Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dana Biaya Operasional Sekolah: Studi Atas Potensi Whistleblowing

DANA BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH :
STUDI ATAS POTENSI WHISTLEBLOWING

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada
Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh :
YOSUA SAPTA CHANDRA KUSNADI PUTRA
NIM : 232013003

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018

i


ii

iii

iv

v

vi

HALAMAN MOTTO

“Mengerjakan skripsi itu baik, tetapi menyelesaikan skripsi itu
jauh lebih baik.”
(Anies Baswedan)

“Hidup hanya perlu 3 hal, yaitu dijalani, dinikmati, dan
disyukuri.”
(Vredy O. N)


vii

Abstract

This study attempts to described the management of BOS Funds interest
whistleblowing organization in the aspect of organizational commitment and personal cost
.The research uses data in secondary data taken with interview techniques in junior high
school city of Salatiga .The interviews were conducted during the three weeks of in May 2017
with the speakers is a head of school , teachers , and the management of the financial
pertaining to BOS Funds .The result of the research indicated that the organizational
commitment have an important role in interest whistleblowing conducted by the source of
information when meet of cheating that occured in schools .Meanwhile , do not have a
personal cost in this for speakers to do whistleblowing .It was because the vicinity of the
school support the speakers to do reporting even though there were several parties who did
not agree .
Key words : interest or whistleblowing, organizational commitment, personal cost

viii

SARIPATI


Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan minat whistleblowing pengelolaan
Dana BOS dalam aspek komitmen organisasi dan personal cost. Data dalam penelitian
menggunakan data sekunder yang diambil dengan teknik wawancara di Sekolah Menengah
Pertama kota Salatiga. Wawancara dilakukan selama tiga minggu pada bulan Mei 2017
dengan narasumber adalah kepala sekolah, guru, dan pengelola keuangan yang berkaitan
dengan Dana BOS. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa komitmen organisasi
memiliki peran yang besar dalam minat whistleblowing yang dilakukan oleh narasumber saat
menemui tindak kecurangan yang terjadi di sekolah. Sementara itu, personal cost tidak
menjadi pertimbangan yang besar bagi narasumber untuk melakukan whistleblowing. Hal ini
dikarenakan lingkungan sekolah mendukung para narasumber untuk melakukan pelaporan
meskipun ada beberapa pihak yang tidak setuju.
Kata kunci : minat whistleblowing, komitmen organisasi, personal cost.

ix

KATA PENGANTAR

Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan program nasional
pemerintah dalam bidang pendidikan yang dirancang untuk menjamin keberlangsungan

proses pendidikan di satuan pendidikan tingkat dasar. Dalam pelaksanaan pengelolaan Dana
BOS kerap kali ditemui tindak kecurangan atau fraud, khususnya di kota Salatiga menurut
Indonesian Corruption Watch (ICW) pada tahun 2017.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan minat whistleblowing pendelolaan
Dana BOS dalam aspek komitmen organisasi dan personal cost. Melalui wawancara dengan
kepala sekolah, guru dan pengelola keuangan sebagai narasumber diharapkan dapat
menjawab pertanyaan mengenai faktor komitmen organisasi dan personal cost terhadap
besarnya minat whistleblowing.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih terdapat banyak
kekurangan yang mungkin ditemukan. Penulis juga terbuka dengan kritik dan saran serta
koreksi yang membangun dari pembaca.
Semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan khususnya bagi sekolah, serta memberikan dorongan bagi peneliti-peneliti
lain untuk mengembangkan penelitian serupa di kemudian hari.

Salatiga, 5 Februari 2018

Yosua Sapta Chandra Kusnadi Putra

x


UCAPAN TERIMA KASIH

Segala hormat dan puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena
kasih karunia dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan masa perkuliahan dan
penulisan tugas akhir dengan baik. Adapun berbagai pihak yang telah meluangkan waktu
untuk mendukung dan membantu penulis dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. Ucapan
terima kasih ditujukan kepada :
1. Papa-Mama serta adik atas kasih sayang, kesabaran dan dukungan doa selama masa
pengerjaan tugas akhir.
2. Ibu DR. Intiyas Utami, S.E., M.Si., Ak., CA, CMA, QIA selaku Wali Studi dan
selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar memberi nasehat dan bimbingan
selama memempuh pendidikan S1 dan pengerjaan tugas akhir.
3. Bapak Yefta Andi Kus Noegroho, S.E., M.Si., Ak dan Ibu Like Soegiono, S.E., M.Si.
selaku penguji Rancangan Tugas Akhir yang telah memberi masukan dan saran
kepada penulis.
4. Seluruh dosen FEB UKSW yang telah membimbing dalam masa perkuliahan di
UKSW.
5. Yolanda Christina Rambing yang selalu memberi dukungan, doa, semangat dan
bantuan kepada penulis.

6. Sahabatku Favian Reyhanif, Andrew Andrian, Billyanto Aditama, Agung Subianto,
Viona Christalia, dan Klara Rosa yang selalu memberi semangat dan bantuan kepada
penulis.
7. Sahabat dari SMA Karangturi Yolanda Saputro, Christa Immanuela, Ditto Kusuma
dan teman-teman NWC (Ngisor Wit Community) yang selalu memberikan doa dan
semangat.
8. Amy Amelia Soma, Tan Margaretta, Fredi Kristiadi, Kevin Graciano, Anthony
Sofyan, Yulius Cesar, Satria Bagaskara, Silvi Febryan dan Yusuf Dicky yang selama
awal kuliah sampai sekarang selalu memberi semangat dan dan bantuan.
9. Mario Dharmautama, Bella Ditta, Sani Dewi, Joshua Suherman, Christian
Dharmaywan, Niko Pratama, Kak Adrian Hartarto (Jampoet), Kak Yusrul Falah, Mas
Aditya Fahrizal, teman-teman pengurus dan para pemain Economic Basketball Club
yang memberi banyak pengalaman dan berbagi cerita.
10. Novia Maya, Kak Zebedeus Estu dan Kak Agung yang selalu mendoakan dan
memberikan semangat kepada penulis.

