BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2.1.1 Pengertian Persepsi - Persepsi Orangtua Tunggal Terhadap Perceraian (Studi Kasus Orangtua Tunggal di Dusun III B Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persepsi

2.1.1 Pengertian Persepsi

Didalam kehidupan bahwa setiap manusia tidak dapat lepas dari lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. Sejak manusia dilahirkan, pada hakekatnya secara langsung berhubungan dengan dunia sekitarnya secara sadar atau tidak sadar menerima stimulus dari luar dirinya. (Walgito, 2002:87)

Secara etimologis persepsi atau dalam bahasa inggris perception berasal dari bahasa Latin perception; dari percipere, yang artinya menerima atau mengambil. (Sobur, 2003:445) Persepsi seseorang bisa diartikan sebagai proses, pemahaman terhadap sesuatu informasi yang disampaikan oleh orang lain yang saling berkomunikasi, berhubungan atau kerjasama. Jadi setiap orang tidak terlepas dari persepsi. Stimulus yang diinderakan itu kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterpretasikan, sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang sedang diindera, dan proses tersebut disebut dengan persepsi. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa stimulus diterima oleh alat indra, yaitu yang dimaksud dengan penginderaan, dan melalui proses penginderaan tersebut stimulus itu menjadi sesuatu yang berarti setelah diorganisasikan dan diinterpretasikan. (Walgito, 2010:99)

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan yang dilakukan oleh tubuh terhadap stimulus yang diterima tubuh melalui alat penginderaan atau juga bisa disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak terhenti begitu saja, melainkan diteruskan menjadi proses pengamatan seseorang terhadap objek yang ada disekitarnya. Pengamatan seseorang terhadap stimulus atau objek yang ada disekitarnya akan berbeda dengan orang lain hal ini dikarenakan tingkat Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan yang dilakukan oleh tubuh terhadap stimulus yang diterima tubuh melalui alat penginderaan atau juga bisa disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak terhenti begitu saja, melainkan diteruskan menjadi proses pengamatan seseorang terhadap objek yang ada disekitarnya. Pengamatan seseorang terhadap stimulus atau objek yang ada disekitarnya akan berbeda dengan orang lain hal ini dikarenakan tingkat

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2005:807) persepsi didefinisikan sebagai tanggapan atau penerimaan langsung dari sesuatu, atau merupakan proses seseorang untuk mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Jadi secara umum, persepsi dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pengelompokan dan penginterprestasian berdasarkan pengalaman tentang peristiwa yang diperoleh melalui panca inderanya untuk menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Menurut Devito, persepsi adalah proses ketika kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang memengaruhi indra kita. Yusuf menyebut persepsi sebagai proses seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indra-indra yang dimilikinya. Rakhmat menyatakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Pareek memberikan definisi yang lebih luas yaitu, persepsi dapat didefinisikan sebagai proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi kepada rangsangan pancaindra atau data (Sobur, 2003:446)

Persepsi adalah inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsi yang menentukan kita memilih pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai Persepsi adalah inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsi yang menentukan kita memilih pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai

Menurut (Adi Rukminto, 2004:17) didalam membicarakan persepsi maka ada beberapa hal yang penting yaitu :

A. Impression Formation Proses dimana informasi tentang orang lain diubah menjadi

pengetahuan/pemikiran yang relatif menetap pada orang tersebut. Sedangkan Impression Formation ini terbentuk melalui :

a. Pengkategorian (klasifikasi) berdasarkan teori kepribadian yang implisit (Implicit Personality Theory)

b. Mempertimbangkan/kombinasi segi positif dan negatif

c. Praduga (stereotip)

B. Attribution Morgan King, Weisz dan Schopler melibatkan bahwa Attribution dan Inferences

terjadi karena manusia tidak mempunyai akses untuk mengetahui pikiran, motif maupun perasaan seseorang. Dengan membuat atribusi berdasarkan perilaku tertentu yang dilakukan seseorang, kita dapat meningkatkan kemampuan yang akan dilakukan orang tertentu pada saat yang lain.

C. Social Relationship Kehadiran orang lain mempengaruhi tingkah laku. Bentuk tingkah laku dapat

terbentuk karena :

a. Imitasi (peniruan)

b. Konformitas (mirip imitasi tetapi ada sanksi jika tidak ditiru)

c. Kepatuhan (banyak dilakukan dalam militer, dengan tingkat sanksi yang berat) c. Kepatuhan (banyak dilakukan dalam militer, dengan tingkat sanksi yang berat)

2.1.2 Faktor-Faktor yang Berperan dalam Persepsi

Seseorang belum tentu mempunyai persepsi yang sama tentang suatu objek yang sama. Perbedaan ini ditentukan bukan hanya pada stimulusnya sendiri, tetapi juga pada latar belakang keadaan stimulus itu. Persepsi adalah merupakan bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengalaman. Menurut Stephen P. Robins (2000:50) ada tiga faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang :

1. Diri orang yang bersangkutan (Individu) Individu dalam membuat suatu persepsi akan dilatarbelakangi oleh kemampuan individu untuk mempelajari sesuatu (attitude), motivasi individu untuk membuat persepsi tentang sesuatu tersebut, kepentingan individu terhadap sesuatu yang dipersepsikan, pengalaman individu dalam menyusun persepsi, serta harapan individu dalam menentukan persepsi tersebut. Apabila seseorang melihat dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihat itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut berpengaruh seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan.

2. Sasaran persepsi tersebut (Target) Gangguan yang ada dalam menyusun persepsi sebagai gangguan dalam menentukan target atau persepsi, biasanya adalah objek yang akan dipersepsikan merupakan perihal yang benar-benar baru (novelty), adanya gambaran hidup yang mempengaruhi dalam membentuk persepsi (motion), suara–suara yang timbul pada 2. Sasaran persepsi tersebut (Target) Gangguan yang ada dalam menyusun persepsi sebagai gangguan dalam menentukan target atau persepsi, biasanya adalah objek yang akan dipersepsikan merupakan perihal yang benar-benar baru (novelty), adanya gambaran hidup yang mempengaruhi dalam membentuk persepsi (motion), suara–suara yang timbul pada

3. Faktor situasi Persepsi dilihat secara kontekstual yang dalam situasi mana persepsi itu timbul, perlu pula mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berpesan dalam penumbuhan persepsi seseorang. Situasi dalam menyusun suatu persepsi ditentukan momen yang tepat, bangunan atau struktur dari objek yang dipersepsikan, serta kebiasaan yang berlaku dalam sosial masyarakat dalam merumuskan persepsi.

