PERISTILAHAN BELADIRI OTAR-OTAR MASYARAKAT MELAYU SAMBAS
PERISTILAHAN PADA BELADIRI OTAR-OTAR
MASYARAKAT MELAYU SAMBAS
ARTIKEL PENELITIAN
Oleh:
NONIK
NIM F1011131039
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2017
PERISTILAHAN BELADIRI OTAR-OTAR
MASYARAKAT MELAYU SAMBAS
NONIK
Nonik, Patriantoro, Amriani Amir
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak
Email:[email protected]
Abstract
The research about describe the term, the component of meaning, the meaning of
lexical and the meaning of culture in otar-otar martial art in form of movement,
instruments music instrument and kuntau movement. The method that was used was
observation method, interview, documentation, and descriptive. Based on the data
analysis, otar-otar martial art there are some data which is rasists of is data for the
terminology of otar-otar movement 4 data the terminology of instrument in otar-otar
martial art, 4 data for terminology of otar-otar martial art music instrument, and 7 data
for terminology of kuntau in otar-otar martial art. Result of data analysis of based on
data analysis result of the meaning component that has been done and it was found
that the meaning component of the otar-otar martial art movement there were 4
terminology data, the music instrument of otar-otar martial art there were 4
terminology data, and kuntau martial art movement there were 7 terminology data.
The result of interview that was obtained, it means there were 6 cultural meaning in
otar-otar martial art. It was 5 for otar-otar martial art movement and it was 1 for the
instrument of otar-otar martial art.
Keywords: terminology, martial art, otar-otar, kuntau, Sambas Malay.
Setiap daerah memiliki seni beladiri yang
khas. Seni beladiri selain berfungsi agar kita
dapat melindungi diri sendiri dan sebagai
pertunjukkan seni, beladiri juga dapat menjadi
identitas daerah tertentu. Satu di antaranya
adalah seni beladiri yang jarang diketahui oleh
masyarakat adalah seni beladiri otar-otar. Seni
beladiri otar-otar berasal dari daerah Sambas,
Kalimantan Barat.
Otar-otar diartikan sebagai sebuah
perisai bentuk bulat yang dapat digunakan
sebagai alat penangkis atau tameng saat
menghadapi musuh. Ia merupakan gabungan
dari kuntau dan seni tari. Seni beladiri otar-otar
dulunya merupakan silat yang digunakan oleh
pendekar pengawal kerajaan pada zaman
kepemimpinan
Ratu
Sepudak.
Seiring
perkembangan
zaman,
silat
otar-otar
dikembangkan oleh masyarakat setempat
sebagai pertunjukkan. Seni otar-otar hanya
dilakukan oleh laki-laki saja dengan diiringi
bunyi-bunyian dan peralatan serta pakaian.
Otar-otar sering ditampilkan di tanah lapang
atau halaman rumah pada acara pernikahan atau
acara di kampung. Umumnya, otar-otar
dilakukan oleh 5 orang yang terdiri dari 2 orang
penari, 2 penabuh gendang, dan 1 orang
pemukul gong.
Penulis melakukan penelitian mengenai
seni beladiri otar-otar. Penelitian ini
berhubungan dengan bidang linguistik.
Penelitian ini akan meneliti pendeskrpsian
istilah, analisis komponen makna, arti eksikal,
serta arti budaya peristilahan beladiri otar-otar
Masyarakat Melayu Sambas yang berupa alat,
1
bagian-bagian, serta bentuk beladiri yang
dilakukan.
Otar-otar di dalam pertunjukannya, juga
diikuti dengan kuntau. Kuntau sendiri adalah
beladiri seperti silat yang terdapat dibeberapa
daerah di Indonesia. Namun, kuntau setiap
daerah memiliki perbedaan masing-masing
yang
disesuaikan
dengan
kebudayaan
daerahnya. Pada pertunjukkan otar-otar, kuntau
ditampilkan atau dipertunjukkan pada bagian
akhir. Jadi, pada pada bagian awal, gerakan
otar-otar terlebih dahulu ditampilkan kemudian
dilanjutkan dengan gerakan kuntau. Menurut
narasumber, ditambahkannya gerakan kuntau
ke dalam pertunjukan beladiri otar-otar
dikarenakan durasi otar-otar yang dianggap
terlalu sedikit atau singkat.
Masyarakat Sambas umumnya banyak
yang tidak mengenal otar-otar. Banyak
masyarakat yang mengenal otar-otar dengan
istilah kuntau. Bahkan, masyarakat di
Kecamatan
Galing
khususnya,
yang
melestarikan tradisi otar-otar ini, dahulu juga
menyamaratakan beladiri ini dengan nama
kuntau, sehingga mereka menyebutnya dengan
nama kuntau bukan otar-otar. Baru-baru ini
nama otar-otar lebih dikenal dan dibedakan
dari kuntau.
Penulis memilih melakukan penelitian di
Kecamatan
Galing
dikarenakan
seni
pertunjukan otar-otar hanya terdapat di Dusun
Kota Lama, Desa Ratu Sepudak Kecamatan
Galing, Kabupaten Sambas. Kecamatan Galing
merupakan sebuah kecamatan baru hasil
pemekaran Kecamatan Teluk Keramat.
Kesenian otar-otar ini terdapat di Desa Ratu
sepudak. Desa Ratu Sepudak terdiri dari dua
dusun, yaitu Dusun Kota Lama. Penelitian
mengenai kuntau di dalam otar-otar ini
dilakukan di daerah Tangaran, Kabupaten
Sambas. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
informasi mengenai kuntau di daerah Dusun
Kota Lama, Kecamatan Galing. Maka dari itu,
penulis akan melakukan penelitian di Tangaran,
karena lokasi informan yang lebih mengetahui
kuntau berada di daerah tersebut.
Penelitian ini dapat bermanfaat bagi
proses pembelajaran di sekolah khususnya di
Kabupaten Sambas dan Kalimantan Barat.
Peristilahan yang terdapat dalam penelitian ini
dapat dijadikan sebagai bahan ajar pada K13
(Kurikulum 13) pada tingkat SMP (Sekolah
Menengah Pertama) Kelas VII semester gasal
dengan KI (Kompetemsi Inti):
KI 3 : Memahami pengetahuan (faktual,
konseptual,
dan
prosedural)
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang
ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya terkait fenomena dan kejadian
tampak mata.
KI 4 : Mencoba, mengolah, dan menyaji
dalam ranah konkret (menggunakan,
mengurai, merangkai, memodifikasi,
dan membuat) dan ranah abstrak
(menulis,
membaca,
menghitung,
menggambar, dan mengarang) sesuai
dengan yang dipelajari di sekolah dan
sumber lain yang sama dalam sudut
pandang/teori.
Selanjutnya dengan KD (Kompetensi Dasar).
KD 3.1 : Memahami teks hasil observasi,
tanggapan deskriptif, eksposisi,
eksplanasi, dan cerita pendek baik
melalui lisan maupun tulisan.
KD 4.1 : Menangkap makna teks hasil
observasi, tanggapan deskriptif,
eksposisi, eksplanasi, dan cerita
pendek baik secara lisan maupun
tulisan.
Menurut Chaer (2012:295) istilah
mempunyai makna yang pasti, jelas, dan tidak
meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat.
Oleh karena itu, istilah sering dikatakan bebas
konteks. Selain itu, menurut Chaer (2009:52),
istilah memiliki makna yang tepat dan cermat
serta digunakan hanya untuk satu bidang
tertentu, sedangkan nama masih berdifat umum
karena digunakan tidak dalam bidang tertentu.
Menurut Widjono (2012:143), istilah adalah
kata atau gabungan kata yang dengan cermat
mengungkapkan suatu makna, konsep, proses,
keadaam, sifat yang khas dalam bidang tertentu.
Kridalaksana (2008:97), istilah merupakan kata
atau gabungan kata yang dengan cermat
mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau
sifat yang khas dalam bidang tertentu. Sejalan
dengan pendapat tersebut, Chaer (2003:9)
memberikan pendapat, istilah mempunyai
makna yang pasti, yang jelas, yang tidak
meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat.
2
Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa istilah
itu bebas konteks, sedangkan kata tidak bebas
konteks. Chaer (2003:9) menjelaskan, dalam
perkembangan bahasa memang ada sejumlah
istilah yang karema sering digunakan jadi
kosakata umum, artinya istilah itu tidak hanya
digunakan di dalam bidang keilmuannya tetapi
juga telah digunakan secara umum, di luar
bidangnya.
