4 2 2014 Aspek Budaya Apresiasi Masyarak

4/2/2014

Aspek Budaya: Apresiasi Masyarakat Terhadap Museum | Museum untuk Persatuan dalam Perbedaan

Museum untuk Persatuan dalam Perbedaan
Kenali Negerimu, Cintai Negerimu
Oleh museumku | Januari

Aspek Budaya: Apresiasi Masyarakat
Terhadap Museum
Oleh: Siti Khoirnafiya
Direktorat Permuseuman
Menancapkan kata masyarakat berapresiasi terhadap museum ibarat memang tidak semudah kita
membalikkan telapak tangan. Perkembangan zaman dan ranah demokrasi yang membawa
Indonesia memasuki masa otonomi daerah berdasarkan pada Undang-undang
Tahun
dan
Undang-undang Nomor
Tahun
membuat kita harus tetap dan justru tidak boleh lengah
untuk menggunakan kesempatan itu dalam meningkatkan potensi aspek kebudayaan termasuk

museum. Memasuki perubahan masa tersebut perlu sikap positif penuh harapan tidak sekedar
apatis dengan pandangan dan pikiran ataupun paradigma baru menuju suatu pencerahan yang
membanggakan. Tulisan ini saya harapkan dapat menggugah pembaca, baik seseorang maupun
community untuk peningkatan apresiasi terhadap aspek budaya, termasuk permuseuman.
Kebudayaan dan Globalisasi
Tanda dari globalisasi, menurut “nthony Giddens adalah intensifikasi hubungan sosial world-wide,
yang saling menghubungkan lokalitas yang jauh. “kibatnya, sesuatu yang bersifat lokal selalu
dipengaruhi apa yang terjadi ribuan mil dari tempat itu, begitu juga sebaliknya. Wallerstein yang
menyebut globalisasi sebagai proses integrasi tiada akhir pada
, bahkan telah yakin proses
itu telah bergerak bebas menerjang batas fisik dan imajiner negara-bangsa. Ini seiring dengan apa
yang dinyatakan oleh ”enedict “nderson tentang nationalism and imagined community.
Ya, kita memang tak dapat menghindar untuk berada dalam dunia penuh paradoks masa ini.
Idealisasi-idealisasi kita bisa saja berbenturan dengan kenyataan-kenyataan hidupnya. Dengan
menggunakan perspektif analisis budaya, kecenderungan unsur paradoksal berubahnya budaya
dengan mudah dapat dibaca pada terjadinya proses pergeseran kebudayaan, dari masyarakat
modern ke masyarakat postmodern. Melalui jalur kultural, modernisme ataupun postmodernisme
lebih mudah merentangkan sayapnya dan diterima sebagai visi baru peradaban. Di sinilah proses
globalisasi budaya terjadi dengan melakukan ekspansi nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan suatu
masyarakat kepada masyarakat lainnya dengan pembungkusan ekspansi yang cantik sehingga

nilai-nilai yang pada awalnya bertentangan pun lambat laun akan dapat ditoleransi dan akhirnya
diterima sebagai sebuah budaya baru yang lebih mencerahkan. “kibatnya, sistem nilai suatu
file:///D:/SKRIPSI/Apresiasi%20Masyarakat%20Terhadap%20Museum%20%20%20Museum%20untuk%20Persatuan%20dalam%20Perbedaan.htm

1/12

4/2/2014

Aspek Budaya: Apresiasi Masyarakat Terhadap Museum | Museum untuk Persatuan dalam Perbedaan

masyarakat yang telah terbangun secara turun-temurun mengalami penggerusan oleh budaya dan
sistem nilai baru yang belum tentu mampu menghadirkan sebuah tata kehidupan yang dianggap
lebih cocok dan baik bagi masyarakat tersebut. Internalisasinya seakan tidak terjadi secara paksa,
atau terjadi dengan sopan sehingga proses adopsi budaya terjadi secara perlahan tapi bisa saja
mematikan.
Globalisasi menciptakan suatu kondisi di mana budaya baru yang dicap sebagai budaya modern
dengan berbagai standar yang telah dikonstruksi dan dicitrakan memang sangat dibutuhkan oleh
semua lapisan masyarakat. Inilah penyebab masyarakat secara internal berkeinginan untuk
mengadopsi dan menerapkan nilai budaya tersebut dalam kehidupan publik mereka hingga
kehidupan pribadi sekalipun. Pada kondisi ini masyarakat tidak akan pernah merasa bahwa sistem

