Biaya Kualitas di Sektor Publik Studi Ka

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
TANGERANG SELATAN

KONSEP BIAYA KUALITAS DI SEKTOR PUBLIK
(STUDI PADA PEMERINTAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN)
Diajukan Oleh:

ISHAQ
NPM: 144060006297
Kelas 7-A, No. Urut Absen 14

Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah
Akuntansi Manajemen Program Diploma IV Keuangan
Spesialisasi Akuntansi STAR BPKP Semester VII T.A. 2014/2015

Abstrak
Konsep biaya kualitas merupakan hal yang jarang digunakan dalam sektor pemerintahan. Namun seiring
dengan perkembangan pengelolaan keuangan negara/daerah, biaya kualitas perlahan mulai diimplementasikan,
terutama dalam proses pengadaan barang dan jasa. Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas bagaimana

penggunaan biaya konsep biaya kualitas pada sektor pemerintahan, khususnya pada ranah pengadaan barang
dan jasa publik dari keempat kategori biaya kualitas berdasarkan pendekatan aktivitas (preventif, penilaian,
kegagalan internal, dan kegagalan eksternal). Tulisan ini menjadikan Kabupaten Musi Banyuasin sebagai objek
pembahasan dengan menggunakan laporan keuangan sebagai alat untuk menelusuri bagaimana penerapan
konsep biaya kualitas di lingkup pemerintahannya. Hasil dari tulisan ini menunjukkan bahwa biaya konsultan dan
perencanaan digunakan sebagai salah satu biaya preventif untuk meminimalkan kualitas output dari pengadaan
barang dan jasa publik yang tidak optimal. Selain itu, penerapan biaya kualitas ternyata juga dipakai dalam
penyusunan laporan keuangan pemkab Musi Banyuasin demi tercapainya laporan keuangan yang akuntabel.
Kata kunci: biaya kualitas, pemerintah, barang publik, pengadaan barang/jasa

Abstract
The concept of quality costs is rarely used in the public sector. But along with reformation in government financial
management, the cost of quality concept slowly began to be implemented, especially in the process of
procurement of public goods and services. Therefore, this paper will discuss how our government use the
concept of quality costs in public sector, especially in the realm of providing public goods and services, from all
four categories of quality costs—activities based approach (prevention, appraisal, internal failure, and external
failure). This paper uses Musi Banyuasin as the object of the topic by using the financial statements as a tool to
explore the application of the concept of quality costs in the scope of government. The results indicate that the
costs of consultants and planning are often used as preventive costs to minimize defective product. In addition,
the implementation of quality costs is also used in the preparation of financial statements in order to improve the

accountability of financial reporting in local government.
Keywords: quality cost, public goods, procurement

I.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
APBD merupakan instrumen utama pemerintah daerah dalam kebijakan fiskal. Upaya
mewujudkan kemakmuran rakyat terletak pada bagaimana cara pemerintah mengelola
sumber daya yang terbatas sedemikian rupa untuk dapat memenuhi kebutuhan seluruh
masyarakat. Pengelolaan sumber daya secara efisien dan efektif dibutuhkan untuk
mendapatkan hasil yang berkualitas, oleh karena itu perlu dilakukan pemilihan program
dan kegiatan yang tepat dan memberikan hasil yang optimal dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi.
Salah satu komponen dalam APBD adalah belanja modal. Belanja modal menjadi
bagian yang memberikan kontribusi yang besar dalam pembangunan sebuah negara di
level pusat maupun daerah. Dalam ilmu ekonomi dikenal istilah government expenditure
yang berdasarkan teori Keynes dapat menghasilkan efek multiplier (multiplier effect)
kepada pertumbuhan ekonomi.

Melihat pentingnya belanja modal bagi pertumbuhan ekonomi suatu daerah, maka
pemerintah perlu mengatur bagaimana suatu program dan kegiatan pembangunan
sebuah infrastruktur dapat memberikan output yang maksimal dan outcome yang dapat
dirasakan kegunaannya bagi masyarakat secara luas. Bukan tidak mungkin dan bahkan
sering terjadi sebuah pengadaan barang/jasa publik menghasilkan output yang tidak
maksimal dan berujung pada aset pemerintah yang idle atau cacat yang membutuhkan
perbaikan lebih lanjut.
Konsep biaya kulitas dalam hal ini dapat menjadi tool yang digunakan pemerintah
daerah dalam meminimalisasi output barang/jasa publik yang tidak sesuai yang
diharapkan. Secara regulasi, pemerintah telah memperketat proses pelaksanaan belanja
modal sebagai upaya mencegah inefisiensi sumber daya melalui peraturan mengenai
mekanisme pengadaan barang/jasa publik. Tidak hanya itu, kecurangan berupa fraud
tidak dapat dipungkiri sangat rentan terjadi pada sektor publik. Oleh karena itu, selain
mendorong penggunaan sumber daya yang efektif dan efisien, pemerintah juga
mendorong peningkatkan akuntabilitas penggunaan sumber daya ketika melaksanakan
1