Chaer (1990:53), istilah memiliki makna
yang tepat dan cermat serta hanya digunakan
hanya untuk satu bidang tertentu. Selain itu,
Djajasudarma (1993:31), nama tertentu yang
bersifat khusus untuk setiap bidang ilmu
disebut istilah. Djajasudarma (1993:32)
menjelaskan, istilah adalah nama tertentu yang
bersifat khusus atau suatu nama yang berisi kata
atau
golongan
kata
yang
cermat,
mengungkapkan makna, konsep, proses,
keadaan atau sifat yang khas dibidang tertentu.
Suwardjono (2004:1) menuturkan bahwa istilah
ialah kata yang dengan cermat mengungkapkan
proses, keadaan atau sifat yang khas dalam
bidang tertentu. Jadi, istilah merupakan
gabungan kata yang memiliki makna atau arti
dalam bidang tertentu.
Verhaar (2010:285) semantik adalah
cabang linguistik yang meneliti arti atau makna.
Pemakaian arti dibedakan dari makna. Menurut
Subroto (2011:21), arti selalu dibedakan antara
arti (meaning) dan makna (sense). Hal itu
berarti ada perbedaan pengertian di antara
istilah-istilah tersebut di dalam studi semantik.
Sejalan
dengan
pendapat
tersebut,
Djajasudarma (2012: 21), pemakaian makna
dan
diberbagai
bidang
dan
konteks,
pemakaiannya disejajarlan dengan arti, dan
keberadaannnya tak pernah dikenali secara
cermat, sehingga dianggap sejajar. Menurut
Abdullah (2012:90), arti dalam hal ini
menyangkut makna leksikal dari kata-kata itu
sendiri, yang cenderung terdapat dalam kamus
sebagai leksem.
Selain itu, Akmajian (Parera, 2004:54), ia
telah mencatat penggunaan kata mean dan
meaning dalam bahasa Inggris yang kata
mereka tidak relevan dengan studi bahasa
tentang makna. Suhardi (2015:52), arti adalah
sesuatu yang berkaitan dengan guna atau
faedah. Menurut Sugono (Suhardi, 2015:52),
arti
adalah
interprestasi;
kehendak;
kepentingan; maslahat. Makna dan arti
dibedakan maksud dan pemakaiannya. Berikut
merupakan jenis-jenis dari arti; (1) Arti
Leksikal merupakan arti yang sebenar-benarnya
atau arti yang sesungguhnya. Menurut Subroto
(2011:32), Arti leksikal adalah arti yang
terkandung dalam kata-kata sebuah bahasa yang
lebih kurang bersifat tetap, (2) Arti Konotatif
merupakan kata pada sebuah morfem atau kata
yang memiliki arti berbeda dari seharusnya
dikarenakan suatu situasi atau konteks. Menurut
Subroto (2011:47), arti konotatif atau adalah
tipe arti tambahan atau pinggiran yang berada
di sekitar arti pokok. Arti itu bersifat
perorangan, bergantung pada pengalaman hidup
orang perorang. Tipe arti itu juga muncul
berdasarkan daya kreativitas orang per orang.
Oleh karena itu arti tersebut tidak dapat ditiru
atau dicontoh oleh orang lain, (3)Arti Kultural
adalah bahasa yang digunakan oleh suatu
masyarakat atau penutur terikat erat dengan
kebudayaannya. Arti kultural sebuah bahasa
adalah arti yang secara khas mengungkapkan
unsur-unsur budaya dan keperluan budaya
secara khas aspek kebudayaannya. Arti kultural
itu begitu khasnya sehingga hamper tidak
mungkin diterjemahkan ke dalam bahasa lain.
(Subroto, 2011:36). Selain itu, menurut
Subrtoto (2011:37) arti kultural dalam suatu
masyarakat pada umunya dikaitkan dengan
siklus kehidupan mulai dari saat lahir sampai
dengan saat kematian. Juga dikaitkan dengan
upacara-upacara mencari kehidupan.
Terdapat beberapa jenis makna di dalam
semantik. Djajasudarma (2012:7), makna
adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur
bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Palmer
(dalam Djajasudarma, 2012:7), makna hanya
menyangkut intrabahasa. Lyons (dalam
Djajasudarma,
2012:7),
mengkaji
atau
memberikan makna suatu kata berkenaan
dengan hubungan-hubungan makna yang
membuat kata tersebut berbeda dari kata-kata
lain.
Palrmer (2013:3), aspek makna dapat
dipertimbangkan dari fungsi dan dapat
dibedakan menjadi sense (pengertian), feeling
(perasaan), tone (nada), intension (tujuan).
Berikut adalah pengertian sense (pengertian).
3
Aspek makna pengertian ini dapat dicapai
apabila antara pembicara/penulis dan kawan
bicara berbahasa sama. Makna pengertian
disebut juga tema, yang melibatkan ide atau
pesan yang dimaksud (Djajasudrama 2013:3).
Karim (2013), makna adalah pengertian
atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem,
baik yang disebut morefem dasar maupun
morfem
afiks.
Kushartanti
(2005:114),
semantik merupakan bidang linguistik yang
mmpelajari makna tanda bahasa. Makna dalam
semantik memiliki manfaat. Makna juga
memiliki fungsi di dalam kalimat. Putrayasa
(2010:20), kalimat adalah satuan gramatikal
yang dibatasi oleh jeda panjang yang disertai
nada akhir atau turun. Sejalan dengan pendapat
tersebut, ukuran atau ciri utama sebuah kalimat
adalah intonasi. Dalam hal ini, Chaer (2013:12),
semantik akan memudahkan dalam memilih
dan menggunakan kata dengan makna yang
tepat dalam menyampaikan informasi kepada
masyarakat umum.
Karim (2013:7), semantik bermanfaat
bagi kita dalam mempelajari dalam suatu
bidang tertentu. Semantik mempermudah
informasi yang akan disampaikan dan yang
akan diterima menjadi tersampaikan dan mudah
dipahami.
Analisis
komponen
makna
kata
diperlukan sebagai alat bantu dalam
menginventarisasikan peristilahan yang di
dapat. Analisis komponen makna adalah
kegiatan pengelompokan istilah yang di dapat
berdasarkan
ciri-cirinya.
Sehingga
mempermudah kita untuk membedakan istilah
yang terlihat mirip secara arti. Chaer
(2009:114), komponen makna atau komponen
semantik mengjarkan bahwa setiap kata atau
unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa
unsur yang bersama-sama membentu makna
kata atau makna unsur leksikal tersebut.
Kridalaksana (2008:129), adalah satu atau
beberapa unsur yang bersama-sama membentuk
makna atau kata ujaran; misal unsur-unsur
[+insan], [+ muda], [+ laki-laki] dan
sebagainya, adalah komponen makna dari kata
buyung.
Pateda (2010:60), kata-kata yang
berdekatan makna, ada yang berjauhan, ada
yang mirip, ada yang sama, bahkan ada yang
bertentangan. Untuk mengetahui seberapa jauh
kedektan,
kemiripan,
kesamaan,
dan
ketidaksamaan makna, orang perlu mengetahui
komponen makna samapi sekecil-kecilnya,
perlu analisis. Karena yang dianalisis adalah
makna yang tercermin dari komponenkomponennya, dibutuhkan analisis komponen
makna.
Parera (2004:159), analisis komponen
makna yaitu menemukan komposisi makna kata
disebut pula dekomposisi kata. Parera
(2004:160), dekomposisi semantik kata itu
dapat dilanjutkan sampai dengan penemuan
komponen makna yang terkecil dengan
membedakan dua kata atau lebih. Dekomposisi
di atas bersifat sederhana dan tradisional. Kita
dapat menambahkan komponen kandungan
‘insani, bernyawa, terbatas’.
Suhardi (201:107), analisis komponen
makna kata adalah analisis penemuan
kandungan makna kata atau komposisi makna
kata. Melalui analisis komponen makna,
pengiventarisasian data peristilahan dapat
dibedakan dengan lebih jelas. Aminuddin
(2011:128),
analisis
komponen
sangat
bermanfaat dalam upaya memahami fitur
semantis suatu kata sehubungan dengan ciri
referen,
pemberian
abstraksi,
maupun
konseptuaisasinya. Selain itu juga bermanfaat
dalam usaha memahami berbagai kemungkinan
makna suatu kata atau ciri relasi kata-kata
dalam bacaan.
METODE PENELITIAN
Djajasudarma
(2006:4),
metode
penelitian adalah alat, prosedur, dan teknik
yang dipilih dalam melaksanakan penelitian
(dalam mengumpulkan data). Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode
observasi,
interviu
atau
wawancara,
dokumentasi, dan deskriptif. Metode observasi
atau yang lebih dikenal dengan istilah survey
adalah metode yang digunakan oleh penulis
sebelum menentukan penelitian. Febriani
(2017:1), wawancara adalah suatu percakapan
langsung dengan tujuan-tujuan tertentu dengan
menggunakan format tanya jawab yang
terencana. Arikunto (2013:274), metode
dokumentasi yaitu mencari data mengenai halhal atau variabel yang berupa catatan, transkrip,
4
buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.
