Jenis jenis Pendapatan Kementerian Pusat

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337

Jenis-jenis Pendapatan Kementerian
Pusat dan Daerah
A. Jenis Pendapatan Negara Bukan Pajak Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi

Menurut Laporan Keuangan Kementerian Tenaga Kerja tahun 2011, Jenis
Pendapatan Negara Bukan Pajak dari Kemenakertrans terdiri dari:
a) Pend. Penjualan Hasil Produksi/Sitaan
b) Pend. Penjualan Aset
c) Pend. Sewa
d) Pend. Jasa I
e) Pend. Jasa II
f) Pend. Layanan Jasa Perbankan
g) Pend. Jasa Lainnya
h) Pend. Bunga
i) Pend. Kejaksaan dan Peradilan dan Hasil Tipikor
j) Pend. Gratifikasi dan Uang Sitaan Hasil Korupsi
k) Pend. Denda I

l) Pendapatan dari Penerimaan Kembali TAYL
m) Pend. Pelunasan Piutang
n) Pend. Penutupan Rekening
o) Pendapatan Lain-lain
Namun dengan berlakunya PP no 65 tahun 2012, pendapatan negara bukan pajak
yang berlaku pada kemenakertrans meliputi dari:
a) Jasa Pelatihan Kerja;
b) Kompensasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing;
c) Jasa Pengujian dan Pemeriksaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
d) Jasa Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja; dan
e) Jasa Pendidikan dan Pelatihan.

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
Selain jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud di atas,
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dapat menyelenggarakan pendidikan
dan pelatihan Kepemimpinan Tingkat III, Kepemimpinan Tingkat IV bagi Pegawai
Negeri Sipil, dan pendidikan dan pelatihan prajabatan bagi Calon Pegawai Negeri
Sipil di luar Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga dapat melaksanakan jasa
pengujian, pemeriksaan, dan pelatihan berdasarkan kontrak kerja sama.
Berlakunya PP no 65 tahun 2012 menjadikan PP sebelumnya yaitu PP no 92 tahun
2000 tidak berlaku.

1. Sistem Pengendalian Internal Pendapatan Negara Bukan Pajak
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

a. Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab Bendahara Penerimaan
Sistem Pengendalian Keuangan pada Kemenakertrans diatur dalam Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan transmigrasi nomor PER.08/MEN/V/2011 tentang
Pedoman

Pengelolaan

Keuangan

Negara

Bidang


Ketenagakerjaan

dan

Ketransmigrasian. PNBP yang diterima Bendahara Penerimaan disetor secepatnya
ke Kas Negara. Berikut tugas, wewenang, dan tanggung jawab bendahara
penerimaan:
a) Menatausahakan PNBP, baik yang disetor langsung oleh wajib setor ke kas
negara maupun yang dipungutnya;
b) Menyetorkan PNBP sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
c) Menatausahakan bukti-bukti setor PNBP ke kas negara;
d) Memproses pengajuan restitusi PNBP sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
e) Menyiapkan

bahan-bahan

data


penerimaan

PNBP

sebagai

dasar

penyusunan/penggunaan anggaran PNBP kementerian;
f) Melakukan rekonsiliasi atas penerimaan PNBP dengan instansi terkait sesuai
dengan ketentuan yang berlaku;

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
g) Meneliti rekening koran atas penerimaan dan penyetoran PNBP;
h) Pada akhir tahun anggaran, menyetorkan seluruh uang negara yang
dikuasainya ke kas negara.
i) Membuat laporan bulanan, triwulanan, dan tahunan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
j) Menyusun dan menyampaikan LPJ atas uang yang dikelolanya dan

disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari bulan berikutnya kepada:
i) Kepala KPPN;
ii)

Kepala satker; dan

iii) BPK.
Pendelegasian Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran
Satker Pusat, UPTP, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan UPTD adalah staf/PNS yang
melaksanakan tugas dan fungsi pada bidang keuangan pada Satker yang
bersangkutan, berpendidikan formal sekurang-kurangnya SLTA/sederajat, golongan
serendah-rendahnya II/b dan yang telah memiliki sertifikat bendahara, atau telah
mengikuti bimtek/diklat pengelolaan keuangan.
Pembukuan

Bendahara

Penerimaan

1.Bendahara wajib menyelenggarakan pembukuan terhadap seluruh penerimaan

dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan anggaran satker yang berada di bawah
pengelolaannya.
2.Jenis

Buku

Bendahara

Penerimaan

terdiri

dari:

a.BKU;
b.Buku

Pengawasan

Anggaran;


c.Buku Pembantu sesuai kebutuhan.
3.Pembukuan dilaksanakan atas dasar dokumen sumber pembukuan bendahara.
4.Pembukuan yang dilakukan oleh bendahara harus dimulai dari BKU, selanjutnya
pada buku-buku pembantu.
5.Bendahara yang membukukan lebih dari satu DIPA, pembukuannya dilaksanakan
secara terpisah untuk masing-masing DIPA.