Latar belakang yang dimaksud mencakup pengalaman-pengalaman sensoris, perasaan saat terjadinya suatu peristiwa, prasangka, keinginan, sikap, dan tujuan. Persepsi dipengaruhi beberapa faktor (Arikunto 2004:19), yaitu :

1. Ciri khas objek stimulus yang memberikan nilai bagi orang yang mempersiapkannya dan seberapa jauh objek tertentu dapat menyenangkan bagi seseorang.

2. Faktor-faktor pribadi termasuk di dalamnya ciri khas individu, seperti taraf kecerdasan, minat, emosional dan lain sebagainya.

3. Faktor pengaruh kelompok, artinya respon orang lain di lingkungannya dapat memberikan arah kesuatu tingkah laku.

4. Faktor perbedaan latar belakang tingkah laku kultural (kebiasaan).

Sedangkan menurut Walgito (2003:89), faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan adanya beberapa faktor, yaitu :

1. Objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersiapkannya tetapi juga dapat datang dari dalam individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf yang bekerja sebagai reseptor.

2. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf

Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus di samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran.

3. Perhatian

Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditunjukkan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.

Faktor – faktor yang melatarbelakangi persepsi seseorang terhadap sesuatu hal (Bimo Walgito, 2010), yaitu berdasarkan :

1. Faktor Intern, meliputi :

a. Perasaan, merupakan suatu keadaan dalam diri individu sebagai suatu akibat dari yang dialaminya atau yang dipersepsinya.

b. Pengalaman, merupakan kejadian yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung dan sebagainya) baik yang sudah lama atau baru saja terjadi. Pengalaman bisa berupa pengalaman menyenangkan, mengejutkan ataupun memalukan b. Pengalaman, merupakan kejadian yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung dan sebagainya) baik yang sudah lama atau baru saja terjadi. Pengalaman bisa berupa pengalaman menyenangkan, mengejutkan ataupun memalukan

2. Faktor Ekstern, meliputi :

a. Pendidikan, adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak.

b. Latar belakang keluarga, yaitu bagaimana karakteristik dan tingkatan kehidupan kelompok yang terdiri dari sekumpulan orang dalam satu kesatuan yang terikat hubungan darah

c. Norma agama, petunjuk hidup yang berasal dari Tuhan yang disampaikan melalui utusan-Nya yang berisi perintah, larangan dan anjuran-anjuran.

d. Sosial budaya, merupakan segala sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat yang menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut.

2.1.3 Terjadinya Persepsi

Proses terjadinya persepsi dapat dijelaskan sebagai berikut. Suatu objek menimbulkan stimulus, lalu stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kealaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini yang disebut sebagai proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses diotak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, apa yang didengar, atau apa yang diraba. Proses yang terjadi dalam otak atau dalam pusat kesadaran inilah yang disebut sebagai proses psikologis. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa taraf terakhir dari proses persepsi ialah individu menyadari tentang misalnya apa yang dilihat, atau apa yang didengar atau apa yang diraba, yaitu stimulus yang diterima melalui alat indera. Proses ini merupakan proses terakhir dari persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk. (Walgito, 2002:90)

Seorang individu tidak hanya dikenal oleh satu stimulus saja, tetapi individu dikenal berbagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan sekitarnya, namun demikian tidak semua stimulus mendapatkan respon individu untuk dipersepsi.

Secara skematis hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

SP RESPON

St = Stimulus SP = Struktur Pribadi individu Fi = Faktor intern

Gambaran tersebut memberikan gambaran bahwa individu menerima bermacam-macam stimulus yang datang dari lingkungan. Tetapi tidak semua stimulus akan diperhatikan atau akan diberikan respon. Individu mengadakan seleksi terhadap stimulus yang mengenainya. Sebagai akibat dari stimulus yang dipilihnya dan diterima oleh individu, individu menyadari dan memberikan respon sebagai reaksi terhadap stimulus tersebut. (Walgito, 2002:91) Adapun proses persepsi menurut Udai Pareek (Sobur, 2003:451-455), antara lain :

1. Proses menerima rangsangan Proses pertama dalam persepsi adalah rangsangan atau data dari berbagai sumber. Kebanyakan data diterima melalui panca indera. Kita melihat sesuatu, mendengar, mencium, merasakan, atau menyentuhnya, sehingga kita mempelajari segi – segi lain dari sesuatu itu.

2. Proses menyeleksi rangsangan Setelah diterima, rangsangan atau data diseleksi. Tidaklah mungkin untuk memperhatikan semua rangsangan yang telah diterima. Demi menghemat perhatian yang digunakan, rangsangan – rangsangan itu disaring dan diseleksi untuk proses lanjut. Ada dua kumpulan faktor menentukan seleksi rangsangan itu, yaitu :

a. Faktor – Faktor Intern

1) Kebutuhan psikologis Kebutuhan seseorang mempengaruhi persepsinya. Kadang–kadang, ada hal yang “kelihatan” (yang sebenarnya tidak ada), karena kebutuhan psikologis. Misalnya, seseorang yang haus bisa melihat air di banyak tempat; fatamorgana seperti itu biasa sekali terjadi di padang pesisir. Jika seseorang kehilangan hal tertentu yang dibutuhkan, mereka lebih sering melihat barang itu.

2) Latar belakang Latar belakang mempengaruhi hal – hal yang dipilih dalam persepsi. Orang–orang dengan latar belakang tertentu mencari orang – orang dengan latar belakang yang sama.

3) Pengalaman Pengalaman mempersiapkan seseorang untuk mencari orang–orang, hal– hal, dan gejala–gejala yang mungkin serupa dengan pengalaman pribadinya. Seseorang yang mempunyai pengalaman buruk dalam bekerja dengan jenis orang tertentu, mungkin akan menyeleksi orang–orang ini untuk jenis persepsi tertentu.

4) Kepribadian

Kepribadian juga mempengaruhi persepsi. Seorang yang introvert mungkin akan tertarik kepada orang–orang yang serupa atau sama sekali berbeda. Berbagai faktor dalam kepribadian mempengaruhi seleksi dalam persepsi.