belanjanya, terutama belanja modal. Di samping itu, perencanaan yang matang juga
menjadi salah satu kunci bagi tercapainya output yang maksimal.
Bagi daerah-daerah di Indonesia yang tergolong ke dalam daerah yang masih belum

berkembang layaknya kota-kota metropolitan yang ada, pemerintah melalui
desentralisasi mendorong pembangunan sebagai wujud pemerataan kesejahteraan
masyarakat yang tidak hanya terpusat pada wilayah-wilayah ibu kota saja.
Wilayah sumatera dapat dikategorikan sebagai daerah yang berpotensi menjadi
kawasan ekonomi yang maju. Salah satu kabupaten di Sumatera Selatan, Musi
Banyuasin merupakan contoh daerah yang memiliki potensi peningkatan kemampuan
ekonominya. Dalam 10 tahun terakhir, perkembangan infrastruktur di daerah tersebut
cukup pesat. Event-event seperti PON dan MUBA Expo pernah digelar di daerah
tersebut.
APBD Kabupaten Musi Banyuasin senantiasa meningkat dari tahun ke tahun.
Anggaran belanja tersebut kini mencapai lebih dari Rp3.000.000.000.000,00 dengan
proporsi belanja modal sekitar 40% dari APBD. Dengan komposisi serta besaran
anggaran terhadap belanja modal tersebut, pemerintah Musi Banyuasin perlu
memastikan bahwa sumber daya yang ada dapat terserap secara maksimal. Hal ini
dapat dilihat dari tingkat penyerapan anggaran belanja modal yang telah dianggarkan.
Selain itu, penggunaan sumber daya tersebut juga harus menghasilkan output yang
berkualitas dan mempunyai dampak ekonomi bagi kesejahteraan masyarakatnya.
Infrastruktur seperti jalan, pembangkit listrik, pembangunan gedung kesehatan, hingga
fasilitas umum seperti taman kota dan pasar akan sangat bernilai tambah bagi
kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi bagi para investor yang hendak

memasuki kawasan di Musi Banyuasin. Masyarakat sebagai stakeholder utama
sekaligus pihak yang menikmati pelayanan publik tentu akan menilai bagaimana kinerja
pemerintahan yang ada dalam melaksanakan program-program yang telah dijanjikan
sebelumnya. Jika barang yang dihasilkan banyak yang tidak sesuai harapan, kepuasan
masyarakat terhadap pelayanan pemerintahan yang ada akan menurun. Dengan
demikian, perlu diketahui bagaimana penerapan konsep biaya kualitas di pemerintah
daerah Musi Banyuasin dalam menghasilkan output dan outcome yang optimal bagi
masyarakat di daerahnya.
2. Perumusan Masalah
Pemerintah pada dasarnya merupakan pelayan bagi masyarakatnya. Kepuasan atas
pelayanan yang dihasilkan merupakan salah satu indikator utama bagi pemerintah
dalam menjalankan program dan kegiatannya. Belanja modal pemerintah harus dapat
mendukung pelayanan atau menjawab kebutuhan masyarakat akan barang publik.
Kualitas barang dan pelayanan yang dihasilkan pemerintah menjadi unsur yang penting
dalam rangka pemberian pelayanan serta pencapaian sasaran pembangunan
pemerintah daerah. Untuk itu, fokus dalam tulisan ini adalah dengan melihat upaya
pemerintah daerah Musi Banyuasin dalam meningkatkan kualitas barang publik yang
dihasilkan melalui pendekatan konsep biaya kualitas, terutama dari segi perencanaan
dan pencegahan.
3. Tujuan Makalah

Tulisan ini bertujuan memberikan gambaran umum mengenai penerapan konsep
biaya kualitas pada sektor publik dalam menghasilkan barang publik melalui belanja
modal yang dianggarkan dalam APBD. Dengan mengambil objek pembahasan pada
pemerintah Musi Banyuasin, tulisan ini juga diharapkan dapat menunjukkan sejauh
mana dampak manajemen sumber daya yang baik, dalam hal ini perencanaan, bagi
peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerah yang baru berkembang dari sisi target dan
realisasi anggaran yang dicapai.

2

II. LANDASAN TEORITIS
1. Konsep Biaya Kualitas
Peningkatan kualitas dapat meningkatkan profitabilitas melalui dua cara, antara lain
dengan meningkatkan pelanggan dan dengan mengurangi biaya. Dalam pasar
persaingan yang ketat peningkatan permintaan dan penghematan biaya dapat menjadi
penentu apakah suatu usaha dapat berkembang atau sekedar bertahan hidup. Biaya
kualitas adakalanya cukup besar dan dapat merupakan sumber penghematan yang
cukup signifikan. Penelitian menunjukkan bahwa biaya kualitas bagi perusahaanperusahaan AS biasanya berkisar anatar 20-30% dari penjualan. Namun, beberapa
pakar kualitas berpendapat bahwa tingkat kualitas optimal seharusnya berkisar antara 24% dari penjualan.
Peningkatan kualitas dapat menghasilkan peningkatan yang berarti dalam

