BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5 SD Negeri Kutowinangun 01 Salatiga dan SD Negeri Mangunsari 03 Salatiga Semester II
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
Teori yang dikaji dalam penelitian ini pembelajaran Matematika di
Sekolah Dasar, model Problem Based Learning dan hasil belajar dimana tiap- tiap
teori akan dikaji secara lebih terperinci di dalam pembahasan sebagai berikut.
2.1.1
Hakikat Matematika
Matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta
didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik
memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari (Gatot, 2009 :
126).
Menurut Soedjadi (2013 : 1) matematika yaitu objek tujuan abstrak,
bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Menurut Ruseffendi
(2013 : 1) matematika adalah simbol ilmu deduktif yang tidak menerima
pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang
terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang
didefinisikan, ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil.
Matematika adalah ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat dibidang teknologi
informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di
teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit (Suparni dan
Ibrahim, 2012: 35). Sehingga pembelajaran matematika adalah dimana proses
secara sadar untuk mempelajari ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern untuk memajukan daya pikir manusia. Menurut Bruner
(Pitadjeng, 2006: 26) belajar matematika adalah belajar tentang struktur-struktur
matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan
hubungan antara konsep-konsep dan struktur matematika. Bruner melukiskan
anak-anak berkembang dalam belajar konsep matematika melalui tiga tahap, yaitu
enaktive, ikonik, dan simbolik. Tahap enaktive yaitu tahap belajar dengan
memanipulasi benda atau obyek konkret, tahap ikonik yaitu tahap belajar dengan
8
9
menggunakan gambar, dan tahap simbolik yaitu tahap belajar matematika melalui
manipulasi lambang atau simbol.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu
pengetahuan yang diperoleh dengan cara bernalar yang menggunakan istilah yang
didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat dengan lambing-lambang atau
simbol yang memiliki arti serta dapat digunakan dalam pemecahan masalah yang
berkaitan dengan bilangan. Untuk itu hendaknya guru menyajikan materi
pelajaran dengan menghadapkan siswa pada benda-benda yang konkret atau
situasi nyata karena dengan memberikan benda-benda yang konkret, sehingga
siswa akan lebih mudah dalam memahami materi, konsep yang disampaikan oleh
guru.
2.1.2
Pembelajaran Matematika di SD
Menurut Winkel (2010 : 12) pembelajaran adalah seperangkat tindakan
yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan
kejadian – kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian
intern yang berlangsung dialami siswa.
Menurut Gagne (2010:12) pembelajaran sebagai pengaturan peristiwa
secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan membuatnya berhasil
guna. Menurut Miarso (2013:12) pembelajaran adalah usaha pendidikan yang
dilaksanakan secara sengaja dengan tujuan yang telah ditetapkan dahulu sebelum
proses dilaksanakan serta pelaksanaanya terkendali.
Menurut Bruner (Russefendi 2013:4) dalam metode penemuanya
mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus menemukan
sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukanya.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika adalah suatu keseluruhan aktifitas mental yang berkenaan dengan ideide untuk menemukan sendiri pengetahuan yang diperlukan agar dapat melatih
berbagai kemampuan intelektual siswa ,merangsang keingintahuanya dan
memotivasi kemampuan mereka dalam bidang matematika.
10
2.2
Hasil Belajar
2.2.1 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu indikator untuk mengukur keberhasilan
siswa dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu,
berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran dapat dilihat melalui hasil
belajar setelah dilakukan evaluasi. Pengertian hasil belajar itu sendiri menurut
Nana Sudjana (2010:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa
menerima pengalaman belajarnya. Pengalaman belajar ini akan menghasilkan
kemampuan yang menurut Horwart Kinggsley dalam buku Nana Sudjana
(2010:22) dibedakan menjadi tiga macam kemampuan (hasil belajar) yaitu: (1)
Keterampilan dan kebiasaan, (2) Pengetahuan dan pengarahan, (3) Sikap dan citacita.
Sementara menurut Lindgren (Agus Suprijono, 2011:7) hasil pembelajaran
meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Gagne (Agus Suprijono, 2011:5-6) bahwa hasil belajar itu
berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan
motorik, dan sikap. Sedangkan. Susanto (2013:5) hasil belajar adalah kemampuan
siswa yang diperoleh setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar sendiri
merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu
bentuk perubahan perubahan perilaku yang relatif menetap.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:17) hasil belajar merupakan “hal
yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru”. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar.Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari
sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran..
Menurut Nasution (2006:36) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi
tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan
guru. Pendapat lain tentang hasil belajar dikemukaakan oleh Briggs (Taruh, 2003:
17) yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah keseluruhan kecakapan dan hasil
yang dicapai melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan
11
angka-angka atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil belajar. Hal ini senada dengan
Rasyid (2008:9) yang berpendapat bahwa jika ditinjau dari segi proses
pengukuranya, kemampuan seseorang dapat dinyatakan dengan angka.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah meningkatnya kemampuan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
yang diperoleh siswa dan terbentuknya konsep baru setelah siswa menerima
perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dengan pengalaman belajarnya
siswa
dapat mengkonstruksikan pengetahuan yang diperoleh untuk dapat
digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2011:39) Hasil belajar yang dicapai oleh siswa
dipengaruhi oleh dua faktor yakni dari faktor dari dalam siswa itu sendiri dan
faktor yang datang dari luar diri siswa atau lingkungan. Faktor yang datang dari
dalam diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya besar pengaruhnya
terhadap hasil belajar yang dicapai.
Menurut Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
digolongkan menjadi 2 yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dimana faktor intern
adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar dan faktor ekstern
adalah faktor yang ada di luar individu. Dalam faktor intern terdapat faktor
jasmaniah yang meliputi kesehatan, cacat tubuh, kemudian faktor psikologis yang
meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan dan
yang terakhir adalah faktor kelelahan. Selain faktor intern juga terdapat faktor
eksternal diantaranya adalah faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Faktor
sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa,
relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar
pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
Menurut Baharudin dan Wahyuni (2010:19) faktor yang mempengaruhi
hasil belajar dibedakan atas dua kategori yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal meliputi faktor fisiologis yang terdiri dari keadaan tonus jasmani,
dan keadaan fungsi jasmani, serta faktor psikologis seperti motivasi, minat, sikap
dan bakat. Sedangkan faktor eksternal dibagi menjadi dua golongan yaitu faktor
12
lingkungan sosial berupa lingkungan sekolah, masyarakat, keluargga, dan faktor
lingkungan non sosial berupa lingkungan alamiah dan faktor instrumental atau
perangkat belajar. Bloom (Sudjana, 2011:40) menyatakan bahwa ada 3 variabel
utama dalam teori belajar disekolah, yakni karakteristik individu,
kualitas
pengajaran dan hasil belajar. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan
siswa dan kualaitas pengajaran
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara kemapuan individu dan faktor lingkungan dengan hasil belajar
siswa. Hasil belajar merupakan dampak yang telah diperoleh dari belajar atau
berinteraksi dengan lingkungan dampak tersebut dapat berupa perubahan tingkah
laku yang pastinya adalah kearah positif. Jadi dapat disimpulkan hasil belajar
adalah perubahan tingkah laku yang terjadi pada individu yang berinteraksi
dengan lingkungan (belajar) dan tingkah laku yang dimaksud merupakan
perubahan ke arah positif.
