Tugas Kelompok Psikologi Komunikasi bisnis
Tugas Kelompok Psikologi Komunikasi
Psikologi Komunikasi dalam Kelompok
“Analisis Tindakan Slemania terhadap Hukuman yang diberikan oleh PSSI terkait
Sepakbola Gajah”
Oleh:
Nana Tricia Maharani (13321002)
Putri Ratna Dewi Werdiningsih (13321017)
Latifa Dinar (13321037)
Risky Wahyudi (13321092)
Lalu Muhammad Subagia (13321132)
Novan Fauzi Rahman (13321113)
Darari Adlina (13321145)
Muhammad Fadhel Ridwan (13321065)
Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Universitas Isalam Indonesia
2015
Studi Kasus
Tindakan Slemania terhadap Hukuman yang diberikan oleh PSSI terkait Sepakbola
Gajah
Awal munculnya tindakan Slemania mengecam tindakan PSSI saat dikeluarkan
sangsi terhadap PSS Sleman. Pengambilan keputusan tersebut dikarenakan PSSI berkaca dari
hasil pertandingan “Sepakbola Gajah” antara PSS sleman melawan PSIS Semarang.
Pertandingan tersebut diselenggarakan pada tanggal 26 Oktober 2014 di Stadion Sasana
Krida Akademi Angkatan Udara, Yogyakarta.
Pertandingan tersebut berujung dengan akhir skor 3-2 yang dimenangkan oleh PSS
Sleman. Pada pertandingan itu seluruh skornya tercipta akibat gol bunuh diri. Terlebih
dahulu PSS sleman melakukan gol bunuh diri sebanyak dua kali. Setelah itu PSIS yang
melakukan gol bunuh diri sebanyak tiga kali. Hal ini tentunya memberikan suatu permainan
yang
buruk.
(http://bola.liputan6.com/read/2124805/sepakbola-gajah-5-gol-bunuh-diri-
tercipta-di-laga-divisi-utama. Akses pada tanggal 22 Mei 2015).
Awalnya pertandingan berjalan seperti biasa. Namun pada menit ke 78 barulah mulai
terjadinya suatu ke anehan. PSS Sleman dan PSIS disinyalir tidak ingin menang dalam
pertandingan tersebut. Karena diperkirakan agar bisa terhindar dari pertandingan melawan
Borneo FC dan bisa berteanding dengan runner-up martapura FC.
CEO PT-Liga Indonesia sekaligus Sekretaris Jendral, Joko Driyono, langsung berkomentar
terkait kasus “Sepak Bola Gajah” tersebut. "Kasus gol bunuh diri PSS Sleman lawan PSIS
Semarang akan kami investigasi secara serius . Seperti ada indikasi pengaturan skor. Bila
terbukti, kami bisa mendiskualifikasi," tegas Joko
(http://bola.liputan6.com/read/2124805/sepakbola-gajah-5-gol-bunuh-diri-tercipta-di-lagadivisi-utama. Akses pada tanggal 22 Mei 2015).
Hukuman untuk PSS Sleman
1. Sekretaris Tim Ery Febriyanto, ofisial Rumadi, pelatih Herry Kiswanto. Dihukum berupa
larangan beraktivitas seumur hidup dan denda 200 juta.
2. Ofisial lain, Edy Broto dan Erwin Syahrudin. Dihukum berupa larangan beraktivitas
selama 10 tahun dan denda 150 juta.
3. Kiper Riono, bek Agus Setiawan, dan Hermawan Putra Jati. Dihukum berupa larangan
beraktivitas seumur hidup dan denda 100 juta.
4. Marwan Muhamad, Satrio Aji, Wahyu Gunawan, Ridwan Awaludin, Anang, Eko Setiawan,
Mudah Yulianto, Moneiga Bagus. Dihukum berupa larangan beraktivitas selama 5 tahun dan
denda 50 juta.
5. Rasmoyo, Adelmund, Waluyo, Saktiawan Sinaga, Guy Junior, Gratheo Hadi Witama.
Dihukum berupa larangan beraktivitas selama satu tahun dengan masa percobaan lima tahun
dan denda 50 juta.
6. Kitman Dwi dan Masseur Suyono. Dihukum larangan beraktivitas selema 1 tahun dengan
masa percobaan selama 5 tahun, tanpa denda .
(sumber: http://www.goal.com/id-ID/news/1387/nasional/2014/11/20/6331011/ini-hukumanuntuk-pihak-pss-sleman-psis-semarang. Akses pada tanggal 22 Mei 2015)
Reaksi Slemania
Hukuman tersebut tentunya menimbulkan reaksi dari suporter Slemania. Berbagai bentuk
protes dilakukan oleh Slemania dalam menanggapi kebijakan ini. Seperti pihak Slemania
menemui Tim Sembilan dalam menemukan titik terang dari kasus ini dalam Public Hearing
(22 Januari 2015) (http://www.slemania.or.id/news/detail.php?id=22190. Akses pada tanggal
22 Mei 2015) . Pada pertemuan tersebut pihak Slemania memberikan bukti kepada tim
sembilan terkait kasus sepak bola gajah tersebut.
Gambar 1.1 Screenshoot Website Resmi Slemania
Selain itu pihak Slemania juga melakukan protes berupa kritikan terhadap PSSI.
Selain itu, juga memberikan semangat kepada PSS Sleman berupa spanduk-spanduk yang di
pajang di tepi jalan sekitar daerah Sleman, yogyakarta. Barangkali di saat kita melewati
kawasan tersebut akan menemukan Kritik sosial tersebut.
Slemania pun juga melakukan rekasi berupa menyegel sekretaris PSS Sleman.
Tindakan ini merupakan reaksi dari wujud kekecawaan superter PSS Sleman terhadapsangsi
yang diberikan oleh PSSI. Aksi ini dilakukan di depan kantor PT Putra Sleman Sembada
yang
terletak
di
Maguwoharjo,
Sleman,
Yogyakarta
(21/11/2014)
(http://www.tribunnews.com/superball/2014/11/22/slemania-segel-sekretaris-pss-slemanbuntut-dari-sepakbola-gajah. Akses pada tanggal 22 Mei 2015).
Gambar 1.2 Screenshoot www.tribunnews.com
Pendahuluan
Setiap orang pasti akan memandang dirinya sebagai individu yang memiliki tubuh,
otak dan kulit yang berfungsi sebagai batas antara dirinya dengan dunia di luarnya. Setiap
orang adalah unik dari segi fisiknya, dan bahkan jika dua orang yang bersaudara kembar
identik sekalipun tidak memiliki wajah yang 100 persen sama. Setiap orang pada umumnya
menyadari bahwa mereka sebagai individu memiliki sejumlah sifat yang membuat dirinya
sebagai individu berbeda dengan individu lainnya. Namun pada saat bersamaan, Anda
menyadari bahwa sebagai individu anda tidak tinggal sendirian di bumi ini namun anda
menjadi bagian dari suatu masyarakat dan melakukan interaksi sosial dengan oran lain diluar.