Djajasudarma
(2006:16),
deskripsi
merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat
sesuai dengan sifat alamiah itu sendiri. Melalui
metode deskriptif penulis menganalisis dan
menguraikan hasil data yang diperoleh.
Bentuk penelitian ini adalah bentuk
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
menurut Muhammad (2014:31) merupakan
aktivitas atau proses “memahami” hakikat
fenomena dengan latar alamiah, dengan
berporos pada data deskriptif yang disediakan
dengan triangulasi untuk dianalisis sehingga
menghasilkan pemahaman yang holistik
berdasarkan perspektif partisipan yang sesuai
dengan konteksnya. Siswandari (Dalam Aditya,
2013:1), dalam pengertian sehari-hari data
dapat berarti fakta dari suatu objek yang
diamati yang dapat berupa angka maupun katakata. Data dari penelitian ini adalah kata dan
frasa yang mengandung peristilahan dalam seni
beladiri kuntau dan otar-otar.
Toswari (2017:1), data dalam penelitian
adalah suyek dari mana data dapat diperoleh.
Sumber data penelitian yang akan didapat
adalah istilah yang digunakan oleh Masyarakat
Melayu Sambas yang menggunakan Bahasa
Melayu Dialek Sambas dalam peristilahan
beladiri kuntau dan otar-otar Masyarakat
Melayu Sambas yang berupa alat, bagianbagian, serta bentuk beladiri yang dilakukan.
Sumber data ini diperoleh dari informan.
Mahsun (2013:141), syarat-syarat untuk
pemilihan seorang informan adalah:
1. berjenis kelamin pria atau wanita;
2. berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun);
3. orang tua, istri, atau suami informan lahir
dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau
tidak pernah meninggalkan desanya;
4. berpendidikan maksimal tamat pendidikan
dasar (SD-SLTP);
5. bestatus sosial menengah (tidak rendah atau
tidak tinggi) dengan harapan tidak terlalu
tinggi mobilitasnya;
6. pekerjaannya bertani atau buruh;
7. memiliki kebanggan terhadap isoleknya;
8. dapat berbahasa Indonesia, dan
9. sehat jasmani dan rohani.
Teknik
pengumpulan
data
yang
digunakan oleh penulis dalam mengambil data
di lapangan adalah dengan menggunakan teknik
perekam dan wawancara terstruktur. Alat
pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah alat perekam, alat tulis,
alat perekam video dan instrument wawancara.
Penulis sebagai instrument kunci perencana,
pelaksana, penganalisis, dan pelopor hasil
penulisan. Langkah-langkah penelitian yang
dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Penulis bertemu dan bertatap muka dengan
narasumber.
2. Penulis bertanya jawab dengan informan
menggunakan istrumen wawancara.
3. Penulis mencatat dan merekam jawaban
informan.
4. Penulis mendeskripsikan hasil wawancara.
5. Penulis membawa hasil rekaman yang telah
dicatat.
6. Penulis mengidentifikasi hasil rekaman.
7. Penulis menguji hasil rekaman.
Pengujian keabsahan data dilakukan
melalui cara berikut ini.
1. Ketekunan Pengamatan
2. Kecukupan Referensi
3. Triangulasi
Menurut Muhammad (2014:223) analisis
data mengimplisitkan hasil analisis, seperti
kaidah, pola-pola atau deskripsi yang terkait
dengan fokus penelitian. Berikut ini adalah
langkah-langkah
analisis
data
tentang
peristilahan beladiri kuntau dan otar-otar.
1. Langkah pertama, data yang diperoleh di
lapangan diinventarisasikan. Setelah itu
data di klasifikasikan sesuai dengan
masalah penelitian.
2. Selanjutnya dilakukan analisis data.
Langkah-langkahnya sebagai berikut ini.
a. Data
yang
terkumpul
akan
diiventarisasikan.
b. Peristilahan
tersebut,
selanjutnya
diartikan
berdasarkan
makna
kulturalnyanya.
c. Data peristilahan yang terkumpul
dianalisis dengan teknik analisis
komponen.
d. Kemudian, peristilahannya diartikan
berdasarkan arti kulturalnya.
5
HASIL
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
1. Inventarisasi
dan
Arti
Leksikal
Peristilahan Beladiri Otar-otar
Inventarisasi data dan arti leksikal
yang didapat dari penelitian tentang beladiri
otar-otar terdapat data yang terdiri dari 15
data peristilahan gerakan beladiri otar-otar,
yaitu
.Terda
pat 4 data peristilahan alat dalam beladiri
otar-otar,
yaitu
Setelah itu, 4 data peristilahan alat
musik
beladiri
otar-otar,
yaitu
Kemudian yang
terakhir, 7 data peristilahan dalam gerakan
kuntau,yaitu
2. Makna Kultural Peristilahan Beladiri
Otar-otar
Makna kultural yang didapat dari
penelitian tentang beladiri otar-otar
terdapat data yang terdiri dari 15 data
peristilahan gerakan beladiri otar-otar,
yaitu
.Terda
pat 4 data peristilahan alat dalam beladiri
otar-otar,
yaitu
Setelah itu, 4 data peristilahan alat
musik
beladiri
otar-otar,
yaitu
Kemudian yang
terakhir, 7 data peristilahan dalam gerakan
kuntau,yaitu
3. Komponen Makna
a. Komponen Makna Alat Dalam Beladiri
Otar-Otar
1) /
aktivitas yang dilakukan; berdiri,
maju,
mengelilingi
lawan,
membentangkan tangan, melompat
dan melangkah; jumlah orang
berdua; kegunaannya sebaggai
pembuka; serta tidak menggunakan
alat
beladiri.
Leksem
[/[]
bermaksud
sebagai pembuka seni beladiri otarotar.
2) Frasa aktivitas
yang dilakukan, berdiri, maju,
berputar,
menglilingi
lawan,
melompat,
melangkah,
dan
mengayunkan mambo; jumlah
orang berdua; kegunaannya sebagai
pembuka;
menggunakan
alat
mambo dan sendeng.
3) Frasa
aktivitas
yang dilakukan, berdiri, menangkis,
memukul
mambo
lawan,
mengayunkan mambo; jumlah
orang sendiri, kegunaannya untuk
memnacing lawan; menggunakan
alat mambo dan sendeng.
4) Leksem aktivitas yang
dilakukan adalah berdiri, maju,
membentangkan
tangan,
menangkis, memukul mambo,
melangkah, mengayunkan mambo;
jumlah orang yang melakukan
berdua;
kegunaannya
untuk
menahan serangan; menggunakan
alat mambo dan sendeng.
5) Leksem
memiliki
aktivitas yang dilakukan, berdiri,
maju, berputar, mengelilingi lawan,
membentangkan tangan, melompat,
melangkah, dan mengayunkan
mambo; jumlah rang sendiri;
kegunaannya untuk pembuka;
6
menggunakan alat mambo dan
sendeng.
6) Frasa
memiliki
aktivitas yang dilakukan, berdiri,
dan
membentangkan
tangan;
jumlah orang sendiri. Kegunaannya
untuk
memancing
lawan;
menggunakan alat mambo dan
sendeng.
7) Frasa memiliki
aktivitas yang dilakukan, berdiri,
maju,
mengelilingi
lawan,
membentangkan tangan, memukul
mambo,
melangkah,
dan
mengayunkan mambo; jumlah
orang sendiri; kegunaannya untuk
menyerang; menggunakan alat
mambo dan sendeng.
8) Frasa
memiliki;
aktivitas yang dilakukan, duduk,
menangkis, memukul mambo,
mengayunkan mambo; jumlah
orang sendiri; kegunaannya untuk
memancng lawan; menggunakan
alat mamo dan sendeng.
9) Leksem memiliki;
aktivitas yang dilakukan, berdiri,
menendang,
maju,
mundur,
berputar,
mengelilingi
lawan,
membentangkan tangan, melompat,
menangkis, melangkah; jumlah
orang berdua; kegunaannya untuk
menyerang dan menahan serangan;
tanpa menggunakan alat.
10) Frasa memiliki;
aktivitas yang dilakukan berdiri,
maju,
mundur,
berputar,
mengelilingi,
membentangkan
tangan, melompat, menangkis,
melangkah; jumlah orang berdua.
Kegunaannya
menyerang dan
menahan
serangan;
tanpa
menggunakan alat.
11) memil
iki; aktivitas yang dilakukan
berdiri, maju, mundur, berputar,
mengelilingi,
membentangkan
tangan, melompat, menangkis,
melangkah; jumlah orang berdua.
Kegunaannya
menyerang dan
menahan
serangan;
tanpa
menggunakan alat.
