MANAJEMEN PELAKSANAAN SURVEI GEOFISIKA

  3.1 BAB 3 PENGETAHUAN DASAR UNTUK MELAKUKAN

MANAJEMEN PELAKSANAAN SURVEI GEOFISIKA

  Pada bab ini pertama-tama menjelaskan tentang sumberdaya manusia mengenai cara membina pelaksana survei geofisika agar menjadi pelaksana yang benar-benar profesional. Penjelasan pendekatan dasar mengenai tindakan mengontrol kualitas survei geofisika ditunjukkan pada sub- bab kedua. Sub-bab berikutnya menjelaskan tentang beberapa potensi problem global dalam pengontrolan pelaksanaan survei geofisika beserta antisipasinya.

  3.1 . Pembinaan Pelaksana Survei Geofisika

  Untuk menciptakan tenaga pelaksana survei geofisika profesional secara teknis dan non teknis di lapangan, tidak terlepas dari cara pembinaan kerjanya, mulai taraf pemula hingga profesional. Pembinaan mental selama survei berlangsung juga sangat penting dilakukan. Hal tersebut dijelaskan secara umum pada sub-bab berikut.

3.1.1. Konsep dasar cara menciptakan tenaga survei geofisika

  Kesuksesan suatu survei geofisika sangat tergantung pada kehandalan tenaga-tenaga pelaksananya.Tenaga survei geofisika yang handal harus memiliki kemampuan mengoptimasikan suatu survei dari beberapa parameter dasar, yaitu mutu, kecepatan dan biaya. Ketiga parameter tersebut biasanya saling bertentangan dalam mencapai suatu tujuan survei. Biasanya mutu yang baik akan diiring dengan kecepatan rendah dan biaya tinggi. Bila kecepatan tinggi biasanya diikuti dengan biaya murah tetapi mutu kurang baik. Kepandaian mengoptimasi ketiga parameter di atas dapat dimiliki sesorang melalui suatu pendidikan yang tepat dan benar. Konsep pendidikan untuk menciptakan tenaga survei berkemampuan tersebut harus dilakukan secara disiplin dan berurutan. Urutan penanaman kemampuan tersebut harus dilakukan sebagai berikut:

  1. Urutan pertama, menanamkan pentingnya mutu suatu hasil pekerjaan dengan dana terbatas dan mengesampingkan kecepatan. Setiap pelatihan harus ditujukan untuk memperoleh mutu terbaik.

  2. Urutan kedua, melatih kecepatan dengan mutu sesuai standar latihan-latihan pada urutan pertama dengan diiringi penambahan fasilitas (dana).

  3. Urutan ketiga, melatih optimasi dari antara mutu, kecepatan dan biaya. Di sini pelaksana survei dituntut melatih diri untuk mengembangkan segala kemampuan dan kreativitas yang dimiliki. Ketiga urutan tersebut harus benar-benar berurutan tidak boleh

  

ditukar-tukar. Pengalaman menunjukkan bahwa sangat sulit seseorang akan meningkatkan mutu

  hasil kerjanya yang terlanjur berstandar rendah. Melatih meningkatkan kecepatan kerja relatif lebih mudah dibanding melatih meningkatkan standar mutu hasil kerja. Kecepatan akan meningkat dengan sendirinya bila pekerjaan diulang-ulang terus menerus. Bila mutu dan kecepatan telah menjadi kebiasaan yang tiap-tiap hari dilakukan, penurunan fasilitas penunjang tidak terlalu mempengaruhinya. Pelatihan ini dilangsungkan terus menerus dengan makin lama makin mengurangi fasilitas penunjangnya secara tepat sampai pada batas

  3.2

  kewajaran. Filosofi pelatihan-pelatihan tersebut merupakan dasar untuk mencapai tenaga survei geofisika yang benar-benar memahami arti optimasi survei.

3.1.2. Pendidikan tenaga pelaksana survei geofisika

  Ada dua jalur pendidikan untuk menciptakan tenaga survei geofisika yang benar-benar profesional dalam arti yang luas. Jalur tersebut adalah : a. Pendidikan formal.

  b. Pendidikan non formal. Biasanya pada pendidikan formal di Indonesia mengajarkan filosofi dan dasar-dasar teori geofisika, kemudian disusul praktek survei geofisika. Pendidikan ini lebih banyak menitik beratkan pada teori, sedikit praktek dan hampir sama sekali tidak mendidik disiplin survei geofisika. Tipe pendidikan ini biasanya cocok untuk tenaga kerja di kantor, peneliti, pengajar, data processing dan sejenisnya. Untuk menjadi tenaga pelaksana survei geofisika di lapangan yang profesional dalam arti yang luas masih harus melakukan penyesuaian beberapa waktu.

  Banyak tim-tim survei geofisika menggunakan pelaksana survei berjalur pendidikan seperti ini. Biasanya tim-tim ini berasal dari instansi pemerintah, badan-badan usaha milik negara dan beberapa perusahaan swasta.

  Pada pendidikan non formal di Indonesia dan di luar Indonesia biasanya menitik beratkan pendidikan pada disiplin dan praktek survei geofisika, kemudian disusul penjelasan mengenai filosofi dan teori dasar geofisika. Pendidikan ini biasanya berlangsung secara bertahap dalam waktu cukup lama dan dapat dianalogikan seperti tahapan pada militer. Di Indonesia, tenaga dengan pendidikan seperti ini jarang ditemui di instansi-instansi dan badan-badan usaha milik negara. Tenaga ini dapat ditemukan di beberapa perusahaan swasta yang cukup handal di bidangnya. Sebagai contoh, suatu perusahaan besar yang bergerak dalam bidang loging selalu menerima pegawai sarjana atau sarjana muda dari jurusan apa saja asal berlatar belakang fisika dan matematika (tidak mesti harus dari jurusan geofisika atau kebumian). Pegawai tersebut dididik praktek lapangan dan disiplin lapangan dengan cara dan metodanya sendiri. Sebagai contoh, tenaga-tenaga pelaksana lapangan yang handal dari survei seismik banyak diambil dari tenaga- tenaga yang tidak mempunyai pendidikan formal geofisika. Tenaga tersebut dipercaya penuh hanya dengan pendidikan non formal bertahap yang dilakukan pada perusahaan-perusahaan swasta.