nilai yang sedang mereka tiru merupakan sebuah kontruksi dominasi suatu sistem terhadap sistem
yang lainnya. Masyarakat akan menjadi bangga jika mampu untuk bersikap dan bertindak
berdasarkan nilai-nilai budaya baru dan meninggalkan budaya lama karena dianggap tidak
relevan dengan kondisi kemajuan zaman.
Mungkin bisa jadi benar apa yang dikatakan oleh “ntonio Gramsci, globalisasi dekat dengan kata
hegemoni, yaitu di mana sebuah sistem melakukan pemaksaan terhadap yang lain melalui cara
yang halus melalui kesadaran manusia dikuasi. Kondisi inilah yang tengah berkembang
khususnya pada masyarakat Indonesia. “tmosfer perubahan budaya secara global ternyata
berdampak secara cukup mengejutkan bagi kelangsungan budaya lokal warisan nusantara.
Indonesia sepatutnya untuk waspada pada keadaan ini sebab praktik imitasi budaya yang
dilakukan oleh anak bangsa Indonesia kini telah semakin mengkhawatirkan. Hal ini tentu kembali
kita harus mengingat bahwa globalisasi teridentifikasi melalui arus perpindahan modal ekonomi
sekaligus ke wilayah budaya. Globalisasi budaya terjadi sebagai konsekuensi perkembangan baru
masyarakat postmodern. Melalui terbentuknya budaya massa atau budaya pop, dunia seakan
diciutkan dalam keseragaman dan manusia disatukan di bawah bendera kesadaran yang sama.
Itu bisa jadi tantangan yang diriuhkan di wacana budaya global. “gresivitas pembentukan budaya
massa atau budaya pop seakan mengalahkan dan menunda semua bentuk budaya tanding yang
lokal , kecuali budaya tersebut layak dimasukkan ke dalam pasar budaya global. Mungkin di
sinilah salah satu perbedaan cara pandang logika modernisme dan postmodernisme. Jika
modernisme selalu cenderung meniadakan dan mensubordinasikan yang lain the other atau

tradisi lokal, justru postmodernisme merayakan perbedaan kultural dalam ruang-ruang
komodifikasi yang inspiratif dan inovatif. Namun, Walaupun ada ambiguitas yang melekat pada
globalisasi budaya, yaitu sangat terbukanya dunia, tetapi di sisi lain ada daya untuk
mempertahankan diri. “rtinya, masuknya informasi budaya dunia juga dapat mengakibatkan
penguatan budaya lokal jika masing-masing negara mau dan mampu berpartisipasi dan
mengambil peluang di dalamnya untuk mempertahankan kebudayaan yang menjadi
identitasnya. Hal ini karena kebudayaan merupakan suatu aspek yang selalu melekat dalam setiap
kehidupan manusia tanpa memisahkan zaman, antara yang tradisional dan modern.
No Narsis, No Eksis: Mengembangkan Permuseuman di Ranah Global
Ikon kebudayaan popular yaitu M Macintosh, McDonald s, MTV yang menjadi perhatian
masyarakat global dan membuat getar-getir para pemerhati masyarakat lokal tidak dapat
diremehkan begitu saja keberadaannya memasuki masa krisis ini. Tak heran akhirnya
kekhawatiran itu memasuki denah krisis identitas yang membawa apatis pada apa yang disebut
file:///D:/SKRIPSI/Apresiasi%20Masyarakat%20Terhadap%20Museum%20%20%20Museum%20untuk%20Persatuan%20dalam%20Perbedaan.htm

2/12

4/2/2014

Aspek Budaya: Apresiasi Masyarakat Terhadap Museum | Museum untuk Persatuan dalam Perbedaan


