Pengantar yang filsafat pendidikan Fix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hidup tanpa filsafat memang bisa berjalan. Tidak berfilsafat tidak
akan membuat manusia mati, sebagaimana banyak makhluk hidup, seperti
berbagai jenis hewan yang bertahan hidup dan masih bisa memperpanjang
kelangsungan spesiesnya. Untuk membuat hidup terus jelas, filsafat tak
begitu dibutuhkan. Akan tetapi, untuk hidup terus berjalan lebih baik dan
manusia menempati suatu kehidupan yang harus diatur, direncanakan dan
dihiasi oleh pemahaman tentang alam dan hubungan antara sesama
manusia, mungkin filsafat sangat dibutuhkan.
Filsafat diperlukan ketika kita ingin mendapat satu pemahaman
rasional dan menyeluruh mengenai dunia yang kita diami ini, dan untuk
proses-proses dasar yang bekerja di alam, masyarakat, dan cara kita untuk
memandangnya. Maka, persoalannya akan jadi lain. Jadi filsafat dipahami
untuk memahami kehidupan, alam, dan hubungan-hubungan di dalamnya.
Juga
memahami
bagaimana
manusia
berpikir
dan
mendapatkan
pengetahuan. Seperti yang dikatakan Socrates “hidup yang tak dipikirkan
adalah hidup yang tak pantas dijalani”.
Dalam kehidupan manusia dari zaman ke zaman, atau dalam
kehidupan manusia dari berbagai kelompok sosial yang berbeda, berbagai
cara pandang filsafat juga muncul, sesuai dengan perkembangan sosial
kelompok masing-masing. Kita melihat negara-negara atau kawasan yang
berbeda perkembangan budayanya dengan ditunjukkan oleh tingkat
capaian teknologinya, juga akan menunjukan perbedaan cara pandangnya.
Tak terkecuali dalam dunia pendidikan.
Dengan demikian penulis melakukan kajian literatur mengenai
dasar pengertian dan lingkup filsafat dalam konteks pendidikan yang
diharapkan dapat membawa sumber pengetahuan dalam berfilsafat.
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
B. Rumusan masalah
Sesuai yang telah dibahas sebelumnya dalam latar belakang, maka
penentuan rumusan masalah yang menjadi rujukan literasi adalah sebagai
berikut:
1. Apakah pengertian filsafat yang didasarkan menurut para ahli?
2. Bagaimana model-model atau cara berpikir filsafat yang sedang ada
saat ini?
3. Apakah misi dan tindakan yang mencerminkan filsafat?
4. Bagaimanakah dengan ruang lingkup dari lapanngan filsafat itu sendiri
dilihat dari metafisika, epistemologi dan aksiologi?
C. Tujuan penelitian
Dengan adanya makalah ini maka penulis berharap:
1. Mahasiswa atau pembaca dapat mengetahui ruang lingkup dan cara
pandang dunia filsafat
2. Dalam tujuan yang lebih jauh pembaca dapat menerapkan berpikir
secara luas dan mendalam mengenai sebuah masalah kehidupan
sampai ke akar-akarnya.
FILSAFAT PENDIDIKAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Hatta mengemukakan pengertian filsafat itu lebih baik tidak dibicarakan
lebih dulu (Hatta, 1966. Dalam ahmad tafsir, 2013: 9). Nanti, bila orang telah
banyak membaca atau mempelajari filsafat, orang itu akan mengerti dengan
sendirinya apa itu filsafat menurut konotasi yang ditangkapnya. Langeveld juga
berpendapat setelah orang berfilsafat sendiri, barulah ia maklum apa filsafat. Dan
makin ia berfilsafat, akan makin mengerti ia apa filsafat itu (Langeveld, 1961
dalam Ahmad Tafsir, 2013:9).
Pendapat Hatta dan Langeveld itu benar. Akan tetapi, untuk menyesuaikan
isi bab dengan tujuannya akan dicoba juga membahas tentang pengertian filsafat.
Kata “filsafat” berasal dari bahasa yunani kuno, yaitu dari kata “philos” dan
“shopia”. Philos artinya cinta yang sangat mendalam, dan shopia artinya kearifan
atau kebijakan. Jadi, arti filsafat secara harfiah adalah cinta yang sangat mendalam
terhadap kearifan atau kebijakan. Istilah filsafat sering dipergunakan secara
populer dalam kehidupan sehari-hari, baik secara sadar maupun tidak. Dalam
penggunaan secara populer, filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian hidup
(individu), dan dapat juga disebut pandangan hidup (masyarakat). Secara populer
misalnya kita sering mendengar “ saya tidak suka terhadap filsafat anda tentang
bisnis”, “pancasila merupakan satu-satunya falsafah hidup bangsa Indonesia”.
Henderson (melalui Uyoh. 2012:16) mengemukakan “ populary, philosophy
means one’ general view of life of women, of ideals, and of values, n the sense
everyone has a philosophy of life”.
Di
jerman
dibedakan
antara
filsafat
dengan
pandangan
hidup
(weltanchaung). Filsafat diartikan sebagai suatu pandangan kritis yang sangat
mendalam sampai ke akar-akarnya. Dalam pengertian lain, filsafat diartikan
sebagai interpretasi atau evaluasi terhadap apa yang penting atau apa yang berarti
dalam kehidupan. Dipihak lain ada yang beranggapan bahwa filsafat sebagai cara
berpikir yang kompleks, suatu pandangan yang tidak memiliki kegunaan praktis.
Adapula yang beranggapan, bahwa para filosof telah bertanggung jawab terhadap
FILSAFAT PENDIDIKAN
3
cita-cita dan kultur masyarakat tertentu. Seperti halnya Karl Marx dan Federick
Engels telah menciptakan komunisme, thomas Jefferson dan Jhon Stuart Mill
telah mengembangkan suatu teori yang dianut dalam masyarakat demokratis. Jhon
Dewey adalah peletak dasar kehidupan dasar pragmatis Amerika.
Filsafat dapat dipelajari secara akademis, artinya sebagai pandangan kritis
yang sangat mendalam sampai keakar-akarnya (radix) mengenai segala sesuatu
yang ada (wujud). “ philosophy means the attempt to conceive and present
inclusive and systematic view of universe and man’s in it” (Henderson, melalui
Uyoh. 2012). Demikian Henderson mengatakan. Filsafat mencoba mengajukan
suatu konsep tentang alam semesta secara sistematis dan inklusif darimana
manusia berada didalamnya. Oleh karena itu, filosof lebih sering menggunakan
intelegensi yang tinggi dibandingkan dengan ahli sains dalam memecahkan
masalah-masalah hidupnya.
Filsafat dapat diartikan juga sebagai “ berpikir reflektif dan kritis “
(reflektif and critical thinking). Namun Randall dan Buchler (1942, melalui Uyoh.
2012) memberikan krtitik terhadap pengertian tersebut, dengan mengemukakan
bahwa definisi tersebut tidak memuaskan karena beberapa alasan yaitu: 1) tidak
menunjukkan karakteristik yang berbeda antara berpikir filosofi dengan fungsifungsi kebudayaan dan sejarah, 2) para ilmuwan juga berpikir reflektif dan kritis,
padahal antara sains dan filsafat berbeda, 3) ahli hukum, ahli ekonomi juga ibu
rumah tangga sewaktu-waktu berpikir reflektif dan kritis, padahal mereka bukan
filosof atau ilmuwan.
Harold Titus (1959, melalui Uyoh.2012) mengemukan pengertian filsafat
dalam arti sempit maupun dalam arti luas. Dalam arti sempit filsafat diartikan
sebagai sains yang berkaitan dengan metodologi atau analisis bahasa secara logis
dan analisis makna-makna. Filsafat diartikan sebagai “ science of science” dimana
tugas utamanya memberi analisis secara kritis terhadap asumsi- asumsi dan
konsep sains, mengadakan sistematisasi atau pengorganisasian penegetahuan.
Dalam pengertian yang lebih luas, filsafat mencoba mengintegrasikan
pengetahuan manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pendangan yang
komprehensif tentang alam semesta, hidup dan makna hidup.
FILSAFAT PENDIDIKAN
4
Pada bagian lain Harold Titus mengemukakan makna filsafat yaitu:
1. Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan alam semesta
2. Filsafat adalah suatu metode berpikir reflektif dan penelitian penalaran
3. Filsafat adalah seperangkat teori dan sistem berpikir
4. Filsafat adalah suatu perangkat masalah-masalah
Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan manusia peran yang penting
dalm menentukan dan menemukan eksistensinya. Dalam kegiatan ini manusia
akan berusaha untuk mencapai kearifan dan kebajikan, kearifan merupakan buah
yang dihasilkan filsafat dan usaha mencapai hubungan-hubungan antara berbagai
pengetahuan dan menentukan implikasinya baik yang tersurat maupun yang
tersirat dalam kehidupan.
Berfilsafat berarti berpikir, tetapi tidak semua berpikir dapat dikategorikan
berfilsafat. Berpikiran yang dikategorikan berfilsafah adalah apabila berpikir
tersebut mengandung tiga ciri, yaitu radikal, sistematis dan universal. Seperti
dijelaskan oleh Sidi Gazalba (1973: 43 melalui Uyoh. 2012).
Berpikir radikal, berpikir sampai keakar-akarnya, tidak tanggung-tanggung,
sampai pada konsekuensi yang terakhir. Berpikir itu tidak separuh-separuh. Tidak
berhenti di jalan, tetapi terus mengalir keujungnya. Berpikir sistematis adalah
berpikir logis yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran
dengan urutan yang bertanggung jawab dan saling berhubungan dengan teratur.
Berpikir universal tidak berpikir khusus, yang hanya terbatas kepada bagianbagian tertentu , melainkan mencakup keseluruhan.
Berfilsafat adalah berpikir dengan sadar, yang mengandung pengertian secara
teliti dan teratur, sesuai dengan aturan dan hukum hukum berpikir yang berlaku.
Berpikir filosofi harus dapat menyerap secara keseluruhan apa yang ada pada
alam semesta, tidak sepotong-potong.
B. MODEL-MODEL FILSAFAT
Filsafat sebagai metode berpikir, maupun sebagai hasil berpikir radikal,
sistematis dan universal tentang segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada,
FILSAFAT PENDIDIKAN
5
dapat dibedakan menjadi tiga model yaitu filsafat spekulatif, filsafat preskriptif dan
filsafat analitik.