Pendekatan individualistik merupakan hal yang umum dalam studi komunikasi dan
ilmu perilaku serta ilmu sosial pada umumnya. Terlebih, perspektif individu telah
mendominasi pemikiran barat sejak era pencerahan pada abad ke-18 dimana individu
dipandang sebagai mahluk otonom. Individu telah menjadi unit analisis psikologis terhadap
individu. Individu dipandang sebagai suatu entitas dengan berbagai karakteristiknya yang
akan mengarahkan mereka untuk berperilaku atau bertindak secara independen. Apa yang ada
di dalam pikiran individu menjadi inti untuk mengolah dan memahami informasi dan
menciptakan pesan, namun juga diakui adanya kekuatan yang dapat dimiliki seseorang atas
orang lain serta efek dari informasi pada pemikiran manusia. Penjelasan psikologis ternyata
sangat menarik perhatian bagi banyak ahli komunikasi, khususnya dalam studi mengenai
perubahan perilaku dan efek interaksi.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, tentu kita bisa memahami bahwa manusia
tentunya akan hidup secara berkelompok. Salahsatu alasan terbentuknya kelompok itu sendiri
adalah karena setiap anggota nya memiliki tujuan yang sama. Hal ini tentu menjadi lasan bagi
mereka untuk menunjukkan eksistensi dirinya dari kelompok tersebut.
Pada pmakalah ini nantinya akan mengangkat studi kasus terkait “Tindakan Slemania
terhadap Hukuman yang diberikan oleh PSSI terkait Sepakbola Gajah”. Alasan pemakalah
mengangkat isu ini ialah karena isu ini sangat menarik untuk dikaji. Terlebih lagi terdapatnya
unsur proximity dalam kajian kasus ini. Selain itu hal ini pun juga masih bisa dikatakan
sebagai fresh isssue. Harapannya sehingga mereka yang memahami makalah ini akan lebih
mudah memahamni informasi dan pengetahuan yang di dapatkan, khususnya kajian psikologi
dalam kelompok
TEORI
Faktor Situasional yang Mempengaruhi Kelompok
Ada 4 faktor situasional yang mempengaruhi efektifitas komunikasi kelompok;
1. Ukuran Kelompok
Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok/performance
bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok.
Tugas kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Tugas
koaktif yaitu; masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak
berinteraksi. . Pada kelompok tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan
pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang
diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10
jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila
mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan berkurang. Pada tugas
interaktif; anggota-anggota kelompok berinteraksi secara terorganisasi untuk menghasilkan
produk, atau keputusan.
Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok adalah
tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memerlukan kegiatan yang konvergen (mencapai
satu pemecahan yang benar), maka hanya diperlukan kelompok kecil supaya lebih produktif,
terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan
kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (menghasilkan
berbagai kegiatan gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar.
Hubungan lainnya dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam Rakmat, 2004)
menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan anggotaanggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah
hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan
kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok.
2. Jaringan Komunikasi
Ada lima macam jaringan komunikasi, yaitu;
Roda
Pada jaringan komunikasi model roda; seseorang, biasanya memimpin, menjadi fokus
perhatian. ia dapat berhubungan dengan semua anggota kelompok, tetapi setiap anggota
kelompok hanya bisa berhubungan dengan pemimpinnya.
Rantai
Pada jaringan komunikasi rantai; A dapat berkomunikasi dengan B, B dengan C, C
dengan D, dan seterusnya.
Y
Pada jaringan komunikasi Y, tiga orang anggota dapat berhubungan dengan orangorang disampingnya seperti pada pola rantai, tetapi ada dua orang yang hanya dapat
berkomunikasi dengan hanya seseorang disampingnya.
Lingkaran
Pada jaringan komunikasi lingkaran; setiap orang hanya dapat berkomunikasi dengan
dua orang di samping kiri dan kanannya. Dengan kata lain, disini tidak ada pemimpin.
Bintang
Pada jaringan komunikasi bintang, disebut juga jaringan komunikasi semua saluran/all
channel, setiap anggota dapat berkomunikasi dengan semua anggota kelompok yang lain.
Dalam hubungannta dengan prestasi kelompok, Leavit menemukan bahwa jaringan
komunikasi roda, yaitu yang paling memusat dari seluruh jaringan komunikasi, menghasilkan
produk kelompok yang tercepat dan terorganisasi. Sedangkan kelompok lingkaran, yang
paling tidak memusat, adalah yang paling lambat dalam memecahkan masalah. Jaringan
komunikasi lingkaran cenderung melahirkan sejumlah kesalahan.
Penelitian-penelitian selanjutnya membuktikan bahwa pola komunikasi yang paling
efektif adalah pola semua saluran. Karena pola semua saluran tidak terpusat pada satu orang
pemimpin, dan pola ini juga paling memberikan kepuasan kepada anggota serta paling cepat
menyelesaikan tugas bila tugas itu berhubungan dengan masalah yang sulit. Pola roda adalah
pola komunikasi yang memberikan kepuasan paling rendah.
3. Kohesi Kelompok
Kohesi kelompok berarti adanya semangat kelompok yang tinggi, hubungan
interpersonal yang akrab, kesetiakawanan, dan perasaaan kita yang dalam. Kohesi kelompok
merupakan kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam
kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok.
Kohesi kelompok diukur dari;
a. keterkaitan anggota secara interpersonal satu sama lain
b. ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok
c. sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan
personalnya.
Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok
untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. McDavid
dan Harari (dalam Jalaluddin Rakmat, 2004) menyarankam bahwa kohesi diukur dari
beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama
lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik
pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal.
Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok, makin
kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam kelompok yang
kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih
terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat
kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin
kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan
makin tidak toleran pada anggota yang devian.
4. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk
bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan
kefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh
White danLippit (1960). Mereka mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter;
demokratis; dan laissez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan
kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis
menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk
membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire memberikan
kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi
dengan partisipasi pemimpin yang minimal.
Faktor Personal yang Mempengaruhi Kelompok
1. Kebutuhan Interpersonal
William C. Schultz merumuskan teori FIRO (Fundamental Interpersonal Relation
Orientation). Menurut teori ini, orang memasuki kelompok karena didorong oleh 3
kebutuhan interpersonal, yaitu:
Inclusion: ingin masuk, menjadi bagian kelompok;
Control: ingin mengendalikan orang lain dalam suatu tatanan hirarkis;
Affection: ingin memperoleh keakraban emosional dari angora kelompok yang lain.
2. Tindakan Komunikasi
Bila kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi. Setiap anggota berusaha
menyampaikan atau menerima informasi, baik secara verbal maupun non verbal. Dalam
tindakan komunikasi, termasuk pernyataan, pertanyaan, pendapat, atau isyarat yang
disampaikan atau yang diterima oleh para anggota kelompok. Robert Bales (1950)
mengembangkan sistem kategori untuk menganalisis tindak komunikasi, yang kemudian
dikenal sebagai Interaction Process Analysis (IPA).
