STRATEGI PENCAPAIAN KUOTA 30 PERSEN CALON LEGISLATIF PEREMPUAN PADA PEMILU 2009 (Studi pada DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Malang)
STRATEGI PENCAPAIAN KUOTA 30 PERSEN CALON LEGISLATIF
PEREMPUAN PADA PEMILU 2009 (Studi pada DPD Partai Keadilan
Sejahtera Kota Malang)
Oleh: M. Heri Asyhari ( 09230043 )
Goverment science
Dibuat: 2011-03-10 , dengan 6 file(s).
Keywords: STRATEGI PENCAPAIAN KUOTA
ABSTRAKSI
Di tengah berseminya alam demokrasi dan keterbukaan di era Reformasi, secara menagerial
implementasi affirmative action dalam wujud kuota, dalam hal perwakilan perempuan di
parlemen dan partai politik telah berhasil diundangkan secara formal dalam pasal 65 ayat 1 UU
pemilu No. 12 tahun 2003 yang telah direvisi menjadi UU No.10 tahun 2008. Affirmative action
adalah hukum dan kebijakan yang dikenakan kepada kelompok tertentu pemberian kompensasi
dan keistimewaan dalam kasus-kasus tertentu guna mencapai representasi yang lebih
proporsional dalam beragam institusi dan okupasi. Meskipun harus menghadapi sejumlah
hambatan, perjuangan politik perempuan cukup berhasil. Masuknya ketentuan kuota 30% bagi
partai politik untuk calon legislatif perempuan pada Pemilu 2004 merupakan hasil yang sangat
nyata bagi perkembangan politik perempuan selanjutnya. Walaupun UU No. 12 Tahun 2003
tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD telah mengakomodasi ketentuan
kuota 30% bagi partai politik dalam mengajukan calon anggota legislatif, namun hasil Pemilu
2004 menunjukkan bahwa anggota DPR terpilih dari perempuan masih terbilang rendah.
Pada pemilu 2009 lalu, ketentuan kuota 30% bagi perempuan untuk menduduki jabatan politik
kembali diatur dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD,
dan DPRD, sering disebut UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu. Pasal 53 UU tersebut
mengatur bahwa daftar bakal calon dari partai politik memuat paling sedikit 30% keterwakilan
perempuan. Lebih progresif lagi, UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu ini mengatur tentang
zipper system, yakni setiap 3 orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya satu orang
perempuan bakal calon.
Pada pemilu tahun 2004, PKS Kota Malang sama sekali tidak mengalami kendala atau hambatan
bagi partai dalam merekrut kader perempuan untuk dijadikan calon legislatif guna memenuhi
ketentuan kuota 30% keterwakilan perempuan. Komitmen tentang keterwakilan perempuan
untuk dijadikan calon legislatif guna memenuhi ketentuan kuota 30% keterwakilan perempuan
juga dibuktikan pada pemilu 2009 lalu.
Oleh karena itu, penulis memilih judul, “Strategi Pencapaian Kuota 30 Persen Calon Legislatif
Perempuan Pada Pemilu 2009 (Studi pada DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Malang)”.
Karena penulis berpendapat bahwa PKS sebagai partai yang beraliran agamis telah mempunyai
komitmen terhadap keterwakilan perempuan yang diimplementasiakan dari tingkat pusat sampai
daerah. Khususnya pada DPD PKS Kota Malang, tentang keterwakilan perempuan dalam
parlemen melalui kuota 30 persen calon legislatif perempuan sudah terbukti baik pada pemilu
2004 maupun 2009 yang lalu.
Dari uraian diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana strategi partai
dalam merekrut calon legislatif perempuan guna memenuhi kuota 30 persen caleg perempuan
pada pemilu 2009? Bagaimana penyusunan daftar calon oleh partai?
Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui segala sesuatu yang menjadi rumusan
masalah. Jenis penelitian adalah deskriptif. Subjek penelitian adalah ketua dan sekretaris partai,
ketua dan sekretaris penentu calon legislatf, dan satu caleg perempuan dari setiap daerah
pemilihan. Dan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan dokumentasi.
Dari data yang dihasilkan menunjukkan bahwa strategi yang dilakukan DPD PKS Kota Malang
untuk menjaring caleg adalah dengan mengadakan Pemilu internal yang dilakukan oleh Tim
Panjatida (Panitia penjaringan tingkat daerah) dimana sumber rekrutmennya hanya dari internal
atau kader partai. Sedangkan penyusunan daftar calon, disatu sisi mengutamakan orang-orang
yang berasal dari daerah pemilihan (DP) masing-masing. Di sisi yang lain, DPD juga
memberikan perlakuan khusus kepada calon-calon tertentu untuk dicalonkan dari Daerah
Pemilihan di luar domisilinya dengan pertimbangan senioritas akan tetapi aturan zipper system
belum sepenuhnya dilaksanakan.
ABSTRACTION
In the midst of the natural blossoming of democracy and openness in the era of the Reformation,
the menagerial implementation of affirmative action in the form of quotas, in terms of female
representation in parliament and political parties have succeeded in formally promulgated in
article 65 paragraph 1 of Act No. election. 12 year 2003 which has been revised into Law No.10
of 2008. Affirmative action laws and policies are subject to certain groups of the compensation
and privileges in certain cases in order to achieve a more proportional representation in various
institutions and occupation. Although it must deal with a number of obstacles, women's political
struggle is quite successful. The entry of the provisions of 30 per cent quota for political parties
for women legislative candidates in 2004 elections was the result of very real to further women's
political development. Although Law no. 12 of 2003 concerning General Elections for the DPR,
DPD, and DPRD has accommodated 30% quota provision for political parties in nominating
candidates for members of the legislature, but the results of 2004 elections showed that members
of Parliament elected from women is relatively low.
In the 2009 election past, the provision of 30% quota for women to hold political office again
stipulated in Law no. 10 of 2008 on General Elections for the DPR, DPD, and DPRD, often
called the Law. 10 year 2008 concerning the election. Article 53 of the Act provides that the list
of candidates of political parties contain at least 30% women representation. More progressive
again, Law no. 10 year 2008 about the elections, regulates the zipper system, ie, every third
person prospective candidates have at least one woman candidate.
In the 2004 elections, the PKS Malang did not experience obstacles or barriers to the party
cadres in recruiting women to become candidates for the legislature to fulfill the provisions of
the quota of 30% women representation. Commitment on the representation of women to
become candidates for the legislature to compliance with the quota of 30% representation of
women is also evidenced in the 2009 election past.
Therefore, the author chose the title, "Achieving Strategic Demand 30 Percent of Women
Candidates for Legislative Elections in 2009 (Studies in DPD PKS Kota Malang)." Because the
authors suggest that the MCC as a wing religious parties have committed to the representation of
women who diimplementasiakan from the central to local. Especially in the DPD PKS Malang,
about women representation in parliament through a quota of 30 percent of women legislative
candidates has been proven both in the 2004 election and 2009.
From the description above can be taken formulation of the problem as follows: How does the
party strategy in recruiting female legislative candidates to meet the 30 percent quota of women
candidates in the 2009 election? How is the preparation of lists of candidates by the party?
The purpose of this study is to know everything that a formulation of the problem. The study was
descriptive. Subjects were chairman and party secretary, the chairman and secretary of the
determinants of candidate legislatf, and one female candidate from each electoral district. And
data collection techniques of observation, interview and documentation.
From the resulting data showed that the strategy undertaken DPD PKS Malang City to solicit the
candidate is to hold internal elections are carried out by a team Panjatida (Committee crawl the
local level) where the source of recruitment only from the internal or party cadres. While
preparing the list of candidates, on the one hand put the people who come from the constituency
(DP) respectively. On the other hand, DPD also gives special treatment to certain candidates to
be nominated from outside the domicile Electoral District with the consideration of seniority
rules zipper system but not yet fully operational.