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
6.Pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran dapat dilakukan
dengan tulis tangan atau komputer.
7.Dalam hal pembukuan dilakukan dengan menggunakan komputer bendahara
wajib:
a) .Mencetak BKU dan buku-buku pembantu sekurang-kurangnya satu kali
dalam satu bulan pada akhir bulan berkenaan;
b) .Menatausahakan hasil cetakan BKU dan buku-buku pembantu bulanan yang
telah ditandatangani bendahara dan diketahui KPA/PPK.
8.Pada akhir tahun anggaran dan atau karena terjadinya penggantian KPA/PPK dan
bendahara serta adanya pemeriksaan pengawasan fungsional. BKU, buku-buku

pembantu, dan buku pengawas anggaran wajib ditutup.
b. Tata Cara Pembukuan Bendahara Penerimaan
1.Bendahara penerimaan wajib membukukan seluruh penerimaan PNBP, baik yang
disetor langsung oleh wajib setor ke kas negara, maupun yang dipungutnya;
2.Setiap transaksi penerimaan dan pengeluaran harus segera dicatat dalam BKU,
buku pembantu dan buku pengawasan anggaran;
3.Dokumen sumber pembukuan bendahara penerimaan antara lain:
a) SBS (Surat Bukti Setor) yang dinyatakan sah dibukukan di sisi debet dan
kredit (in-out).
b) SSBP (Surat Setoran Bukan Pajak) yang dinyatakan sah dibukukan di sisi
debet dan di sisi kredit (in-out);
c) Target anggaran atau rencana anggaran yang tertuang dalam DIPA,
dibukukan di sisi debet dan kredit (in-out).
d) Target anggaran sebagaimana dimaksud pada point C dicatat di sisi debet
sebagai pagu pada buku pengawasan anggaran pendapatan.
4.Dokumen sumber pembukuan bendahara penerimaan berfungsi sebagai bukti
realisasi target anggaran penerimaan untuk akun berkenaan dalam buku
pengawasan anggaran.

Gigih Surya Prakasa

3AH Akuntansi 103060017337
c. Tata Cara Memperbaiki Kesalahan Pembukuan
Pada saat terjadi kesalahan pembukuan atau kekeliruan dalam membukukan
transaksi yang berdampak pada kesalahan beruntun dalam perhitungan saldo buku
maka yang harus dilakukan adalah:
1.Dibuat berita acara pembukuan yang diketahui oleh KPA/PPK untuk menjelaskan
bahwa telah terjadi kesalahan pembukuan atas transaksi (nomor, tanggal, nilai dan
seterusnya), telah dibukukan sebagai berikut.seharusnya dibukukan sebagai berikut.
2.Berita acara kesalahan pembukuan merupakan dokumen sumber pembukuan
koreksi, dibukukan sesuai tanggal berita acara sebagai berikut:
a.dibukukan

kebalikan/reversal

dari

pembukuan

yang


salah;

b.dibukukan menurut yang seharusnya.
3.Berita acara kesalahan pembukuan, foto copy transaksi yang salah dibukukan dan
foto copy pembukuan yang salah (lembaran BKU dan buku-buku pembantu
berkenaan) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari LPJ.
d. Pengusulan Pejabat Pengelolaan Keuangan
Pengusulan pejabat pengelola keuangan tidak boleh merangkap jabatan sebagai
berikut:
a.KPA dan Pejabat Pembuat Komitmen tidak boleh merangkap sebagai Pejabat
Penguji SPP dan Penandatangan SPM, Bendahara Penerimaan dan Bendahara
Pengeluaran;
b.Pejabat Penguji SPP dan Penerbit SPM tidak dapat merangkap sebagai
Bendahara Pengeluaran, Bendahara Penerimaan, dan Pelaksana Pengelolaan
Barang Milik Negara;
c.Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Pelaksana Pengelolaan
Barang Milik Negara tidak dapat saling merangkap;