3. Peranan
Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat
membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara suasana emosional yang lebih baik,
atau hanya menampilkan kepentingan individu saja (yang tidak jarang menghambat kemajuan
kelompok). Beal, Bohlen, dan audabaugh (dalam Rakhmat, 2004: 171) meyakini perananperanan anggota-anggota kelompok terkategorikan sebagai berikut:
1) Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan masalah atau melahirkan
gagasan-gagasan baru. Peranan tugas berhubungan dengan upaya memudahkan dan
mengkoordinasi kegiatan yang menunjang tercapainya tujuan kelompok.
2) Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok berkenaan dengan usaha-usaha
untuk memelihara emosional anggota-anggota kelompok.
3) Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota kelompok untuk memuaskan
kebutuhan individual yang tidak relevan dengan tugas kelompok.
Peranan tugas kelompok mencakup:
a. Initiator—contributor
b. Information seeker
c. Opinion seeker
d. Information giver
e. Opinion giver
f. Elaborator
g. Summarizer
h. Coordinator—integrator
i. Orienter
j. Disagreer
k. Evaluator—critic
l. Energizer
m. Procedural—techinician
n. Recorder
Klasifikasi Kelompok
Pada studi kasus ini, pengklasifikasian kelompok diamati berdasarkan kacamata
psikologi dan sosiologi. Berikut klasifikasi kelompok tersebut:
a) Kelompok Primer dan Sekunder
Dikemukaan oleh Charles Hartono Cooley (1991)
Kelompok Primer: ditandai adanya hubungan keakraban, hubungan emosional,
hubungan menyentuh hati, dan hubungan ini biasanya lebih identik di daerah
pedesaan.
Kelompok Sekunder: lawan dari primer (Hubungan tidak personal, tidak ada ikatan
emosional, tidak menyentuh hati, biasanya lebih identik di daerah perkotaan).
b) Kelompok In-Group dan Out-Group
Secara umumnya kita dapat memhami In-Group adalah kelompok kita. Sedangkan
Out-Group adalah kelompok mereka. Untuk memberikan batasannya, kita bisa
memahami siapa orang di dalam kelompokkita dan siapa orang di luar kelompok kita.
c) Kelompok Keanggotaan dalam kelompok rujukan
Klarifikasi ini dikemukakan oleh Theode New-comb yang melahirkan istilah
membership group dan reference group. Secara sederhananya dapat dipahami sebagai
kelompok yang memberikan rujukan terkait sikap.
d) Kelompok Deskriptif dan Perspektif
Pengklarifikasian ini dikemukakan oleh John F Cragan dan David W. Wright. Mereka
membaginya atas dua teori.
Kelompok Deskriptif: berdasarkan proses pembentukannya secara ilmiah
Kelompok Perspektif: berdasarkan langkah-langkah rasional yang harus dilewati oleh
anggota kelompok untuk mencapai tujuan (Zubaidah, eJurnal Komunikasi, Vol.1, No
3, 2013: 468-469) .
ANALISIS KASUS BERDASARKAN TEORI
Faktor Situasional yang Mempengaruhi Kelompok
1. Pengukuran Kelompok
Berdasarkan studi kasus ini, tentu kita bisa memahami bahwa terdapatnya tugas
kelompok di dalam kasus ini berupa tugas interaktif. Sejatinya terdapat dua tugas yaitu tugas
koaktif dan integratif. Seperti yang kita pahami bahwa terdapatnya interaksi yang dilakukan
oleh kelompok Slemania untuk menambil suatu tindakan demi terwujudnya keadilan ini.
Sehingga pada kasus ini lebih tepatnya menerapkan praktik tugas interaktif. Hal itu dapat
terlihat dimana seluruh anggota Slemania saling berinteraksi dan sepakat melakukan gerakangerakan yang sekiranya mampu menarik perhatian PSSI.
Pada studi kasus ini juga memberikan penjelasan bahwa terdapat tugas yang yang
memerlukan kegiatan divergen (memerlukan berbagai kegiatan kreatif). Hal ini bisa kita
pahami dari banyak nya anggota kelompok dalam slemania. Selain itu juga kita pahami
bahwa terdapat berbagai cara yang diupayakan dalam menerapkan keadilan PSSI.
2. Jaringan komunikasi
Kasus ini menerapkan praktik jaringan komunikasi berbentuk bintang. Kita bisa
memahami bahwa bentuk bintang ini merupakan bentuk dimana setiap anggota dapat
berkomunikasi dengan kelompok lainnya. Berkaca dari kasus ini, kita tentu juga dapat
memahami bahwa kelompok slemania bahwa terdapatnya kesempatan bagi siapa saja anggota
kelompok dapat berkomunikasi dengan komunikasi lainnya.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa praktik jaringan komunikasi
berbentuk bintang ini lah yang paling efektif. Salahsatu alasannya ialah karena tidak adanya
batasan atara ketua dan anggota untuk saling berinteraksi. Hal ini tentunya mampu mencegah
istila Miss Communication. Hal tersebut dikarenakan interaksi dapat terjadi dengan lancar
sehingga setiap anggotanya tentu akan lebih mudah mendapatkan informasi. Efek terbesarnya
ialah dimana mempermudah reaksi anggota kelompoknya.
3. Kohesi Kelompok
Hal ini lah yang tentunya mampu menjadi pengukur eksistensi suatu kelompok
tersebut. Begitu pula dengan Slemania. Berdasarkan latar belakang kesamaan letak geografis
dan suku budaya tentunya menjadi alasan yang kuat bagi mereka untuk mersa berpartisipasi
dalam kelompok tersebut.
Mereka yang sudah sangat loyal dengan PSS Sleman, tentunya tidak menerima
apabila klub kesayangan mereka tidak berlaku adil oleh PSSI. Sehingga hal ini lah yang
menjadikan mereka melakukan beberapa tindakan untuk menuntut ketidak adilan tersebut.
Mulai dari memejang baliho yang berisi kritikan keras terhadap PSSI, Baliho yang
menyemangati PSS Sleman, Menyegel sekretaris PSS Sleman sampai dengan menemui
panitia sembilan untuk memberikan bukti-bukti.
4. Kepemimpinan
Kepemimpinan yang terdapat dalam fenomena ini merupakan bentuk kepemimpinan
demokrasi. Hal tersebut bisa kita pahami dimana setiap anggota kelompok bebas
mengeluarkan aspirasinya. Nantinya pemimpinlah yang akan mewadahi aspirasi tersebut agar
segera diterapkan.
Faktor Personal yang Mempengaruhi Kelompok
1. Kebutuhan Interpersonal
Pada studi kasus ini lebih tepatnya kita memahami bahwa sejatinya anggota Slemania
menjadi anggota kelompok dipastikan karena kebutuhan interpersonal. Kebutuhan personal
tersebut dalam praktik ini ialah kebutuhan Inclusion dan kebutuhan Affection. Inclusion
merupakan bentuk keinginan masuk, menjadi bagian kelompok. Sedangkan Affection ialah
ingin memperoleh keakraban emosional dari angora kelompok yang lain.
