BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penguasaan Kompetensi Pedagogik antara Guru Disupervisi Klinis di SMA Kristen YPKPM Ambon dengan Guru Tanpa Supervisi di SMA Kartika XIII-I Ambon

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Kompetensi Pedagogik
Dalam teori yang dikembangkan oleh Apelgren &
Giertz

(2003)

dalam

(Ryegard

2010)

mengemukakan

pengertian kompetensi pedagogik adalah
“The will to regularly apply the attitude,
knowledge and skills that promote the learning of
the teacher‟s students. This shall take place in

accordance with the goals that are being aimed at
and the existing framework and presupposes
continuous development of the teacher‟s own
competence and course design”. (Kompetensi
untuk secara teratur mengaplikasikan sikap,
pengetahuan,
dan
keterampilan
yang
mendukung pembelajaran dari guru ke siswasiswa dalam cara yang terbaik. Hal ini
seharusnya ada dalam kesepakatan dengan
tujuan-tujuan yang mengaplikasi, dan berada di
dalam kerangka kerja yang tersedia dan memberi
asumsi pengembangan lanjutan dari kompetensi
guru itu sendiri dan desain instruksional).
Dari defenisi kompetensi pedagogik tersebut yang
dikembangkan oleh Apelgren & Giertz (2003) dalam
(Ryegard 2010)

mengemukakan beberapa aspek yang


penting untuk kompetensi pedagogik guru yaitu aspek
sikap, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan.
a. Aspek Sikap
Apelgren & Giertz (2003) dalam (Ryegard 2010)
mengemukakan bahwa dengan mempunyai sebuah sikap,
sangat mendukung pembelajaran siswa, sehingga pada
14

aspek

sikap

ini,

bisa

dilihat

sebagai


patokan

bagi

penguasaan kompetensi pedagogik guru. Sikap ditujukan
untuk

menjelaskan

bagaimana

guru

melihat

secara

respektif peran dan tanggung jawab mereka masingmasing serta peran dan tanggung jawab siswa mereka, dan
juga


melibatkan

bagian-bagian

lain

dari

sebuah

pandangan pedagogis yang fundamental. Apelgren dan
Giertz (2003) dalam (Ryegard 2010) menegaskan kembali
“bahwa guru harus memiliki sikap akademik umum
terhadap pengajaran. Hal ini berarti, ketika memilih isi
(konten) dalam pengajaran, metode mengajar, tujuan
pengajaran

dan


evaluasi

pengajaran,

guru

harus

merefleksi tentang apa yang ditunjukkan oleh tindakannya
melalui

sikapnya

dalam

kelas

untuk

mendukung


pembelajaran siswa yang terbaik. Seorang guru harus
menyampaikan bahwa pendidikan di sekolah seharusnya
berada pada dasar pratek pengajaran yang berhubungan
dengan desain pedagogis”. Apelgren & Giertz (2003)
dengan memiliki sikap dapat mendukung pembelajaran
yang baik, itu berarti perlunya guru untuk memastikan
hubungan yang baik dengan semua siswa, menciptakan
iklim pengajaran yang baik, membantu siswa untuk
mengembangkan kebiasaan yang baik pada belajarnya,
merangsang siswa menjadi pembelajar yang aktif dan
sikap guru yang selalu berusaha mendengarkan para
siswa di kelas.

15

b. Aspek Pengetahuan
Menurut Apelgren & Giertz (2003) pada aspek
pengetahuan yang merupakan sebuah dasar penting
dalam


kompetensi

pedagogik,

oleh

karena

itu

guru

membutuhkan pengetahuan melalui 4 bidang di bawah
ini:
1. Pengetahuan
dalam
menguasai
bidang
mata

pelajarannya yang dikuasai oleh guru.
2. Pengetahuan untuk meningkatkan pengetahuan siswa
dalam belajar (baik meningkatkan pengetahuan siswa
secara umum maupun pengetahuan mata pelajaran
yang spesifik).
3. Pengetahuan dalam menentukkan metode belajar dan
pengetahuan dalam proses belajar mengajar
4. Pengetahuan
dalam
tujuan
pengajaran
dan
pengetahuan dalam organisasi.
Namun Apelgren & Giertz (2003) dalam (Ryegard
2010) menyampaikan “dengan memiliki pengetahuan pada
empat bidang tersebut, merupakan sebuah nilai yang
diperoleh dari kualifikasi seorang guru”. Menurut mereka,
tidak cukup untuk memiliki sikap dan keterampilan yang
diperlukan dalam kompetensi pedagogik, karena salah
satu bagian aspek yang paling penting dilakukan pada

kompetensi pedagogik adalah menerapkan pengetahuan.
Oleh karena itu, guru harus menggunakan pengetahuan
dan

menerapkan

pengetahuan

mereka,

karena

dari

pengetahuan, guru dapat memperoleh wawasan yang baru
dan mengembangkan keterampilan mereka.
c. Aspek Keterampilan
Pada aspek keterampilan, dengan mengaplikasikan
pengetahuan dalam empat bidang yang telah disebutkan
16


pada aspek pengetahuan tersebut, berarti memperoleh
jenis-jenis

keterampilan

yang

berbeda

yang

dapat

digunakan oleh guru dalam pengajaran mereka di kelas.
Untuk penilaian kompetensi pedagogik, jenis keterampilan
itu antara lain Apelgren & Giertz (2003);
1. Keterampilan dalam merancang proses pembelajaran
dan mengatur aktifitas.
2. Keterampilan dalam menyusun strategi pembelajaran

dan menyajikan materi dalam sebuah mata pelajaran
dalam cara yang tepat untuk para siswa.
3. Keterampilan dalam mengadaptasi pengajaran kepada
kelompok khusus dari siswa dan keterampilan dalam
situasi tertentu.
Dalam berdaptasi, guru dengan siswa pada situasi di
dalam kelas, Apelgren & Giertz (2003) dalam (Reygard
2010) berpendapat bahwa “komposisi dan kemampuan
mental siswa bervariasi”. Sebagai akibatnya, mereka
menunjukkan bahwa penguasaan kompetensi pedagogik
berarti penanganan keragaman faktor dalam cara terbaik
dengan

tujuan

untuk

mengoptimalkan

proses

pembelajaran siswa di kelas.
Apelgren dan Giertz (2003) (dalam Reygard 2010)
menyatakan

juga

bahwa

“pengajaran

yang

baik

membutuhkan ketekunan. Dalam sebuah pengajaran jika
tidak memiliki minat dan komitmen yang ditunjukan
dalam ketekunan dia bekerja, maka, baik siswa maupun
institusi, tidak ada satupun yang dapat mencapai usahausaha

yang

menyimpulkan

maksimal”.
bahwa

Oleh
dengan

karena
adanya

itu

mereka

ketekunan,

kemampuan dan keinginan untuk bekerja secara teratur
17

dalam cara yang terbaik seharusnya menjadi sebuah hal
yang penting dari penguasaan kompetensi pedagogik.
Kompetensi pedagogik bukanlah sesuatu yang statis,
atau

sesuatu

pedagogik

yang

tak

menunjukkan

pernah
bahwa

selesai.

Kompetensi

kemampuan

dan

keinginan untuk mengaplikasikan adalah sebuah cara
kerja yang mendukung sepenuhnya pembelajaran siswa
dari pengalaman-pengalaman pengajaran yang baru dan
mengembangkan secara professional, baik pada sebuah
mata

pelajaran

yang

secara

pedagogis.

