politik hukum adat studi masyarakat (1)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam masyarakat yang makin kompleks dan modern, usaha penegakan kaidah
sosial tidak lagi bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan kesadaran warga
masyarakat atau pada rasa sungkan warga masyarakat itu sendiri. Usaha penegakan
kaidah sosial di dalam masyarakat yang makin modern, tak pelak harus dilakukan dan
dibantu oleh kehadiran aparat petugas kontrol sosial. Di dalam berbagai masyarakat,
beberapa aparat petugas kontrol sosial yang lazim dikenal adalah aparat kepolisian,
pengadilan, sekolah, lembaga keagamaan, adat, tokoh masyarakat-seperti kiai-pendetatokoh yang dituakan, dan sebagainya.
Polisi adalah bagian struktural dari bangunan masyarakat, baik masyarakat modern
maupun tradisional. Polisi adalah penjaga keamanan, ketertiban dan ketentraman warga
masyarakat. Polisi dan masyarakat merupakan simbiosa yang sangat erat dan tidak dapat
dipisahkan, laksana ikan dengan airnya. Begitu erat dan mesranya hubungan tersebut,
sampai ada beberapa golongan masyarakat tertentu yang menjadikan polisi sebagai figur
panutan, segala gerik-geriknya dijadikan contoh dalam perilaku masyarakat. Namun
tidak sedikit pula masyarakat yang memandang polisi dengan ‘sebelah mata’. Polisi
dianggap sebagai ancaman bagi keselamatan masyarakat. Hal tersebut disebabkan oleh
adanya perilaku dari segelintir ‘oknum’ polisi yang menyakiti masyarakat. Akhirnya
bermuara pada munculnya anggapan sinis masyarakat secara gebyah uyah bahwa
perilaku polisi begitu semua, yaitu selalu menyengsarakan masyarakat.

Kalau keberadaan polisi merupakan lawan bagi penjahat, itu sudah pasti.
Pandangan demikian tidak perlu diperdebatkan, karena tugas polisi adalah memburu
penjahat dan menyeretnya ke pengadilan. Tetapi apabila polisi merupakan lawan bagi
masyarakat yang diayomi dan dilindungi, hal itu adalah luar biasa.
Akhir-akhir ini Indonesia sedang mewabah penyakit ‘Aparat Pembunuh Rakyat’
dan tidak lagi bisa menjaga, mengayomi dan melindungi rakyat. Menendang, menembaki
bahkan membunuh rakyat sudah menjadi kebiasaan yg lazim dilakukannya. Polisi vs
rakyat Indonesia sekarang seperti Israel vs Palestina. Dimana Hak Asasi Manusia yang
seharusnya dilindungi POLISI ?
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana latar belakang adanya Kepolisian ?
2. Apakah fungsi serta tugas polisi ?
1

3.
4.
5.

Saat ini, polisi menjadi kawan, pahlawan atau lawan masyarakat ?

Bagaimana maksud dan macam-macam Hak Asasi Manusia (HAM) ?
Apakah hubungan polisi dan Hak Asasi Manusia ?

2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Polisi
Negara Indonesia adalah Negara Hukum, ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD
1945 setelah perubahan ketiga. Hal ini berarti bahwa di dalam negara Republik Indonesia
segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan berdasarkan atas hukum.
Dengan demikian hukum harus menjadi titik sentral orientasi strategis sebagai pemandu
dan acuan semua aktivitas dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Agar supaya hukum ditaati baik oleh individu maupun secara kelompok, maka
diperlukan adanya institusi-institusi yang dilengkapi dengan kewenangan-kewenangan
dalam bidang penegakkan hukum, salah satu diantaranya adalah lembaga kepolisian.
Oleh karena itu, setiap negara hukum memiliki aparat penegak hukum, termasuk
kepolisian yang secara universal mempunyai tugas dan fungsi menjaga ketertiban
masyarakat. Polisi berasal dari Bahasa Yunani ‘Politea´ yang berarti seluruh
Pemerintahan Negara Kota, negara Yunani pada abad sebelum masehi terdiri dari kotakota saja dan disebut sebagai Negara Kota. Polisi adalah suatu pranata umum sipil yang

mengatur tata tertib (orde) dan hukum.
Salah satu usaha untuk membangun negara hukum yaitu melalui penetapan dalam
Undang-Undang Dasar (konstitusi), yaitu :
a.
Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia
b.
Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang mendasar
c.
Adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang mendasar
B. Fungsi, Tugas dan Tujuan Polisi
1.

