Identifikasi Sosial Institusi Kesehatan hesti wira

Identifikasi Sosial :
Institusi Kesehatan
Makalah
Mata Kuliah Sosiologi Umum
Oleh
Irvan Prasetya

(2015510008)

Dimas Wuri Handayanto
Yung Sutrisno Jusuf

(2015510009)
(2015510014)

Jurusan Ilmu Filsafat
Fakultas Filsafat
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
1
BANDUNG
2015


Abstrak
Sosiologi melakukan pendekatan terhadap bidang kesehatan guna melakukan
identifikasi sosial di dalamnya. Ilmu sosiologi berupaya untuk membantu dunia kesehatan
dalam melakukan penelitian (metode), identifikasi masalah sosial kaitannya dengan
kesehatan (gaya hidup: budaya, kesenjangan, penyimpangan), menelaah peran gerakan
sosial, proses sosialisasi kesehatan masyarakat, dan mencari solusi-solusi strategis guna
meningkatkan kehidupan masyarakat yang sehat.
Tujuan dari pembahasan ini adalah meningkatkan pengetahuan dalam mengidentifikasi
komponen ilmu sosiologi dalam kehidupan masyarakat khusunya di bidang kesehatan. Juga
dalam upaya meningkatkan kepekaan akan adanya masalah sosial kesehatan dalam
masyarakat. Juga mampu menjawab tantangan-tantangan dalam kehidupan sosial di bidang
kesehatan, melalui penemuan solusi atas realitas sosial yang tampak.
Pembahasan ini berdasarkan komponen-komponen materi yang terdapat dalam mata
kuliah sosiologi umum, tinjauan studi literatur, pengamatan langsung, dan wawancara
dengan pihak - pihak yang bersangkutan.
Dalam pembahasan ini terdapat identifikasi sosial dalam bidang kesehatan yang
disajikan berdasarkan teori, permasalahan pokok, hasil pengamatan dan wawancara serta
kesimpulan, guna memberikan solusi yang tepat.
Pembahasan ini merujuk pada satu pokok simpulan yaitu bahwa kondisi kesehatan

individu sangat berpengaruh pada kemampuan individu dalam berperan sesuai status
sosialnya di masyarakat. Aspek-aspek utama yang menyangkut pokok simpulan tersebut
adalah kesejahteraan sosial dan ekonomi, pengaruh budaya dalam pola hidup dan pola pikir,
serta gerakan sosial yang mampu menjadi solusi dari masalah-masalah kesehatan di
masyarakat.

2

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pada hakekatnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana manusia itu tidak akan
mampu hidup hanya dengan kekuatannya sendiri. Manusia membutuhkan orang lain dalam
menjalani segala dinamika kehidupan yang dimilikinya. Dengan keadaannya sebagai
makhluk sosial, maka manusia harus mampu untuk berusaha belajar berinteraksi dengan
lingkungan serta individu-individu yang ada di sekitarnya. Dalam hal ini, manusia harus
bisa membangun sebuah relasi yang baik diantara satu dengan yang lainnya. Keadaan ini
menimbulkan lahirnya lingkungan sosial, dimana manusia sendirilah yang menjadi
penggerak lingkungan tersebut.
Lingkungan sosial ini membawa dampak positif serta negatif dan dalam hal ini,

kedua hal ini tidak akan mampu kita hindari. Seiiring berjalannya waktu, lingkungan sosial
inipun akan mengalami perubahan sosial demi menyesuaikan diri dengan tuntutan keadaan
jaman. Perubahan perubahan ini akan membawa kita pada berbagai krisis, dan dalam
makalah kami ini, kami akan lebih menyoroti tentang dampak perubahan sosial itu dalam
bidang kesehatan. Dalam kehidupan manusia mempunyai sebuah kesehatan dimana
seseorang merasa baik dengan fisik dan mentalnya lebih tepatnya sehat yaitu suatu kondisi
yang bebas dari berbagai jenis penyakit baik secara fisik, mental, maupun sosial. Konsep
sehat adalah keadaan normal yang sesuai dengan standar yang diterima berdasarkan kriteria
tertentu, sesuai jenis kelamin dan komunitas masyarakat disekitarnya.
Kesehatan merupakan salah satu hal pokok yang ingin dicapai manusia dalam
usahanya untuk melanjutkan serta menjalani sebuah kehidupan di dunia ini. Namun,
ironisnya, kebanyakan orang mengatakan bahwa sehat itu mahal, tetapi benarkah tentang
fakta itu? Menurut pendapat para Ilmu Kesehatan Dunia (WHO), memang sehat itu mahal,
karena kita harus memakan- makanan yang penuh gizi serta nutrisi demi menjaga agar
3
tubuh kita tetap sehat dan kuat, sehingga kata kesehatan
itupun bisa dicapai dengan

persentase yang sempurna. Tapi perlu kita sadari bahwa ada beragam macam masalah sosial
yang mempengaruhi sulitnya merealisasikan kehidupan yang sehat itu sendiri.

Masalah sosial itu antara lain, bisa dilihat dari segi pola hidup yang dipengaruhi oleh

budaya modern serta kesenjangan sosial yang pada akhirnya malah menimbulkan sebuah
tindakan penyimpangan sosial dan masih banyak hal lain yang dapat digali demi
menemukan akar permasalahan sulitnya mencapai sebuah hidup sehat atau kesehatan itu
sendiri. Dalam menanggapi permasalahan tersebut, disini kami berusaha untuk menyusun
sebuah pendekatan atau sebuah identifikasi dari ilmu sosiologi terkhusus dalam aspek
kesehatan.
Rumusan Masalah



Apa itu Sosiologi Kesehatan dan bagaimana perannya?
Apa saja masalah sosial yang muncul dalam institusi kesehatan?

Metode Penulisan
Dalam metode penulisan makalah ini, kami memakai berbagai macam, cara, antara lain:
metode observasi, metode literatur/studi pustaka, dan metode wawancara. Metode-metode
ini kami gunakan untuk memperdalam pengetahuan mengenai materi yang kami gunakan.
Juga untuk memperdalam pembahasan yang kami sajikan.

1.1 Tujuan Penulisan




Mampu memahami peran sosiologi dalam dunia kesehatan.
Mampu mengidentifikasi masalah sosial dalam institusi kesehatan.
Mampu lebih peka dalam memahami dan melihat realitas kehidupan di sekitar kita,
terkhusus dalam segi kesehatan, secara lebih mendalam.

Bab II
Sosiologi Kesehatan

4

Sosiologi Kesehatan

Definisi:1

 Sosiologi kesehatan adalah studi tentang perawatan kesehatan sebagai suatu sistem

yang telah terlembaga dalam masyarakat, dan keterkaitan antara kesehatan dan
faktor-faktor sosial.
 Menurut ASA (American Sociological Assocation; 1986), sosiologi kesehatan
merupakan sub-bidang yang mengaplikasikan perspektif, konsep, dan teori serta
metodologi di bidang sosiologi untuk melakuakn kajian terhadap fenomena yang
berkaitan dengan kesehatan manusia.