Bisa dipahami bahwa setiap anggota kelompok Slemania memang ingin bergabung di
kelompok tersebut. Selain itu alasan mereka ialah ingin memiliki rasa senasib
sepenanggungan dengan anggota slemania yang lainnya juga. Hal ini lah yang menjadi alasan
mereka mengidentifikasikan dirinya sebagai anggota kelompok.
2. Tindakan Komunikasi
Satu anggota kelompok yang bertemu dengan kelompok lainnya tentunya akan
melakukan komunikasi. Komunikasi inilah yang tentunya menjadi tempat pertukaran
informasi. Setiap anggota Slemania yang mendapatkan informasi tersebut tentunya kan
menentukan langkah mereka selanjutnya.
Saat satu anggota selemania berkomunikasi dengan anggota yang lainnya mengatakan
bahwa terdapat ketidak adilan dalam keputusan yang dibuat oleh PSSI. Hal itu tentunya juga
telah terdapat beberapa argumen-argumen yang sekiranya mampu mendukung informasi.
Tentunya anggota yang mendapatkan informasi tersebut akan menyebarkan informasi kepada
anggota yang lainnya dan begitu seterusnya.Sehingga dari pertukaran informasi ini lah yang
menjadikan anggota melakukan reaksi seperti yang telah dsijelaskan sebelumnya.
3. Peranan
Pada kasus ini pun juga mempraktikkan peranan kelompok menurut Beal, Bohlen, dan
audabaugh (dalam Rakhmat, 2004: 171). Peranan tersebuta adalah:
1) Peranan Tugas Kelompok berupa memecahkan masalah atau melahirkan gagasangagasan baru.
2) Peranan Pemiliharaan Kelompok yang berkenaan dengan usaha-usaha untuk
memelihara emosional anggota-anggota kelompok.
3) Peranan individual yang berkenaan dengan usahan anggota kelompok untuk
memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengan tugas kelompok.
Klasifikasi kelompok
Telah disinggung sebelumnya bahwa terdapat beberapa pengklasifikasian kelompok
dalam kasus ini. Pengklarifikasian ini di urutkan berdasarkan urutan dari teori yang telah
dijelaskan sebelumnya. Beberapa pengklafikasian kelompok tersebut adalah:
1.
2.
3.
4.
Kelompok Primer
Kelompok Out Group
Kelompok Rujukan
Kelompok Perspektif
Keempat hal ini tentunya berlandaskan berdasarkan pemahaman dari studi kasus tersebut.
Pemakalah terlebih dahulu memahami studi kasus terlebih dahulu. Setelah memahmi barulah
bisa memasukkannya kedalam kelompok-kelompok tersebut.
KESIMPULAN
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai manusia atau individu dari sisi
sikap dan perilakunya. Kelompok merupakan kumpulan dari beberapa individu yang
memiliki kesamaan sehingga menjadi satu kesatuan. Terbentuknya suatu kelompok dapat
dipengaruhi faktor interpersonal.
Pada kasus PSS ini menjadi contoh bahwa psikologi mempengaruhi kelompok.
Keterkaitan antara PSS dan pendukungnya Slemania sangat erat hingga sudah menjadi
keluarga. Pendukung merupakan salah satu alasan mengapa kelompok tersebut memiliki
eksistensi begitu pula sebaliknya apabila kelompok tersebut memiliki daya eksistensi maka
pendukung akan berdatangan dengan sendirinya. Tindakan yang dilakukan oleh Slemania
dalam kasus “Sepak Bola Gajah” merupakan salah satu bentuk kecintaan mereka terhadap
kelompok tersebut. Faktor interpersonal setiap anggota kelompok Slemania memang ingin
bergabung di kelompok tersebut. Selain itu alasan mereka ialah ingin memiliki rasa senasib
sepenanggungan dengan anggota Slemania yang lainnya juga. Hal ini lah yang menjadi
alasan mereka mengidentifikasikan dirinya sebagai anggota kelompok. Slemania merupakan
suatu kelompok yang memiliki ukuran yang besar. Interaksi yang dilakukan oleh kelompok
Slemania untuk menambil suatu tindakan demi terwujudnya keadilan ini begitu meluas.
Sehingga pada kasus ini lebih tepatnya menerapkan praktik tugas interaktif. Hal itu dapat
terlihat dimana seluruh anggota Slemania saling berinteraksi dan sepakat melakukan gerakangerakan yang sekiranya mampu menarik perhatian PSSI.
Pada saat pertandingan berlangsung Slemania melihat keanehan yang terjadi pada
pertandingan. Peristiwa tersebut kemudian menyebar ke media massa ataupun melalui mulut
ke mulut. Informasi tersebut akan menyebarkan informasi kepada anggota yang lainnya dan
begitu seterusnya.Sehingga dari pertukaran informasi ini lah yang menjadikan anggota
melakukan reaksi seperti melakukan protes berupa kritikan terhadap PSSI. Selain itu, juga
memberikan semangat kepada PSS Sleman berupa spanduk-spanduk yang di paparkan di tepi
jalan sekitar daerah Sleman, yogyakarta. Barangkali di saat kita melewati kawasan tersebut
akan menemukan kritik sosial tersebut. Pola komunikasi yang digunakan Slemania dalam
pembelaan adalah pola semua saluran. Karena pola semua saluran tidak terpusat pada satu
orang pemimpin, dan pola ini juga paling memberikan kepuasan kepada anggota. Slemania
juga memiliki pemimpin namun mereka membuktikan bahwa gaya kepemimpinan mereka
adalah demokratis karena dengan kompak mendorong dan membantu anggota kelompok
untuk aktif dalam menanggapi masalah yang dihadapi oleh PSS. Tidak ada batasan atara
ketua dan anggota untuk saling berinteraksi untuk memeperjuangkan satu tujuan yaitu
kembalinya PSS dalam pertandingan yang adil. Maka apapun yang terjadi pada suatu
kelompok akan berpengaruh pula dengan komunikasi yang terjadi baik terhadap sesama
anggota kelompok maupun terhadap kelompok lainnya.
Daftar Pustaka
Referensi Buku
Rakhmat, Jalaluddin. (1998). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya CV Bandung
Riswandi.(2013). Psikologi Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Referensi Jurnal (e-Jurnal)
Zubaidah, Siti. (2013). Hubungan Komunikasi Kelompok terhadap Tradisi Hidup Sehat Pada
Masyarakat Bantaran Sungai Karang Mumus Samarinda Ilir. eJurnal Komunikasi,
Vol.1, No. 3, Hal: 468-469)
Referensi Internet
http://www.slemania.or.id/ : web slemania
http://www.slemania.or.id/news/detail.php?id=22190 : Slemania Temui Tim Sembilan, Aktor
Intelektual Sepakbola Gajah Mulai Terungkap
http://www.tribunnews.com/superball/2014/11/22/slemania-segel-sekretaris-pss-slemanbuntut-dari-sepakbola-gajah. Akses 22 Mei 2015
http://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2013/09/jurnal%20eda
%20edit%20(09-25-13-12-23-18).pdf. Akses pada tanggal 31 Mei 2015.
http://blogs.itb.ac.id/ariwae/2011/10/11/penulisan-daftar-pustaka-dengan-apa-style/.