5) Sikap dan kepercayaan umum Sikap dan kepercayaan umum juga mempengaruhi persepsi, orang–orang yang mempunyai sikap tertentu terhadap wanita atau pria yang termasuk kelompok bahasa tertentu, besar kemungkinan akan melihat berbagai hal kecil yang tidak diperhatikan oleh orang lain.

6) Penerimaan diri Penerimaan diri merupakan sifat penting yang mempengaruhi persepsi. Beberapa telah menunjukkan bahwa mereka yang lebih ikhlas menerima kenyataan diri akan lebih tepat menyerap sesuatu daripada mereka yang kurang ikhlas menerima realitas dirinya. Untuk yang terakhir ini cenderung mengurangi kecermatan persepsi. Implikasi dari fakta ini ialah kecermatan persepsi dapat ditingkatkan dengan membantu orang–orang untuk lebih menerima diri mereka sendiri.

b. Faktor – Faktor Ekstern

1) Intensitas Pada umumnya, rangsangan yang lebih intensif mendapatkan lebih banyak tanggapan daripada rangsangan yang kurang intens.

2) Ukuran Pada umumnya, benda–benda yang lebih besar lebih menarik perhatian. Barang yang lebih besar lebih cepat dilihat.

3) Kontras

Hal–hal lain dari biasa kita lihat akan cepat menarik perhatian. Jika orang biasa mendengar suara tertentu dan sekonyong–sekonyongnya ada perubahan dalam suara itu, hal itu akan menarik perhatian. Banyak orang secara sadar atau tidak, melakukan hal–hal yang aneh untuk menarik perhatian. Perilaku yang luar biasa menarik perhatian karena prinsip- prinsip perbedaan itu.

4) Gerakan Hal–hal yang bergerak lebih menarik perhatian daripada hal yang diam.

5) Ulangan Biasanya hal–hal yang terulang dapat menarik perhatian. Akan tetapi, ulangan yang terlalu sering dapat menghasilkan kejenuhan semantik dan dapat kehilangan arti perseptif.

6) Keakraban Hal–hal yang akrab atau dikenal lebih menarik perhatian. Hal ini terutama jika hal tertentu tidak diharapkan dalam rangka tertentu.

7) Sesuatu yang baru Faktor ini kedengarannya bertentangan dengan faktor keakraban. Akan tetapi, hal–hal baru juga menarik perhatian. Jika orang sudah biasa dengan kerangka yang sudah dikenal, sesuatu yang baru menarik perhatian.

3. Proses Pengorganisasian Rangsangan yang diterima selanjutnya diorganisasikan dalam suatu bentuk. Ada tiga dimensi utama dalam pengorganisasian ransangan (Sobur, 2003:462-464), yaitu: 3. Proses Pengorganisasian Rangsangan yang diterima selanjutnya diorganisasikan dalam suatu bentuk. Ada tiga dimensi utama dalam pengorganisasian ransangan (Sobur, 2003:462-464), yaitu:

1) Kesamaan, rangsangan–rangsangan yang mirip dijadikan satu kelompok.

2) Kedekatan, hal–hal yang lebih dekat antara satu dan yang lain juga dikelompokkan menjadi satu.

3) Ada suatu kecenderungan untuk melengkapi hal–hal yang dianggap belum lengkap.

b. Bentuk timbul dan latar Prinsip lain dari dalam mengatur rangsangan disebut bentuk timbul dan latar. Hal ini merupakan salah satu proses persepsi yang paling menarik dan paling pokok. Dalam melihat rangsangan atau gejala ada kecenderungan untuk memusatkan perhatian pada gejala–gejala tertentu yang timbul menonjol, sedangkan rangsangan atau gejala lainnya berasa di latar belakang.

c. Kemampuan persepsi Ada suatu kecenderungan untuk menstabilkan persepsi, dan perubahan- perubahan konteks tidak mempengaruhinya. Dunia persepsi diatur menurut prinsip kemantapan. Dalam persepsi dunia tiga dimensional, faktor ketetapan memainkan peranan yang penting.

4. Proses penafsiran Setelah rangsangan atau data diterima dan diatur, sipenerima lalu menafsirkan data itu dengan berbagai cara. Dikatakan bahwa telah terjadi persepsi setelah data itu ditafsirkan. Persepsi pada pokoknya memberikan arti pada berbagai data dan informasi yang diterima.

5. Proses pengecekan Sesudah data diterima dan ditafsirkan, sipenerima mengambil beberapa tindakan untuk mengecek apakah penafsirannya benar atau salah. Proses pengecekan ini mengklaim terlalu cepat dilakukan dari waktu ke waktu untuk menegaskan apakah penafsiran atau persepsi dibenarkan atau data baru. Data atau kesan–kesan itu dicek dengan menanyakan kepada orang–orang lain mengenai persepsi mereka.

6. Proses reaksi Tahap terakhir dari proses perceptual ialah bertindak sehubungan dengan apa yang telah diserap. Hal ini biasanya dilakukan jika seseorang berbuat suatu sehubungan dengan persepsinya. Misalnya, seseorang bertindak sehubungan dengan persepsi yang baik atau yang buruk yang telah dibentuknya. Lingkaran persepsi itu belum sempurna sebelum menimbulkan suatu tindakan. Lingkaran persepsi ini bisa tersembunyi dan bisa pula terbuka. Tindakan tersembunyi berupa pembentukan pendapat atau sikap, sedangkan tindak yang terbuka berupa tindakan nyata sehubungan dengan persepsi itu. Satu gejala yang telah menarik perhatian sehubungan dengan tindakan tersembunyi ialah “pembentukan kesan”. Pembentukan kesan ialah cara seorang pencerap membentuk kesan tertentu atas suatu obyek atau atas seseorang menurut ciri–ciri yang diserapnya, atau data yang ia terima dari berbagai sumber.