Topik-topik utama dalam kajian sosiologi kesehatan2

1. Hubungan antara lingkungan sosial dengan ksesehatan dan kondisi sakit:
a. Epidemiologi sosial: studi tentang trend dan pola penyebaran penyakit.
b. Social tress studi tentang ketidakseimbangan atau situasi yang tercipta
karena keinginan berda diatas kemampuan dirinya.
2. Perilaku sehat dan sakit:
a. Perilaku sehat: studi tentang perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan
status kesehatan.
b. Studi mengenai interpretasi dan tindakan dalam merespon situasi sakit.
3. Praktisi perawatan kesehatan dan hubungan antar peran:
a. Tenaga profesional di bidang kesehatan: studi tentang tenaga medis sebagai
kelompok sosial profesional dalam bidang kesehatan.

b. Pendidikan kesehatan dan sosialisasi oleh tenaga medis: studi tentang
pendidikan dan sosialisasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan termasuk
perekrutan tenaga kesehatan.

5

1Fisip Unair. Sosiologi Kesehatan, tersedia [online]. http://web.unair.ac.id/admin/file/f_32373_soskes2.pdf,
http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id, diakses tanggal 3 Desember 2015
2 Ibid

c.

Interaksi antara tenaga kesehatan dan pasien: studi tentang pola interaksi

dan faktor yang mempengaruhi interaksi.
d. Perkembangan penanganan penyakit (tradisional – modern).
4. Sistem perawatan kesehatan:
a. Sistem kesehatan masyarakat: studi yang menyangkut soal organisasi,
regulasi, financing, dan masalah kesehatan.
b. Healt care delivery: studi tentang organisasi yang terlibat dalam pelayanan

rujukan kesehatan.
c. Efek sosial terknologi kesehatan : mempelajari konsekwensi atau resiko
sosial bagi teknologi kesehatan dan kebijakan publik yang dibuat.
d. Studi tentang perbandingan sistem perawatan kesehatan antar lokasi.
Pandangan-pandangan3

Salah satu tokoh yang mengemukakan tentang sosiologi kesehatan/medis adalah
Rudolf Virchow (pendiri patologi modern). Ia berpendapat bahwa ilmu kedokteran atau
kesehatan adalah juga bagian dari ilmu sosial yang perlu mempertimbangkan pengaruh
struktur soial dalam menciptakan kehidupan yang sehat ataupun sakit, serta gejala-gejala
sosial yang berpengaruh pada institusi kesehatan.
Menurut Parson, seseorang dianggap sehat manakala ia mempunyai kapastias
optimum untuk melaksanakan peran dan tugas yang telah dipelajarinya melalui proses
sosialisasi, dan tidak berdasarkan penilaian ilmu kesehatan. Jadi, kesehatan sosiologis
seseroang bersifat relatif karena tergantung pada peran yang dijalankannya dalam
masyarakat. Parson juga memandang masalah kesehatan dari sudut pandang kesinambungan
sistem sosial. Dari sudut pandang ini, tingkat kesehatan terlalu rendah atau terlalu tinggi
dapat mengganggu berlangsungnya sistem sosial karena gangguan kesehatan menghalangi
kemampuan anggota masyarakat untuk dapat melaksanakan peran sosialnya. Selain itu juga
dapat mengganggu penyesuaian pribadi dan sosial seseorang, karena masyarakat

berkepentingan terhadapa pengendalian mortalitas dan morbiditas.
6
3 Fisip Unair. Sosiologi Kesehatan, tersedia [online]. http://web.unair.ac.id/admin/file/f_32373_soskes2.pdf,
http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id, diakses tanggal 3 Desember 2015

Alfred Grotjan mendokumentasikan peran faktor sosial terhadap health and illness,
juga mengemukakan bahwa perlu adanya peningkatan ilmu sosial di lingkungan masyarakat
untuk menangani masalah kesehatan. Lawrence Henderson mengemukakan tentang studi
interaksi dokter dan pasien sebagai suatu sistem. Oliver Garveau: sosiologi politik
kaitannya dengan bidang medis. George Rosen, studi tentang peningkatan spesialisasi di
bidang medis. Oswald, organisasi informal dalam katiannya dengan praktek medis.

Pendekatan Terotitik Bidang Sosiologi4:



Fungsionalisme
 Masyarakat sebagai suatu sistem (strukutr) dengan bagian yang saling
bergantung (misalnya: keluarga, ekonomi, lingkungan, kesehatan) yang
bekerja secara bersama-sama untuk menghasilkan suatu keseimbangan.

 Tiap bagian diasumsikan memiliki fungsi secara positif / negatif (disfungsi)
bagi masyarakat secara keseluruhan.
 Jadi tiap bagian menjalankan fungsi secara baik maka akan tercipta



masyarakat yang stabil dan harmonis (sehat).
Konflik
 Masyarakat sebagai sistem yang di dominasi oleh ketidakseimbangan sosial
dan konflik sosial.
 Terjadi antara kelas atas (kaya) dan kelas bawah (miskin). Dari kedua belah
pihak itu dapat diidentifikasi mengenai kemampuan mengakses kesehatan
oleh setiap kelas tersebut. Kelas atas (kaya) mampu mengakses pelayanan
kesehatan dengan maksimal, sebaliknya kelas bawah (miskin) tidak mampu
mengakses pelayanan kesehatan.
 Sehingga terlihat ketidakadilan yang terjadi dalam masyarakat sosial tersebut
yang akhirnya akan selalu menyebabkan konflik antas kelas.
7




Interaksionisme

4 Fisip Unair. Sosiologi Kesehatan, tersedia [online]. http://web.unair.ac.id/admin/file/f_32373_soskes2.pdf,
http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id, diakses tanggal 3 Desember 2015

 Masyarakat dipandangan sebagai hasil akhir dari episode interaksi yang tak
terbatas dan dilakukan setiap waktu, dimana individu menginterpretasi pesanpesan sosial dan mereka memberikan respon atas dasar interpretasi yang
dilakukan.
 Dalam bidang medis, interaksionis memfokuskan perhatian pada bagaimana
tenaga kesehatan menggunakan strategi khusus.

Peran sosiologi dalam dunia kesehatan5

1. Sociology in Medicine
Sosilogi yang bekerjasama secara langsung dengan dokter atau staf kesehatan lainnya
dalam mempelajari faktor sosial yang relevan dengan terjadinya gangguan kesehatan,
juga berkaitan dengan memecahkan problem kesehatan masyarakat. hal ini menunjukan
bahwa fenomena sosial dapat menjadi faktor penentu dalam mempengaruhi pihak-pihak
yang menangani penyakit.
2. Sociology of Medicine
Berhubungan dengan organisasi, nilai, kepercayaan terhadap praktek kedokteran sebagai
bentuk dari perilaku manusia yang berada dalam lingkup pelayanan kesehatan.

3. Sociology for Medicine
Berhubungan dengan strategi metodologi untuk kepentingan bidang pelayanan
kesehatan. Seperti halnya menganalisis data dan menjelaskan hasil penelitian.
8

5 Adjiebooxien, Peran Sosiologi bagu dunia kesehatan, tersedia [online],
http://adjiebooxien.blog.fisip.uns.ac.id/2011/06/22/peran-sosiologi-bagi-kesehatan/, diakses tanggal 27
November 2015

4. Sociology from Medicine
Menganalisa lingkungan kedokteran dari perspektif sosial. Misalnya pola pendidikan,
perilaku, gaya hidup, para dokter, atau proses sosialisasi.