  Pada kesempatan ini dicoba untuk membandingkan kedua model pendidikan tersebut untuk menjadi tenaga pelaksana survei geofisika profesional teknis dan non teknis di lapangan. Untuk mempermudah masalah tersebut, disajikan perbedaan penguasaan kemampuan manusia dan persyaratan yang dituntut di dalam survei geofisika (Tabel 3.1). Dari Tabel 3.1 terlihat bahwa pada pekerjaan lapangan diperlukan kemampuan non teknis lebih tinggi dibanding kemampuan

  

teknis. Pada kemampuan teknis, nilai kedisiplinan dan kejujuran masih menempati prioritas di

  atas nilai ilmiah geofisika. Untuk membuat tenaga kerja mempunyai kemampuan non teknis yang tinggi, disiplin teknis yang tinggi dan kejujuran terhadap data yang tinggi, diperlukan pendidikan yang jauh lebih lama dibandingkan dengan pendidikan ilmiah geofisika. Menurut pemantauan penulis, pelaksana survei geofisika di lapangan lebih sukses dididik melalui jenjang pendidikan non formal bertahap dari pada melalui pendidikan formal. Hal ini perlu penjelasan lebih rinci tetapi tidak dapat disajikan dalam buku ini yang masih bersifat "pengantar".

  3.3 Tabel 3.1

PERBANDINGAN KEMAMPUAN AWAL TENAGA KERJA DARI

PENDIDIKAN FORMAL DAN PENGALAMAN PRAKTIS

  Penguasaan jenis kemampuan awal Jenis kemampuan Penggunaan jenis Tenaga kerja Tenaga kerja kemampuan yang harus dikuasai Di Pendidikan Pendidikan agar profesional Lapangan formal pengalaman praktis

  Kemampuan teknis Penguasaan teori - Keterampilan meng- - operasikan alat Kemampuan meng- - 10 – 45% Besar Kecil atasi kerusakan alat

  • Kemampuan meme- cahkan problem teknis

  Kemampuan non teknis Keterampilan me- - rawat dan menjaga alat Kedisiplinan - Kepemimpinan & Kecil Besar - 55 – 90% organisasi Kemandirian - Kemampuan ber- - adaptasi

  • Kemapuan bekerja efisien

  Pengetahuan global mengenai latar belakang pendidikan tenaga pelaksana survei geofisika ini perlu diketahui sebagai salah satu pertimbangan untuk memilih tenaga kerja dalam merencana suatu survei geofisika

3.1.3. Pelatihan tenaga pelaksana survei geofisika

  Untuk mencapai hasil yang optimal dalam dunia olah raga, ketepatan dan kecepatan bertindak selalu dibina dan dipelihara dengan latihan-latihan khusus dan kontinyu. Kelihatannya pembinaan dan pemeliharaan ketepatan dan kecepatan bertindak tidak ada hubungannya dengan disiplin kerja geofisika. Dari kajian geofisika manajemen, hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan dan dilaksanakan. Dari sekian banyak pelaksana survei geofisika, hanya beberapa orang saja yang secara tidak langsung atau tidak sengaja melakukan pembinaan dan

  3.4

  pemeliharaan kecepatan dan ketepatan bertindak. Kondisi tersebut terjadi karena memang belum ada budaya dan belum ada ilmu yang benar-benar meneliti hal tersebut. Pada disiplin kerja penerbangan, budaya dan ilmu mengenai pembinaan dan pemeliharaan ketepatan dan kecepatan bertindak sudah cukup maju. Sebagai contoh seorang pilot tidak boleh menjadi penerbang utama meskipun telah mengetahui ilmu dan cara-cara menerbangkan pesawat bersangkutan, sebelum memenuhi jam terbang tertentu. Pilot tersebut harus menjadi penerbang pembantu terlebih dahulu selama jam terbang tertentu. Untuk mendarat di suatu bandara yang belum dikenal, seorang pilot (penerbang utama) harus berlatih beberapa kali tinggal landas dan mendarat hingga memenuhi persyaratan. Latihan dan lamanya pengalaman merupakan harga mati yang tak dapat ditawar-tawar lagi untuk melakukan suatu pekerjaan penerbangan. Meskipun disiplin kerja geofisika tidak beresiko sebesar disiplin kerja penerbangan tetapi latihan-latihan untuk membina ketepatan dan kecepatan bertindak dapat mengoptimalkan hasil. Dari kajian geofisika manajemen, hal tersebut dapat menekan kesalahan-kesalahan kerja 5% - 20%. Angka tersebut cukup mengejutkan, apalagi dihitung dengan nilai uang. Sehubungan hal tersebut, dalam geofisika manejemen mengharuskan setiap orang yang bekerja dalam disiplin kerja geofisika harus melakukan latihan-latihan untuk membina ketepatan dan kecepatan bertindak. Arah dari latihan-latihan harus berorientasi pada tahapan-tahapan sesuai diagram alir Gambar

  3.1. Baik latihan membaca peralatan, pengumpulan data, pengontrolan kualitas data, olah data lanjut maupun interpretasi selalu berorientasi sesuai diagram alir Gambar 3.1. Tahapan-tahapan

Gambar 3.1. dilakukan secara pelan kemudian agak cepat, cepat dan sangat cepat. Diharapkan latihan tersebut dapat menjadi refleks geofisika. Apa yang dilakukan dalam latihan pembinaan

  ketepatan dan kecepatan bertindak dalam disiplin kerja geofisika ini dapat dilakukan dengan cara magang atau belajar dari literatur yang lengkap. Sebagai penjelasan dari konsep tahapan pelatihan menentukan kebijakan geofisika (Gambar 3.1) dicontohkan dari latihan seorang operator gravitimeter agar menjadi profesional membaca gravimeter pada uraian berikut. Untuk menjadi seorang operator gravitimeter profesional, seorang operator harus melalui tahapan pelatihan sebagai berikut : a. Operator harus dapat secara cepat membedakan peralatan dalam keadaan baik atau rusak (benar atau salah).

  b. Bila alat dalam keadaan baik (benar), benar atau salahnya bacaan alat tersebut harus dapat diketahui operator secara cepat.

  c. Bila bacaan alat dikategorikan benar dan masih ada nois-nois yang mengganggu, maka operator harus secara cepat menentukan hal-hal berikut :  bila bacaan bernois, harus dapat memilih bacaan yang kurang bernois dari yang bernois (memilih yang kurang salah dari yang salah-salah).  bila bacaan sangat kurang noisnya, harus dapat memilih bacaan yang benar-benar baik dari yang telah baik.  bila bacaan selalu mempunyai kecenderungan tertentu, harus dapat diketahui kecenderungan tersebut.

  d. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas operator harus dapat menentukan secara cepat harga bacaan alatnya. Penentuan bacaan tersebut dilakukan melalui kebijakan relatif dalam disiplin ilmu geofisika.