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337


B. Jenis Pendapatan Pemerintah Kota Lubuk Linggau
1. Pendapatan Asli Daerah
a. Pendapatan Pajak Daerah
Pajak Hotel
Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan
pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya
memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.
Jasa penunjang sebagaimana dimaksud di atas adalah fasilitas telepon, faksimile,
teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis
lainnya yang disediakan atau dikelola Hotel.
Tidak termasuk objek Pajak Hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah;
b. jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya;
c. jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;
d. jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan,
dan panti sosial lainnya yang sejenis; dan
e. jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh Hotel yang
dapat dimanfaatkan oleh umum.
Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran
kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel. Wajib Pajak Hotel
adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel. Dasar pengenaan
Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada Hotel.
Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
Pajak Restoran
Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran. Pelayanan
yang disediakan Restoran sebagaimana dimaksud meliputi pelayanan penjualan

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di
tempat pelayanan maupun di tempat lain.
Tidak termasuk objek Pajak Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelayanan yang disediakan oleh Restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi
batas tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang membeli makanan
dan/atau minuman dari Restoran. (2) Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi
atau Badan yang mengusahakan Restoran. Dasar pengenaan Pajak Restoran
adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima Restoran.
Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Tarif
Pajak Restoran ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pajak Hiburan
Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut
bayaran. Hiburan sebagaimana dimaksud adalah:
a. tontonan film;
b. pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
c. kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;
d. pameran;
e. diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;
f. sirkus, akrobat, dan sulap;
g. permainan bilyar, golf, dan boling;
h. pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan;
i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan
j. pertandingan olahraga.
Penyelenggaraan Hiburan sebagaimana dimaksud di atas dapat dikecualikan
dengan Peraturan Daerah.

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menikmati Hiburan.
Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan
Hiburan. Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau
yang seharusnya diterima oleh penyelenggara Hiburan. (2) Jumlah uang yang
seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk potongan
harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa Hiburan. Tarif
Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen).
Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik,
karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif
Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen).
Khusus Hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan
paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

Pajak Reklame
Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan Reklame meliputi:
a. Reklame papan/billboard/videotron/megatron dan sejenisnya;
b. Reklame kain;
c. Reklame melekat, stiker;
d. Reklame selebaran;
e. Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan;
f. Reklame udara;
g. Reklame apung;
h. Reklame suara;
i. Reklame film/slide; dan
j. Reklame peragaan.
Tidak termasuk sebagai objek Pajak Reklame adalah:

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
a. penyelenggaraan Reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta
mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya;
b. label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang
berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya;
c. nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat
usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama
pengenal usaha atau profesi tersebut;
d. Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan
e. penyelenggaraan Reklame lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan
Reklame. Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan

yang

menyelenggarakan Reklame. Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri secara
langsung oleh orang pribadi atau Badan, Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi
atau Badan tersebut. Dalam hal Reklame diselenggarakan melalui pihak ketiga,
pihak ketiga tersebut menjadi Wajib Pajak Reklame.
Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame. Dalam hal Reklame
diselenggarakan oleh pihak ketiga, Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud di
atas ditetapkan berdasarkan nilai kontrak Reklame.
Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri, Nilai Sewa Reklame sebagaimana
dimaksud dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, bahan yang digunakan,
lokasi penempatan, waktu, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran
media Reklame.
Dalam hal Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui
dan/atau

dianggap

tidak

wajar,

Nilai

Sewa

Reklame

ditetapkan

dengan

menggunakan faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Cara dan hasil perhitungan Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling
tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen).

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
Pajak Penerangan Jalan
Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.
Listrik yang dihasilkan sendiri sebagaimana dimaksud di atas meliputi seluruh
pembangkit listrik. Dikecualikan dari objek Pajak Penerangan Jalan sebagaimana
dimaksud adalah:
a. penggunaan tenaga listrik oleh instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
b. penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan,
konsulat, dan perwakilan asing dengan asas timbal balik;
c. penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang
tidak memerlukan izin dari instansi teknis terkait; dan
d. penggunaan tenaga listrik lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah.
Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat
menggunakan tenaga listrik. Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi
atau Badan yang menggunakan tenaga listrik. Dalam hal tenaga listrik disediakan
oleh sumber lain, Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah penyedia tenaga listrik.
Dasar pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah Nilai Jual Tenaga Listrik. Nilai
Jual Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud ditetapkan:
a. dalam hal tenaga listrik berasal dari sumber lain dengan pembayaran, Nilai Jual
Tenaga Listrik adalah jumlah tagihan biaya beban/tetap ditambah dengan biaya
pemakaian kWh/variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik;
b. dalam hal tenaga listrik dihasilkan sendiri, Nilai Jual Tenaga Listrik dihitung
berdasarkan kapasitas tersedia, tingkat penggunaan listrik, jangka waktu pemakaian
listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku di wilayah Daerah yang bersangkutan.
Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi
dan gas alam, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3%
(tiga persen).