Kompetensi

pedagogik berarti mengevaluasi secara berkesinambungan,
dan mengevaluasi kegiatan pedagogis seseorang dalam
cakupan tentang pembelajaran apa dan pengalaman yang
terbukti

apa

yang

ditunjukkan

untuk

mendukung

sepenuhnya pembelajaran siswa.
2.1.2 Pengukuran Kompetensi Pedagogik
Pada penguasaan kompetensi pedagogik ini yang
akan dilihat adalah kompetensi mengajar guru di kelas
yang akan menjadi tolak ukur guru dalam menguasai
penguasaan kompetensi pedagogik. Wasserman dan Eggert
(1981) bahwa profil kompetensi mengajar guru yaitu
kemampuan dasar professional guru dalam menjalankan
tugas dan tanggung jawab dalam mendidik, melatih,
membimbing dan memfasilitasi kegiatan belajar peserta
didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang secara
efektif

dan

efisien.

Untuk

pengukuran

kompetensi

pedagogik guru, menggunakan pengukuran observasi, dan
instrumen observasi dalam penelitian ini memakai teori
18

Wasserman dan Egert (1981) yaitu Profile of teaching
competency adalah sebuah alat ukur melalui pengamatan
untuk

mencandra

berkompeten

dalam

karakteristik

perilaku

memperlancar

dan

guru

yang

memudahkan

belajar siswa. Wasserman dan Eggert (1981) merumuskan
“prinsip-prinsip pengukuran kompetensi mengajar dengan
observasi di ruang kelas untuk mengungkapkan profil
kompetensi mengajar dikelas”. Untuk pengukurannya
menggunakan panduan observasi yang mengidentifikasi
19 aspek guru secara professional yang dikembangkan dan
berhubungan dengan kompetensi mengajar di ruang kelas.
Pada 19 Aspek ini akan diobservasi dan membandingkan
dan memberikan skor bagi guru yang ditunjukan perilaku
mana yang tepat bagi guru di kelas, apakah berperilaku
positif atau negatif dari tindakan-tindakan yang nyata
dalam proses mengajar di kelas.
Diindentifikasi

19

aspek

guru

yang

dipandang

berkaitan dengan kompetensi mengajar guru di kelas yang
berkaitan dengan peran guru sebagai fasilitator yang
memperlancar dan memudahkan belajar meliputi aspek :
1. Guru berperilaku bijaksana (His behavior is thoughtful).
Berilah skor positif yang tepat dan sesuai jika terlihat
perilaku
alternatif

guru
yang

bertindak
telah

berdasarkan

beberapa

dipertimbangkan.

Guru

mempunyai sistem pemantauan yang membantunya
menganalisis tindakannya dan analisis ini didasarkan
pada kriteria objektif bukan bias pribadi. Secara umum
orang lain akan cenderung menyimpulkan bahwa guru
19

itu

“sangat

mengerti”

dengan

apa

yang

sedang

dilakukannya dan apa yang dilakukannya tampak telah
dipertimbangkan

dan

merupakan

refleksi

tujuan

pembelajaran.
Namun

jika

mendapati

perilaku

guru

yang

menunjukkan sisi lain dan berlawanan dari aspek guru
yang

berperilaku

bijaksana,

terlihat

tindakan-

tindakannya seperti yang dihasilkan dari perubahan
pemikiran secara tiba-tiba; perilaku guru tidak selaras
dengan sasaran yang terekspresikan. Para pengajar ini,
belum mempertimbangkan apa yang akan dilakukan
sebelumnya
memiliki

ia

melaksanakannya;

alternatif-alternatif

yang

mereka

tampak

dipertimbangkan;

seperti ada kesenjangan antara apa yang mereka
katakan dengan apa yang mereka lakukan. Ketika
diperhadapkan dengan tindakan-tindakan ini, para
pengajar bisa menyangkalinya seperti (“Saya tidak tahu
akan hal itu”), dan semakin defensive. Kesan yang
diberikan oleh para pengajar ini adalah mereka belum
memikirkan matang-matang terhadap apa yang mereka
katakan atau lakukan.
2. Guru

adalah

seseorang

yang

berinisiatif

(He

is

selfinitiating). Berilah skor positif dan sesuai jika
terlihat perilaku pengajar, secara konsisten memiliki
inisiatif atau prakarsa sehingga dia tidak hanya diam
dan menunggu untuk diberitahu serta tidak perlu
dibantu dalam banyak hal. Guru tidak takut ambil
resiko, berani mencoba dengan kemauan sendiri. Jika
20

tindakannya ternyata tak berhasil sesuai harapannya ia
mampu memeriksa apa yang terjadi secara rasional.
Bila sesuatunya tidak berjalan sesuai harapan, mereka
tidak menggunakan hal itu sebagai alasan untuk tidak
mencoba lagi. Bahkan dalam situasi dimana ada
keterbatasan sumber daya, guru menggunakan apa
yang ada untuk memulai dari awal, guru tidak
merasionalisasikan ketiadaan tindakan mereka dengan
mengatakan hal itu karena tidak tersedia cukup materi
atau karena jenis materi yang salah. Kita dapat
mengatakan kepada para pengajar ini, “Saya dapat
mengandalkan orang ini untuk membuat inisiatif dan ia
akan menyelesaikannya!”.
Namun, disisi lain dan berlawanan dari aspek ini
jika dalam pengamatan di kelas, pengajar yang punya
inisiatif adalah pengajar yang menunggu tentang apa
yang

harus

dilakukan.

Bukan

apa

yang

mereka

lakukan yang membuat mereka tidak berhasil, tetapi
karena

jarang

menggunakan

kesempatan

untuk

menjalankannya secara mandiri. Terkadang mereka
melakukan sesuatu dengan menjalankannya, tetapi
kemudian beberapa kali meminta bantuan disepanjang
proses mengajar di kelas. Seperti “Katakan pada saya
apa yang harus saya lakukan!” dan “apa yang harus
saya lakukan?” ini merupakan karekteristik perilaku
mereka. Mereka (guru) mencoba mencari alasan atas
ketiadaan tindakan mereka dengan mengklaim bahwa
tidak tersedia materi yang mencukup atau karena jenis
21

materinya tidak sesuai. Mereka terlihat sepertinya
harus bergantung pada orang lain untuk memulai
sesuatu.
3. Guru memiliki gagasan yang jelas tentang apa yang dia
percaya dan menuntun sikapnya (He has a clear idea of
what he belief and his belief guide his behavior). Berilah
skor positif dan sesuai jika mendapati perilaku guru
memiliki gagasan yang jelas tentang sesuatu yang
diyakini

serta

keyakinannya.