5. Sociology at Medicine
Bagian yang lebih banyak mengamati orientasi politik dan ideologi dalam dunia
kesehatan.

6. Socilolgy around Medicine
Menunjukan bagaimana sosologi menjadi bagian atau berinteraksi dengan ilmu lain
(antropologi, ekonomi, etnologi, filsafat, hukum, bahasa) dan kaitannya dengan dunia
kesehatan.

Peran sakit di masyarakat (Sudibyo Supardi);6

1. sakit sebagaiupaya untuk menghindari tekanan;
2. sakit sebagai upaya untuk mendapatkan perhatian;
3. Sakit sebagai kesempatan untuk istirahat;
4. Sakit sebagai alasan kegagalan;
5. Sakit sebagai penghapus dosa.

9

6 Mahasiswa Jurusan Sosiologi, Fisip UNS, Sosiologi Kesehatan,tersedia [online],
http://argyo.staff.uns.ac.id/files/2010/08/sosiologi-kesehatan1.pdf, diakses tanggal 27 November 2015

6. Sakit untuk mendapatkan alat ukur.

Stratifikasi Sosial dan Gejala Sosial dalam Bidang Kesehatan7

Stratifikasi sosial mengacu pada sebuah sistem, yang bertujuan untuk meranking
anggota masyarakat secara hirarkis berdasarkan atribut-atribut tertentu seperti kekayaan,
kekuasaan, dan prestige. Dalam realitas sosial, didapati bahwa stratifikasi sosial
menimbulkan masalah karena adanya kesenjangan. Hal ini dapat dianalisa berdasarkan
gejala sosial yang menjadi masalah sosial. Gejala ini dapat menjadi masalah apabila:
o Disertai dengan kesenjangan yang tajam antara kaya-kuasa dengan miskin-jelata.
o Pelapisan tersebut tidak memungkinkan bahwa si miskin-jelata ini mampu
memperoleh perbaikan-perbaikan hidup (kesejahtreraan sosial) dan juga mampu
menempati posisi si kaya-kuasa yang mampu memngakses sarana dan pelayanan
kesehatan secara baik (stratifikasi sosial tertutup).
o Dalam kondisi yang demikian, sangat sulit untuk menciptakan suasana yang
diwarnai rasa setia kawan, tenggang rasa dalam masyarakat, sebaliknya yang
terjadi adalah kecemburuan sosial yang berujung pada terjadinya konflik
terkhusus kriminalitas.
o Suatu gejala umum yang didapati, bahwa stratifikasi sering didasarkan pada
lingkup ekonomi yang berhimpitan dengan lingkup kekuasaan politik.
 Dengan demikian, lapisan teratas (minoritas elite) memiliki kedudukan
yang bersifat kumulatif. Sehingga mereka dapat mengkonsentrasikan
berbagai hal yang dihargai dan diinginkan masyarakat ke dalam diri
mereka, serperti: kekuasaan, harta, pendidikan, kesehatan, penghargaan
dan harga diri, sambil meninggalkan lapisan terbawah (minoritas
10

masyarakat) dalam keadaan kejelataan, kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan dan kurang terhormat.
7 Kelompok OSC, Makalah Presentasi Stratifikasi Sosial, Mata Kuliah Sosiologi Umum, Fakultas Filsafat,
Semester 1 T.A. 2015/2016, Universitas Katolik Parahyangan.

 Situasi demikian berlawanan dengan cita-cita kehidupan demokratis yang
dapat membuka peluang bagi semua rakyat untuk memperbaiki kualitas
hidupnya (stratifikasi sosial terbuka), dalam arti ini, dapat mencapai
nilai-nilai yang dihargai dan diinginkan berdasarkan pandangan individu
maupun kelompok. Terkhusus untuk dunia kesehatan, bahwa setiap
indinvidu dalam masyarakat berhak memperoleh sarana dan pelayanan
kesehatan yang memadai. Namun hal ini juga menuntut usaha individu
untuk mencapainya (achieved). Dan juga usaha itu harus dibarengi oleh
kesadaran masyarakat akan pentingnya kesamarataan hak untuk
memperoleh akses kesehatan tersebut.
Tiga dasar stratifikasi dalam sistem kesehatan, yaitu:8
1. Profesionalisme
Orang-orang yang terlatih dan matang dalam profesinya, yang memiliki keahlian
untuk menilai aspek teknik kedokteran. Karena adanya otonomi ini, maka dokter
dapat mendominasi pembagian kerja dalam bidang kedokteran. Wewenang yang
dimiliki dokter pada umumnya didasarkan atas pertimbangan rasional.

2. Elitisme
Elitisme di bidang kedokteran membuat para dokter mengambil pendidikan
spesialisasi dan juga bekerja pada rumah sakit besar (elit). Hal ini berimplikasi
pada penyediaan tenaga ahli yang minim kuantitas di rumah sakit lainnya, yang
sebenarnya membutuhkan tenaga ahli, juga menyebabkan para dokter yang tidak
mengambil pendidikan spesialisasi bekerja pada tempat-tempat yang jauh
(terpencil) dan tidak dibarengi dengan kualitas perlatan medis yang mumpuni. Hal
11
ini mengakibatkan peran dokter menjadi tidak maksimal.

8 Mahasiswa Jurusan Sosiologi, Fisip UNS, Sosiologi Kesehatan,tersedia [online],
http://argyo.staff.uns.ac.id/files/2010/08/sosiologi-kesehatan1.pdf, diakses tanggal 27 November 2015

3. Keterbatasan komunikasi dan stratifikasi medis
Adanya jurang antara dokter dan pasien dikarenakan perbedaan pengetahuan yang
menjadi salah satu potensi penyimpangan. Pasien yang tidak memiliki
pengetahuan di bidang medis, dimanfaatkan oleh dokter untuk mengeruk
keuntungan, misalnya dalam perawatan yang tidak maksimal sehingga
membutuhkan jangka waktu yang panjang dan membutuhkan biaya yang mahal,
demikian juga mengenai obat - obatan. Hal ini sebenarnya disebabkan oleh
kurangnya informasi yang disampaikan dan juga dimiliki oleh pasien, sehingga
terjadi pola normatif antara dokter kepada pasien. Pasien akan cenderung tunduk
pada perintah dokter.

Bentuk stratifikasi sosial dalam institusi kesehatan9


Modern
o Elite : dokter spesilais, pimpinan rumah sakit
o Profesional : dokter, perawat
o Semi profesional : administrasi
o Skill : kemampuan mekanis
o Semi skill : sopir ambulance, petugas keamanan
o Unskill : petugas kebersihan



Ekonomi

12

9 Kelompok OSC, Makalah Presentasi Stratifikasi Sosial, Mata Kuliah Sosiologi Umum, Fakultas Filsafat,
Semester 1 T.A. 2015/2016, Universitas Katolik Parahyangan.