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan
ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (satu koma lima persen).
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah kegiatan pengambilan
Mineral Bukan Logam dan Batuan yang meliputi:
a. asbes;
b. batu tulis;
c. batu setengah permata;
d. batu kapur;
e. batu apung;
f. batu permata;
g. bentonit;
h. dolomit;
i. feldspar;
j. garam batu (halite);
k. grafit;
l. granit/andesit;
m. gips;
n. kalsit;
o. kaolin . . .
o. kaolin;
p. leusit;
q. magnesit;
r. mika;
s. marmer;
t. nitrat;
u. opsidien;
v. oker;
w. pasir dan kerikil;

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
x. pasir kuarsa;
y. perlit;
z. phospat;
aa. talk;
bb. tanah serap (fullers earth);
cc. tanah diatome;
dd. tanah liat;
ee. tawas (alum);
ff. tras;
gg. yarosif;
hh. zeolit;
ii. basal;
jj. trakkit; dan
kk. Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dikecualikan dari objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang nyata-nyata tidak
dimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan pengambilan tanah untuk
keperluan rumah tangga, pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman kabel
listrik/telepon, penanaman pipa air/gas;
b. kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang merupakan ikutan
dari kegiatan pertambangan lainnya, yang tidak dimanfaatkan secara
komersial; dan
c. pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya yang ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.
Subjek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau Badan
yang dapat mengambil Mineral Bukan Logam dan Batuan. Wajib Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil Mineral

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
Bukan Logam dan Batuan. Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan adalah Nilai Jual Hasil Pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan. Nilai
jual sebagaimana dimaksud di atas dihitung dengan mengalikan volume/tonase hasil
pengambilan dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis Mineral
Bukan Logam dan Batuan. Nilai pasar sebagaimana dimaksud di atas adalah harga
rata-rata yang berlaku di lokasi setempat di wilayah daerah yang0 bersangkutan.
Dalam hal nilai pasar dari hasil produksi Mineral Bukan Logam dan Batuan
sebagaimana dimaksud di atas sulit diperoleh, digunakan harga standar yang
ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam bidang pertambangan Mineral
Bukan Logam dan Batuan. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan
paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen).
Pajak Parkir
Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat Parkir di luar badan jalan, baik
yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai
suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
Tidak termasuk objek pajak sebagaimana dimaksud di atas adalah:
a. penyelenggaraan tempat Parkir oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
b. penyelenggaraan tempat Parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk
karyawannya sendiri;
c. penyelenggaraan tempat Parkir oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara
asing dengan asas timbal balik; dan
d. penyelenggaraan tempat Parkir lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah.
Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan parkir
kendaraan bermotor. Wajib Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang
menyelenggarakan tempat Parkir. Dasar pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah
pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat Parkir.
Dasar pengenaan Pajak Parkir sebagaimana dimaksud di atas dapat ditetapkan
dengan Peraturan Daerah. Jumlah yang seharusnya dibayar sebagaimana
dimaksud termasuk potongan harga Parkir dan Parkir cuma-cuma yang diberikan

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
kepada penerima jasa Parkir. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30%
(tiga puluh persen).
Pajak Air Tanah
Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah.
Dikecualikan dari objek Pajak Air Tanah adalah:
a. pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah untuk keperluan dasar rumah
tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, serta peribadatan; dan
b. pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah lainnya yang diatur dengan
Peraturan Daerah.
Subjek Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. Wajib Pajak Air Tanah adalah orang
pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah.
Dasar pengenaan Pajak Air Tanah adalah Nilai Perolehan Air Tanah. Nilai
Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud dinyatakan dalam rupiah yang dihitung
dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor berikut:
a. jenis sumber air;
b. lokasi sumber air;
c. tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air;
d. volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan;
e. kualitas air; dan
f. tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau
pemanfaatan air.
Penggunaan faktor-faktor sebagaimana dimaksud disesuaikan dengan kondisi
masing-masing Daerah. Besarnya Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana
dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota. Tarif Pajak Air Tanah
ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen).