1. Filsafat spekulatif
Filsafat spekulatif adalah cara berpikir sistematis tentang segala yang ada.
Mengapa mereka menggunakan cara berpikir demikian? Mengapa mereka
tidak mencari kandungan yang tersurat, seperti ahli sains mempelajari aspek
khusus realita? Jawabannya adalah bahwa jiwa manusia ingin melihat segala
sesuatu sebagai gejala keseluruhan. Mereka ini memahami bagaimana
menemukan totalitas yang bermakna dari realitas yang berbeda dan beraneka
ragam.
Filsafat spekulatif tergolong filsafat tradisional. Dalam hal ini filsafat
dianggap sebagai suatu bangunan pengetahuan (body of knowledge). Filsafat
yunani kuno, seperti filsafat Socrates, Plato, Aristoteles dan filsafat yang
lainya. Dapat dijadikan paradigma bagi seluruh filsafat spekulatif. Filsafat
spekulatif merenungkan secara rasional spekualitf seluruh persoalan manusia
dalam hubungannya dengan segala yang ada dijagat raya ini.filsafat spekulatif
memiliki rasa kebebasan untuk membicarakan apa saja yang ia sukai. Mereka
berasumsi bahwa manusia memiliki kekuatan intelektual yang sangat tinggi,
sehingga Aristoteles sendiri mengemukakan bahwa manusia merupakan:
animal
rationale.
Dengan
penalaran
intelektualnya,
mereka
berusaha
membangun suatu pemikiran tentang manusia dan masyarakat.
Plato sebagai pelopor filsafat idealisme klasik membahas semua persoalan
yang berkaitan dengan manusia, masyarakat, dan eksistensi manusia dalam
alam ini. Ia berbicara tentang susunan masyarakat, politik (pemerintahan),
nilai/moral, pengetahuan dan kebenaran dan juga sampai pembicaraan
kekuatan
supranatural.
Aristoteles
sebagai
pelopor
realisme
klasik
membicarakan politik, bilologi, fisika, nilai abadi, badan, dan jiwa. Jhon
Dewey membangun filsafat pragmatisme, berbicara tentang manusia, jagat raya
yang bersifat fisik dan natural, berbicara tentang pengetahuan empiris dan
teruji oleh pengalaman, dan juga berbicara tentang nilai. Tetapi filsafat Dewey
FILSAFAT PENDIDIKAN
6
tidak sampai pada pembicaraan supranatural. Pada dasarnya, Dewey berpikir
spekulatif, walaupun pada akhirnya ia berpandangan eksperimental.
Filsafat spekulatif mencari keteraturan dan keseluruhan yang diterapkan,
bukan pada suatu item pengalaman khusus, melainkan kepada semua
pengalaman dan pengetahuan. Singkatnya, filsafat spekulatif adalah suatu
upaya mencari dan menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berpikir
dan keseluruhan pengalaman.
2. Filsafat preskriptif
Filsafat preskriptif berusaha untuk menghasilkan suatu ukuran (standard)
penilaian tentang nilai-nilai, penilaian tentang perbuatan manusia dan penilaian
tentang seni. Filsafat preskriptif menguji apa yang disebut baik dan jahat, benar
dan salah, bagus dan jelek. Ia menyatakan bahwa nilai dari suatu benda pada
dasarnya inheren dalam dirinya, atau hanya merupakan suatu gambaran dari
pikiran manusia.
Bagi ahli psikologi eksperimen keanekaragaman perbuatan manusia secara
moral bukan baik dan juga bukan jahat, melainkan merupakan suatu bentuk
sederhana dari tingkah laku yang dipelajari secara empiris. Bagi pendidik dan
ahli filsafat preskriptif menilai sesuatu ada yang bermanfaat dan yang tidak
bermanfaat, Ahli preskriptif berusaha menemukan dan mengajarkan prinsipprinsip perbuatan yang bermanfaat dan mengapa harus demikian. Jadi, filsafat
preskriptif, memberi resep tentang perbuatan atau perilaku manusia yang
bermanfaat.
3. Filsafat analitik
Model analitik terbagi menjadi dua golongan, yaitu analitik linguistik dan
analitik positivistik logis. Model analitik linguistik mengandung arti bahwa
filsafat sebagai analisis logis tentang bahasa dan penjelasan makna istilah. Para
filsof memakai metode analitik linguistik untuk menjelaskan arti suatu istilah
dan pemakaian bahasa. Beberapa filsuf mengatakan bahwa analisis tentang arti
bahasa merupakan tugas pokok filsafat dan tugas analisis kinsep sebagai satu
FILSAFAT PENDIDIKAN
7
satunya fungsi filsafat. Para filsuf analitik seperti G.E Moore, Bertand Russell,
G. Ryle, dan yang lainnya berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah
menyingkirkan kekaburan-kekaburan dengan cara menjelaskan arti istilah atau
ungkapan yang dipakai dalam ilmu pengetahuan dan dalam kehidupan seharihari. Mereka berpendirian bahwa bahasa merupakan laboratorium para filsuf,
yaitu tempat menyemai dan mengembangkan ide-ide. Menurut Wittgenstein
tanpa penggunaan logika bahasa, pernyataan-pernyataan akan tidak bermakna.
a. Analitik linguistik
Pendekatan analitik linguistik memusatkan perhatianya pada
analisis bahasa, kata-kata, istilah-istilah dan pengertian-pengertian
dalam bahasa. Dengan pendekatan analitik akan menguji suatu ide atau
gagasan, seperti: istilah/ide kebebasan akademik, hak asasi manusia,
demokrasi, potensi anak dan sebagainya. Menurut pendekatan analitik
linguistik gagasan/ide tersebut memiliki makna yang berbeda dalam
konteks berlainan. Pendekatan ini lebih bertujuan mengklarifikasi
bahasa dan pemikiran yang ada daripada membuat pendapat-pendapat
yang baru tentang hakikat kenyataan.
Pendekatan analitik linguistik akan menjelaskan pernyataanpernyataan spekulatif dan preskriptif. Misalnya menguji rasionalitas
yang berkaitan dengan ide-ide atau gagasan-gagasan pendidikan dan
menguji bagaimana konsistensinya dengan gagasan lain.
Filsafat analitik linguistik bukan merupakan suatu bangunan
pengetahuan, melainkan merupakan suatu aktifitas yang bertujuan
menjernihkan istilah-istilah yang dipergunakan. Diantara filosof-filosof
analitik akan muncul perbedaan-perbedaan, tetapi mereka masih
memiliki tujuan yang sama, yakni pemakaian bahasa yang jelas dan
jernih. Ahli filsafat analitik cenderung skeptis, berhati-hati dan
cenderung tidak berkeinginan untuk membangun suatu mazhab dalam
sistem berpikir. Dewasa ini pendekatan analitik mendominasi filsafat di
FILSAFAT PENDIDIKAN
8
Amerika dan Inggris. Di daratan Eropa pada umumnya masih berlaku
pendekatan spekulatif.
b. Analitik positivistik logis
Model analitik positivistik logis dikenal dengan neopositivisme
dikembangkan oleh Bertrand Russel yang berakar dan meneruskan
filsafat posotivime dari Conte yang merupakan peletak dasar
pendekatan kuantitatif dalam pengembangan ilmu (science). Dengan
meletakan matematika sebagai dasar bagi semua cabang ilmu. Di atas
matematika secara berurutan ia tunjukkan astronomi, fisika, kimia dan
biologi dengan penyediaan dana dan fasilitas dalam skala prioritas
utama.
Menurut Kunto Wibisono (1997 melalui Uyoh, 2012) Positivisme
merupakan suatu model dalam pengembangan ilmu pengetahuan
(knowledge) yang di dalam langkah kerjanya menempuh jalan melalui
observasi, eksperimentasi, dan komparasi sebagaimana diterapkan
dalam
ilmu
kealaman,
dan
model
ini
dikembangkan
dalam
pengembangan ilmu-ilmu sosial. Positivisme menggunakan presisi,
verifiabilitas, konfirmasi dan eksperimentasi dengan derajat optimal,
dengan maksud agar sejauh mungkin dapat melakukan prediksi dengan
derajat ketepatan optimal pula. Dengan demikian keberhasilan dan
kebenaran ilmiah diukur secara positivistik, dalam arti yang benar dan
yang nyata haruslah konkret, akurat dan memberi kemanfaatan. Yang
nyata haruslah konkret, eksak, akurat dan memberi kemanfaatan.
Positivisme memiliki pengaruh yang kuat pada metode ilmiah.
Konsep-konsep positivisme menyumbangkan pendekatan baru dalam
penemuan kebenaran ilmiah yang melahirkan revolusi paradigma.
Prinsip dan prosedur dalam ilmu alam dan ilmu sosial, yang berasal dari
asumsi. Jhon Struart Mill (1843), terus hidup sampai sekarang sebagai
paradigma metodologis. Mill tidak membedakan metodologi ilmu sosial
dan ilmu kealaman.
FILSAFAT PENDIDIKAN
9
Implikasi dalam pengembangan ilmu pendidikan, bagi positivisme
tidak mengenal ilmu pendidikan (satu ilmu yang utuh), namun yang ada
adalah ilmu-ilmu pendidikan, seperti psikologi pendidikan, sosiologi
pendidikan,
antropologi
pendidikan,
administrasi
pendidikan,
pengukuran pendidikan dan sebagainya. Ilmu-ilmu tersebut merupakan
aplikasi dari ilmu-ilmu murni sebagai mana ilmu dasarnya.
Positivisme merupakan model pendekatan ilmiah kuantitatif dalam
keilmuan, para penganutnya menyebut dirinya berparadigma ilmiah
(scientific paradigm). Hal ini ditunjukan dari beberapa hal (Moleong
dalam Uyoh. 2012)
Teknik yang digunakan kuantitatif yang mendasarkan diri pada
Kriteria kualitasnya bersifat “rigor” (kaku) yaitu harus memenuhi
prinsip validitas eksternal-internal, reliabilitas, dan obyektivitas.
Berdasarkan kriteria kualitas ini membawa konsekuensi kepada
penyusunan desain yang bagus untuk suatu eksperimen.
Persoalan kualitasnya menunjuk “dapatkah X menyebabkan Y?”