2.3
Model Pembelajaran
Menurut Joyce & Weil (1982) mendefinisikan model pembelajaran
sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
pembelajaran. model pembelajaran dikemukakan oleh Zainsyah, A.E., dkk (1984)
yaitu suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum,
mengatur pengajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam
setting pengajaran atau setting lainnya.
Menurut Aronson (1978) Model pembelajaran adalah seperangkat lengkap
komponen strategi, yang merupakan metode lengkap dengan semua bagiannya
yang dijelaskan secara rinci. Menurut Slavin (1995) model pembelajaran adalah
seperangkat lengkap komponen strategi yang dapat memberikan hasil lebih baik
di bawah kondisi tertentu.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah
seperangkat lengkap komponen strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
13
2.4
Model Problem Based Learning
Problem Based Learning merupakan suatu reformasi kurikulum yang
dapat menolong siswa untuk meningkatkan keterampilan baik pada aspek
kognitif, afektif maupun psikomotrotik. Problem Based Learning pertama kali
dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Case Western Reserve pada akhir
tahun 1950-an, selanjutnya Problem Based Learning dikembangkan oleh Prof.
Howard Barrows dalam pembelajaran ilmu medis di Fakultas Kedokteran
McMaster University Canada pada tahun 1968 (Taufiq, 2009:12). Problem Based
Learning ini menyajikan suatu masalah yang nyata bagi siswa sebagai awal
pembelajaran kemudian diselesaikan melalui penyelidikan dan diterapkan dengan
menggunakan model pemecahan masalah.
Ada beberapa definisi dan interpretasi Problem Based Learning yang
dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan, diantaranya yaitu menurut Dutch
1995 (Taufiq, 2009:21), “Problem Based Learning adalah model pembelajaran
yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar” bekerjasama dalam
kelompok untuk mencari solusi dari masalah yang nyata”. Masalah ini digunakan
untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif
atas materi pelajaran. Problem Based Learning mempersiapkan siswa untuk dapat
berpikir kritis, analitis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber belajar
yang sesuai. Menurut Boud dan Felleti (Ngalimun 2014:89) menyatakan bahwa
PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada
pembelajar (siswa atau mahasiswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk
ill-structured atau open ended melalui stimulus dalam belajar. Arends (Trianto,
2012:92) mengatakan bahwa Problem Based Learning merupakan suatu model
pembelajaran di mana siswa mengajarkan permasalahan yang autentik dengan
maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inquiri
dan ketrampilan berfikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan
percaya diri.
Menurut Tan (Rusman, 2013:229) “Problem Based Learning merupakan
inovasi dalam pembelajaran karena dalam Problem Based Learning kemampuan
berpikir siswa betul-betul dioptimalkan melalui proses kerja kelompok atau tim
14
yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan”. Margetson
(Rusman, 2013:230) mengatakan bahwa “Problem Based Learning membantu
meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat dalam pola
pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif. Problem Based Learning
memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok
dan ketrampilan interpersonal dengan baik”.
Dari beberapa uraian mengenai pengertian Problem Based Learning dapat
disimpulkan bahwa Problem Based Learning merupakan pembelajaran yang
menghadapkan siswa pada masalah nyata untuk memulai pembelajaran dan
merupakan salah satu strategi pembelajaran inovatif yang dapat memberikan
kondisi belajar aktif kepada siswa sehingga siswa dapat belajar untuk berpikir
kritis serta analitis dalam mencari solusi pemecahannya secara berkelompok.
Problem Based Learning dirancang dengan menampilkan masalah-masalah yang
menuntut siswa untuk mengeksplor pengetahuannya agar dapat memperoleh
pengetahuan yang baru dari hasil penemuannya sendiri sehingga siswa menjadi
terbiasa dan mahir dalam memecahkan suatu masalah yang sering terjadi di dalam
kehidupan sehari-hari.
Tan (Rusman, 2013:232) berpendapat bahwa Problem Based Learning
memiliki kharakteristik sebagai berikut: a) permasalahan menjadi starting point
dalam belajar, b) permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di
dunia nyata yang tidak terstuktur, c) permasalahan membutuhkan perspektif ganda
(multiple perspective), d) permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki
oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi
kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar, e) sangat mengutamakan belajar
mandiri (self-direct learning), f) pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam,
g) pembelajaran kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif yaitu pembelajar bekerja
dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan
melakukan presentasi.
Arends 1997 (Trianto, 2011:93) berpendapat bahwa Problem Based
Learning memiliki karakteristik meliputi:
15
a) pengajuan pertanyaan atau masalah. Problem Based Learning dimulai
dengan pengajuan masalah, bukan mengorganisasikan materi di sekitar
prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu. Masalah yang
diajukan berhubungan dengan situasi kehidupan nyata pembelajar untuk
menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai
macam solusi terhadap masalah tersebut,
b) fokus pada interdisiplin ilmu. Meskipun pembelajaran berbasis masalah
berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, dan ilmu-ilmu
sosial), masalah yang dipilih harus benar-benar nyata agar dalam
pemecahannya siswa dapat meninjau masalah itu dari banyak mata
pelajaran,
c) penyelidikan autentik. Problem Based Learning mengharuskan siswa
melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata
terhadap masalah nyata.
d) menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berbasis
masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam
bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk
penyelesaian masalah yang mereka temukan. Bentuk karya siswa tersebut
dapat berupa laporan, model fisik, dan video. Karya nyata tersebut
kemudian didemosntrasikan kepada siswa yang lain.
e) Kerja sama. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang
bekerja sama satu sama lain, secara berpasangan atau secara
berkelompok.
Menurut Ngalimun (2014: 89-90) PBL memiliki karakteristi-karaktristik
sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan suatu masalah, (2) memastikan bahwa
masalah
yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa, (3)
mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu, (4)
memberikan tanggung jawab yang benar kepada pembelajar dalam membentuk
dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan
kelompok kecil, (6) menuntut pembelajar untuk mendemonstrasikan apa yang
telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja.
