Manfaat kedelai bagi manusia. docx

Manfaat kedelai bagi manusia
Siapa yang meragukan khasiat kacang kedelai. Polong-polongan ini telah lama
dikenal dunia dengan sejuta khasiatny. Kebiasaan mengkonsumsi kedelai telah dimulai
ratusan tahun yang lalu utamanya di China dan Jepang. Dan terbukti, tingkat kesehatan
orang-orang di kedua Negara tersebut cukup tinggi. Salah satunya adalah karena
mengkonsumsi kedelai.
Tidak hanya di China dan Jepang, di Indonesia kedelai menempati urutan yang
tinggi dalam piramida makanan. Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi
sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai
memiliki peranan yang besar karena merupakan sumber bahan baku utama bagi industri
tahu, tempe, dan pakan ternak berupa bungkil kacang kedelai.

Selain mudah diolah menjadi makanan ataupu minuman, kedelai rupanya memiliki
banyak manfaat bagi kesehatan. Diantaranya adalah :

1. Obat Awet Muda Sebagai anti oksidan bagi tubuh manusia, sangat dianjurkan
memakan olahan kacang kedelai seperti tahu dan tempe. Sel-sel tubuh akan terpelihara
dari radikal bebas. Ternyata obat awet muda itu gampang ya? Cukup makan olahan tahu
dan tempe.
2. Meningkatkan Kecerdasan Mengandung asam oeleat yang peranannya sangat
penting dalam pembentukan kecerdasan genetik pada manusia, jadi kacang kedelai

sangat penting untuk membuat otak jadi cerdas, tarutama pada anak-anak.
3. Menghalau Kolesterol Kacang kedelai ternyata bisa mereduksi alias mengurangi
kadar kolesterol yang ada dalam darah.
4.

Mengobati Diabetes Inisitol yang dibawanya bisa menanggulangi penyakit

diabetes. Orang diabetes biasanya kekuramgan zat insulin yang dapat merubah gula,

insulin tersebut diproduksi oleh pankreas. kacang Kedelai membawa Lecithin yang dapat
melindungi sel-sel pankreas sehingga insulin dapat lebih sempurna diproduksi.
5. Menyehatkan Jantung Kacang kedelai pun dipercaya membuat jantung menjadi
sehat dan membuat jantung dapat bekerja secara normal.
6.
yang

Menguatkan Daya Tahan Tubuh Kacang kedelai dengan semua kebaikan zat
dibawanya

terbukti


dapat

meningkatkan

daya

tahan

tubuh

manusia.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya krisis Kedelai di Indonesia

Negeri ini baru saja dihebohkan dengan berita menghilangnya tempe dan tahu
dibeberapa kota besar, Jakarta terutama. Penyebabnya adalah pasokan kedelai yang
berkurang sehingga harga kedelai melambung menyentuh harga 8000 per kg. Dan
ketergantungan terhadap kedelai impor menyebabkan permasalahan menjadi pelik,
ketika pasokan kedelai lokal tidak mencukupi dan quota impor kedelai belum terpenuhi

maka

menghilanglah

sumber

gizi

murah

bangsa.

Sekedar diketahui, kebutuhan terhadap kedelai di Indonesia setiap tahun
mengalami peningkatan. Tercatat kebutuhan kedelai pada tahun 2012 diperkirakan
sebesar 2,2 juta ton dibandingkan dengan kebutuhan tahun 2011 sebesar 2,16 juta ton.

Dari kebutuhan tersebut rata-rata yang mampu dipenuhi oleh kebutuhan dalam
negeri sekitar 25-30%, sementara sisanya diperoleh dari berbagai negara melalui

mekanisme


impor.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 produksi kedelai lokal hanya
sebesar 851.286 ton atau 29% dari total kebutuhan. Sehingga Indonesia harus impor
kedelai sebanyak 2.087.986 ton untuk memenuhi 71% kebutuhan kedelai dalam negeri.

Masalah pangan di Indonesia tentu saja tidak dapat dilepaskan dari kebijakan
pemerintah yang tidak pro-rakyat khususnya petani. Padahal potensi pertanian Indonesia
ditinjau dari luas dan kesuburan lahan termasuk yang terbaik di dunia. Namun
kenyataannya, saat ini Indonesia justru jatuh sebagai pengimpor produk pangan.
Beberapa kebijakan pemerintah yang perlu dikritisi, karena berpotensi mengantarkan
masyarakat pada keterpurukan ekonomi, adalah sebagai berikut:

Pertama, lemahnya peran pemerintah dalam proses intensifikasi pertanian,
sehingga menyebabkan kegiatan pertanian semakin lesu dan pada akhirnya akan
menurunkan produksi. Intensifikasi merupakan usaha untuk meningkatkan produktifitas
tanah, khususnya terkait penyediaan benih tanaman unggul yang berkualitas dan
pemupukan yang tepat dan efisien. Peran pemerintah paling tidak bisa dilihat dari
anggaran yang disediakan untuk subsidi benih dan pupuk dalam APBN yang selalu

mengalami penurunan terus menerus.

