni dan merusak tanaman
Murah dan mudah dibuat oleh petani. disamping itu juga memiliki sedikit
kekurangan, yaitu: Cepat terurai dan daya kerjanya relatif lambat sehingga
aplikasinya harus lebih sering, Daya racunnya rendah (tidak langsung mematikan)
bagi serangga, Produksinya belum dapat dilakukan dalam jumlah besar karena
keterbatasan bahan baku, Kurang praktis Tidak tahan disimpan. Hal inilah yang
menyebabkan para petani enggan menggunakan pestisida alami, padahal secara
kimia dapat menekan biyaya produksi tanam.dan disisi lain, untuk pestisida
sintesis, memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yaitu: Mudah di dapatkan di
berbagai tempat, Zatnya lebih cepat bereaksi pada tanaman yang di beri pestisida,
Kemasan lebih praktis, Bersifat tahan lama untuk disimpan daya racunnya tinggi
( langsung mematikan bagi serangga). Memang untuk pengendaliah hama

berlangsung cepat, tetapi pestisida sintesis memiliki kekurangan yang sangat
banyak, diantaranya yaitu: Hama menjadi kebal (resisten), Peledakan hama baru
(resurjensi), Penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen, Terbunuhnya
musuh alami, Pencemaran lingkungan (air dan tanah ) oleh residu bahan kimia,
Tidak ramah lingkungan, Matinya musuh alami hama tanaman,Matinya organisme
yang berguna. Dampak tersebut sampai sekarang masih diabaikan oleh para
petani, didalam pemikiran mereka hanya bagaimana tanaman terhindan dari
hewan pengerek.
Penggunaan pestisida alami kurang digunakan karena sosialisasi yang
kurang. Penggunaan pestisida alami, jika disosialisasikan dengan baik akan
memberikan sugesti, agar petani beralih dari penggunaan pestisida sintesis ke
pestisida alami.
Upaya Preventif
Perlindungan tanaman terhadap serangan hama dengan cara preventif
dapat dilakukan dengan menerapkan tehnik bercocok tanam yang baik, seperti
pengolahan tanah secara intensif, jarak tanam sesuai, pemupukan yang berimbang,
pergiliran penanaman tanaman, penyiangan, sistem pengairan yang baik,
sterelisasi tanah, desinfektan benih, pemberian mulsa plastik, penanaman
serempak dalam satu hamparan lahan yang luas, menanam varietas yang resisten
terhadap penyakit, dan menanam tanaman sesuai dengan musim tanam.
Untuk menghindari tanaman dari serangan hama dapat dilakukan dengan
penyemprotan pestisida alami sebelum terkena hama hewan pengerek tanaman.
Dengan penyemprotan rutin tanaman menggunakan pestisida alami akan
memberikan daya tahan tanaman terhadap hama yang menyerang tanaman
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohamad & dkk. (2010). Uji Beberapa Konsentrasi Ekstrak Buah Mengkudu
(Morinda citrifolia L.) terhadap Penyakit Antraknosa yang Disebabkan
oleh Jamur Colletotrichum capsici pada Buah

Cabai Merah

Pascapanen. Riau: Universitas Riau.
Efri. & dkk. (2004). Keefektifan Ekstrak Mengkudu Pada Berbagai Konsentrasi
Terhadap Penghambatan Pertumbuhan Bakteri Ralstonia sp Secara
Invitro. Medan: Universitas Sumatera Utara
Hasnah & nasril (2009). Efektivitas Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia
L.) Terhadap Mortalitas Plutella xylostella L. Pada Tanaman Sawi.
Banda Aceh: Universitas darussalam.
Hayani, Eni & Fatimah, Tjihjah. (2004). Identifikasi Komponen Kimia Dalam
Biji Mengkudu (Morinda citrifolia). Bogor: Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat.
Pangestiningsih, yuswani & dkk. (2013). Pengaruh Insektisida Botani Berbentuk
Serbuk Biji Terhadap

Hama Kumbang Callosobruchus chinensis L.

(Coleoptera: Bruchidae) Pada Benih Kacang Hijau. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Purba, Sardes. (2007). Pengaruh Berbagai Tingkat Fraksi Ekstrak Daun
Mengkudu (Morinda citrifolia L) Terhadap Pertumbuhan Colletotrichum

capsici Penyebab Penyakit Antraknosa Pada Cabai (Capsicum annum L)
Secara In Vitro. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Sari, Mutiyah & dkk. (2013). Uji Efektivitas Beberapa Insektisida Nabati Untuk
Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera :
Noctuidae) DI Laboratorium. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Sarida, munti. & dkk. (2010). Pengaruh Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda
citrifolia L.) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Vibrio harveyi
Secara In vitro. Lampung: Universitas Lampung
Sripuspita, hendra. (2007). Pengaruh Pemberian Jus Mengkudu ( Morinda
citrifolia ) Dan Jus Lada ( Piper nigrum ) Terhadap Kematian Larva
Aedes aegypti Di Laboratorium. Bali:Universitas Udayana