16
Dari beberapa penjelasan mengenai karakteristik proses Problem Based
Learning dapat disimpulkan bahwa tiga unsur yang esensial dalam proses
Problem Based Learning yaitu adanya suatu permasalahan, pembelajaran berpusat
pada siswa, dan belajar dalam kelompok kecil.
Problem Based Learning
tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Menurut Arends
(Trianto, 2011:94-96) Problem Based Learning memiliki tujuan untuk membantu
siswa dalam beberapa hal berikut ini: (1) mengembangkan kemampuan berpikir
dan keterampilan pemecahan masalah, (2) pemodelan peranan orang dewasa,
artinya
pembelajaran
berdasarkan
masalah
dapat
mendorong terjadinya
pengamatan dan dialog antara siswa dengan narasumber sehingga secara bertahap
siswa dapat memahami peran orang yang diamati atau narasumber (ilmuwan,
guru, dokter, dan sebagainya), (3) pembelajar yang otonom dan mandiri.
Agar Problem Based Learning dapat berjalan dengan baik, maka dalam
pelaksanaan kegiatan model Problem Based Learning diperlukan upaya
perencanaan yang benar-benar matang. Menurut Sugiyanto (2010:156-159) dalam
merancang Problem Based Learning harus memperhatikan beberapa faktor, yaitu:
a. Memutuskan sasaran dan tujuan
Problem Based Learning dirancang untuk membantu mencapai tujuantujuan seperti meningkatkan keterampilan intelektual dan investigasi,
memahami peran orang dewasa, dan membantu siswa untuk menjadi
pembelajar yang mandiri.
b. Merancang situasi bermasalah yang tepat
Sebuah situasi bermasalah yang baik harus memenuhi lima kriteria
penting, yaitu: (1) situasi yang autentik. Hal ini berarti masalah yang
dipakai harus dikaitkan dengan pengalaman nyata siswa, (2) masalah
tersebut semestinya menciptakan misteri atau teka-teki, (3) masalah
tersebut seharusnya bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektual, (4) masalah haruslah memiliki cakupan yang
luas sehingga memberikan kesempatan bagi guru untuk memenuhi
tujuan instruksionalnya, (5) masalah yang baik harus mendapatkan
17
manfaat dari usaha kelompok.
c. Mengorganisasikan sumber daya dan merancang logistik
Problem Based Learning mendorong siswa untuk bekerja dengan bahan
dan alat. Sebagian beralokasi diruang kelas, sebagian lainnya di
perpustakaan atau laboratorium komputer dan sebagian diluar sekolah.
Dalam pelaksanaan pembelajaran Problem Based Learning dapat
dilakukan dengan tahap-tahap tertentu. Adapun beberapa tahapan pembelajaran
Problem Based Learning menurut beberapa ahli pendidikan, diantaranya yaitu
menurut Solso (Wena, 2011:56) tahapan Problem Based Learning adalah : (1)
identifikasi permasalahan, (2) representasi atau penyajian permasalahan, (3)
perencanaan pemecahan masalah, (4) menerapkan atau mengimplementasikan
perencanaan pemecahan masalah, (5) menilai perencanaan pemecahan masalah,
(6) menilai hasil pemecahan masalah. Menurut Hosnan (2014: 301) penerapan
model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima langkah utama yang
dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan situsai masalah dan diakhiri
dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Adapun tahapanya sebagai
berikut: (1)orientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisasi siswa untuk belajar,
(3) membimbing penyelidikan individual dan kelompok, (4) mengembangkan dan
menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah.
Proses
Problem Based Learning juga dideskripsikan oleh Sugiyanto
(2010:159) sebagai berikut: (1) orientasi permasalahan kepada siswa, (2)
mengorganisasikan siswa untuk mandiri, (3) membantu investigasi mandiri dan
kelompok, (4) mengembangkan dan mempresentasikan hasil, (5) menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Dari beberapa uraian mengenai
tahap-tahap pembelajaran Problem Based Learning, maka dapat disimpulkan
bahwa tahap-tahap pembelajaran Problem Based Learning dan perilaku yang
dibutuhkan oleh guru, yaitu:
18
Tabel 2.1
Tahap Pelaksanaan Problem Based Learning
No
Fase
Orientasi
permasalahan
1.
kepada siswa
2.
Mengorganisasikan siswa
untuk mandiri
3.
Membantu investigasi
mandiri dan kelompok
4.
Mengembangkan dan
mempresentasikan hasil
5.
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Perilaku Guru
Guru membahas tentang tujuan pembelajaran,
menyampaikan masalah, dan memotivasi siswa untuk
terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Guru membentuk kelompok terdiri dari 4-6 anggota),
membantu mengidentifikasi masalah dan mengorganisasi
tugas siswa terkait dengan permasalahannya
Guru memotivasi tiap kelompok untuk mengumpulkan
data, menyusun hipotesis, melakukan penyelidikan,
menyimpulkan pemecahan masalah dan uji hasil dari
pemecahan masalah.
Guru membantu merencanakan dan menyiapkan hasil
investigasi yang telah dilakukan seperti laporan, rekaman,
video atau sebuah model (alat peraga).
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap
investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan
Berdasarkan penjelasan Trianto (2011: 96-97) model Problem Based
Learning memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model Problem Based
Learning sebagai model pembelajaran adalah: (1) realistic dengan kehidupan
siswa, (2) konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, (3) memupuk sifat inquiri
siswa, (4) retensi konsep jadi kuat, dan (5) memupuk kemampuan problem
solving. Sedangkan kelemahan model Problem Based Learning antara lain: (1)
persiapan pembelajaran (alat, masalah, konsep) yang kompleks, dan (2) konsumsi
waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan. Menurut Smith (Amir, 2010:
27) terdapat beberapa manfaat yang akan diperoleh pembelajar apabila
menerapkan Problem Based Learning diantaranya yaitu: (1) menjadi lebih ingat
dan meningkat pemahamannya terhadap materi ajar yang sedang dipelajari, (2)
meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan, (3) mendorong untuk
berfikir kritis dan kreatif, (4) membangun kerja tim, kepemimpinan, dan
keterampilan sosial, (5) membangun kecakapan belajar (life-long learning skills),
(6) memotivasi pembelajar
Menurut Sanjaya (2011:220-221) model Problem Based Learning
memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model Problem Based Learning
sebagai model pembelajaran adalah: 1) teknik yang cukup bagus untuk lebih
19
memahami isi pelajaran, 2) dapat menantang kemapuan siswa serta memberikan
kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, 3) meningkatkan
aktifitas siswa, 4) dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan
mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, 5) dapat memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki
dalam dunia nyata, dan 6) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
berfikir kritis dan mengembangkan kemapuan mereka untuk menyesuaikan
dengan pengetahuan baru. Sedangkan kelemahan model Problem Based Learning
antara lain: 1) siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan enggan
untuk mencoba, 2) keberhasilan pembelajaran membutuhkan cukup waktu untuk
persiapan, dan 3) tanpa pemahaman mereka berusaha memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
Solusi kelemahan Problem Based Learning sebagai berikut : 1)
mengaitkan masalah yang sesuai dengan materi, 2) persiapan harus jauh-jauh hari
dan dipikirkan secara matang, 3) memberi penjelasan terlebih dahulu sebelum
mengerjakan, 4) memberi bimbingan pada saat penyelidikan.