pada tanggal 31 Mei 2015
Akses
Psikologi Komunikasi dalam Kelompok
“Analisis Tindakan Slemania terhadap Hukuman yang diberikan oleh PSSI terkait
Sepakbola Gajah”
Oleh:
Nana Tricia Maharani (13321002)
Putri Ratna Dewi Werdiningsih (13321017)
Latifa Dinar (13321037)
Risky Wahyudi (13321092)
Lalu Muhammad Subagia (13321132)
Novan Fauzi Rahman (13321113)
Darari Adlina (13321145)
Muhammad Fadhel Ridwan (13321065)
Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Universitas Isalam Indonesia
2015
Studi Kasus
Tindakan Slemania terhadap Hukuman yang diberikan oleh PSSI terkait Sepakbola
Gajah
Awal munculnya tindakan Slemania mengecam tindakan PSSI saat dikeluarkan
sangsi terhadap PSS Sleman. Pengambilan keputusan tersebut dikarenakan PSSI berkaca dari
hasil pertandingan “Sepakbola Gajah” antara PSS sleman melawan PSIS Semarang.
Pertandingan tersebut diselenggarakan pada tanggal 26 Oktober 2014 di Stadion Sasana
Krida Akademi Angkatan Udara, Yogyakarta.
Pertandingan tersebut berujung dengan akhir skor 3-2 yang dimenangkan oleh PSS
Sleman. Pada pertandingan itu seluruh skornya tercipta akibat gol bunuh diri. Terlebih
dahulu PSS sleman melakukan gol bunuh diri sebanyak dua kali. Setelah itu PSIS yang
melakukan gol bunuh diri sebanyak tiga kali. Hal ini tentunya memberikan suatu permainan
yang
buruk.
(http://bola.liputan6.com/read/2124805/sepakbola-gajah-5-gol-bunuh-diri-
tercipta-di-laga-divisi-utama. Akses pada tanggal 22 Mei 2015).
Awalnya pertandingan berjalan seperti biasa. Namun pada menit ke 78 barulah mulai
terjadinya suatu ke anehan. PSS Sleman dan PSIS disinyalir tidak ingin menang dalam
pertandingan tersebut. Karena diperkirakan agar bisa terhindar dari pertandingan melawan
Borneo FC dan bisa berteanding dengan runner-up martapura FC.
CEO PT-Liga Indonesia sekaligus Sekretaris Jendral, Joko Driyono, langsung berkomentar
terkait kasus “Sepak Bola Gajah” tersebut. "Kasus gol bunuh diri PSS Sleman lawan PSIS
Semarang akan kami investigasi secara serius . Seperti ada indikasi pengaturan skor. Bila
terbukti, kami bisa mendiskualifikasi," tegas Joko
(http://bola.liputan6.com/read/2124805/sepakbola-gajah-5-gol-bunuh-diri-tercipta-di-lagadivisi-utama. Akses pada tanggal 22 Mei 2015).
Hukuman untuk PSS Sleman
1. Sekretaris Tim Ery Febriyanto, ofisial Rumadi, pelatih Herry Kiswanto. Dihukum berupa
larangan beraktivitas seumur hidup dan denda 200 juta.
2. Ofisial lain, Edy Broto dan Erwin Syahrudin. Dihukum berupa larangan beraktivitas
selama 10 tahun dan denda 150 juta.
3. Kiper Riono, bek Agus Setiawan, dan Hermawan Putra Jati. Dihukum berupa larangan
beraktivitas seumur hidup dan denda 100 juta.
4. Marwan Muhamad, Satrio Aji, Wahyu Gunawan, Ridwan Awaludin, Anang, Eko Setiawan,
Mudah Yulianto, Moneiga Bagus. Dihukum berupa larangan beraktivitas selama 5 tahun dan
denda 50 juta.
5. Rasmoyo, Adelmund, Waluyo, Saktiawan Sinaga, Guy Junior, Gratheo Hadi Witama.
Dihukum berupa larangan beraktivitas selama satu tahun dengan masa percobaan lima tahun
dan denda 50 juta.
6. Kitman Dwi dan Masseur Suyono. Dihukum larangan beraktivitas selema 1 tahun dengan
masa percobaan selama 5 tahun, tanpa denda .
(sumber: http://www.goal.com/id-ID/news/1387/nasional/2014/11/20/6331011/ini-hukumanuntuk-pihak-pss-sleman-psis-semarang. Akses pada tanggal 22 Mei 2015)
Reaksi Slemania
Hukuman tersebut tentunya menimbulkan reaksi dari suporter Slemania. Berbagai bentuk
protes dilakukan oleh Slemania dalam menanggapi kebijakan ini. Seperti pihak Slemania
menemui Tim Sembilan dalam menemukan titik terang dari kasus ini dalam Public Hearing
(22 Januari 2015) (http://www.slemania.or.id/news/detail.php?id=22190. Akses pada tanggal
22 Mei 2015) . Pada pertemuan tersebut pihak Slemania memberikan bukti kepada tim
sembilan terkait kasus sepak bola gajah tersebut.
Gambar 1.1 Screenshoot Website Resmi Slemania
Selain itu pihak Slemania juga melakukan protes berupa kritikan terhadap PSSI.
Selain itu, juga memberikan semangat kepada PSS Sleman berupa spanduk-spanduk yang di
pajang di tepi jalan sekitar daerah Sleman, yogyakarta. Barangkali di saat kita melewati
kawasan tersebut akan menemukan Kritik sosial tersebut.
Slemania pun juga melakukan rekasi berupa menyegel sekretaris PSS Sleman.
Tindakan ini merupakan reaksi dari wujud kekecawaan superter PSS Sleman terhadapsangsi
yang diberikan oleh PSSI. Aksi ini dilakukan di depan kantor PT Putra Sleman Sembada
yang
terletak
di
Maguwoharjo,
Sleman,
Yogyakarta
(21/11/2014)
(http://www.tribunnews.com/superball/2014/11/22/slemania-segel-sekretaris-pss-slemanbuntut-dari-sepakbola-gajah. Akses pada tanggal 22 Mei 2015).
Gambar 1.2 Screenshoot www.tribunnews.com
Pendahuluan
Setiap orang pasti akan memandang dirinya sebagai individu yang memiliki tubuh,
otak dan kulit yang berfungsi sebagai batas antara dirinya dengan dunia di luarnya. Setiap
orang adalah unik dari segi fisiknya, dan bahkan jika dua orang yang bersaudara kembar
identik sekalipun tidak memiliki wajah yang 100 persen sama. Setiap orang pada umumnya
menyadari bahwa mereka sebagai individu memiliki sejumlah sifat yang membuat dirinya
sebagai individu berbeda dengan individu lainnya. Namun pada saat bersamaan, Anda
menyadari bahwa sebagai individu anda tidak tinggal sendirian di bumi ini namun anda
menjadi bagian dari suatu masyarakat dan melakukan interaksi sosial dengan oran lain diluar.