2.1.4 Objek Persepsi

Objek yang dapat dipersepsi sangat banyak, yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar manusia. Persepsi manusia sebenarnya terbagi dua yakni persepsi objek (lingkungan fisik) dan persepsi terhadap manusia. Persepsi manusia lebih sulit dan Objek yang dapat dipersepsi sangat banyak, yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar manusia. Persepsi manusia sebenarnya terbagi dua yakni persepsi objek (lingkungan fisik) dan persepsi terhadap manusia. Persepsi manusia lebih sulit dan

Perbedaan persepsi terhadap objek dengan persepsi sosial

a. Persepsi terhadap objek melalui lambing-lambang fisik sedangkan persepsi terhadap orang melalui lambang-lambang verbal dan nonverbal. Manusia lebih aktif daripada kebanyakan objek dan lebih sulit diramalkan.

b. Persepsi terhadap objek menanggapi sifat-sifat luar sedangkan persepsi terhadap manusia menanggapi sifat-sifat luar dan dalam (perasaan, motif, harapan dan sebagainya). Kebanyakan objek tidak mempersepsi kita ketika kita mempersepsi objek. Akan tetapi manusia mempersepsi kita pada saat kita mempersepsi mereka. Dengan kata lain persepsi terhadap manusia lebih interaktif.

c. Objek tidak bereaksi, sedangkan manusia bereaksi. Dengan kata lain objek bersifat statis sedangkan manusia bersifat dinamis. Oleh karena itu persepsi terhadap manusia dapat berubah dari waktu ke waktu, lebih cepat daripada persepsi terhadap objek. Oleh karena itu juga, persepsi terhadap manusia lebih beresiko daripada terhadap objek (Walgito, 2002:96).

1. Persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) Dalam mempersepsi lingkungan fisik, kita terkadang melakukan kekeliruan.

Kondisi mempengaruhi kita terhadap suatu benda. Misalnya ketika merasa kepanasan di tengah gurun. Kita tidak jarang akan melihat fatamorgana. Ketika kita disuruh mencicipi suatu masakan, mungkin pendapat kita akan berbeda dengan orang lain karena kita memiliki persepsi yang berbeda. Latar belakang pengalaman, budaya Kondisi mempengaruhi kita terhadap suatu benda. Misalnya ketika merasa kepanasan di tengah gurun. Kita tidak jarang akan melihat fatamorgana. Ketika kita disuruh mencicipi suatu masakan, mungkin pendapat kita akan berbeda dengan orang lain karena kita memiliki persepsi yang berbeda. Latar belakang pengalaman, budaya

2. Persepsi terhadap manusia (persepsi sosial) Proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian yang kita alami dalam

lingkungan kita. Manusia selalu memikirkan orang lain dan apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya, dan apa yang orang pikirkan mengenai apa yang ia pikirkan mengenai orang lain itu dan seterusnya ( R.D Laing ). Kita mempersepsi orang melalui:

a. Proxemics

: Jarak ketika orang berkomunikasi

b. Kinesis

: Gerakan, isyarat

c. Petunjuk wajah

: Sedih, senang

d. Paralinguistik

: Dialek, bahasa, intonasi

e. Artifaktual

2.1.5 Bentuk-Bentuk Persepsi

Persepsi secara umum merupakan suatu tanggapan terhadap suatu objek yang dilihat. Bentuk-bentuk persepsi adalah pandangan yang berdasarkan penilaian terhadap suatu objek yang terjadi, kapan saja dan dimana saja jika stimulus mempengaruhinya. Dengan demikian dapat diketahui ada dua bentuk persepsi yaitu yang bersifat positif dan negatif.

1. Persepsi Positif Persepsi positif yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu objek dan

menuju pada suatu keadaan dimana subjek yang mempersepsikan cenderung menerima objek yang ditangkap karena sesuai dengan pribadinya.

2. Persepsi Negatif Persepsi negatif yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu objek dan

menunjukkan pada keadaan dimana subjek yang mempersepsikan cenderung menolak objek yang ditangkap karena tidak sesuai dengan pribadinya (Bimo Walgito, 2010:103).

2.2 Orangtua Tunggal

2.2.1 Pengertian Orangtua Tunggal

Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Ayah dan ibu berperan sebagai orang tua bagi anak-anaknya. Namun, dalam kehidupan nyata sering dijumpai keluarga dimana salah satu orang tuanya tidak ada lagi. Keadaan ini menimbulkan apa yang disebut dengan keluarga single parent.

Orangtua tunggal adalah keluarga yang terdiri dari orangtua tunggal baik ayah atau ibu sebagai akibat perceraian dan kematian. Orangtua tunggal juga dapat terjadi pada lahirnya anak tanpa ikatan perkawinan yang sah dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab ibu. Keluarga orangtua tunggal dapat diakibatkan oleh perceraian, kematian, orangtua angkat, dan orangtua yang terpisah tempat tinggalnya (Suhendi dan Wahyu, 2001:401)

Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga dengan single parent adalah keluarga yang hanya terdiri dari satu orang tua yang dimana mereka secara sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan, tanggung jawab pasangannya dan hidup bersama dengan anak-anaknya dalam satu rumah.

2.2.2 Bentuk – Bentuk Orangtua Tunggal

Ada banyak penyebab yang mengakibatkan peran orangtua yang lengkap dalam sebuah rumah tangga menjadi tidak sempurna. Hal ini bisa disebabkan banyak faktor diantaranya:

1.Jikalau pasangan hidup meninggal dunia, otomatis itu akan meninggalkan seseorang sebagai orang tua tunggal.

2.Jika pasangan hidup meninggalkan atau untuk waktu yang sementara namun dalam kurun yang panjang. Misalkan ada suami yang harus pergi ke pulau lain atau ke kota lain guna mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.

3. Akibat perceraian.

4.Orangtua angkat.

2.2.3 Sebab - Sebab Orangtua Tunggal

Goode, William. J (2007:184), keluarga single parent atau keluarga dengan orangtua tunggal adalah keluarga yang mengalami kekacauan keluarga yakni pecahnya suatu unit keluarga, terputus atau retaknya struktur peran sosial apabila salah satu atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban peran secukupnya. Terjadinya kekacauan dalam keluarga disebabkan sebagai berikut :

a. Ketidaksahan Ketidaksahan merupakan unit keluarga tidak lengkap, hal ini diakibatkan karena

ayah atau ibu tidak ada, seperti terjadinya kehamilan diluar nikah atau fenomena bagi seorang wanita atau laki-laki yang tidak mau menikah kemudian mengadopsi anak. Oleh karena itu tidak menjalankan kewajiban sesuai dengan peranannya.

b. Pembatalan, perpisahan, perceraian dan meninggalkan

Terputusnya keluarga akibat salah satu atau pasangan baik dari ayah atau ibu memutuskan untuk berpisah atau bercerai dengan alasan tidak ada lagi kecocokan, kekerasan dalam rumah tangga, adanya konflik atau pertengkaran yang berkepanjangan. Sehingga untuk selanjutnya salah satu pasangan tidak melaksanakan kewajiban perannya lagi.