tindakannya
Ketika

konsisten

berbicara

dengan

dengan
guru,

ia

terkesan bahwa keyakinannya telah lama dipilih dan
dipikirkan serta sesuai dengan refleksi tindakannya.
Sehingga jika di simak tindakannya merupakan refleksi
dari keyakinannya. Berilah skor tertinggi jika yang
mereka lakukan adalah sebagai refleksi dari keyakinankeyakinan tersebut. Ada kejelasan tentang tujuan
mereka, tentang apa yang mereka perjuangkan. Mereka
(guru) muncul sebagai praktisi kelas dan mereka tahu
kemana arah mereka dan mengapa demikian. Mereka
tahu apa yang mereka yakini dan mereka yakin dengan
apa yang mereka jalankan.
Sisi lain dan berlawanan dari aspek ini jika dalam
pengamatan, tindakan-tindakan para pengajar tidak
konsisten dengan keyakinan yang mereka nyatakan.
Mereka

mungkin

berkata

bahwa

mereka

percaya

dengan demokrasi di ruang kelas, tetapi mereka
menjadi contoh klasik pengajar yang otoriter di kelas.
Mereka mungkin berkata bahwa mereka yakin bahwa
22

pengajar

harus

memiliki

suara

dalam

membuat

keputusan tentang apa yang terjadi di sekolah, tetapi
mereka tidak berpartisipasi dalam komitmen dan tidak
mau

bersusah

payah

untuk

menjalankan

tugas

mereka, dengan mengklaim bahwa “apa yang dilakukan
oleh satu orang tidak akan menghasilkan perbedaan”.
Antara tindakan dan gagasan yang mereka ekspresikan
ada kesenjangan yang membuat apa yang mereka
perbuat menjadi membingungkan. Terkadang mereka
merasionalisasi apa yang mereka lakukan dengan
berkata, “Mereka tidak ingin saya melakukannya”, atau
“Mereka memaksa saya melakukannya” untuk mencari
alasan terhadap tindakan yang tidak sejalan dengan
keyakinan

yang

dinyatakan.

Walaupun

demikian,

ketika kita meminta mereka untuk mengklarifikasi
sejumlah

pertanyaan,

jawaban

mereka

cenderung

penuh pengelakan, atau bersifat defensif atau tidak
konsisten. Cukup sulit untuk mengetahui apa yang
sebenarnya diyakini oleh para pengajar ini.
4. Guru

adalah

pemecah

masalah

(He

is

a

“problemsolver”). Berilah skor positif dan sesuai jika
perilaku

guru

terdeskripsikan

bahwa

ketika

guru

berhadapan dengan masalah yang sulit, maka guru
dapat

mengidentifikasi

masalah

itu,

menyarankan

rangkaian tindakan alternatif, memeriksa asumsi yang
melandasinya, serta mengajukan strategi yang mungkin
dapat dijalankan. Ketika dihadapan dengan masalahmasalah yang saling bertolak belakang, guru ini
23

mampu membuka diri terhadap situasi tersebut dan
menelitinya secara obyektif. Kita dapat mengatakan
tentang mereka (guru) bahwa muncul permasalahan
yang baru dan kompleks ketika, “mereka menjadi
pemimpin dalam perencanaan strategi”. Mereka dilihat
sebagai orang-orang yang memiliki pemikiran terbuka,
yang mampu berfungsi secara efektif ketika dihadapkan
dengan permasalahan yang baru dan kompleks.
Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan
sisi lain dan berlawanan dari aspek ini jika dalam
pengamatan “pengajar yang menjadi pemecah masalah”
adalah

mereka

yang

ketika

dihadapkan

dengan

permasalahan, mereka menjadi hancur. Para pengajar
ini

tidak

tahu

apa

yang

akan

dilakukan

atau

bagaimana cara memulainya. Ketika tidak ada arahan
kepemimpinan dari orang lain, mereka tidak tahu
dimana atau bagaimana cara memulainya. Mereka
sepertinya tidak mampu membuat keputusan. Mereka
menunggu orang lain untuk memulai sesuatu dan
kemudian mengikutinya. Mereka mengalami banyak
kesulitan

dalam

menanggapi

data

yang

timpang;

pikiran mereka sepertinya tertutup terhadap data
semacam itu. Ketika telah mulai menjalankan suatu
tindakan,

mereka

diperkenalkan

segan

untuk

berpindah.

Ketika

baru,

mereka

alternatif-alternatif

mungkin berkata, “Kita telah memiliki sebuah rencana.
Janganlah

kita

membuang-buang

waktu

dengan

mencoba-coba gagasan baru.
24

5. Guru dapat mengambil gagasan baru ke dalam praktek
(He can put new ideas into practice). Berilah skor positif
dan sesuai jika perilaku guru dalam profilnya ini
mampu memasukkan gagasan-gagasan baru ke dalam
praktik. Ia mampu membuat penilaian atas kebutuhan
kelompok serta dapat memunculkan gagasan yang
sesuai dengan kebutuhan dan dapat menciptakan
skema untuk mengimplementasikan gagasan tersebut
dalam praktik. Guru merasa tidak terhalangi dengan
sumber daya yang terbatas; ia sepertinya mampu
melakukan banyak hal dengan sumber daya sedikit.
Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan
sisi lain dan berlawanan dari aspek ini, terlihat para
pengajar yang menerapkan pendekatan yang kaku di
sebagian besar situasi yang baru. Mereka sepertinya
melakukan hal yang sama secara berulang-ulang dan
dengan cara yang sama. Mereka mengalami kesulitan
dalam melihat suatu formula pendekatan tidak cocok
untuk

situasi

yang

baru;

mereka

tidak

mampu

menciptakan sebuah pendekatan baru yang lebih
relevan. Mereka menggunakan apa yang telah mereka
ketahui

dan

ingin

tetap

seperti

itu.

Mereka

menginginkan hal-hal yang sifatnya praktis dan jenis
bantuan bertipe “bagaimana caranya” dan mengalami
kesulitan yang luar biasa dalam menggunakan prinsip
pendidikan dan menerapkannya dalam ruang kelas.
Ada atmosfir kebosanan dan kurangnya semangat
dalam apapun yang mereka lakukan di ruang kelas.
25

6. Guru adalah seseorang yang dapat diandalkan dia (You
can rely on him). Berilah skor positif dan sesuai jika
mendapati perilaku guru terlihat bahwa guru dapat
dipercaya sehingga siswa dapat bergantung padanya
sehingga jika ia berkata akan melakukan sesuatu yang
pasti, kita percaya bahwa ia dapat melakukannya. Jika
mereka tak mampu menyelesaikan tugas tertentu,
mereka dapat menemukan cara untuk menyampaikan
hal itu sebelumnya. Jarang sekali para pengajar ini
akan mengecewakan kita. Kita merasakan adanya rasa
kepercayaan

pada

diri

mereka,

merasa

nyaman

terhadap jaminan bahwa mereka akan lakukan sesuai
dengan janji mereka.
Namun,

dalam

pengamatan

yang

dilakukan

mendapati perilaku guru yang tidak dapat diandalkan.
Secara berulang-ulang mereka menawarkan diri untuk
menjalankan sebuah tugas dan karena suatu alasan
mereka tidak dapat menyelesaikannya. Oleh karena itu
hanya

memiliki

sedikit

keyakinan

terhadap

kemampuan mereka untuk mengikuti perkembangan,
dan untuk menjalankan apa yang mereka telah janjikan
akan dilaksanakan. Intinya kita tahu bahwa bila kita
membutuhkan agar suatu pekerjaan harus dikerjakan,
mereka

tidak

dapat

diandalkan

untuk

menyelesaikannya.
7. Guru memiliki pandangan positif (He has a positive
outlook). Berilah skor positif dan sesuai jika perilaku
Guru

mempunyai

cara

pandang

positif

dan
26

menggembirakan dalam hidup sehingga ketika sesuatu
tidak berlangsung seperti harapan, ia tidak cenderung
mengenakan

hal

ini

sebagai

cerminan

nasib.