Yosua Sapta Chandra Kusnadi Putra

xi


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................................. i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ......................................................................................... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES .............................................................................iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ....................................................................... iv
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................................. vi
PERNYATAAN MOTTO ....................................................................................................... vii
ABSTRACT ............................................................................................................................ viii
SARIPATI................................................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... x
UCAPAN TERIMA KASIH..................................................................................................... xi
DAFTAR ISI............................................................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
BAB II TELAAH PUSTAKA ................................................................................................... 4
Prosocial Organizatinal Behavior Theory ............................................................................. 4
Minat untuk Melakukan Whistleblowing ............................................................................... 4
Komitmen Organisasional ...................................................................................................... 5
Komitmen Organisasional dan Minat untuk Melakukan Whistleblowing ............................ 5

Personal Cost ....................................................................................................................... 6
Personal Cost dan Minat untuk Melakukan Whistleblowing ................................................ 7
BAB III METODA PENELITIAN ............................................................................................ 7
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................................... 9
Komitmen Organisasional dan Minat untuk Melakukan Whistleblowing .......................... 10
Personal Cost dan Minat untuk Melakukan Whistleblowing ............................................. 12
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 15
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................ 17

xii

DANA BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH :
STUDI ATAS POTENSI WHISTLEBLOWING

Yosua Sapta Chandra Kusnadi Putra
232013003

PENDAHULUAN
Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan program nasional

pemerintah dalam bidang pendidikan yang dirancang untuk menjamin keberlangsungan
proses pendidikan di satuan pendidikan tingkat dasar. Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang
berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa
Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada
jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan
bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga
pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Konsekuensi dari amanat
undang-undang tersebut adalah Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan
layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP)
serta satuan pendidikan lain yang sederajat. Salah satu indikator penuntasan program Wajib
Belajar 9 Tahun dapat diukur dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) SD dan SMP. Pada
tahun 2005 APK SD telah mencapai 115%, sedangkan SMP pada tahun 2009 telah mencapai
98,11%, sehingga program wajar 9 tahun telah tuntas 7 tahun lebih awal dari target
deklarasi Education For All (EFA) di Dakar. Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
yang dimulai sejak bulan Juli 2005, telah berperan secara signifikan dalam percepatan
pencapaian program wajar 9 tahun. Oleh karena itu, mulai tahun 2009 pemerintah telah
melakukan perubahan tujuan, pendekatan dan orientasi program BOS, dari perluasan akses
menuju peningkatan kualitas.
Pada tahun 2012 Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mengalami perubahan

mekanisme penyaluran dan. Pada tahun anggaran 2011 penyaluran dana BOS dilakukan
melalui mekanisme transfer ke daerah kabupaten/kota dalam bentuk Dana Penyesuaian untuk
1

Bantuan Operasional Sekolah, mulai tahun anggaran 2012 dana BOS disalurkan dengan
mekanisme yang sama tetapi melalui pemerintah provinsi.
Dana BOS dikelola oleh Dinas Pendidikan Provinsi dengan ketentuan besaran dana
BOS untuk tingkat SD/MI sebesar Rp 580.000,00 /per-siswa/tahun atau rata rata tiap bulan
Rp 48.000,00. Dalam pertanggungjawaban penggunaan dana BOS, setiap bendahara dari
masing-masing sekolah penerima dana BOS diwajibkan untuk membuat laporan pelaporan
sesuai dengan Juknis Permendiknas No. 51 Tahun 2011 dan dikirm ke alamat website
boskpd@ditpsmk.net yang merupakan alamat website resmi menteri pendidikan Indonesia.
Pada kenyataannya, masih banyak sekolah yang kurang efektif dalam melakukan pengelolaan
Dana BOS. Menurut Modami (2013), penyebab utama ketidak efektifan pengelolaan dana
BOS yaitu mekanisme pencairan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang begitu
panjang sehingga memperlambat proses pencairan ke sekolah. Kaswandi (2015)
menambahkan bahwa penyaluran dan pengelolaan dana BOS belum berhasil karena masih
rendahnya pengawasan dari pihak komite sekolah dan dinas terkait mengenai pengelolaan
dana BOS.
Sistem informasi pertanggungjawaban pengelolaan dana BOS juga harus memenuhi

unsur-unsur Good School Governance. Sistem informasi pertanggungjawaban pengelolaan
dana BOS diharapkan dapat mempermudah proses pelaporan penggunaan dana BOS. Mulai
dari perjanjian penerimaan bantuan, pengalokasian dana, sampai pelaporan penggunaan dana
harus mendapat perhatian dan pengawasan yang serius agar tidak terjadi fraud yang dapat
menimbulkan adanya tindakan korupsi.. Untuk memberantas korupsi yang terjadi dalam
suatu organisasi, tentu korupsi tersebut harus dideteksi terlebih dahulu. Salah satu alat yang
efektif digunakan untuk mendeteksi korupsi adalah dengan memberdayakan whistleblower.
Whistleblower adalah seseorang (pegawai dalam organisasi) yang mengungkapkan
kepada publik atau kepada pejabat yang berkuasa tentang dugaan ketidakjujuran, kegiatan
ilegal atau kesalahan yang terjadi di departemen pemerintahan, organisasi publik, organisasi
swasta, atau pada suatu perusahaan (Susmanschi 2012). Pengungkapan yang dilakukan oleh
whistleblower terbukti lebih efektif dalam proses pengungkapan fraud dibandingkan dengan
metode audit internal, pengendalian internal maupun audit eksternal (Sweeney 2008).
Pendapat tersebut sejalan dengan Report to The Nation yang diterbitkan oleh Association of
Certified Fraud Examiners (ACFE 2012) setiap dua tahun sekali yang senantiasa
menempatkan tips dalam peringkat teratas sumber pengungkap kecurangan. Partisipasi
2