profitabilitas dan efisiensi perusahaan secara keseluruhan. Kualitas telah menjadi
dimensi kompetitif yang penting bagi perusahaan manufaktur maupun jasa, juga bagi
usaha kecil dan usaha besar.
Pengertian kualitas menurut kamus adalah “derajat atau tingkat kesempurnaan”.
Dalam hal ini, kualitas adalah ukuran relatif dari kebaikan (goodness). Produk atau jasa
yang berkualitas adalah yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan dalam 8
dimensi berikut.
1. Kinerja (Performance)
Dimensi kinerja untuk jasa dapat didefinisikan lebih jauh sebagai atribut daya
tangkap, kepastian, dan empati. Daya tangkap (responsiveness) adalah keinginan
untuk membantu pelanggan dan menyediakan pelayanan yang konsisten dan
bersifat segera. Kepastian (assurance), mengacu pada pengetahuan dan keramahan
karyawan serta kemampuan mereka membangun kepercayaan dan keyakinan
pelanggan. Empati (emphaty) berarti peduli dan memberikan perhatian individual
terhadap pelanggan.
2. Estetika (Aesthetics)
Estetika berhubungan dengan penampilan wujud produk (misalnya, gaya dan
keindahan) serta penampilan fasilitas, peralatan, pegawai, dan materi komunikasi
yang berkaitan dengan jasa.
3. Kemudahan Perawatan dan Perbaikan (Serviceability)

Kemudahan perawatan dan perbaikan berkaitan dengan tingkat kemudahan
merawat dan memperbaiki produk.
4. Fitur (Features)
Fitur (kualitas design) adalah karakteristik produk yang berbeda dari produk-produk
sejenis yang fungsinya sama. Misalnya, fungsi mobil adalah sebagai alat
transportasi.
5. Keandalan (Reliability)
Keandalan adalah probabilitas produk atau jasa menjalankan fungsi seperti yang
dimaksudkan dalam jangka waktu tertentu.
6. Tahan Lama (Durability)
Tahan lama didefinisikan sebagai jangka waktu produk dapat berfungsi.
7. Kualitas Kesesuaian (Quality of Conformance)
Kualitas kesesuaian adalah ukuran mengenai apakah sebuah produk telah
memenuhi spesifikasinya atau tidak.
8. Kecocokan Penggunaan (Fitness for Use)
Kecocokan pengguanaan adalah kecocokan dari suatu produk mejalankan fungsifungsi sebagaimana yang diiklankan.
Empat dimensi pertama merupakan atribut kualitas yang penting, tetapi sulit untuk
diukur. Kinerja mengacu pada konsistensi dan seberapa baik fungsi-fungsi sebuah
produk. Dalam jasa, prinsip tidak tidak tepisahkan (inseparability principle) mengandung
arti bahwa jasa dilakukan secara langsung dihadapan pelangan. Dengan demikian,

perbaikan kualiatas berarti perbaikan satu atau lebih dari 8 dimensi tersebut diatas
sambil tetap mempertahankan kinerja dimensi lainnya. Menyediakan produk yang lebih
3

baik kualitasnya daripada pesaing berarti mengungguli produk pesaing setidaknya satu
dimensi sementara kinerja dimensi lainnya tetap setara.
Kegiatan yang berhubungan dengan kualitas adalah kegiatan yang dilakukan karena
mungkin atau telah terdapat kualitas yang buruk. Biaya-biaya untuk melakukan kegiatankegiatan tersebut disebut biaya kualitas. Biaya kualitas (cost of quality) adalah biayabiaya yang timbul karena mungkin atau telah terdapat produk yang buruk kualitasnya.
Definisi ini mengimplikasikan bahwa biaya kualitas berhubungan dengan dua sub
kategori dari kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kualitas, antara lain kegiatan
pengendalian (control activities) yang dilakuakan oleh suatu perusahaan untuk
mencegah atau mendeteksi kualitas yang buruk (karena kualitas yang buruk mungkin
terjadi). Jadi, kegiatan pengendalian terdiri dari kegiatan-kegiatan pencegahan dan
penilaian. Kedua adalah biaya pengendalian (control cost) adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan pengendalian. Ketiga, kegiatan karena
kegagalan. Kegiatan karena kegagalan (failure activities) dilakuakan oleh perusahaan
atau oleh pelanggannya untuk merespon kualitas yang buruk (kualitas buruk memalng
telah terjadi). Biaya kegagalan (failure cost) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan karena telah terjadinya kegiatan karena kegagalan.
2. Jenis-jenis Biaya Kualitas