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
Pajak Sarang Burung Walet
Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan
Sarang Burung Walet. Tidak termasuk objek pajak sebagaimana dimaksud adalah:
a. pengambilan Sarang Burung Walet yang telah dikenakan Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP);
b. kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet lainnya yang
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Subjek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang
melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet.
Wajib Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet.
Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah Nilai Jual Sarang Burung
Walet. Nilai Jual Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum Sarang Burung Walet
yang berlaku di daerah yang bersangkutan dengan volume Sarang Burung Walet.
Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh
persen).
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau
Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau
Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan. Termasuk dalam pengertian Bangunan adalah:
a. jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel,
pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks
Bangunan tersebut;
b. jalan tol;
c. kolam renang;
d. pagar mewah;

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
e. tempat olahraga;
f. galangan kapal, dermaga;
g. taman mewah;
h. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan
i. menara.
Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan adalah objek pajak yang:
a. digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan;
b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah,
sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan
untuk memperoleh keuntungan;
c. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
d. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani
suatu hak;
e. digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik; dan
f. digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Nilai Jual Objek
Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi
atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau
memperoleh

manfaat

atas

Bumi,

memperoleh manfaat atas Bangunan.

dan/atau

memiliki,

menguasai,

dan/atau

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi
atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau
memperoleh

manfaat

atas

Bumi,

dan/atau

memiliki,

menguasai,

dan/atau

memperoleh manfaat atas Bangunan.
Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah
NJOP. Besarnya NJOP sebagaimana dimaksud ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun,
kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan
perkembangan wilayahnya.
Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi
sebesar 0,3% (nol koma tiga persen).
Besaran pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak setelah
dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(1) Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender.
(2) Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan objek pajak
pada tanggal 1 Januari.
(3) Tempat pajak yang terutang adalah di wilayah daerah yang meliputi letak objek
pajak.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
meliputi:
a. pemindahan hak karena:
1) jual beli;
2) tukar menukar;
3) hibah;
4) hibah wasiat;

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
5) waris;
6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;
7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8) penunjukan pembeli dalam lelang;
9) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
10) penggabungan usaha;
11) peleburan usaha;
12) pemekaran usaha; atau
13) hadiah.
b. pemberian hak baru karena:
1) kelanjutan pelepasan hak; atau
2) di luar pelepasan hak.
Hak atas tanah sebagaimana dimaksud adalah:
a. hak milik;
b. hak guna usaha;
c. hak guna bangunan;
d. hak pakai;
e. hak milik atas satuan rumah susun; dan
f. hak pengelolaan.
Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
adalah objek pajak yang diperoleh:
a. perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
b. negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum;
c. badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
d. orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain
dengan tidak adanya perubahan nama;
e. orang pribadi atau Badan karena wakaf; dan
f. orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi
atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Wajib Pajak
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan
yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai
Perolehan Objek Pajak. Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam
hal:
a. jual beli adalah harga transaksi;
b. tukar menukar adalah nilai pasar;
c. hibah adalah nilai pasar;
d. hibah wasiat adalah nilai pasar;
e. waris adalah nilai pasar;
f. pemasukan dalam peseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap adalah nilai pasar;

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai
pasar;
j. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;
k. penggabungan usaha adalah nilai pasar;
l. peleburan usaha adalah nilai pasar;
m. pemekaran usaha adalah nilai pasar;
n. hadiah adalah nilai pasar; dan/atau
o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam
risalah lelang.
Jika Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai
dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan
dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan,
dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan.
Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah
sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Dalam
hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang
masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat
ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk
suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah
sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Tarif Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen).
Besaran pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak setelah
dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
Saat terutangnya pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
ditetapkan untuk:
a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
d. hibah wasiat adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
e. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke
kantor bidang pertanahan;
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal
dibuat dan ditandatanganinya akta;
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta;
h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pangadilan yang mempunyai
kekuatan hukum yang tetap;
i. pemberian hak baru atas Tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah
sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
j. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya
surat keputusan pemberian hak;
k. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
l. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
m. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
n. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; dan
o. lelang adalah sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang.
b. Hasil Retribusi
Subjek

Retribusi

Jasa

Umum

adalah

orang

pribadi

atau

Badan

yang

menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Wajib Retribusi
Jasa Umum adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan
perundangundangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi,
termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Jasa Umum.