  3.5

  e. Kebijakan tersebut harus dilakukan secara konsisten dalam setiap melakukan pembacaan alat.

  f. Hal yang diuraikan pada bagian a hingga e harus diulang terus menerus dalam suatu waktu tertentu hingga diperoleh suatu refleks bacaan yang konsisten dan baik hasilnya. Bila refleks bacaan tersebut telah diperoleh, maka seorang operator dapat dikatakan sebagai operator profesional dalam membaca gravitimeter.

  

Gambar 3.1

TAHAPAN PELATIHAN MENENTUKAN

KEBIJAKAN GEOFISIKA

  Melatih memilih Salah dan benar Melatih memilih Melatih memilih Melatih memilih yang yang terbenar dari yang kecenderungan Kurang salah dari benar-benar yang salah-salah Melatih menentukan kebijakan geofisika Kurang Melatih mengkonsistenkan pelaksanaan sukses Kebijakan geofisika Sukses terlatih

  Kesuksesan operator dalam membina refleks bacaan gravitymeter dapat dimonitor dari nilai bacaan stasionernya tiap 10 menit secara kontinyu selama beberapa hari (tiap hari minimal 12 jam). Bila Perbandingan bacaannya antara waktu yang satu dengan waktu yang lainnya telah smooth (mengecil errornya) hingga suatu titik optimal maka operator tersebut dapat dikatakan sukses dalam melatih refleks bacaannya. Biasanya seorang pemula dengan kondisi fisik normal,

  3.6

  memerlukan waktu kurang lebih 1 minggu untuk mencapai refleks tersebut sedang seorang operator gravitimeter hanya memerlukan waktu 1-3 hari saja. Dengan demikian agar menjadi seorang operator profesional membaca gravitymeter diperlukan waktu tertentu yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Waktu tersebut harus selalu disediakan sebelum melakukan survei gravitasi. Latihan tersebut dapat dianalogikan dengan seorang pembantu pilot yang harus menempuh jam terbang tertentu untuk dapat menjadi pilot. Di dalam dunia geofisika, belum ada yang mengembangkan ketentuan-ketentuan mengenai jenis pelatihan. Dalam buku ini sengaja menunjukkan pentingnya hal tersebut. Dari kajian pengalaman geofisika manajemen, dapat ditunjukkan perkiraan waktu pelatihan-pelatihan tersebut pada Tabel 3.2. Meskipun belum selengkap yang diharapkan, Tabel 3.2 dapat dijadikan sebagai acuan dari masing-masing jenis pekerjaan untuk mencapai predikat professional mengoperasikan alat. Meskipun predikat profesional dalam membaca atau mengoperasikan alat geofisika telah disandang, belum tentu seorang dapat dikatakan profesional dalam arti yang luas. Di dalam dunia survei geofisika masalah yang dihadapi tidak hanya membaca alat atau mengoperasikan alat tetapi masalah-masalah non-teknis jauh lebih banyak. Keprofesionalan menangani masalah- masalah non teknis sangat tergantung dari pengalaman dan tanggung jawab pelaksana survei masing-masing. Pelatihan dalam survei geofisika tidak hanya dilakukan untuk membaca atau mengoperasikan alat tetapi harus dilakukan juga pada olah data dan interpretasi sementara untuk mengontrol kualitas data. Tabel 3.3 ditunjukkan perkiraan waktu atau volume pelatihan agar benar-benar mencapai predikat profesional sebagai pengontrol kualitas data.

3.1.4. Memelihara mental pelaksana survei geofisika

  Kondisi mental pelaksana survei geofisika di lapangan sangat mempengaruhi produksi dan kesalahan pengukuran. Selain menyebabkan penurunan produksi pengukuran dan penurunan kualitas data, penurunan mental pelaksana di lapangan juga dapat merusak peralatan-peralatan pengukuran, meskipun hal tersebut terjadi dengan tidak ada unsur kesengajaan.

  Pada dasarnya semua pelaksana survei geofisika bila tidak ada gangguan kesehatan ataupun psikologi keluarga, memiliki mental yang cukup baik untuk melakukan survei. Kondisi mental pelaksana survei secara normal rata-rata akan menurun setelah lewat 2 bulan di lapangan. Penurunan tersebut bisa lebih awal terjadi atau lebih dari 2 bulan di lapangan, tergantung dari kondisi lapangan yang dihadapi. Secara umum penurunan tersebut disebabkan antara lain : a. Kesulitan medan, semakin sulit medan survei geofisika akan semakin cepat penurunan mental pelaksana survei b. Kelengkapan atau keteraturan sarana penunjang, semakin baik sarana penunjang (makan, akomodasi, suasana kerja, kelancaran logistik) akan semakin lama saat penurunan mental pelaksana survei.

  c. Desain penyebaran stasion pengukuran, desain stasion pengukuran yang baik akan dapat merangsang gairah kerja sehingga dapat menunda penurunan mental pelaksana survei.

  3.7 Tabel 3.2

PERKIRAAN WAKTU ATAU VOLUME PELATIHAN UNTUK

MEMPEROLEH REFLEKS BEBERAPA MACAM PENGUKURAN

GEOFISIKA

  Pelaksana Pemula Pernah melakukan Jenis pekerjaan Keterangan Secara propfesional

  Mengukur tahanan 30 – 60 sounding 5 – 10 sounding jenis sounding Mengukur CSAMT 20 – 30 pengukuran 5 – 10 pengukuran

  Membaca gravity- Mengukur gravitasi 1 – 3 hari

   7 hari Meter secara diam selang 10 menit

  Mengukur magnetik  7 hari  0,5 hari

  Mengukur IP 75 – 150 set up  5 – 10 set up

  Mengukur tahanan 75 – 150 set up  5 – 10 set up jenis kompleks

  Mengukur EM-VLF 3 – 7 hari 2 – 3 hari Mengukur SP 5 – 7 hari 3 – 5 hari Mengukur TEM 40 – 50 pengukuran 10 – 15 pengukuran sounding

  Catatan : Semua pengukuran dilakukan dengan cara dan prosedur yang benar.