Definisi mengenai kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kualitas juga
menunjukkan 4 kategori biaya kualitas, antara lain:
1. biaya pencegahan (preventional cost). Biaya ini digunakan untuk mencegah kualitas
yang buruk pada produk atau jasa yang dihasilkan. Sejalan dengan peningkatan
biaya pencegahan, kita mengharapkan biaya kegagalannya turun.
2. biaya penilaian (appraisal cost). Terjadi untuk menentukan apakah produk dan jasa
telah sesuai dengan persyaratan atau kebutuhan pelanggan.
3. biaya kegagalan internal (internal failure cost). Terjadi karena produk dan jasa yang
diinginkan tidak sesuai dengan spesifikasi kebutuhan pelanggan. Ketidaksesuaian ini
dideteksi sebelum dikirim kepihak luar. Ini adalah kegagalan yang dideteksi oleh
kegiatan penilaian.
4. biaya kegagalan eksternal (eksternal failure cost). Terjadi karena produk dan jasa
yang dihasilkan gagal memenuhi persyaratan atau tidak memuaskan kebutuhan
pelanggan setelah produk disampaikan kepada pelanggan.
Biaya kualitas dapat diklasifikasikan sebagai biaya yang dapat diamati atau
tersembunyi. Biaya kualitas yang dapat diamati (observable quality cost) adalah biayabiaya yang tersedia atau dapat diperoleh dari catatan akuntansi perusahaan. Biaya
kualitas yang tersembunyi (hidden quality cost) adalah biaya kesempatan (opportunity)
yang terjadi karena kualitas yang buruk. Ada tiga metode yang disaranakan untuk
mengestimasi biaya kualitas yang tersembunyi, antara lain metode pengali (multiplier
method). Pada metode ini, mengasumsikan bahwa total biaya kegagalan adalah hasil

pengali dari biaya-biaya kegagalan yang terukur. Kedua, adalah metode penelitian pasar
(market research method). Metode ini digunakan untuk menilai dampak kualitas yang
buruk terhadp penjualan dan pangsa pasar. Metode ketiga, fungsi kerugian kualitas
Taguchi (Taguchi quality loss function). Fungsi ini mengasumsikan bahwa biaya kualitas
yang tersembunyi hanya terjadi atas unit-unit yang menyimpang dari batas spesifikasi
atas dan bawah. Dimana setiap penyimpangan dari nilai target suatu karakteristik
kualitas dapat menimbulakn biaya kualitas yang tersembunyi. Sehingga biaya kualitas
yang tersembunyi dapat meningkat secara kuadrat pada saat nilai aktual menyimpang
dari nilai target.
3. Belanja Modal Pemerintah (Capital Expenditure)
Belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal
yang sifatnya menambah aset tetap atau aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari 1
(satu) periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya
pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat,
4

meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Aset tetap mempunyai ciri-ciri berwujud,
akan menambah aset pemerintah, mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun,
dan nilainya relatif materianl. sedangkan ciri-ciri aset lainnya adalah tidak berwujud,
akan menambah aset pemerintah, mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun,
dan nilainya relatif material.
Belanja modal meliputi antara lain :
1. Belanja modal tanah, adalah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengadaan/
pembelian/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan,
pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran
lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud
dalam kondisi siap pakai.
2. Belanja modal peralatan dan mesin, adalah pengeluaran untuk pengadaan peralatan
dan mesin yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan antara lain biaya pembelian,
biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh
dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan .
3. Belanja modal konstruksi gedung dan bangunan, adalah pengeluaran yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian gedung dan bangunan
sampai dengan bangunan dan gedung dimaksud dalam kondisi siap digunakan.
4. Belanja modal konstruksi jalan, irigasi, dan jaringan, adalah pengeluaran yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/
pembuatan serta perawatan yang menambah kapasitas sampai jalan, irigasi dan
jaringan dimaksud dalam kondisi siap digunakan.
5. Belanja modal fisik lainnya, adalah pengeluaran yang digunakan untuk pengadaan/
penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan
terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam belanja modal diatas.
Termasuk dalam belanja ini adalah belanja yang menambah kapasitas sampai jalan,
irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap digunakan.
III. PEMBAHASAN
1. Penerapan Konsep Biaya Kuallitas pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, biaya kualitas merupakan biaya yang
dikeluarkan akibat adanya kemungkinan atau terdapatnya kualitas output produk yang
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Pada konsep ABM, berbagai kegiatan
selama proses produksi diklasifikasikan menjadi kegiatan yang bernilai tambah dan yang
tak bernilai tambah. Selanjutnya, manajemen mengeliminasi kegiatan-kegiatan yang
tidak bernilai tambah dan mempertahankan kegiatan-kegiatan yang memberikan nilai
tambah. Prinsip ini dapat diaplikasikan pada kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
kualitas. Kegiatan-kegiatan kegagalan, penilaian, dan biaya-biaya terkait tidak
menghasilkan nilai tambah dan harus dihilangkan. Kegiatan pencegahan yang dilakukan
secara efisien dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan bernilai tambah dan perlu
dipertahankan.
Dalam kacamata pemerintahan, konsep biaya kualitas dapat diaplikasikan ke dalam
proses pengadaan barang dan jasa. Reformasi dari segi pengelolaan keuangan serta
mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah senantiasa dilakukan untuk
meningkatkan kualitas output dan outcome dari barang publik yang dihasilkan.
Salah satu langkah pemerintah dalam meminimalkan penyimpangan dalam proses
pengadaan barang dan jasa adalah mengeluarkan peraturan terkait mekanisme
pengadaan barang dan jasa yang saat ini diberlakukan dengan Perpres Nomor 54
Tahun 2010 dan perubahannya (Perpres 70 Tahun 2012). Dengan dikeluarkanya
peraturan tersebut berupaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan sumber
daya dalam rangka pelaksanaan anggaran serta meningkatkan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara.