2.4.1 Karakteristik Problem Based Learning
Dalam buku Learning to Teach, Arends (2004) mengidentifikasi 5
karakteristik Problem Based Learning yakni : (1) pengajuan masalah, (2)
keterkaitan dengan disiplin ilmu lain, (3) menyelidiki masalah autentik, dan (4)
memamerkan hasil karya, (5) kolaborasi. Berikut uraian keempat karakteristik
tersebut :
1. Pengajuan Masalah
Langkah awal dari Problem Based Learning adalah mengajukan
masalah selanjutnya berdasarkan masalah ditemukan konsep, prinsip
serta aturan-aturan. Masalah yang diajukan secara autentik ditunjukan
dengan mengacu pada kehidupan nyata.
20
2. Keterkaitan Dengan Disiplin Ilmu Lain
Walaupun Problem Based Learning ditunjukan pada suatu bidang ilmu
tertentu, tetapi dalam pemecahan masalah-masalah aktual, peserta
didik dapat menyelidiki dari berbagai ilmu.
3. Menyelidiki Masalah Autentik
Dalam Problem Based Learning diperlukan untuk menyelidiki
masalah autentik dan mencari solusi nyata atas masalah tersebut.
4. Memamerkan Hasil Kerja
Model ini membelajarkan peserta didik untuk menyusun dan
memamerkan hasil kerja sesuai dengan kemampuanya. Setelah peserta
didik selesai mengerjakan lembar kerja, salah satu tim menyajikan
hasil kerjanya di depan kelas dan peserta didik dari tim lain
memberikan tanggapan, kritik terhadap pemecahan masalah yang
disajikan oleh temannya.
5. Kolaborasi
Model ini dicirikan dengan kerja sama antar siswa dalam satu tim.
Kerja
sama dalam
menyelesaikan
tugas-tugas
kompleks
dan
meningkatkan temuan dan dialog pengembangan ketrampilan berpikir
dan ketrampilan sosial.
2.4.2 Peran Guru Dalam Problem Based Learning
Dalam setiap pembelajaran di kelas, guru perlu menerapkan suatu model
agar pelaksanaan pembelajaran menjadi terarah, berjalan lancar dan diperoleh
hasil yang optimal. Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi
siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode
dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran di kelas.
Salah satu model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam
pembelajaran matematika yaitu model Problem Based Learning. Model ini sangat
baik untuk mendidik siswa dalam memecahkan masalah, karena pada dasarnya
belajar matematika adalah belajar memecahkan masalah. Untuk itu penulis
21
memilih Problem Based Learning agar pembelajaran lebih menyenangkan dan
meningkatkan hasil belajar siswa terhadap pembelajaran matematika.
2.5
Model Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang
biasa digunakan guru dalam mengajar dimana siswa sebagai menerima informasi
pengetahuan dari guru. Dalam cara-cara belajar konvensional pendidik sering
menerangkan, memberikan contoh-contoh soal sekaligus langkah-langkah untuk
menyelesaikan soal. (Sabri 2007: 52). Adapun kelebihan dan kelemahan model
pembelajaran konvensional (Sabri2007: 53), sebagai berikut :
a. Kelebihan model pembalajaran konvensional
1. Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain.
2. Menyampaikan informasi dengan cepat.
3. Membangkitkan minat akan informasi.
4. Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.
5. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.
b. Kelemahan pembelajaran konvensional
1. Tidak
semua
siswa
memiliki
cara
belajar
terbaik
dengan
mendengarkan.
2. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik
dengan apa yang dipelajari.
3. Para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu.
4. Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.
5. Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal.
2.6
Kajian Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Niken (2012) dengan judul “ Pengaruh
penggunaan metode Problem Based Learning dengan memanfaatkan media VCD
terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas IV SD Negeri 1 Mangunrejo
Grobogan” hasil penelitianya yaitu ada pengaruh yang signifikan dengan
menggunakan model Problem Based Learning. Ditujukan dengn nilai probabilitas
22
signifikasi 0,038< 0,05 dan perbedaan rata-rata antara kelas control 70,92 dan
rata-rata kelas eksperimen 80,15.
Ade (2012) dengan judul “ Efektivitas penggunaan model Problem Based
Learning dalam pembelajaran matematika pada sisw kelas V Desa Depok”
menyatakan hasil post test pada kelompok eksperimen dan kelompok control
menunjukkan 0,003 karena signifikasi lebih kecil dari 0,05 maka terdapat
perbedaan di efektivitas antara pembelajaran matematika yang diaksanakan
dengan menggunakan model Problem Based Learning.
2.7
Kerangka Berpikir
Proses belajar mengajar memegang peranan penting dalam pencapaian
hasil belajar yang baik. Kegiatan pembelajaran dikatakan berhasil apabila dapat
menghasilkan kegiatan belajar yang lebih baik pada siswa. Dalam kegiatan
pembelajaran guru dapat melibatkan siswa dalam pembelajaran. Siswa dibantu
guru untuk terlibat dalam mengembangkan pembelajaran, sehingga pembelajaran
lebih bermakna. Bedasarkan pernyataan tersebut, maka dapat disusun kerangka
berpikir. Kerangka berpikir disusun berdasarkan variabel yang dipakai dalam
penelitian, yaitu untuk mengetahui pengaruh hasil belajar siswa antara
penggunaan model konvensional dan model Problem Based Learning pada mata
pelajaran matematika kelas 5 SD Negeri Kutowinangun 01 Salatiga dan SD
Negeri Mangunsari 03 Salatiga. Keberhasilan dari proses belajar dapat dilihat dari
hasil belajar siswa. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar salah satunya model
pembelajaran. Penggunaan model mengajar yang tepat dapat memberikan
pengaruh ysng besar terhadap keberhasilan guru dalam mengajar.
Berdasarkan penjelasan diatas, kerangka berfikir dapat digambarkan
sebagai berikut :
23
Kelas Kontrol
Model
Konvensional
Kondisi
Awal
Hasil Belajar
Kelas
Eksperimen
Model Problem
Based Learning
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
2.8
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir diatas maka dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut: ada perbedaan model Problem Based Learning yang signifikan
terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika kelas 5 SD Negeri
Kutowinangun 01 Salatiga dan SD Negeri Mangunsari 03 Salatiga Semester II
tahun ajaran 2014/2015.