Lebih pada pengetahuan proporsional yaitu dalam bentuk hipotesis
Pendiriannya adlah reduksionis, yaitu menyempitkan penelitian
pada fokus yang relatif kecil dengan formulasi hipotesis dan
hipotesis ini diuji secara empirik
Maksudnya untuk menemukan pengetahuan melalui verifikasi
hipotesis yang dispesifikasi secara apriori.
Kritik terhadap positivisme disampaikan oleh Lincoln dan Guba (1985)
1) Positivisme menghasilkan penelitian dengan responden manusia,
namun kurang mengindahkan kemanusiaan. Hal ini dapat dikatakan
bahwa pendekatan positivisme tidak memiliki implikasi etis.
2) Positivisme kurang berhasil menggarap formulasi empiris dan
konseptual dari berbagai bidang ilmu (terutama ilmu sosial dan
humaniora)
3) Positivisme bermuara paling sedikit pada ilmu asumsi yang sulit
untuk dipertahankan.
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
0
a) Asumsi ontologis tentang terjadinya realitas tunggal yang dapat
dipecah-pecah dan dapat diselidiki secara terpisah
b) Asumsi
epistemologis
tentang
kemungkinan
tentang
kemungkinan terpisahnya pengamat dari yang diamati
c) Asumsi tentang keterpisahan observasi secara temporal dan
kontekstual, sehingga yang benar pada suatu waktu dan tempat,
benar juga pada waktu dan tempat yang lain.
d) Asumsi hubungan kausal yang linier, yang satu merupakan
sebab dan yang lain merupakan akibat
e) Asumsi aksiologis tentang bebas nilai, yakni metodologi
menjamin bahwa hasil-hasil suatu penilaian secara esensial
bebas dari pengaruh sistem nilai.
Model apapun dalam pendekatan filosofis semua penting. Kebanyakan ahli
pikir sepakat bahwa semua model diatas bermanfaat dalam mengkaji segala
sesuatu. Spekulatif tanpa analitik hanya merupakan cita-cita yang muluk (utopis),
tidak relevan dengan dunia realitas. Sebaliknya analitik tanpa spekulatif akan
kecil, kerdil, steril tidak akan memiliki makna hakiki. Spekulatif dan analitik
tanpa preskriptif akan kering dalam nilai, yang merupakan inti dalam kehidupan
manusia.
C. MISI FILSAFAT
Para filosof berusaha menemukan masalah-masalah yang penting bagi
manusia, baik langsung maupun tidak langsung. Melalui pengujian yang kritis,
filosof mencoba mengevakuasi informasi-informasi dan kepercayaan yang kita
miliki tenatang alam semesta serta kesibukan dunia manusia, filosof mencoba
membuat generalisasi, sistematisasi, dan gambaran-gambaran yang konsisten
tentang semua hal yang ia ketahui dan ia pikirkan.
Kalau kita mencoba mempelajari latar belakang kehidupan filosof, kita dapat
melihat bahwa mereka berasal dari beraneka ragam keahlian dan latar belakang
sosial yang berbeda. Diantaranya adalah
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
1
Filosof yang yang menjadi pemimpin/imam gereja, seperti St. Agustinus,
Berkeley, yang mencoba memberikan sudut pandang filsafatnya dari agama.
Filosof berasal dari bidang ilmuan (sains), seperti Rene Descartes yang
mencoba menafsirkan arti pentingnya berbagai teori dan penemuan ilmiah.
Filosof dengan maksud mempengaruhi perubahan tertentu dalam organisasi
politik dalam kehidupan masyarakat seperti Jhon Locke, Thomas Hobbes,
Karl Marx dan yang lainnya.
Filosof Djamaludin Al-afghany dan Mohammad Iqbal membawa perubahan
besar dalam sistem pemikiran islam. Pemikiran Iqbal banyak memberikan
andil dalam pembentukan negara pakistan yang memisahkan diri dari India.
Dari sudut pekerjaanya, kita dapat melihat bahwa diantara mereka ada yang
menjadi guru (guru besar), seperti Thomas Aquino pada zaman Scholastik. Jhon
Dewey seorang guru besar di Universitas Colombia. Al-Ghazali sebagai guru
besar di Nizamiyah Bagdhad. Ada yang menjadi tabib (dokter medis) seperti Ibnu
Sina, seorang filosof muslim yang mendapat pengukuhan sebagai bapak
kedokteran Dunia oleh UNISCO. Kemudian ada yang sebagai penulis surat kabar,
seperti Jhon Stuart Mill. Ia pernah menjadi anggota parlemen sedangkan filosof
terkemuka banyak berprofesi sebagai ilmuwan atau ahli matematika, seperti
Immanuel Kant, Bertrand Russel, Einsten. Ada juga filosof sebagai seorang
sastrawan seperti Mohammad Iqbal dari Pakistan.
Tanpa melihat tujuan, pekerjaan, latar belakang sosialnya, para filosof telah
menyumbangkan sesuatu keyakinan mengenai pentingnya pengujian dan analisis
yang kritis terhadap pendangan-pandangan manusia, baik yang bersumber dari
pengalaman sehari-hari, berdasarkan penemuan ilmiah, maupun yang berasal dari
kepercayaan ajaran agama. Titus (1959 melalui Uyoh. 2012) mengemukakan
bahwa terdapat tiga tugas utama filsafat, yaitu:
a) Mendapatkan pandangan yang menyeluruh
b) Menemukan makna dan nilai-nilai dari segala sesuatu
c) Menganalis dan memadukan kritik terhadap konsep-konsep
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
2
Filsafat mencoba memadukan hasil-hasil dari berbagai sains yang berbeda
kedalam pandangan dunia yang konsisten. Filosof cenderung tidak menjadi
spesialis seperti para ilmuwan. Ia menganalis benda-benda atau masalah-masalah
dengan suatu pandangan yang menyeluruh.
Filsafat tertarik terhadap aspek-aspek kuantitatif segala sesuatu, terutama
berkaitan dengan makna dan nilai-nilainya. Filsafat menolak untuk mengabaikan
setiap aspek yang otentik dari pengalaman manusia. Hidup mendorong kita untuk
menentukan pilihan dan bertindak berdasarkan skala nilai. Filsafat berusaha
memformulasikan makna dan nilai dalam cara yang paling dapat diterima akal.
Filsafat mencoba mencari dan menemukan kebenaran dengan pengujian secara
kritis (critical) terhadap asumsi-asumsi, konsep-konsep, dan semua lapangan
sains.
D. LAPANGAN FILSAFAT
Filsafat merupakan usaha berfikir manusia secara sistematis. Disini kita perlu
mensistematiskan segala sesuatu yang ada. Kita perlu mengklarifikasikan segala
sesuatu yang ada.
Al-Syaibani (1979 melalui Uyoh. 2012) mendefinisikan filsafat sebagai usaha
mencari yang hak mengenai kebenaran, atau usaha untuk mengetahui sesuatu
yang terwujud, atau usaha untuk mengetahui tentang nilai segala sesuatau yang
mengelilingi manusia dalam alam semesta ini. Kehidupan, manusia dan pencipta
alam semesta, sifat-sifat dan nilai-nilai kemanusiaan. Filsafat membahas tiga
persoalan pokok, yaitu masalah wujud, masalah pengetahuan dan masalah nilai.
Selanjutnya butler (1957 melalui Uyoh. 2012) mengemukakan beberapa
persoalan yang dibahas dalam filsafat, yaitu:
1.
Metafisika, membahas: teologi, kosmologi dan antropologi
2.
Epistemologi, membahas: hakikat pengetahuan, sumber pengetahuan
dan metode pengetahuan.
3.
Aksilogi, membahas: etika dan estetika.
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
3
Selanjutnya uraian berikut ini akan menjelaskan ketiga persoalan yang
menjadi lapangan kajian filsafat.
1. Metafisika
Secara etimologi, metafisika berasal dari bahasa yunani kuno yang terdiri dari
dua kata, “meta” dan “fisika” meta berarti sesudah, dibelakang atau melampaui
dan fisika berarti alam nyata. Metafisika merupakan cabang filsafat yang
mempersoalkan tentang hakikat yang tersimpul dibelakang dunia fenomena.
Metafisika melampaui pengalaman objeknya diluar hal yang dapat ditangkap
pancaindera.
Metafisika berhubungan dengan penjelasan hakikat dari realitas se-rasioanal
dan se- komprehensif mungkin. Apakah realitas? Siapa tuhan? Apakah takdir/
siapa manusia? Ini merupakan pertanyaan-pertanyaan metafisika. Pertanyaanpertanyaan metafisika seperti ini adalah jantung dari filsafat pendidikan
Metafisika dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti
sesuatu yang berwujud dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi adalah bidang
pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang
ada menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab akibat yaitu
ada manusia, ada alam, dan ada kuasa prima dalam suatu hubungan yang
menyeluruh,
teratur,
dan
tertib
dalam
keharmonisan
(Suparlan
Suhartono:2007). Dengan kata lain, ontologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan berdasarkan pada
logika semata.
b. Metafisika khusus mempersoalkan teologi, kosmologi dan antropologi.
Teologi mempersoalkan pertanyaan sekitar tuhan dan hubungan dengan dunia
realitas sebagai hasil ciptaan-nya. Kosmologi mempersoalkan hakikat
kosmos,
asal
dan
struktur
alam
semesta.
Sedangkan
antropologi
mempersoalkan hakikat manusia.
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
4
Metafisika mempelajari manusia atau diluar fisiknya dan diluar gejala-gejala
yang dialami manusia dan mencoba mengkaji secara mendalam.
2. Epistemologi
Istilah epistemologi berasal dari bahasa yunani kuno, dengan asal kata
“episteme” yang berarti pengetahuan dan “logos” yang berarti teori. Secara
etimologi, epistemologi berarti teori pengetahuan. Epistemologi merupakan
cabang filsafat yang membahas atau mengkaji tentang asal, struktur, metode,
serta keabsahan pengetahuan. Menurut Langeveld (1961melalui Uyoh. 2012)
epistemologi membicarakan hakikat pengetahuan, unsur-unsur dan susunan
berbagai jenis pengetahuan, pangkal, tumpuanya yang fundamental, metodemetode dan batasan-batasannya.
a. Jenis-jenis pengetahuan
1) Pengetahuan wahyu (revealed knowledge)
Manusia memperoleh pengetahuan dan kebenaran atas dasar wahyu yang
diberikan tuhan kepada manusia. Tuhan telah memberikan pengetahuan dan
kebenaran kepada manusia pilihanya, yang dapat dijadikan petunjuk bagi
manusia dalam kehidupanya.