5

Hasil penelitian Deputi Pencegahan pada Direktorat Penelitian dan Pengembangan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada bulan Desember 2007, menemukan praktek
pengadaan barang/jasa disinyalir masih rentan tindak pidanan korupsi dan penyuapan.
Setiap tahun kebocoran/kerugian Negara mencapai rata-rata 36 triliun. Indikasi
kebocoran ini dapat dilihat melalui:
1. Banyaknya proyek pemerintah yang tidak tepat waktu, tidak tepat sasaran, tidak
kualitas dan inefisiensi;
2. Banyaknya barang/jasa yang dibeli tidak bisa dipakai;
3. Perbedaaan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) barang sejenis yang cukup jauh antara
satu instansi dengan instansi lain;
4. Tidak direncanakan berdasarkan kebutuhan yang nyata (Joko Triwiyanto, 2011).
Di sisi lain, dari segi pemanfaatan, tidak jarang barang yang dihasilkan pemerintah
berujung pada kualitas yang tidak diharapkan atau pada akhirnya menjadi idle asset.
Sebut saja proyek pengadaan bus transjakarta yang pada pertengahan tahun 2014
menjadi sorotan media akibat kualiitas barang yang diterima dari penyedia barang sudah
dalam kondisi layaknya produk usang. Atau dalam kasus lain, proyek monorel yang kini
tiang pancangnya seolah-olah hanya menjadi monumen kenangan atas kegagalan
pemerintah dalam pembangunan sebuah moda transportasi modern. Jika melihat dua
contoh tersebut, pemerintah tentu saja harus menanggung biaya yang terbuang akibat
kualitas buruk dalam menyediakan barang publik. Tidak hanya pemerintah, masyarakat
sebagai pihak yang menikmati pelayanan dari pemerintah juga akan dirugikan dengan
kualitas barang yang tidak sesuai harapan.
Berdasarkan perspektif pengelolaan keuangan negara dan perspektif pemanfaatan
barang/jasa pemerintah, salah satu kunci yang mendasari adanya penyimpangan baik
berupa kebocoran anggaran atau buruknya kualitas barang publik yang dihasilkan dalam
proses pengadaan adalah perencanaan serta persiapan yang matang. Pada proyekproyek pengadaan barang, terutama proyek besar seperti pembangunan sebuah
infrastruktur, tahap perencanaan merupakan bagian yang krusial. Sejauh ini upaya yang
akan dilakukan oleh Pemerintah baru terbatas pada usaha perubahan peraturan
perundang-undangan, perubahan kelembagaan dari Panitia Pengadaan Barang/Jasa
menuju Unit Layanan Pengadaan (ULP), serta aplikasi e-procurement dan eannouncement, melalui sistem pengadaan barang/jasa pemerintah yang dikelola secara
elektronik berbasis web. Memang tidak salah inovasi kebijakan penerapan sistem baru
tersebut akan dijalankan. Namun upaya tersebut akan jauh lebih baik dan efektif apabila
mengoptimalkan fungsi-fungsi perencanaan sebagai berikut:
1. Sebagai Alat Pedoman Pencapaian Tujuan
Menetapkan seting tujuan merupakan hal mendasar yang akan menjadi pedoman dan
karakteristik sebagai sarana pertumbuhan organisasi. Menetapkan tujuan yaitu
memutuskan target pencapaian tujuan jangka pendek atau jangka panjang dalam
skope yang jelas, tetapi desain spesifik sub tujuan dalam pembuatan rencana
operasional dengan strategi. Tujuan dapat dicapai dengan berbagai cara, seperti :
menyusun alternatif kebijakan atau tindakan yang mugkin dapat dipilih, menilai dan
membandingkan untung ruginya setiap alternative kegiatan, memilih dan menetapkan
satu alternative yang paling cocok atau baik diantara alternative tersebut.
2. Sebagai Alat Koordinasi Kegiatan
Perencanaan memiliki fungsi untuk mengkoordinasikan usaha-usaha dalam suatu
organisasi, atau pekerjaan yang dilakukan oleh individu dan kelompok. Masingmasing individu atau kelompok memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda-beda.
Agar tujuan dan kepentingan itu tidak keluar dari tujuan organisasi, maka perlu
dilakukan koordinasi.
3. Sebagai Alat Untuk Evaluasi Kinerja