whistleblower sangatlah krusial terhadap efektifitas sistem whistleblowing, karena sistem
akan percuma jika tidak seorangpun yang menggunakannya untuk melaporkan adanya
tindakan fraud. Menurut penelitan yang dilakukan oleh Kaplan dan Whitecotton (2001),
Sabang dan Winardi (2013), mengungkapkan bahwa faktor situasional turut mempengaruhi
minat whistleblower untuk melakukan whistleblowing, seperti tingkat keseriusan kecurangan
dan personal cost. Anggota organisasi yang mengamati adanya dugaan wrongdoing atau
kecurangan akan lebih mungkin untuk melakukan whistleblowing jika wrongdoing atau
kecurangan tersebut serius sesuai dengan pernyataan dari Miceli dan Near (1985). Penelitian
yang dilakukan Schutlz et al., (1993) menambahkan, personal cost of reporting adalah
pandangan pegawai terhadap risiko pembalasan/balas dendam atau sanksi dari anggota
organisasi, yang dapat mengurangi minat pegawai untuk melaporkan wrongdoing.
Dalam konteks Dana BOS sebagai dana yang diterima dari Pemerintah, sistem
whistleblowing diduga menjadi salah satu mekanisme yang bisa menekan adanya tindakan
penyalahgunaan wewenang yang berpotensi menimbulkan tindakan korupsi.
Menurut Amri (2008) perbuatan yang dapat dilaporkan (pelanggaran) adalah perbuatan yang
dalam pandangan pelapor dengan iktikad baik adalah perbuatan korupsi, kecurangan,
ketidakjujuran, perbuatan melanggar hukum, pelanggaran ketentuan perpajakan, atau
peraturan

perundang-undangan

lainnya.

Dalam

konteks

Dana

BOS,

mekanisme

whistleblowing diduga dapat dilakukan.
Menurut data dari Dinas Pendidikan Kota Salatiga tahun 2017, terdapat 63 buah
sekolah yang terdiri dari 29 buah SMP Negeri dan Swasta, 14 buah SMA Negeri dan Swasta
dan 20 SMK Negeri dan Swasta. Kota Salatiga menjadi lokasi yang menarik untuk diteliti
karena kota Salatiga masuk di dalam Indonesian Corruption Watch (ICW) dalam daftar kota
yang masih banyak terjadi kasus korupsi khususnya dalam bidang pendidikan. Sekolah
penerima Dana BOS di Salatiga masih melakukan pungutan tambahan yang wajib dibayar
oleh siswa/siswi.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan minat whistleblowing pendelolaan Dana
BOS dalam aspek komitmen organisasi dan personal cost. Penelitian ini memberikan dua
kontribusi, yaitu kontribusi secara teoritis dan kontribusi secara praktis. Untuk kontribusi
secara teoritis, diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat mengkonfirmasi teori-teori yang
telah ada. Sedangkan untuk kontribusi secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat
membantu sekolah dalam menentukan whistleblowing strategy untuk meminimalkan resiko
terjadinya fraud terhadap penyaluran dan pengelolaan Dana BOS.
3

TELAH PUSTAKA
Prosocial Organizatinal Behavior Theory
Prosocial organizational behavior theory menurut Brief dan Motowidlo (1986)
merupakan perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh anggota sebuah organisasi terhadap
individu, kelompok, atau organisasi yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
individu, kelompok, atau organisasi tersebut. Perilaku prososial bukanlah perilaku altruistik.
Menurut Staub (1978) yang dikutip oleh Dozier dan Miceli (1985) bahwa perilaku prososial
adalah perilaku sosial positif yang dimaksudkan untuk memberikan manfaat pada orang lain.
Namun tidak seperti altruisme, pelaku prososial juga dapat memiliki maksud untuk
mendapatkan manfaat/keuntungan untuk dirinya juga.
Prosocial organizational behavior menjadi teori yang mendukung terjadinya
whistleblowing. Brief dan Motowidlo (1986) menyebutkan whistle-blowing sebagai salah satu
dari tiga belas bentuk prosocial organizational behavior. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Dozier dan Miceli (1985) yang menyatakan bahwa tindakan whistleblowing dapat
dipandang sebagai perilaku prososial karena secara umum perilaku tersebut akan memberikan
manfaat bagi orang lain (atau organisasi) disamping juga bermanfaat bagi whistleblower itu
sendiri.
Prosocial organizational behavior theory memiliki beberapa variabel anteseden yang
dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar. Pertama, Individual anteseden, merupakan
aspek yang berasal dari individu pelaku tindakan prososial seperti kemampuan individu
menginternalisasi standar keadilan, tanggung jawab individu terhadap lingkungan sosial, cara
penalaran moral dan perasaan empati terhadap orang lain. Kedua, Kontekstual anteseden,
merupakan aspek dari konteks organisasi dan lingkungan kerja seperti faktor norma,
kohesivitas kelompok, panutan, gaya kepemimpinan, iklim organisasi, tekanan, komitmen
organisasi, dan hal-hal lain yang dapat memengaruhi suasana hati, rasa kepuasan atau
ketidakpuasan (Brief dan Motowidlo 1986).

Minat Untuk Melakukan Whistleblowing
Sikap adalah perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan,
dipelajari, dan diatur melalui pengalaman, yang memberikan pengaruh khusus pada respon
seseorang terhadap orang, obyek-obyek atau keadaan (Gibson et al., 2012). Secord dan
Backman (1964) membagi sikap menjadi tiga komponen. Pertama komponen kognitif yang
berhubungan dengan pengetahuan dan keyakinan. Kedua komponen afektif, yaitu komponen
4

emosional yang berhubungan dengan perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat
evaluatif. Ketiga komponen konatif, yaitu kesiapan dan kecenderungan untuk bertingkah laku
terhadap objek sikap. Konsep Secord dan Backman (1964) tersebut sejalan dengan konsep
TPB yang menyatakan bahwa sikap individu terhadap suatu perilaku atau tindakan
dipengaruhi oleh persepsi atau keyakinannya terhadap konsekuensi/dampak dari perilaku
(salient belief) dan penilaian subjektif terhadap pentingnya konsekuensi tersebut (subjective
evaluation) oleh individu (Ajzen 1991; Park dan Blenkinsopp 2009; serta Winardi 2013).
Untuk dapat menjadi whistleblower harus memiliki komponen kognitif atau keyakinan
(salient belief) bahwa whistleblowing adalah suatu tindakan yang memiliki konsekuensi
positif misalnya untuk melindungi organisasi, memberantas korupsi, memunculkan efek jera,
menumbuhkan budaya antikorupsi, menghasilkan manfaat pribadi seperti reputasi, reward.