2) Pengetahuan intuitive (intuitive knowledge)
Pengetahuan yang diperoleh manusia dari dalam dirinya sendiri, pada saat
menghayati sesuatu. Pengetahuan intuitif disusun dan diterima dengan
kekuatan visi imaginatif dalam pengalaman pribadi seseorang. Seperti karya
penulis besar Shakespeare.
3) Pengetahuan rasional (rational Knowledge)
Pengetahuan rasional merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan
latihan rasio akal semata, tidak disertai dengan observasi terhadap peristiwaperistiwa faktual. Prinsip logika formal dan matematika murni merupakan
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
5
paradigma pengetahuan rasional, kebenarannya dapat ditunjukkan dengan
pemikiran yang abstrak.
4) Pengetahuan empiris (empirical knowledge)
Pengetahuan
empiris
diperoleh
atas
bukti
penginderaan,
dengan
penglihatan, pendengaran dan sentuhan indera-indera lainya, sehingga kita
memiliki konsep dunia disekitar kita. Paradigma pengetahuan empiris adalah
sains, dimana hipotesis-hipotesis sains di uji dengan observasi dan
eksperimen.
5) Pengetahuan otoritas (authoritative knowledge)
Penerimaan suatu pengetahuan itu benar bukan karena telah mengeceknya
diluar diri kita, melainkan telah dijamin oleh otoritas (suatu sumber yang
berwibawa, memiliki wewenang, berhak) di lapangan.
b. Teori pengetahuan
Ada beberapa teori yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan apakah
pengetahuan itu benar atau salah, yaitu:
1) Teori korespondensi (correspondence theory)
Kebenaran merupakan persesuaian antara fakta dan situasi nyata.
Kebenaran merupakan persesuaian antara pernyataan dalam pikiran dengan
situasi lingkungannya. Kebenaran pengetahuan dapat diperoleh karena
bersesuaian dengan pendapat orang lain sebelumnya atau karena diterima
oleh banyak orang, melainkan karena bersesuaian dengan kenyataan
sebenarnya.
2) Teori koherensi (coherence theory)
Menurut teori koherensi, kebenaran bukan persesuaian antara pikiran
dengan
kenyataan,
melainkan
kesesuaian
secara
harmonis
FILSAFAT PENDIDIKAN
antara
1
6
pendapat/pikiran kita dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Teori ini pada
umumnya diakui oleh golongan idealis.
Pengertian persesuian dalam teori ini berarti terdapat konsistensi
(ketepatan, sehingga teori ini disebut juga teori konsistensi) yang merupakan
ciri logis hubungan antara pikiran-pikiran (ide-ide) yang telah kita miliki satu
dengan yang lain.
3) Teori pragmatisme (pragmatism theory)
Shiller, pengikut pragmatisme di inggris, mengemukakan bahwa
kebenaran merupakan suatu bentuk nilai, artinya apabila kita menyatakan
benar terhdap sesuatu, berarti kita memberikan penilaian terhadapnya. Istilah
benar adalah sesuatu pernyataan yang berguna, sedangkan istilah salah adalah
sesuatu yang tidak berguna. Seseorang menyatakan bahwa pendapatnya
benar, karena telah memenuhi kepentingannya.
Menurut pragmatisme, kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria
apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau
tidak. Artinya, pernyataan itu dikatakan benar kalau memiliki kegunaan
praktis dalam kehidupan manusia. Suatu teori, pendapat atau hipotesis
dikaatakan benar apabila menghasilkan jalan keluar dalam praktik, atau
membuahkan hasil-hasil yang memuaskan.
3. Aksiologi
Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, terdiri
dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori. Jadi,
aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Secara singkat,
aksiologi adalah teori nilai. Dagobert Runes (1963 melalui Uyoh. 2012)
mengemukakan beberapa persoalan berkaitan dengan nilai yang mencakup: a)
hakikat nilai, b) tipe nilai, c) kriteria nilai dan d) status metafisika nilai.
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
7
Mengenai hakikat nilai, teori voluntarisme mengatakan nilai adalah suatu
pemuasan terhadap keinginan maupun kemauan. Menurut formalisme, nilai
adalah kemauan yang bijaksana yang didasarkan pada akar rasional.
Tipe nilai dapat dibedakan antara nilai intrinsik dan nilai instrumental. Nilai
intrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan, sedangkan nilai instrumental
adalah sebagai alat untuk mencapai nilai instrinsik.
Yang dimaksud dengan kriteria nilai adalah sesuatu yang menjadi ukuran dari
nilai tersebut, bagaimana yang dikatakan baik dan bagaimana nilai yang dikatakan
tidak baik.
Yang dimaksud status metafisik adalah nilai adalah bagaimana hubungan
nilai-nilai tersebut dengan realitas. Dalam hal ini Dagobert Runes (1963 melalui
Uyoh. 2012) mengemukaan jawaban, menurut subjektivisme, nilai itu berdiri
sendiri,
namun
bergantung
dan
berhubungan
dengan
pengalaman
manusia.menurut objektivisme logis, nilai itu suatu wujud, suatu kehidupan yang
logis tidak terkait pada kehidupan yang dikenalnya namun tidak memiliki status
dan gerak didalam kenyataan. Menurut objektivisme metafisik, nilai adalah suatu
yang lengkap, objektif dan merupakan bagian aktif dari realitas metafisik.
a. Karakteristik nilai
Ada beberapa karakteristik yang berkaitan dengan teori nilai, yaitu:
1) Nilai objektif atau subjektif
Nilai itu objektif jika tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang
menilai, sebaliknya, nilai itu subjektif jika eksistensinya, maknanya dan
validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian, tanpa
mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis ataupun fisik.
2) Nilai absolut atau berubah
Suatu nilai dikatakan absolut atau abadi, apabila nilai yang berlaku sekarang
sudah berlaku sejak masa lampau dan akan berlaku serta absah sepanjang
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
8
masa, serta akan berlaku bagi siapapun tanpa memperhatikan ras, maupun
kelas sosial.
b. Nilai tingkatan (hierarki)
Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan nilai, yaitu
Kaum idealis berpandangan secara pasti terhadap tingkatan nilai, dimana nilai
spiritual lebih tinggi daripada nilai non spiritual (material).
Kaum realis berpandangan bahwa nilai rasional dan empiris pada tingkatan
atas, sebab membantu manusia menemukan realitas objektif, hukum-hukum
alam, aturan-aturan berpikir logis.
Kaum pragmatis menolak tingkatan secara pasti. Menurut mereka suatu
aktivitas dikatakan baik seperti lainnya, apabila memuaskan kebutuhan yang
penting, dan memiliki nilai instrumental.
c. Jenis-jenis nilai
Aksiologi sebagai cabang filsafat dapat kita bedakan menjadi:
1. Etika
Istilah etika berasal dari kata “ethos” (yunani) yang berarti adat kebiasaan.
Dalam istilah lain, para ahli bergerak dalam bidang etika yang menyebut
dengan “moral” berasal dari bahasa Yunani yang artinya kebiasaan.
Walaupun antara etika dan moral terdapat perbedaan, tetapi para ahli tidak
membedakannya dengan tegas, bahkan cenderung praktis memberi arti yang
sama. Menurut Langeveld (1961melalui Uyoh. 2012), etika adalah teori
perbuatan manusia, yang ditimbang menurut baik dan buruknya. Dalam
bahasa Arab istilah estatika sama dengan istilah ilmu. Akhlak seperti
dikemukakan oleh Ahmad Amin, yang dikutip oleh Rachmat Djatnika (1985
melalui Uyoh. 2012) adalah “ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang harus dilaksanakan oleh sebagian manusia terhadap
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
9
sebagainya, menjelaskan tujuan yang hendak dicapai manusia dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan yang diperbuat.
Jadi etika merupakan cabang filsafat atau filsafat moral yang membicarakan
perbuatan manusia. Cara memandangnya dari sudut baik dan tidak baik. etika
merupakan filsafat tentang perilaku manusia.
2. Estetika
Estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan
pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Kadang-kadang
filsafat estetika diartikan dengan filsafat seni, tetapi kadang pula prinsipprinsip yang berhubungan denga estetika dinyatakan sebagai hakikat
keindahan.
Randall dan Buchler (1942 melalui Uyoh. 2012) mengemukakan bahwa ada
tiga interpretasi tentang hakekat seni, yaitu:
a. Seni sebagai penebusan (penetasi) terhadap realitas, selain pengalaman.
b. Seni sebagai alat untuk kesenangan hidup
c. Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman.
FILSAFAT PENDIDIKAN
2
0
BAB III
KESIMPULAN
Filsafat merupakan kegiatan berpikir manusia yang berusaha mencapai
kebaikan dan kearifan dengan secara reflektif dan kritis. Filsafat berusaha
merenungkan dan membuat garis-garis besar dari masalah yang rumit dari
pengalaman manusia. Model filsafat yang dibagi kedalam tiga yaitu spekulatif,
preskriptif dan analitik merupakan model yang saling melengkapi dalam mengkaji
fenomena masalah manusia yang dapat membawa kajian secara mendalam dan
meluas.
Titus mengemukakan terdapat tiga misi utama yang relevan yaitu
mendapatkan pandangan yang menyeluruh, mengemukakan makna dan nilai-nilai,
menganalisis dan memadukan kritik terhadap konsep-konsep.
Filsafat membahas tiga persoalan pokok metafisika membahas teologi,
ontologi, kosmologi dan antropologi. Epistemologi membahas hakikat
pengetahuan, sumber pengetahuan dan metode pengetahuan. Aksilogi yang
membahas etika, moral dan estetika.
FILSAFAT PENDIDIKAN
2
1
DAFTAR PUSTAKA
Rudi, Siswoyo. 2012. “makalah filsafat pendidikan” diunduh pada tanggal 22
februari 2015 dari
http://rudisiswoyoalfatih.blogspot.com/2012/02/makalah-flsafatpendidikan-tentang_05.html
Sadulloh, Uyoh. 2012. Pengantar filsafat pendidikan. Bandung: Alfabeta
Soyomukti, nurani. 2011. Pengantar Filsafat Umum. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.
Tafsir, Ahmad. 2013. Filsafat umum akal dan hati sejak thales sampai capra.