Fungsi Polisi
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 menyatakan
bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan

keamanan

dan


ketertiban

masyarakat,

penegakkan

hukum,

perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
a. Fungsi represif yaitu pengendalian, tindakan polisi menyidik atau menyelesaikan
perkara yang sedang terjadi. Contoh : guru memberi hukuman kepada siswa
yang terlambat agar tidak terulang lagi. Fungsi preventif yaitu pencegahan,
melalui bimbingan, pengarahan dan ajakan. Contoh : kegiatan penyuluhan
b. Fungsi represif yaitu pengendalian, tindakan polisi menyidik atau menyelesaikan
perkara yang sedang terjadi. Contoh : guru memberi hukuman kepada siswa
yang terlambat agar tidak terulang lagi.
3

c. Fungsi kuratif. Menyadarkan pelaku menyimpang atas kesalahannya dan mau

serta mampu memperbaiki kehidupannya, sehingga di kemudian hari tidak lagi
mengulangi kesalahannya. Contoh : memasukkan para pencandu narkoba ke
tempat rehabilitasi untuk mendapatkan pembinaan agar para pelaku tidak akan
mengulangi perbuatannya kembali
2.

Tugas Polisi
Adapun tugas kepolisian Negara Republik Indonesia telah dirumuskan dalam
Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, yaitu sebagai berikut :
a. Memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat
b.

Menegakkan hokum

c.

Memelihara keselamatan orang, harta benda dan masyarakat

d. Mengusahakan ketaatan warga negara dan masyarakat terhadap UU
e. Melakukan penyidikan terhadap pelanggaran dan kejahatan

f. Mengawasi aliran-aliran kepercayaan dalam masyarakat
g. Melaksanakan tugas-tugas pelayanan berkaitan dengan keadaan kamtibnas
h. Melaksanakan tugas lainnya berdasarkan undang-undang
3.

Tujuan Polisi
Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk menjamin tertib dan
tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman massyarakat guna mewujudkan
keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan
dalam negeri, terselenggaranya fungsi pertahanan keamanan negara, dan
tercapainya tujuan nasional dengan menjunjung tinggi hak asasi manusi

C. Polisi sebagai Kawan, Pahlawan dan Lawan
1. Sebagai Kawan
Apabila polisi akrab dengan masyarakat, maka masyarakat akan menjadikan polisi
sebagai kawan. Keberadaannya mendapat tempat di hati masyarakat dan dijadikan
panutan serta merupakan sosok yang diidamkan.

4


2. Sebagai Pahlawan
Menurut Satjipto Rahardjo, polisi adalah aparat penegak hukum jalanan yang langsung
berhadapan dengan masyarakat dan penjahat. Polisi kadangkala berlepotan dengan
darah korban kejahatan, darah penjahat dan bahkan dengan darahnya sendiri. Sudah
banyak anggota polri yang gugur di lapangan pada saat menjalankan tugas yang pantas
mendapat gelar sebagai pahlawan.
3. Sebagai Lawan
Pernyataan polisi sebagai lawan didasarkan pada adanya beberapa perilaku
menyimpang oknum polisi terhadap masyarakat yang tidak menyenangkan, sehingga
menimbulkan gejolak. Tindakan demikian tidak dilakukan oleh polisi secara
keseluruhan atau institusi (korps) tetapi hanya oleh segelintir oknum polisi.
Ada pula keluhan masyarakat terhadap tindakan penganiayaan dan penyiksaan oleh
polisi kepada yang diduga tersangka kejahatan agar ia mengakui perbuatannya. Juga
tindakan memeras saat menyidik atau meminta denda damai atau tips kepada pelanggar
lalu lintas.
D. Pengertian dan Macam-Macam HAM
1.
Pengertian Hak asasi manusia
Hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku
seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara

yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membedabedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. HAM berlaku
secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan
Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD
1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2,
pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1
Contoh hak asasi manusia (HAM):
a. Hak untuk hidup.
b. Hak untuk memperoleh pendidikan.
c. Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain.
d. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama.
e. Hak untuk mendapatkan pekerjaan.

5

2.

Macam-Macam HAM
Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :
a. Hak asasi pribadi / personal Right
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat

- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan
kepercayaan yang diyakini masing-masing
b. Hak asasi politik / Political Right
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lain
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
c. Hak azasi hukum / Legal Equality Right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
d. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
e. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights

- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan
penyelidikan di mata hukum.
f. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat

6

E.

Polisi dan HAM
Menurut Shutherland bahwa kekerasan dan Polisi memang tidak bisa
dipisahkan. Kekerasan merupakan bagian fungsional dari polisi. Memerangi kejahatan
memang tidak mungkin dilakukan tanpa kekerasan. Bahkan konvensi-konvensi PBB
tentang tindakan penegakkan hukum, masih memberikan tempat atau membenarkan
tindakan kekerasan oleh polisi sebagai tindakan eksepsional dalam menjalankan
tugasnya. Disini harus ditunjukkan kekuatan, keperkasaan dan kekuatan hukum.
Bambang widodo, menyatakan bahwa kekerasan di negara berkembang,