Produksi kedelai pada 2012 bahkan diperkirakan turun drastis ketimbang 2010 dari
907.300 ton menjadi 779.800 ton. Jumlah sebanyak itu terlampau sedikit untuk
mencukupi kebutuhan 2,2 juta ton per tahun. Penurunan produksi tersebut disinyalir
karena harga benih dan pupuk yang terus meningkat sehingga margin keuntungan yang
diterima petani kedelai tidak sepadan dengan biaya yang harus dikeluarkan. Akibatnya
banyak petani kedelai yang berhenti menanam kedelai di lahannya.

Kenaikan harga benih dan pupuk sebagai akibat makin berkurangnya subsisdi yang
disediakan pemerintah. Sebagai perbandingan, pada APBN-P 2010 subsidi pupuk sebesar
Rp 18.4 triliun, kemudian pada APBN 2011 turun menjadi Rp 16.4 triliun. Sementara
subsidi benih, pada APBN-P 2010 dianggarkan sebesar Rp 2.3 triliun turun drastis
menjadi hanya Rp 120.3 miliar pada APBN 2011. Menurunnya subsidi ini akan
menyebabkan kenaikan harga pupuk, sehingga margin keuntungan yang dinikmati petani
akan semakin tergerus bahkan bisa negatif.

Kedua, tidak hanya proses intensifikasi, pada proses ekstensifikasi, yaitu perluasan
area pertanian, peran pemerintah juga sangat lemah. Bahkan beberapa kebijakan
pemerintah justru menyebabkan penciutan area pertanian. Menurut Badan Pusat

Statistik (BPS, 2010), terjadi penyusutan lahan pertanian sebesar 12.6 ribu hektar di
pulau Jawa, sedangkan secara nasional lahan pertanian menyusut sebesar 27 ribu hektar.
Sementara pada tahun 2009, menurut Badan Ketahanan Pangan Nasional telah terjadi
alih fungsi lahan pertanian hingga mencapai 110 ribu hektar.

Alih fungsi yang terjadi adalah perubahan lahan pertanian menjadi penambahan
pemukiman (real estate), pembangunan jalan, kawasan industri, dan lain-lain. Ironisnya,
alih fungsi lahan tersebut justru terjadi pada area lahan-lahan produktif, sementara pada
sisi lain proses tersebut tidak disertai pembukaan lahan pertanian baru, sehingga lahan
pertanian produktif mengalami penyusutan dari tahun ke tahun.

Ketiga, kebijakan pemerintah dalam perdagangan produk pangan tidak pro-rakyat
tapi pro-pasar. Buktinya, ketika produksi pangan (beras, kedelai, jagung, dsb) menurun
pemerintah justru lebih memilih kebijakan impor daripada upaya meningkatkan produksi
dalam negeri melalui intensifikasi dan ekstensifikasi seperti yang disebutkan di atas.

Untuk mendukung

impor produk pangan


tersebut,

pemerintah

melalui

Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.241 Tahun
2010 tentang impor beras. Melalui PMK ini pemerintah membebaskan bea masuk impor.
Hal serupa kini dilakukan terhadap kedelai yaitu menghapus bea masuk impor kedelai.
Tentu saja kebijakan ini akan merugikan sekitar 60 juta petani.

Keempat, Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa setiap tahun terjadi konversi
lahan pertanian ke penggunaan lain tidak kurang dari 110 ribu hektar. Termasuk dalam
lingkaran persoalan ini adalah lahan tidur yang tidak ditanami karena sudah dibeli dari
petani dan pembelinya berspekulasi untuk dapat menjualnya lagi dengan harga jauh
lebih tinggi. Infrastruktur bendungan dan jaringan irigasi yang kita miliki tidak berfungsi
maksimal karena daerah tangkapan air di hulu terdegradasi dan jaringan irigasi rusak.

Keempat faktor diatas merupakan penyebab terjadinya krisis kedelai di Indonesia
yang mengakibatkan daya produksi kedelai dalam negeri menjadi lesu. Para petani tidak

tertarik lagi untuk memproduksi kedelai secara mandiri karena tidak adanya keuntungan
yang dirasakan. Kebijakan pemerintah yang diambil untuk mengatasi masalah tersebut
tidak menyelamatkan daya produksi kedelai dalam negeri. Bila seperti ini, tentunya
Indonesia akan selalu mengalami kesulitan dalam masalah pemenuhan bahan pangan
khususnya kedelai.