o Kelas atas : orang kaya yang mampu mengakses kesehatan dengan kelas
yang baik, terkadang juga berlebihan, hal ini lebih kepada prestige yang
ingin dicapai, seperti: dirawat di rumah sakit high class, memiliki
asuransi hidup (berkelas), checkup kesehatan, mengkonsumsi vitamin
(suplemen), operasi plastik.
o Menengah : orang yang berkecukupan, apabila sakit mampu mengakses
kesehatan dengan kelas yang menengah, membeli obat-obatan.
o Bawah : orang miskin yang tidak dapat memenuhi kesejahteraan
kesehatan dan bergaya hidup tidak sehat.
Social Movement10
Dalam perilaku kolektif masyarakat kemudian dikenal adanya social movement atau
yang lebih dikenal dengan gerakan sosial. Ada banyak ahli yang merumuskan arti dari
pergerakan sosial ini, salah satunya adalah Robert Misel. Ia mengartikan gerakan sosial
sebagai seperangkat keyakinan dan tindakan yang tak terlembaga (noninstitutionalised) yang
dilakukan sekelompok orang untuk memajukan atau menghalangi perubahan di dalam suatu
masyarakat. Tidak terlembaga mengandung arti mereka cenderung tidak diakui sebagai
sesuatu yang berlaku umum secara luas dan sah di dalam suatu masyarakat.
Pemahaman gerakan sosial yang diberikan oleh Robert Misel kemudian memberikan
pemahaman dasar tentang gerakan sosial ini. Dari sinilah gerakan sosial dapat dipahami
sebagai aktivitas sosial berupa gerakan sejenis tindakan sekelompok yang merupakan
kelompok informal yang berbentuk organisasi, berjumlah besar atau individu yang secara
spesifik berfokus pada suatu isu-isu sosial atau politik dengan melaksanakan, menolak, atau
mengkampanyekan sebuah perubahan sosial.

13

10 Kelompok Diocesan Bogor, Makalah Presentasi Social Movement, Perilaku Kolektif, Mata Kuliah
Sosiologi Umum, Fakultas Filsafat, Semester 1 T.A. 2015/2016, Universitas Katolik Parahyangan.

Pertumbuhan Penduduk dan Urbanisasi11

Perubahan serta perkembangan populasi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara
lain: kelahiran, kematian, dan migrasi. Dalam mempelajari pertumbuhan populasi kita akan
mengetahui tentang transisi demografis. Transisi demografis merupakan perubahan besar
dalam hal kelahiran dan kematian yang timbul terutama dalam negara urban-industri. Ada
tiga tahap trasisi demografis, antara lain adalah :




Angka kelahiran dan kematian yang tinggi
Angka kematian yang menurun
Angka kelahiran yang menurun
Tahapan-tahapan diatas diiringi dengan perubahan komposisi umur dalam populasi di

dalam suatu negara yang bersangkutan. Ada dua macan jenis angka harapan hidup dalam
populasi, yaitu: angka harapan hidup tinggi dan angka harapan hidup rendah. Angka harapan
hidup yang tinggi ini terjadi karena dalam kelompok masyarakat itu menanamkan cara atau
pola hidup dengan sistem health care dan public health. Sedangkan angka harapan hidup
rendah terjadi karena dalam kelompok masyarakat tidak menanamkan health care dan
public health.
Dalam waktu dua abad terakhir ini, efek dari pertumbuhan populasi manusia
menyebabkan stress dengan cakupannya yang luas bagi bumi, terutama dalam hal
ketersediaan lahan, air bersih, udara sehat, irigasi hingga ketersediaan bahan bakar.
Penyebab perubahan proporsisi kependudukan dikarenakan proses kelahiran dan kematian,
juga karena adanya mobilitas geografik. Salah satunya adalah urbanisasi.

Urbanisasi12

14

11 Kelompok Diocesan Bandung, Makalah Presentasi Urbanisasi, Fakultas Filsafat, Semester 1 T.A.
2015/2016, Universitas Katolik Parahyangan.
12 Kelompok Diocesan Bandung, Makalah Presentasi Urbanisasi, Fakultas Filsafat, Semester 1 T.A.

Urbanisasi merupakan suatu keadaan dimana dalam sebuah negara telah terjadi
peningkatan jumlah populasi dalam jangka waktu yang sangat cepat. Meskipun begitu,
dalam kehidupan di kota sudah mulai untuk menenamkan prinsip pembatasan besarnya
anggota dalam sebuah keluarga. Namun, faktanya dengan adanya migrasi, yang dapat
dikatakan sebagai suatu perpindahan penduduk, membuat populasi di kota menjadi semakin
meningkat dalam waktu yang sangat pesat. Dalam hal ini, urbanisasi juga dapat dikaitkan
dengan proses perubahan proporsi dari total populasi dalam suatu wilayah urban. Perubahan
proporsi dikarenakan adanya mobilisasi geografik. Kencenderungan terjadinya mobilitas
geografik dari desa ke kota, dikenal dengan istilah “Revolusi Urban”. “The increasing
tendency of people throughout the world to live in cities has been referred to as the urban
revolution.”
Selain proporsi penduduknya, ukuran dan proporsi kota pun menjadi lebih besar dari
ukuran sebelumnya (pertumbuhan kota). Konsep ini disebut dengan area metropolitan. Area
metropolitan adalah sebuah kota pusat dikelilingi oleh kota-kota yang lebih kecil dan suburban yang saling berkaitan secara sosial dan ekonomi Area metropolitan sebagai
pertumbuhan kota perlu dibedakan dari proses urbanisasi. Hasil dari urbanisasi adalah
masyarakat urban ‘urban society’.

Mengapa pindah ke kota?

Ada beberapa faktor yang menyebabkan banyaknya masyarakat desa pindah ke kota,
antara lain yaitu:
• Lahan kerja di desa yang sempit.

15

• Ingin mencari peruntungan di kota demi memperbaiki hidup (status sosial)
2015/2016, Universitas Katolik Parahyangan.

• Gaji di kota lebih tinggi dan menjanjikan.
• Fasilitas di kota lebih memadai dan lebih menjanjikan
Semua faktor tersebut, merupakan akibat dari kurang dan lemahnya masyarakat desa
dalam bidang ekonomi.

Tatanan Urban

Dalam tatanan urban, ada istilah yang disebut dengan ekspansi urban, ekspansi urban
adalah Penambahan jumlah kaum urban yang datang ke kota (pusat pemerintahan). Contoh
civil war (1861-1865) yang membuat banyak warga negara lain Irlandia, Jerman, Italia
menuju ke timur. Disini, ada dua model dari ekspansi urban itu sendiri, antara lain adalah:
Model Concentric-zone yang dikembangkan Robert Park dan Ernest Burgess dan model
yang lebih baru dikenal sebagai strip development.
Park dan Burgess melihat ekspansi urban sebagai rangkaian invasi dari zona suksesif
yang melingkupi pusat kota. Dalam model ini suatu distrik bisnis sentral dikelilingi oleh
zona suksesif yang diperuntukkan bagi light manufacturing, rumah para pekerja, bangunan
apartemen high-class, rumah single family, dan zona komuter.

Model Concentric-zone

16

Model ini terbatas pada kota-kota komersial dan industrial yang terbentuk di sekeliling pusat
bisnis. Maka, tidak berlaku untuk kota satelit dan urbanisasi. Contohnya : para imigran
menginvasi atau menyerbu daerah yang harga rumahnya murah.