Ia

memperlakukan hal-hal itu sebagai bagian dari langkah
kehidupan. Ia banyak tersenyum dan tertawa serta
sangat menyukai dengan tulus apa yang dilakukannya.
Namun,

jika

mendapati

perilaku

guru

yang

menunjukkan sisi lain dan berlawanan dari aspek ini,
jika

pada

pengamatan

seorang

pengajar

yang

cenderung melihat kehidupan dalam warna hitam dan
bayangan abu-abu. Mereka selalu mengkritisi terhadap
segala “sesuatu yang tidak beres”, dan menghabiskan
banyak waktu dan energy untuk mengeluh. Bahkan
terkadang setelah situasi menjadi membaik, mereka
ingin

berbicara

gunanya?”

tentang

menjadi

“seberapa

tipikal

sikap

buruk”.
negatif

“Apa

mereka.

Tampaknya mereka menulari orang lain dengan sikap
pesimis dan pandangan yang kelam dalam kehidupan
mereka.
8. Guru menghargai, memperhatikan setiap individu (He
prizes, cares about each individual). Berilah skor positif
dan sesuai jika mendapati perilaku guru memberi
keleluasaan kepada siswa untuk mengekspresikan
gagasan, pendapat, keyakinan, dan perasaannya. Guru
tidak hanya peka dan peduli terhadap perasaan siswa,
tetapi juga mengkomunikasikan kepekaan itu dalam
cara yang dapat dipahami siswanya. Ketika berinteraksi
dengan siswa, ekspresi wajah, nada suara dan bahasa
27

mereka menunjukkan bukti kehangatan, pujian dan
dorongan. Interaksi mereka menunjukkan kedekatan
dengan para siswa mereka, dan kebebasan usaha
untuk

mendominasi

mereka.

Setelah

berinteraksi

secara singkat dengan pengajar, siswa keluar dengan
perasaan yang lebih baik terhadap diri mereka sendiri.
Namun, jika pada pengamatan yang dilakukan, para
pengajar yang menunjukkan kurangnya sensitifitas
kepada para siswa mereka. Ketika berinteraksi, mereka
tampil secara dingin dan tidak hangat, kaku dan
kurang memberikan dorongan, bersifat mekanis dan
kurang

tulus

ketika

memberikan

pujian.

Mereka

seringkali menolak gagasan dan pendapat dari siswa
mereka.

Kritikan

mereka

bersifat

mencela

dan

merendahkan dan dibuat tanpa mempertimbangkan
perasaan siswa. Sepertinya mereka kurang memahami
tentang bagaimana perasaan para siswa mereka. Dalam
kenyataannya, sepertinya mereka kurang menyadari
bahwa ekspresi perasaan siswa memiliki tempat di
ruang kelas.
9. Guru

mengetahui

bagaimana

untuk

mengamati,

mendiaknosa, dan menangani siswa yang mengalami
kesulitan
observase,

dalam

berperilaku

diagnose

and

(He

deal

knows

with

how

pupils

to

with

behavioral difficulties). Berilah skor positif dan sesuai
jika perilaku guru

mampu membuat pengamatan

secara lengkap dan cerdas tentang perilaku siswa, ia
menyadari perilakunya sebagai manifestasi perasaan
28

dan pikiran serta menggunakan obseravasi perilaku
siswa

untuk

mendiagnosis

kesulitan

belajar

dan

merencanakan strategi pembelajaran yang sesuai.
Namun,

jika

mendapati

perilaku

guru

yang

menunjukkan sisi lain dan berlawanan dari aspek ini,
kita akan menemukan para pengajar yang menyimpang
dari perilaku normal sebagai sesuatu yang “buruk”.
Bukan dengan berupaya untuk menggali apa yang ada
dibalik perilaku semacam itu, mereka lebih cenderung
untuk menghubungkan dengan berbagai motif kepada
siswa (misalnya, “Ia sekedar malas” atau “Ia sedang
tidak mencoba” atau “Ia tidak ingin belajar”). Terkadang
para pengajar ini mencoba untuk menjelaskan suatu
perilaku berdasarkan standar mereka sendiri secara
sepihak (misalnya, “Ia berperilaku seperti itu karena ia
memang

kurang

perilaku

dari

berprestasi”

sebagian

atau

besar

„Itulah

tindakan

contoh

yang

non

akademik”). Setelah mendapatkan penjelasan tentang
suatu

perilaku,

para

pengajar

ini

akan

menulis

harapan-harapan mereka kepada siswa. Para pengajar
ini menggunakan penghukuman dan taktik manipulatif
lainnya sebagai alat utama untuk membawa perubahan
perilaku dan menganjurkan dipakai oleh siswa.
10. Guru menggunakan klarifikasi “menanggapi” di ruang
kelas (He uses clarifying responses in this classroom).
Berilah skor positif dan sesuai jika perilaku guru
terampil dalam mengklarifikasi tanggapan dan tahu
kapan menggunakannya. Guru guna dapat membantu
29

siswa mengklasifikasikan bagi dirinya sendiri tentang
apa yang dipikirkan. Ia sering merefleksikan kembali
kepada siswa sikap keyakinan dan gagasan yang
diekspresikan melalui mengajukan pertanyaan yang
tidak menghakimi.
Namun,

jika

mendapati

perilaku

guru

yang

menunjukkan sisi lain dan berlawanan dari aspek ini
dalam pengamatan, terlihat para pengajar ini sangat
bersifat mengarahkan. Praktek mereka termasuk usaha
pemanipulasian siswa mereka untuk setuju dengan
gagasan mereka sendiri. Mereka adalah orang-orang
yang ahli dalam memanuver siswa untuk menghasilkan
jawaban

yang

tepat.

Tujuannya

bukan

untuk

membantu siswa berpikir tentang gagasan mereka
sendiri

tetapi

untuk

mengarahkan

gagasan

siswa

sejalan dengan gagasan pengajar.
11. Guru mengutamakan pemikiran siswa (He promotes
pupils’ thingking). Berilah skor positif dan sesuai jika
perilaku

guru

dari

aspek

ini,

untuk

membantu

mendeskripsikan apakah guru sangat terampil dalam
mempromosikan

dan

berpikir

siswanya.

diajukan

pada

keterampilan

mengembangkan

Pertanyaan
siswa

berpikir

aras

yang

kecakapan

dipilih

berhubungan
lebih

tinggi

untuk
dengan
dalam

menginterpresi data, pemecahan masalah, menerapkan
prinsip dan menghasilkan prinsip baru dibandingkan
penghafalan informasi faktual. Kita akan mendengar
para pengajar ini lebih banyak membuat pertanyaan
30

seperti,

“Apakah

kamu

memiliki

gagasan

atau

pemikiran mengapa sampai menjadi seperti ini?” dan
“Penjelasan lain apakah yang bisa dimungkinkan?” dan
“Bagaimana kita sampai pada keputusan tentang salah
satu dari tiga hal ini yang benar?” dan bukan
pertanyaan seperti “Apa tiga sebab utama munculnya
Revolusi Perancis?” Para pengajar ini menunggu siswa
untuk

merespon

pertanyaan.