3.

Pihak-pihak yang berpengaruh dalam meningkatkan daya produksi kedelai di

Indonesia

Adapun pihak-pihak yang terkait dalam meningkatkan daya produksi kedelai di
Indonesia adaah :

a.

Petani

Petani merupakan pihak terpenting dalam meningkatkan daya produksi kedelai di

Indonesia. Melalui petani, kedelai dapat tumbuh dan dipanen setiap waktunya. Bila
kemauan petani besar dalam menanam kembali kedelai tinggi, maka dapat dipastikan
bahwa kedelai tak lagi menjadi bahan pangan yang langka pada saat-saat tertentu.
Namun, tentunya untuk mendukung kemauan para petani dalam mengembangkan
panen kedelai haruslah didukung dengan fasilitas maupun sarana yang memadai.
Kesejahteraan petani dan margin keuntungan dalam memanen kedelai yang dihasilkan
harus diperhatikan. Apabila petani merasa diuntungkan dalam penanaman kedelai, maka
pertumbuhan produksi kedelai lokal dapat meningkat secara signifikan.

b. Pemerintah

Dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara yang melibatkan sektor
ekonomi dan kesejahteraan rakyat, pemerintah selalu memiliki peranan yang penting
didalamnya. Berbagai macam kebijakan yang pemerintah keluarkan untuk mengatur
maupun mengatasi masalah yang ada tentunya berpengaruh terhadap berbagai pihak.
Dalam masalah kedelai, pemerintah haruslah cermat mengambil kebijakan yang tepat.
Bukan hanya memikirkan bagaimana cara agar kedelai mampu terpenuhi bila sedang
mengalami kelangkaan, tetapi pembangunan sektor produksi kedelai yang berkelanjutan
tentunya harus diperhatikan. Sudah saatnya pemerintah mulai memperhatikan
kesejahteraan petani sehingga mampu merangsang kemauan untuk memproduksi

kedelai lokal.

c.

Pengrajin tempe dan tahu

Pengrajin tempe dan tahu sangat berperan penting dalam pengolahan kedelai.
Melalui proses pengolahannya, kedelai dapat diubah menjadi makanan tempe tahu yang
biasa dijumpai dipasaran. Namun, selama ini banyak pengrajin tempe dan tahu yang
lebih tertarik memperoleh kedelai dari luar negeri dibandingkan dari dalam negeri.
Alasan bahwa membeli kedelai dari luar negeri akan menghasilkan jumlah tempe dan
tahu yang lebih banyak dibandingkan bila membeli dari dalam negeri menjadi salah satu
penyebabnya. Selain itu, harga kedelai di luar negeri pun jauh lebih murah dari kedelai
dalam negeri. Padahal, hal ini terjadi karena jumlah petani yang menghasilkan kedelai
lokal memang nyatanya lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang dihasilkan dari
luar negeri sehingga banyak pengrajin yang menganggap membeli kedelai dari luar
negeri jauh lebih menguntungkan daripada membeli kedelai dari dalam negeri. Bila
pengrajin tempe dan tahu lebih mengutamakan kedelai lokal, maka dapat dipastikan
petani akan lebih bersemangat dalam menanam kedelai dalam jumlah yang lebih
banyak.


d. Pedagang

Setelah pengrajin tempe dan tahu, kedelai memerlukan sarana distribusi untuk
memasarkan produknya hingga sampai ke tangan konsumen. Saluran distribusi ini
dengan cara melalui para pedagang. Para pedagang yang biasa dijumpai tentu sangat
berjasa, karena membuat konsumen tidak lagi merasa kesulitan mencari makanan tempe
dan tahu ini. Namun sayangnya, bila keadaan krisis melanda banyak pedagang tempe
dan tahu yang harus gulung tikar akibat merugi. Tidak adanya permintaan dari konsumen
untuk menikmati tempe tahu menjadi salah satu faktornya. Selain itu, harga yang cukup
melambung tinggi juga mematikan minat para pedagang untuk kembali berjualan tempe
dan tahu di pasaran.

e.

Konsumen

Kedelai tentu bukan apa-apa tanpa konsumen yang selalu setia menikmatinya.
Banyak sekali konsumen yang mencintai makanan olahan kedelai ini. Tidak heran bila
masyarakat Indonesia sangat akrab dengan tempe dan tahu. Tempe dan tahu tidak hanya
menjadi makanan di kios-kios kaki lima, tetapi restaurant bintang lima pun kini sudah
semakin banyak yang menyajikan menu tempe dan tahu. Konsumen menjadi semakin
mudah menikmati tempe dan tahu yang kaya akan manfaat dimana pun mereka berada.
Konsumen merupakan sumber dari penghasilan bagi para petani, pengrajin tempe,
maupun para pedagang. Permintaan akan kedelai yang tinggi sebagai bahan pangan yang
diolah menjadi tempe dan tahu tentu akan memaksimumkan keuntungan untuk
berbagai pihak.