Komunitas Urban13

Para ilmuan sosial telah mempelajari dampak kehidupan urban yang dikhawatirkan oleh
timbulnya ketegangan antara kepentingan dan gaya hidup komunal dan individual. Studi
awal menunjukkan bahwa kehidupan urban dapat melemahkan ikatan kekeluargaan dan
menghasilkan hubungan-hubungan yang sifatnya impersonal (tidak bersifat pribadi), karena
itu kehidupan urban dikatakan dapat membuat psychic overload (Stanley Milgram) dan
anomie. kehidupan urban menurut Louis Wirth dalam esai Urbanism as a Way of Life : The
primary psychological effect = weakening of the individual’s bonds to other people à Crises
of life alone (Absence of close tie to friend or kin) : mental illness and antisocial behavior.
Social dizorganization à diversitas kelompok sosial: tidak adanya kontrol sosial,
menghasilkan anomie (tidak ada norma atau peraturan). Semakin
besar ukuran, kepadatan,
17
dan heterogenitas suatu kota, semakin besar pula diferensiasi sosial, semakin jauh jarak
13 Kelompok Diocesan Bandung, Makalah Presentasi Urbanisasi, Fakultas Filsafat, Semester 1 T.A.
2015/2016, Universitas Katolik Parahyangan.

antar individu, dan semakin tidak stabil keanggotaan dalam kelompok.
Ferdinand Tonnies, membedakan konsep tradisional dan modern dalam organisasi
sosial. Bagi anggota kelompok masyarakat secara individual, proses adaptasi ke suatu
masyarakat yang lebih modern melibatkan pergeseran dari Gemeinschaft ke Gesellschaft.
Tonnies mengatakan bahwa proses urbanisasi sebagai pergeseran (shift) à Gemeinschaft
(ikatan kekeluargaan) ke Gesellschaft. Max Weber, menegaskan bahwa perubahan
masyarakat terlihat pada kecendrungan menuju rasionalisasi kehidupan sosial dan organisasi
sosial di segala bidang (pertimbangan instrumental, penekanan efesiensi, menjauhkan diri
dari emosi dan tradisi, impersonalitas, manajemen birokrasi)
Emile Durkheim, menemukan kesimpulan yang serupa dengan pemikiran Tonnies.
Masyarakat pedesaan: bedasarkan kesamaan gagasan dan nilai dan pengalaman umum yang
dialami bersama. Masyarakat kota: berdasarkan ikatan interdependensi (saling bergantung)
penduduk yang berdasarkan spesialisasi pekerjaan.

Kota dan Perubahan Sosial

Oleh karena banyaknya pendatang, kota akan berubah secara geografis dan sosial.
Perubahan geografis = perluasan kota. Perubahan sosial = terjadi karena konflik yang
disebabkan oleh perbedaan kepentingan antar kelas atau konflik tujuan antar grup yang
berbeda. Hal tersebut memunculkan reaksi defensif dari anggota masyarakatnya untuk
mencegah invasi oleh orang luar. Reaksi defensif ditandai semakin banyaknya spesialisasi
pekerjaan. Bagi orang memiliki spesialisasi akan bertahan dan semakin berkembang. Namun
bagi orang yang tidak memiliki spesialisasi akan terpinggirkan atau malah akan
menimbulkan masalah, contohnya meningkatnya tuna susila 18
dan meningkatnya kriminalitas
di perkotaan.

Budaya14
Manusia dalam menjalani kehidupannya dalam suatu lingkungan tentu kemudian akan
mengenal berbagai pola perilaku yang ada dalam lingkungan setempat tersebut. Pola
perilaku yang ada dalam lingkup sosial masyarakat kemudian dikenal sebagai budaya. Lebih
jauh lagi, The American Herritage Dictionary mengartikan budaya sebagai suatu
keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, agama,
kelembagaan dan semua hasil kerja serta pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia.
Pemahaman sederhana berkaitan dengan budaya tentu akan membuat manusia
kemudian mengenali bahwa budaya cenderung menyangkut identitas suatu kelompok
masyarakat tertentu dalam suatu daerah. Dari pemahaman inilah kemudian manusia juga
menjadi mengerti persoalan mengapa budaya suatu daerah berbeda dengan daerah yang lain.
Terlepas dari persoalan bahwa budaya suatu masyarakat berbeda dengan masyarakat
yang lain, budaya selau mengandung tiga unsur yang sama, yaitu ide, norma, dan materi
budaya. Ide dipahami sebagai suatu bentuk cara berpikir yang mengorganisir kesadaran
perilaku manusia. Dari ide inilah kemudian memunculkan suatu nilai tentang sesuatu.
Apakah sesuatu itu benar atau salah. Norma dalam unsur budaya merupakan suatu cara
untuk menjalankan atau menerapkan ide yang ada dalam masyarakat. Dengan kata lain,
norma dalam hal ini berarti berperan untuk melindungi nilai yang ada dalam ide masyarakat.
Unsur terakhir yang ada dalam budaya adalah materi budaya. Dalam hal ini materi budaya
berkaitan erat dengan segala sesuatu yang dihasilkan oleh masyarakat.

Aspek budaya yang mempengaruhi status kesehatan dan perilaku kesehatan (G.M
Foster)15

19

14 Mahasiswa Jurusan Sosiologi, Fisip UNS, Sosiologi Kesehatan,tersedia [online],
http://argyo.staff.uns.ac.id/files/2010/08/sosiologi-kesehatan1.pdf, diakses tanggal 27 November 2015
15 Mahasiswa Jurusan Sosiologi, Fisip UNS, Sosiologi Kesehatan,tersedia [online],

1. Tradisi
Ada beberapa tradisi dalam masyarakat yang dapat berpengaruh negatif terhadap
kesehatan masyarakat. Misalnya, kanibalisme, ritus tradisional yang tidak
memperhatikan kehigienisan materi ritus, ataupun tempat-tempat yang tidak steril
(lumpur, sungai tercemar).

2. Sikap fatalisme
Dalam beberapa masyarakat yang masih memegang kepercayaan magis, ataupun
dipengaruhi oleh ajaran agama, ada kelompok yang percaya bahwa penyakit adalah
titipan Tuhan, kutukan Tuhan, sarana pewahyuan, takdir, dll. Hal ini menyebabkan
masyarakat

kurang

berusaha

untuk

mencari

pelayanan

kesehatan

guna

menyembuhkan atau menyelamatkan anggota masyarakat yang sakit.

3. Etnosentris
Sikap yang memandang bahwa budaya lain lebih inferior dibanding budaya sendiri,
kaitannya dengan kesehatan adalah kuatnya rasa superior dalam penanganan
kesehatan terutama di daerah - daerah yang masih memegang erat resep obat-obatan
tradisional. Budaya yang merasa diri modern atau maju, seringkali tidak menghargai
cara-cara tradisional yang digunakan masyarakat setempat dalam pengobatan,
padahal masyarakat itu sendiri yang lebih mengenal dirinya sendiri. Karena, patut
disadari bahwa tidak seluruh penyakit itu mampu disembuhkan atau harus selalu
melalui jalan medis yang modern, pada kenyataannya terdapat cara pengobatan
tradisional (bercampur unsur magis) yang ternyata juga mampu menyembuhkan
penyakit -

penyakit tertentu.

20

http://argyo.staff.uns.ac.id/files/2010/08/sosiologi-kesehatan1.pdf, diakses tanggal 27 November 2015

4.