Mereka

memberikan

waktu kepada para siswa untuk berpikir. Cukup jelas
bahwa para pengajar semacam itu tertarik di banyak
kemungkinan jawaban dan penjelasan, dibandingkan
pada usaha penemuan satu jawaban yang benar.
Bukan

dengan

menjadikan

siswa

berpikir

bagi

pengajar, para pengajar mengundang siswa untuk
berpikir bagi diri mereka sendiri. Mereka menghargai
perkembangan penyelidikan pada siswa mereka dan
penekanan ini merasuk ke ruang kelas.
Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan
sisi lain dan berlawanan dari aspek ini, terlihat para
pengajar

yang

menempatkan

value

tertinggi

pada

perolehan informasi untuk tujuan agar sampai pada
satu jawaban yang benar. Pertanyaan mereka kepada
siswa utamanya bersifat penyebutan informasi yang
dihafalkan sebelumnya. Mereka meyakini bahwa tugas
utama

mereka

adalah

mengarahkan

siswa

untuk

mendapatkan informasi untuk kelas mereka. Dalam
interaksi mereka dengan siswa, para pengajar ini jarang
memberikan
31

waktu

kepada

siswa

untuk

berpikir.

Mereka

sepertinya

mencakup

berpacu

sebanyak

memberikan

kesan

dengan

mungkin
bahwa

waktu

konten.

untuk
Mereka

pengajarlah

yang

menjalankan sebagian besar pemikiran di dalam kelas
dan mungkin memang inilah yang diinginkan oleh para
pengajar.
12. Guru melakukan berbagai interaksi dengan siswa di
kelas (There’s a lot of interaction among pupils in his
class). Berilah skor positif dan sesuai jika perilaku guru
terhadap aspek ini mendeskripsikan apakah guru
mendorong

dan

mengundang

terjadinya

banyak

interaksi antara siswa. Ruang kelas mereka menjadi
semacam sarang lebah, dimana hampir selalu ada
aliran percakapan antar siswa, ketika siswa secara aktif
terlibat

dalam

pembelajaran.

Para

pengajar

ini

memberikan banyak pengalaman kurikulum dimana
para siswa terlibat dalam dialog pembelajaran secara
kooperatif dan pembelajaran dari satu sama lain. Para
pengajar ini tidak membaurkan diri mereka kedalam
peran penyebaran informasi. Mereka mengakui bahwa
pembelajaran kooperatif dan interaksi siswa sebagai
dimensi pengajaran yang penting.
Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan
sisi lain dan berlawanan dari aspek ini, terlihat para
pengajar ini, berbicara disepanjang waktu. Mereka
meyakini bahwa apa yang mereka katakan itu penting.
Mereka melihat bahwa peran utama mereka adalah
untuk menyalurkan informasi, yang diikuti dengan
32

pertanyaan dari siswa untuk melihat apakah

para

siswa memang sebelumnya menyimak. Para pengajar
ini menjadi orang-orang dominan di ruang kelas
mereka. Bila para pengajar ini keluar kelas untuk
waktu sebentar saja maka kelas akan menjadi kacau.
Mereka terkadang membolehkan para siswa berbicara
satu sama lain sebagai aktifitas rekreasi tetapi jarang
sekali

dalam

kontek

yang

mereka

lihat

sebagai

pengalaman dalam belajar mengajar.
13. Guru adalah pendidik bagi muridnya (He is a real
person to his students). Berilah skor positif dan sesuai
jika perilaku guru menanggapi atau merespon siswanya
dengan ketulusan. Secara pribadi guru leluasa dan
spontan. Tidak diragukan lagi ia sungguh-sungguh
dengan apa yang dikatakannya. Ketika seorang siswa
mendekatinya

membawa

merasionalisasi

atau

masalah,

mundur

ke

guru

tidak

dalam

peran

“profesional”. Ketika diperhadapkan dengan siswa yang
perilakunya bermasalah, menanggapi tanpa bersikap
defensif/melindungi
mereka

bersifat

harga
jujur

diri
dan

sendiri.

Reaksinya

terbuka.

Pesannya

otentik/asli yang diutarakan dalam berinteraksi dengan
siswa.
Sisi lain dan berlawanan dari aspek ini, terlihat para
pengajar yang mengenakan topeng profesional ketika
berinteraksi dengan siswa. Ketika siswa membahas
masalah-masalah yang sangat mempengaruhi mereka,
para pengajar ini
33

merasa tidak nyaman. Mereka

merespon

secara

intelektualisasi.

Mereka

menjadi

defensif ketika dihadapkan dengan perilaku siswa yang
menyulitkan atau menantang. Pesan yang disampaikan
oleh para pengajar ini adalah bahwa anda tidak benarbenar tahu siapa yang ada dibalik wajah mereka.
14. Guru tahu apa yang dia lakukan di kelas dan dapat
diterima (He knows what he is doing in the classroom
and it makes sense). Berilah skor positif dan sesuai jika
guru dalam membuat strategi pembelajaran dan bahan
kurikulum
pembelajaran

yang

digunakannya

yang

telah

sesuai

ditetapkan.

tujuan

Guru

cakap

mendeskripsikan apa yang sedang dilakukannya dan
mengapa ia melakukan dalam pola yang jelas dan
secara kependidikan benar. Ia memiliki rasa percaya
diri mengenai apa yang berlangsung di dalam kelas.
Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan
sisi lain dan berlawanan dari aspek ini maka terlihat
para pengajar yang sepertinya sedang mengajar dengan
"tanpa persiapan". Kita akan mendapatkan kesan
bahwa mereka sedang memikirkan sesuatu ketika
pengajaran sedang berlangsung, bahwa mereka belum
memikirkan secara mendalam tentang apa yang sedang
mereka lakukan. Ketika muncul pertanyaan tentang
apa yang sedang terjadi di ruang kelas, mereka menjadi
sangat defensif dan mencoba merasionalisasi apa yang
mereka

sedang

membenarkan

tindakan

mereka.

Sepertinya tidak ada koneksi yang erat antara strategi
pengajaran mereka, pilihan kurikulum mereka, dan
34

sasaran yang mereka nyatakan. Apa yang terjadi di
ruang kelas mereka sepertinya tidak masuk akal secara
edukasi.
15. Guru memiliki pengetahuan di bidangnya (He is
knowledge able in his field). Berilah skor positif dan
sesuai

jika

pada

mendeskripsikan
pengetahuan

aspek

ini

apakah

yang

luas

untuk

guru
dan

membantu

menunjukkan

mendalam

tentang

kurikulum, prinsip belajar dan tumbuh kembang
individu

yang

sangat

berkaitan

dengan

taraf

pembelajarannya. Jika guru berspesialisasi dalam satu
bidang tertentu, ia merasa nyaman dengan bidangnya
itu dan sangat menguasai. Ia memiliki pengetahuan
yang banyak dan senang membaca, ada kedalaman
intelektual ketika berdiskusi dengan sesama pengajar
dan usaha mereka di ruang kelas mencerminkan
pengetahuan

dalam

menjelaskan

sesuatu

bidang
ke

ini.