budaya bangsa. Ikon kebudayaan yang disebut-sebut kebudayaan popular tersebut ibarat bayangbayang kebudayaan meminjam istilah ”enedict “nderson imagine community seakan-akan dapat
menjadi hantu yang siap melumpuhkan sikap perhatian kita kepada kebudayaan lokal dan
kebudayaan nasional.
Nyatanya ikon kebudayaan itu siap membumikan generasi muda untuk terlibat di dalamnya. Tak
heran jika kita melihat anak-anak berangkat ke warnet sekedar hanya menyatakan say hello bagi
teman chattingnya, para remaja memuaskan diri dengan tontonan channel musik MTV atau ibuibu rumah tangga keluar dari restoran Mc-D dengan alasan memasak di rumah merepotkan. Ya
itu fakta yang akhirnya terkonstruksi dalam media massa saat ini. Jika akhir-akhir ini kita
sementara dihadapkan pada perhatian dunia tentang masalah Israel-Palestina dan di ranah
nasional ataupun lokal berhadapan dengan masalah politik demonstrasi untuk Pemilu ataupun
masalah bencana alam dan harga sembako, maka yang terjadi itu betapa masa sekarang
membawa kita untuk tetap berhati-hati dan perhatian terhadap segala sesuatu, dalam aspek
kebudayaan kewaspadaan ini tidak sekedar kita tersenyum dan tanpa melakukan apa-apa yang
membanggakan diri dan bangsa.
Demikianlah di bidang permuseuman, kita harus berlaku profesional dalam menyelenggarakan
dan pengelolaannya. Ibarat sebuah mobil agar dapat bergerak dan berjalan tentunya memerlukan
berbagai komponen pendukungnya dan diperlukan bermacam-macam keahlian dan spesialisasi
menurut masing-masing jenis komponennya, jika ada gangguan di dalamnya maka perlu montir
khusus dalam menanganinya. Permuseuman akan berjalan baik jika museum didukung oleh
semua unsur di dalamnya. “rtinya, perhatiannya secara holistik dari unsur-unsur seperti

bangunan/lokasi, koleksi, pengelola, dan pengunjung. “spek gedung museum harus mendukung
dan mempunyai daya tarik pengunjung, sedangkan koleksi museum perlu dilakukan upaya
pengelolaan dan pengendalian. ”enda koleksi yang merupakan ”enda Cagar ”udaya ”C”
menjadi sasaran orang yang bertujuan mencari keuntungan dengan jalan mencuri benda-benda
untuk dijual kepada pihak lain adalah suatu hal yang tidak dapat dibiarkan begitu saja selain
menjaga museum dari kerusakan karena faktor alamiah, misalnya, faktor alam dan lingkungan
yang disebabkan oleh hujan, sinar berlebihan, getaran bumi, polusi udara asap kendaraan
bermotor, debu, udara lembab, dan suhu udara terlalu panas, ataupun kerusakan karena serangan
hewan seperti rayap juga perlu diperhatikan secara saksama.
Pengelolaan dan pengendalian dengan memerhatikan segala aspek yang berkait dengan
pengembangan permuseuman, maka kita dapat bangga menunggu hasilnya. Tentunya, output
tidak dapat diukur dalam jangka waktu yang pendek, sedangkan outcome tidak hanya terukur
dengan kuantitas. Inilah makna yang diharapkan bahwa museum juga dapat meningkatkan
martabat suatu bangsa pemiliknya. Inilah cermin dari sejarah permuseuman yang panjang yang
dimulai dengan gerakan-gerakan untuk memajukan ilmu pengetahuan dan kesenian. Kontak
antarbangsa yang mendampingkan pada kontak antarbudaya memunculkan jenis museum,
diantaranya museum etnologi dan museum iptek. Perkembangan permuseuman memanglah
dengan usaha dan reformasi yang tidak singkat waktu. “lma S. Wittlin Sutaarga
menyatakan bahwa semenjak perang dunia pertama tahun
di beberapa negara telah

memiliki museum, museum hingga tahun itu berjumlah
museum. Perkembangan yang cukup
signifikan yang membuat orang berusaha membuat pengertian tentang museum dan koleksi
museum yang akhirnya meletakkan peran dan fungsi museum untuk edukasi kultural. Pengertian
tersebut membawa negara-negara di dunia setelah akhir perang dunia kedua perlu mendirikan
ICOM The International Council of Museum untuk menfungsikan pelayanan museum untuk
publik.
file:///D:/SKRIPSI/Apresiasi%20Masyarakat%20Terhadap%20Museum%20%20%20Museum%20untuk%20Persatuan%20dalam%20Perbedaan.htm

3/12

4/2/2014

Aspek Budaya: Apresiasi Masyarakat Terhadap Museum | Museum untuk Persatuan dalam Perbedaan