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
Teori yang dikaji dalam penelitian ini pembelajaran Matematika di
Sekolah Dasar, model Problem Based Learning dan hasil belajar dimana tiap- tiap
teori akan dikaji secara lebih terperinci di dalam pembahasan sebagai berikut.
2.1.1
Hakikat Matematika
Matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta
didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik
memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari (Gatot, 2009 :
126).
Menurut Soedjadi (2013 : 1) matematika yaitu objek tujuan abstrak,
bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Menurut Ruseffendi
(2013 : 1) matematika adalah simbol ilmu deduktif yang tidak menerima
pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang
terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang
didefinisikan, ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil.
Matematika adalah ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat dibidang teknologi
informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di
teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit (Suparni dan
Ibrahim, 2012: 35). Sehingga pembelajaran matematika adalah dimana proses
secara sadar untuk mempelajari ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern untuk memajukan daya pikir manusia. Menurut Bruner
(Pitadjeng, 2006: 26) belajar matematika adalah belajar tentang struktur-struktur
matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan
hubungan antara konsep-konsep dan struktur matematika. Bruner melukiskan
anak-anak berkembang dalam belajar konsep matematika melalui tiga tahap, yaitu
enaktive, ikonik, dan simbolik. Tahap enaktive yaitu tahap belajar dengan
memanipulasi benda atau obyek konkret, tahap ikonik yaitu tahap belajar dengan
8
9
menggunakan gambar, dan tahap simbolik yaitu tahap belajar matematika melalui
manipulasi lambang atau simbol.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu
pengetahuan yang diperoleh dengan cara bernalar yang menggunakan istilah yang
didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat dengan lambing-lambang atau
simbol yang memiliki arti serta dapat digunakan dalam pemecahan masalah yang
berkaitan dengan bilangan. Untuk itu hendaknya guru menyajikan materi
pelajaran dengan menghadapkan siswa pada benda-benda yang konkret atau
situasi nyata karena dengan memberikan benda-benda yang konkret, sehingga
siswa akan lebih mudah dalam memahami materi, konsep yang disampaikan oleh
guru.
2.1.2
Pembelajaran Matematika di SD
Menurut Winkel (2010 : 12) pembelajaran adalah seperangkat tindakan
yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan
kejadian – kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian
intern yang berlangsung dialami siswa.
Menurut Gagne (2010:12) pembelajaran sebagai pengaturan peristiwa
secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan membuatnya berhasil
guna. Menurut Miarso (2013:12) pembelajaran adalah usaha pendidikan yang
dilaksanakan secara sengaja dengan tujuan yang telah ditetapkan dahulu sebelum
proses dilaksanakan serta pelaksanaanya terkendali.
Menurut Bruner (Russefendi 2013:4) dalam metode penemuanya
mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus menemukan
sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukanya.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika adalah suatu keseluruhan aktifitas mental yang berkenaan dengan ideide untuk menemukan sendiri pengetahuan yang diperlukan agar dapat melatih
berbagai kemampuan intelektual siswa ,merangsang keingintahuanya dan
memotivasi kemampuan mereka dalam bidang matematika.
10
2.2
Hasil Belajar
2.2.1 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu indikator untuk mengukur keberhasilan
siswa dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu,
berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran dapat dilihat melalui hasil
belajar setelah dilakukan evaluasi. Pengertian hasil belajar itu sendiri menurut
Nana Sudjana (2010:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa
menerima pengalaman belajarnya. Pengalaman belajar ini akan menghasilkan
kemampuan yang menurut Horwart Kinggsley dalam buku Nana Sudjana
(2010:22) dibedakan menjadi tiga macam kemampuan (hasil belajar) yaitu: (1)
Keterampilan dan kebiasaan, (2) Pengetahuan dan pengarahan, (3) Sikap dan citacita.
Sementara menurut Lindgren (Agus Suprijono, 2011:7) hasil pembelajaran
meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Gagne (Agus Suprijono, 2011:5-6) bahwa hasil belajar itu
berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan
motorik, dan sikap. Sedangkan. Susanto (2013:5) hasil belajar adalah kemampuan
siswa yang diperoleh setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar sendiri
merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu
bentuk perubahan perubahan perilaku yang relatif menetap.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:17) hasil belajar merupakan “hal
yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru”. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar.Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari
sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran..
Menurut Nasution (2006:36) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi
tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan
guru. Pendapat lain tentang hasil belajar dikemukaakan oleh Briggs (Taruh, 2003:
17) yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah keseluruhan kecakapan dan hasil
yang dicapai melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan
11
angka-angka atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil belajar. Hal ini senada dengan
Rasyid (2008:9) yang berpendapat bahwa jika ditinjau dari segi proses
pengukuranya, kemampuan seseorang dapat dinyatakan dengan angka.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah meningkatnya kemampuan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
yang diperoleh siswa dan terbentuknya konsep baru setelah siswa menerima
perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dengan pengalaman belajarnya
siswa
dapat mengkonstruksikan pengetahuan yang diperoleh untuk dapat
digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2011:39) Hasil belajar yang dicapai oleh siswa
dipengaruhi oleh dua faktor yakni dari faktor dari dalam siswa itu sendiri dan
faktor yang datang dari luar diri siswa atau lingkungan. Faktor yang datang dari
dalam diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya besar pengaruhnya
terhadap hasil belajar yang dicapai.
Menurut Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
digolongkan menjadi 2 yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dimana faktor intern
adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar dan faktor ekstern
adalah faktor yang ada di luar individu. Dalam faktor intern terdapat faktor
jasmaniah yang meliputi kesehatan, cacat tubuh, kemudian faktor psikologis yang
meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan dan
yang terakhir adalah faktor kelelahan. Selain faktor intern juga terdapat faktor
eksternal diantaranya adalah faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Faktor
sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa,
relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar
pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
Menurut Baharudin dan Wahyuni (2010:19) faktor yang mempengaruhi
hasil belajar dibedakan atas dua kategori yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal meliputi faktor fisiologis yang terdiri dari keadaan tonus jasmani,
dan keadaan fungsi jasmani, serta faktor psikologis seperti motivasi, minat, sikap
dan bakat. Sedangkan faktor eksternal dibagi menjadi dua golongan yaitu faktor
12
lingkungan sosial berupa lingkungan sekolah, masyarakat, keluargga, dan faktor
lingkungan non sosial berupa lingkungan alamiah dan faktor instrumental atau
perangkat belajar. Bloom (Sudjana, 2011:40) menyatakan bahwa ada 3 variabel
utama dalam teori belajar disekolah, yakni karakteristik individu,
kualitas
pengajaran dan hasil belajar. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan
siswa dan kualaitas pengajaran
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara kemapuan individu dan faktor lingkungan dengan hasil belajar
siswa. Hasil belajar merupakan dampak yang telah diperoleh dari belajar atau
berinteraksi dengan lingkungan dampak tersebut dapat berupa perubahan tingkah
laku yang pastinya adalah kearah positif. Jadi dapat disimpulkan hasil belajar
adalah perubahan tingkah laku yang terjadi pada individu yang berinteraksi
dengan lingkungan (belajar) dan tingkah laku yang dimaksud merupakan
perubahan ke arah positif.