12)
memiliki; aktivitas yang
dilakukan, duduk, maju, mundur,
berputar,
mengelilingi,
membentangkan
tangan,
menangkis; jumlah orang berdua;
kegunaannya
menyerang
dan
menahan serangan lawan; tanpa
menggunakan alat.
13) memili
ki; aktivitas yang dilakukan,
duduk, maju, mundur, berputar,
mengelilingi,
membentangkan
tangan, menangkis; jumlah orang
berdua; kegunaannya menyerang
dan menahan serangan lawan;
tanpa menggunakan alat.
14) memi
liki; aktivitas yang dilakukan,
berdiri, menendang, maju, mundur,
berputar,
mengelilingi,
membentang tangan, melompat,
menangkis, melangkah; jumlah
orang
berdua;
kegunaannya
menyerang dan menahan serangan;
tanpa menggunakan alat.
15) memi
liki; aktivitas yang dilakukan,
berdiri, menendang, maju, mundur,
berputar,
mengelilingi,
membentang tangan, melompat,
menangkis, melangkah; jumlah
orang
berdua;
kegunaannya
menyerang dan menahan serangan;
tanpa menggunakan alat.
b. Komponen Makna Alat Dalam Beladiri
Otar-Otar
1) menggunakan;
bahan dari rotan atau kayu marau;
cara menggunakan, diayunkan,
dipegang searah dada, dipegang
searah kaki, dipegang menghadap
ke
atas;
bentuknya
bulat
memanjang; kegunaannya untuk
menyerang, mempertahankan diri,
mengalihkan perhatian dan menarik
perhatian.
7
2) Leksem
[menggunakan
bahan kain; cara menggunakan
diayunkan, ditusukkan, dipegang
searah dada, dipegag searah kaki,
dipegang menghadap atas; bentuk
persegi panjang; kegunaannya
untuk menyerang, mempertahankan
diri, mengalihkan perhatian, dan
menarik perhatian.
3) Leksem [menggunakan
bahan
kayu
pelaik;
cara
menggunakan
diayunkan
dan
dipegang searah dada; bentuknya
bulat;
kegunaannya
mempertahankan diri, mengalihkan
perhatian, dan menarik perhatian.
4) menggun
akan bahan besi atau tembaga; cara
menggunakan diayunkan; bentukny
bulat;
kegunaannya
untuk
mengalihkan perhatian dan menarik
perhatian.
c. Komponen Makna Alat Musik dalam
Beladiri Otar-Otar
1) Leksem [menggunakan
bahan, kayu dan kulit; cara
menggunakan dipukul; bentuknya
bulat, tabung, memanjang atau
panjang.
2) men
ggunakan bahan rotan; cara
menggunakan dipukul; bentuknya
bulat memanjang atau bulat
panjang.
3) Leksem
[
menggunakan bahan tembaga; cara
menggunakan dipukul; bentuknya
bulat.
4) Leksem
[menggunakan bahan,
kayu, kain, dan kulit; cara
menggunakan, dipukul; bentuknya
bulat memanjang.
d. Komponen Makna Kuntau dalam
Beladiri Otar-Otar
1) memili
ki aktivitas yang dilakukan bediri,
maju, menghindar, membentangkan
tangan, menangkis, menangkap
tangan, dan melangkah; jumlah
orang sendiri, ; kegunaannya untuk
manahan serangan.
2) Leksem
[]
memiliki; aktivitas yang dilakukan,
berdiri,
maju,
menghindar,
membentangkan
tangan,
menangkis,
mangkap
tangan,
melangkah, mendorong; jumlah
orang, sendiri; kegunaannya untuk
menahan serangan lawan.
3) memili
ki aktivitas yang dilakukan, berdiri,
menendang, maju, menghindar,
melangkah,
dan
mendorong;
jumlah orang sendiri; kegunaannya
untuk menahan serangan dan
menjatuhkan lawan.
4) Leksem
[memiliki;
aktivitas yang dilakukan, berdiri,
maju, menghindar, dan melangkah;
jumlah orang sendiri; kegunaannya
untuk menahan serangan lawan.
5) []
memiliki
aktivitas yang dilakukan, berdiri,
menendang, maju, menghindar,
membentangkan
tangan,
menangkis, menangkap tangan,
melangkah,
dan
mendorong;
jumlah
orang
sendirian;
kegunaannya
untuk
menahan
serangan dan menjatuhkan lawan.
6) Leksem
[memilik
aktivitas yang dilakukan berdiri,
menendang, maju, menghindar,
melangkah dan mendorong; jumlah
orang, sendirian; kegunaannya ntuk
menahan
serangan
dan
menjatuhkan lawan.
7) Leksem
[memiliki
aktivitas yang dilakukan, berdiri,
maju,
menarik,
menghindar,
menangkap kaki, dan melangkah;
jumlah
orang
sendirian;
kegunaannya
untuk
menahan
serangan dan menjatuhkan lawan.
4. Arti Kultural
8
Hasil wawancara yang telah didapat,
maka terdapat 6 arti kultural dalam beladiri
otar-otar,. 5 merupakan gerakan beladiri
otar-otar, yaitu yaitu /[],
Pembahasan
1. Inventarisasi
dan
Arti
Leksikal
Peristilahan Beladiri Otar-otar
Pada inventarisasi gerakan peristilahan
pada beladiri otar-otar, gerakan ini
mendeskripsikan
gerakan
aslinya.
Inventarisasi
ini
merupakan
arti
sesunggunya dari gerakan yang dilakukan
pada gerakan beladiri otar-otar.
2. Makna Kultural
Berbeda dengan inventarisasi yang
merupakan arti sesungguhnya serta bentuk
pendeskripsian dari peristilahan yang
didapat. Pada makna kultural, yang
diartikan merupakan arti lain dari gerakan
tersebut dilakukan. Selain itu makna
kultural ini juga dapat memperjelas fungsi
dari gerakan serta bagian lain dari beladiri
otar-otar.
3. Komponen Makna
Pada komponen makna alat dalam
beladiri otar-otar, komponen yang paling
banyak digunakan adalah menggunakan
alat mambo dan sendeng, kemudian
kegunaannyalebih
banyak
untuk
memancing dan menahan serangan lawan,.
Selain itu, gerakannya juga didominasi oleh
gerakan yang maju, mundur, dan
melangkah.
Kemudian untuk komponen makna alat
dalam beladiri otar-otar, alat hanya
berbentuk bulat seperti tameng dan kayu
panjang.
Selanjutnya
lebih
banyak
digunakan untuk menarik serta memancik
serangan lawan dan menahan serangan
lawan.
Berikutnya adalah komponen makna
alat dalam beladiri otar-otar. bahannya
beragam, mulai dari kayu, tembaga, kain,
dan rotan serta kulit. Alat music yang
digunakan hanya menggunakan alat music
yang dipukul. Bentuknya ada yang bulat
serta ada yang bulat memanjang seperti
tabung.
Komponen makna kuntau dalam
beladiri otar-otar ini didominasi oleh
gerakan yang menggunakan gerakan
tangan. Gerakan kuntau secara keseluruhan
adalah untuk menghindari serangan lawan.
Selain menghindari serangan lawan,
gerakan kuntau juga difungsikan untuk
mejatuhkan lawan.
4. Arti Kultural
Dari sekian banyak data peristilahan
yang diperoleh, hanya 6 data yang memiliki
arti kultural. Hal ini disebabkan kurangnya
pengetahuan dan pengarsipan mengenai arti
kutural.
Kurang
pengtahuan
dan
pengarsipan ini, dikarenakan banyaknya
orang yang hanya mempelajari gerakan
beladirinya saja dan menganggap arti di
dalam istilah yang digunakan merupakan
suatu hal kurang penting untuk dipelajari,
hingga pada akhirnya, berkuranglah
pengetahuan tentang hal tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, simpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah:
1. Inventarisasi data yang didapat dari
penelitian tentang beladiri otar-otar
terdapat data yang terdiri dari 15 data
peristilahan gerakan beladiri otar-otar, 4
data peristilahan alat dalam beladiri otarotar, 4 data peristilahan alat musik beladiri
otar-otar, dan 7 data peristilahan dalam
gerakan kuntau.
2. Berdasarkan hasil dari analisis data
komponen makna yang telah dilakukan
ditemukan komponen makna gerakan
beladiri otar-otar sebanyak 15 data
peristilahan, alat dalam beladiri otar-otar
sebanyak 4 data peristilahan, alat musik
beladiri otar-otar sebanyak 4 data
peristilahan, dan gerakan beladiri kuntau
sebanyak 7 data peristilahan.
Hasil wawancara yang telah didapat, maka
terdapat 6 arti kultural dalam beladiri otar-otar.
9
5 merupakan gerakan beladiri otar-otar dan 1
merupakan alat dalam beladiri otar-otar.