Perkembangan permuseuman menjelaskan pada kita bahwa hampir setiap bangsa meninggalkan
jejak dan corak yang khusus dalam usaha berfungsi dan berperannya museum. Inggris
menekankan pesan ilmiah, Jerman, Italia, dan Soviet menekankan pesan ideologi politik, dan
“merika Serikat menjagokan dirinya sebagai pelopor demokrasi. Rupanya asosiasi yang terbentuk
di negara-negara itu merupakan wujud kepedulian tyerhadap warisan budaya bangsanya. Di

kawasan “sia, kepedulian itu berawal dari Jepang dan India yang mengembangkan museologi
lewat jalur formal dengan berbagai aktivitas, seperti melaui penataran, diskusi, seminar, dan
penerbitan untuk penyempurnaan profesionalisme mereka terhadap museum. Sejarah
permuseuman di Indonesia pun membuktikan bahwa museum didirikan salah satunya dengan
maksud mencerdaskan bangsa Indonesia. Keberadaan museum sebagai maksud tersebut
menggugah upaya pendirian museum sehingga sekitar
-an kini museum ada di Indonesia. Hal
inilah yang membawa kita sebagai bangsa Indonesia pada komitmen untuk terus melakukan
pengembangan museum sebagai bukti kebanggaan kita pada bangsa Indonesia dengan budaya
Indonesia di ranah global sekarang pun. Kita tak perlu apatis jika kita belum memberikan
kepedulian kita pada museum sebagai lembaga pelestari warisan budaya bangsa ini. Seharusnya
kita patut optimis, bahwa Indonesia dengan masyaraktnya yang multikultural pun dapat
memajukan budayanya. Yakinlah bahwa jika tidak ada keyakinan maka tujuan dalam usaha juga
sulit untuk diraih. Dalam ranah global di mana waktu dan ruang bukanlah pemisah ini, kita patut
bangga untuk suatu keberlangsungan dan keberadaan identitas, yaitu bangga sebagai bangsa
dengan budaya Indonesia. Identik dengan kalimat tersebut kata penyemangatnya adalah No
Narcis, No Exist . Salah satu bentuknya adalah dengan memberikan apresiasi kita pada museum.
Apresiasi Masyarakat terhadap Museum?
Perhatian kita terhadap museum yang merupakan tempat edukasi kultural ini tentunya bukan
justru mematikan semangat kita untuk terus maju mengembangkan museum dengan kata lain

apresiasi terhadap museum harus terus digalakkan. Proporsi yang dapat dilakukan ibarat
melakukan promosi, kita harus outreach jika itu memang kondisi yang dibutuhkan masyarakat
sekarang. Hal ini karena perlu keaktifan terhadap kinerja kita memahamkan museum sebagai
wujud cinta kita pada aspek budaya bangsa. Langkah ini mengingat fakta bahkan data
mengungkapkan bahwa rendahnya apresiasi generasi muda khususnya terhadop museum dewasa
ini karena mereka belum mampu merasakan manfaat kehadiran museum, baik sebagai lembaga
yang melaksanakan tugas pelestarian warisan alam dan budaya, sebagai tempat pendidikan,
ataupun sebagai tempat rekreasi yang menyenangkan sehingga yang terjadi adalah mereka
datang atau berkunjung ke museum karena instruksi dari sekolah ataupun instansi yang terkait,
bukan suatu kesadaran. “da beberapa kasus terbukti dari maraknya pencurian dan pemalsuan
”C” di museum mengindikasikan bahwa museum kurang mendapatkan apresiasi dari
masyarakat. Namun, walaupun demikian kita tetap harus memberikan apresiasi terhadap
kehadiran mereka ke museum sebagai langkah awal untuk mereka mengapresiasi museum.
“presiasi menurut pengertian umum adalah penghargaan/penilaian kepada segala sesuatu yang
dapat berupa karya tertentu. ”iasanya apresiasi berupa hal yang positif tetapi juga bisa yang
negatif. Harapan yang kita nantikan wujudnya adalah apresiasi dengan setulus hati dalam arti
yang positif. “presiasi dalam bahasa inggris appreciation ini ibarat pembangunan image dapat
dilakukan ketika indra manusia bekerja, di antaranya mengamati, membandingkan, dan
mempertimbangkan dengan daya nalar.


4/12
Menggugah apresiasi masyarakat terhadap museum apalagi meningkatkannya bukanlah usaha

file:///D:/SKRIPSI/Apresiasi%20Masyarakat%20Terhadap%20Museum%20%20%20Museum%20untuk%20Persatuan%20dalam%20Perbedaan.htm

4/2/2014

Aspek Budaya: Apresiasi Masyarakat Terhadap Museum | Museum untuk Persatuan dalam Perbedaan

