MEDIA DAN MASYARAKAT doc 1
PUSPA KARTIKA CAHYANI
201010040311017
MEDIA DAN MASYARAKAT KELAS C
OPINI
KAMPANYE PEMILIHAN CALON WALI KOTA MALANG
Kali ini Kota Malang sedang gencar – gencarnya dan ramai dengan spanduk para calon Wali
Kota dan Wakil Wali Kota (PILWALKOT) Malang yang mana mereka saling berkampanye
dengan program keunggulan mereka masing – masing. Tahun 2013 tepatnya 28 Mei ini, Kota
Malang akan mengadakan pesta demokrasi untuk pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota
untuk periode 2013–2018. Tentunya hal ini akan membuka peluang bagi warga Kota Malang
untuk berperan aktif baik sebagai pemilih maupun sebagai calon Wali Kota / Wakil Wali
Kota.
Untuk pemilihan tahun ini, KPUD Kota Malang telah menetapkan enam pasang kandidat
peserta Pilwalkot Malang 2013. Pada 2 April lalu, KPUD telah mengundi nomor urut peserta
Pilwalkot Malang, diantaranya adalah sebagai berikut:
No Urut
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pasangan calon
Pendukung
Dwi Cahyono
Independen
Muhammad Nuruddin
Sri Rahayu
PDIP
Priyatmoko Oetomo
Heri Pudji Utami
Partai Golkar, PAN, Partai RepublikaN dan 14 partai lainnya
Sofyan Edy Jarwoko
Ahmad Mujais
Independen
Yunar Mulya
Agus Dono
Partai Demokrat, PKS, Hanura, PKPB
Arif HS
Moch Anton
PKB, Partai Gerindra
Sutiaji
Wali Kota adalah Kepala Daerah untuk daerah Kota. Seorang Wali Kota sejajar dengan
Bupati, yakni Kepala Daerah untuk daerah Kabupaten. Pada dasarnya, Wali Kota memiliki
tugas dan wewenang memimpin penyelenggaraan daerah berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama DPRD Kota. Wali kota dipilih dalam satu paket pasangan dengan Wakil
Wali Kota melalui Pilkada. Semua orang pasti akan membenarkan pernyataan ini jika
mengerti atau mengetahui sejauh mana peran dan tanggung jawab seorang Wali Kota. Sejak
saya baru mulai memahami atau setidaknya mengerti tentang kampanye politik dari
pendidikan sekolah menengah sampai mengenyam dunia perkuliahan ini ada berbagai macam
cara kampanye yang mulai dari benar – benar kampanye sesuai dengan aturan sampai dengan
kampanye yang bisa dikatakan curang bahkan cara yang dilakukan “busuk”.
Seperti Teori Media Model Lasswell, dalam artikel klasiknya tahun 1948 mengemukakan
model komunikasi yang sederhana dan sering diikuti banyak orang yakni: Siapa (Who),
berbicara apa (Says what), dalam saluran yang mana (in which channel), kepada siapa (to
whom) dan pengaruh seperti apa (what that effect) (Littlejhon, 1996). Bisa dilihat dari teori
tersebut bagaimana calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota berbicara mengenai perubahan
yang harus dilakukan seorang Wali Kota agar Kota Malang berkembang dan menjadi lebih
baik (apa), melalui kampanye yang disiarkan di iklan televisi Kota Malang, spanduk, dan
lainnya yang kita temui di Kota Malang saat ini (saluran), kepada khalayak atau masyarakat
(kepada siapa) dengan pengaruh yang terjadi khalayak mendapat kesan terhadap calon Wali
Kota dan Wakil Wali Kota itu untuk memilih atau tidak memilihnya (effect).
Berbicara tentang kampanye masing – masing kandidat, fenomena pemasangan baliho di
jalan mulai jalan sempit sampai jalan utama pun mulai semarak, mereka berlomba – lomba
menarik massa yang banyak. Wajah - wajah calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang
sebagian asing bagi masyarakat kota malang sendiri sudah bertebaran dimana – mana.
Pencitraan dan penguatan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang ditumpahkan dalam
beberapa baliho yang menurut saya terkadang agak berlebihan serta sedikit mengganggu
kenyamanan mata saya memandang berbagai macam baliho kampanye itu.