2.3
Model Pembelajaran
Menurut Joyce & Weil (1982) mendefinisikan model pembelajaran
sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
pembelajaran. model pembelajaran dikemukakan oleh Zainsyah, A.E., dkk (1984)
yaitu suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum,
mengatur pengajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam
setting pengajaran atau setting lainnya.
Menurut Aronson (1978) Model pembelajaran adalah seperangkat lengkap
komponen strategi, yang merupakan metode lengkap dengan semua bagiannya
yang dijelaskan secara rinci. Menurut Slavin (1995) model pembelajaran adalah
seperangkat lengkap komponen strategi yang dapat memberikan hasil lebih baik
di bawah kondisi tertentu.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah
seperangkat lengkap komponen strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
13
2.4
Model Problem Based Learning
Problem Based Learning merupakan suatu reformasi kurikulum yang
dapat menolong siswa untuk meningkatkan keterampilan baik pada aspek
kognitif, afektif maupun psikomotrotik. Problem Based Learning pertama kali
dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Case Western Reserve pada akhir
tahun 1950-an, selanjutnya Problem Based Learning dikembangkan oleh Prof.
Howard Barrows dalam pembelajaran ilmu medis di Fakultas Kedokteran
McMaster University Canada pada tahun 1968 (Taufiq, 2009:12). Problem Based
Learning ini menyajikan suatu masalah yang nyata bagi siswa sebagai awal
pembelajaran kemudian diselesaikan melalui penyelidikan dan diterapkan dengan
menggunakan model pemecahan masalah.
Ada beberapa definisi dan interpretasi Problem Based Learning yang
dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan, diantaranya yaitu menurut Dutch
1995 (Taufiq, 2009:21), “Problem Based Learning adalah model pembelajaran
yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar” bekerjasama dalam
kelompok untuk mencari solusi dari masalah yang nyata”. Masalah ini digunakan
untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif
atas materi pelajaran. Problem Based Learning mempersiapkan siswa untuk dapat
berpikir kritis, analitis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber belajar
yang sesuai. Menurut Boud dan Felleti (Ngalimun 2014:89) menyatakan bahwa
PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada
pembelajar (siswa atau mahasiswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk
ill-structured atau open ended melalui stimulus dalam belajar. Arends (Trianto,
2012:92) mengatakan bahwa Problem Based Learning merupakan suatu model
pembelajaran di mana siswa mengajarkan permasalahan yang autentik dengan
maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inquiri
dan ketrampilan berfikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan
percaya diri.
Menurut Tan (Rusman, 2013:229) “Problem Based Learning merupakan
inovasi dalam pembelajaran karena dalam Problem Based Learning kemampuan
berpikir siswa betul-betul dioptimalkan melalui proses kerja kelompok atau tim
14
yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan”. Margetson
(Rusman, 2013:230) mengatakan bahwa “Problem Based Learning membantu
meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat dalam pola
pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif. Problem Based Learning
memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok
dan ketrampilan interpersonal dengan baik”.
Dari beberapa uraian mengenai pengertian Problem Based Learning dapat
disimpulkan bahwa Problem Based Learning merupakan pembelajaran yang
menghadapkan siswa pada masalah nyata untuk memulai pembelajaran dan
merupakan salah satu strategi pembelajaran inovatif yang dapat memberikan
kondisi belajar aktif kepada siswa sehingga siswa dapat belajar untuk berpikir
kritis serta analitis dalam mencari solusi pemecahannya secara berkelompok.
Problem Based Learning dirancang dengan menampilkan masalah-masalah yang
menuntut siswa untuk mengeksplor pengetahuannya agar dapat memperoleh
pengetahuan yang baru dari hasil penemuannya sendiri sehingga siswa menjadi
terbiasa dan mahir dalam memecahkan suatu masalah yang sering terjadi di dalam
kehidupan sehari-hari.
Tan (Rusman, 2013:232) berpendapat bahwa Problem Based Learning
memiliki kharakteristik sebagai berikut: a) permasalahan menjadi starting point
dalam belajar, b) permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di
dunia nyata yang tidak terstuktur, c) permasalahan membutuhkan perspektif ganda
(multiple perspective), d) permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki
oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi
kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar, e) sangat mengutamakan belajar
mandiri (self-direct learning), f) pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam,
g) pembelajaran kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif yaitu pembelajar bekerja
dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan
melakukan presentasi.
Arends 1997 (Trianto, 2011:93) berpendapat bahwa Problem Based
Learning memiliki karakteristik meliputi:
15
a) pengajuan pertanyaan atau masalah. Problem Based Learning dimulai
dengan pengajuan masalah, bukan mengorganisasikan materi di sekitar
prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu. Masalah yang
diajukan berhubungan dengan situasi kehidupan nyata pembelajar untuk
menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai
macam solusi terhadap masalah tersebut,
b) fokus pada interdisiplin ilmu. Meskipun pembelajaran berbasis masalah
berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, dan ilmu-ilmu
sosial), masalah yang dipilih harus benar-benar nyata agar dalam
pemecahannya siswa dapat meninjau masalah itu dari banyak mata
pelajaran,
c) penyelidikan autentik. Problem Based Learning mengharuskan siswa
melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata
terhadap masalah nyata.
d) menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berbasis
masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam
bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk
penyelesaian masalah yang mereka temukan. Bentuk karya siswa tersebut
dapat berupa laporan, model fisik, dan video. Karya nyata tersebut
kemudian didemosntrasikan kepada siswa yang lain.
e) Kerja sama. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang
bekerja sama satu sama lain, secara berpasangan atau secara
berkelompok.
Menurut Ngalimun (2014: 89-90) PBL memiliki karakteristi-karaktristik
sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan suatu masalah, (2) memastikan bahwa
masalah
yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa, (3)
mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu, (4)
memberikan tanggung jawab yang benar kepada pembelajar dalam membentuk
dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan
kelompok kecil, (6) menuntut pembelajar untuk mendemonstrasikan apa yang
telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja.
16
Dari beberapa penjelasan mengenai karakteristik proses Problem Based
Learning dapat disimpulkan bahwa tiga unsur yang esensial dalam proses
Problem Based Learning yaitu adanya suatu permasalahan, pembelajaran berpusat
pada siswa, dan belajar dalam kelompok kecil.