Saran
Sebaiknya generasi penerus dapat
menggali makna dan mempelajari budaya
beladiri ini lebih mendalam. Sehingga, beladiri
lokal tidak hilang digantikan oleh beladiri dari
luar dan generasi muda dapat memperkenalkan
budaya beladiri ini kepada dunia luar.
Peneliti juga mengharapkan melalui
penelitian ini budaya daerah yang kurang
dipublikasikan dan dikenalkan kepada daerah
luar akan dapat dkenal melalui penelitian ini.
Selain itu, menjadi sumber ilmu bagi
masyarakat itu sendiri maupun masyarakat di
luar lingkungan penelitian ini.
DAFTAR RUJUKAN
Abdullah; Alek; Achmad HP. 2012. Linguistik
Umum. Jakarta: Erlangga.
Aditya, Dodiet. 2013. Data dan Metode
Pengumpulan
Data
Penelitian.
Akupunktursolo. (Online).
https://akupunktursolo.files.wordpress.com/201
3/03/data-teknik-pengumpulan-data.pdf,
diakses 2 Oktober 2017)
Aminuddin. 2011. Semantik: Pengantar Studi
Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Arikunto,
Suharsimi.
2013.
Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Bappeda Sambas. 2012.Kondisi Umum.
(Online).
(http://sambas.go.id/profiledaerah/pemerintahan/kondisi-umum.html,
diakses 30 September 2017)
Chaer, Abdul. 1990. Semantik Bahasa
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta:
Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik
Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta:
Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2013. Pengantar Semantik
Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Djajasudarma, Fatimah. 1993. Semantik I:
Pengantar ke Arah Ilmu Makna.
Bandung: PT. Eresco.
Djajasudarma,
Fatimah.
2006.
Metode
Linguistik – Ancangan Metode Penelitian
dan Kajian. Bandung: Refika Aditama.
Djajasudarma, Fatimah. 2012. Semantik 1:
Makna Leksikal dan Gramatikal.
Bandung: Refika Aditama.
Djajasudarma, Fatimah. 2013. Semantik 2:
Relasi Makna Paradigmatik, Sintagmatik,
dan Derivasional. Bandung: Refika
Aditama.
Febriani. 2017. Teknik Pengumpulan Data.
Gunadarma. (Online).
(https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j
&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=r
ja&uact=8&ved=0ahUKEwiH7M7Z1dL
WAhUNT48KHSPFDGIQFggsMAE&ur
l=http%3A%2F%2Ffebriani.staff.gunadar
ma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F249
21%2FTeknik%2BPengumpulan%2BDat
a.pdf&usg=AOvVaw1Atn2sR1J7TojmS
wZBOt6O, diakses 2 Oktober 2017)
Keraf, Gorys. 1991. Tata Bahasa Rujukan
Bahasa Indonesia. Jakarta: Grasindo
Kridalaksana. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Kushartanti; Yuwono, Untung; Lauder,
Multamia RMT. 2005. Pesona Bahasa:
Langkah Awal Memahami Linguistik.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mahsun. 2013. Metode Penelitian Bahasa:
Tahapan
Strategi,
Metode,
dan
Tekniknya. Jakarta: Rajawali Pers.
Muhammad. 2014. Metode Penelitian Bahasa.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Nada Seni dan Otar-Otar. 2009. Pertunjukkan
Silat Otar-Otar. Sambas: Nada Seni dan
Otar-Otar.
Parera, Jos Daniel. 2004. Teori Semantik.
Jakarta: Erlangga.
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal.
Jakarta: Rineka Cipta.
Putrayasa, Ida Bagus. 2010. Analisis Kalimat
(Fungsi, Kategori, dan Peran). Bandung:
Refika Aditama
Putri, Mutiara Kharisma Hasan. 2016.
Peristilahan
Batu Kecubung Suku
10
Melayu Ketapang: Kajian Semantik. Pontianak:
Universitas Tanjungpura.
Rahmawati.
2013.
Peristilahan
Tenun
Tradisional Melayu Sambas: Kajian
Semantik.
Pontianak:
Universitas
Tanjungpura.
Rismawati, Risma. 2011. Kata, Kalimat dan
Paragraf dalam Bahasa Indonesia.
Jakarta: Ghina Walafafa.
Subroto, Edi. 2011. Pengantar Studi Semantik
dan Pragmatik. Surakarta: Cakrawala
Media.
Suhardi. 2015. Dasar-Dasar Ilmu Semantik.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Surahman, Taufik. 2013. Peristilahan Teknologi
Tradisional Penangkap Ikan Masyarakat
Melayu Kabupaten Melawi Kecamatan
Pinoh Utara. Pontianak: Universitas
Tanjungpura.
Suwardjono.
2004.
Pedoman
Umum
Pembentukan Istilah (PUPI). Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
(Online)
(https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j
&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=r
ja&uact=8&ved=0ahUKEwiS4rP0l9LW
AhXJp48KHbmAA3YQFgg7MAM&url
=http%3A%2F%2Fluk.tsipil.ugm.ac.id%
2Fta%2FSuwardjono%2FPUPI.pdf&usg
=AOvVaw1rrSqSO9L9pah69UH-_o7u,
diakses Oktober 2017)
Toswari. 2017. Sumber Data. Gunadarma.
(Online).
(https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j
&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=r
ja&uact=8&ved=0ahUKEwiUpKCny9L
WAhWIOY8KHexHDPgQFggmMAA&
url=http%3A%2F%2Ftoswari.staff.gunad
arma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F3
2250%2F5%2BSumber%2BData.pdf&us
g=AOvVaw2qeIWp1w8apu2uvDGnK2U
p, diakses 2 Oktober 2017)
Verhaar, J. W. M. 2010. Asas-Asas Linguistik
Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Widjono. 2012. Bahasa Indonesia: Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian di
Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo.
Yurni, Karim; Jayanti, Memmy Dwi; E. Zaenal
Arifin. 2013. Semantik Bahasa Indonesia.
Tangerang: Pustaka Mandiri.
11
MASYARAKAT MELAYU SAMBAS
ARTIKEL PENELITIAN
Oleh:
NONIK
NIM F1011131039
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2017
PERISTILAHAN BELADIRI OTAR-OTAR
MASYARAKAT MELAYU SAMBAS
NONIK
Nonik, Patriantoro, Amriani Amir
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak
Email:[email protected]
Abstract
The research about describe the term, the component of meaning, the meaning of
lexical and the meaning of culture in otar-otar martial art in form of movement,
instruments music instrument and kuntau movement. The method that was used was
observation method, interview, documentation, and descriptive. Based on the data
analysis, otar-otar martial art there are some data which is rasists of is data for the
terminology of otar-otar movement 4 data the terminology of instrument in otar-otar
martial art, 4 data for terminology of otar-otar martial art music instrument, and 7 data
for terminology of kuntau in otar-otar martial art. Result of data analysis of based on
data analysis result of the meaning component that has been done and it was found
that the meaning component of the otar-otar martial art movement there were 4
terminology data, the music instrument of otar-otar martial art there were 4
terminology data, and kuntau martial art movement there were 7 terminology data.
The result of interview that was obtained, it means there were 6 cultural meaning in
otar-otar martial art. It was 5 for otar-otar martial art movement and it was 1 for the
instrument of otar-otar martial art.
Keywords: terminology, martial art, otar-otar, kuntau, Sambas Malay.
Setiap daerah memiliki seni beladiri yang
khas. Seni beladiri selain berfungsi agar kita
dapat melindungi diri sendiri dan sebagai
pertunjukkan seni, beladiri juga dapat menjadi
identitas daerah tertentu. Satu di antaranya
adalah seni beladiri yang jarang diketahui oleh
masyarakat adalah seni beladiri otar-otar. Seni
beladiri otar-otar berasal dari daerah Sambas,
Kalimantan Barat.
Otar-otar diartikan sebagai sebuah
perisai bentuk bulat yang dapat digunakan
sebagai alat penangkis atau tameng saat
menghadapi musuh. Ia merupakan gabungan
dari kuntau dan seni tari. Seni beladiri otar-otar
dulunya merupakan silat yang digunakan oleh
pendekar pengawal kerajaan pada zaman
kepemimpinan
Ratu
Sepudak.
Seiring
perkembangan
zaman,
silat
otar-otar
dikembangkan oleh masyarakat setempat
sebagai pertunjukkan. Seni otar-otar hanya
dilakukan oleh laki-laki saja dengan diiringi
bunyi-bunyian dan peralatan serta pakaian.
Otar-otar sering ditampilkan di tanah lapang
atau halaman rumah pada acara pernikahan atau
acara di kampung. Umumnya, otar-otar
dilakukan oleh 5 orang yang terdiri dari 2 orang
penari, 2 penabuh gendang, dan 1 orang
pemukul gong.