Menggugah apresiasi masyarakat terhadap museum apalagi meningkatkannya bukanlah usaha
yang mudah. Namun, minimal semuanya itu dimulai dari diri sendiri. Keyakinan pada museum
yang ditancapkan pada sanubari diri merupakan ruh yang dapat memotivasi bagi orang lain
untuk melakukan hal yang sama. Kepedulian dan keaktifan pribadi pada karya budaya seperti
halnya museum merupakan yang harus dilakukan sekarang juga.
Seperti halnya metode snow ball, menjadikan kita sebagai key person memberikan pengetahuan
dan pemahaman kepada orang lain untuk mau memahami peranan museum dengan variasi cara
share juga merupakan wujud apresiasi itu sendiri. Seperti halnya metode MLM Multi Level
Marketing ataupun mouth to mouth, pengetahuan tentang museum dari mulut ke mulut juga
merupakan cara yang cukup signifikan untuk menggugah orang lain untuk berbuat sama.
Setelah pengetahuan dan pemahaman telah berada dalam diri seseorang, kita perlu meyakinkan

bagaimana orang tersebut mau berbuat sama tentunya dengan tingkat kesadaran yang berbeda.
”eberapa bentuk do berkait dengan hal ini, misalnya mau berkunjung ke museum, mau
mengikuti event-event museum, dan menyebarkan brosur dan tulisan tentang museum.
Peran Media: Lembaga Pendidikan dan Media Massa dalam Peningkatan Apresiasi
terhadap Museum
Dialog tentang budaya atau kebudayaan terus mengalir di berbagai forum sampai saat ini.
Kebudayaan diartikan sebagai semua hal yang terkait dengan budaya. Dalam konteksi tinjauan
budaya dilihat dari tiga aspek, yaitu pertama, budaya yang universal yaitu berkaitan niliai-nilai
universal yang berlaku di mana saja yang berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan
masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi. Kedua, budaya nasional, yaitu nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat Indonesia secara nasional. Ketiga, budaya lokal yang eksis dalam
kehidupan masayarakat setempat. Ketiga aspek ini terkait erat dengan sistem pendidikan sebagai
wahana dan proses pewarisan budaya.
Kebudayaan adalah way of life atau pedoman bagi masyarakat. Sebagai unsur vital, kebudayaan
mengambil unsur-unsur pembentuknya dari segala ilmu pengetahuan yang dianggap vital dan
sangat diperlukan dalam menginterpretasi semua yang ada dalam kehidupannya. Hal ini
diperlukan sebagai modal dasar untuk dapat berdaptasi dan mempertahankan kelangsungan
hidup survive . Dalam kaitan ini kebudayaan dipandang sebagai nilai-nilai yang diyakini bersama
dan terinternalisasi dalam diri individu sehingga terhayati dalam setiap perilaku. Nilai-nilai yang
dihayati ataupun ide yang diyakini tersebut itu diperoleh melalui proses belajar. Proses belajar
merupakan cara untuk mewariskan nilai-nilai tersebut dari generasi ke generasi. Proses pewarisan
tersebut dikenal dengan proses sosialisasi atau enkulturasi proses pembudayaan .
a. Lembaga Pendidikan
Satu aspek penting yang tidak dapat terpisahkan dari aspek budaya berkaitan dengan proses
pewarisan budaya adalah pendidikan. Keluarga dan sekolah adalah saluran atau media dari proses
pembudayaan. Dalam konteks inilah pendidikan disebut sebagai proses untuk memanusiakan
manusia . Sejalan dengan itu, pendidikan merupakan upaya untuk membudayakan dan
menyosialisasikan manusia sebagaimana yang kita kenal dengan proses enkulturasi
pembudayaan dan sosialisasi proses membentuk kepribadian dan perilaku seorang anak menjadi
anggota masyarakat sehingga anak tersebut diakui keberadaanya oleh masyarakat yang
bersangkutan . Proses enkulturasi dan sosialisasi didampingi dengan proses internalisasi.
file:///D:/SKRIPSI/Apresiasi%20Masyarakat%20Terhadap%20Museum%20%20%20Museum%20untuk%20Persatuan%20dalam%20Perbedaan.htm

5/12

4/2/2014

Aspek Budaya: Apresiasi Masyarakat Terhadap Museum | Museum untuk Persatuan dalam Perbedaan