  Paduan ketiga unsur di atas yang serasi akan dapat meningkatkan semangat kerja pelaksana survei sekaligus dapat memperlambat waktu penurunan mental. Pengetahuan ini penting diketahui oleh perencana-perencana survei geofisika agar dapat merencana dengan hasil yang optimal.

  Dalam buku ini belum dijelaskan secara rinci mengenai sebab-sebab detil penurunan mental pelaksana survei geofisika dan teknik penanggulangannya.

  3.8 Tabel 3.3

PERKIRAAN VOLUME PELATIHAN UNTUK MEMPEROLEH

REFLEKS PENGONTROL BEBERAPA MACAM

KUALITAS SURVEI GEOFISIKA

  Pelaksana Pernah melakukan Pemula Jenis pekerjaan Keterangan Secara profesional

  Matching atau modeling 30 – 60 stasion 10 – 15 stasion Dengan berbagai tipe Sounding tahanan jenis model

  Modeling ID - CSAMT 30 – 60 stasion 10 – 15 stasion Dengan berbagai tipe model Dengan berbagai tipe

  Modeling TEM sounding 40 – 50 stasion 10 – 15 stasion model Mengontrol pengukuran 30 – 60 5 – 10 sounding sounding tahanan jenis sounding Mengontrol pengukuran 3 – 5 lokasi 7 hari Mengontrol data gravitasi survei secara terpadu

  (elevasi, posisi & gravitasi) Mengontrol pengukuran

  7 hari  2 hari magnetik Mengontrol pengukuran 75 – 150 set up 5 – 10 set up

  IP Mengontrol pengukuran 75 – 100 set up 5 – 10 set up tahanan jenis kompleks Mengontrol pengukuran 2 – 3 hari 2 – 3 hari EM - VLF Mengontrol pengukuran 5 – 7 hari 3 – 5 hari SP Mengontrol pengukuran 40 – 50 10 – 15 pengukuran TEM sounding pengukuran Catatan : Semua pekerjaan dilakukan dengan cara dan prosedur yang benar.

  3.9

3.2. Pendekatan dasar mengenai tindakan mengontrol kualitas survei geofisika

  Untuk mengoptimalkan hasil, setiap pengontrol kualitas atau koordinator survei geofisika secara umum harus mengikuti alur pemikiran sesuai diagram alur Gambar 3.2. Tahapan alur tersebut dijelaskan sebagai berikut :

  1. Pada tahap pertama; pengontrol kualitas survei geofisika harus dapat menjabarkan atau memberikan batasan-batasan teknis dari tujuan survei beserta teknik pencapaiannya.

  2. Tahap kedua; melakukan identifikasi potensi- potensi problem survei.

  3. Tahap ketiga; melakukan analisis terhadap potensi-potensi problem dan sekaligus membuat rangking kemungkinan kejadian atau rangking magnitude dampak negatifnya.

  4. Tahap keempat; melakukan antisipasi dan membuat rencana tindakan-tindakan untuk mencegah problem-problem yang teridentifikasi sesuai dengan rangking kemungkinan kejadian atau rangking magnitude dampak negatifnya.

  5. Tahap kelima; melakukan tindakan-tindakan atau keputusan-keputusan sesuai dengan rencana pencegahannya dengan menyesuaikan kondisi dan kendala yang ada. Bila terjadi problem baru harus secepatnya menganalisa dan melakukan tindakan penanggulangannya.

  6. Tahap keenam atau tahap terakhir; bila dalam menanggulangi problem menemui jalan buntu akibat kondisi dan kendala yang ada, pengontrol kualitas survei harus peninjauan kembali definisi pekerjaan dan batasan-batasannya agar diperoleh suatu hasil yang optimal. Tindakan ini dikatakan sebagai "tindakan penyelamatan". Masing-masing tahap dijelaskan secara bertahap pada subbab-subbab berikut.

3.2.1. Menjabarkan batasan-batasan teknis tentang tujuan dan cara pencapaiannya

  Pekerjaan-pekerjaan survei geofisika dengan rencana yang benar dan spesifikasi yang jelas tidak memerlukan penjabaran yang sulit, bahkan tidak perlu dijabarkan lagi. Bagi pekerjaan dengan rencana yang tidak atau kurang baik perlu dilakukan penjabaran lebih lanjut. Definisi pekerjaan atau batasan-batasan teknik pada saat melakukan survei geofisika di lapangan harus dapat dijabarkan dengan jelas agar tidak terjadi blunder dan kesalahan-kesalahan. Untuk menentukan definisi atau batasan-batasan teknik tersebut harus dipenuhi syarat-syarat sebagaimana diuraikan pada subbab 2.1 dengan sedikit penyesuaian. Syarat-syarat yang telah disesuaikan dengan pelaksana an manajemen survei geofisika adalah sebagai berikut:

  1. Jabaran tujuan harus jelas dan dapat disampaikan dalam bentuk kalimat.

  2. Harus diketahui batasan-batasannya bahwa tujuan telah tercapai atau belum/tidak tercapai.

  3. Dalam mencapai tujuan harus dapat ditetapkan batas waktunya.

  4. Tujuan harus bersifat merangsang.

  5. Harus dapat menjabarkan rincian teknik pencapaian tujuan. Dari penjelasan tersebut di atas diharapkan para pengontrol kualitas survei geofisika dapat menerapkan syarat-syarat tersebut pada pelaksanaan penjabaran tujuan survei-survei geofisika.

Gambar 3.2 DIAGRAM ALUR TINDAKAN MENGONTROL KUALITAS SURVEI GEOFISIKA

  3.10

  3.11

  3.2.2. Mengidentifikasi potensi problem

  Untuk mencapai tujuan yang telah didefinisikan dan ditentukan batasan-batasannya bukan suatu yang mudah. Dalam perjalanan mencapai tujuan tersebut selalu bertemu dengan problem- problem. Agar tidak terjadi ketidak siapan mengatasi problem, maka semua potensi problem dalam rangka mencapai tujuan harus sudah dapat diidentifikasi sebelum terjadi.