Bandung: Remaja Rosdakarya
FILSAFAT PENDIDIKAN
2
2
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hidup tanpa filsafat memang bisa berjalan. Tidak berfilsafat tidak
akan membuat manusia mati, sebagaimana banyak makhluk hidup, seperti
berbagai jenis hewan yang bertahan hidup dan masih bisa memperpanjang
kelangsungan spesiesnya. Untuk membuat hidup terus jelas, filsafat tak
begitu dibutuhkan. Akan tetapi, untuk hidup terus berjalan lebih baik dan
manusia menempati suatu kehidupan yang harus diatur, direncanakan dan
dihiasi oleh pemahaman tentang alam dan hubungan antara sesama
manusia, mungkin filsafat sangat dibutuhkan.
Filsafat diperlukan ketika kita ingin mendapat satu pemahaman
rasional dan menyeluruh mengenai dunia yang kita diami ini, dan untuk
proses-proses dasar yang bekerja di alam, masyarakat, dan cara kita untuk
memandangnya. Maka, persoalannya akan jadi lain. Jadi filsafat dipahami
untuk memahami kehidupan, alam, dan hubungan-hubungan di dalamnya.
Juga
memahami
bagaimana
manusia
berpikir
dan
mendapatkan
pengetahuan. Seperti yang dikatakan Socrates “hidup yang tak dipikirkan
adalah hidup yang tak pantas dijalani”.
Dalam kehidupan manusia dari zaman ke zaman, atau dalam
kehidupan manusia dari berbagai kelompok sosial yang berbeda, berbagai
cara pandang filsafat juga muncul, sesuai dengan perkembangan sosial
kelompok masing-masing. Kita melihat negara-negara atau kawasan yang
berbeda perkembangan budayanya dengan ditunjukkan oleh tingkat
capaian teknologinya, juga akan menunjukan perbedaan cara pandangnya.
Tak terkecuali dalam dunia pendidikan.
Dengan demikian penulis melakukan kajian literatur mengenai
dasar pengertian dan lingkup filsafat dalam konteks pendidikan yang
diharapkan dapat membawa sumber pengetahuan dalam berfilsafat.
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
B. Rumusan masalah
Sesuai yang telah dibahas sebelumnya dalam latar belakang, maka
penentuan rumusan masalah yang menjadi rujukan literasi adalah sebagai
berikut:
1. Apakah pengertian filsafat yang didasarkan menurut para ahli?
2. Bagaimana model-model atau cara berpikir filsafat yang sedang ada
saat ini?
3. Apakah misi dan tindakan yang mencerminkan filsafat?
4. Bagaimanakah dengan ruang lingkup dari lapanngan filsafat itu sendiri
dilihat dari metafisika, epistemologi dan aksiologi?
C. Tujuan penelitian
Dengan adanya makalah ini maka penulis berharap:
1. Mahasiswa atau pembaca dapat mengetahui ruang lingkup dan cara
pandang dunia filsafat
2. Dalam tujuan yang lebih jauh pembaca dapat menerapkan berpikir
secara luas dan mendalam mengenai sebuah masalah kehidupan
sampai ke akar-akarnya.
FILSAFAT PENDIDIKAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Hatta mengemukakan pengertian filsafat itu lebih baik tidak dibicarakan
lebih dulu (Hatta, 1966. Dalam ahmad tafsir, 2013: 9). Nanti, bila orang telah
banyak membaca atau mempelajari filsafat, orang itu akan mengerti dengan
sendirinya apa itu filsafat menurut konotasi yang ditangkapnya. Langeveld juga
berpendapat setelah orang berfilsafat sendiri, barulah ia maklum apa filsafat. Dan
makin ia berfilsafat, akan makin mengerti ia apa filsafat itu (Langeveld, 1961
dalam Ahmad Tafsir, 2013:9).
Pendapat Hatta dan Langeveld itu benar. Akan tetapi, untuk menyesuaikan
isi bab dengan tujuannya akan dicoba juga membahas tentang pengertian filsafat.
Kata “filsafat” berasal dari bahasa yunani kuno, yaitu dari kata “philos” dan
“shopia”. Philos artinya cinta yang sangat mendalam, dan shopia artinya kearifan
atau kebijakan. Jadi, arti filsafat secara harfiah adalah cinta yang sangat mendalam
terhadap kearifan atau kebijakan. Istilah filsafat sering dipergunakan secara
populer dalam kehidupan sehari-hari, baik secara sadar maupun tidak. Dalam
penggunaan secara populer, filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian hidup
(individu), dan dapat juga disebut pandangan hidup (masyarakat). Secara populer
misalnya kita sering mendengar “ saya tidak suka terhadap filsafat anda tentang
bisnis”, “pancasila merupakan satu-satunya falsafah hidup bangsa Indonesia”.
Henderson (melalui Uyoh. 2012:16) mengemukakan “ populary, philosophy
means one’ general view of life of women, of ideals, and of values, n the sense
everyone has a philosophy of life”.
Di
jerman
dibedakan
antara
filsafat
dengan
pandangan
hidup
(weltanchaung). Filsafat diartikan sebagai suatu pandangan kritis yang sangat
mendalam sampai ke akar-akarnya. Dalam pengertian lain, filsafat diartikan
sebagai interpretasi atau evaluasi terhadap apa yang penting atau apa yang berarti
dalam kehidupan. Dipihak lain ada yang beranggapan bahwa filsafat sebagai cara
berpikir yang kompleks, suatu pandangan yang tidak memiliki kegunaan praktis.
Adapula yang beranggapan, bahwa para filosof telah bertanggung jawab terhadap
FILSAFAT PENDIDIKAN
3
cita-cita dan kultur masyarakat tertentu. Seperti halnya Karl Marx dan Federick
Engels telah menciptakan komunisme, thomas Jefferson dan Jhon Stuart Mill
telah mengembangkan suatu teori yang dianut dalam masyarakat demokratis. Jhon
Dewey adalah peletak dasar kehidupan dasar pragmatis Amerika.
Filsafat dapat dipelajari secara akademis, artinya sebagai pandangan kritis
yang sangat mendalam sampai keakar-akarnya (radix) mengenai segala sesuatu
yang ada (wujud). “ philosophy means the attempt to conceive and present
inclusive and systematic view of universe and man’s in it” (Henderson, melalui
Uyoh. 2012). Demikian Henderson mengatakan. Filsafat mencoba mengajukan
suatu konsep tentang alam semesta secara sistematis dan inklusif darimana
manusia berada didalamnya. Oleh karena itu, filosof lebih sering menggunakan
intelegensi yang tinggi dibandingkan dengan ahli sains dalam memecahkan
masalah-masalah hidupnya.
Filsafat dapat diartikan juga sebagai “ berpikir reflektif dan kritis “
(reflektif and critical thinking). Namun Randall dan Buchler (1942, melalui Uyoh.
2012) memberikan krtitik terhadap pengertian tersebut, dengan mengemukakan
bahwa definisi tersebut tidak memuaskan karena beberapa alasan yaitu: 1) tidak
menunjukkan karakteristik yang berbeda antara berpikir filosofi dengan fungsifungsi kebudayaan dan sejarah, 2) para ilmuwan juga berpikir reflektif dan kritis,
padahal antara sains dan filsafat berbeda, 3) ahli hukum, ahli ekonomi juga ibu
rumah tangga sewaktu-waktu berpikir reflektif dan kritis, padahal mereka bukan
filosof atau ilmuwan.
Harold Titus (1959, melalui Uyoh.2012) mengemukan pengertian filsafat
dalam arti sempit maupun dalam arti luas. Dalam arti sempit filsafat diartikan
sebagai sains yang berkaitan dengan metodologi atau analisis bahasa secara logis
dan analisis makna-makna. Filsafat diartikan sebagai “ science of science” dimana
tugas utamanya memberi analisis secara kritis terhadap asumsi- asumsi dan
konsep sains, mengadakan sistematisasi atau pengorganisasian penegetahuan.
Dalam pengertian yang lebih luas, filsafat mencoba mengintegrasikan
pengetahuan manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pendangan yang
komprehensif tentang alam semesta, hidup dan makna hidup.
FILSAFAT PENDIDIKAN
4
Pada bagian lain Harold Titus mengemukakan makna filsafat yaitu:
1. Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan alam semesta
2. Filsafat adalah suatu metode berpikir reflektif dan penelitian penalaran
3. Filsafat adalah seperangkat teori dan sistem berpikir
4. Filsafat adalah suatu perangkat masalah-masalah
Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan manusia peran yang penting
dalm menentukan dan menemukan eksistensinya. Dalam kegiatan ini manusia
akan berusaha untuk mencapai kearifan dan kebajikan, kearifan merupakan buah
yang dihasilkan filsafat dan usaha mencapai hubungan-hubungan antara berbagai
pengetahuan dan menentukan implikasinya baik yang tersurat maupun yang
tersirat dalam kehidupan.
Berfilsafat berarti berpikir, tetapi tidak semua berpikir dapat dikategorikan
berfilsafat. Berpikiran yang dikategorikan berfilsafah adalah apabila berpikir
tersebut mengandung tiga ciri, yaitu radikal, sistematis dan universal. Seperti
dijelaskan oleh Sidi Gazalba (1973: 43 melalui Uyoh. 2012).
Berpikir radikal, berpikir sampai keakar-akarnya, tidak tanggung-tanggung,
sampai pada konsekuensi yang terakhir. Berpikir itu tidak separuh-separuh. Tidak
berhenti di jalan, tetapi terus mengalir keujungnya. Berpikir sistematis adalah
berpikir logis yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran
dengan urutan yang bertanggung jawab dan saling berhubungan dengan teratur.
Berpikir universal tidak berpikir khusus, yang hanya terbatas kepada bagianbagian tertentu , melainkan mencakup keseluruhan.
Berfilsafat adalah berpikir dengan sadar, yang mengandung pengertian secara
teliti dan teratur, sesuai dengan aturan dan hukum hukum berpikir yang berlaku.
Berpikir filosofi harus dapat menyerap secara keseluruhan apa yang ada pada
alam semesta, tidak sepotong-potong.
B. MODEL-MODEL FILSAFAT
Filsafat sebagai metode berpikir, maupun sebagai hasil berpikir radikal,
sistematis dan universal tentang segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada,
FILSAFAT PENDIDIKAN
5
dapat dibedakan menjadi tiga model yaitu filsafat spekulatif, filsafat preskriptif dan
filsafat analitik.