rekan

Ketika

mereka

pengajar,

mereka

mampu membuat diri mereka sendiri paham. Mereka
mengenali

batas-batas

pengetahuan

mereka

dan

dimana tidak tahu, mereka mengakuinya. Pengetahuan
mereka layak kita hargai.
Namun jika kita akan melihat para pengajar dalam
pengetahuannya kurang. Mereka kurang mengenali
seluk-beluk di bidang mereka. Bila mereka membaca
literatur

di

bidang

mereka,

mereka

tidak

menunjukkannya, baik dalam pembahasan bersama
sesama rekan pengajar atau dalam kualitas pengajaran
35

mereka. Penjelasan mereka kepada siswa tidak jelas.
Kita sendiri bertanya-tanya apakah mereka sendiri
mengerti apa yang mereka sedang katakan. Ketidak
konsistenan mereka, kendangkalan presentasi mereka
dan

usaha-usaha

keterbatasan

mereka

pemahaman

untuk

mereka

menutupi

menunjukkan

kurangnya pengetahuan mereka dalam bidang mereka.
16. Guru

menggunakan

evaluasi

untuk

meningkatkan

pembelajaran (He uses evaluation to promote learning).
Berilah skor positif dan sesuai jika guru menggunakan
evaluasi untuk memperoleh data bagi kemajuan belajar
siswa lebih lanjut. Ia sadar evaluasi sangat subjektif
tetapi terbuka tentang penggunaan hasil evaluasi. Guru
menyadari dengan penetapan nilai dan menekankan
evaluasi sebagai cara membantu siswa belajar, guru
menggunakan berbagai jenis prosedur evaluatif, tetapi
prosedur yang digunakannya telah dipilih dengan
seksama serta selaras dengan tujuan pembelajaran.
Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan
sisi

lain

dan

berlawanan

dari

aspek

ini,

maka

menemukan para pengajar yang utamanya berfokus
pada seberapa banyak yang telah dipelajari oleh para
siswa

dan

kemudian

membuat

penilaian.

Mereka

menganggap penilaian sebagai hal yang obyektif dan
bahwa pembelajaran para siswa dapat diukur secara
obyektif. Seringkali para pengajar ini bersifat dogmatis
tentang hasil tes dan menggunakan hal ini dan nilai
sebagai alat penghukuman. Mereka beroperasi pada
36

teori bahwa siswa termotivasi untuk belajar melalui
kegagalan dan mereka dapat menggunakan ancaman
kegagalan sebagai sebuah alat untuk mendukung
pembelajaran,

prosedur

evaluasi

mereka

biasanya

dalam bentuk tes bertipe jawaban singkat dan esai dan
mereka jarang sekali berkomunikasi dengan para siswa
tentang

gagasan-gagasan

menghasilkan

perbaikan.

yang

konkrit

Kata-kata

yang

untuk
sering

dilontarkan untuk mendukung pembelajaran adalah
adalah "pengejaan yang ceroboh", "coba lagi dengan
lebih giat" dan "baik". Tujuan utama dari evaluasi
dalam

kelas

para

pengajar

ini

adalah

untuk

mendapatkan nilai pelajaran. Bila siswa mengalami
kegagalan, hal ini karena "mereka sekedar tidak
mampu mengerjakan tugas yang diberikan".
17. Kelas bagi guru adalah tempat yang penting, hidup dan
penuh semangat (His classroom is a vital, alive and
zestful place). Berilah skor positif dan sesuai jika guru
membuat kelas pembelajaran sebagai tempat yang vital
dan hidup untuk belajar. Tampak ada banyak aktivitas
yang sedang berlangsung serta merupakan kegiatan
yang mengarah ke tujuan pembelajaran. Ada buktibukti karya siswa di sekitar ruangan dan telah ditemui
siswa dan terlibat dalam tugas yang menantang. Guru
senantiasa membawa gagasan-gagasan yang baru ke
dalam kelas serta memperkasai pengalaman kurikulum
yang bermakna dan relevan bagi kehidupan siswanya.
Guru
37

menyediakan

pilihan

bagi

siswa

secara

perseorangan, memacu dan bertukar gagasan dalam
banyak pengalaman kurikuler. Waktu dalam kelas
semacam ini berlalu dengan cepat dan siswa merasa
sedih mendengarkan bel sekolah tanda pelajaran usai.
Kelas ini menjadi tempat yang penuh semangat, penuh
pergerakan dan vital dan sangat menarik bagi mereka.
Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan
sisi lain dan berlawanan dari aspek ini, jika mendapati
para pengajar di ruang kelas mereka, sebagai tempat
yang membosankan dan menjemukan. Seringkali para
siswa mengerjakan tugas yang sama pada waktu yang
sama. Ketika salah seorang siswa menyelesaikan tugas
lebih awal, ia harus menunggu teman-temannya untuk
menyelesaikan

tugas.

Sebagian

besar

penekanan

diberikan pada bahan bacaan, mengerjakan lembar
tugas dan menjawab pertanyaan dari papan tulis.
Ketika ada diskusi kelompok, topik yang muncul
bersifat

imajinatif

membuat

para

atau

topik

siswa

yang

merasa

sepele,
bosan

yang
untuk

berpartisipasi. Sikap apatis di ruang kelas ini biasanya
disebabkan karena para siswa merasa "tidak peduli".
Para pengajar ini tidak mengakui bahwa merekalah
yang

tidak

memberikan

inspirasi

dan

yang

menyebabkan rasa bosan dan siswa merasa di ruang
kelas serasa satu tahun. Ketika bunyi bel tanda
istirahat, para siswa dengan segera keluar dari sekolah.
18. Guru mempunyai bahan pengajaran yang bervariasi,
imaginatif dan relevan (His teaching materials are
38

varied, imaginative and relevant). Berilah skor positif
dan

sesuai

jika

perilaku

guru

dalam

mengajar

menggunakan variasi luas dan beragam sumber dalam
bahan

pembelajaran.

Mereka

menggunakan

studi

lapangan, film, video dan media audio visual sebagai
bagian kurikulum. Tamu di undang ke dalam kelas
sebagai narasumber. Siswa leluasa secara terarah,
tujuan

menggunakan

bahan

belajar.

Bahan

yang

diciptakan dan dikembangkan guru dikemas secara
menarik untuk memberi sumbangan pada belajar
siswa.
Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan
sisi lain dan berlawanan dari aspek ini akan terlihat
bahwa para pengajar ini, menggunakan materi-materi
ruang kelas yang sangat terbatas. Penekanan lebih
difokuskan pada penggunaan buku pelajaran, buku
referensi perpustakaan dan buku kerja. Dinding ruang
kelas mungkin tidak memberikan stimulus terhadap
pemikiran. Dinding-dindingnya mungkin kosong atau
hanya

dihiasi

dengan

poster-poster

lama

yang

mengekspresikan sentimen dangkal dan karya seni
berpola. Yang paling sedikit digunakan adalah materi
kurikulum dalam kesenian atau yang dipenuhi dengan
bahan-bahan yang "kaya" dari area kurikulum lainnya.
Para siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk
menyentuh
Pemberian