6

Keberhasilan yang dicapai pada masa lalu akan menjadi standar kinerja untuk masa
yang akan datang. Standar itu biasanya disusun dalam suatu rumusan tujuan
organisasi. Tanpa perencanaan, standar perfoma mungkin menjadi tidak rasional,
subjektif, dan tak terarah sehingga sulit untuk mencapainya. Oleh karena itu
perencanaan yang matang diperlukan agar arah kebijakan umum pengadaan
barang/jasa sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Jika dikaitkan dengan konsep biaya kualitas, biaya perencanaan dari sebuah proses
pengadaan barang/jasa pemerintah ini termasuk ke dalam kategori biaya preventif atau
biaya pencegahan. Berbagai model mengenai biaya kualitas menunjukkan bahwa biaya
preventif merupakan langkah paling efektif dan mempunyai value-added untuk menekan
angka produk yang defective. Pemerintah sendiri kini mulai banyak mengadopsi hal
tersebut. Biaya-biaya seperti perencanaan proyek dari konsultan, penyiapan detailed
engineering design, pendampingan proses PBJ melalui instansi seperti BPKP, atau
biaya probity audit merupakan beberapa upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas
pengadaan barang dan jasa pemerintah.
2. Jenis-jenis Biaya Preventif pada Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
a. Biaya Konsultan Perencanaan
Proyek besar seperti pembangunan sebuah gedung atau jembatan memerlukan
perencanaan yang matang dari seorang professional. Terkadang, pemerintah tidak
memiliki sumber daya manusia yang cukup memadai dan kompeten untuk menyiapkan
sebuah perencanaan yang sudah masuk ke ranah teknis dari proyek yang hendak
dilaksanakan. Tidak banyak pegawai pemerintah yang mengerti hal-hal teknis yang
berhubungan dengan rancangan sebuah proyek infrastruktur. Hanya instansi-instansi
tertentu saja, seperti satker di Kementerian atau Dinas Pekerjaan Umum, yang sedikit
banyak paham mengenai hal tersebut. Dengan keterbatasan itu, pemerintah butuh
tenaga ahli yang dapat memenuhi kebutuhan atas perencanaan sebuah proyek
pembangunan. Biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk kegiatan tersebut biasanya
dianggarkan dalam rekening belanja konsultansi dan perencanaan. Biaya konsultan
perencanaan proyek ini juga termasuk biaya penyusunan rancangan gambar proyek
atau yang biasa dikenal dengan istilah detailed engineering design.
b. Biaya Pendampingan Proses PBJ
Proses pengadaan barang dan jasa pemerintah dilalui melalui mekanisme yang
diatur dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Perpres Nomor 70 Tahun 2012. Dalam praktiknya, banyak penyelenggara proyek yang
tidak memahami bagaimana proses pengadaan barang dan jasa yang secara formal
memenuhi peraturan yang ada. Tidak jarang kelalaian atas peraturan dalam proses
pengadaan barang/jasa ini berujung pada kerugian negara, termsuk dalam hal kualitas
output yang dihasilkan.
Untuk mengatasi hal tersebut, langkah yang diambil adalah dengan menggandeng
instansi lain yang dijadikan sebagai pemberi solusi atau penasihat dari segi peraturan
mengenai proses pengadaan barang/jasa.
c. Biaya Probity Audit
Probity, sesuai Peraturan Kepala BPKP Nomor: PER-362/K/D4/2012), diartikan
sebagai integritas (integrity), kebenaran (uprightness) dan kejujuran (honesty). Dengan
kata lain, probity audit merupakan penilaian independen yang tidak hanya digunakan
untuk mencegah atau mendeteksi terjadinya korupsi atau ketidakjujuran tetapi juga
untuk memastikan bahwa proses penyelenggaraan kegiatan sektor publik seperti proses
pengadaan barang/jasa, penjualan asset, dan pemberian sponsor/hibah dilaksanakan
secara wajar, obyektif, transparan, dan akuntabel.

7

Dalam konteks pengadaan barang/jasa pemerintah, probity audit lebih menekankan
pada ketaatan prosedur, sistem, dan proses pengadaan barang/jasa yang berlangsung,
bukan sekedar audit terhadap output yang dihasilkan. Pada pelaksanaannya, probity
audit dilakukan bersamaan dengan proses pengadaan barang/jasa atau segera setelah
proses pengadaan barang/jasa terjadi (real time audit).