1. Filsafat spekulatif
Filsafat spekulatif adalah cara berpikir sistematis tentang segala yang ada.
Mengapa mereka menggunakan cara berpikir demikian? Mengapa mereka
tidak mencari kandungan yang tersurat, seperti ahli sains mempelajari aspek
khusus realita? Jawabannya adalah bahwa jiwa manusia ingin melihat segala
sesuatu sebagai gejala keseluruhan. Mereka ini memahami bagaimana
menemukan totalitas yang bermakna dari realitas yang berbeda dan beraneka
ragam.
Filsafat spekulatif tergolong filsafat tradisional. Dalam hal ini filsafat
dianggap sebagai suatu bangunan pengetahuan (body of knowledge). Filsafat
yunani kuno, seperti filsafat Socrates, Plato, Aristoteles dan filsafat yang
lainya. Dapat dijadikan paradigma bagi seluruh filsafat spekulatif. Filsafat
spekulatif merenungkan secara rasional spekualitf seluruh persoalan manusia
dalam hubungannya dengan segala yang ada dijagat raya ini.filsafat spekulatif
memiliki rasa kebebasan untuk membicarakan apa saja yang ia sukai. Mereka
berasumsi bahwa manusia memiliki kekuatan intelektual yang sangat tinggi,
sehingga Aristoteles sendiri mengemukakan bahwa manusia merupakan:
animal
rationale.
Dengan
penalaran
intelektualnya,
mereka
berusaha
membangun suatu pemikiran tentang manusia dan masyarakat.
Plato sebagai pelopor filsafat idealisme klasik membahas semua persoalan
yang berkaitan dengan manusia, masyarakat, dan eksistensi manusia dalam
alam ini. Ia berbicara tentang susunan masyarakat, politik (pemerintahan),
nilai/moral, pengetahuan dan kebenaran dan juga sampai pembicaraan
kekuatan
supranatural.
Aristoteles
sebagai
pelopor
realisme
klasik
membicarakan politik, bilologi, fisika, nilai abadi, badan, dan jiwa. Jhon
Dewey membangun filsafat pragmatisme, berbicara tentang manusia, jagat raya
yang bersifat fisik dan natural, berbicara tentang pengetahuan empiris dan
teruji oleh pengalaman, dan juga berbicara tentang nilai. Tetapi filsafat Dewey
FILSAFAT PENDIDIKAN
6
tidak sampai pada pembicaraan supranatural. Pada dasarnya, Dewey berpikir
spekulatif, walaupun pada akhirnya ia berpandangan eksperimental.
Filsafat spekulatif mencari keteraturan dan keseluruhan yang diterapkan,
bukan pada suatu item pengalaman khusus, melainkan kepada semua
pengalaman dan pengetahuan. Singkatnya, filsafat spekulatif adalah suatu
upaya mencari dan menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berpikir
dan keseluruhan pengalaman.
2. Filsafat preskriptif
Filsafat preskriptif berusaha untuk menghasilkan suatu ukuran (standard)
penilaian tentang nilai-nilai, penilaian tentang perbuatan manusia dan penilaian
tentang seni. Filsafat preskriptif menguji apa yang disebut baik dan jahat, benar
dan salah, bagus dan jelek. Ia menyatakan bahwa nilai dari suatu benda pada
dasarnya inheren dalam dirinya, atau hanya merupakan suatu gambaran dari
pikiran manusia.
Bagi ahli psikologi eksperimen keanekaragaman perbuatan manusia secara
moral bukan baik dan juga bukan jahat, melainkan merupakan suatu bentuk
sederhana dari tingkah laku yang dipelajari secara empiris. Bagi pendidik dan
ahli filsafat preskriptif menilai sesuatu ada yang bermanfaat dan yang tidak
bermanfaat, Ahli preskriptif berusaha menemukan dan mengajarkan prinsipprinsip perbuatan yang bermanfaat dan mengapa harus demikian. Jadi, filsafat
preskriptif, memberi resep tentang perbuatan atau perilaku manusia yang
bermanfaat.
3. Filsafat analitik
Model analitik terbagi menjadi dua golongan, yaitu analitik linguistik dan
analitik positivistik logis. Model analitik linguistik mengandung arti bahwa
filsafat sebagai analisis logis tentang bahasa dan penjelasan makna istilah. Para
filsof memakai metode analitik linguistik untuk menjelaskan arti suatu istilah
dan pemakaian bahasa. Beberapa filsuf mengatakan bahwa analisis tentang arti
bahasa merupakan tugas pokok filsafat dan tugas analisis kinsep sebagai satu
FILSAFAT PENDIDIKAN
7
satunya fungsi filsafat. Para filsuf analitik seperti G.E Moore, Bertand Russell,
G. Ryle, dan yang lainnya berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah
menyingkirkan kekaburan-kekaburan dengan cara menjelaskan arti istilah atau
ungkapan yang dipakai dalam ilmu pengetahuan dan dalam kehidupan seharihari. Mereka berpendirian bahwa bahasa merupakan laboratorium para filsuf,
yaitu tempat menyemai dan mengembangkan ide-ide. Menurut Wittgenstein
tanpa penggunaan logika bahasa, pernyataan-pernyataan akan tidak bermakna.
a. Analitik linguistik
Pendekatan analitik linguistik memusatkan perhatianya pada
analisis bahasa, kata-kata, istilah-istilah dan pengertian-pengertian
dalam bahasa. Dengan pendekatan analitik akan menguji suatu ide atau
gagasan, seperti: istilah/ide kebebasan akademik, hak asasi manusia,
demokrasi, potensi anak dan sebagainya. Menurut pendekatan analitik
linguistik gagasan/ide tersebut memiliki makna yang berbeda dalam
konteks berlainan. Pendekatan ini lebih bertujuan mengklarifikasi
bahasa dan pemikiran yang ada daripada membuat pendapat-pendapat
yang baru tentang hakikat kenyataan.
Pendekatan analitik linguistik akan menjelaskan pernyataanpernyataan spekulatif dan preskriptif. Misalnya menguji rasionalitas
yang berkaitan dengan ide-ide atau gagasan-gagasan pendidikan dan
menguji bagaimana konsistensinya dengan gagasan lain.
Filsafat analitik linguistik bukan merupakan suatu bangunan
pengetahuan, melainkan merupakan suatu aktifitas yang bertujuan
menjernihkan istilah-istilah yang dipergunakan. Diantara filosof-filosof
analitik akan muncul perbedaan-perbedaan, tetapi mereka masih
memiliki tujuan yang sama, yakni pemakaian bahasa yang jelas dan
jernih. Ahli filsafat analitik cenderung skeptis, berhati-hati dan
cenderung tidak berkeinginan untuk membangun suatu mazhab dalam
sistem berpikir. Dewasa ini pendekatan analitik mendominasi filsafat di
FILSAFAT PENDIDIKAN
8
Amerika dan Inggris. Di daratan Eropa pada umumnya masih berlaku
pendekatan spekulatif.
b. Analitik positivistik logis
Model analitik positivistik logis dikenal dengan neopositivisme
dikembangkan oleh Bertrand Russel yang berakar dan meneruskan
filsafat posotivime dari Conte yang merupakan peletak dasar
pendekatan kuantitatif dalam pengembangan ilmu (science). Dengan
meletakan matematika sebagai dasar bagi semua cabang ilmu. Di atas
matematika secara berurutan ia tunjukkan astronomi, fisika, kimia dan
biologi dengan penyediaan dana dan fasilitas dalam skala prioritas
utama.
Menurut Kunto Wibisono (1997 melalui Uyoh, 2012) Positivisme
merupakan suatu model dalam pengembangan ilmu pengetahuan
(knowledge) yang di dalam langkah kerjanya menempuh jalan melalui
observasi, eksperimentasi, dan komparasi sebagaimana diterapkan
dalam
ilmu
kealaman,
dan
model
ini
dikembangkan
dalam
pengembangan ilmu-ilmu sosial. Positivisme menggunakan presisi,
verifiabilitas, konfirmasi dan eksperimentasi dengan derajat optimal,
dengan maksud agar sejauh mungkin dapat melakukan prediksi dengan
derajat ketepatan optimal pula. Dengan demikian keberhasilan dan
kebenaran ilmiah diukur secara positivistik, dalam arti yang benar dan
yang nyata haruslah konkret, akurat dan memberi kemanfaatan. Yang
nyata haruslah konkret, eksak, akurat dan memberi kemanfaatan.
Positivisme memiliki pengaruh yang kuat pada metode ilmiah.
Konsep-konsep positivisme menyumbangkan pendekatan baru dalam
penemuan kebenaran ilmiah yang melahirkan revolusi paradigma.
Prinsip dan prosedur dalam ilmu alam dan ilmu sosial, yang berasal dari
asumsi. Jhon Struart Mill (1843), terus hidup sampai sekarang sebagai
paradigma metodologis. Mill tidak membedakan metodologi ilmu sosial
dan ilmu kealaman.
FILSAFAT PENDIDIKAN
9
Implikasi dalam pengembangan ilmu pendidikan, bagi positivisme
tidak mengenal ilmu pendidikan (satu ilmu yang utuh), namun yang ada
adalah ilmu-ilmu pendidikan, seperti psikologi pendidikan, sosiologi
pendidikan,
antropologi
pendidikan,
administrasi
pendidikan,
pengukuran pendidikan dan sebagainya. Ilmu-ilmu tersebut merupakan
aplikasi dari ilmu-ilmu murni sebagai mana ilmu dasarnya.
Positivisme merupakan model pendekatan ilmiah kuantitatif dalam
keilmuan, para penganutnya menyebut dirinya berparadigma ilmiah
(scientific paradigm). Hal ini ditunjukan dari beberapa hal (Moleong
dalam Uyoh. 2012)
Teknik yang digunakan kuantitatif yang mendasarkan diri pada
Kriteria kualitasnya bersifat “rigor” (kaku) yaitu harus memenuhi
prinsip validitas eksternal-internal, reliabilitas, dan obyektivitas.
Berdasarkan kriteria kualitas ini membawa konsekuensi kepada
penyusunan desain yang bagus untuk suatu eksperimen.
Persoalan kualitasnya menunjuk “dapatkah X menyebabkan Y?”
Lebih pada pengetahuan proporsional yaitu dalam bentuk hipotesis
Pendiriannya adlah reduksionis, yaitu menyempitkan penelitian
pada fokus yang relatif kecil dengan formulasi hipotesis dan
hipotesis ini diuji secara empirik
Maksudnya untuk menemukan pengetahuan melalui verifikasi
hipotesis yang dispesifikasi secara apriori.