4.

Solusi mengatasi krisis kedelai di Indonesia

Mengatasi krisis kedelai di Indonesia tentu saja dapat dilakukan. Pihak-pihak diatas
seperti petani, pemerintah, pengrajin tempe dan tahu, pedagang hingga konsumen
mampu mengatasi kestabilan produksi dalam negeri kedelai bila secara bersama-sama
mampu

bekerjasama.

Ketergantung dengan kedelai impor dapat kita hapuskan. Sebagai negeri agraris
seharusnya Indonesia mampu secara mandiri menghasilkan kedelai lokal tanpa harus
selalu bergantung kepada negara lain. Indonesia memiliki lahan pertanian yang subur
dan luas hanya saja belum dioptimakalkan untuk lahan kedelai. Tentu bukan tanpa
alasan bila petani enggan menanam kedelai, jika dilihat kebelakang dulu petani Nganjuk
juga penghasil kedelai. Rasanya menjadi tugas bersama khususnya pemerintah untuk
mampu mendorong gairah para petani dalam menanam kedelai.
Lalu bagaimana meningkatkan gairah anak-anak petani untuk menanam kedelai?

Beberapa cara dibawah ini dapat dilakukan sebagai modal awal untuk
meningkatkan gairah petani dalam penanaman kedelai, antara lain :
a.

Meningkatkan pengetahuan petani tentang menanam kedelai dengan

memperhatikan suntikan dana untuk tanaman kedelai, benih dan pupuk yang
berkualitas.
b. Kedelai sangat rawan hama penyakit, ulat, kutu kebul, cabuk yang semuanya bisa
menyebabkan gagal panen yang berujung pada peningkatan biaya produksi. Perlu
adanya varietas yang relatif tahan terhadap hama mungkin gairah menanam kedelai
akan muncul kembali.
c. Yang terakhir dan tak kalah pentingnya adalah harga. sudah jadi tradisi jika
panen raya tiba maka harga terjun bebas. Jika harga bisa di jaga pada kisaran petani
untung setidaknya keuntungannya sama dengan jagung maka bukan mustahil kita bisa
mengurangi ketergantungan terhadap kedelai impor.
Selain itu, perlunya bangsa ini mempunyai sistem produksi pangan yang tangguh.
Beberapa tahun yang lalu, ketika harga kedelai naik kita pernah menyadari perlunya
kesungguhan untuk membangun kemampuan produksi kedelai. Lalu, kita terlena
dengan prioritas lain dan kejadian itu tidak mampu menghadirkan solusi mendasar atas
persoalan ketergantungan kepada kedelai impor, sampai kejadian serupa kita alami
kembali saat ini.
Untuk mengatasi kelangkaan kedelai kita tidak bisa hanya mengandalkan instrumen
kebijakan perdagangan tetapi harus mencakup penguatan sistem produksi di dalam
negeri, terutama untuk mencegah kejadian seperti ini terulang lagi pada masa yang akan
datang.
Dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia harus memiliki
grand strategy dalam membangun sistem produksi pangan yang tangguh sehingga
terbebas dari ketergantungan kepada pangan impor. Tanah air kita yang berada di daerah
beriklim tropika memungkinkan pertanian sepanjang tahun. Kita dapat membangun
sistem produksi pangan yang tangguh dengan mengerahkan seluruh sumberdaya dan
kemampuan yang dimiliki untuk menghasilkan sendiri kebutuhan pangannya, baik dalam