Proses internalisasi berarti bahwa sepanjang kehidupannya, manusia menanamkan dalam
kepribadiannya hal-hal yang diperlukan dalam kehidupan dan berusaha memenuhi hasrat dan
motivasi dalam dirinya beradaptasi, belajar dari alam dan lingkungan sosial dan budayanya.
Sementara itu, menurut Herskovits enkulturasi berasal dari aspek-aspek dari pengalaman belajar
yang memberi ciri khusus atau yang membedakan manusia dari makhluk lain dengan
menggunakan pengalaman-pengalaman hidupnya. Proses enkulturatif bersifat kompleks dan
berlangsung hidup, tetapi proses tersebut berbeda-beda pada berbagai tahap dalam lingkaran
kehidupan seorang. Enkulturasi terjadi secara agak dipaksakan selama awal masa kanak-kanak
tetapi ketika mereka bertambah dewasa akan belajar secara lebih sadar untuk menerima atau
menolak nilai-nilai atau anjuran-anjuran dari masyarakatnya. Kesamaan dari konsep enkulturasi
dengan konsep sosialisasi terlihat dari pernyataan Herkovits yang mengatakan bahwa sosialisasi
menunjukkan proses pengintegrasi individu ke dalam sebuah kelompok sosial, sedangkan
enkulturasi adalah proses yang menyebabkan individu memperoleh kompetensi dalam
kebudayaan kelompok. Proses belajar kebudayaan, internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi dapat
dikatakan, kebudayaan itu sendiri. ”elajar adalah kebudayaan.
Semakin banyak belajar, semakin mantap beraktivitas, semakin berakumulasi hasilnya. Inilah
makna pendidikan meminjam istilah Herskovits, pendidikan education adalah directed
learning . Pendidikan bertujuan membentuk agar manusia dapat menunjukkan perilakunya
sebagai makhluk yang berbudaya yang mampu bersosialisasi dalam masyarakatnya dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup, baik
secara pribadi, kelompok, maupun masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan adalah upaya
menanamkan sikap dan keterampilan pada anggota masyarakat agar mereka kelak mampu
memainkan peranan sesuai dengan kedudukan dan peran sosial masing-masing dalam
masyarakat. Secara tidak langsung, pola ini menjadi proses melestarikan suatu kebudayaan.
Sejalan dengan ini, ”ertrand Russel mengatakan pendidikan sebagai tatanan sosial kehidupan
bermasyarakat yang berbudaya. Melalui pendidikan kita bisa membentuk suatu tatanan
kehidupan bermasyarakat yang maju, modern, tentram dan damai berdasarkan nilai-nilai dan
norma budaya.
Dengan demikian, ukuran keberhasilan pembelajaran dalam konsep enkulturasi adalah perubahan
perilaku. Hal ini sejalan dengan
empat pilar pendidikan yang dikemukakan oleh Unesco,
”elajar bukan hanya untuk tahu to know , tetapi juga menggiring siswa untuk dapat
mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh secara langsung dalam kehidupan nyata to do ,
belajar untuk membangun jati diri to be , dan membentuk sikap hidup dalam kebersamaan yang
harmoni to live together . ”erkaitan dengan pendidikan tentang permuseuman ada beberapa
lembaga yang berperan di dalamnya, yaitu museum itu sendiri, sekolah, dan keluarga serta
masyarakat.
Selain sebagai salah satu objek wisata, museum juga berfungsi sebagai tempat menggali ilmu
pengetahuan non formal. Ini berarti, keberadaan museum mempunyai peranan penting dalam
menunjang kegiatan pendidikan masyarakat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dengan demikian, berbicara tentang kebudayaan, juga tidak terlepas dari keberadaan museum.
Dan tentu pula, keberadaan museum juga tak terpisahkan dengan pendidikan. Hal ini terlihat
nyata dengan keberadan museum sebagai lembaga yang melayani kepentingan masyarakat dan
kemajuannya yang fungsi dan tugasnya mengumpulkan, memelihara, meneliti, memamerkan
serta mempublikasikan benda-benda dan lingkungannya untuk tujuan pendidikan non formal

file:///D:/SKRIPSI/Apresiasi%20Masyarakat%20Terhadap%20Museum%20%20%20Museum%20untuk%20Persatuan%20dalam%20Perbedaan.htm

6/12

4/2/2014

Aspek Budaya: Apresiasi Masyarakat Terhadap Museum | Museum untuk Persatuan dalam Perbedaan