Problem Based Learning
tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Menurut Arends
(Trianto, 2011:94-96) Problem Based Learning memiliki tujuan untuk membantu
siswa dalam beberapa hal berikut ini: (1) mengembangkan kemampuan berpikir
dan keterampilan pemecahan masalah, (2) pemodelan peranan orang dewasa,
artinya
pembelajaran
berdasarkan
masalah
dapat
mendorong terjadinya
pengamatan dan dialog antara siswa dengan narasumber sehingga secara bertahap
siswa dapat memahami peran orang yang diamati atau narasumber (ilmuwan,
guru, dokter, dan sebagainya), (3) pembelajar yang otonom dan mandiri.
Agar Problem Based Learning dapat berjalan dengan baik, maka dalam
pelaksanaan kegiatan model Problem Based Learning diperlukan upaya
perencanaan yang benar-benar matang. Menurut Sugiyanto (2010:156-159) dalam
merancang Problem Based Learning harus memperhatikan beberapa faktor, yaitu:
a. Memutuskan sasaran dan tujuan
Problem Based Learning dirancang untuk membantu mencapai tujuantujuan seperti meningkatkan keterampilan intelektual dan investigasi,
memahami peran orang dewasa, dan membantu siswa untuk menjadi
pembelajar yang mandiri.
b. Merancang situasi bermasalah yang tepat
Sebuah situasi bermasalah yang baik harus memenuhi lima kriteria
penting, yaitu: (1) situasi yang autentik. Hal ini berarti masalah yang
dipakai harus dikaitkan dengan pengalaman nyata siswa, (2) masalah
tersebut semestinya menciptakan misteri atau teka-teki, (3) masalah
tersebut seharusnya bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektual, (4) masalah haruslah memiliki cakupan yang
luas sehingga memberikan kesempatan bagi guru untuk memenuhi
tujuan instruksionalnya, (5) masalah yang baik harus mendapatkan
17
manfaat dari usaha kelompok.
c. Mengorganisasikan sumber daya dan merancang logistik
Problem Based Learning mendorong siswa untuk bekerja dengan bahan
dan alat. Sebagian beralokasi diruang kelas, sebagian lainnya di
perpustakaan atau laboratorium komputer dan sebagian diluar sekolah.
Dalam pelaksanaan pembelajaran Problem Based Learning dapat
dilakukan dengan tahap-tahap tertentu. Adapun beberapa tahapan pembelajaran
Problem Based Learning menurut beberapa ahli pendidikan, diantaranya yaitu
menurut Solso (Wena, 2011:56) tahapan Problem Based Learning adalah : (1)
identifikasi permasalahan, (2) representasi atau penyajian permasalahan, (3)
perencanaan pemecahan masalah, (4) menerapkan atau mengimplementasikan
perencanaan pemecahan masalah, (5) menilai perencanaan pemecahan masalah,
(6) menilai hasil pemecahan masalah. Menurut Hosnan (2014: 301) penerapan
model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima langkah utama yang
dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan situsai masalah dan diakhiri
dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Adapun tahapanya sebagai
berikut: (1)orientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisasi siswa untuk belajar,
(3) membimbing penyelidikan individual dan kelompok, (4) mengembangkan dan
menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah.
Proses
Problem Based Learning juga dideskripsikan oleh Sugiyanto
(2010:159) sebagai berikut: (1) orientasi permasalahan kepada siswa, (2)
mengorganisasikan siswa untuk mandiri, (3) membantu investigasi mandiri dan
kelompok, (4) mengembangkan dan mempresentasikan hasil, (5) menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Dari beberapa uraian mengenai
tahap-tahap pembelajaran Problem Based Learning, maka dapat disimpulkan
bahwa tahap-tahap pembelajaran Problem Based Learning dan perilaku yang
dibutuhkan oleh guru, yaitu:
18
Tabel 2.1
Tahap Pelaksanaan Problem Based Learning
No
Fase
Orientasi
permasalahan
1.
kepada siswa
2.
Mengorganisasikan siswa
untuk mandiri
3.
Membantu investigasi
mandiri dan kelompok
4.
Mengembangkan dan
mempresentasikan hasil
5.
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Perilaku Guru
Guru membahas tentang tujuan pembelajaran,
menyampaikan masalah, dan memotivasi siswa untuk
terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Guru membentuk kelompok terdiri dari 4-6 anggota),
membantu mengidentifikasi masalah dan mengorganisasi
tugas siswa terkait dengan permasalahannya
Guru memotivasi tiap kelompok untuk mengumpulkan
data, menyusun hipotesis, melakukan penyelidikan,
menyimpulkan pemecahan masalah dan uji hasil dari
pemecahan masalah.
Guru membantu merencanakan dan menyiapkan hasil
investigasi yang telah dilakukan seperti laporan, rekaman,
video atau sebuah model (alat peraga).
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap
investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan
Berdasarkan penjelasan Trianto (2011: 96-97) model Problem Based
Learning memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model Problem Based
Learning sebagai model pembelajaran adalah: (1) realistic dengan kehidupan
siswa, (2) konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, (3) memupuk sifat inquiri
siswa, (4) retensi konsep jadi kuat, dan (5) memupuk kemampuan problem
solving. Sedangkan kelemahan model Problem Based Learning antara lain: (1)
persiapan pembelajaran (alat, masalah, konsep) yang kompleks, dan (2) konsumsi
waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan. Menurut Smith (Amir, 2010:
27) terdapat beberapa manfaat yang akan diperoleh pembelajar apabila
menerapkan Problem Based Learning diantaranya yaitu: (1) menjadi lebih ingat
dan meningkat pemahamannya terhadap materi ajar yang sedang dipelajari, (2)
meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan, (3) mendorong untuk
berfikir kritis dan kreatif, (4) membangun kerja tim, kepemimpinan, dan
keterampilan sosial, (5) membangun kecakapan belajar (life-long learning skills),
(6) memotivasi pembelajar
Menurut Sanjaya (2011:220-221) model Problem Based Learning
memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model Problem Based Learning
sebagai model pembelajaran adalah: 1) teknik yang cukup bagus untuk lebih
19
memahami isi pelajaran, 2) dapat menantang kemapuan siswa serta memberikan
kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, 3) meningkatkan
aktifitas siswa, 4) dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan
mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, 5) dapat memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki
dalam dunia nyata, dan 6) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
berfikir kritis dan mengembangkan kemapuan mereka untuk menyesuaikan
dengan pengetahuan baru. Sedangkan kelemahan model Problem Based Learning
antara lain: 1) siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan enggan
untuk mencoba, 2) keberhasilan pembelajaran membutuhkan cukup waktu untuk
persiapan, dan 3) tanpa pemahaman mereka berusaha memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
Solusi kelemahan Problem Based Learning sebagai berikut : 1)
mengaitkan masalah yang sesuai dengan materi, 2) persiapan harus jauh-jauh hari
dan dipikirkan secara matang, 3) memberi penjelasan terlebih dahulu sebelum
mengerjakan, 4) memberi bimbingan pada saat penyelidikan.