  Pencarian potensi problem dilakukan dengan cara antara lain menginventarisasi kemungkinan problem sekecil-kecilnya atau dengan cara membuat skenario untuk mendapatkan kemungkinan potensi problem yang baru. Potensi problem tersebut harus dapat didefinisikan dan ditentukan batasan-batasannya secara jelas. Batasan-batasan potensi problem yang dibuat harus benar-benar dapat membedakan mana yang disebut potensi problem dan mana yang disebut bukan potensi problem. Dengan mengetahui batasan-batasan dan potensi problem tersebut, diharapkan dapat mempermudah analisanya.

  3.2.3. Menganalisa potensi problem

  Semua potensi problem yang telah ditemukan dianalisa segala kemungkinan penyebab dan akibatnya. Untuk mempermudah analisa perbandingan dari semua potensi potensi problem, dibuat matrik kemungkinan kejadiannya beserta besar magnitude dampaknya. Dengan teknik pembobotan penilaian dari kemungkinan kejadian dan magnitude dampaknya, dapat dibuat rangking potensi problem. Kerangka matrik Gambar 3.3 dapat dijadikan salah satu contoh teknik membuat rangking potensi problem yang harus ditangani. Diharapkan rangking ini dapat memberikan andil untuk menentukan keputusan-keputusan penanggulangan problem dalam rangka mengefisienkan dan mengefektifkan suatu survei geofisika.

  Selain problem timbul sesuai dengan antisipasi perencana, pengontrol kualitas dan koordinator survei, problem baru juga dapat timbul secara mendadak di luar perkiraan. Datangnya problem baru kadang-kadang beruntun, tumpang tindih dan bahkan saling kait mengait. Biasanya hal tersebut timbul pada proyek besar, bukan pada proyek yang bersifat kecil dan dalam waktu relatif pendek. Untuk mengetahui problem baru secara pasti, harus dilakukan analisa dengan cara mengidentifikasi tentang: a. Apa problemnya

  b. Dimana terjadi problem

  c. Kapan terjadi problem d. Sejauh mana perkembangan problem. Penerapan keempat hal tersebut di atas diharapkan dapat menghilangkan tumpang tindih dan berbelit-belitnya analisa problem. Hal tersebut dapat mempermudah mencari jalan memecahkan problem. Untuk mengatasi problem-problem yang telah diketahui dengan jelas, harus selalu mengikuti tahapan-tahapan yang sesuai dengan uraian sub-bab 3.2.3 dan 3.2.4 secara dinamis. problem- problem tersebut tidak dapat diatasi bersama-sama tetapi harus disesuaikan dengan tingkat prioritasnya.

  3.12 Gambar 3.3

CONTOH MATRIKS MENENTUKAN RANGKING

PRIORITAS POTENSI PROBLEM

  Parameter Penilaian Total Dampak Biaya Kesulitan Kesalahan pengukuran pelaksanaan nilai N A R

  Gravitasi

  2

  2

  2

  6 U

  K U G N E P M

  Sket medan

  2

  1

  2

  5 E

  L B O R P SI

  Koordinat

  1

  3

  3

  7 N

  E T O P

  Elevasi

  3

  3

  3

  9 Contoh evaluasi potensi problem pada pengukuran survei gravitasi.

  Nilai 1 (kecil), diartikan sebagai kurang diprioritaskan. Nilai 2 (sedang), diartikan sebagai penting diprioritaskan. Nilai 3 (besar), diartikan sebagai sangat penting diprioritaskan.

3.2.4. Tindakan penyelamatan

  Pada sub-bab di atas telah diterangkan bagaimana teknik global merencana pencegahan potensi problem dan melaksanakan menanggulangi problem. Pada sub-bab ini membahas bila suatu survei sudah tidak dapat mengatasi problem. Suatu potensi problem dapat benar-benar menjadi suatu problem. Sifat problem tersebut dapat dibagi menjadi 4 macam yaitu: a. Problem terjadi sesuai potensi problem yang telah diantisipasi semula.

  b. Problem terjadi dengan sedikit menyimpang dari problem yang telah diantisipasi semula tetapi masih dapat terkendali.

  3.13 c. Problem yang tiba-tiba muncul tetapi masih dapat terkendali.

  d. Potensi problem yang diantisipasi berubah menjadi problem baru atau muncul problem baru sama sekali yang kedua-duanya tidak dapat diatasi. Jenis problem a, b dan c tidak perlu dibahas karena telah dapat diatasi. Jenis problem d perlu dievaluasi dan dikaji secara cermat. Untuk mengatasi jenis problem d harus mengevaluasi kembali batasan-batasan dana dan segala jenis kemampuan yang dimiliki. Terobosan untuk meningkatkan dana atau kemampuan ini harus dilakukan terlebih dahulu dengan cara :

  a. Mencari tambahan dana

  b. Mencari teknik-teknik baru

  c. Menekan dana atau kemampuan-kemampuan melakukan pekerjaan di sektor-sektor lain, dialihkan untuk mengatasi problem tersebut sepanjang tidak mengganggu program dan kualitas sektor lain tersebut. Bila cara-cara tersebut masih belum dapat mengatasi problem maka pengontrol kualitas survei bekerja sama dengan koordinator survei mengevaluasi kembali tujuan survei. Modifikasi tujuan beserta penjabarannya harus secepatnya dilakukan agar diperoleh suatu hasil yang optimal. Tindakan ini disebut sebagai "tindakan penyelamatan survei". Tindakan ini harus dilakukan secepat mungkin dengan dukungan komunikasi yang baik dengan semua personel yang terlibat.