Komitmen Organisasional
Mowday, Steers dan Porter (1979) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai
kekuatan relatif identifikasi dan keterlibatan individu dalam organisasi tertentu yang dapat
ditandai dengan tiga faktor terkait yaitu: pertama, keyakinan yang kuat dan penerimaan
terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi; kedua, kesediaan untuk mengerahkan usaha yang
cukup atas nama organisasi; dan ketiga, keinginan yang kuat untuk mempertahankan
keanggotaan dalam organisasi (loyalitas). Pegawai yang memiliki komitmen organisasional
yang tinggi di dalam dirinya akan timbul rasa memiliki organisasi (sense of belonging) yang
tinggi sehingga ia tidak akan merasa ragu untuk melakukan whistleblowing karena ia yakin
tindakan tersebut akan melindungi organisasi dari kehancuran.

Komitmen Organisasional dan Minat untuk Melakukan Whistleblowing
Komitmen organisasional berhubungan positif terhadap whistleblowing. Hal ini
mengindikasikan bahwa semakin tinggi kepercayaan pegawai sebagai whistleblower
potensial terhadap organisasi, maka semakin tinggi pula niat pegawai tersebut akan
melakukan whistleblowing. Komitmen organisasional bisa saja tidak berpengaruh signifikan
terhadap niat untuk melakukan whistleblowing. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya
keyakinan dari whistleblower potensial terhadap whistleblowing system bahwa jalur
pelaporan tersebut relatif aman. Selain itu persepsi individu terhadap besarnya retaliasi yang
akan diterima dapat juga menyebabkan whistleblower potensial enggan untuk melaporkan
pelanggaran. Hal tersebut dikuatkan dengan minimnya aturan dan hukum mengenai
5

perlindungan terhadap saksi dan korban serta Hak Asasi Manusia (HAM) yang ada di
Indonesia. Septianti (2013) yang menyatakan bahwa komitmen organisasional tidak
berpengaruh signifikan terhadap niat untuk melakukan whistleblowing internal karena
kurangnya kepercayaan pegawai bahwa jalur pelaporan internal adalah relatif aman dan
laporan mereka akan segera ditindaklanjuti oleh pengelola sistem pelanggaran.

Personal Cost
Personal

cost

of

reporting

adalah

pandangan

pegawai

terhadap

risiko

pembalasan/balas dendam atau sanksi dari anggota organisasi, yang dapat mengurangi minat
pegawai untuk melaporkan wrongdoing (Schutlz et al., 1993). Anggota organisasi yang
dimaksud dapat saja berasal dari manajemen, atasan, atau rekan kerja. Beberapa pembalasan
dapat terjadi dalam bentuk tidak berwujud (intangible), misalnya penilaian kinerja yang tidak
seimbang, hambatan kenaikan gaji, pemutusan kontrak kerja, atau dipindahkan ke posisi yang
tidak diinginkan (Curtis 2006). Tindakan balasan lainnya mungkin termasuk langkah-langkah
yang diambil organisasi untuk melemahkan proses pengaduan, isolasi whistleblower,
pencemaran karakter dan nama baik, mempersulit atau mempermalukan whistleblower,
pengecualian dalam rapat, penghapusan penghasilan tambahan, dan bentuk diskriminasi atau
gangguan lainnya (Parmerlee, Near dan Jensen 1982).
Semakin besar persepsi personal cost seseorang maka akan semakin berkurang minat
orang tersebut untuk melakukan tindakan whistleblowing. Personal cost dapat saja
didasarkan pada penilaian subjektif (Curtis 2006), yang artinya persepsi/ekspektasi personal
cost antar pegawai dapat saja berbeda bergantung penilaian masing-masing. Anggota
organisasi yang kehilangan pekerjaannya atau mendapatkan gangguan setelah melaporkan
wrongdoing mungkin akan memandang pelaporan sebagai tindakan yang harus dibayar mahal
dan dihukum. Oleh karena itu, tindakan whistleblowing akan merupakan fungsi persepsi
(ekspektasi) individu bahwa kemungkinan tindakan whistle-blowing akan menghasilkan
outcome seperti perhatian manajemen terhadap keluhan, upaya penghentian wrongdoing,
serta tidak ada pembalasan. Temuan mengejutkan datang dari penelitian Winardi (2013) yang
menyimpulkan bahwa ternyata personal cost of reporting tidak mampu menjadi faktor yang
menjelaskan minat whistleblowing pada pegawai.

6

Personal Cost dan Minat untuk Melakukan Whistleblowing
Septianti (2013) menyatakan bahwa personal cost berhubungan negatif terhadap niat
untuk melakukan whistleblowing internal. Hal ini berarti semakin rendah personal cost, maka
akan semakin besar niat pegawai untuk melakukan whistleblowing. Akan tetapi, personal
cost bisa saja berhubungan positif terhadap niat untuk melakukan whistleblowing. Hal ini
disebabkan whistleblower mengerti bahwa dampak yang akan didapatkan dari melakukan
pelaporan dapat merugikan diri mereka baik secara fisik, ekonomi dan psikologis yang akan
berpengaruh dalam pembuatan keputusan etis.
Niat pegawai untuk melaporkan adanya pelanggaran adalah lebih rendah karena
tingkat personal cost yang tinggi menyebabkan whistleblower lebih baik diam karena
mempertimbangkan orang-orang di dalam organisasi yang menentang tindakan pelaporan.
Pegawai merasa internal whistleblowing diperlukan, namun mereka tidak dapat
melakukannya dikarenakan besar risiko atau pembalasan yang akan ditanggung serta sulitnya
mencari pekerjaan di masa depan untuk pekerjaan yang sama. Terlebih lagi jaminan hukum
mengenai whistleblowing masih belum tegas. Hal ini mungkin juga disebabkan karena
pegawai tersebut kurang mengenali isu-isu mengenai tanggung jawab sosial yang lebih luas
terkait dengan whistleblowing. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan yang dikemukakan
oleh Septianti (2013) bahwa personal cost tidak berpengaruh signifikan terhadap niat untuk
melakukan whistleblowing karena adanya pengaruh dari sifat dan besarnya sanksi yang
dikenakan oleh manajemen atau rekan kerja terhadap whistleblower merupakan penentu yang
paling signifikan bagi keputusan whistleblower dalam mengkomunikasikan pelanggaran
organisasi.