3. Penggunaan Biaya Kualitas pada Kabupaten Musi Banyuasin
Kabupaten Musi Banyuasin merupakan salah satu entitas sektor publik sudah
mengadopsi konsep biaya kualitas dalam proses pengadaan barang/jasa publik dalam
rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakatnya. Dalam beberapa proyek
pembangunan infrastruktur, dinas-dinas yang melaksanakan kegiatan tersebut sudah
mulai memanfaatkan jasa konsultan perencanaan dalam setiap pengadaan barang
berupa pembangunan proyek infrastruktur. Sebagaimana yang telah dibahas
sebelumnya, aktivitas yang dilakukan berkaitan dengan hal tersebut dapat dikategorikan
sebagai aktivitas preventif bagi pemerintah dalam mencegah terjadinya output yang
tidak sesuai harapan atau tidak termanfaatkan.
Penggunaan konsep biaya preventif pada pengadaan barang dan jasa di lingkup
pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin dapat dilihat dari pengaggaran atas belanja
konsultansi dan perencanaan dari tahun 2011 hingga 2014. Penganggaran atas belanja
konsultan dan perencanaan hingga tahun 2014 terdiri dari; belanja jasa konsultan
perencanaan, belanja jasa konsultan pemetaan, dan belanja jasa pembuatan master
plan (termasuk di dalamnya pembuatan detailed engineering design).
Anggaran untuk belanja jasa konsultansi dan perencanaan senantiasa mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini berbanding lurus dengan peningkatan anggaran
dan realisasi belanja modal untuk konstruksi. Untuk lebih jelasnya, bagaimana
pemerintah daerah Kabupaten Musi Banyuasin mengalokasikan dan mengeluarkan
belanja untuk keperluan tersebut dan hubunganya dengan belanja modal konstruksi
dapat dilihat melalui tabel II & III.
Selain menggunakan konsep biaya kualitas pada pengadaan barang dan jasa,
pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin juga mengimplementasikannya pada
penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah. Mulai dari tahun 2008, pemerintah
Kabupaten Musi Banyuasin melakukan perjanjian kerjasama (MoU) dengan pihak BPKP
dalam bidang sistem informasi manajemen keuangan daerah dengan menggunakan
aplikasi SIMDA sebagai tool yang digunakan dalam penatausahaan dan penyusunan
laporan keuangan. SIMDA merupakan salah satu produk dari BPKP berupa aplikasi
penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka mendorong proses pengelolaan
keuangan secara lebih baik. Selama tahun 2011 hingga 2014, kegiatan penyusunan
laporan keuangan senantiasa menggandeng BPKP baik sebagai tenaga ahli maupun
narasumber atau peran consulting. Program peningkatan dan pengembangan
pengelolaan keuangan daerah melalui SIMDA ini dianggarkan di dalam DPA Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Dari tahun 2011 hingga 2014,
anggaran dan realisasi untuk kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel I
Anggaran dan Realisasi Program peningkatan dan pengembangan pengelolaan
keuangan daerah melalui SIMDA
Tahun

Anggaran

Realisasi

2011

400,000,000.00

212,999,000.00

2012

405,000,000.00

361,655,200.00

2013

670,000,000.00

562,777,400.00

2014

815,000,000.00

555,555,435.00

Sumber: diolah dari LRA DPPKAD

8

Laporan keuangan pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin memperoleh hasil
pemeriksaan WTP dari BPK pada tahun 2013. Dalam hal ini, salah satu andil yang
cukup besar adalah penyusunan dan pelaporan keuangan yang sistemnya sudah
berjalan dengan baik.

9

Tabel II
Anggaran dan Realisasi Belanja Jasa Komsultan tahun 2011-2014

2011
Kode
Rekening

Jenis
Belanja

Anggaran
(dalam
ribuan Rp)

2012

Realisasi
(dalam
ribuan Rp)

Anggaran
(dalam
ribuan Rp)

2013
Realisasi
(dalam
ribuan Rp)

Anggaran
(dalam
ribuan Rp)

2014

Realisasi
(dalam ribuan
Rp)

Anggaran
(dalam ribuan
Rp)

Realisasi
(dalam ribuan
Rp)

16,514,630

16,245,271

19,280,741

18,130,683.4

5 . 2 . 2 . 21

Belanja Jasa
Konsultansi

5.2.2.
21 .02

Belanja Jasa
Konsultansi
Perencanaan

5.2.2.
21 .04

Belanja Jasa
Konsultasi
Pemetaan

2,979,753

2,958,087

5,040,000

4,548,467

5.2.2.
21 .11

Belanja Jasa
Konsultasi
Pembuatan
Master Plan

1,320,000

1,297,657

1,821,000

1,804,910

20,814,383

20,501,015

26,141,741

24,484,0604

TOTAL

4,257,500

4,257,500

4,060,605.2

4,060,605.2

12,012,415

12,012,415

11,343,061

11,343,061

10

Tabel III
Anggaran dan Realisasi Belanja Modal Konstruksi 2011-2014
Kode
Rekening
5 . 2 . 3 . 21

5 . 2 . 3 . 22

5 . 2 . 3 . 23

5 . 2 . 3 . 26

Jenis
Belanja

2011
Anggaran
Realisasi
(dalam ribuan
(dalam ribuan
Rp)
Rp)

2012
Anggaran
(dalam
ribuan Rp)

Realisasi
(dalam ribuan
Rp)

2013
Anggaran
Realisasi
(dalam ribuan
(dalam ribuan
Rp)
Rp)

2014
Anggaran (dalam
ribuan Rp)

Realisasi (dalam
ribuan Rp)