Penulis melakukan penelitian mengenai
seni beladiri otar-otar. Penelitian ini
berhubungan dengan bidang linguistik.
Penelitian ini akan meneliti pendeskrpsian
istilah, analisis komponen makna, arti eksikal,
serta arti budaya peristilahan beladiri otar-otar
Masyarakat Melayu Sambas yang berupa alat,
1
bagian-bagian, serta bentuk beladiri yang
dilakukan.
Otar-otar di dalam pertunjukannya, juga
diikuti dengan kuntau. Kuntau sendiri adalah
beladiri seperti silat yang terdapat dibeberapa
daerah di Indonesia. Namun, kuntau setiap
daerah memiliki perbedaan masing-masing
yang
disesuaikan
dengan
kebudayaan
daerahnya. Pada pertunjukkan otar-otar, kuntau
ditampilkan atau dipertunjukkan pada bagian
akhir. Jadi, pada pada bagian awal, gerakan
otar-otar terlebih dahulu ditampilkan kemudian
dilanjutkan dengan gerakan kuntau. Menurut
narasumber, ditambahkannya gerakan kuntau
ke dalam pertunjukan beladiri otar-otar
dikarenakan durasi otar-otar yang dianggap
terlalu sedikit atau singkat.
Masyarakat Sambas umumnya banyak
yang tidak mengenal otar-otar. Banyak
masyarakat yang mengenal otar-otar dengan
istilah kuntau. Bahkan, masyarakat di
Kecamatan
Galing
khususnya,
yang
melestarikan tradisi otar-otar ini, dahulu juga
menyamaratakan beladiri ini dengan nama
kuntau, sehingga mereka menyebutnya dengan
nama kuntau bukan otar-otar. Baru-baru ini
nama otar-otar lebih dikenal dan dibedakan
dari kuntau.
Penulis memilih melakukan penelitian di
Kecamatan
Galing
dikarenakan
seni
pertunjukan otar-otar hanya terdapat di Dusun
Kota Lama, Desa Ratu Sepudak Kecamatan
Galing, Kabupaten Sambas. Kecamatan Galing
merupakan sebuah kecamatan baru hasil
pemekaran Kecamatan Teluk Keramat.
Kesenian otar-otar ini terdapat di Desa Ratu
sepudak. Desa Ratu Sepudak terdiri dari dua
dusun, yaitu Dusun Kota Lama. Penelitian
mengenai kuntau di dalam otar-otar ini
dilakukan di daerah Tangaran, Kabupaten
Sambas. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
informasi mengenai kuntau di daerah Dusun
Kota Lama, Kecamatan Galing. Maka dari itu,
penulis akan melakukan penelitian di Tangaran,
karena lokasi informan yang lebih mengetahui
kuntau berada di daerah tersebut.
Penelitian ini dapat bermanfaat bagi
proses pembelajaran di sekolah khususnya di
Kabupaten Sambas dan Kalimantan Barat.
Peristilahan yang terdapat dalam penelitian ini
dapat dijadikan sebagai bahan ajar pada K13
(Kurikulum 13) pada tingkat SMP (Sekolah
Menengah Pertama) Kelas VII semester gasal
dengan KI (Kompetemsi Inti):
KI 3 : Memahami pengetahuan (faktual,
konseptual,
dan
prosedural)
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang
ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya terkait fenomena dan kejadian
tampak mata.
KI 4 : Mencoba, mengolah, dan menyaji
dalam ranah konkret (menggunakan,
mengurai, merangkai, memodifikasi,
dan membuat) dan ranah abstrak
(menulis,
membaca,
menghitung,
menggambar, dan mengarang) sesuai
dengan yang dipelajari di sekolah dan
sumber lain yang sama dalam sudut
pandang/teori.
Selanjutnya dengan KD (Kompetensi Dasar).
KD 3.1 : Memahami teks hasil observasi,
tanggapan deskriptif, eksposisi,
eksplanasi, dan cerita pendek baik
melalui lisan maupun tulisan.
KD 4.1 : Menangkap makna teks hasil
observasi, tanggapan deskriptif,
eksposisi, eksplanasi, dan cerita
pendek baik secara lisan maupun
tulisan.
Menurut Chaer (2012:295) istilah
mempunyai makna yang pasti, jelas, dan tidak
meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat.
Oleh karena itu, istilah sering dikatakan bebas
konteks. Selain itu, menurut Chaer (2009:52),
istilah memiliki makna yang tepat dan cermat
serta digunakan hanya untuk satu bidang
tertentu, sedangkan nama masih berdifat umum
karena digunakan tidak dalam bidang tertentu.
Menurut Widjono (2012:143), istilah adalah
kata atau gabungan kata yang dengan cermat
mengungkapkan suatu makna, konsep, proses,
keadaam, sifat yang khas dalam bidang tertentu.
Kridalaksana (2008:97), istilah merupakan kata
atau gabungan kata yang dengan cermat
mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau
sifat yang khas dalam bidang tertentu. Sejalan
dengan pendapat tersebut, Chaer (2003:9)
memberikan pendapat, istilah mempunyai
makna yang pasti, yang jelas, yang tidak
meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat.
2
Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa istilah
itu bebas konteks, sedangkan kata tidak bebas
konteks. Chaer (2003:9) menjelaskan, dalam
perkembangan bahasa memang ada sejumlah
istilah yang karema sering digunakan jadi
kosakata umum, artinya istilah itu tidak hanya
digunakan di dalam bidang keilmuannya tetapi
juga telah digunakan secara umum, di luar
bidangnya.
Chaer (1990:53), istilah memiliki makna
yang tepat dan cermat serta hanya digunakan
hanya untuk satu bidang tertentu. Selain itu,
Djajasudarma (1993:31), nama tertentu yang
bersifat khusus untuk setiap bidang ilmu
disebut istilah. Djajasudarma (1993:32)
menjelaskan, istilah adalah nama tertentu yang
bersifat khusus atau suatu nama yang berisi kata
atau
golongan
kata
yang
cermat,
mengungkapkan makna, konsep, proses,
keadaan atau sifat yang khas dibidang tertentu.
Suwardjono (2004:1) menuturkan bahwa istilah
ialah kata yang dengan cermat mengungkapkan
proses, keadaan atau sifat yang khas dalam
bidang tertentu. Jadi, istilah merupakan
gabungan kata yang memiliki makna atau arti
dalam bidang tertentu.
Verhaar (2010:285) semantik adalah
cabang linguistik yang meneliti arti atau makna.
Pemakaian arti dibedakan dari makna. Menurut
Subroto (2011:21), arti selalu dibedakan antara
arti (meaning) dan makna (sense). Hal itu
berarti ada perbedaan pengertian di antara
istilah-istilah tersebut di dalam studi semantik.
Sejalan
dengan
pendapat
tersebut,
Djajasudarma (2012: 21), pemakaian makna
dan
diberbagai
bidang
dan
konteks,
pemakaiannya disejajarlan dengan arti, dan
keberadaannnya tak pernah dikenali secara
cermat, sehingga dianggap sejajar. Menurut
Abdullah (2012:90), arti dalam hal ini
menyangkut makna leksikal dari kata-kata itu
sendiri, yang cenderung terdapat dalam kamus
sebagai leksem.
Selain itu, Akmajian (Parera, 2004:54), ia
telah mencatat penggunaan kata mean dan
meaning dalam bahasa Inggris yang kata
mereka tidak relevan dengan studi bahasa
tentang makna. Suhardi (2015:52), arti adalah
sesuatu yang berkaitan dengan guna atau
faedah. Menurut Sugono (Suhardi, 2015:52),
arti
adalah
interprestasi;
kehendak;
kepentingan; maslahat. Makna dan arti
dibedakan maksud dan pemakaiannya. Berikut
merupakan jenis-jenis dari arti; (1) Arti
Leksikal merupakan arti yang sebenar-benarnya
atau arti yang sesungguhnya. Menurut Subroto
(2011:32), Arti leksikal adalah arti yang
terkandung dalam kata-kata sebuah bahasa yang
lebih kurang bersifat tetap, (2) Arti Konotatif
merupakan kata pada sebuah morfem atau kata
yang memiliki arti berbeda dari seharusnya
dikarenakan suatu situasi atau konteks. Menurut
Subroto (2011:47), arti konotatif atau adalah
tipe arti tambahan atau pinggiran yang berada
di sekitar arti pokok. Arti itu bersifat
perorangan, bergantung pada pengalaman hidup
orang perorang. Tipe arti itu juga muncul
berdasarkan daya kreativitas orang per orang.