c. Keluarga selaput kosong

Dalam hal ini keluarga tetap tinggal bersama tetapi tidak saling menyapa, tidak rukun, dan tidak saling bekerjasama, serta tidak ada rasa kasih sayang, sehingga keluarga dianggap gagal dalam memberikandukungan emosional antar anggota keluarga.

d. Ketiadaan seorang dari pasangan karena hal yang tidak diinginkan

Keadaan keluarga yang terpecah atau tidak utuh disebabkan karena ayah atau ibu meninggal, dipenjara, dalam peperangan, dalam bencana dan lain-lain, hal ini akan menimbulkan kehilangan dan kesedihan yang mendalam bagi anggota keluarga.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluarga yang mengakibatkan seseorang menjadi orangtua tunggal yang berarti akan membawa seseorang untuk beradaptasi dengan kondisi yang baru yakni penambahan peran dan serangkaian tugas-tugas ganda yang harus dilakukan. Orangtua tunggal yang disebabkan karena adanya hubungan diluar nikah atau bagi seorang wanita atau laki-laki yang tidak mau menikah kemudian mengadopsi anak pada kasus ini dibutuhkan motivasi dan dukungan yang lebih dari keluarganya karena perlu kesiapan yang matang baik secara mental maupun finansial untuk menjadi orangtua tunggal. Sedang orangtua Perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluarga yang mengakibatkan seseorang menjadi orangtua tunggal yang berarti akan membawa seseorang untuk beradaptasi dengan kondisi yang baru yakni penambahan peran dan serangkaian tugas-tugas ganda yang harus dilakukan. Orangtua tunggal yang disebabkan karena adanya hubungan diluar nikah atau bagi seorang wanita atau laki-laki yang tidak mau menikah kemudian mengadopsi anak pada kasus ini dibutuhkan motivasi dan dukungan yang lebih dari keluarganya karena perlu kesiapan yang matang baik secara mental maupun finansial untuk menjadi orangtua tunggal. Sedang orangtua

2.2.4. Akibat Orangtua Tunggal

Setiap status dan peranan yang dimiliki oleh seseorang memiliki akibat, termasuk juga status menjadi orangtua tunggal, berikut beberapa akibat yang ditimbulkan karena perubahan status menjadi orangtua tunggal Goode, William. J (2007:190) :

1. Peran Ganda Seseorang yang menjadi orangtua tunggal terdapat proses penyesuaian

kembali (readjustment) dalam hal perubahan sebagai suami-istri dan memperoleh peran baru, salah satu contoh penyesuaian yang dimaksud adalah dalam hal ekonomi, seperti diketahui bahwa masalah makin meningkatnya kebutuhan hidup akan lebih berat jika dialami, khususnya oleh orangtua tunggal wanita yang sebelumnya menggantungkan hidup pada seorang suami atau memilih tidak bekerja. Banyak wanita yang setelah menikah dilarang bekerja oleh suaminya untuk mengurus keluarga. Pada saat ditinggalkan oleh suaminya (meninggal atau bercerai), tidak ada kestabilan secara ekonomi. Saat mencoba mencari pekerjaan, tingkat penghasilan tidak terlalu besar karena faktor pengalaman kerja yang masih minim. Belum lagi belum terbiasa dalam mengurus keluarga sekaligus mencari nafkah, sehingga hal ini menambah hal persoalan ekonomi.

Keadaan akan menjadi sulit apabila jika anak tidak mempunyai ayah yang sah. Misalkan saja anak yang orangtuanya tidak menikah tidak diakui oleh keluarga ayahnya, dan baik ayah maupun keluarganya hanya mempunyai sedikit kewajiban Keadaan akan menjadi sulit apabila jika anak tidak mempunyai ayah yang sah. Misalkan saja anak yang orangtuanya tidak menikah tidak diakui oleh keluarga ayahnya, dan baik ayah maupun keluarganya hanya mempunyai sedikit kewajiban

2. Krisis Percaya Diri Masalah utama orangtua tunggal adalah masalah kepercayaan diri orangtua

tunggal di tengah masyarakat, orangtua tunggal karena bercerai kehilangan kehormatannya ditengah-tengah masyarakat walaupun ia tidak dikucilkan sama sekali. Orangtua tunggal yang hidup pada masyarakat yang memegang nilai-nilai ketimuran, diharapkan untuk tidak langsung menikah pasca pasangannya meninggal atau bercerai, apabila hal tersebut tidak memenuhi harapan, maka akan menjadi bahan gunjingan masyarakat yang tentu saja menurunkan kepercayaan diri seseorang atau individu yang sudah tidak memiliki pasangan.

3. Kenakalan Remaja Rumah tangga yang mengalami disorganisasi dikarenakan perceraian

umumnya berdampak pada timbulnya kenakalan pada remaja, khususnya angka kenakalan remajalebih tinggi pada remaja yang mengalami disorganisasi keluarga karena orangtuanya bercerai daripada yang disebabkan oleh kematian salah satu orangtuanya, kenakalan remaja ini timbul karena ketiadaan model peran yang memuaskan bagi anak untuk dijadikan contoh bagi anak untuk melakukan penyesuaian terhadap peraturan-peraturan sosial.

2.2.5. Dampak – Dampak Orangtua Tunggal

Ada tiga dampak umum menjadi orangtua tunggal (Egelman, 2004:80), yaitu:

a.Multitaskingyaitu konflik peran yang muncul pada orangtua tunggalkarena banyaknya peran yang harus mereka lakukan dalam waktu yang bersamaan. b.Solo parentingyaitu kesulitan orang tua single parentdalam menghadapiperilaku anak karena mereka sudah tidak memiliki pasangan sebagai teman berbagi dalam menyelesaikan masalah keluarga, terutama dalam mengurus anak. Hal yang sangat diharapkan dari orangtua saat ini adalah bahwa semua orangtua harus sempurna, sehingga tentunya hal ini menjadisesuatu yang sulit bagi orangtua baik yang single parentmaupun bagi keluarga yang utuh. Mereka harus mampu memberikan dukungan finansial, emosi dan intelektual yang dibutuhkan anak untuk menciptakan emosional yang sehat dan kesuksesan finansial kelak ketika anak menjadi dewasa. c.Issues of selfyaitu self imageyang dimiliki oleh orangtua atau single parent yang akan berpengaruh terhadap kualitasnya sebagai orangtua. Issues of self, merupakan keadaan dimana orangtua tunggal akan mengalami stress dan kebutuhan pribadinya yang luastidak dapat dipenuhi. Orangtua tunggal berharap dapat melanjutkan pendidikannya, pekerjaannya dan mempunyai kehidupan sosial yang baik. Namun, hal ini akan menjadi sulit karena mereka tidak memiliki waktu yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhannya tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangtua yang positif berhubungan dengan orangtua yang memiliki self imageyang positif. Jika orang dewasa tidak memiliki kesempatan untuk bertumbuh dan mengembangkan pengalaman yang positif pada dirinya, maka kualitasnya sebagai orang tua akan berkurang.