Pendekatan individualistik merupakan hal yang umum dalam studi komunikasi dan
ilmu perilaku serta ilmu sosial pada umumnya. Terlebih, perspektif individu telah
mendominasi pemikiran barat sejak era pencerahan pada abad ke-18 dimana individu
dipandang sebagai mahluk otonom. Individu telah menjadi unit analisis psikologis terhadap
individu. Individu dipandang sebagai suatu entitas dengan berbagai karakteristiknya yang
akan mengarahkan mereka untuk berperilaku atau bertindak secara independen. Apa yang ada
di dalam pikiran individu menjadi inti untuk mengolah dan memahami informasi dan
menciptakan pesan, namun juga diakui adanya kekuatan yang dapat dimiliki seseorang atas
orang lain serta efek dari informasi pada pemikiran manusia. Penjelasan psikologis ternyata
sangat menarik perhatian bagi banyak ahli komunikasi, khususnya dalam studi mengenai
perubahan perilaku dan efek interaksi.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, tentu kita bisa memahami bahwa manusia
tentunya akan hidup secara berkelompok. Salahsatu alasan terbentuknya kelompok itu sendiri
adalah karena setiap anggota nya memiliki tujuan yang sama. Hal ini tentu menjadi lasan bagi
mereka untuk menunjukkan eksistensi dirinya dari kelompok tersebut.
Pada pmakalah ini nantinya akan mengangkat studi kasus terkait “Tindakan Slemania
terhadap Hukuman yang diberikan oleh PSSI terkait Sepakbola Gajah”. Alasan pemakalah
mengangkat isu ini ialah karena isu ini sangat menarik untuk dikaji. Terlebih lagi terdapatnya
unsur proximity dalam kajian kasus ini. Selain itu hal ini pun juga masih bisa dikatakan
sebagai fresh isssue. Harapannya sehingga mereka yang memahami makalah ini akan lebih
mudah memahamni informasi dan pengetahuan yang di dapatkan, khususnya kajian psikologi
dalam kelompok
TEORI
Faktor Situasional yang Mempengaruhi Kelompok
Ada 4 faktor situasional yang mempengaruhi efektifitas komunikasi kelompok;
1. Ukuran Kelompok
Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok/performance
bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok.
Tugas kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Tugas
koaktif yaitu; masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak
berinteraksi. . Pada kelompok tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan
pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang
diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10
jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila
mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan berkurang. Pada tugas
interaktif; anggota-anggota kelompok berinteraksi secara terorganisasi untuk menghasilkan
produk, atau keputusan.
Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok adalah
tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memerlukan kegiatan yang konvergen (mencapai
satu pemecahan yang benar), maka hanya diperlukan kelompok kecil supaya lebih produktif,
terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan
kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (menghasilkan
berbagai kegiatan gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar.
Hubungan lainnya dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam Rakmat, 2004)
menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan anggotaanggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah
hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan
kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok.
2. Jaringan Komunikasi
Ada lima macam jaringan komunikasi, yaitu;
Roda
Pada jaringan komunikasi model roda; seseorang, biasanya memimpin, menjadi fokus
perhatian. ia dapat berhubungan dengan semua anggota kelompok, tetapi setiap anggota
kelompok hanya bisa berhubungan dengan pemimpinnya.
Rantai
Pada jaringan komunikasi rantai; A dapat berkomunikasi dengan B, B dengan C, C
dengan D, dan seterusnya.
Y
Pada jaringan komunikasi Y, tiga orang anggota dapat berhubungan dengan orangorang disampingnya seperti pada pola rantai, tetapi ada dua orang yang hanya dapat
berkomunikasi dengan hanya seseorang disampingnya.
Lingkaran
Pada jaringan komunikasi lingkaran; setiap orang hanya dapat berkomunikasi dengan
dua orang di samping kiri dan kanannya. Dengan kata lain, disini tidak ada pemimpin.
Bintang
Pada jaringan komunikasi bintang, disebut juga jaringan komunikasi semua saluran/all
channel, setiap anggota dapat berkomunikasi dengan semua anggota kelompok yang lain.
Dalam hubungannta dengan prestasi kelompok, Leavit menemukan bahwa jaringan
komunikasi roda, yaitu yang paling memusat dari seluruh jaringan komunikasi, menghasilkan
produk kelompok yang tercepat dan terorganisasi. Sedangkan kelompok lingkaran, yang
paling tidak memusat, adalah yang paling lambat dalam memecahkan masalah. Jaringan
komunikasi lingkaran cenderung melahirkan sejumlah kesalahan.
Penelitian-penelitian selanjutnya membuktikan bahwa pola komunikasi yang paling
efektif adalah pola semua saluran. Karena pola semua saluran tidak terpusat pada satu orang
pemimpin, dan pola ini juga paling memberikan kepuasan kepada anggota serta paling cepat
menyelesaikan tugas bila tugas itu berhubungan dengan masalah yang sulit. Pola roda adalah
pola komunikasi yang memberikan kepuasan paling rendah.
3. Kohesi Kelompok
Kohesi kelompok berarti adanya semangat kelompok yang tinggi, hubungan
interpersonal yang akrab, kesetiakawanan, dan perasaaan kita yang dalam. Kohesi kelompok
merupakan kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam
kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok.
Kohesi kelompok diukur dari;
a. keterkaitan anggota secara interpersonal satu sama lain
b. ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok
c. sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan
personalnya.
Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok
untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. McDavid
dan Harari (dalam Jalaluddin Rakmat, 2004) menyarankam bahwa kohesi diukur dari
beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama
lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik
pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal.
Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok, makin
kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam kelompok yang
kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih
terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat
kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin
kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan
makin tidak toleran pada anggota yang devian.
4. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk
bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan
kefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh
White danLippit (1960). Mereka mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter;
demokratis; dan laissez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan
kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis
menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk
membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire memberikan
kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi
dengan partisipasi pemimpin yang minimal.
Faktor Personal yang Mempengaruhi Kelompok
1. Kebutuhan Interpersonal
William C. Schultz merumuskan teori FIRO (Fundamental Interpersonal Relation
Orientation). Menurut teori ini, orang memasuki kelompok karena didorong oleh 3
kebutuhan interpersonal, yaitu:
Inclusion: ingin masuk, menjadi bagian kelompok;
Control: ingin mengendalikan orang lain dalam suatu tatanan hirarkis;
Affection: ingin memperoleh keakraban emosional dari angora kelompok yang lain.
2. Tindakan Komunikasi
Bila kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi. Setiap anggota berusaha
menyampaikan atau menerima informasi, baik secara verbal maupun non verbal. Dalam
tindakan komunikasi, termasuk pernyataan, pertanyaan, pendapat, atau isyarat yang
disampaikan atau yang diterima oleh para anggota kelompok. Robert Bales (1950)
mengembangkan sistem kategori untuk menganalisis tindak komunikasi, yang kemudian
dikenal sebagai Interaction Process Analysis (IPA).