404,817,929.4

398,389,444.5

423,934,843

405,963,175.1

492,957,586

480,146,054.3

559,377,500

550,919,118.1

105,570,259

103,862,666

84,259,839

81,676,277.3

121,444,000

118,587,581

138,170,000

136,002,507

16,692,339.6

14,527,119.8

22,500,048

20,435,988.3

33,974,666

31,958,842.7

54,280,714

49,112,511.4

Belanja
Modal
Pengadaan
Konstruksi/Pe
mbelian)
Bangunan

202,921,490

188,561,811.7

287,924,798

266,188,118.1

281,726,425.4

249,979,684.7

413,723,440.2

380,848,783.6

TOTAL

730,002,018

705,341,042.1

818,619,528

774,263,558.9

930,102,677.4

880,672,162.8

1,165,551,654.2

1,116,882,920.3

Belanja
Modal
Pengadaan
Konstruksi
Jalan
Belanja
Modal
Pengadaan
Konstruksi
Jembatan
Belanja
Modal
Pengadaan
Konstruksi
Jaringan Air

11

IV. SIMPULAN
Konsep biaya kualitas sudah mulai diimplementasikan pada sektor pemerintah dalam
meningkatkan mutu dari program dan kegiatan yang dilakanakan, khususnya pada
pengadaan infrastruktur pemerintah untuk keperluan publik. Kualitas barang publik tidak
jarang yang menghasilkan produk yang cacat atau tidak dapat termanfaatkan secara
maksimal bagi penggunanya, khususnya masyarakat. Atas kegagalan sebuah program
yang telah dianggarkan tentu saja akan merugikan bagi pemerintah dan masyarakat.
Sadar akan hal tersebut, pemerintah menggunakan prinsip value added activity dalam
meminimalisasi biaya kegagalan produk. Salah satu caranya adalah dengan
meningkatkan biaya preventif melalui perencanaan yang matang.
Dalam perspektif pengelolaan keuangan daerah, biaya yang dikeluarkan untuk
perencanaan sebuah pengadaan barang publik dapat dianggarkan melalui DPA masingmasing satker (SKPD) ke dalam belanja jasa konsultan dan perencanaan. Kabupaten
Musi Banyuasin menerapkan hal ini dalam pengadaan belanja modal konstruksi yang
akan dilaksanakan.
Pada laporan realisasi anggaran 2011 sampai dengan 2014, belanja jasa konsultan
dan perencanaan senantiasa meningkat dan bertambah jenisnya yang pada awalnya
hanya terdiri dari satu jenis belanja kini sudah menjadi tiga jenis belanja yang terdiri dari
konsultan perencanaan, konsultan pemetaan, dan konsultan master plan. Sebagai salah
satu kabupaten yang memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang besar, Musi
Banyuasin semakin giat dalam pembangunan sarana dan prasarana publik bagi
masyarakat. Oleh karena itu, peningkatan anggaran belanja jasa konsultan dan
perencanaan berbanding lurus dengan belanja modal konstruksi pada laporan realisasi
anggaran hingga tahun 2014.
Selain menggunakan konsep biaya kualitas pada pengadaan barang dan jasa,
pemerintah daerah juga dapat menggunakannya dalam hal penyusunan laporan
keuangan. Untuk menghasilkan kualitas laporan keuangan yang baik, pihak Musi
Banyuasin menggandeng BPKP sebagai tenaga ahli dan narasumber dalam
penyusunan laporan keuangannya. Di samping itu, Musi Banyuasin juga melakukan
MoU dengan BPKP dalam hal sistem informasi manajemen keuangan daerah dengan
pemakaian aplikasi SIMDA yang merupakan produk dari BPKP.
Pada intinya, tujuan dari penerapan konsep biaya kualitas pada sektor publik ini
adalah untuk menjaga dan mengendalikan bagaimana sebuah proses pelaksanaan
sebuah program dan kegiatan dapat menghasilkan output yang maksimal dan dapat
dimanfaatkan seoptimal mungkin kepada masyarakat umum sebagai pengguna.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Emkhad., Halim, Abdul. 2011. Identifikasi Faktor-faktor Penyebab Minimnya
Penyeraoan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota di
Provinsi Riau Tahun 2011.
Charles T. Horngren, dkk. 2008. Management and Cost Accounting 4th Edition. Inggris:
Prentice Hall Europe.
Hansen, Don R., Maryanne M. Mowen. 2007. Managerial Accounting 8th Edition. Amerika
Serikat: Thomson Higher Education.
Kumorotomo, Wahyudi. 2012. Analisis Kebijakan Mengenai Aset dan Pengelolaan Barang
Milik Daerah (BMD).
Kurniawan, Agus, dkk. 2010. Analisis Alokasi Belanja Modal Pemerintah Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2004-2010.
Triwiyanto, Joko. 2011. Efektivitas Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam
Perspektif Perencanaan.
12

Udoyono, Kodar. E-Procurement dalam Pengadaan Barang dan Jasa untuk Mewujudkan
Akuntabilitas di Yogyakarta.
Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah
diubah terhakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah.
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Kepala BPKP Nomor PER-362/K/04/2012 tentang
Pedoman Probity Audit Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Bagi Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

13

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21