2.3 Perceraian

2.3.1 Pengertian Perceraian

Perceraian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti perihal berceraiantara suami dan istri, yangkata “bercerai” itu sendiri artinya menjatuhkan talak atau memutuskan hubungan sebagai suami isteri.

Menurut KUH Perdata Pasal207 perceraian merupakan penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atas tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu berdasarkan alasan-alasan yang tersebut dalam Undang-Undang. Sementara pengertian perceraian tidak dijumpai sama sekali dalam Undang – UndangPerkawinan begitu pula di dalam penjelasan serta peraturan pelaksananya.Meskipun tidak terdapat suatu pengertian secara otentik tentangperceraian, tidak berarti bahwa masalah perceraian ini tidak diatur sama sekali di dalam Undang – UndangPerkawinan. Bahkan yang terjadi justru sebaliknya, pengaturan masalah perceraian menduduki tempat terbesar.

Seperti halnya perkawinan, perceraian juga merupakan suatu proses yang di dalamnya menyangkut banyak aspek seperti; emosi, ekonomi, sosial, dan pengakuan secara resmi oleh masyarakat melalui hukum yang berlaku.

Murdock menyimpulkan bahwa di setiap masyarakat terdapat institusi/lembaga yang menyelesaikan proses berakhirnya suatu perkawinan (yang disebut dengan perceraian) sama halnya dengan mempersiapkan suatu perkawinan. Namun oleh Goode dikatakan bahwa setiap masyarakat mempunyai definisi yang berbeda tentang konflik antara pasangan suami-istri serta cara penyelesaiannya. Goode sendiri berpendapat bahwa pandangan yang menganggap perceraian merupakan suatu “kegagalan” adalah bias, karena semata-mata mendasarkan perkawinan pada cinta yang romantis. Padahal semua sistem perkawinan paling Murdock menyimpulkan bahwa di setiap masyarakat terdapat institusi/lembaga yang menyelesaikan proses berakhirnya suatu perkawinan (yang disebut dengan perceraian) sama halnya dengan mempersiapkan suatu perkawinan. Namun oleh Goode dikatakan bahwa setiap masyarakat mempunyai definisi yang berbeda tentang konflik antara pasangan suami-istri serta cara penyelesaiannya. Goode sendiri berpendapat bahwa pandangan yang menganggap perceraian merupakan suatu “kegagalan” adalah bias, karena semata-mata mendasarkan perkawinan pada cinta yang romantis. Padahal semua sistem perkawinan paling

2.3.2 Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian

Terdapat banyak faktor–faktor perceraian yang tampak dari kasus-kasus perceraian yang sering terjadi di Indonesia, diantaranya adalah :

1. Kurangnya berkomunikasi Dalam rumah tangga, komunikasi sangat penting dan sangat dibutuhkan antara suami-istri. Sekecil apapun itu masalah harus memberitahu satu sama lain. Jika tidak, akan memicu terjadinya perceraian. karena dengan berkomunikasi membuat rasa saling percaya, saling mengerti, tidak ada kebohongan, dan tidak ada hal yang disembunyikan. Namun sebaliknya jika dalam rumah tangga gagal berkomunikasi, maka akan sering terjadi pertengkaran karena tidak saling percaya, tidak saling mengerti, banyaknya rahasia yang disembunyikan satu sama lain. Hal ini akan berujung pada perceraian jika kedua pihak kurang atau gagal berkomunikasi.

2. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) KDRT adalah kekerasan yang dilakukan dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri yang berakibat timbulnya penderitaan fisik, seksual, psikis,dan ekonomi. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab utama perceraian.

3. Perzinahan Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinahan, yaitu hubungnan seksual diluar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun istri. hal ini bisa terjadi dalam rumah tangga dikarenakan mungkin seperti yang kita bahas sebelumnya yaitu kurangnya atau gagal berkomunikasi, ketidak harmonisan, tidak adanya perhatian atau kepedulian suami terhadap istri atau sebaliknya, saling sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, merasa tidak tercukupinya kebahagiaan lahir dan batin, ketidaksetiaan, atau hanya untuk bersenang-senang bersama orang lain.

4. Masalah Ekonomi Uang memang tidak dapat membeli kebahagiaan. Namun bagaimana lagi, uang termasuk kebutuhan pokok untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, faktor ekonomi masih menjadi penyebab paling dominan terjadinya perceraian pasutri di masyarakat.

5. Krisis moral dan Akhlak Faktor-faktor terjadinya perceraian di atas seperti halnya masalah ekonomi, perzinahan, kurangnya atau gagal berkomunikasi, dan kekerasan dalam rumah tangga dapat menimbulkan landasan berupa krisis moral dan akhlak yang dilalaikan oleh suami maupun istri atas peran dan tanggung jawab.

Penyebab terjadinya perceraian adalah bermula ketika konflik lahir, keluarga bahagia dan sejahtera sebagai suatu cita-cita bagi pasangan suami-istri sukar diwujudkan. Penyebabnya bisa karena perbedaan pandangan, karena perbedaan latar belakang kehidupan, karena masalah ekonomi, karena harga diri, karena intervensi orang ketiga dalam masalah keluarga, dan sebagainya. Siapa pun orangnya dan bagaimana pun situasi dan keadaannya, suatu keluarga tidak ingin ada konflik dalam Penyebab terjadinya perceraian adalah bermula ketika konflik lahir, keluarga bahagia dan sejahtera sebagai suatu cita-cita bagi pasangan suami-istri sukar diwujudkan. Penyebabnya bisa karena perbedaan pandangan, karena perbedaan latar belakang kehidupan, karena masalah ekonomi, karena harga diri, karena intervensi orang ketiga dalam masalah keluarga, dan sebagainya. Siapa pun orangnya dan bagaimana pun situasi dan keadaannya, suatu keluarga tidak ingin ada konflik dalam