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
1) Retribusi Umum
Retribusi Pelayanan Kesehatan;
Objek Retribusi Pelayanan Kesehatan adalah pelayanan kesehatan di puskesmas,
puskesmas keliling, puskesmas pembantu, balai pengobatan, rumah sakit umum
daerah, dan tempat pelayanan kesehatan lainnya yang sejenis yang dimiliki dan/atau
dikelola oleh Pemerintah Daerah, kecuali pelayanan pendaftaran. Dikecualikan dari
objek Retribusi pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan
oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.
Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
Objek

Retribusi

Pelayanan

Persampahan/Kebersihan

adalah

pelayanan

persampahan/kebersihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, meliputi:
a. pengambilan/pengumpulan sampah dari sumbernya ke lokasi pembuangan
sementara;
b. pengangkutan sampah dari sumbernya dan/atau lokasi pembuangan sementara
ke lokasi
pembuangan/pembuangan akhir sampah; dan
c. penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan akhir sampah.
Dikecualikan dari objek Retribusi adalah pelayanan kebersihan jalan umum, taman,
tempat ibadah, sosial, dan tempat umum lainnya.
Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan
Sipil;
Objek Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan
Sipil adalah pelayanan:
a. kartu tanda penduduk;
b. kartu keterangan bertempat tinggal;
c. kartu identitas kerja;
d. kartu penduduk sementara;

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
e. kartu identitas penduduk musiman;
f. kartu keluarga; dan
g. akta catatan sipil yang meliputi akta perkawinan, akta perceraian, akta
pengesahan dan pengakuan
Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
Objek Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat adalah pelayanan
pemakaman dan pengabuan mayat yang meliputi:
a. pelayanan penguburan/pemakaman termasuk penggalian dan pengurukan,
pembakaran/pengabuan mayat; dan
b. sewa tempat pemakaman atau pembakaran/pengabuan mayat yang dimiliki atau
dikelola Pemerintah Daerah.
Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
Objek Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum adalah penyediaan pelayanan
parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Retribusi Pelayanan Pasar;
Objek

Retribusi

Pelayanan

Pasar

adalah

penyediaan

fasilitas

pasar

tradisional/sederhana, berupa pelataran, los, kios yang dikelola Pemerintah Daerah,
dan khusus disediakan untuk pedagang. Dikecualikan dari objek Retribusi pelayanan
fasilitas pasar yang dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.
Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
Objek Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor adalah pelayanan pengujian
kendaraan bermotor, termasuk kendaraan bermotor di air, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan, yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
Objek Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran

adalah pelayanan

pemeriksaan dan/atau pengujian alat pemadam kebakaran, alat penanggulangan
kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa oleh Pemerintah Daerah terhadap alat-alat

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
pemadam kebakaran, alat penanggulangan kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa
yang dimiliki dan/atau dipergunakan oleh masyarakat.
Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
Objek Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta adalah penyediaan peta yang dibuat
oleh Pemerintah Daerah.
Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;
Objek Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus adalah pelayanan
penyediaan dan/atau penyedotan kakus yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Dikecualikan dari objek Retribusi pelayanan penyediaan dan/atau penyedotan kakus
yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh BUMN, BUMD dan pihak swasta.
Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
Objek Retribusi Pengolahan Limbah Cair adalah pelayanan pengolahan limbah cair
rumah tangga, perkantoran, dan industri yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola
secara khusus oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk instalasi pengolahan limbah
cair. pelayanan pengolahan limbah cair yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola
oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, pihak swasta, dan pembuangan limbah cair secara
langsung ke sungai, drainase, dan/atau sarana pembuangan lainnya.
Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;
Objek Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang adalah:
a. pelayanan pengujian alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya; dan
b. pengujian barang dalam keadaan terbungkus yang diwajibkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
Retribusi Pelayanan Pendidikan;
Objek Retribusi Pelayanan adalah pelayanan penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan teknis oleh Pemerintah Daerah. Dikecualikan dari objek Retribusi adalah:
a. pelayanan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah;
b. pendidikan/pelatihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah;

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
c. pendidikan/pelatihan yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD; dan
d. pendidikan/pelatihan yang diselenggarakan oleh pihak swasta.
Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
Objek Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi adalah pemanfaatan ruang
untuk menara telekomunikasi dengan memperhatikan aspek tata ruang, keamanan,
dan kepentingan umum.
2) Retribusi Jasa Umum
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;
c. Retribusi Tempat Pelelangan;
d. Retribusi Terminal;
e. Retribusi Tempat Khusus Parkir;
f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa;
g. Retribusi Rumah Potong Hewan;
h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan;
i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga;
j. Retribusi Penyeberangan di Air; dan
k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
3) Retribusi Perizinan Tertentu
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
c. Retribusi Izin Gangguan;
d. Retribusi Izin Trayek; dan
e. Retribusi Izin Usaha Perikanan.