Oleh karena itu arti tersebut tidak dapat ditiru
atau dicontoh oleh orang lain, (3)Arti Kultural
adalah bahasa yang digunakan oleh suatu
masyarakat atau penutur terikat erat dengan
kebudayaannya. Arti kultural sebuah bahasa
adalah arti yang secara khas mengungkapkan
unsur-unsur budaya dan keperluan budaya
secara khas aspek kebudayaannya. Arti kultural
itu begitu khasnya sehingga hamper tidak
mungkin diterjemahkan ke dalam bahasa lain.
(Subroto, 2011:36). Selain itu, menurut
Subrtoto (2011:37) arti kultural dalam suatu
masyarakat pada umunya dikaitkan dengan
siklus kehidupan mulai dari saat lahir sampai
dengan saat kematian. Juga dikaitkan dengan
upacara-upacara mencari kehidupan.
Terdapat beberapa jenis makna di dalam
semantik. Djajasudarma (2012:7), makna
adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur
bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Palmer
(dalam Djajasudarma, 2012:7), makna hanya
menyangkut intrabahasa. Lyons (dalam
Djajasudarma,
2012:7),
mengkaji
atau
memberikan makna suatu kata berkenaan
dengan hubungan-hubungan makna yang
membuat kata tersebut berbeda dari kata-kata
lain.
Palrmer (2013:3), aspek makna dapat
dipertimbangkan dari fungsi dan dapat
dibedakan menjadi sense (pengertian), feeling
(perasaan), tone (nada), intension (tujuan).
Berikut adalah pengertian sense (pengertian).
3
Aspek makna pengertian ini dapat dicapai
apabila antara pembicara/penulis dan kawan
bicara berbahasa sama. Makna pengertian
disebut juga tema, yang melibatkan ide atau
pesan yang dimaksud (Djajasudrama 2013:3).
Karim (2013), makna adalah pengertian
atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem,
baik yang disebut morefem dasar maupun
morfem
afiks.
Kushartanti
(2005:114),
semantik merupakan bidang linguistik yang
mmpelajari makna tanda bahasa. Makna dalam
semantik memiliki manfaat. Makna juga
memiliki fungsi di dalam kalimat. Putrayasa
(2010:20), kalimat adalah satuan gramatikal
yang dibatasi oleh jeda panjang yang disertai
nada akhir atau turun. Sejalan dengan pendapat
tersebut, ukuran atau ciri utama sebuah kalimat
adalah intonasi. Dalam hal ini, Chaer (2013:12),
semantik akan memudahkan dalam memilih
dan menggunakan kata dengan makna yang
tepat dalam menyampaikan informasi kepada
masyarakat umum.
Karim (2013:7), semantik bermanfaat
bagi kita dalam mempelajari dalam suatu
bidang tertentu. Semantik mempermudah
informasi yang akan disampaikan dan yang
akan diterima menjadi tersampaikan dan mudah
dipahami.
Analisis
komponen
makna
kata
diperlukan sebagai alat bantu dalam
menginventarisasikan peristilahan yang di
dapat. Analisis komponen makna adalah
kegiatan pengelompokan istilah yang di dapat
berdasarkan
ciri-cirinya.
Sehingga
mempermudah kita untuk membedakan istilah
yang terlihat mirip secara arti. Chaer
(2009:114), komponen makna atau komponen
semantik mengjarkan bahwa setiap kata atau
unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa
unsur yang bersama-sama membentu makna
kata atau makna unsur leksikal tersebut.
Kridalaksana (2008:129), adalah satu atau
beberapa unsur yang bersama-sama membentuk
makna atau kata ujaran; misal unsur-unsur
[+insan], [+ muda], [+ laki-laki] dan
sebagainya, adalah komponen makna dari kata
buyung.
Pateda (2010:60), kata-kata yang
berdekatan makna, ada yang berjauhan, ada
yang mirip, ada yang sama, bahkan ada yang
bertentangan. Untuk mengetahui seberapa jauh
kedektan,
kemiripan,
kesamaan,
dan
ketidaksamaan makna, orang perlu mengetahui
komponen makna samapi sekecil-kecilnya,
perlu analisis. Karena yang dianalisis adalah
makna yang tercermin dari komponenkomponennya, dibutuhkan analisis komponen
makna.
Parera (2004:159), analisis komponen
makna yaitu menemukan komposisi makna kata
disebut pula dekomposisi kata. Parera
(2004:160), dekomposisi semantik kata itu
dapat dilanjutkan sampai dengan penemuan
komponen makna yang terkecil dengan
membedakan dua kata atau lebih. Dekomposisi
di atas bersifat sederhana dan tradisional. Kita
dapat menambahkan komponen kandungan
‘insani, bernyawa, terbatas’.
Suhardi (201:107), analisis komponen
makna kata adalah analisis penemuan
kandungan makna kata atau komposisi makna
kata. Melalui analisis komponen makna,
pengiventarisasian data peristilahan dapat
dibedakan dengan lebih jelas. Aminuddin
(2011:128),
analisis
komponen
sangat
bermanfaat dalam upaya memahami fitur
semantis suatu kata sehubungan dengan ciri
referen,
pemberian
abstraksi,
maupun
konseptuaisasinya. Selain itu juga bermanfaat
dalam usaha memahami berbagai kemungkinan
makna suatu kata atau ciri relasi kata-kata
dalam bacaan.
METODE PENELITIAN
Djajasudarma
(2006:4),
metode
penelitian adalah alat, prosedur, dan teknik
yang dipilih dalam melaksanakan penelitian
(dalam mengumpulkan data). Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode
observasi,
interviu
atau
wawancara,
dokumentasi, dan deskriptif. Metode observasi
atau yang lebih dikenal dengan istilah survey
adalah metode yang digunakan oleh penulis
sebelum menentukan penelitian. Febriani
(2017:1), wawancara adalah suatu percakapan
langsung dengan tujuan-tujuan tertentu dengan
menggunakan format tanya jawab yang
terencana. Arikunto (2013:274), metode
dokumentasi yaitu mencari data mengenai halhal atau variabel yang berupa catatan, transkrip,
4
buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.
Djajasudarma
(2006:16),
deskripsi
merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat
sesuai dengan sifat alamiah itu sendiri. Melalui
metode deskriptif penulis menganalisis dan
menguraikan hasil data yang diperoleh.
Bentuk penelitian ini adalah bentuk
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
menurut Muhammad (2014:31) merupakan
aktivitas atau proses “memahami” hakikat
fenomena dengan latar alamiah, dengan
berporos pada data deskriptif yang disediakan
dengan triangulasi untuk dianalisis sehingga
menghasilkan pemahaman yang holistik
berdasarkan perspektif partisipan yang sesuai
dengan konteksnya. Siswandari (Dalam Aditya,
2013:1), dalam pengertian sehari-hari data
dapat berarti fakta dari suatu objek yang
diamati yang dapat berupa angka maupun katakata. Data dari penelitian ini adalah kata dan
frasa yang mengandung peristilahan dalam seni
beladiri kuntau dan otar-otar.
Toswari (2017:1), data dalam penelitian
adalah suyek dari mana data dapat diperoleh.
Sumber data penelitian yang akan didapat
adalah istilah yang digunakan oleh Masyarakat
Melayu Sambas yang menggunakan Bahasa
Melayu Dialek Sambas dalam peristilahan
beladiri kuntau dan otar-otar Masyarakat
Melayu Sambas yang berupa alat, bagianbagian, serta bentuk beladiri yang dilakukan.
Sumber data ini diperoleh dari informan.
Mahsun (2013:141), syarat-syarat untuk
pemilihan seorang informan adalah:
1. berjenis kelamin pria atau wanita;
2. berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun);
3. orang tua, istri, atau suami informan lahir
dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau
tidak pernah meninggalkan desanya;
4. berpendidikan maksimal tamat pendidikan
dasar (SD-SLTP);
5. bestatus sosial menengah (tidak rendah atau
tidak tinggi) dengan harapan tidak terlalu
tinggi mobilitasnya;
6. pekerjaannya bertani atau buruh;
7. memiliki kebanggan terhadap isoleknya;
8. dapat berbahasa Indonesia, dan
9. sehat jasmani dan rohani.
Teknik
pengumpulan
data
yang
digunakan oleh penulis dalam mengambil data
di lapangan adalah dengan menggunakan teknik
perekam dan wawancara terstruktur. Alat
pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah alat perekam, alat tulis,
alat perekam video dan instrument wawancara.
Penulis sebagai instrument kunci perencana,
pelaksana, penganalisis, dan pelopor hasil
penulisan. Langkah-langkah penelitian yang
dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Penulis bertemu dan bertatap muka dengan
narasumber.
2. Penulis bertanya jawab dengan informan
menggunakan istrumen wawancara.
3. Penulis mencatat dan merekam jawaban
informan.
4. Penulis mendeskripsikan hasil wawancara.
5. Penulis membawa hasil rekaman yang telah
dicatat.