METODA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus menggunakan metode penelitian
kualitatif. Prosedur pendekatan kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati untuk mendeskripsikan minat
whistleblowing Dana BOS dalam aspek komitmen organisasional dan personal cost.
Pengambilan data dengan teknik wawancara yang dilakukan dengan cara menanyakan
berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan topik penelitian kepada narasumber. Narasumber
dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru dan pengelola dana BOS di masing-masing
sekolah.
7

Teknis Analisis Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis data kualitatif yang terdiri dari
empat tahap di antaranya Data Collection, Data Reduction, Data Display, dan Conclusions (
drawing / verifying ). Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan metode wawancara
kepada narasumber dari masing-masing sekolah. Setelah data terkumpul, yang dilakukan
selanjutnya adalah memilih hal-hal yang pokok dengan memfokuskan pada hal-hal yang
penting untuk penelitian dari hasil wawancara yang telah dilakukan. Kemudian, melakukan
analisis dan menguraikan data secara singkat mengenai hasil data yang telah diolah. Terakhir
adalah penarikan kesimpulan mengenai data yang telah diolah. Penarikan kesimpulan berupa
dugaan minat whistleblower dalam melakukan whistleblowing dalam Dana BOS dalam aspek
komitmen organisasi dan personal cost menggunakan whistleblowing system.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Objek Penelitian dan Karakteristik Narasumber
Narasumber dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru dan pengelola dana BOS
di Salatiga. Penelitian ini melibatkan 6 sekolah sebagai objek penelitian, yaitu : SMP N 10,
SMP Kristen Satya Wacana, SMP N 4, SMP Stella Matutina, SMP N 6 dan SMP Pangudi
Luhur.
Tabel 1
Karakteristik Narasumber
Objek

1. SMP N 10

Posisi Pekerjaan

1. Kepala Sekolah SMP N 10

22

2. Guru Matematika SMP N 10

14

3. Wakil Kepala Sekolah SMP N 10
2. SMP Kristen Satya Wacana

3. SMP N 4

4. SMP Stella Matutina

24

2. Bagian Keuangan SMP Kristen Satya Wacana

25

1. Kepala Sekolah SMP N 4

25

2. Bagian Keuangan SMP N 4

20

1. Kepala Sekolah SMP Stella Matutina

13

1. Kepala Sekolah SMP N 6
2. Bagian Kesiswaan SMP N 6

6. SMP Pangudi Luhur

14

1. Kepala Sekolah SMP Kristen Satya Wacana

2. Wakil Kepala Sekolah SMP Stella Matutina

5. SMP N 6

Lama Bekerja

13

14
12

1. Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur

6

2. Kepala Laboratorium SMP Pagudi Luhur

5

Sumber: Data Sekunder Diolah, 2018
9

Komitmen Organisasional dan Minat untuk Melakukan Whistleblowing
Komitmen organisasional yang tinggi terhadap sekolah, akan menimbulkan rasa
memiliki (sense of belonging) yang tinggi dan akan selalu berusaha semaksimal mungkin
untuk terlibat dalam memberikan hasil pemikiran untuk kemajuan organisasi. Penelitian ini
sejalan dengan penelitian dari Bagustianto dan Nurkholis (2015) bahwa anggota organisasi
dengan komitmen yang tinggi akan cenderung memutuskan melaksanakan tindakan
whistleblowing dibandingkan yang memiliki komitmen organisasi rendah. Hasil kutipan
wawancara dengan wakil kepala sekolah SMP Stella Matutina dan kepala sekolah SMP N 4 :
“Jelas dong Mas, kalau engga seneng kerja di sini ya udah lama saya keluar dari
sini. Awalnya saya suka ngajar disini karena dekat dengan rumah jadi kalau ada
pelajaran tambahan untuk murid saya yang kurang pandai saya bisa siap siaga. Dan
salah satu cara itu terbutki ampuh dengan naiknya ranking sekolah kami dari tahun
ke tahun.”
“Saya mah untuk sekolah ini kaya rumah kedua saya Mas udah 20 tahun lebih saya
kerja disini. Memberi yang terbaik dari saya, tenaga pikiran semuanya Mas. Saya
juga jarang ijin atau absen kecuali ada hal yang sangat darurat. Seingat saya, cuma
3 kali saya ijin, itu pun karena anak saya menikah dan sanak saudara ada yang
berduka.”
Namun, kurangnya keamanan terhadap identitas whistleblower mengakibatkan
banyak pegawai enggan untuk melaporkan tindak kecurangan atau fraud, meskipun pegawai
itu sudah bekerja di sekolah tersebut untuk waktu yang cukup lama. Hal ini juga selaras
dengan apa diungkapkan oleh 8 orang narasumber melalui wawancara dan mendukung hasil
penelitian yang dilakukan oleh Septianti (2013), bahwa komitmen organisasional tidak
berpengaruh signifikan terhadap niat untuk melakukan whistleblowing internal karena
kurangnya kepercayaan pegawai bahwa jalur pelaporan internal relatif aman. Hasil kutipan
wawancara dengan beberapa narasumber :
“Kita itu mau melaporkan Mas, tapi karena kita masih kurang percaya sama
sistemnya, apalagi kan bisa disuap jadi ya mending kita nggak usah lapor walopun
sebenernya saya sedih, wong udah kerja lama juga disini.(Hasil wawancara 26 Mei
2017)”
“Kemarin itu saya kan udah berani melaporkan tapi dari komite sendiri masih belom
ada tindak lanjutnya, padahal saya ingin teman-teman yang lain mengikuti saya
untuk berani melaporkan dan orang yang akan melakukan kecurangan itu bisa
berpikir dua kali untuk melakukan tindakan tersebut.”
10