Nilai dan Norma
Kaitannya dengan kesehatan, nilai memiliki peran yang penting terutama dalam
memberikan penilaian. Misalnya, masyarakat memandang bahwa beras putih adalah
beras yang bersih dan baik, ini sudah menjadi kebudayaan yang melekat, namun
apabila kita melihat beras merah, ternyata ada kandungan yang lebih bermanfaat bagi
kesehatan dibandingkan dengan beras putih. Namun penilaian masyarakat itu sudah
cukup melekat dan diturunkan ke generasi selanjutnya. Juga dapat kita amati, bahwa
petugas pelayanan kesehatan yang merokok, padahal sudah jelas bahwa merokok itu
tidak sehat, namun nilai dari sebuah rokok itu tampaknya lebih besar daripada
kesehatan, demikian juga masyarakat yang memberi penilaian atas hal tersebut. Oleh
karena itu, dalam institusi kesehatan selalu ada kesepakatan yang menjadi sebuah
norma guna menjaga nilai-nilai tersebut.

5. Sosialisasi
Tata cara dari berbagai hal diketahui melalui proses sosialisai, dapat sejak anak kecil
maupun ketika sudah dewasa. Peran sosialisasi sangta vital, karena lewat sosialisasi,
masyarakat menjadi “tahu”, akan hidup sehat.

Gender

Secara sosiologis pemahaman tentang gender tentu sangatlah berbeda dengan
pemahaman biologis. Istilah gender digunakan dalam konteks sosiologis karena hal ini
menyangkut soal pemagian peran anatara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.
Sedangkan secara biologis, istilah gender tidak digunakan, tetapi menggunakan istilah seks.
21

Hal ini menunjuk pada perbedaan secara fisik antara laki-laki dan perempuan.16
Penekanan pemahaman gender adalah pada sisi peran yang terlihat dalam masyarakat
16 Kartasasmita, Pius Suratman (2010). Modul Kuliah Sosiologi. Bandung : Unpar

antara laki-laki dan perempuan. Dalam konteks sosial, penerapan konsep gender seringkali
memunculkan adanya diskriminasi atau pembedaan yang sangat jelas terlihat. Diskriminasi
dalam hal ini tentu berkaitan dengan pembagian peran dalam masyarakat antara laki-laki dan
perempuan. Diskriminasi yang bersumber pada keyakinan gender tidak menjadi masalah
jika dilakukan secara menguntungkan antara kedua belah pihak (laki-laki dan perempuan).
Namun hal ini menjadi masalah ketika terjadi ketimpangan, satu pihak dirugikan, dibedakan
derajatnya, dianggap tidak mampu atau diperlakukan lebih rendah.
Persoalan diskriminasi gender merupakan hal yang sangat mungkin memunculkan
konflik dalam masyarakat. Hal ini mungkin tidak ditemukan dalam masyarakat yang ada
pada saat ini. Karena memang persoalan diskriminasi gender menjadi fenomena yang sangat
tampak dalam masyarakat yang belum maju. Dalam masyarakat ini seringkali hanya
megutamakan peran laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

Bab III
Identifikasi Masalah Sosial dalam Bidang Kesahatan
Pembahasan atas Realitas Sosial

Masalah kependudukan (kesehatan) di Indonesia
22

Dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia, pembangunan kesehatan bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat yang setinggi-

tingginya. Selain itu, hal ini juga menyangkut hak rakyat untuk memperoleh pelayanan
kesehatan. Dalam UUD 1945 dan UU No. 23 tahun 1992, pembangunan kesehatan harus
dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang
diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia.
Kita dapat melihat kondisi kesehatan masyarakat di Indonesia ini melalui beberapa
aspek permasalahan, yaitu:
1.

Tingginya kesenjangan dalam tingkat sosial ekonomi berkaitan dengan masih
rendahnya tingkat kesehatan dan status gizi, juga menyangkut kesejahteraan
sosial masyarakat Indonesia. Lingkungan sosial budaya yang berkaitan dengan
masalah kesehatan harus dilihat dari faktor sosial, ekonomi, dan budaya. Hal
ini meliputi kecerdasan rakyat dan kesadaran rakyat untuk memelihara
kesehatan dirinya sendiri. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, dapat
menciptakan suatu perilaku dan sikap yang baik terhadap hidup sehat. Namun,
akses pendidikan masyarakat Indonesia belum merata sehingga dapat dikatakan
bahwa kehidupan sehat juga masih belum bisa diraih.

2.

Mobilitas penduduk yang cukup tinggi. Dalam upaya pengendalian jumlah
penduduk, dapat dikatakan sudah cukup berhasil. Tetapi masalah penyebaran
penduduk dan masalah kesehatan di setiap jenjang usia penduduk, perlu
diperhatikan. Untuk usia muda terutama anak-anak, masih terdapat
ketimpangan dalam penanganan penyakit. Di daerah-daerah terpencil maupun
di pinggiran kota, banyak penduduk usia muda tidak dapat merasakan akses
kesehatan yang cukup, akibat persebaran penduduk dan persebaran akses
kesehatan yang tidak merata. Tingginya mobilitas penduduk, tidak disertai
penyediaan akses kesehatan yang seimbang.
23

3.

Kondisi kesehatan lingkungan masih rendah. Pencemaran lingkungan yang
disebabkan oleh polusi udara, air, dan tanah, menyebabkan kondisi lingkungan

tidak sehat. Juga terjadi pencemaran makanan yang disebabkan oleh
penggunaan pestisida. Mengenai kondisi tempat tinggal terutama di pinggiran
kota, sungguh mencerminkan lingkungan yang tidak sehat dengan sanitasi yang
sangat buruk.

4.

Perilaku hidup sehat masyarakat yang masih rendah. Hal ini tercermin dari
kehidupan masyarakat yang ditandai dengan tingginya jumlah perokok di
berbagai kalangan usia, minum minuman keras, workaholic yang menyebabkan
kurangnya istirahat, seks bebas, mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, dan
penanganan penyakit yang tidak semestinya. Kurangnya kepekaan masyarakat
akan pentingnya pola hidup sehat menyebabkan kesehatan masyarakat itu
sendiri sangat memperihatinkan.

5.

Keterbatasan pelayanan kesehatan (tenaga medis, akses). Peran puskesmas
belum mampu memadai pelayanan kesehatan yang maksimal, namun yang
perlu diperhatikan adalah pengembangan rumah sakit atau puskesmas yang
memenuhi syarat medis. Kualitas dan kuantitas dokter, perawat / SKM yang
sungguh mumpuni belum mencukupi dan merata. Akses kesehatan di daerah
terpencil sangat tidak mendukung, kesulitan dalam mengakses pelayanan
kesehatan menjadi salah satu hambatan dalam peningkatan hidup sehat dalam
masyarakat.

6.

Pemanfaaatan fasilitas kesehatan yang belum optimal disebabkan oleh
24 untuk sungguh mengakses
kurangnya kesetiaan dan kepekaan masyarakat

pelayanan kesehatan tersebut.

Dari permasalahan kesehatan dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia, banyak
hal lebih disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat. Kesadaran ini meliputi dari
pihak pasien dan juga pihak pelayan kesehatan serta pemerintah. Untuk mengatasi hal
tersebut perlu ditingkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan dalam upaya menjadi
individu yang berperan dalam kehidupan sosial. Kualitas kesehatan individu sangat
berpengaruh pada perannya sebagai bagian dari masyarakat. Juga perlu diperhatikan
mengenai relasi antar pihak, agar perencanaan pembangunan sosial ini dapat sungguh
terwujud karena adanya partisipasi dan tanggung jawab bersama setiap masyarakat
Indonesia.

Status dan Peran dalam Stratifikasi Sosial di Bidang Kesehatan.