2.3.3 Dampak - Dampak Perceraian

Perceraian bukanlah hal yang terbaik karena ada dampak-dampak buruk yang harus dihadapi, yaitu :

1. Bagi Anak Anak merupakan korban yang paling terluka ketika orang tuanya memutuskan untuk bercerai. Anak dapat merasa ketakutan karena kehilangan sosok ayah atau ibu mereka, takut kehilangan kasih sayang orang tua yang kini tidak tinggal serumah. Mungkin juga mereka merasa bersalah dan menganggap diri mereka sebagai penyebabnya. Prestasi anak di sekolah akan menurun atau mereka jadi lebih sering untuk menyendiri. Anak - anak yang sedikit lebih besar bisa pula merasa terjepit di antara ayah dan ibu mereka. Salah satu atau kedua orang tua yang telah berpisah mungkin menaruh curiga bahwa mantan pasangan hidupnya tersebut mempengaruhi sang anak agar membencinya. Ini dapat membuat anak menjadi serba salah, sehingga mereka tidak terbuka termasuk dalam masalah-masalah besar yang dihadapi ketika mereka remaja. Sebagai pelarian yang buruk, anak-anak bisa terlibat dalam pergaulan yang buruk, narkoba, atau hal negatif lain yang bisa merugikan.

2. Bagi Orangtua Selain anak-anak, orang tua dari pasangan yang bercerai juga mungkin terkena imbas dari keputusan untuk bercerai. Sebagai orang tua, mereka dapat saja merasa takut anak mereka yang bercerai akan menderita karena perceraian ini atau merasa risih dengan pergunjingan orang-orang. Beberapa orang tua dari pasangan yang bercerai akhirnya harus membantu membesarkan cucu mereka karena 2. Bagi Orangtua Selain anak-anak, orang tua dari pasangan yang bercerai juga mungkin terkena imbas dari keputusan untuk bercerai. Sebagai orang tua, mereka dapat saja merasa takut anak mereka yang bercerai akan menderita karena perceraian ini atau merasa risih dengan pergunjingan orang-orang. Beberapa orang tua dari pasangan yang bercerai akhirnya harus membantu membesarkan cucu mereka karena

3. Bencana Keuangan Jika sebelum bercerai, suami sebagai pencari nafkah maka setelah bercerai tidak

akan memiliki pendapatan sama sekali apalagi jika mantan pasangan tidak memberikan tunjangan. Atau jika pemasukan berasal dari pribadi dan pasangan, sekarang setelah bercerai, pemasukan uang berkurang. Jika seseorang mendapat hak asuh atas anak, berarti juga bertanggung jawab untuk menanggung biaya hidup anak. Yang perlu diingat, setelah bercerai, umumnya banyak keluarga mengalami penurunan standar kehidupan hingga lebih dari 50 persen.

4. Muncul Masalah Pengasuhan Anak Setelah bercerai, berarti harus menjalankan peranan ganda sebagai ayah dan juga sebagai ibu. Ini bukanlah hal yang mudah karena ada banyak hal lain yang harus dipikirkan seorang diri. Terlebih, jika anak sudah memasuki masa remaja yang penuh tantangan, seseorang harus dengan masuk akal menjaga atau memberikan disiplin kepada anak agar dapat tumbuh menjadi anak yang baik. Masalah lain dalam hal pengasuhan anak adalah ketika harus berbagi hak asuh anak dengan pasangan karena bisa jadi masih merasa sakit hati dengan perlakuan mantan pasangan sehingga sulit untuk bersikap adil. Hal-hal yang harus dibicarakan seperti pendidikan atau disiplin anak mungkin dapat menyebabkan pertengkaran karena tidak sepaham dan rasa sakit hati dapat membuat hal ini semakin buruk.

5. Gangguan Emosi / Kesehatan Adalah hal yang wajar jika setelah bercerai masih menyimpan perasan cinta terhadap mantan pasangan. Harapan untuk hidup sampai tua bersama pasangan menjadi kandas, ini dapat menyebabkan perasaan kecewa yang sangat besar yang 5. Gangguan Emosi / Kesehatan Adalah hal yang wajar jika setelah bercerai masih menyimpan perasan cinta terhadap mantan pasangan. Harapan untuk hidup sampai tua bersama pasangan menjadi kandas, ini dapat menyebabkan perasaan kecewa yang sangat besar yang

6. Bahaya Masa Remaja Kedua Pasangan yang baru bercerai sering mengalami masa remaja kedua. Mereka mencicipi kemerdekaan baru dengan memburu serangkaian hubungan asmara dengan tujuan untuk menaikkan harga diri yang jatuh atau untuk mengusir kesepian. Hal ini bisa menimbulkan problem baru yang lebih buruk dan tragis karena tidak mempertimbangkan baik-baik langkah yang dilakukan (http://fyoonamyart.blogspot.com/2012/10/perceraian-definisi-faktor-penyebab.html, diakses pada tanggal 08 Februari 2016 Pukul 11:57 WIB).

2.4 Perkawinan

Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah melegalkan hubungan hukum antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Oleh sebab itulah, beberapa ahli memandang dan memberikan arti yang sangat penting terhadap institusi yang bernama perkawinan. Asser, Scholten, Pitlo, Petit, Melis, dan Wiarda memberikan definisi bahwa perkawinan adalah suatu persekutuan antara seorang pria dengan seorang wanita yang diakui oleh negara untuk bersama/bersekutu yang kekal. Esensi yang dikemukakan para pakar tersebut adalah bahwa perkawinan adalah sebagai lembaga hukum, baik karena apa yang ada didalamnya, maupun karena apa yang terdapat Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah melegalkan hubungan hukum antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Oleh sebab itulah, beberapa ahli memandang dan memberikan arti yang sangat penting terhadap institusi yang bernama perkawinan. Asser, Scholten, Pitlo, Petit, Melis, dan Wiarda memberikan definisi bahwa perkawinan adalah suatu persekutuan antara seorang pria dengan seorang wanita yang diakui oleh negara untuk bersama/bersekutu yang kekal. Esensi yang dikemukakan para pakar tersebut adalah bahwa perkawinan adalah sebagai lembaga hukum, baik karena apa yang ada didalamnya, maupun karena apa yang terdapat