Dalam pengelolaan Dana BOS selama ini masih belum optimal dikarenakan
kurangnya pemahaman terhadap kebijakan dan tata cara dalam melakukan pengelolaan Dana
BOS tersebut serta kurangnya pengetahuan mengenai whistleblowing. Untuk beberapa
sekolah sudah mencoba untuk mengatasi permasalahan ini dan contohnya adalah SMP
Kristen Satya Wacana Salatiga dan SMP Stella Matutina Salatiga. Dalam permasalahan ini,
masing-masing kepala sekolah mewajibkan kepada setiap pemegang jabatan penting di
sekolah untuk mengikuti program pelatihan yang berkaitan dengan pengelolaan Dana BOS
dan penetapan batas usia jabatan (maksimal 5 tahun). Usaha sekolah didukung oleh
Pemerintah dengan bentuk sosialisai dan pemberian buku panduan pengelolaan Dana BOS.
Berikut hasil kutipan wawancara dengan bagian keuangan SMP Kristen Satya Wacana :
“Kalau pelatihan jelas ada, apalagi untuk jabatan yang sangat riskan untuk sekolah.
Biasanya 2 bulan sekali dilakukan pelatihan kalau tidak ada halangan. Selain itu,
sudah ada buku mengenai tata cara pengelolaannya dan jobdesc nya juga. Jadi
semua sudah diatur oleh pemerintah tinggal kita nya saja mau mengikuti atau tidak.”
Namun, masih banyak sekolah yang tidak memahami pentingnya pengelolaan Dana
BOS ini dan peran penting whistleblowing di dalamnya. Dari hasil wawancara, banyak
pegawai maupun guru sebagai narasumber masih menganggap bahwa whistleblowing adalah
politik adu domba antar pegawai yang dibuat oleh pimpinan, kemudian menimbulkan rasa
curiga antar pegawai dan sebagainya. Hal ini yang menjadi kendala untuk terciptanya minat
untuk melakukan whistleblowing karena orang yang melihat adanya pelanggaran akan
sungkan, tidak mau mencampuri urusan orang lain atau tidak berani untuk melaporkan
pelanggaran tersebut. Berikut hasil kutipan wawancara dengan narasumber :
“Ya gimana ya Mas, kalau posisi jabatan saya dibawah orang yang melakukan
kecurangan, saya bisa apa? Secara struktur organisasi saya harus laporan ke dia dan
bisa saja posisi saya nanti yang terancam bahkan saya bisa dipecat. Jadi lebih baik
saya tidak mencampuri dan berfokus ke kepentingan saya sendiri. Yang penting saya
tidak melakukan tindakan seperti itu.”
Hasil dari wawancara dengan narasumber ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang
dilakukan Mesmer-Magnus dan Viswesvaran (2005) yang menemukan bahwa komitmen
organisasi tidak memiliki keterkaitan dengan minat untuk melakukan whistleblowing.

11

Personal Cost dan Minat untuk Melakukan Whistleblowing
Personal cost dalam hal ini dapat diartikan sebagai faktor yang mempengaruhi minat
pegawai untuk melakukan ataupun tidak melakukan tindakan whistleblowing. Berkaitan
dengan dengan pengaruh personal cost, hasil dari penelitian ini bertentangan dengan
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mesmer-Magnus dan Viswesvaran (2005) serta
Kaplan dan Whitecotton (2001) di Amerika Serikat. Hasil kutipan wawancara dengan kepala
sekolah SMP Stella Matutina dan kepala sekolah SMP Kristen Satya Wacana :
“Untuk pelaporan kan bisa dengan cara whistleblowing anonim. Jadi identitas
pelapor tetap terjaga keamanannya. Apalagi kebanyakan guru dan pegawai disini
sudah paham cara kerja pelaporannya dan aman, jadi saya berani untuk melaporkan
karena saya tidak mau sekolah ini mengalami kerugian.”
“Tidak langsung dilaporkan Mas, malah kita harus benar-benar mencari bukti yang
kuat sebagai jaminan bahwa laporan kita itu tidak untuk menjatuhkan rekan sekerja
melainkan untuk kemajuan sekolah. Bahkan, jika saya tahu identias pelapor, saya
tidak akan memberitahu rekan kerja yang lainnya karena pelapor berhak untuk
dijaga kerahasiaan identitasnya.”

Pertimbangan personal cost dalam pengambilan keputusan untuk melakukan
whistleblowing atau tidak, harus sangat diperhatikan oleh calon whistleblower. Hal ini
berkaitan dengan keamanan identitas dan keadaan mental yang nanti akan dihadapi oleh
whistleblower ketika identitasnya sudah diketahui oleh rekan di dalam satu tempat kerja.
Hasil penelitian ini sejalan dengan konsep prosocial organizational behavior theory
yaitu bahwa tindakan whistleblowing merupakan tindakan positif yang dapat memnberikan
manfaat positif bagi sekolah dan melindungi sekolah dari segala tindak kecurangan atau
fraud. Namun, faktor keamanan identitas pelapor masih menjadi suatu kendala yang
menyebabkan whistleblower enggan untuk melakukan tindakan whistleblowing. Narasumber
menyatakan bahwa mereka tetap akan melaporkan tindak kecurangan yang terjadi karena
banyak dari narasumber ingin melindungi eksistensi dan nama baik dari sekolah masingmasing.
Sedangkan dalam hal personal cost dengan minat whistleblowing, menurut hasil
penelitian, pegawai lembaga pendidikan relatif tetap melaporkan tindak kecurangan
meskipun ada kemungkinan mendapat tekanan sosial dari lingkungan kerja dan kemungkinan
untuk dipecat dari pekerjaan. Seperti yang dikatakan oleh salah satu narasumber, pelaporan