3.3. Beberapa Potensi Problem Global dan Teknik Pencegahannya Di Lapangan

  Pengawasan survei geofisika sangat perlu dilakukan untuk memperoleh hasil sesuai tujuan dan spesifikasinya. Pelaksanaan pengontrolannya harus dilakukan seefisien dan sebijak mungkin. Pada sub-bab ini dijelaskan beberapa potensi problem global dalam melaksanakan survei geofisika di lapangan. Diharapkan, potensi problem global ini dapat diantisipasi sedini mungkin oleh perencana dan pengontrolan kualitas survei. Untuk memperoleh hasil optimal pengontrolan kualitas, harus dilakukan dengan skala prioritas. Prioritas tinggi diberikan pada pelaksanaan-pelaksanaan yang berpotensi problem tinggi (beresiko salah tinggi), sedang prioritas rendah diberikan pada pelaksanaan-pelaksanaan yang berpotensi problem kecil (beresiko salah kecil). Prinsip ini diterapkan untuk mengontrol peralatan, metoda dan manusia pelaksananya. Masing-masing bidang survei geofisika mempunyai skala prioritas yang berbeda-beda, hal ini akan dijelaskan secara rinci pada bab-bab yang berisi bidang-bidang survei yang bersangkutan. Meskipun tiap bidang geofisika mempunyai prioritas pengawasan yang berbeda-beda tetapi secara global selalu harus diperhatikan hal-hal penting dengan potensi problem tinggi yaitu : a. Manajemen tentang nama lintasan dan stasion.

  b. Manejemen tentang data mentah dan tereduksi.

  c. Komposisi tim dan jadwal pengukuran lapangan.

  d. Komunikasi.

  e. Manajemen tentang pelaksanaan logistik f. Kerawanan lingkungan.

  g. Kondisi medan terhadap kualitas data. Potensi-potensi problem beserta antisipasi penanggulangan hal-hal tersebut, dijelaskan dalam

  3.14

  3.3.1. Manajemen nama Lintasan dan stasion pengukuran

  Keprofesionalan seorang koordinator atau pengontrol kualitas survei geofisika benar-benar diuji oleh potensi problem ini. Nilai keprofesionalan tersebut dapat dilihat dari cara menamai lintasan dan stasion-stasion pengukuran. Kelihatannya memang sangat mudah, tetapi pada pelaksanaannya sangat sulit melakukan penamaan stasion-stasion pengukuran yang rapi, sistematis dan mudah dipahami. Hal ini akan lebih rumit lagi pada survei-survei besar yang bersifat mengejar target anomali dan melibatkan banyak tim.

  Sangat tidak diduga, bahwa jeleknya sistematika pemberian nama lintasan atau stasion dapat menyita waktu reduksi atau pengolahan data hingga 50%. Hal tersebut juga akan mengakibatkan kesalahan posisi pengukuran, kesalahan reduksi, olah data dan interpretasi. Untuk menghindari hal tersebut, pengawasan pemberian nama harus dilakukan pada saat akan dimulai pengukuran dengan mempertimbangkan segala macam kemungkinan perubahan dan penambahan stasion-stasion pengukurannya. Penamaan tersebut harus diawasi agar benar-benar dikomunikasikan kepada semua tim dan harus dilaksanakan dengan disiplin militer.

  3.3.2. Manajemen data mentah dan tereduksi

  Manajemen data mentah dan tereduksi merupakan suatu potensi problem yang sangat besar. Bila manajemen tidak baik, selain mengakibatkan sulitnya pengguna data juga dapat menurunkan nilai manfaatnya. Problem ini kadang-kadang meningkat dan dapat mengakibatkan hilangnya data yang telah diukur. Untuk menghindari hal-hal tersebut maka setiap data mentah harus diatur dan didokumentasi secara rapi, sistematis dan mudah dicari kembali; sedang data tereduksi harus disajikan dengan kelengkapan keterangan mengenai: a. Teknik pengukuran

  b. Spesifikasi alat yang digunakan

  c. Teknik reduksi

  d. Data-data penunjang yang digunakan (misalnya sumber stasion-stasion acuan pengukuran koordinat dan elevasi, stasion-stasion acuan pengukuran gravitasi, magnetik dll.

  e. Sistem proyeksi, elipsoid dan datum peta yang dipergunakan membuat peta anomali Bouguer, magnetik, tahanan jenis dan lain sebagainya.

  f. Tabel koordinat dan elevasi stasion pengukuran, lengkap dengan dengan keterangan sistem proyeksi, elipsoid dan datumnya.

  g. Tabel data mentah yang lengkap sehingga memungkinkan untuk dapat diolah kembali.

  Misalnya pada survei gravitasi harus mencantumkan tabel harga gravitasi, koreksi medan dan anomali Bouguer lengkap dengan keterangan rumus gravitasi normal dan berat jenis yang digunakan.

  h. Informasi kesalahan total dari masing-masing komponen pengukurannya. Hal-hal tersebut di atas harus benar-benar diawasi agar diperoleh hasil akhir yang lengkap, mudah dipahami, diolah, dikombinasi dan diinterpretasi.

  3.15

  3.3.3. Komposisi tim dan jadual pengukuran

  Komposisi tim dan jadwal pengukuran sangat menentukan optimasi biaya survei. Hal ini merupakan potensi problem cukup besar yang harus diantisipasi. Dengan perencanaan komposisi tim yang tepat untuk pengukuran koordinat, elevasi dan parameter geofisika lainnya, akan sangat menghemat biaya. Untuk merencana komposisi tim tersebut harus diketahui terlebih dahulu mengenai: a. Kecepatan produksi masing-masing tim.

  b. Ketahanan pelaksana-pelaksana pengukuran di lapangan.

  c. Kemungkinan hilangnya waktu akibat logistik, cuaca, alam dan lain-lain. Dari perpaduan perhitungan dari komponen-komponen tersebut dapat menentukan komposisi dan skedul tim pengukuran di lapangan.