Kritik terhadap positivisme disampaikan oleh Lincoln dan Guba (1985)
1) Positivisme menghasilkan penelitian dengan responden manusia,
namun kurang mengindahkan kemanusiaan. Hal ini dapat dikatakan
bahwa pendekatan positivisme tidak memiliki implikasi etis.
2) Positivisme kurang berhasil menggarap formulasi empiris dan
konseptual dari berbagai bidang ilmu (terutama ilmu sosial dan
humaniora)
3) Positivisme bermuara paling sedikit pada ilmu asumsi yang sulit
untuk dipertahankan.
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
0
a) Asumsi ontologis tentang terjadinya realitas tunggal yang dapat
dipecah-pecah dan dapat diselidiki secara terpisah
b) Asumsi
epistemologis
tentang
kemungkinan
tentang
kemungkinan terpisahnya pengamat dari yang diamati
c) Asumsi tentang keterpisahan observasi secara temporal dan
kontekstual, sehingga yang benar pada suatu waktu dan tempat,
benar juga pada waktu dan tempat yang lain.
d) Asumsi hubungan kausal yang linier, yang satu merupakan
sebab dan yang lain merupakan akibat
e) Asumsi aksiologis tentang bebas nilai, yakni metodologi
menjamin bahwa hasil-hasil suatu penilaian secara esensial
bebas dari pengaruh sistem nilai.
Model apapun dalam pendekatan filosofis semua penting. Kebanyakan ahli
pikir sepakat bahwa semua model diatas bermanfaat dalam mengkaji segala
sesuatu. Spekulatif tanpa analitik hanya merupakan cita-cita yang muluk (utopis),
tidak relevan dengan dunia realitas. Sebaliknya analitik tanpa spekulatif akan
kecil, kerdil, steril tidak akan memiliki makna hakiki. Spekulatif dan analitik
tanpa preskriptif akan kering dalam nilai, yang merupakan inti dalam kehidupan
manusia.
C. MISI FILSAFAT
Para filosof berusaha menemukan masalah-masalah yang penting bagi
manusia, baik langsung maupun tidak langsung. Melalui pengujian yang kritis,
filosof mencoba mengevakuasi informasi-informasi dan kepercayaan yang kita
miliki tenatang alam semesta serta kesibukan dunia manusia, filosof mencoba
membuat generalisasi, sistematisasi, dan gambaran-gambaran yang konsisten
tentang semua hal yang ia ketahui dan ia pikirkan.
Kalau kita mencoba mempelajari latar belakang kehidupan filosof, kita dapat
melihat bahwa mereka berasal dari beraneka ragam keahlian dan latar belakang
sosial yang berbeda. Diantaranya adalah
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
1
Filosof yang yang menjadi pemimpin/imam gereja, seperti St. Agustinus,
Berkeley, yang mencoba memberikan sudut pandang filsafatnya dari agama.
Filosof berasal dari bidang ilmuan (sains), seperti Rene Descartes yang
mencoba menafsirkan arti pentingnya berbagai teori dan penemuan ilmiah.
Filosof dengan maksud mempengaruhi perubahan tertentu dalam organisasi
politik dalam kehidupan masyarakat seperti Jhon Locke, Thomas Hobbes,
Karl Marx dan yang lainnya.
Filosof Djamaludin Al-afghany dan Mohammad Iqbal membawa perubahan
besar dalam sistem pemikiran islam. Pemikiran Iqbal banyak memberikan
andil dalam pembentukan negara pakistan yang memisahkan diri dari India.
Dari sudut pekerjaanya, kita dapat melihat bahwa diantara mereka ada yang
menjadi guru (guru besar), seperti Thomas Aquino pada zaman Scholastik. Jhon
Dewey seorang guru besar di Universitas Colombia. Al-Ghazali sebagai guru
besar di Nizamiyah Bagdhad. Ada yang menjadi tabib (dokter medis) seperti Ibnu
Sina, seorang filosof muslim yang mendapat pengukuhan sebagai bapak
kedokteran Dunia oleh UNISCO. Kemudian ada yang sebagai penulis surat kabar,
seperti Jhon Stuart Mill. Ia pernah menjadi anggota parlemen sedangkan filosof
terkemuka banyak berprofesi sebagai ilmuwan atau ahli matematika, seperti
Immanuel Kant, Bertrand Russel, Einsten. Ada juga filosof sebagai seorang
sastrawan seperti Mohammad Iqbal dari Pakistan.
Tanpa melihat tujuan, pekerjaan, latar belakang sosialnya, para filosof telah
menyumbangkan sesuatu keyakinan mengenai pentingnya pengujian dan analisis
yang kritis terhadap pendangan-pandangan manusia, baik yang bersumber dari
pengalaman sehari-hari, berdasarkan penemuan ilmiah, maupun yang berasal dari
kepercayaan ajaran agama. Titus (1959 melalui Uyoh. 2012) mengemukakan
bahwa terdapat tiga tugas utama filsafat, yaitu:
a) Mendapatkan pandangan yang menyeluruh
b) Menemukan makna dan nilai-nilai dari segala sesuatu
c) Menganalis dan memadukan kritik terhadap konsep-konsep
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
2
Filsafat mencoba memadukan hasil-hasil dari berbagai sains yang berbeda
kedalam pandangan dunia yang konsisten. Filosof cenderung tidak menjadi
spesialis seperti para ilmuwan. Ia menganalis benda-benda atau masalah-masalah
dengan suatu pandangan yang menyeluruh.
Filsafat tertarik terhadap aspek-aspek kuantitatif segala sesuatu, terutama
berkaitan dengan makna dan nilai-nilainya. Filsafat menolak untuk mengabaikan
setiap aspek yang otentik dari pengalaman manusia. Hidup mendorong kita untuk
menentukan pilihan dan bertindak berdasarkan skala nilai. Filsafat berusaha
memformulasikan makna dan nilai dalam cara yang paling dapat diterima akal.
Filsafat mencoba mencari dan menemukan kebenaran dengan pengujian secara
kritis (critical) terhadap asumsi-asumsi, konsep-konsep, dan semua lapangan
sains.
D. LAPANGAN FILSAFAT
Filsafat merupakan usaha berfikir manusia secara sistematis. Disini kita perlu
mensistematiskan segala sesuatu yang ada. Kita perlu mengklarifikasikan segala
sesuatu yang ada.
Al-Syaibani (1979 melalui Uyoh. 2012) mendefinisikan filsafat sebagai usaha
mencari yang hak mengenai kebenaran, atau usaha untuk mengetahui sesuatu
yang terwujud, atau usaha untuk mengetahui tentang nilai segala sesuatau yang
mengelilingi manusia dalam alam semesta ini. Kehidupan, manusia dan pencipta
alam semesta, sifat-sifat dan nilai-nilai kemanusiaan. Filsafat membahas tiga
persoalan pokok, yaitu masalah wujud, masalah pengetahuan dan masalah nilai.
Selanjutnya butler (1957 melalui Uyoh. 2012) mengemukakan beberapa
persoalan yang dibahas dalam filsafat, yaitu:
1.
Metafisika, membahas: teologi, kosmologi dan antropologi
2.
Epistemologi, membahas: hakikat pengetahuan, sumber pengetahuan
dan metode pengetahuan.
3.
Aksilogi, membahas: etika dan estetika.
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
3
Selanjutnya uraian berikut ini akan menjelaskan ketiga persoalan yang
menjadi lapangan kajian filsafat.
1. Metafisika
Secara etimologi, metafisika berasal dari bahasa yunani kuno yang terdiri dari
dua kata, “meta” dan “fisika” meta berarti sesudah, dibelakang atau melampaui
dan fisika berarti alam nyata. Metafisika merupakan cabang filsafat yang
mempersoalkan tentang hakikat yang tersimpul dibelakang dunia fenomena.
Metafisika melampaui pengalaman objeknya diluar hal yang dapat ditangkap
pancaindera.
Metafisika berhubungan dengan penjelasan hakikat dari realitas se-rasioanal
dan se- komprehensif mungkin. Apakah realitas? Siapa tuhan? Apakah takdir/
siapa manusia? Ini merupakan pertanyaan-pertanyaan metafisika. Pertanyaanpertanyaan metafisika seperti ini adalah jantung dari filsafat pendidikan
Metafisika dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti
sesuatu yang berwujud dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi adalah bidang
pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang
ada menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab akibat yaitu
ada manusia, ada alam, dan ada kuasa prima dalam suatu hubungan yang
menyeluruh,
teratur,
dan
tertib
dalam
keharmonisan
(Suparlan
Suhartono:2007). Dengan kata lain, ontologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan berdasarkan pada
logika semata.
b. Metafisika khusus mempersoalkan teologi, kosmologi dan antropologi.
Teologi mempersoalkan pertanyaan sekitar tuhan dan hubungan dengan dunia
realitas sebagai hasil ciptaan-nya. Kosmologi mempersoalkan hakikat
kosmos,
asal
dan
struktur
alam
semesta.
Sedangkan
antropologi
mempersoalkan hakikat manusia.
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
4
Metafisika mempelajari manusia atau diluar fisiknya dan diluar gejala-gejala
yang dialami manusia dan mencoba mengkaji secara mendalam.
2. Epistemologi
Istilah epistemologi berasal dari bahasa yunani kuno, dengan asal kata
“episteme” yang berarti pengetahuan dan “logos” yang berarti teori. Secara
etimologi, epistemologi berarti teori pengetahuan. Epistemologi merupakan
cabang filsafat yang membahas atau mengkaji tentang asal, struktur, metode,
serta keabsahan pengetahuan. Menurut Langeveld (1961melalui Uyoh. 2012)
epistemologi membicarakan hakikat pengetahuan, unsur-unsur dan susunan
berbagai jenis pengetahuan, pangkal, tumpuanya yang fundamental, metodemetode dan batasan-batasannya.
a. Jenis-jenis pengetahuan
1) Pengetahuan wahyu (revealed knowledge)
Manusia memperoleh pengetahuan dan kebenaran atas dasar wahyu yang
diberikan tuhan kepada manusia. Tuhan telah memberikan pengetahuan dan
kebenaran kepada manusia pilihanya, yang dapat dijadikan petunjuk bagi
manusia dalam kehidupanya.