39

atau

memegang

kurikulum

di

ruang

materi
kelas

pelajaran.
ini

adalah

sebagian besar bertipe buku pelajaran dan bahan
kertas dan pensil.
19. Guru menyatukan kelompok (He unifies the group).
Berilah skor positif dan sesuai jika guru terampil dalam
mengembangkan keharmanonisan, kerja kelompok di
kelas. Guru membantu mengembangkan penyatuan
kelompok yang saling menghormati antar kelompok.
Para siswa sepertinya mengapresiasi satu sama lain;
mereka menghargai satu sama lain dan semangat juang
di kelas sepertinya cukup tinggi. Kelas ini sepertinya
memiliki kebanggaan pada dirinya sendiri sebagai
sebuah kelompok, disamping itu, para siswa sepertinya
sangat produktif, yang bekerja sama sebagai sebuah
tim. Para pengajar ini telah memberi kontribusi pada
perkembangan kesatuan kelompok dengan jaminan
bahwa

setiap

mendapatkan

siswa

memiliki

penghargaan

kesempatan

dan

status

untuk
didalam

kelompok; dengan memberikan kesempatan kepada
siswa satu sama lain; dengan menciptakan sebuah
iklim di ruang kelas yang membantu setiap siswa untuk
merasa aman, dihargai, diperhatikan dan diterima.
Jika mendapati perilaku guru yang menunjukkan
sisi lain dan berlawanan dari aspek ini jika pada
pengamatan

mendapati

para

pengajar

yang

tidak

merasa peduli dengan semangat didalam kelompok.
Bila mereka peduli, mereka sepertinya tidak tahu
bagaimana cara mewujudkannya. Di ruang kelas para
siswa terlihat kasar terhadap satu sama lain, dan ada
40

banyak pertengkaran dan perkelahian didalam kelas.
Kelas ini sepertinya tidak “dikelompokkan” sama sekali.
Tidak ada semangat dan tidak ada saling menghargai.
Para pengajar disini memberi kontribusi terhadap
perasaan ketidakpuasan ini dengan secara terbuka
mengkritisi siswa, dengan bersikap tidak toleran selain
keterampilan akademik, dengan memiliki “favoritisme:”
“memilih” siswa-siswa tertentu; dengan secara umum
menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap para
siswa mereka. Ruang kelas ini tidak memberikan
jaminan

tetapi

intimidasi.

Para

pengajar

ini

memberikan rasa takut dan bukan penerimaan. Siswa
seakan tidak menyukai sekolah dan interaksi dengan
satu sama lain bersifat bermusuhan dan substraktif.
Guru

harus

lebih

dinamik

dan

kreatif

dalam

mengembangkan proses pembelajaran siswa. Guru di
masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang
yang

paling

tahu

terhadap

berbagai

informasi

dan

pengetahuan yang sedang berkembang dan berinteraksi
dengan manusia. Guru bukan satu-satunya orang yang
lebih pandai di tengah-tengah siswanya. Jika guru tidak
memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi
yang demikian cepat, ia akan tepuruk secara professional.
Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik
dari

siswa,

orang

tua

maupun

masyarakat.

Untuk

menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu
berpikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru

41

harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang
dimilikinya secara terus menerus.
2.1.3 Pengertian Supervisi Klinis
Pada penelitian ini supervisi yang digunakan adalah
supervisi

klinis.

Istilah

klinis

(clinical)

mengandung

maksud bahwa dalam pelaksanaan supervisi hubungan
berlangsung secara tatap muka (face to face) antara guru
dengan supervisor dan difokuskan pada perilaku aktual
guru di depan kelas. Tekanan pokok supervisi klinis
adalah

pengembangan

merupakan

supervisi

profesionalisme

untuk

membantu

guru,
guru

ini

dalam

meningkatkan performa pengajarannya. Pernyataan ini
sebagaimana dikemukakan oleh Acheson dan Gall (2003)
sebagai berikut.
“Clinical” is meant to suggest a face to face
relationship between teacher and supervisor and a
focus on the teacher’s actual behavior in the
classroom. The word “clinical” can also connote
pathology, a connotation that should not be
applied to the model of teacher supervision
presented here. We certainly do not wish you to
think that clinical supervision is always a
“remedy” applied by the supervisor to deficient or
unhealthy behavior exhibited by the teacher.
Clinical supervision acknowledges the need for
teacher evaluation, under the condition that the
teacher participates with the supervisor in the
process. The primary emphasis of clinical
supervision is on professional development,
however. It is supervision to help the teacher
improve his or her instructional performance
Supervisi klinis menurut Acheson dan Gall (2003)
“Supervision as the process of helping the teacher reduce the
42

discrepancy” (suatu proses membantu guru memperkecil
kesenjangan antara perilaku mengajar yang nyata dengan
perilaku mengajar yang ideal). Defenisi ini memberi
indikasi bahwa supervisi klinis merupakan suatu proses
membantu guru mengatasi kesulitannya dalam mengajar.
Proses

membantu

pada

supervisi

klinis

dalam

arti

memberi pertolongan secara langsung yang diberikan
supervisor kepada guru-guru dengan cara melakukan
tindakan

observasi

untuk

membantu

memecahkan

masalah-masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran.
Kemudian menurut Richard Weller (1960-an) yang dikutip
oleh Acheson dan Gall 2003 menyatakan bahwa supervisi
klinis adalah bentuk supervisi yang difokuskan pada
peningkatan

mengajar

melalui

sarana

siklus

yang

sistematis dalam perencanaan, pengamatan, serta analisis
yang

intelektual

dan

intensif

mengenai

penampilan

mengajar yang nyata, di dalam mengadakan perubahan
dengan cara yang rasional.
Penggunaan

kata

klinis

tidaklah

dimaksudkan

terbatas pada usaha perbaikan atau remedi terhadap
kesalahan-kesalahan yang dilakukan guru/calon guru
dalam mengajar. Oleh karena itu Acheson dan dan Gall
(2003) mengemukakakan penggunaan “supervisi klinis”,
karena telah dikenal luas, tetapi pada esensinya lebih
tepatnya

dikatakan

supervisi

yang

terpusat

pada

guru/calon guru (teacher centered supervision).
Peneliti sependapat dengan pendapat Acheson dan
Gall (2003), yang menyebutkan bahwa supervisi klinis
43

adalah merupakan suatu proses, dalam bentuk bantuan
yang diberikan kepada guru atau calon guru berdasarkan
kebutuhannya

melalui

siklus

yang

sistematis

dalam

perencanaan, observasi yang cermat atas pelaksanaan,
dan pengkajian balikan dengan segera dan obyektif
tentang

penampilan

mengajarnya

yang

nyata

untuk

meningkatkan keterampilan dan sikap profesional seorang
guru.
Oleh karena itu supervisi klinis sangat berperan
penting dan perlu dilakukan, karena sangat membantu
guru-guru
proses

dalam

mengatasi

pembelajaran,

masalah-masalah

sehingga

dalam

masalah-masalah

pembelajaran yang dialami oleh guru dapat bersama-sama
dengan supervisor, untuk selanjutnya dicarikan solusi
yang terbaik dalam mengatasi masalah-masalah tersebut,
sehingga dari solusi itu dalam perbaikan mempunyai
gambaran yang jelas tentang pembelajaran mutakhir,
pandangan tentang pembelajaran yang ideal.
Adapun

menurut

Acheson

dan

Gall

(2003)

karekteristik yang mendasar dalam supervisi klinis yaitu :
1. Untuk meningkatkan kualitas keterampilan intelektual
dan perilaku mengajar guru secara spesifik
2. Supervisi harus bertanggung jawab dalam membantu
para guru untuk mengembangkan (a) keterampilan
menganalisis proses pembelajaran berdasarkan data
yang benar dan dianalisis; (b)terampil dalam menguji
cobakan, mengadaptasi, dan memodifikasi kurikulum,
(c) agar semakin terampil menggunakan teknik-teknik
mengajar, guru harus berlatih berulang-ulang.
3. Supervisi menekankan apa dan bagaimana guru
mengajar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran,
bukan untuk merubah kepribadian guru.
44