PEREMPUAN PADA PEMILU 2009 (Studi pada DPD Partai Keadilan
Sejahtera Kota Malang)
Oleh: M. Heri Asyhari ( 09230043 )
Goverment science
Dibuat: 2011-03-10 , dengan 6 file(s).
Keywords: STRATEGI PENCAPAIAN KUOTA
ABSTRAKSI
Di tengah berseminya alam demokrasi dan keterbukaan di era Reformasi, secara menagerial
implementasi affirmative action dalam wujud kuota, dalam hal perwakilan perempuan di
parlemen dan partai politik telah berhasil diundangkan secara formal dalam pasal 65 ayat 1 UU
pemilu No. 12 tahun 2003 yang telah direvisi menjadi UU No.10 tahun 2008. Affirmative action
adalah hukum dan kebijakan yang dikenakan kepada kelompok tertentu pemberian kompensasi
dan keistimewaan dalam kasus-kasus tertentu guna mencapai representasi yang lebih
proporsional dalam beragam institusi dan okupasi. Meskipun harus menghadapi sejumlah
hambatan, perjuangan politik perempuan cukup berhasil. Masuknya ketentuan kuota 30% bagi
partai politik untuk calon legislatif perempuan pada Pemilu 2004 merupakan hasil yang sangat
nyata bagi perkembangan politik perempuan selanjutnya. Walaupun UU No. 12 Tahun 2003
tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD telah mengakomodasi ketentuan
kuota 30% bagi partai politik dalam mengajukan calon anggota legislatif, namun hasil Pemilu
2004 menunjukkan bahwa anggota DPR terpilih dari perempuan masih terbilang rendah.
Pada pemilu 2009 lalu, ketentuan kuota 30% bagi perempuan untuk menduduki jabatan politik
kembali diatur dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD,
dan DPRD, sering disebut UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu. Pasal 53 UU tersebut
mengatur bahwa daftar bakal calon dari partai politik memuat paling sedikit 30% keterwakilan
perempuan. Lebih progresif lagi, UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu ini mengatur tentang
zipper system, yakni setiap 3 orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya satu orang
perempuan bakal calon.
Pada pemilu tahun 2004, PKS Kota Malang sama sekali tidak mengalami kendala atau hambatan
bagi partai dalam merekrut kader perempuan untuk dijadikan calon legislatif guna memenuhi
ketentuan kuota 30% keterwakilan perempuan. Komitmen tentang keterwakilan perempuan
untuk dijadikan calon legislatif guna memenuhi ketentuan kuota 30% keterwakilan perempuan
juga dibuktikan pada pemilu 2009 lalu.
Oleh karena itu, penulis memilih judul, “Strategi Pencapaian Kuota 30 Persen Calon Legislatif
Perempuan Pada Pemilu 2009 (Studi pada DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Malang)”.
Karena penulis berpendapat bahwa PKS sebagai partai yang beraliran agamis telah mempunyai
komitmen terhadap keterwakilan perempuan yang diimplementasiakan dari tingkat pusat sampai
daerah. Khususnya pada DPD PKS Kota Malang, tentang keterwakilan perempuan dalam
parlemen melalui kuota 30 persen calon legislatif perempuan sudah terbukti baik pada pemilu
2004 maupun 2009 yang lalu.
Dari uraian diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana strategi partai
dalam merekrut calon legislatif perempuan guna memenuhi kuota 30 persen caleg perempuan
pada pemilu 2009? Bagaimana penyusunan daftar calon oleh partai?
Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui segala sesuatu yang menjadi rumusan
masalah. Jenis penelitian adalah deskriptif. Subjek penelitian adalah ketua dan sekretaris partai,
ketua dan sekretaris penentu calon legislatf, dan satu caleg perempuan dari setiap daerah
pemilihan. Dan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan dokumentasi.