yang bersifat kreatif. Inilah perkembangan kebudayaan tak terlepas dari pengaruh lingkungan
social masyarakat pendukung dimana kebudayaan itu berkembang. Jadi, museum ini berperan
serta menunjang kegiatan pendidikan masyarakat.
Sekolah adalah salah satu media proses pembudayaan enkulturasi . Manusia yang berbudaya
adalah manusia yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap sehingga mereka
mampu berpikir secara rasional, kritis, dan memiliki karakter serta kepribadian yang cinta pada
keharmonian kehidupan. Di sini para pendidik di sekolah diharapkan juga dapat memberikan
pengetahuan dan pemahaman tentang museum sebagai tempat pelestari warisan budaya
masyarakat.
Keluarga adalah media yang sangat efektif dalam proses sosialisasi. Pengenalan terhadap nilai
budaya dan termasuk pemahaman tentang peran penting museum sebagai lembaga pelestari
budaya masyarakat diajarkan pertama kali dari keluarga. Keluarga juga sangat efektif terutama
jika seseorang masih mengandalkan kemampuannya dalam bahasa lisan, bukan bahasa tulis.
Dalam masyarakat, seseorang dapat melihat, memahami, dan mempratikkan setiap unsur
kebudayaan, masyarakat dengan aturannya juga dapat menjadi media yang memperkenalkan
dan memahamkan masyarakat itu sendiri tentang pentingnya dan peranan museum. Di sini
tokokh masyarakat tetap menjadi seseorang yang sangat berperan di dalamnya.
b. Media Massa
Media massa mempunyai peran yang sangat besar dalam masyarakat. Media massa dapat
berperan sebagai institusi bisnis dan institusi sosial. Kedua sifat institusional ini membawa implikasi
dalam orientasi keberadaannya. Sebagai institusi bisnis media massa menjalankan operasinya
dengan orientasi ke dalam inward , untuk kepentingan sendiri. Sementara itu, dalam menjalankan
fungsi sebagai institusi sosial, berorientasi ke luar outward untuk kepentingan masyarakat. Dalam
fungsi institusi bisnis, media massa berlangsung melahirkan dikhotomi antara ranah domain
produksi dan marketing, dengan pendanaan C capital, cost, calculating sebagai ranah utama
pada sisi lainnya. “pakah ranah produksi merancang produksi sesuai dengan orientasi marketing,
atau sebaliknya ranah marketing mencari dan menciptakan market untuk produknya, merupakan
problem klasik dari bisnis media massa.
Sebagai insitusi sosial, media massa menjalankan fungsi informasi, edukasi, persuasi, dan hiburan
serta sebagai hak menyatakan right to expression . Dengan cara lain, keberadaan institusional
media massa dapat dilihat bersifat resiprokal, di satu pihak menjalankan fungsi-fungsi sosialnya,
menyampaikan produk informasi untuk kepentingan pragmatis sosial dan psikologis bagi
masyarakat. Informasi yang disampaikan media massa baru bersifat fungsional jika dapat
memenuhi motif pragmatis khalayaknya. Dengan motif pragmatis sosial, warga masyarakat
menjadikan informasi publik dari media massa sebagai referensi dan dasar alam pikirannya dalam
memproses diri dalam institusi politik, ekonomi dan kultural. Keberadaan dan peranan masyarakat
dalam institusi politik, ekonomi dan budaya ini menentukan sifat, kualitas dan kuantitas informasi
publik yang diperlukannya. Pada sisi lain, media massa menyampaikan informasi hiburan untuk
memenuhi motif pragmatis psikologis warga masyarakat.
Peran media massa dalam kehidupan sosial, terutama dalam masyarakat sangatlah penting. Media
merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa dan merefleksikan dunia. Media
massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak,
sehingga memungkin terjadinya tanggapan dan umpan balik. Itu menunjukkkan bahwa peran
media dalam kehidupan sosial bukan sekedar sarana pelepas ketegangan atau hiburan, tetapi
file:///D:/SKRIPSI/Apresiasi%20Masyarakat%20Terhadap%20Museum%20%20%20Museum%20untuk%20Persatuan%20dalam%20Perbedaan.htm

7/12

4/2/2014

Aspek Budaya: Apresiasi Masyarakat Terhadap Museum | Museum untuk Persatuan dalam Perbedaan