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337

2. Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang
Dipisahkan
3. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
4. PENDAPATAN TRANSFER
a. Transfer Pemerintah Pusat – Dana Perimbangan
Dana Bagi Hasil Pajak
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk
mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Pengaturan
DBH dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah

merupakan penyelarasan

dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2000. Dalam Undang-Undang tersebut dimuat pengaturan mengenai Bagi
Hasil penerimaan Pajak penghasilan (PPh) pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi
dalam Negeri dan PPh Pasal 21 serta sektor pertambangan panas bumi
sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang
Panas Bumi. Selain itu, dana reboisasi yang semula termasuk bagian dari DAK,
dialihkan menjadi DBH. Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya
alam.
1). Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB); Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB);
dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB dan BPHTB dibagi antara daerah provinsi,
daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah. Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB
sebesar 90% (sembilan puluh persen) untuk Daerah dengan rincian sebagai berikut:
a). 16,2% (enam belas dua persepuluh persen) untuk daerah provinsi yang
bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah provinsi;

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
b).

64,8% (enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk daerah

kabupaten/kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah
kabupaten/kota; dan
c). 9% (sembilan persen) untuk biaya pemungutan.
Bagian Pemerintah dari penerimaan PBB sebesar 10% (sepuluh persen) dibagikan
kepada seluruh daerah kabupaten dan kota yang didasarkan atas realisasi
penerimaan PBB tahun anggaran berjalan, dengan imbangan sebagai berikut:
a). 65% (enam puluh lima persen) dibagikan secara merata kepada seluruh daerah
kabupaten dan kota; dan
b). 35% (tiga puluh lima persen) dibagikan sebagai insentif kepada daerah
kabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana
penerimaan sektor tertentu.
Dana Bagi Hasil dari penerimaan BPHTB adalah sebesar 80% (delapan puluh
persen) dengan rincian sebagai berikut:
a). 16% (enam belas persen) untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan
disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah provinsi; dan
b). 64% (enam puluh empat persen) untuk daerah kabupaten dan kota penghasil
dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota.
Bagian Pemerintah dari penerimaan BPHTB sebesar 20% (dua puluh persen)
dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota.
Penyaluran Dana Bagi Hasil PBB dan BPHTB dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 yang merupakan bagian Daerah adalah
sebesar 20% (dua puluh persen).Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh tersebut
dibagi antara Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten/kota. Dana Bagi Hasil dari
penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
dan PPh Pasal 21 dibagi dengan imbangan 60% (enam puluh persen) untuk

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
kabupaten/kota dan 40% (empat puluh persen) untuk provinsi. Penyaluran Dana
Bagi Hasil dilaksanakan secara triwulanan.

Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam)
Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari:
a). kehutanan;
Penerimaan Kehutanan yang berasal dari penerimaan Iuran Hak Pengusahaan
Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang dihasilkan dari wilayah
Daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk
Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah. Dana Bagi Hasil dari
penerimaan IHPH yang menjadi bagian Daerah dibagi dengan rincian 16% (enam
belas persen) untuk provinsi; dan 64% (enam puluh empat persen) untuk
kabupaten/kota penghasil. Dana Bagi Hasil dari penerimaan PSDH yang menjadi
bagian Daerah dibagi dengan rincian 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang
bersangkutan; 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil; dan
32% (tiga puluh dua persen) dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Penerimaan Kehutanan
yang berasal dari Dana Reboisasi dibagi dengan imbangan sebesar 60% (enam
puluh persen) untuk Pemerintah yang digunakan untuk rehabilitasi hutan dan lahan
secara nasional; dan 40% (empat puluh persen) untuk Daerah yang digunakan
untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di kabupaten/kota penghasil.

b). pertambangan umum;
Penerimaan Pertambangan Umum yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang
bersangkutan, dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah
dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah.
Penerimaan Pertambangan Umum terdiri atas Penerimaan Iuran Tetap (Land-rent);
dan Penerimaan Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalti). Land-rent adalah
seluruh penerimaan iuran yang diterima negara sebagai imbalan atas kesempatan
penyelidikan umum, eksplorasi, atau eksploatasi pada suatu wilayah kuasa

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
pertambangan. Royalti adalah iuran produksi yang diterima negara dalam hal
pemegang kuasa pertambangan. Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara Iuran
Tetap (Land-rent) yang menjadi bagian Daerah dibagi dengan rincian: 16% (enam
belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; dan 64% (enam puluh empat
persen) untuk kabupaten/kota penghasil. Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara
Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalti) yang menjadi bagian Daerah dibagi
dengan rincian: 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; 32%
(tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil; dan 32% (tiga puluh dua
persen) untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.Bagian
kabupaten/kota

dibagikan

kabupaten/kota

dengan

dalam

porsi

yang

provinsi

sama

besar

yang

untuk

semua

bersangkutan.

c). perikanan;
Penerimaan Perikanan yang diterima secara nasional dibagi dengan imbangan 20%
(dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk seluruh
kabupaten/kota.