Pemasangan baliho, spanduk, stiker, dan lainnya di jalan bahkan sampai kendaraan umum,
bagi masyarakat Kota Malang tersebut secara tidak langsung menjadi shock identification dan
efek tersebut secara tidak langsung memaksa masyarakat untuk mengenal calon Wali Kota
dan Wakil Wali Kota yang akan mereka pilih. Para calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota
yang jelas berefek pada awareness saja atau sebagai perkenalan calon Wali Kota dan Wakil
Wali Kota Malang kepada para pemilih. Namun menurut saya kampanye di pinggir jalan itu
kurang efektif karena masyarakat masih belum paham akan apa-apa yang telah calon calon
Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang lakukan,meskipun segala aktifitas calon walikota
malang di tumpah ruahkan di satu baliho akan tetapi hal tersebut masih kurang menggena di
masyarakat.
Selain itu, secara logika ketika di suatu jalan kita melihat baliho calon Wali Kota dan Wakil
Wali Kota Malang, maka kecil kemungkinan kita akan melihat dengan teliti gambar – gambar
yang lain, karena kita lebih terkonsentrasi di jalan dan arah tujuan kita. Menurut saya, terlalu
banyak gambar calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang, hasilnya pun juga akan tetap
sama dikarenakan masyarakat sudah mulai memasuki area kejenuhan, karena mereka akan
cenderung berfikir di depan mereka ada baliho besar dan ada gambar calon walikota malang
maka pasti akan sama seperti yang mereka lihat beberapa waktu yang lalu dan tidak ada
perubahan, hanya itu – itu saja, alias monoton.
Keindahan Kota Malang juga akan sedikit terganggu dengan banyaknya baliho dan dari sini
memang terlihat dengan sangat jelas sekali calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang
antara yang bermodal besar dengan yang bermodal pas – pasan. Akan tetapi apakah hal
tersebut akan menjamin kesuksesan calon walikota malang tersebut untuk naik menjadi Wali
Kota dan Wakil Wali Kota Malang selanjutnya? Menurut saya belum tentu, karena penentuan
tersebut ditentukan oleh warga Kota Malang sendiri
Seharusnya para calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang ini lebih aktif dan tidak perlu
berkampanye secara berlebihan, bagaimana mereka para calon kandidat ini dapat menarik
massa sebanyak – banyaknya, dan lain sebagainya tentu dengan cara yang “normal” bukan
berlebihan. Masyarakat Malang sendiri sebagian besar juga sudah bisa berpikir kritis dan
demokratis serta memiliki pilihan sendiri siapa yang bakal jadi Wali Kota dan Wakil Wali
Kota Malang. Yang dibutuhkan hanyalah realitas dan bentuk nyata saja saat ini. Semoga para
masyarakat Malang menggunakan hak pilihnya dengan baik.
201010040311017
MEDIA DAN MASYARAKAT KELAS C
OPINI
KAMPANYE PEMILIHAN CALON WALI KOTA MALANG
Kali ini Kota Malang sedang gencar – gencarnya dan ramai dengan spanduk para calon Wali
Kota dan Wakil Wali Kota (PILWALKOT) Malang yang mana mereka saling berkampanye
dengan program keunggulan mereka masing – masing. Tahun 2013 tepatnya 28 Mei ini, Kota
Malang akan mengadakan pesta demokrasi untuk pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota
untuk periode 2013–2018. Tentunya hal ini akan membuka peluang bagi warga Kota Malang
untuk berperan aktif baik sebagai pemilih maupun sebagai calon Wali Kota / Wakil Wali
Kota.
Untuk pemilihan tahun ini, KPUD Kota Malang telah menetapkan enam pasang kandidat
peserta Pilwalkot Malang 2013. Pada 2 April lalu, KPUD telah mengundi nomor urut peserta
Pilwalkot Malang, diantaranya adalah sebagai berikut:
No Urut
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pasangan calon
Pendukung
Dwi Cahyono
Independen
Muhammad Nuruddin
Sri Rahayu
PDIP
Priyatmoko Oetomo
Heri Pudji Utami
Partai Golkar, PAN, Partai RepublikaN dan 14 partai lainnya
Sofyan Edy Jarwoko
Ahmad Mujais
Independen
Yunar Mulya
Agus Dono
Partai Demokrat, PKS, Hanura, PKPB
Arif HS
Moch Anton
PKB, Partai Gerindra
Sutiaji
Wali Kota adalah Kepala Daerah untuk daerah Kota. Seorang Wali Kota sejajar dengan
Bupati, yakni Kepala Daerah untuk daerah Kabupaten. Pada dasarnya, Wali Kota memiliki
tugas dan wewenang memimpin penyelenggaraan daerah berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama DPRD Kota. Wali kota dipilih dalam satu paket pasangan dengan Wakil
Wali Kota melalui Pilkada. Semua orang pasti akan membenarkan pernyataan ini jika
mengerti atau mengetahui sejauh mana peran dan tanggung jawab seorang Wali Kota. Sejak
saya baru mulai memahami atau setidaknya mengerti tentang kampanye politik dari
pendidikan sekolah menengah sampai mengenyam dunia perkuliahan ini ada berbagai macam
cara kampanye yang mulai dari benar – benar kampanye sesuai dengan aturan sampai dengan
kampanye yang bisa dikatakan curang bahkan cara yang dilakukan “busuk”.