ragam maupun volume dan waktu ketersediaannya. Inilah sesungguhnya target
swasembada pangan secara berkelanjutan yang mestinya terus menerus kita
perjuangkan untuk dapat ditegakkan. Dengan demikian, grand strategy kita dalam
bidang produksi pangan tidak akan terjebak pada penanganan persoalan jangka pendek
dan terbatas pada komoditas tertentu tetapi menjangkau rentang waktu yang lebih
panjang dengan cakupan yang lebih luas sehingga lebih tangguh.
Tantangan pengembangan kedelai di Indonesia sebagian telah coba dijawab oleh
IPB, dalam berbagai penelitian yang dilakukan pada penambahan luas area tanam dan
bibit unggul. Untuk mengkaji kemungkinan penambahan luas areal tanam kedelai, telah
dilakukan penelitian untuk menjadikan lahan pasang surut sebagai tambahan areal
untuk tanaman kedelai. Hal ini diharapkan dapat mengurangi kemungkinan penurunan
areal tanam jagung dan palawija lain karena perluasan areal tanam kedelai. Mengingat
potensi lahan kering di tanah air yang masih belum dimanfaatkan secara optimal
terutama tanah asam maka sebagai kelanjutan dari penelitian-penelitian sebelumnya,
IPB juga telah mengembangkan formula inokulan bakteri bintil akar untuk peningkatan
produksi kedelai pada lahan kering asam (pH 4,0).
Dengan memanfaatkan inokulan tersebut, lahan kering asam dapat ditanami
kedelai dengan produktifitas yang tinggi dan penggunaan pupuk nitrogen dapat
dikurangi 50% (Rachmania et al., 2011). Selain itu, telah dikembangkan juga galur
varietas unggul kedelai yang mirip kedelai impor yang disukai perajin tempe. Pada saat
ini telah ada lima galur kedelai yang produktivitasnya di atas varietas Anjasmoro yang
digunakan sebagai pembanding karena produktivitasnya tinggi (2,59 ton/ha) dan berbiji
besar. Dari lima galur kedelai tersebut dua galur kedelai tercatat mencapai produktivitas
2,94 ton/ha (Suharsono, 2012).
Untuk membangun sistem produksi pangan yang kuat kita perlu mengelola secara
optimal sumberdaya yang kita miliki. Berbagai hal tersebut sekiranya menunjukkan
bahwa pengembangan komoditas kedelai di Indonesia masih sangat mungkin dilakukan.
Perlu ada kerjasama dari berbagai pemangku kepentingan, baik petani, pemerintah dan
industri, untuk dapat mewujudkan sistem produksi kedelai yang kuat. Perumusan upaya

peningkatan sistem produksi dan perbaikan sistem tata niaga secara komprehensif
menjadi kunci perwujudan hal tersebut.

Menteri Pertanian Suswono mengatakan melonjaknya harga kedelai saat ini
akibat petani beralih ke komoditas jagung. Komoditas jagung dinilai lebih menjanjikan

karena harganya lebih tinggi. "Jagung dan kedelai ditanam dalam waktu yang sama. Saat
ini petani cenderung beralih ke jagung. Sebab dengan harga kedelai Rp 5 ribu, petani
berat untuk kedelai," kata Menteri Pertanian Suswono saat ditemui di kantornya, Jakarta,
Selasa, 24 Juli 2012.Pada Januari lalu harga eceran kedelai hanya Rp 5.500 - Rp 5.600 per
kilogram. Namun saat ini harganya sudah mencapai Rp 8 ribu per kilogram.
Kenaikan harga kedelai juga disebabkan produksi kedelai di Amerika Serikat
menurun. Padahal, Negeri Abang Sam ini adalah penghasil kedelai terbesar di dunia dan
sumber ekspor kedelai ke Indonesia. Selain itu, kata Suswono, Cina mulai membeli
kedelai secara besar-besaran. Akibatnya, pasokan kedelai di pasar dunia menipis
Harga kedelai yang melonjak ini membuat perajin tempe dan tahu berniat
mogok kerja. "Inilah persoalan ketika harga kedelai tinggi, maka produsen tempe dan
tahu yang akan berteriak. Karena kita masih impor kedelai 60 persen dan 40 persen
lokal," ujar Suswono.
Bayangkan saja kebutuhan nasional kedelai 2,4 juta ton/tahun. Demand (permintaan)
sebesar itu hanya bisa dipenuhi di dalam negeri sekitar 600 ribu/ tahun. Terdapat
kekurangan yang mencapai 1,8 juta ton/tahun.Ini adalah peluang !!!! Peluang bagi
penduduk anak negeri. Peluang itu bisa menciptakan ratusan ribu pekerjaan baru bagi
anak negeri. Bahkan bisa berdampak efek domino, menggerakan ekonomi dalam negeri
dalam skala luas.
Permasalahan kedelai ini dapat digolongkan dalam 5 kategori :
1. Kebijakan Pemerintah
Ini adalah masalah utama. Contohnya adalah kepemilikan lahan. Beberapa tahun
yang lalu, sudah ada RUU Lahan Pertanian abadi
Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA ) Winarno Tohir
mengatakan, RUU Lahan Pertanian Abadi yang disampaikan pemerintah kepada DPR dan
baru dibahas mulai awal tahun ini. Sayang, perkembangan pembahasannya belum juga
menunjukkan perkembangan.”Agar ada kepastian untuk ketersediaan lahan pertanian,
sudah seharusnya RUU ini cepat diselesaikan,” ujar Winarno, Sabtu (15/11).Winarno
menjelaskan, RUU Lahan Pertanian Abadi dibutuhkan untuk menjadi penyeimbang
antara pertumbuhan penduduk dengan ketersediaan lahan pertanian. Bila tidak, bukan
tidak mungkin Indonesia bakal kesulitan suplai pangan.Di dalam RUU tersebut, lanjut dia,
disebutkan ada jaminan untuk lahan pertanian. Itu dalam artian, masyarakat diwajibkan
menyediakan lahan pertanian baru bila ingin mengalihfungsikan lahan pertanian yang
ada untuk fungsi lain seperti diganti untuk perumahan. “Jadi prinsipnya boleh
menggunakan lahan pertanian asal menggantikan lahan baru untuk lahan pertanian yang
dipakai,” sambungnya.