mempunyai peran yang signifikan dalam proses sosial. ”ertolak dari besarnya peran media massa
dalam mempengaruhi pemikiran khalayaknya, tentulah perkembangan media massa di Indonesia
pada massa akan datang harus lebih diperhatikan. Hal ini karena melalui media yang kian terbuka
dan terjangkau, masyarakat menerima berbagai informasi tentang peradaban baru yang datang
dari seluruh penjuru dunia. Melalui media massa pun, kita dapat membangun opini publik, karena
media ini mempunyai kekuatan mengkonstruksi masyarakat. Media massa seperti halnya koran,
majalah, televisi, ataupun internet adalah media massa yang saat ini sangat dapat berperan dalam
pemberian pengetahuan dan pemahamam tentang museum kepada masyarakat. Melihat hal
itulah perluanya dunia permuseuman membarui sikap, wawasan, komitmen dengan media massa
agar permuseuman mendapatkan porsi pemberitaan yang sesuai harapan. Penyelenggara dan
pengelola museum juga perlu menciptakan jaringan dan kemitraan yang profesional dengan
media, baik media dalam negeri maupun luar negeri. Media massa yang tersebut itu dapat
dijadikan jembatan untuk membangun komunikasi dan apresiasi antara insan museum dan
masyarakat. Insan museum perlu menggandeng museum untuk tujuan tersebnut secara
professional agar pesan tentang permuseuman dapat dtersampaikan dengan baik kepada pembaca
atau pemirsa pada tingkat usia dan pendidikan yang bervariasi.
Daftar Pustaka
”enedict Richard O Gorman “nderson. Imagined Communities Reflections on the Origin and
Spread of Nationalism. Edition , revised. Verso,
”ertrand Russell. Power “ New Social “nalysis. Edition . W.W.Norton & company,
Chantal Mouffe . Gramsci and Marxist Theory essays. Routledge,
Dewey, John,
, The Child and The Curriculum,and The School and Society, Chicago and
London, The University of Chicago Press.
Giddens, “nthony, The Nation States and Violence Volume Two of a Contemporary
Immanuel Maurice Wallerstein, Immanuel Wallerstein. The Modern World-system II. Edition
“cademic Press,
Masinambow, EKM ed ,
Yayasan Obor Indonesia.
McQuail, Denis,

.

, Koentjaraningrat dan “ntropologi Indonesia, Jakarta, ““I dan

, Mass Communication Theories, Fourth edition, Sage Publication, London

Michael Wallerstein The Political Economy of Inequality, Unions, amd Social Democracy. New
York Cambridge University Press,
Renate Holub. “ntonio Gramsci ”eyond Marxism and Postmodernism. Routledge,
Rudolf Ekstein, Robert S. Wallerstein. The Teaching and Learning of Psychotherapy. Edition
”asic ”ooks,

.

Siswanta, Relasi kekuasaan telaah pemikiran “ntonio Gramsci dalam konteks politik Indonesia
kontemporer. Media Wacana,
file:///D:/SKRIPSI/Apresiasi%20Masyarakat%20Terhadap%20Museum%20%20%20Museum%20untuk%20Persatuan%20dalam%20Perbedaan.htm

8/12

4/2/2014

Aspek Budaya: Apresiasi Masyarakat Terhadap Museum | Museum untuk Persatuan dalam Perbedaan

Sutaarga, Moh. “mir.
/
. Pedoman Penyelenggaraan dan Pengelolaan Museum. Jakarta
Proyek Pembangunan Permuseuman Jakarta
Vedi R. Hadiz, ”enedict Richard O Gorman “nderson. Politik, budaya, dan perubahan sosial ”en
“nderson dalam studi politik Indonesia. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama bekerja sama
dengan Yayasan SPES,
Ditulis dalam Makalah | Tag “rtikel, Opini

“bout these ads http //en.wordpress.com/aboutthese-ads/

Kategori
“rtikel
”agaimana Mendirikan Museum
Info
Kliping
Makalah
Museografia
Museum "”untu Kalando" Sanggala
Museum '”ikon ”lewut', NTT
Museum & Galeri 'Rahmat', Sumatera Utara
Museum “dityawarman, Sumatera ”arat
Museum “ffandi, Yogyakarta
Museum “lkitab
Museum “partheid
Museum “si Mbojo, NT”
Museum ”ahari Ende, NTT
Museum ”alla Lampoa, Sulawesi Selatan
Museum ”ank Indonesia, Jakarta
Museum ”ank Mandiri, Jakarta
Museum ”asuki “bdullah
Museum ”atara Guru
Museum ”atik Yogyakarta
Museum ”engkulu
Museum ”enteng Heritage
Museum ”iblika
Museum ”iologi Yogyakarta
Museum ”RI Purwokerto
Museum Daerah "Sang Nila Utama", Riau
Museum Daerah Nusa Tenggara Timur
Museum Deli Serdang, Sumatera Utara
Museum Dewantara Kirti Griya
Museum G”KP, Sumatera Utara
Museum Gedung “rca ”ali
Museum Gedung Joang ' Sumatera ”arat
file:///D:/SKRIPSI/Apresiasi%20Masyarakat%20Terhadap%20Museum%20%20%20Museum%20untuk%20Persatuan%20dalam%20Perbedaan.htm

9/12