4. Perencanaan dan analisis berpusat pada pembuatan
dan pengujian hipotesis pembelajaran berdasarkan
bukti-bukti hasil observasi;
5. Supervisi berkaitan dengan sejumlah isu-isu penting
mengenai pembelajaran yang relevan bagi guru dan
mendorong untuk berubah.
6. Supervisi merupakan proses memberi dan menerima
yang dinamis di mana supervisor dan guru adalah
kolega yang meneliti untuk menemukan pemahaman
yang saling mengerti bidang pendidikan.
7. Proses supervisi pada dasarnya berpusat pada analisis
pembelajaran.
8. Guru secara individual memiliki kebebasan dan
tanggung jawab untuk menganalisis dan menilai isuisu,
meningkatkan
kualitas
pengajaran
dan
mengembangkan gaya mengajar personal guru.
9. Proses supervisi dapat diterima, dianalisis dan di
kembangkan lebih banyak sama dengan keadaan
pengakaran yang dapat dilakukan; dan
10. Seorang supervisor memiliki kebebasan dan tanggung
jawab untuk menganalisis kegiatan supervisinya dalam
hal yang sama dengan analisis evaluasi guru tentang
pembelajarannya.
Menurut Acheson dan Gall (2003) tujuan supervisi
klinis dibedakan menjadi 2 macam yaitu
1. Tujuan Umum
Tujuan
supervisi
klinis
adalah
meningkatkan
pengajaran guru dikelas.
2. Tujuan ini dirinci lagi ke dalam tujuan yang lebih
spesifik, sebagai berikut.
1. Menyediakan umpan balik yang obyektif terhadap
guru, mengenai pengajaran yang dilaksanakannya.
2. Mendiagnosis
dan
membantu
memecahkan
masalah-masalah pengajaran.
3. Membantu guru mengembangkan keterampilannnya
menggunakan strategi pengajaran.
4. Membantu guru mengembangkan satu sikap positif
terhadap
pengembangan
profesional
yang
berkesinambungan.
45

Dalam melakukan supervisi klinis harus dijalankan
sesuai

dengan

langkah-langkah

dalam

pelaksanaan

supervisi klinis. Menurut Acheson dan Gall (2003) bahwa
pelaksanaan supervisi klinis dikembangkan pada tiga
tahap esensial yang berbentuk siklus, yaitu (1) tahap
pertemuan

awal

(perencanaan),

(2)

tahap

observasi

mengajar, dan (3) tahap pertemuan balikan. Dalam
penelitian ini, peneliti sependapat dengan Acheson dan
Gall (2003) yang akan dilakukan pada tiga tahap.
1. Tahap pertemuan awal
Langkah-langkah yang dilakukan:
a. Usaha menciptakan suasana yang hangat antara
supervisor dengan guru.
b. Menciptakan hubungan demokratis yaitu sasaran
supervisi klinis terpusat pada kebutuhan guru.
c. Berdiskusi tentang rencana pembelajaran dan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
d. Berdiskusi tentang penyusunan instrument yang
akan digunakan.
2. Tahap observasi mengajar
Kegiatan pengamatan yang dilakukan supervisor fokus
pada kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru
maupun interaksi guru dengan siswa, siswa dengan
siswa menggunakan instrument yang sudah disepakati.
3. Pertemuan Balikan
Kegiatan yang dilakukan dalam pertemuan balikan
meliputi:
a. Supervisor menanyakan kepada guru bagaimana
peranannya selama proses pengajaran berlangsung.
b. Supervisor bersama dengan guru melihat kembali
pencapaian yang sudah dilakukan guru dalam
proses
pembelajaran
berdasarkan
instrumen
pengamatan yang sudah disepakati.
c. Berdasarkan
hasil
pengamatan
yang
sudah
dilakukan, supervisor menanyakan kesan dari guru.

46

d. Supervisor menyajikan data berupa hasil rekaman
kemudian
bersama-sama
menganalisis
dan
menafsirkan hasil pengamatan.
e. Berdasarkan
hasil
pengamatan
yang
sudah
dilakukan, supervisor menanyakan kembali kasan
dari guru tentang hasil pengamatan yang sudah
dilakukan.
f. Supervisor bersama dengan guru membandingkan
hasil pengamatan dari pertemuan pertama dengan
target pembelajaran yang sudah disepakati bersama.
g. Berdasarkan hasil pengamatan bersama, supervisor
membantu guru dalam merencanakan proses
pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.
Oleh karena itu, supervisi klinis yang dilakukan
melalui 3 tahap ini, sangat membantu dalam mengatasi
masalah yang terjadi pada proses pembelajaran di kelas.
Berdasarkan

uraian

diatas,

dapat

disimpulkan

bahwa supervisi klinis merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan penguasaan komptensi pedagogik guru.
Supervisi klinis bertujuan untuk membantu para guru
dengan

menyelesaikan

masalah-masalah

guru

dalam

pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan karakteristik
guru masing-masing agar guru mampu melaksanakan
tugas-tugasnya di sekolah.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Peneliti menemukan ada dua penelitian yang relevan
dengan penelitian yang peneliti lakukan tentang Perbedaan
Penguasaan kompetensi pedagogik guru antara guru yang
disupervisi klinis di SMA Kristen YPKPM Ambon dengan
guru yang tanpa supervisi di SMA Kartika XIII-1 Ambon
yaitu penelitian yang dilakukan oleh Fitriana (2008)
dengan judul, “Upaya Peningkatan Kompetensi Pedagogik
47

Guru PAI Kelas VII SMPN 1 Comal Menggunakan Supervisi
Klinis”.

Hasil

penelitian

menunjukkan

terdapat

keberhasilan dalam menggunakan supervisi klinis untuk
meningkatkan kompetensi guru PAI SMP Negeri 1 Comal,
yaitu ditunjukkan dengan adanya perubahan tingkah laku
mengajar guru yang dapat dilihat berdasarkan perolehan
jumlah skor yang meningkatkan dari siklus I sampai pada
siklus III, yaitu dari 143 skor meningkat menjadi 175 skor.
Hasil
Pengaruh

Penelitian

Korma

Implementasi

(2012)

Pendekatan

dengan

Judul

Supervisi

Klinis

Terhadap Wawasan Kompetensi Pedagogik Dan Kualitas
Pengelolaan Pembelajaran Para Guru Di Gugus IV SD
Kecamatan

Denpasar

Selatan.

Hasil

penelitian

menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
implementasi pendekatan supervisi klinis secara simultan
terhadap wawasan kompetensi pedagogik dan kualitas
pengelolaan pembelajaran para guru di Gugus IV SD
Kecamatan Denpasar Selatan dengan probabilitas Pillai’s
Trance, Wilks’ Lambda, Hotelling’s Trace dan Roy’s Largest
Root sebesar 0,000. Dimana didapatkan bahwa supervisi
klinis dapat meningkatkan wawasan kompetensi pedagogik
guru dan kualitas pengelolaan pembelajaran.

2.3 Kerangka Pemikiran
Guru

mempunyai

peran

penting

dalam

menentukkan mutu pendidikan di sekolah. Keberhasilan
mutu pendidikan sekolah tidak terlepas dari kerja sama
yang baikn antara peran kepala sekolah, guru dan siswa.
Jika salah satu keberhasilan guru pada penguasaan
48

kompetensi mengajar guru dikelas dilihat dari salah satu
peran dari kepala