2. Bea Masuk Kedelai
Selanjutnya, Menaikkan biaya masuk kedelai. Menurut saya, biaya masuk tarif
impor kedelai 5 % terlalu rendah. Dengan menaikkan biaya ini, maka harga kedelai bisa
mahal. Dan ini peluang bagi petani kedelai. Bukannya malah menjadikan tarif impor
menjadi 0 %. Dimana logikanya?
Malah hari ini, pemerintah telah menghapus bea masuk kedelai. Alasannya
karena darurat. Alasanyang tidak tepat. Masa darurat terjadi berkali-kali. Ingat tahun
2008, kita juga sudah pernah mengalaminya.
3. Tata Niaga Kedelai
Bila harga sedang naik, petani cendrung latah tanam kedelai. Hasilnya, harga
jeblok. Petani rugi. Tak mau lagi tanam kedelai. Ini adalah dilema. Menentukan tata niaga
kedelai bisa dijadikan ajuan bagi petani kedelai. Ada harga ekonomis terendah bagi
kedelai.
4. Pola Pikir
Saya sudah menjelasakan dalam tulisan mengenal musim tanam dan pola tanam dan
pola tanam padi sawah dan IP 400. Dengan cara sederhana, menerapkan pola tanam
yang benar maka hasil kedelai bisa tingkatkan. Bahkan bisa swasembada kedelai. Tapi
pola pikir pengambil kebijakan dan sebagian besar para petani terbalik. Mereka ingin
agar sawahnya, ditanam padi selama 1 tahun. Bahkan kalau bisa menjadi IP 400. agar
swasembada padi berkelanjutan. Pola pikir terbalik juga terdapat pada SL PTT padi dan
kedelai. Di daerah tertentu dengan SL PTT padi, kadang poktan diberikan benih yang
lama seperti Ciherang (2000). Padahal, di daerah tsb sudah ada yang tanamin padi.
Demikian pula dengan kedelai. Ada daerah tertentu yang mendapatkan SL PTT kedelai.
Yang didapat varietas anjasmoro, padahal ada varietas lain seperti grobogan yang jelasjelas di daerah tsb sudah terbukti unggul. Akibatnya yaitu hasil padi yang digadanggadang malah hasilnya kurang. Jumlah air yang dibutuhkan banyak. Hama dan penyakit
padi meningkat. Dan banyak kerugian lagi yang didapatkan. Bila ada contoh dari daerah
tertentu seperti Grobogan. Harusnya daerah lain mencontoh. Dan tugas pemerintah
menyebarkan keberhasilan daerah yang sudah bagus dalam hal ini penanganan kedelai.
5. Program Berkelanjutan
Pertama, mulai dari penciptaan kedelai lokal yang sesuai pasar. Memberi insentif
bagi para pemulia tanaman kedelai. Kedua, membuat sekolah khusus yang berkaitan
dengan kedelai. Didik tenaga-tenaga muda yang akan menjadi ahl-ahli kedelai. Buat
sekolah yang dibiayai oleh pemerintah. Ketiga, menciptakan penangkar-penangkar benih
kedelai. Dari adanya penangkar-penangkar inilah akan tercipta ribuan tenaga kerja.