Sementara menurut Soetojo Prawirohamidjojo menyatakan bahwa perkawinan merupakan persekutuan hidup antara seorang pria dan wanita yang yang dikukuhkan secara formal dengan Undang-Undang (yuridis) dan kebanyakan religius. Pendapat lain disampaikan oleh Subekti (Pokok-Pokok Hukum Perdata) yang mengatakan, bahwa perkawinan ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dengan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Dasar-dasar dari perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami dari kehidupan itu sendiri; kebutuhan dan fungsi biologik, menurunkan, kebutuhan akan kasih sayang dan persaudaraan, memelihara anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut dan mendidik anak-anak itu untuk menjadi anggota-anggota masyarakat yang sempurna (Volwaardig). Bentuk tertentu dari perkawinan tidak diberikan oleh alam, berbagai bentuk perkawinan itu berfungsi sebagai lembaga (pranata). Indonesia sendiri adalah negara yang pluralistik, yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, budaya, dan tradisinya yang beraneka-ragam, tentu beragam pula perspektif-perspektifnya bila ditinjau dari apa itu definisi perkawinan, bagaimana seharusnya perkawinan dilaksanakan, dan sebagainya (Soetojo, 2002:37).

2.4.1 Pengertian Perkawinan

a. UU No.1 tahun 1974 menyatakan, Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Pasal 1)

b. Menurut KUH Perdata, Perkawinan adalah suatu persekutuan seorang laki-laki b. Menurut KUH Perdata, Perkawinan adalah suatu persekutuan seorang laki-laki

c. Menurut agama Islam, tertuang dalam kompilasi Hukum Islam (Pasal 2) Perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

d. Menurut agama Kristen Katolik, tertuang dalam Kitab Hukum Kanonik Perkawinan adalah sebuah perjanjian antara seorang pria dan wanita untuk membentuk kehidupan bersama, yang terarah kepada kesejahteraan keluarganya serta mengutamakan kelahiran dan pendidikan anak.

e. Menurut agamaKristenProtestan, perkawinan adalah suatu persekutuan hidup dan percaya total, eksklusif dan kontinyu antara seorang pria dan seorang wanita yang dikuduskan dan diberkati oleh oleh Kristus Yesus.

f. Menurut agama Hindu. Dalam agama Hindu istilah perkawinan biasa disebut Pawiwahan. Pengertian Pawiwahan itu sendiri dari sudut pandang etimologi atau asal katanya, kata pawiwahan berasal dari kata dasar “ wiwaha”. Wiwaha atau perkawinan dalam masyarakat hindu memiliki kedudukan dan arti yang sangat penting, dalam catur asrama wiwaha termasuk kedalam Grenhastha Asrama. Disamping itu dalam agama Hindu, wiwaha dipandang sebagai sesuatu yang maha mulia, seperti dijelaskan dalam kitab Manawa Dharmasastra bahwa wiwaha tersebut bersifat sakral yang hukumnya wajib, dalam artian harus dilakukan oleh seseorang yang normal sebagai suatu kewajiban dalam hidupnya.

g. Menurut agama Budha, perkawinan adalah ikatan lahir dan batin dari dua orang yang berbeda kelamin, yang hidup bersama untuk selamanya dan bersama-sama g. Menurut agama Budha, perkawinan adalah ikatan lahir dan batin dari dua orang yang berbeda kelamin, yang hidup bersama untuk selamanya dan bersama-sama

h. Menurut agama Konghucu, Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan melangsungkan keturunan berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. (https://tommizhuo.wordpress.com/yurisprudensi-hukum- keluarga-dan-hukum-perkawinan-perkawinan-menurut-uu-no-1-tahun- 1974, diakses pada tanggal 05 Februari 2016 pukul 18.25 WIB)

2.4.2 Ketentuan Hukum Perkawinan di Indonesia

Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspek. Dalam aspek agama jelaslah terdapat dua kelompok besar yakni agama samawi yaitu Islam, Kristen dan Katolik, dan non samawi yaitu Hindu, Budha, dan aliran kepercayaan lainnya. Keseluruhan agama tersebut memiliki tata aturan sendiri-sendiri baik secara vertikal maupun secara horizontal, termasuk didalamnya tata cara perkawinan.

Hukum perkawinan yang berlaku bagi tiap-tiap agama tersebut antar satu sama dengan agama yang lain, terdapat perbedaan akan tetapi tidak saling bertentangan. Bagi suatu negara dan bangsa seperti Indonesia adalah mutlak adanya Undang-undang Perkawinan Nasional yang sekaligus menampung prinsip-prinsip dan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan dan telah berlaku bagi berbagai golongan dalam masyrakat kita (Sudarsono, 2000: 6). Adapun di Indonesia telah mengatur tentang perkawinan yang secara otentik diatur dalam Undang-undang no 1 tahun 1974.

A. Syarat - Syarat Perkawinan

Syarat-syarat Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

1. Syarat perkawinan yang bersifat materiil dapat disimpulkan dari Pasal 6 sampai dengan 11 UU No. 1 tahun 1974 :

a. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai

b. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin kedua orangtuanya/salah satu orang tuanya, apabila salah satunya telah meninggal dunia/walinya apabila kedua orang tuanya telah meninggal dunia.

c. Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Kalau ada penyimpangan harus ada ijin dari pengadilan atau pejabat yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita.

d. Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi kecuali memenuhi Pasal 3 ayat 2 dan pasal 4.

e. Apabila suami dan Isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya.

f. Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu.

2. Syarat perkawinan secara formal dapat diuraikan menurut Pasal 12 UU No.1 Tahun 1974 direalisasikan dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 yaitu :

a. Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan harus memberitahukan kehendaknya kepada Pegawai Pencatat Perkawinan di mana perkawinan di mana a. Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan harus memberitahukan kehendaknya kepada Pegawai Pencatat Perkawinan di mana perkawinan di mana

b. Setelah syarat-syarat diterima Pegawai Pencatat Perkawinan lalu diteliti, apakah sudah memenuhi syarat/belum. Hasil penelitian ditulis dalam daftar khusus untuk hal tersebut (Pasal 6-7).

c. Apabila semua syarat telah dipenuhi Pegawai Pencatat Perkawinan membuat pengumuman yang ditandatangani oleh Pegawai Pencatat Perkawinan yang memuat antara lain: – Nama, umur, agama, pekerjaan, dan pekerjaan calon pengantin.hari – Tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan (pasal 8-9).

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25