  3.3.4. Komunikasi

  Sistem komunikasi pada pelaksana survei geofisika merupakan potensi problem yang cukup serius. Komunikasi antara tim satu dengan lainnya dan antara tim dengan koordinator sangat menentukan optimasi survei, terutama pada survei-survei yang cukup besar volumenya. Maksud komunikasi dalam hal ini bukan masalah bahasa (Inggris, Indonesia, daerah, dll.) tetapi komunikasi dalam arti yang luas. Kesalahan komunikasi akan dapat menurunkan efisiensi dan sekaligus akan menurunkan optimasi survei. Kesalahan komunikasi ini dapat mengakibatkan kerugian hingga 10% dari nilai total pekerjaan. Untuk menghindari hal-hal tersebut harus ditempuh jalan sebagai berikut:

  a. Memilih pelaksana-pelaksana survei yang kompak, dapat bekerja sama dan berkomunikasi antara sesama pelaksana lapangan dan antara pelaksana lapangan dengan koordinator lapangan.Meskipun seseorang sangat ahli dalam bidangnya tapi bila sulit bekerja sama dan berkomunikasi, disarankan untuk tidak digunakan dalam melaksanakan survei.

  b. Pelaksanaan komunikasi diharuskan dengan cara yang sederhana, mudah dimengerti dan tidak mempunyai arti ganda.

  c. Menyeragamkan isyarat komunikasi, nama dan sistematika berpikir.

  d. Segala komunikasi harus disampaikan secara jelas dan lengkap, tidak boleh memotong informasi dengan mengasumsikan bahwa yang diajak berkomunikasi sudah mengetahui maksudnya.

  e. Tidak boleh mencampurkan antara data, interpretasi dan asumsi.

  f. Mengusahakan sesering mungkin mengadakan rapat lapangan bersama, dengan selalu menyimpulkan semua hasil pembicaraan dan tindakan yang harus dilaksanakan. Dengan dilaksanakannya hal-hal tersebut di atas, diharapkan dapat memperkecil kesalahan komunikasi sehingga akan memperkecil pula kerugian yang diakibatkannya.

  3.3.5. Pelaksanaan Logistik Dan Kerawanan Lingkungan

  Kondisi medan suatu survei geofisika sangat menentukan pelaksanaan logistiknya. Kondisi medan ini meliputi hal-hal sebagai berikut: a. topografi

  b. elevasi rata-rata

  c. vegetasi (hutan, semak, kebun, sawah, dsb.) d. infrastruktur (jalan, mobil, jalan setapak, perumahan, pasar, listrik, air, dsb.).

  e. cuaca

  3.16 Kondisi topografi, elevasi rata-rata, vegetasi, dan cuaca akan menentukan kecepatan produksi

  survei secara langsung. Kondisi topografi, infrastruktur dan cuaca akan menentukan pelaksanaan logistik yang pada gilirannya juga mempengaruhi kecepatan produksi survei geofisika secara tidak langsung. Semakin jelek kondisi kondisi topografi, infrastruktur dan cuaca akan semakin sulit pengaturan logistiknya, sehingga akan memerlukan biaya tambahan yang semakin besar. Banyak potensi problem dalam melaksanakan logistik, antara lain meliputi bidang:

  a. Transportasi

  b. Akomodasi

  c. Pengadaan bahan makanan d. Pengadaan bahan survei.

  3.3.5.1. Transportasi

  Agar memperoleh hasil yang optimal, pelaksanaan transpor survei harus dilakukan dengan mempertimbangkan secara terpadu dari jumlah kendaraan, jenis kendaraan, keamanan pengangkutan dan kondisi cuaca. Jumlah kendaraan harus benar-benar disesuaikan dengan dengan jumlah personel, material maupun alat-alat yang diangkut. Optimasi biaya pengangkutan dan beban biaya kerja, sangat diperlukan untuk memperoleh hasil optimal. Kecerdikan memilih jenis kendaraan mobil, kapal air ataupun helikopter sangat diperlukan agar tidak menimbulkan kesulitan. Selain hal-hal tersebut pengetahuan mengenai cuaca sangat diperlukan untuk memilih jenis kendaraan dan waktu penggunaannya. Kondisi jalan yang sulit dan cuaca ynag jelek harus benar-benar dipertimbangkan dalam melakukan transportasi karena akan sangat mempengaruhi keselamatan kerja. Untuk mempermudah mempelajari hubungan cuaca dengan transportasi survei, dibuat tabel kemungkinan-kemungkinan kejadian pada beberapa kondisi medan dan cuaca (lihat Tabel 3.4).

  Khusus pada lokasi-lokasi survei geofisika yang terletak di pantai-pantai atau kepulauan dengan menggunakan transportasi laut, harus benar-benar memperhatikan kondisi cuaca dan gelombang. Untuk melengkapi informasi Tabel 3.4, kondisi cuaca global di seluruh Indonesia ditunjukkan oleh gambar-gambar arah angin pada Apendiks bab ini. Diharapkan segala kemungkinan kejadian yang telah diuraikan dapat menambah wawasan untuk merencana survei serta melakukan antisipasinya di lapangan.

  3.3.5.2. Akomodasi

  Luasnya daerah jangkauan survei dan kondisi infrastruktur sangat menentukan biaya akomodasi personel dan peralatan. Cara akomodasi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa alternatif yaitu:

  a. sentral akomodasi (menggunakan sebuah base camp)

  b. akomodasi menyebar (semua tim pengukuran flying camp) c. campuran (menggunakan sistem flying camp dan beberapa sub base camp dan base camp).

  

Tabel 3.4

KONDISI UMUM CUACA

DARI BERBAGAI MEDAN SURVEI

  Medan survei Kondisi musim Musim hujan Musim peralihan Musim kemarau

  Elevasi di bawah 1500 m Biasanya hujan Kadang-kadang hujan disertai angin kencang

  Tidak hujan Elevasi di atas 1500 – 2000 m

  Hujan dan sering berkabut setelah jam

  13.00 Kadang-kadang hujan dengan angin kencang dan sering berkabut setelah jam

  13.00 Tidak hujan dan kadang- kadang berkabut setelah jam 13.00

  Elevasi di atas 2000 m Hujan dan sangat sering berkabut setelah jam 13.00

  Kadang-kadang hujan dengan angin kencang dan sering berkabut setelah jam

  13.00 Sering berkabut setelah jam 13.00 Tempat-tempat khusus

  Perlu pengkajian lebih lanjut Penting diketahui : Pada saat hujan dan kabut tidak dapat dilaksanakan survei topografi.

  Kajian mengenai optimasi penggunaan alternatif tersebut tidak dapat diuraikan di buku ini karena memerlukan uraian dan studi kasus yang cukup banyak. Biasanya optimasi ini dihitung bersamaan dengan optimasi transportasi secara terpadu.