2) Pengetahuan intuitive (intuitive knowledge)
Pengetahuan yang diperoleh manusia dari dalam dirinya sendiri, pada saat
menghayati sesuatu. Pengetahuan intuitif disusun dan diterima dengan
kekuatan visi imaginatif dalam pengalaman pribadi seseorang. Seperti karya
penulis besar Shakespeare.
3) Pengetahuan rasional (rational Knowledge)
Pengetahuan rasional merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan
latihan rasio akal semata, tidak disertai dengan observasi terhadap peristiwaperistiwa faktual. Prinsip logika formal dan matematika murni merupakan
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
5
paradigma pengetahuan rasional, kebenarannya dapat ditunjukkan dengan
pemikiran yang abstrak.
4) Pengetahuan empiris (empirical knowledge)
Pengetahuan
empiris
diperoleh
atas
bukti
penginderaan,
dengan
penglihatan, pendengaran dan sentuhan indera-indera lainya, sehingga kita
memiliki konsep dunia disekitar kita. Paradigma pengetahuan empiris adalah
sains, dimana hipotesis-hipotesis sains di uji dengan observasi dan
eksperimen.
5) Pengetahuan otoritas (authoritative knowledge)
Penerimaan suatu pengetahuan itu benar bukan karena telah mengeceknya
diluar diri kita, melainkan telah dijamin oleh otoritas (suatu sumber yang
berwibawa, memiliki wewenang, berhak) di lapangan.
b. Teori pengetahuan
Ada beberapa teori yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan apakah
pengetahuan itu benar atau salah, yaitu:
1) Teori korespondensi (correspondence theory)
Kebenaran merupakan persesuaian antara fakta dan situasi nyata.
Kebenaran merupakan persesuaian antara pernyataan dalam pikiran dengan
situasi lingkungannya. Kebenaran pengetahuan dapat diperoleh karena
bersesuaian dengan pendapat orang lain sebelumnya atau karena diterima
oleh banyak orang, melainkan karena bersesuaian dengan kenyataan
sebenarnya.
2) Teori koherensi (coherence theory)
Menurut teori koherensi, kebenaran bukan persesuaian antara pikiran
dengan
kenyataan,
melainkan
kesesuaian
secara
harmonis
FILSAFAT PENDIDIKAN
antara
1
6
pendapat/pikiran kita dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Teori ini pada
umumnya diakui oleh golongan idealis.
Pengertian persesuian dalam teori ini berarti terdapat konsistensi
(ketepatan, sehingga teori ini disebut juga teori konsistensi) yang merupakan
ciri logis hubungan antara pikiran-pikiran (ide-ide) yang telah kita miliki satu
dengan yang lain.
3) Teori pragmatisme (pragmatism theory)
Shiller, pengikut pragmatisme di inggris, mengemukakan bahwa
kebenaran merupakan suatu bentuk nilai, artinya apabila kita menyatakan
benar terhdap sesuatu, berarti kita memberikan penilaian terhadapnya. Istilah
benar adalah sesuatu pernyataan yang berguna, sedangkan istilah salah adalah
sesuatu yang tidak berguna. Seseorang menyatakan bahwa pendapatnya
benar, karena telah memenuhi kepentingannya.
Menurut pragmatisme, kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria
apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau
tidak. Artinya, pernyataan itu dikatakan benar kalau memiliki kegunaan
praktis dalam kehidupan manusia. Suatu teori, pendapat atau hipotesis
dikaatakan benar apabila menghasilkan jalan keluar dalam praktik, atau
membuahkan hasil-hasil yang memuaskan.
3. Aksiologi
Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, terdiri
dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori. Jadi,
aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Secara singkat,
aksiologi adalah teori nilai. Dagobert Runes (1963 melalui Uyoh. 2012)
mengemukakan beberapa persoalan berkaitan dengan nilai yang mencakup: a)
hakikat nilai, b) tipe nilai, c) kriteria nilai dan d) status metafisika nilai.
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
7
Mengenai hakikat nilai, teori voluntarisme mengatakan nilai adalah suatu
pemuasan terhadap keinginan maupun kemauan. Menurut formalisme, nilai
adalah kemauan yang bijaksana yang didasarkan pada akar rasional.
Tipe nilai dapat dibedakan antara nilai intrinsik dan nilai instrumental. Nilai
intrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan, sedangkan nilai instrumental
adalah sebagai alat untuk mencapai nilai instrinsik.
Yang dimaksud dengan kriteria nilai adalah sesuatu yang menjadi ukuran dari
nilai tersebut, bagaimana yang dikatakan baik dan bagaimana nilai yang dikatakan
tidak baik.
Yang dimaksud status metafisik adalah nilai adalah bagaimana hubungan
nilai-nilai tersebut dengan realitas. Dalam hal ini Dagobert Runes (1963 melalui
Uyoh. 2012) mengemukaan jawaban, menurut subjektivisme, nilai itu berdiri
sendiri,
namun
bergantung
dan
berhubungan
dengan
pengalaman
manusia.menurut objektivisme logis, nilai itu suatu wujud, suatu kehidupan yang
logis tidak terkait pada kehidupan yang dikenalnya namun tidak memiliki status
dan gerak didalam kenyataan. Menurut objektivisme metafisik, nilai adalah suatu
yang lengkap, objektif dan merupakan bagian aktif dari realitas metafisik.
a. Karakteristik nilai
Ada beberapa karakteristik yang berkaitan dengan teori nilai, yaitu:
1) Nilai objektif atau subjektif
Nilai itu objektif jika tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang
menilai, sebaliknya, nilai itu subjektif jika eksistensinya, maknanya dan
validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian, tanpa
mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis ataupun fisik.
2) Nilai absolut atau berubah
Suatu nilai dikatakan absolut atau abadi, apabila nilai yang berlaku sekarang
sudah berlaku sejak masa lampau dan akan berlaku serta absah sepanjang
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
8
masa, serta akan berlaku bagi siapapun tanpa memperhatikan ras, maupun
kelas sosial.
b. Nilai tingkatan (hierarki)
Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan nilai, yaitu
Kaum idealis berpandangan secara pasti terhadap tingkatan nilai, dimana nilai
spiritual lebih tinggi daripada nilai non spiritual (material).
Kaum realis berpandangan bahwa nilai rasional dan empiris pada tingkatan
atas, sebab membantu manusia menemukan realitas objektif, hukum-hukum
alam, aturan-aturan berpikir logis.
Kaum pragmatis menolak tingkatan secara pasti. Menurut mereka suatu
aktivitas dikatakan baik seperti lainnya, apabila memuaskan kebutuhan yang
penting, dan memiliki nilai instrumental.
c. Jenis-jenis nilai
Aksiologi sebagai cabang filsafat dapat kita bedakan menjadi:
1. Etika
Istilah etika berasal dari kata “ethos” (yunani) yang berarti adat kebiasaan.
Dalam istilah lain, para ahli bergerak dalam bidang etika yang menyebut
dengan “moral” berasal dari bahasa Yunani yang artinya kebiasaan.
Walaupun antara etika dan moral terdapat perbedaan, tetapi para ahli tidak
membedakannya dengan tegas, bahkan cenderung praktis memberi arti yang
sama. Menurut Langeveld (1961melalui Uyoh. 2012), etika adalah teori
perbuatan manusia, yang ditimbang menurut baik dan buruknya. Dalam
bahasa Arab istilah estatika sama dengan istilah ilmu. Akhlak seperti
dikemukakan oleh Ahmad Amin, yang dikutip oleh Rachmat Djatnika (1985
melalui Uyoh. 2012) adalah “ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang harus dilaksanakan oleh sebagian manusia terhadap
FILSAFAT PENDIDIKAN
1
9
sebagainya, menjelaskan tujuan yang hendak dicapai manusia dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan yang diperbuat.
Jadi etika merupakan cabang filsafat atau filsafat moral yang membicarakan
perbuatan manusia. Cara memandangnya dari sudut baik dan tidak baik. etika
merupakan filsafat tentang perilaku manusia.
2. Estetika
Estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan
pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Kadang-kadang
filsafat estetika diartikan dengan filsafat seni, tetapi kadang pula prinsipprinsip yang berhubungan denga estetika dinyatakan sebagai hakikat
keindahan.
Randall dan Buchler (1942 melalui Uyoh. 2012) mengemukakan bahwa ada
tiga interpretasi tentang hakekat seni, yaitu:
a. Seni sebagai penebusan (penetasi) terhadap realitas, selain pengalaman.
b. Seni sebagai alat untuk kesenangan hidup
c. Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman.
FILSAFAT PENDIDIKAN
2
0
BAB III
KESIMPULAN
Filsafat merupakan kegiatan berpikir manusia yang berusaha mencapai
kebaikan dan kearifan dengan secara reflektif dan kritis. Filsafat berusaha
merenungkan dan membuat garis-garis besar dari masalah yang rumit dari
pengalaman manusia. Model filsafat yang dibagi kedalam tiga yaitu spekulatif,
preskriptif dan analitik merupakan model yang saling melengkapi dalam mengkaji
fenomena masalah manusia yang dapat membawa kajian secara mendalam dan
meluas.
Titus mengemukakan terdapat tiga misi utama yang relevan yaitu
mendapatkan pandangan yang menyeluruh, mengemukakan makna dan nilai-nilai,
menganalisis dan memadukan kritik terhadap konsep-konsep.
Filsafat membahas tiga persoalan pokok metafisika membahas teologi,
ontologi, kosmologi dan antropologi. Epistemologi membahas hakikat
pengetahuan, sumber pengetahuan dan metode pengetahuan. Aksilogi yang
membahas etika, moral dan estetika.
FILSAFAT PENDIDIKAN
2
1
DAFTAR PUSTAKA
Rudi, Siswoyo. 2012. “makalah filsafat pendidikan” diunduh pada tanggal 22
februari 2015 dari
http://rudisiswoyoalfatih.blogspot.com/2012/02/makalah-flsafatpendidikan-tentang_05.html
Sadulloh, Uyoh. 2012. Pengantar filsafat pendidikan. Bandung: Alfabeta
Soyomukti, nurani. 2011. Pengantar Filsafat Umum. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.
Tafsir, Ahmad. 2013. Filsafat umum akal dan hati sejak thales sampai capra.
Bandung: Remaja Rosdakarya
FILSAFAT PENDIDIKAN
2
2