Stratifikasi sosial di masyarakat menyebabkan timbulnya perbedaan gaya hidup,
peluang hidup dan kesehatan, peluang bekerja dan berusaha, respon terhadap perubahan,
proses sosialisasi, serta perilaku politik. Tentunya gaya hidup ini dipengaruhi oleh tingkat
atau kemampuan ekonomi, yang sungguh berpengaruh pada kesehatan. Orang-orang kelas
atas memiliki cukup uang untuk bergaya hidup sehat dan terbiasa memiliki selera makanan
yang berkualitas baik. Tetapi patut disadari pula, bahwa tidak selamanya orang-orang kelas
atas juga memiliki kualitas hidup yang sehat, mereka cenderung meniru gaya hidup orang
barat, seperti : minum minuman beralkohol, mengkonsumsi fastfood, dll. Sebaliknya,
dengan orang-orang kelas bawah yang suka meniru gaya hidup orang kelas atas, menjadi
boros dalam pengeluaran dan tidak mampu menjaga hidup sehat.
Status dan peran memiliki hubungan yang erat dalam menentukan penempatan
seseorang dalam strata tertentu di sebuah masyarakat. Menurut Blum, perilaku itu lebih
25

berperan dalam menentukan pemanfaatan sarana kesehatan, dibandingkan dengan
penyediaan sarana kesehatan itu sendiri. Dalam realita sosial yang terjadi, bahwa penyediaan
sarana pelayanan tidaklah selalu diikuti oleh peningkatan pemanfaatan sarana tersebut.

Misalnya, puskesmas dan posyandu di daerah-daerah tertentu tidaklah dimanfaatkan secara
maksimal, juga dengan ketersediaan tenaga pelayanan kesehatan yang minim kualitas. Oleh
karena itu, jika kita menginginkan peningkatan derajat kesehatan masyarakat maka kita
harus bersedia dan mampu mengubah perilaku masyarakat.
Stratifikasi sosial seringkali ditemukan dalam pelayanan kesehatan. Pelayanan di bidang
kesehatan merupakan salah satu dimensi stratifikasi yang dapat dipengaruhi oleh kaum
kapitalis. Orang yang berpenghasilan rendah sulit mendapatkan kesejahteraan kesehatan dan
orang kaya lebih mudah mendapatkannya bahkan cenderung memilih pelayanan yang
berkelas.
Penggolongan masyarakat dalam stratifikasi sosial di bidang kesehatan bersifat tidak
langsung, hal ini diakibatkan oleh ketidaksamaan tingkat ekonomi dalam masyarakat.
Perbedaan ini menyebabkan perbedaan kemampuan dalam mengakses pada kebutuhan
kesehatan. Masyarakat kelas atas memiliki akses kesehatan yang sangat memadai, seperti
mengkonsumsi makanan bergizi, tinggal di lingkungan yang sehat, membeli obat yang baik,
dan mendapat fasilitas kesehatan yang berkelas.

Gerakan Sosial Dalam Institusi Kesehatan

Institusi kesehatan merupakan suatu lembaga yang berada di bawah kepemimpinan
Dinas Kesehatan. Institusi kesehatan dapat berbentuk berbagai macam dari yang sederhana
seperti posyandu, puskesmas maupun dalam bentuk yang lebih besar yaitu rumah sakit.
Sebagai institusi yang berada di bawah lembaga Negara tentu akan ada banyak pengaruh
dari lembaga negara tersebut. Maka dalam hal ini, rumah sakit sebagai bentuk yang lebih
26
besar dari institusi kesehatan banyak terpengaruh oleh kebijakan-kebijakan
dinas kesehatan.

Institus kesehatan yang ada dalam masyarakat tentu berada dalam lingkup wilayah
tertentu. Maka dilihat dari sudut pandang ini, institusi kesehatan secara sosiologis juga akan

banyak menimbulkan berbagai bentuk gerakan sosial. Gerakan sosial yang ada dalam
lingkup instititusi kesehatan tentu berperan dalam ambil bagian kehidupan sosial masyarakat
dari segi kesehatan.
Ada berbagai bentuk gerakan-gerakan sosial yang dilakukan oleh institusi kesehatan.
Gerakan dalam konteks ini memiliki kecenderungan untuk memberikan pengajaran kepada
masyarakat berkaitan dengan persoalan kesehatan. Contoh dari gerakan-gerakan sosial yang
dilakukan oleh institusi kesehatan diantaranya adalah seminar penanggulangan HIV/AIDS
serta gerakan kepedulian terhadap penderita HIV, kegiatan bakti sosial, berbagai pelatihan
seperti pelatihan mencuci tangan dan pelatihan penanggulangan kebakaran, jalan sehat,
donor darah dan lain sebagainya.
Gerakan sosial dalam bentuk yang konkreat, terutama dalam Gereja Katolik di KAJ
adalah mewadahi umat yang kurang mampu agar dapat menikmati sarana BPJS dari
pemerintah. Bentuknya adalah mengumpulkan dana dan nantinya akan digunakan sebagai
iuran BPJS bagi umat yang tidak mampu tersebut. Hal ini disadari oleh orang-orang yang
sekiranya berada di atas strata sosial umat yang kurang mampu. Ini menandakan adanya
kemungkinan mobilisasi dalam strata sosial seseorang, khususnya dalam mendapatkan akses
kesehatan yang memadai. Ini merupakan gerakan sosial yang menandai bahwa kesenjangan
sosial dapat diatasi lewat perilaku kolektif masyarakat yang sadar akan pentingnya
kesamaan hak. Dalam hal ini juga, peran Gereja Katolik sungguh penting karena berusaha
untuk memfasilitasi umat yang memang harus besusah payah dalam mencapai kehidupan
yang sehat.17
Gerakan sosial dimengerti sebagai suatu gerakan yang bersifat menggerakan masyarakat
terhadap sesuatu. Dalam konteks ini, institusi kesehatan memiliki peran yang sangat vital
bagi masyarakat terkait dengan berbagai gerakan sosial yang akan mengajarkan masyarakat
tentang hidup sehat. Maka kemudian, sosial dan kesehatan menjadi dua hal yang saling
keterkaitan dalam masyarakat.
27

17

Budaya dan Institusi Kesehatan

Budaya dan institusi kesehatan merupakan dua hal yang memiliki keterkaitan dalam
konteks tertentu. Tentunya dalam hal ini penekanannya adalah kaitan anatara budaya yang
ada dalam masyarakat dengan permasalahan yang menyangkut kesehatan masyarakat. Sudut
pandang yang lebih sempit lagi dalam konteks keterkaitan ini adalah menyangkut soal
budaya atau pola hidup masyarakat.
Pola hidup memiliki keterkaitan erat dengan budaya yang ada dalam masyarakat.
Contoh sederhana berkaitan dengan hal ini adalah budaya masyarakat di kota-kota besar
yang lebih memilih untuk beralih ke pola makan yang vegetarian. Inilah yang kemudian
memunculkan anggapan bahwa perilaku masyarakat terntu berkaitan dengan pola hidup,
dalam hal ini pola makan, dengan sendirinya memunculkan identitas masyarakat itu sendiri.
Budaya dan identitas menjadi hal yang kemudian saling memiliki keterkaitan.Perilaku
masyarakat dalam lingkup lingkungan tertentu mencerminkan identitas mereka sebagai
anggota dari lingkungan sosial yang memiliki kekhasan budaya tersendiri. Hal ini berlaku
pula berkaitan dengan institusi kesehatan. Perilaku masyarakat kota yang cenderung
memiliki pola hidup atau pola makan sebagai vegetarian merupakan identitas mereka
sebagai masyarakat yang sangat mementingkan kesehatan. Sedangkan dalam masyarakat
“gang”, mereka memiliki kecenderungan untuk tidak memperdulikan pola hidup mereka.
Inilah yang kemudian langsung memunculkan kaitan antara budaya dan identitas mereka.
Maka, dari sudut pandang inilah menjadi jelas bahwa keterkaitan anatara budaya dan
institusi kesehatan adalah persoalan pola hidup masyarakat.