3. Peranan
Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat
membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara suasana emosional yang lebih baik,
atau hanya menampilkan kepentingan individu saja (yang tidak jarang menghambat kemajuan
kelompok). Beal, Bohlen, dan audabaugh (dalam Rakhmat, 2004: 171) meyakini perananperanan anggota-anggota kelompok terkategorikan sebagai berikut:
1) Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan masalah atau melahirkan
gagasan-gagasan baru. Peranan tugas berhubungan dengan upaya memudahkan dan
mengkoordinasi kegiatan yang menunjang tercapainya tujuan kelompok.
2) Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok berkenaan dengan usaha-usaha
untuk memelihara emosional anggota-anggota kelompok.
3) Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota kelompok untuk memuaskan
kebutuhan individual yang tidak relevan dengan tugas kelompok.
Peranan tugas kelompok mencakup:
a. Initiator—contributor
b. Information seeker
c. Opinion seeker
d. Information giver
e. Opinion giver
f. Elaborator
g. Summarizer
h. Coordinator—integrator
i. Orienter
j. Disagreer
k. Evaluator—critic
l. Energizer
m. Procedural—techinician
n. Recorder
Klasifikasi Kelompok
Pada studi kasus ini, pengklasifikasian kelompok diamati berdasarkan kacamata
psikologi dan sosiologi. Berikut klasifikasi kelompok tersebut:
a) Kelompok Primer dan Sekunder
Dikemukaan oleh Charles Hartono Cooley (1991)
Kelompok Primer: ditandai adanya hubungan keakraban, hubungan emosional,
hubungan menyentuh hati, dan hubungan ini biasanya lebih identik di daerah
pedesaan.
Kelompok Sekunder: lawan dari primer (Hubungan tidak personal, tidak ada ikatan
emosional, tidak menyentuh hati, biasanya lebih identik di daerah perkotaan).
b) Kelompok In-Group dan Out-Group
Secara umumnya kita dapat memhami In-Group adalah kelompok kita. Sedangkan
Out-Group adalah kelompok mereka. Untuk memberikan batasannya, kita bisa
memahami siapa orang di dalam kelompokkita dan siapa orang di luar kelompok kita.
c) Kelompok Keanggotaan dalam kelompok rujukan
Klarifikasi ini dikemukakan oleh Theode New-comb yang melahirkan istilah
membership group dan reference group. Secara sederhananya dapat dipahami sebagai
kelompok yang memberikan rujukan terkait sikap.
d) Kelompok Deskriptif dan Perspektif
Pengklarifikasian ini dikemukakan oleh John F Cragan dan David W. Wright. Mereka
membaginya atas dua teori.
Kelompok Deskriptif: berdasarkan proses pembentukannya secara ilmiah
Kelompok Perspektif: berdasarkan langkah-langkah rasional yang harus dilewati oleh
anggota kelompok untuk mencapai tujuan (Zubaidah, eJurnal Komunikasi, Vol.1, No
3, 2013: 468-469) .
ANALISIS KASUS BERDASARKAN TEORI
Faktor Situasional yang Mempengaruhi Kelompok
1. Pengukuran Kelompok
Berdasarkan studi kasus ini, tentu kita bisa memahami bahwa terdapatnya tugas
kelompok di dalam kasus ini berupa tugas interaktif. Sejatinya terdapat dua tugas yaitu tugas
koaktif dan integratif. Seperti yang kita pahami bahwa terdapatnya interaksi yang dilakukan
oleh kelompok Slemania untuk menambil suatu tindakan demi terwujudnya keadilan ini.
Sehingga pada kasus ini lebih tepatnya menerapkan praktik tugas interaktif. Hal itu dapat
terlihat dimana seluruh anggota Slemania saling berinteraksi dan sepakat melakukan gerakangerakan yang sekiranya mampu menarik perhatian PSSI.
Pada studi kasus ini juga memberikan penjelasan bahwa terdapat tugas yang yang
memerlukan kegiatan divergen (memerlukan berbagai kegiatan kreatif). Hal ini bisa kita
pahami dari banyak nya anggota kelompok dalam slemania. Selain itu juga kita pahami
bahwa terdapat berbagai cara yang diupayakan dalam menerapkan keadilan PSSI.
2. Jaringan komunikasi
Kasus ini menerapkan praktik jaringan komunikasi berbentuk bintang. Kita bisa
memahami bahwa bentuk bintang ini merupakan bentuk dimana setiap anggota dapat
berkomunikasi dengan kelompok lainnya. Berkaca dari kasus ini, kita tentu juga dapat
memahami bahwa kelompok slemania bahwa terdapatnya kesempatan bagi siapa saja anggota
kelompok dapat berkomunikasi dengan komunikasi lainnya.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa praktik jaringan komunikasi
berbentuk bintang ini lah yang paling efektif. Salahsatu alasannya ialah karena tidak adanya
batasan atara ketua dan anggota untuk saling berinteraksi. Hal ini tentunya mampu mencegah
istila Miss Communication. Hal tersebut dikarenakan interaksi dapat terjadi dengan lancar
sehingga setiap anggotanya tentu akan lebih mudah mendapatkan informasi. Efek terbesarnya
ialah dimana mempermudah reaksi anggota kelompoknya.
3. Kohesi Kelompok
Hal ini lah yang tentunya mampu menjadi pengukur eksistensi suatu kelompok
tersebut. Begitu pula dengan Slemania. Berdasarkan latar belakang kesamaan letak geografis
dan suku budaya tentunya menjadi alasan yang kuat bagi mereka untuk mersa berpartisipasi
dalam kelompok tersebut.
Mereka yang sudah sangat loyal dengan PSS Sleman, tentunya tidak menerima
apabila klub kesayangan mereka tidak berlaku adil oleh PSSI. Sehingga hal ini lah yang
menjadikan mereka melakukan beberapa tindakan untuk menuntut ketidak adilan tersebut.
Mulai dari memejang baliho yang berisi kritikan keras terhadap PSSI, Baliho yang
menyemangati PSS Sleman, Menyegel sekretaris PSS Sleman sampai dengan menemui
panitia sembilan untuk memberikan bukti-bukti.
4. Kepemimpinan
Kepemimpinan yang terdapat dalam fenomena ini merupakan bentuk kepemimpinan
demokrasi. Hal tersebut bisa kita pahami dimana setiap anggota kelompok bebas
mengeluarkan aspirasinya. Nantinya pemimpinlah yang akan mewadahi aspirasi tersebut agar
segera diterapkan.
Faktor Personal yang Mempengaruhi Kelompok
1. Kebutuhan Interpersonal
Pada studi kasus ini lebih tepatnya kita memahami bahwa sejatinya anggota Slemania
menjadi anggota kelompok dipastikan karena kebutuhan interpersonal. Kebutuhan personal
tersebut dalam praktik ini ialah kebutuhan Inclusion dan kebutuhan Affection. Inclusion
merupakan bentuk keinginan masuk, menjadi bagian kelompok. Sedangkan Affection ialah
ingin memperoleh keakraban emosional dari angora kelompok yang lain.
Bisa dipahami bahwa setiap anggota kelompok Slemania memang ingin bergabung di
kelompok tersebut. Selain itu alasan mereka ialah ingin memiliki rasa senasib
sepenanggungan dengan anggota slemania yang lainnya juga. Hal ini lah yang menjadi alasan
mereka mengidentifikasikan dirinya sebagai anggota kelompok.