Dari data yang dihasilkan menunjukkan bahwa strategi yang dilakukan DPD PKS Kota Malang
untuk menjaring caleg adalah dengan mengadakan Pemilu internal yang dilakukan oleh Tim
Panjatida (Panitia penjaringan tingkat daerah) dimana sumber rekrutmennya hanya dari internal
atau kader partai. Sedangkan penyusunan daftar calon, disatu sisi mengutamakan orang-orang
yang berasal dari daerah pemilihan (DP) masing-masing. Di sisi yang lain, DPD juga
memberikan perlakuan khusus kepada calon-calon tertentu untuk dicalonkan dari Daerah
Pemilihan di luar domisilinya dengan pertimbangan senioritas akan tetapi aturan zipper system
belum sepenuhnya dilaksanakan.
ABSTRACTION
In the midst of the natural blossoming of democracy and openness in the era of the Reformation,
the menagerial implementation of affirmative action in the form of quotas, in terms of female
representation in parliament and political parties have succeeded in formally promulgated in
article 65 paragraph 1 of Act No. election. 12 year 2003 which has been revised into Law No.10
of 2008. Affirmative action laws and policies are subject to certain groups of the compensation
and privileges in certain cases in order to achieve a more proportional representation in various
institutions and occupation. Although it must deal with a number of obstacles, women's political
struggle is quite successful. The entry of the provisions of 30 per cent quota for political parties
for women legislative candidates in 2004 elections was the result of very real to further women's
political development. Although Law no. 12 of 2003 concerning General Elections for the DPR,
DPD, and DPRD has accommodated 30% quota provision for political parties in nominating
candidates for members of the legislature, but the results of 2004 elections showed that members
of Parliament elected from women is relatively low.
In the 2009 election past, the provision of 30% quota for women to hold political office again
stipulated in Law no. 10 of 2008 on General Elections for the DPR, DPD, and DPRD, often
called the Law. 10 year 2008 concerning the election. Article 53 of the Act provides that the list
of candidates of political parties contain at least 30% women representation. More progressive
again, Law no. 10 year 2008 about the elections, regulates the zipper system, ie, every third
person prospective candidates have at least one woman candidate.
In the 2004 elections, the PKS Malang did not experience obstacles or barriers to the party
cadres in recruiting women to become candidates for the legislature to fulfill the provisions of
the quota of 30% women representation. Commitment on the representation of women to
become candidates for the legislature to compliance with the quota of 30% representation of
women is also evidenced in the 2009 election past.
Therefore, the author chose the title, "Achieving Strategic Demand 30 Percent of Women
Candidates for Legislative Elections in 2009 (Studies in DPD PKS Kota Malang)." Because the
authors suggest that the MCC as a wing religious parties have committed to the representation of
women who diimplementasiakan from the central to local. Especially in the DPD PKS Malang,
about women representation in parliament through a quota of 30 percent of women legislative
candidates has been proven both in the 2004 election and 2009.
From the description above can be taken formulation of the problem as follows: How does the
party strategy in recruiting female legislative candidates to meet the 30 percent quota of women
candidates in the 2009 election? How is the preparation of lists of candidates by the party?
The purpose of this study is to know everything that a formulation of the problem. The study was
descriptive. Subjects were chairman and party secretary, the chairman and secretary of the
determinants of candidate legislatf, and one female candidate from each electoral district. And
data collection techniques of observation, interview and documentation.
From the resulting data showed that the strategy undertaken DPD PKS Malang City to solicit the
candidate is to hold internal elections are carried out by a team Panjatida (Committee crawl the
local level) where the source of recruitment only from the internal or party cadres. While
preparing the list of candidates, on the one hand put the people who come from the constituency
(DP) respectively. On the other hand, DPD also gives special treatment to certain candidates to
be nominated from outside the domicile Electoral District with the consideration of seniority
rules zipper system but not yet fully operational.