sebenarnya merupakan penyakit pathologis masyarakat. Dan polisi sebagai bagian
integral masyarakat pasti akan berperilaku tidak berbeda, karena dia jelas terjangkit
penyakit pathologis yang berwujud kekerasan itu. Kekerasan polisi itu merupakan
ketidakmampuan mereka bertindak secara persuasif dan profesional, karenanya Polri
harus berupaya meminimalisasi tindak kekerasan.
Penegakkan HAM oleh POLRI ditentukan oleh mutu atau keseimbangan
pribadi dari seorang. Oleh karena itu HAM yang harus ditegakkan oleh Polri itu berakar
dari HAM yang mengalir dari visi moral. Bukan dari visi hukum yang harus difilter
dulu berlakunya melalui filosofi, sosiologi dan hukum nasional. HAM jenis ini harus
ditegakhormati oleh Polri dan Kepolisian di seluruh dunia, terutama yang terkait
dengan tindakan kesewenangan, penyiksaan dan penganiayaan aparat negara,
khususnya oleh Polisi terhadap rakyatnya, baik warga negaranya sendiri maupun warga
negara asing. Hal ini menjadi tantangan bagi Polri karena mempunyai peran ganda
yaitu sebagai pemberantas kejahatan dan pembimbing serta pengayom masyarakat
harus tertampilkan secara simultan.
Upaya-upaya mengatasi pelanggaran HAM semestinya diarahkan khusus
pada peningkatan profesionalisme yang dapat dicapai secara garis besar, melalui
penggarapan setiap kejadian dengan pendekatan-pendekatan ilmiah dan dilaksanakan
tingkat ketelitian yang tinggi. Namun sebenarnya tidak ada satupun ajaran di
pendidikan maupun teori dasar kepolisian yang mengajarkan pelanggaran HAM. Secara
faktual, Polri memang selalu mengabaikan nilai-nilai ilmiah, kesejahteraan dan kinerja
secara terarah, terencana yang didasari dengan penelitian yang tajam.

7

Terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa polisi termasuk dalam
pelanggar HAM tertinggi, seperti kekerasan yang terjadi di Bima, Nusa Tenggara Barat,
yang ditengarai sarat dengan pelanggaran hak asasi manusia. Pelanggaran HAM lebih
dilihat sebagai tanggung jawab negara dalam konteks kewajibannya terhadap warga
negara. Pelanggaran HAM dilakukan oleh negara melalui agennya (polisi, tentara, dan
setiap orang yang bertindak dengan kewenangan dari negara) melawan individu.
Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dikatakan,
pelanggaran HAM adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang, termasuk aparat
negara, baik yang disengaja maupun tidak disengaja, atau kelalaian yang akibat
melawan hak hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan/atau mencabut HAM
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh UU.
Dari pengertian itu, bisa dikatakan, pelanggaran HAM di Indonesia memiliki
dimensi vertikal, yaitu pelanggaran yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya dan
dimensi horizontal yang terjadi di antara sesama masyarakat.
Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) meminta kekerasan di
Bima, NTB, baik oleh warga, apalagi aparat kepolisian agar dihentikan. Komnas HAM
juga mengingatkan polisi tidak terjebak dengan melakukan pelanggaran lanjutan.
Dalam bentrok itu, sempat terlihat beberapa kali anggota kepolisian menyeret dan
memukuli warga yang memblokir pelabuhan Sape.

8

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beberapa pengamat sering melontarkan penilaian bahwa Polri kerap melakukan
pelanggaran HAM. Penilaian tersebut didasarkan pada kenyataan seringnya polisi
menggunakan kekerasan dan bahkan ada yang memakan korban tatkala menjalankan
tugas.
Namun apapun keadaannya, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
secara tersirat mengamanatkan bahwa Polri sebagai aparat penegak hukum harus
melindungi HAM, disamping harus memelihara keamanan dan ketertiban umum. Tugas
dan wewenang Polri masih diperluas lagi dengan tugas sebagai pengayom dalam
memberikan perlindungan dan pelayanan masyarakat dan demi tegaknya undangundang, juga membimbing masyarakat ke arah tercapainya kondisi yang menunjang
terselenggaranya keamanan dan ketertiban umum dan melaksanakan tugas-tugas lain
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
B. Saran
Segala penyimpangan dan perbuatan nista oleh segelintir oknum polisi harus
ditindak tegas oleh Pimpinan Polri, tidak perlu ditutupi dan berkelit mencari berbagai
alasan pembenar. Karena, perbuatan menyimpang oleh segelintir polisi akan merusak
citra seluruh korps kepolisian.
Oleh karena itu, yang diperlukan sekarang adalah keefektifan mekanisme kerja,
profesionalisme, saling pengertian dan komunikasi antara polisi dengan masyarakat.
Melalui komunikasi antara jajaran Polri dengan masyarakat maka akan terjalin sebuah
sikap keterbukaan dan saling pengertian.

9