12

bisa dilakukan dengan cara whistleblowing anonym atau pelaporan tanda identitas pelapor
disertai dengan bukti-bukti yang memperkuat laporan tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasional
memiliki peran yang cukup besar dalam minat untuk melakukan whistleblowing. Hasil ini
juga menjaga kesesuaian teori yang telah ada seperti prosocial organizational behavior
theory, theory of planned behavior, dan konsep komitmen organisasional. Pegawai dengan
masa kerja yang tinggi, cenderung lebih tinggi minat untuk melakukan whistleblowing
dibandingkan dengan pegawai dengan masa kerja yang relatif rendah.
Akan tetapi, sesuai dengan pernyataan dari sebagian narasumber, bahwa mereka
cenderung tidak akan melaporkan kecurangan atau wrongdoing dikarenakan sistem pelaporan
yang kurang memadai. Hal ini mempengaruhi minat whistleblowing dalam aspek komitmen
organisasi meskipun masa kerja nya sudah lebih dari 10 tahun.
Untuk minat whistleblowing dalam aspek personal cost, dalam melakukan pelaporan
akan tindak kecurangan, whistleblower tersebut tidak mempertimbangkan faktor personal
cost yang mungkin terjadi ketika laporan diberikan. Hal ini dikarenakan lingkungan sekolah
selalu mendukung para whistleblower untuk melakukan pelaporan meskipun ada beberapa
pihak atau orang tertentu yang tidak setuju. Akan tetapi, minat melakukan whistleblowing
beberapa whistleblower relatif rendah dikarenakan tidak pahamnya whistleblower akan
whistlebloweing anonym system sehingga membuat para pelapor masih takut akan personal
cost yang harus diterimanya.
Penulis sangat menyarankan pemerintah maupun sekolah itu sendiri memberikan
pengetahuan dan pelatihan bagi kepala sekolah, guru, pengelola keuangan sekolah dan semua
pihak yang berkaitan dengan pengelolaan Dana BOS dan pentingnya melakukan
whistleblowing demi terciptanya lingkungan kerja yang harmonis dan nyaman.
Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam hal jumlah sekolah dan jumlah pegawai
yang menjadi narasumber, dikarenakan tidak semua sekolah dan pegawai berkenan untuk
menjadi narasumber yang berkaitan dengan pengelolaan Dana BOS.
Keterbatasan penelitian ini diharapkan dapat memotivasi peneliti lain untuk lebih
mengembangkan penelitian ini. Bagi penelitian mendatang, diharapkan dapat melakukan
penelitian mengenai pengelolaan Dana BOS di dalam aspek yang berbeda atau dari sudut
pandang yang berbeda. Untuk implikasi dari penelitian ini, diharapkan bagi Diknas Kota
13

Salatiga dapat melakukan sosialisasi mengenai juknis Dana BOS yang telah dibuat kepada
sekolah-sekolah agar dapat memahami mengenai teknis pengeloalaan Dana BOS. Bagi
sekolah yang sudah memahami mengenai teknis pengelolaan Dana BOS, diharapkan dapat
menerapkan dalam pengelolaan Dana BOS di sekolah masing-masing.

14

DAFTAR PUSTAKA

Ajzen, Icek. 1991. The Theory of Planned Behaviour. Organizational Behaviour and Human
Decision Processes. Vol. 50: 179-211.
Association of Certified Fraud Examiners. 2012. Report to The Nation 2012 on Occupational
Fraud and Abuse. Austin USA.
Bagustianto, R. dan Nurkholis. 2015. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Pegawai
Negeri Sipil (PNS) Untuk Melakukan Tindakan Whistle Blowing. Simposium
Nasional Akuntansi XVIII, Medan, 16-19 September.
Brief, A., dan Motowidlo, Stephan J. 1986. Prosocial Organizational Behaviours. Academy
of Management Review. Vol. 11 (4): 710-725.
Dozier, J., dan Miceli, M.. 1985. Potential predictors of whistleblowing: a prosocial behavior
perspective. Academy of Management Review. Vol. 10 (4): 823-836.
Gibson, J., Ivancevich, John M., Donnelly-Jr., James H., dan Konopaske, Robert. 2012.
Organizations: Behavior, Structure, Processes. New York: The McGraw-Hill
Companies Inc.
Kaplan, S., dan Whitecotton, S. 2001. An examination of auditors’ reporting intentions when
another auditor is offered client employment. A Journal of Practice and Theory. Vol.
20 (1): 45-63.
Kaswandi. 2015. Evaluasi pengelolaan dana bantuan operasional sekolah di SD Negeri 027
Tarakan. Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan Vol.3 No.1

(Januari):

66-74.
Mesmer-Magnus, Jessica R. dan C. Viswesvaran. 2005. Whistleblowing in organizations: an
examination of correlates of whistleblowing intentions, Actions, and Retaliation.
Journal of Business Ethics 52: 277-297.
Miceli, M., dan Near, J. 1985. Characteristics of organizational climate and perceived
wrongdoing associated with whistleblowing decisions. Personnel Psychology. 1985
(38): 525-544.
Modami, D. 2013. Efektivitas Penggunaan Dana BOS Pada SMP negeri 7 Manado:086.

15

Sabang, M. Iskandar, 2013. Kecurangan, Status Pelaku Kecurangan, Interaksi IndividuKelompok, dan Minat Menjadi Whistleblower (Eksperimen pada Auditor

Internal

Pemerintah. Tesis. Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.
Schultz-Jr., Joseph J., Johnson, Douglas A., Morris, Deigan dan Dyrnes, Sverre. 1993. An
investigation of the reporting of questionable acts in an international setting. Journal
of Accounting Research. Vol. 31: 75-103.
Secord, P., dan Backman, C.. 1964. Social Psychology. New York: The McGraw-Hill Book
Company.
Susmanschi, G. 2012. Internal audit and whistleblowing. Economics, Management, and
Financial Markets. Vol. 7 (4): 415-421.
Sweeney, P. 2008. Hotlines Helpful for Blowing The Whistle. Financial Executive. Vol. 24
(4): 28-31.
Winardi, R. 2013. The influence of individual and situational factors on lower-level civil
servants’ whistleblowing intention in indonesia. Journal of Indonesian Economy and
Business. Vol. 28 (3): 361-376.

16

Hasil Wawancara Aspek Komitmen Organisasi
A. Pertanyaan 1 : Apakah bapak/ibu merasa memiliki ikatan emosional yang kuat
dengan sekolah tempat bapak/ibu bekerja?
Narasumber

: N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil

: Narasumber selalu mengikuti seluruh kegiatan yang diprogramkan
oleh sekolah.

B. Pertanyaan 2 : Apakah bapak/ibu selalu ingin melibatkan diri dalam upaya
pencapaian tujuan yang ditetapkan oleh sekolah?
Narasumber

: N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil

: Narasumber sudah sepakat dalam setiap penyusunan program sekolah
yang bertujuan untuk memajukan sekolah.

C. Pertanyaan 3 : Apakah bapak/ibu menggabungkan diri pada sekolah karena
keinginan sendiri? Apa motivasi bapak/ibu bergabung dengan sekolah
ini?
Narasumber

: N1.1, N2, N3, N4 dan N5.1

Hasil

: Narasumber sudah tertarik dari awal untuk melamar di sekolah
masing-masing karena program sekolah yang menarik.

Narasumber

: N1.2, N5.2 dan N6

Hasil

: Narasumber menggabungkan diri karena rekomendasi dari keluarga
atau teman.