Seperti Teori Media Model Lasswell, dalam artikel klasiknya tahun 1948 mengemukakan
model komunikasi yang sederhana dan sering diikuti banyak orang yakni: Siapa (Who),
berbicara apa (Says what), dalam saluran yang mana (in which channel), kepada siapa (to
whom) dan pengaruh seperti apa (what that effect) (Littlejhon, 1996). Bisa dilihat dari teori
tersebut bagaimana calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota berbicara mengenai perubahan
yang harus dilakukan seorang Wali Kota agar Kota Malang berkembang dan menjadi lebih
baik (apa), melalui kampanye yang disiarkan di iklan televisi Kota Malang, spanduk, dan
lainnya yang kita temui di Kota Malang saat ini (saluran), kepada khalayak atau masyarakat
(kepada siapa) dengan pengaruh yang terjadi khalayak mendapat kesan terhadap calon Wali
Kota dan Wakil Wali Kota itu untuk memilih atau tidak memilihnya (effect).
Berbicara tentang kampanye masing – masing kandidat, fenomena pemasangan baliho di
jalan mulai jalan sempit sampai jalan utama pun mulai semarak, mereka berlomba – lomba
menarik massa yang banyak. Wajah - wajah calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang
sebagian asing bagi masyarakat kota malang sendiri sudah bertebaran dimana – mana.
Pencitraan dan penguatan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang ditumpahkan dalam
beberapa baliho yang menurut saya terkadang agak berlebihan serta sedikit mengganggu
kenyamanan mata saya memandang berbagai macam baliho kampanye itu.
Pemasangan baliho, spanduk, stiker, dan lainnya di jalan bahkan sampai kendaraan umum,
bagi masyarakat Kota Malang tersebut secara tidak langsung menjadi shock identification dan
efek tersebut secara tidak langsung memaksa masyarakat untuk mengenal calon Wali Kota
dan Wakil Wali Kota yang akan mereka pilih. Para calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota
yang jelas berefek pada awareness saja atau sebagai perkenalan calon Wali Kota dan Wakil
Wali Kota Malang kepada para pemilih. Namun menurut saya kampanye di pinggir jalan itu
kurang efektif karena masyarakat masih belum paham akan apa-apa yang telah calon calon
Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang lakukan,meskipun segala aktifitas calon walikota
malang di tumpah ruahkan di satu baliho akan tetapi hal tersebut masih kurang menggena di
masyarakat.
Selain itu, secara logika ketika di suatu jalan kita melihat baliho calon Wali Kota dan Wakil
Wali Kota Malang, maka kecil kemungkinan kita akan melihat dengan teliti gambar – gambar
yang lain, karena kita lebih terkonsentrasi di jalan dan arah tujuan kita. Menurut saya, terlalu
banyak gambar calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang, hasilnya pun juga akan tetap
sama dikarenakan masyarakat sudah mulai memasuki area kejenuhan, karena mereka akan
cenderung berfikir di depan mereka ada baliho besar dan ada gambar calon walikota malang
maka pasti akan sama seperti yang mereka lihat beberapa waktu yang lalu dan tidak ada
perubahan, hanya itu – itu saja, alias monoton.
Keindahan Kota Malang juga akan sedikit terganggu dengan banyaknya baliho dan dari sini
memang terlihat dengan sangat jelas sekali calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang
antara yang bermodal besar dengan yang bermodal pas – pasan. Akan tetapi apakah hal
tersebut akan menjamin kesuksesan calon walikota malang tersebut untuk naik menjadi Wali
Kota dan Wakil Wali Kota Malang selanjutnya? Menurut saya belum tentu, karena penentuan
tersebut ditentukan oleh warga Kota Malang sendiri
Seharusnya para calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang ini lebih aktif dan tidak perlu
berkampanye secara berlebihan, bagaimana mereka para calon kandidat ini dapat menarik
massa sebanyak – banyaknya, dan lain sebagainya tentu dengan cara yang “normal” bukan
berlebihan. Masyarakat Malang sendiri sebagian besar juga sudah bisa berpikir kritis dan
demokratis serta memiliki pilihan sendiri siapa yang bakal jadi Wali Kota dan Wakil Wali
Kota Malang. Yang dibutuhkan hanyalah realitas dan bentuk nyata saja saat ini. Semoga para
masyarakat Malang menggunakan hak pilihnya dengan baik.