Belum lagi, di kebun pangkar perlu pupuk organik, pupuk kimia dll. Dari pupuk organik,
akan tercipta ribuan tenagakerja baru. Dari mulai proses distribusi akan ada tenaga kerja
baru yang tercipta dst dst. Keempat, menciptakan daerah unggul kedelai. Untuk jagung,
provinsi Gorontalo sudah menjadi pelopornya. Kelima, memetakan daerah-daerah yang
lahannya terlantar. Lahan-lahan ini bisa dijadikan lahan kedelai.
Faktor lain yang tak kalah penting, yaitu ketergantungan Indonesia terhadap kedelai
impor menjadikan industri pengguna kedelai terbelenggu oleh harga komoditas ini di
pasar global. Maklum, hampir 90% kebutuhan kedelai dalam negeri masih harus dipasok
dari beberapa negara, terutama Amerika Serikat (AS) dan Amerika Selatan. Mengutip
data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2011, total produksi kedelai produksi dalam
negeri hanya mencapai 851.286 ton atau memasok 29% dari total kebutuhan dalam
negeri yang mencapai hampir 2,6 juta ton (lihat tabel).
Alhasil, sisa kebutuhan ditutup oleh kedelai impor yang mencapai 2,09 juta ton.
Hampir 80% di antaranya berasal dari AS (1,85 juta ton). Oleh karena itu, kondisi di
negara penghasil kedelai sangat berpengaruh pada pasokan dan harga. Tren kenaikan
harga kedelai saat ini, misalnya, dipicu oleh kekeringan di sebagian wilayah AS, termasuk
di sebagian setra pertanian. Departemen Pertanian AS menyatakan, 1.300 kota di 29
negara bagian mengalami kekeringan sehingga mengakibatkan kondisi lahan berada
pada level terburuk sejak 1988. Saat itu, produksi kedelai negara itu anjlok 20%
dibanding tahun sebelumnya.
Katakanlah kekeringan di AS tidak terjadi. Problem lain yang menggelayuti
industri pengguna kedelai adalah tata niaga kedelai masih dikuasai oleh beberapa
perusahaan. Ada empat importir besar dan beberapa puluh distributor yang leluasa
menentukan harga. Jadi, tidak mudah mengubah system perdagangan yang sudah
mengakar ini.

C. MENANTI SOLUSI DARI PEMERINTAH

Pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi krisis tingginya
harga kedelai. Sayang, kebijakan ini tak bisa otomatis menurunkan harga karena pasokan
kedelai sangat dipengaruhi beberapa faktor yang perlu solusi jangka panjang. Dalam
rencana kerja Kementerian Pertanian, untuk mencapai swasembada kedelai pada 2014,
maka produksi harus mencapai 2,7 juta ton. Namun, upaya swasembada ini masih
terkendala masalah lahan. "Swasembada kedelai memerlukan tambahan lahan minimal
500 ribu hektare," kata dia. Saat ini pihaknya sedang mengupayakan menambah lahan

yang diinventarisasi oleh Badan Pertanahan Nasional. Kementerian Pertanian dan BPN
sepakat untuk meretribusi lahan untuk kebutuhan pertanian. Dalam satu bulan ke
depan, pihaknya bersama BPN akan mengkaji lahan mana yang bisa didistribusikan
kepada petani. Namun, jika ternyata tak kunjung terealisasi, maka akan diterapkan pola
inti-plasma. Suswono juga punya rencana lain. Untuk menggenjot produksi kedelai, maka
akan dilakukan dengan sistem tumpang sari. Potensi penanaman sistem tumpang sari ini
bisa setara perluasan lahan 200 ribu hektare. Musim kemarau dianggap cocok untuk
mulai menanam kedelai.
Agar tidak bergantung pada penambahan lahan, Kementerian Pertanian akan
mengupayakan peningkatan produktivitas dari 1,3 ton per hektare menjadi 1,54 ton per
hektare. Lalu pemberian bantuan benih unggul, meningkatkan penggunaan pupuk, dan
pengendalian organisme pengganggu tanaman. "Dalam dua tahun masih memungkinkan
untuk swasembada," katanya.
Aksi mogok para produsen tempe dan tahu selama tiga hari sampai akhir pekan
lalu memaksa pemerintah bergerak. Menjawab aspirasi para produsen tempe tahu yang
mengeluhkan harga kedelai yang makin tinggi sejak Mei 2012 lalu, lewat Kementerian
Perdagangan (Kemendag), pemerintah member solusi.
Pertama, menghapus bea masuk impor kedelai dari 5% menjadi 0% mulai Agustus hingga
Desember 2012, sebagai solusi krisis kedelai dalam jangka pendek. Kedua, Menteri
Perdagangan Gita Wirjawan juga menyebutkan bahwa pemerintah akan memfasilitasi
Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Kopti) untuk mengimpor kedelai sendiri, termasuk
kemungkinan kerjasama dengan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog).
Meski pemerintah berharap solusi jangka pendek itu begitu manjur, para pelaku
industri kedelai menganggap kebijakan ini kurang efektif. Menurut Sutaryo, Ketua Umum
Induk Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Inkopti), penghapusan bea masuk tak
serta-merta bisa dinikmati oleh para perajin tempe dan tahu. Sebab, kebijakan itu baru
berlaku untuk kedelai impor yang masuk mulai 1 Agustus 2012. “Pengaruhnya ke harga
baru bisa dirasakan pada September atau Oktober nanti,” tuturnya.
Sejatinya, tujuan para perajin tempe dan tahu mogok hanya satu: meminta agar
harga kedelai lebih stabil. Sutaryo yakin, jika komoditas kedelai diserahkan sepenuhnya
ke mekanisme pasar, sangat susah menciptakan stabilitas harga. Alhasil, perlu ada
pembenahan tata niaga yang mampu mengimbangi dominasi importir besar supaya
harga lebih stabil. Tapi, dia pesimistis, mengubah tata niaga juga tak akan berumur lama.
Setiap ganti pejabat dan pemerintahan, muncul kebijakan baru. Karena itu, yang paling
penting, pemerintah fokus menjalankan strategi jangka panjang untuk meningkatkan
produksi kedelai dalam negeri. Tak cukup menggembar-gemborkan target swasembada,
tapi perlu ada program yang nyata dan terarah. Salah satunya adalah mencari solusi
untuk ketersediaan lahan penanaman kedelai dalam jumlah besar. Sampai tahun lalu,