D. Pertanyaan 4 : Menurut bapak/ibu, apakah keberadaan bapak/ibu disini merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya pencapaian tujuan
sekolah?
Narasumber

: N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil

: Narsumber selalu ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan sekolah.

E. Pertanyaan 5 : Bersediakah bapak/ibu untuk berupaya optimal agar dapat
memberikan hasil pemikiran dan tindakan demi memajukan sekolah
ini?
Narasumber

: N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil

: Narasumber bersedia karena itu merupakan tanggung jawab dari
pekerjaan mereka.

F. Pertanyaan 6 : Bersediakah bapak/ibu untuk mengorbankan waktu dan pikiran demi
kemajuan sekolah ini?
17

Narasumber

: N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil

: Narasumber bersedia karena itu merupakan peran mereka disekolah.

G. Pertanyaan 7 : Seberapa kuat komitmen bapak/ibu untuk melaksanakan semua tugas
dan pekerjaan di sekolah ini dengan penuh tanggungjawab?
Narasumber

: N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil

: Selalu berusaha maksimal untuk menyelesaikan setiap tugas dan
pekerjaan dengan deadline yang telah ditentukan.

H. Pertanyaan 8 : Bagaimanakah bentuk bapak/ibu tetap setia dan loyal pada sekolah?
Narasumber

: N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil

: Setia sampai masa pensiun atau masa kontrak kerja selesai dan tidak
mengajar disekolah lain.

I. Pertanyaan 9 : Seberapa besar bapak/ibu merasa bertanggung jawab dan memiliki
kewajiban untuk memajukan sekolah ini?
Narasumber

: N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil

: Selalu memberikan inovasi demi perkembangan dan kemajuan
sekolah.

18

Hasil Wawancara Aspek Personal Cost
A. Pertanyaan 1 : Bagaimana sistem pengelolaan Dana BOS di sekolah ini? Seberapa
besar peran bapak/ibu terlibat dalam pelaksanaan pengelolaan Dana
BOS?
Narasumber

: N2.2 dan N3.2

Hasil

: Untuk pengelolaan Dana BOS, diserahkan kepada bagian pengelolaan
keuangan sekolah dan narasumber diberi tanggungjawab untuk ikut
mengelola Dana BOS.

Narasumber

: N1, N2.1, N3.1, N4, N5 dan N6

Hasil

: Untuk pengelolaan Dana BOS, diserahkan kepada bagian keuangan
sekolah dan narasumber tidak terlibat secara langsung.

B. Pertanyaan 2 : Bagaimana cara bapak/ibu melaksanakan pengelolaan Dana BOS di
sekolah ini?
Narsumber

: N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil

: Sesuai Juknis BOS yang diterbitkan oleh Diknas Salatiga.

C. Pertanyaan 3 : Seandainya bapak/ibu mengetahui terjadi pelanggaran atau
kecurangan, apakah bapak/ibu akan melaporkan pelanggaran atau
kecurangan tersebut?
Narasumber

: N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil

: Narasumber akan melaporkan karena tindak kecurangan merupakan
pelanggaran yang dapat menimbulkan kerugian bagi sekolah.

D. Pertanyaan 4 : Dalam hal melaporkan pelanggaran atau kecurangan, apakah
bapak/ibu akan menggunakan nama samaran/anonim atau
melaporkan dengan identitas asli?
Narasumber

: N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil

: Narasumber menggunakan nama samara karena tidak ingin
identitasnya diketahui.

E. Pertanyaan 5 : Tahukah bapak/ibu mengenai kebijakan perlindungan pelapor dan
kekebalan atas sanksi administratif pelapor? Mungkinkah kebijakan
ini membuat bapak/ibu lebih berani untuk melaporkan tindak
pelanggaran?
Narasumber

: N2 dan N4

19

Hasil

: Narasumber tahu dan kebijakan ini sangat membantu dalam
mengawasi dan melakukan pelaporan tindak pelanggaran yang
terjadi.

F. Pertanyaan 6 : Apakah ada fasilitas khusus untuk melaporkan pelanggaran
pengelolaan Dana BOS? Menurut bapak/ibu, apakah fasilitas saluran
khusus mempermudah bapak/ibu dalam melaporkan tindak
pelanggaran?
Narasumber

: N!, N3, N5 dan N6

Hasil

: Belum ada

Narasumber

: N2 dan N4

Hasil

: Sudah ada, dan mempermudah dalam proses pelaporan tindak
kecurangan yang terjadi.

G. Pertanyaan 7 : Apabila bapak/ibu telah melakukan pelaporan pelanggaran
penggunaan Dana BOS, apa tindakan bapak/ibu selanjutnya (meminta
informasi pengembangan hasil / meminta investigasi lebih lanjut)?
Narasumber

: N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil

: Narasumber meminta informasi mengenai tindak lanjut yang
dilakukan oleh pihak yang ditunjuk untuk melakukan investigasi.

H. Pertanyaan 8 : Apa motivasi bapak/ibu ketika melakukan pelaporan tindak
pelanggaran? (misalnya karena adanya insentif atau imbalan)
Narasumber

: N1, N2, N3, N4, N5 dan N6

Hasil

: Karena merupakan tanggung jawab dari narasumber untuk
melaporkan kecurangan sehingga meminimalkan terjadinya hal-hal
yang merugikan sekolah.

I. Pertanyaan 9 : Apakah saran yang bapak/ibu bisa berikan sebagai bentuk evaluasi
dan perbaikan yang harus dilakukan sekolah untuk meningkatkan
efektivitas pengelolaan Dana BOS?
Narasumber

: N2 dan N4

Hasil

: Membuat program pelatihan terhadap pengelolaan Dana BOS sesuai
dengan Juknis Pemerintah dan cara pelaporan yang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

20

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ORANG TUA MENIKAHKAN ANAK PEREMPUANYA PADA USIA DINI ( Studi Deskriptif di Desa Tempurejo, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember)

12 105 72

Partisipasi Politik Perempuan : Studi Kasus Bupati Perempuan Dalam Pemerintahan Dalam Kabupaten Karanganyar

3 106 88

Perilaku Kesehatan pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakrta Angkatan 2012 pada tahun2015

8 93 81