2.4.1 Karakteristik Problem Based Learning
Dalam buku Learning to Teach, Arends (2004) mengidentifikasi 5
karakteristik Problem Based Learning yakni : (1) pengajuan masalah, (2)
keterkaitan dengan disiplin ilmu lain, (3) menyelidiki masalah autentik, dan (4)
memamerkan hasil karya, (5) kolaborasi. Berikut uraian keempat karakteristik
tersebut :
1. Pengajuan Masalah
Langkah awal dari Problem Based Learning adalah mengajukan
masalah selanjutnya berdasarkan masalah ditemukan konsep, prinsip
serta aturan-aturan. Masalah yang diajukan secara autentik ditunjukan
dengan mengacu pada kehidupan nyata.
20
2. Keterkaitan Dengan Disiplin Ilmu Lain
Walaupun Problem Based Learning ditunjukan pada suatu bidang ilmu
tertentu, tetapi dalam pemecahan masalah-masalah aktual, peserta
didik dapat menyelidiki dari berbagai ilmu.
3. Menyelidiki Masalah Autentik
Dalam Problem Based Learning diperlukan untuk menyelidiki
masalah autentik dan mencari solusi nyata atas masalah tersebut.
4. Memamerkan Hasil Kerja
Model ini membelajarkan peserta didik untuk menyusun dan
memamerkan hasil kerja sesuai dengan kemampuanya. Setelah peserta
didik selesai mengerjakan lembar kerja, salah satu tim menyajikan
hasil kerjanya di depan kelas dan peserta didik dari tim lain
memberikan tanggapan, kritik terhadap pemecahan masalah yang
disajikan oleh temannya.
5. Kolaborasi
Model ini dicirikan dengan kerja sama antar siswa dalam satu tim.
Kerja
sama dalam
menyelesaikan
tugas-tugas
kompleks
dan
meningkatkan temuan dan dialog pengembangan ketrampilan berpikir
dan ketrampilan sosial.
2.4.2 Peran Guru Dalam Problem Based Learning
Dalam setiap pembelajaran di kelas, guru perlu menerapkan suatu model
agar pelaksanaan pembelajaran menjadi terarah, berjalan lancar dan diperoleh
hasil yang optimal. Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi
siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode
dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran di kelas.
Salah satu model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam
pembelajaran matematika yaitu model Problem Based Learning. Model ini sangat
baik untuk mendidik siswa dalam memecahkan masalah, karena pada dasarnya
belajar matematika adalah belajar memecahkan masalah. Untuk itu penulis
21
memilih Problem Based Learning agar pembelajaran lebih menyenangkan dan
meningkatkan hasil belajar siswa terhadap pembelajaran matematika.
2.5
Model Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang
biasa digunakan guru dalam mengajar dimana siswa sebagai menerima informasi
pengetahuan dari guru. Dalam cara-cara belajar konvensional pendidik sering
menerangkan, memberikan contoh-contoh soal sekaligus langkah-langkah untuk
menyelesaikan soal. (Sabri 2007: 52). Adapun kelebihan dan kelemahan model
pembelajaran konvensional (Sabri2007: 53), sebagai berikut :
a. Kelebihan model pembalajaran konvensional
1. Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain.
2. Menyampaikan informasi dengan cepat.
3. Membangkitkan minat akan informasi.
4. Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.
5. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.
b. Kelemahan pembelajaran konvensional
1. Tidak
semua
siswa
memiliki
cara
belajar
terbaik
dengan
mendengarkan.
2. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik
dengan apa yang dipelajari.
3. Para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu.
4. Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.
5. Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal.
2.6
Kajian Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Niken (2012) dengan judul “ Pengaruh
penggunaan metode Problem Based Learning dengan memanfaatkan media VCD
terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas IV SD Negeri 1 Mangunrejo
Grobogan” hasil penelitianya yaitu ada pengaruh yang signifikan dengan
menggunakan model Problem Based Learning. Ditujukan dengn nilai probabilitas
22
signifikasi 0,038< 0,05 dan perbedaan rata-rata antara kelas control 70,92 dan
rata-rata kelas eksperimen 80,15.
Ade (2012) dengan judul “ Efektivitas penggunaan model Problem Based
Learning dalam pembelajaran matematika pada sisw kelas V Desa Depok”
menyatakan hasil post test pada kelompok eksperimen dan kelompok control
menunjukkan 0,003 karena signifikasi lebih kecil dari 0,05 maka terdapat
perbedaan di efektivitas antara pembelajaran matematika yang diaksanakan
dengan menggunakan model Problem Based Learning.
2.7
Kerangka Berpikir
Proses belajar mengajar memegang peranan penting dalam pencapaian
hasil belajar yang baik. Kegiatan pembelajaran dikatakan berhasil apabila dapat
menghasilkan kegiatan belajar yang lebih baik pada siswa. Dalam kegiatan
pembelajaran guru dapat melibatkan siswa dalam pembelajaran. Siswa dibantu
guru untuk terlibat dalam mengembangkan pembelajaran, sehingga pembelajaran
lebih bermakna. Bedasarkan pernyataan tersebut, maka dapat disusun kerangka
berpikir. Kerangka berpikir disusun berdasarkan variabel yang dipakai dalam
penelitian, yaitu untuk mengetahui pengaruh hasil belajar siswa antara
penggunaan model konvensional dan model Problem Based Learning pada mata
pelajaran matematika kelas 5 SD Negeri Kutowinangun 01 Salatiga dan SD
Negeri Mangunsari 03 Salatiga. Keberhasilan dari proses belajar dapat dilihat dari
hasil belajar siswa. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar salah satunya model
pembelajaran. Penggunaan model mengajar yang tepat dapat memberikan
pengaruh ysng besar terhadap keberhasilan guru dalam mengajar.
Berdasarkan penjelasan diatas, kerangka berfikir dapat digambarkan
sebagai berikut :
23
Kelas Kontrol
Model
Konvensional
Kondisi
Awal
Hasil Belajar
Kelas
Eksperimen
Model Problem
Based Learning
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
2.8
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir diatas maka dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut: ada perbedaan model Problem Based Learning yang signifikan
terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika kelas 5 SD Negeri
Kutowinangun 01 Salatiga dan SD Negeri Mangunsari 03 Salatiga Semester II
tahun ajaran 2014/2015.