lahan produksi kedelai hanya 630.000 hektare. “Indonesia butuh minimal 1,2 juta
hektare tambahan lahan untuk mencapai swasembada kedelai,” ujar Benny A. Kusbini,
Ketua Umum Dewan Kedelai Nasional.
Selain itu, produktivitas tanaman kedelai lokal juga harus ditingkatkan. Sebagai
contoh, tingkat produktivitas pertanian kedelai di AS bisa mencapai 2,6 juta ton per
hektare. Sementara, rata-rata produktivitas tanaman kedelai di Indonesia baru mencapai
800 kilogram (kg) hingga 1 ton per hektare. Kualitas hasil panen kedelai juga perlu jadi
perhatian. Menurut Rachmat Hidayat, Direktur Urusan Perusahaan PT Cargill Indonesia,
para produsen makanan lebih menyukai kedelai impor asal AS lantaran warnanya putih
dengan ukuran yang lebih besar dan seragam. Beda dengan kedelai lokal yang ukurannya
lebih kecil. “Kedelai lokal banyak diserap oleh produsen pakan ternak,” katanya
Pengelolaan sektor pertanian lebih mudah untuk dikonsepkan daripada
dilaksanakan. Ada empat hal yang harus ditata dalam sektor pertanian, yaitu inovasi
teknologi pertanian, alih fungsi lahan, kelembagaan dan stabilisasi harga. Inovasi
teknologi pertanian di Indonesia sebenarnya sudah dilakukan dengan tingkat kemajuan
luar biasa. Kemampuan beberapa perguruan tinggi dan lembaga riset pertanian untuk
mengembangkan bibit unggul dan teknik pengendalian hama bisa diandalkan. Hanya
saja respons pemerintah untuk menggunakan teknologi ini sebagai prosedur standar
dalam pengelolaan tanaman produktif tidak bisa diharapkan. Alih fungsi lahan pertanian
menjadi kawasan pemukiman di beberapa kota besar tidak terkendali sehingga
berdampak pada produksi pertanian.
Perubahan peran Bulog sebagai lembaga yang mempunyai kemampuan
mengatur pasokan produk pertanian sangat mempengaruhi jumlah pasokan produk
pertanian yang strategis. Dalam kasus krisis tahu tempe, peran pihak swasta importir
kedelai sangat besar. Penulis yakin jika dampak kekeringan di AS sudah selesai dan
pasokan kedelai di sana normal, harga kedelai tidak akan turun serta merta karena
perilaku mencari untung dari para importir.
Kelemahan utama sektor pertanian adalah harga produk pertanian yang
fluktutatif. Hal ini juga terkait dengan peran Bulog yang tidak diberi kewenangan untuk
melaksanakan stabilisasi harga. Dalam pengelolaan sektor pertanian, pemberlakuan
kebijakan harga tetap diperlukan karena akan menjamin petani bersedia menanam
komoditas pertanian strategis seperti kedelai. Kebijakan harga tetap jelas membutuhkan
subsidi, namun mekanismenya bisa disesuaikan dengan pemberian subsidi pada
pengadaan bibit dan pupuk sehingga harga jual tetap menguntungkan petani.
Berdasarkan paparan ini kita bisa melihat bahwa krisis tahu tempe, makanan
yang sering dianggap sepele ternyata solusinya tidak sepele. Selain itu, solusi masalah ini
akan menyelesaikan permasalahan lain di dalam sektor pertanian maupun industri
secara umum di Indonesia.