Penerimaan

Perikanan

terdiri

atas:

Penerimaan

Pungutan

Pengusahaan Perikanan; dan Penerimaan Pungutan Hasil Perikanan. Dana Bagi
Hasil dari Penerimaan Negara sektor perikanan dibagikan dengan porsi yang sama
besar

kepada

kabupaten/kota

di

seluruh

Indonesia.

d). pertambangan minyak bumi;
Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang
bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 84,5% (delapan
puluh empat setengah persen) untuk Pemerintah; dan 15,5% (lima belas setengah
persen)

untuk

Daerah.

e). pertambangan gas bumi;
Penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang
bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 69,5% (enam
puluh sembilan setengah persen) untuk Pemerintah; dan 30,5% (tiga puluh setengah
persen) untuk Daerah. Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi yang
dibagikan ke Daerah adalah Penerimaan Negara dari sumber daya alam
Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi dari wilayah Daerah yang bersangkutan
setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. Dana Bagi Hasil dari
Pertambangan Minyak Bumi sebesar 15% (lima belas persen) dibagi dengan rincian
sebagai berikut: 3% (tiga persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; 6%
(enam persen) dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan 6% (enam persen)
dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Dana
Bagi Hasil dari Pertambangan Gas Bumi sebesar 30% (tiga puluh persen) dibagi
dengan rincian sebagai berikut: 6% (enam persen) dibagikan untuk provinsi yang
bersangkutan; 12% (dua belas persen) dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil;
dan 12% (dua belas persen) dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi
bersangkutan. Bagian kabupaten/kota dibagikan dengan porsi yang sama besar
untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.
Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi sebesar 0,5%
(setengah persen) dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar. Dana
Bagi Hasil sebesar 0,5 % (setengah persen) tersebut dibagi masing-masing dengan
rincian sebagai berikut: 0,1% (satu persepuluh persen) dibagikan untuk provinsi
yang bersangkutan; 0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk kabupaten/ kota
penghasil; dan 0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk kabupaten/ kota
lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Bagian kabupaten/kota dibagikan
dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi yang
bersangkutan.

f). pertambangan panas bumi.
Pertambangan Panas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan
yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak, dibagi dengan imbangan 20%
(dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah.
Penerimaan Negara dari Pertambangan Panas Bumi merupakan Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang terdiri atas Setoran Bagian Pemerintah; Iuran tetap dan

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
iuran produksi. Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Pertambangan Panas Bumi yang
dibagikan kepada Daerah dibagi dengan rincian: 16% (enam belas persen) untuk
provinsi yang bersangkutan; 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota
penghasil; dan 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota lainnya dalam
provinsi yang bersangkutan. Bagian kabupaten/kota dibagikan dengan porsi yang
sama besar untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.
Pemerintah menetapkan alokasi Dana Bagi Hasil yang berasal dari sumber daya
alam sesuai dengan penetapan dasar perhitungan dan daerah penghasil. Dana Bagi
Hasil

yang

merupakan

bagian

Daerah

disalurkan

berdasarkan

realisasi

penerimaan tahun anggaran berjalan. Realisasi penyaluran Dana Bagi Hasil yang
berasal dari sektor minyak bumi dan gas bumi tidak melebihi 130% (seratus tiga
puluh persen) dari asumsi dasar harga minyak bumi dan gas bumi dalam
APBN tahun berjalan. Jika Dana Bagi Hasil sektor minyak bumi dan gas bumi
melebihi 130% (seratus tiga puluh persen), maka penyaluran dilakukan melalui
mekanisme APBN Perubahan.
b. Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum (DAU) didefinisikan sebagai dana yang bersumber dari
pendapatan

APBN

yang

dialokasikan

dengan

tujuan

pemerataan

kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam
rangka

pelaksanaan

Desentralisasi.

DAU

dimaksudkan

untuk

mengurangi

ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula
dengan mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. DAU suatu daerah
ditentukan atas dasar besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang
merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal
capacity). Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan
fiskalnya kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang
potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh alokasi
DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai
faktor pemerataan kapasitas fiskal.
c. Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus (DAK), adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai

Gigih Surya Prakasa
3AH Akuntansi 103060017337
kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional. DAK termasuk Dana Perimbangan, di samping Dana Alokasi
Umum(DAU).

5. Dana Penyesuaian
Dana Penyesuaian adalah dana yang dia