Gender dan Institusi Kesehatan

28

Dalam konteks kesehatan, perbedaan gender atau persoalan diskriminasi gender sangat
terlihat pada pekerja yang ada dalam institusi tersebut. Seperti misalnya kita
mempertanyakan perihal mengapa lebih banyak dokter yang laki-laki dibandingkan dengan
yang perempuan. Hal ini bukan menjadi diskriminasi yang kemudian memunculkan konflik
sosial. Namun, hal ini perlu dilihat dari konteksnya.
Institusi kesehatan memiliki sudut pandang tersendiri berkaitan dengan hal ini. Dalam
institusi kesehatan lebih banyak laki-laki karena melihat konteks penyakit itu sendiri. Jika
pasien adalah seorang anak atau seorang ibu yang hendak melahirkan, saat inilah peran
dokter wanita sangat diperlukan. Berkebalikan dengan hal itu, dokter laki-laki lebih bisa
banyak menangani pasien karena memang lebih banyak pasien yang bukan memiliki
penyakit yang lebih umum bukan hanya khusus soal anak atau kandungan.
Maka, menjadi jelaslah bahwa gender dalam konteks institusi kesehatan bukan
persoalan pembagian peran yang tidak adil (diskriminasi), tetapi lebih pada spesialisasi.
Pembagian peran ini juga tidak menimbulkan konflik sosial yang berarti. Karena memang
anggota dari institusi kesehatan itu sendiri telah menyadari perannya dalam institusi yang
dijalaninya itu.

Identifikasi Penyimpangan Sosial dalam Institusi Kesehatan18

Institusi kesehatan jika dikaji dari sudut pandang sosiologis akan memunculkan
berbagai penyimpangan yang dilakukan masyarakat. Penyimpangan sosial terkait institusi
kesehatan memiliki latar belakang yang berbeda, yakni bisa berlatar ekonomi maupun sosial
itu sendiri. Penyimpangan dipahami secara sederhana sebagai perilaku masyarakat yang
29
tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Dalam konteks institusi kesehatan, kita dapat menemukan banyak perilaku menyimpang
18

yang dilakukakan masyarakat dengan berbagai latar belakang. Ada perilaku yang
menyimpang yang berlatar belakang kehidupan ekonomi. Misalnya, adanya anggapan
bahwa orang-orang yang mampu membeli obat adalah mereka yang mampu secara ekonomi.
Terlebih lagi orang-orang yang menjalani operasi, tentu akan semakin mempertegas hal
tersebut. Dari sudut pandang ini maka fungsi obat-obatan selain berfungsi sebagai
penyembuh penyakit tetapi juga memiliki nilai ekonomi maupun expertise (elit). Melihat
kenyataan ini maka mereka yang tidak mampu secara ekonomi akan “menghalalkan segala
cara” untuk memperoleh apa yang dia inginkan, yakni pengobatan.
Perilaku menyimpang lain yang masih memiliki latar belakang ekonomi adalah tekanan
hidup. Tekanan hidup dalam konteks ini mengandung arti bahwa semakin banyaknya
kebutuhan tetapi tidak dibarengi dengan pemasukan yang banyak pula. Inilah yang
memunculkan suatu tekanan hidup dalam konteks ekonomi. Orang yang merasa tertekan
secara ekonomi akan memunculkan beberapa efek diantaranya adalah tidak memperhatikan
pola hidup, peredaran obat-obatan palsu, kriminalitas, serta penjualan obat-obatan yang
tidak layak konsumsi.
Penyimpangan dalam institusi kesehatan juga bisa memiliki latar belakang sosial. Hal
ini berarti bahwa penyimpangan yang dilakukan dipengaruhi aspek-aspek sosial masyarakat.
Contoh dari penyimpangan ini adalah semakin maraknya penyebaran penyakit HIV/AIDS
melalui pergaulan bebas, penggunaan obat-obatan terlarang, dan lain sebagainya. Jika dilihat
secara lebih jauh, kita akan lebih mengenali bahwa penyimpangan yang dilakukan dalam
konteks institusi kesehatan juga bisa dipengaruhi oleh aspek sosial seperti lingkungan.
Lingkungan merupakan wilayah di mana sikap-sikap menyimpang bisa tumbuh, terjadi dan
teratasi.

Dampaknya Urbanisasi bagi Dunia Kesehatan

30

Dari semua hal diatas, disini kami akan lebih menyoroti dampak dari pertumbuhan
penduduk dan urbanisasi dalam aspek kesehatan. Kita sudah mengetahui bahwa dengan
adanya pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, maka ketersediaan SDA pun akan
semakin menipis, kepadatan ini menimbulkan banyak sekali aktifitas perkantoran yang pada
akhirnya menimbulkan limbah serta polusi. Dengan bertambahnya penduduk maka lahanpun
akan semakin diperluas, dan dengan keadaan seperti ini, maka secara tidak langsung akan
memungkinkan bahwa akan ada beberapa masyarakat yang notabene merupakan masyarakat
kurang mampu akan semakin terusir ke sudut kota itu, sehingga mereka akan ditempatkan di
lahan yang tidak layak digunakan. Semua hal tersebut akan berujung pada kesehatan,
dimana kesehatan akan semakin memburuk jika lahan serta udara yang ada dicemari oleh
beragam kebutuhan serta tindakan masyarakat yang semakin banyak jumlahnya itu.
Dalam segi pola hidup, hal ini akan menjadi salah satu aspek yang membuat kesehatan
manusia menjadi lebih buruk. Gaya hidup modern dalam makanan cepat saji, akan membuat
masyarakat terbiasa dengan pola makan yang memang tidak sehat dan bisa pula
membahayakan bagi pribadi itu sendiri. Maka, akan sangat penting jika kita mampu untuk
lebih mengenali segala permasalahan yang terjadi. Terutama maslah yang akan berdampak
bagi kesehatan seseorang.

Identifikasi Sosial di Rs. St. Borromeus Bandung19

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Kornelius, selaku Sekretaris (mantan
perawat) Rs. St. Borromeus pada Jumat, 4 Desember 2015. Secara garis besar, struktur
dalam Rs. St. Borromeus adalah dinaungi oleh Pengurus Perkumpulan Perhimpunan St.
Borromeus. Dalam badan rumah sakit sendiri, struktur atau jabatan tertinggi dipegang oleh
direktur utama kemudian di bawah direktur ada 5 direktur lainnya, yakni : direktur medis,
31

19 Hasil wawancara dengan Bapak Kornelius Rukmana, Sekretaris Rs. St. Borromeus, Jumat, 4 Desember
2015, di Rs. St. Borromeus, Gedung Car