  Pengadaan bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari sangat tergantung pada infrastruktur dan sebaran air permukaan daerah survei geofisika. Sebaran air permukaan yang sehat sangat menentukan sulit tidaknya suatu pengadaan bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari, terutama pada tim-tim pengukuran yang menggunakan sistem fly camp. Seorang perencana survei geofisika dan pelaksana logistik harus mengenal betul kondisi lokal air permukaan tersebut, dan harus jauh lebih hati-hati lagi bila daerah pengukuran (daerah fly camp) terletak di batuan gamping dengan sebaran sangat luas. Daerah-daerah kering seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur perlu pertimbangan yang matang untuk melakukan fly camp.

  3.17

3.3.5.3. Pengadaan Bahan Makanan

  3.18

3.3.5.4. Pengadaan Bahan Survei

  Pengadaan bahan survei beserta penyimpanannya tidak serumit pengadaan bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari karena jumlahnya relatif sedikit. Khusus untuk survei seismik yang memerlukan bahan peledak harus mengikuti petunjuk-petunjuk khusus baik dalam transportasi penyimpanan maupun penggunaannya. Rincian mengenai petunjuk-petunjuk khusus tersebut tidak diuraikan dalam buku ini karena sifatnya yang sangat khusus, detil, lengkap dan panjang uraiannya.

  3.3.6. Kerawanan Lingkungan

  Pelaksanaan survei geofisika di lapangan biasanya tidak memberikan dampak besar terhadap lingkungan. Biasanya dampak besar tidak terjadi pada lingkungan biogeofisik, sosial, ekonomi dan budaya. Dampak-dampak yang terjadi hanya bersifat sementara dan tidak lama. Penyajian informasi lingkungan yang dibuat sebelum survei geofisika dimulai biasanya tidak memberikan isyarat-isyarat yang serius tentang dampak negatif. Meskipun dampak survei terhadap lingkungan relatif kecil tetapi perlu diwaspadai survei-survei yang menggunakan tenaga kerja relatif banyak dan menggunakan bahan peledak (misalnya survei seismik). Khusus jenis survei ini harus benar-benar diantisipasi dampak kecelakaan dan dampak sosial budayanya. Banyaknya tenaga kerja yang kadang-kadang datang dari tempat lain dengan waktu yang relatif lama biasanya dapat mengganggu tatanan budaya di sekitar lokasi survei. Gangguan tersebut biasanya terjadi akibat meledaknya tekanan kebutuhan biologi dari pekerja-pekerja survei. Berdasarkan pengalaman, banyak cara untuk menghindari kejadian-kejadian tersebut, antara lain menghindari waktu kerja yang relatif panjang, menghindari tempat fly camp atau base camp dengan keramaian kampung. Bahkan ada perusahaan minyak yang mensyaratkan dengan ketat bahwa pembuatan suatu base camp survei geofisika harus benar-benar jauh dari kampung. Selain kajian mengenai dampak survei geofisika terhadap lingkungan, perlu dikaji pula daya dukung lingkungan terhadap survei geofisika. Hal ini penting untuk diketahui oleh perencana, pengontrol kualitas dan koordinator survei. Kerawanan daya dukung lingkungan dapat menyebabkan penambahan dana dan menyulitkan pelaksanaan survei. Daya dukung lingkungan tersebut antara lain: a. Sarana infrastruktur di daerah dan di sekitar daerah survei.

  b. Ada tidaknya tenaga kerja lokal yang cocok.

  c. Ada tidaknya budaya-budaya lokal yang mendukung atau bahkan mengganggu terlaksananya survei. Hal-hal di atas harus ikut dipertimbangkan dalam merencana dan melaksanakan survei agar survei berjalan lancar dengan hasil optimal.

  3.3.7. Kondisi Medan Terhadap Kualitas Data

  Sulitnya kondisi medan selain menyulitkan logistik, menurunkan kecepatan produksi juga akan mengakibatkan menurunkan tingkat ketelitian data. Beberapa kondisi medan yang sangat berpengaruh pada kualitas data, yaitu:

  a. kondisi topografi b. kondisi tanah atau litologi.

  c. kondisi nois lokal akibat aktivitas manusia. Penjelasan rinci mengenai pengaruh kondisi-kondisi tersebut terhadap masing-masing metode survei geofisika, diuraikan dalam masing-masing bab yang bersangkutan dengan metode surveinya. Pada bagian ini hanya dijelaskan gambaran umumnya saja.

  3.19

  3.3.7.1. Kondisi Topografi

  Undulasi medan yang tajam akan memerlukan usaha tambahan untuk mengoreksi pada keadaan ideal. Sebagai contoh koreksi terrain dalam survei gravitasi harganya akan meningkat sehingga harus menggunakan teknik-teknik khusus untuk menekan kesalahannya. Pada survei seismik, hal tersebut harus dikoreksi dengan koreksi statik yang dilakukan dengan cara yang ekstra hati-hati. Pada survei tanahan jenis, IP dan elektromagnet juga akan menurunkan kualitas datanya.

  3.3.7.2. Kondisi Tanah Dan Litologi

  Kondisi tanah dan litologi berkaitan erat dengan nois pengukuran geofisika. Bahkan ada beberapa kondisi yang benar-benar tidak dapat dilakukan pengukuran suatu metoda geofisika. Sebagai contoh kondisi tanah berawa-rawa tidak mungkin dapat dilakukan pengukuran tahanan jenis, IP dan sejenisnya karena akan mengakibatkan hubungan singkat arus listriknya. Tanah gembur atau berawa memerlukan teknik khusus dalam pengukuran gravitasi. Tanah sangat kering akan mempersulit pengiriman arus pada survei tahanan jenis, IP, CSAMT dan sebagainya.

  3.3.7.3. Noise lokal akibat aktivitas manusia

  Noise lokal akibat aktivitas manusia sangat berpengaruh pada kualitas data magnetik, CSAMT, elektromagnetik. Meskipun ada beberapa teknik mengatasinya tetapi masih jauh dari apa yang diharapkan, sehingga nois lokal ini benar-benar harus dihindari.

3.4. Managemen Mutu terpadu Menggunakan ISO-9000

  Agar dapat terus menerus mempertahankan kualitas yang dikehendaki oleh pemakai jasa

  

geofisika , hendaknya pelaksana-pelaksana survei geofisika melakukan beberapa tindakan