2. Tindakan Komunikasi
Satu anggota kelompok yang bertemu dengan kelompok lainnya tentunya akan
melakukan komunikasi. Komunikasi inilah yang tentunya menjadi tempat pertukaran
informasi. Setiap anggota Slemania yang mendapatkan informasi tersebut tentunya kan
menentukan langkah mereka selanjutnya.
Saat satu anggota selemania berkomunikasi dengan anggota yang lainnya mengatakan
bahwa terdapat ketidak adilan dalam keputusan yang dibuat oleh PSSI. Hal itu tentunya juga
telah terdapat beberapa argumen-argumen yang sekiranya mampu mendukung informasi.
Tentunya anggota yang mendapatkan informasi tersebut akan menyebarkan informasi kepada
anggota yang lainnya dan begitu seterusnya.Sehingga dari pertukaran informasi ini lah yang
menjadikan anggota melakukan reaksi seperti yang telah dsijelaskan sebelumnya.
3. Peranan
Pada kasus ini pun juga mempraktikkan peranan kelompok menurut Beal, Bohlen, dan
audabaugh (dalam Rakhmat, 2004: 171). Peranan tersebuta adalah:
1) Peranan Tugas Kelompok berupa memecahkan masalah atau melahirkan gagasangagasan baru.
2) Peranan Pemiliharaan Kelompok yang berkenaan dengan usaha-usaha untuk
memelihara emosional anggota-anggota kelompok.
3) Peranan individual yang berkenaan dengan usahan anggota kelompok untuk
memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengan tugas kelompok.
Klasifikasi kelompok
Telah disinggung sebelumnya bahwa terdapat beberapa pengklasifikasian kelompok
dalam kasus ini. Pengklarifikasian ini di urutkan berdasarkan urutan dari teori yang telah
dijelaskan sebelumnya. Beberapa pengklafikasian kelompok tersebut adalah:
1.
2.
3.
4.
Kelompok Primer
Kelompok Out Group
Kelompok Rujukan
Kelompok Perspektif
Keempat hal ini tentunya berlandaskan berdasarkan pemahaman dari studi kasus tersebut.
Pemakalah terlebih dahulu memahami studi kasus terlebih dahulu. Setelah memahmi barulah
bisa memasukkannya kedalam kelompok-kelompok tersebut.
KESIMPULAN
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai manusia atau individu dari sisi
sikap dan perilakunya. Kelompok merupakan kumpulan dari beberapa individu yang
memiliki kesamaan sehingga menjadi satu kesatuan. Terbentuknya suatu kelompok dapat
dipengaruhi faktor interpersonal.
Pada kasus PSS ini menjadi contoh bahwa psikologi mempengaruhi kelompok.
Keterkaitan antara PSS dan pendukungnya Slemania sangat erat hingga sudah menjadi
keluarga. Pendukung merupakan salah satu alasan mengapa kelompok tersebut memiliki
eksistensi begitu pula sebaliknya apabila kelompok tersebut memiliki daya eksistensi maka
pendukung akan berdatangan dengan sendirinya. Tindakan yang dilakukan oleh Slemania
dalam kasus “Sepak Bola Gajah” merupakan salah satu bentuk kecintaan mereka terhadap
kelompok tersebut. Faktor interpersonal setiap anggota kelompok Slemania memang ingin
bergabung di kelompok tersebut. Selain itu alasan mereka ialah ingin memiliki rasa senasib
sepenanggungan dengan anggota Slemania yang lainnya juga. Hal ini lah yang menjadi
alasan mereka mengidentifikasikan dirinya sebagai anggota kelompok. Slemania merupakan
suatu kelompok yang memiliki ukuran yang besar. Interaksi yang dilakukan oleh kelompok
Slemania untuk menambil suatu tindakan demi terwujudnya keadilan ini begitu meluas.
Sehingga pada kasus ini lebih tepatnya menerapkan praktik tugas interaktif. Hal itu dapat
terlihat dimana seluruh anggota Slemania saling berinteraksi dan sepakat melakukan gerakangerakan yang sekiranya mampu menarik perhatian PSSI.
Pada saat pertandingan berlangsung Slemania melihat keanehan yang terjadi pada
pertandingan. Peristiwa tersebut kemudian menyebar ke media massa ataupun melalui mulut
ke mulut. Informasi tersebut akan menyebarkan informasi kepada anggota yang lainnya dan
begitu seterusnya.Sehingga dari pertukaran informasi ini lah yang menjadikan anggota
melakukan reaksi seperti melakukan protes berupa kritikan terhadap PSSI. Selain itu, juga
memberikan semangat kepada PSS Sleman berupa spanduk-spanduk yang di paparkan di tepi
jalan sekitar daerah Sleman, yogyakarta. Barangkali di saat kita melewati kawasan tersebut
akan menemukan kritik sosial tersebut. Pola komunikasi yang digunakan Slemania dalam
pembelaan adalah pola semua saluran. Karena pola semua saluran tidak terpusat pada satu
orang pemimpin, dan pola ini juga paling memberikan kepuasan kepada anggota. Slemania
juga memiliki pemimpin namun mereka membuktikan bahwa gaya kepemimpinan mereka
adalah demokratis karena dengan kompak mendorong dan membantu anggota kelompok
untuk aktif dalam menanggapi masalah yang dihadapi oleh PSS. Tidak ada batasan atara
ketua dan anggota untuk saling berinteraksi untuk memeperjuangkan satu tujuan yaitu
kembalinya PSS dalam pertandingan yang adil. Maka apapun yang terjadi pada suatu
kelompok akan berpengaruh pula dengan komunikasi yang terjadi baik terhadap sesama
anggota kelompok maupun terhadap kelompok lainnya.
Daftar Pustaka
Referensi Buku
Rakhmat, Jalaluddin. (1998). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya CV Bandung
Riswandi.(2013). Psikologi Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Referensi Jurnal (e-Jurnal)
Zubaidah, Siti. (2013). Hubungan Komunikasi Kelompok terhadap Tradisi Hidup Sehat Pada
Masyarakat Bantaran Sungai Karang Mumus Samarinda Ilir. eJurnal Komunikasi,
Vol.1, No. 3, Hal: 468-469)
Referensi Internet
http://www.slemania.or.id/ : web slemania
http://www.slemania.or.id/news/detail.php?id=22190 : Slemania Temui Tim Sembilan, Aktor
Intelektual Sepakbola Gajah Mulai Terungkap
http://www.tribunnews.com/superball/2014/11/22/slemania-segel-sekretaris-pss-slemanbuntut-dari-sepakbola-gajah. Akses 22 Mei 2015
http://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2013/09/jurnal%20eda
%20edit%20(09-25-13-12-23-18).pdf. Akses pada tanggal 31 Mei 2015.
http://blogs.itb.ac.id/ariwae/2011/10/11/penulisan-daftar-pustaka-dengan-apa-style/.
pada tanggal 31 Mei 2015
Akses