6. Penulis mengidentifikasi hasil rekaman.
7. Penulis menguji hasil rekaman.
Pengujian keabsahan data dilakukan
melalui cara berikut ini.
1. Ketekunan Pengamatan
2. Kecukupan Referensi
3. Triangulasi
Menurut Muhammad (2014:223) analisis
data mengimplisitkan hasil analisis, seperti
kaidah, pola-pola atau deskripsi yang terkait
dengan fokus penelitian. Berikut ini adalah
langkah-langkah
analisis
data
tentang
peristilahan beladiri kuntau dan otar-otar.
1. Langkah pertama, data yang diperoleh di
lapangan diinventarisasikan. Setelah itu
data di klasifikasikan sesuai dengan
masalah penelitian.
2. Selanjutnya dilakukan analisis data.
Langkah-langkahnya sebagai berikut ini.
a. Data
yang
terkumpul
akan
diiventarisasikan.
b. Peristilahan
tersebut,
selanjutnya
diartikan
berdasarkan
makna
kulturalnyanya.
c. Data peristilahan yang terkumpul
dianalisis dengan teknik analisis
komponen.
d. Kemudian, peristilahannya diartikan
berdasarkan arti kulturalnya.
5
HASIL
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
1. Inventarisasi
dan
Arti
Leksikal
Peristilahan Beladiri Otar-otar
Inventarisasi data dan arti leksikal
yang didapat dari penelitian tentang beladiri
otar-otar terdapat data yang terdiri dari 15
data peristilahan gerakan beladiri otar-otar,
yaitu
.Terda
pat 4 data peristilahan alat dalam beladiri
otar-otar,
yaitu
Setelah itu, 4 data peristilahan alat
musik
beladiri
otar-otar,
yaitu
Kemudian yang
terakhir, 7 data peristilahan dalam gerakan
kuntau,yaitu
2. Makna Kultural Peristilahan Beladiri
Otar-otar
Makna kultural yang didapat dari
penelitian tentang beladiri otar-otar
terdapat data yang terdiri dari 15 data
peristilahan gerakan beladiri otar-otar,
yaitu
.Terda
pat 4 data peristilahan alat dalam beladiri
otar-otar,
yaitu
Setelah itu, 4 data peristilahan alat
musik
beladiri
otar-otar,
yaitu
Kemudian yang
terakhir, 7 data peristilahan dalam gerakan
kuntau,yaitu
3. Komponen Makna
a. Komponen Makna Alat Dalam Beladiri
Otar-Otar
1) /
aktivitas yang dilakukan; berdiri,
maju,
mengelilingi
lawan,
membentangkan tangan, melompat
dan melangkah; jumlah orang
berdua; kegunaannya sebaggai
pembuka; serta tidak menggunakan
alat
beladiri.
Leksem
[/[]
bermaksud
sebagai pembuka seni beladiri otarotar.
2) Frasa aktivitas
yang dilakukan, berdiri, maju,
berputar,
menglilingi
lawan,
melompat,
melangkah,
dan
mengayunkan mambo; jumlah
orang berdua; kegunaannya sebagai
pembuka;
menggunakan
alat
mambo dan sendeng.
3) Frasa
aktivitas
yang dilakukan, berdiri, menangkis,
memukul
mambo
lawan,
mengayunkan mambo; jumlah
orang sendiri, kegunaannya untuk
memnacing lawan; menggunakan
alat mambo dan sendeng.
4) Leksem aktivitas yang
dilakukan adalah berdiri, maju,
membentangkan
tangan,
menangkis, memukul mambo,
melangkah, mengayunkan mambo;
jumlah orang yang melakukan
berdua;
kegunaannya
untuk
menahan serangan; menggunakan
alat mambo dan sendeng.
5) Leksem
memiliki
aktivitas yang dilakukan, berdiri,
maju, berputar, mengelilingi lawan,
membentangkan tangan, melompat,
melangkah, dan mengayunkan
mambo; jumlah rang sendiri;
kegunaannya untuk pembuka;
6
menggunakan alat mambo dan
sendeng.
6) Frasa
memiliki
aktivitas yang dilakukan, berdiri,
dan
membentangkan
tangan;
jumlah orang sendiri. Kegunaannya
untuk
memancing
lawan;
menggunakan alat mambo dan
sendeng.
7) Frasa memiliki
aktivitas yang dilakukan, berdiri,
maju,
mengelilingi
lawan,
membentangkan tangan, memukul
mambo,
melangkah,
dan
mengayunkan mambo; jumlah
orang sendiri; kegunaannya untuk
menyerang; menggunakan alat
mambo dan sendeng.
8) Frasa
memiliki;
aktivitas yang dilakukan, duduk,
menangkis, memukul mambo,
mengayunkan mambo; jumlah
orang sendiri; kegunaannya untuk
memancng lawan; menggunakan
alat mamo dan sendeng.
9) Leksem memiliki;
aktivitas yang dilakukan, berdiri,
menendang,
maju,
mundur,
berputar,
mengelilingi
lawan,
membentangkan tangan, melompat,
menangkis, melangkah; jumlah
orang berdua; kegunaannya untuk
menyerang dan menahan serangan;
tanpa menggunakan alat.
10) Frasa memiliki;
aktivitas yang dilakukan berdiri,
maju,
mundur,
berputar,
mengelilingi,
membentangkan
tangan, melompat, menangkis,
melangkah; jumlah orang berdua.
Kegunaannya
menyerang dan
menahan
serangan;
tanpa
menggunakan alat.
11) memil
iki; aktivitas yang dilakukan
berdiri, maju, mundur, berputar,
mengelilingi,
membentangkan
tangan, melompat, menangkis,
melangkah; jumlah orang berdua.
Kegunaannya
menyerang dan
menahan
serangan;
tanpa
menggunakan alat.
12)
memiliki; aktivitas yang
dilakukan, duduk, maju, mundur,
berputar,
mengelilingi,
membentangkan
tangan,
menangkis; jumlah orang berdua;
kegunaannya
menyerang
dan
menahan serangan lawan; tanpa
menggunakan alat.
13) memili
ki; aktivitas yang dilakukan,
duduk, maju, mundur, berputar,
mengelilingi,
membentangkan
tangan, menangkis; jumlah orang
berdua; kegunaannya menyerang
dan menahan serangan lawan;
tanpa menggunakan alat.
14) memi
liki; aktivitas yang dilakukan,
berdiri, menendang, maju, mundur,
berputar,
mengelilingi,
membentang tangan, melompat,
menangkis, melangkah; jumlah
orang
berdua;
kegunaannya
menyerang dan menahan serangan;
tanpa menggunakan alat.
15) memi
liki; aktivitas yang dilakukan,
berdiri, menendang, maju, mundur,
berputar,
mengelilingi,
membentang tangan, melompat,
menangkis, melangkah; jumlah
orang
berdua;
kegunaannya
menyerang dan menahan serangan;
tanpa menggunakan alat.
b. Komponen Makna Alat Dalam Beladiri
Otar-Otar
1) menggunakan;
bahan dari rotan atau kayu marau;
cara menggunakan, diayunkan,
dipegang searah dada, dipegang
searah kaki, dipegang menghadap
ke
atas;
bentuknya
bulat
memanjang; kegunaannya untuk
menyerang, mempertahankan diri,
mengalihkan perhatian dan menarik
perhatian.
7
2) Leksem
[menggunakan
bahan kain; cara menggunakan
diayunkan, ditusukkan, dipegang
searah dada, dipegag searah kaki,
dipegang menghadap atas; bentuk
persegi panjang; kegunaannya
untuk menyerang, mempertahankan
diri, mengalihkan perhatian, dan
menarik perhatian.
3) Leksem [menggunakan
bahan
kayu
pelaik;
cara
menggunakan
diayunkan
dan
dipegang searah dada; bentuknya
bulat;
kegunaannya
mempertahankan diri, mengalihkan
perhatian, dan menarik perhatian.
4) menggun
akan bahan besi atau tembaga; cara
menggunakan diayunkan; bentukny
bulat;
kegunaannya
untuk
mengalihkan perhatian dan menarik
perhatian.
c. Komponen Makna Alat Musik dalam
Beladiri Otar-Otar
1) Leksem [menggunakan
bahan, kayu dan kulit; cara
menggunakan dipukul; bentuknya
bulat, tabung, memanjang atau
panjang.
2) men
ggunakan bahan rotan; cara
menggunakan dipukul; bentuknya
bulat memanjang atau bulat
panjang.
3) Leksem
[
menggunakan bahan tembaga; cara
menggunakan dipukul; bentuknya
bulat.
4) Leksem
[menggunakan bahan,
kayu, kain, dan kulit; cara
menggunakan, dipukul; bentuknya
bulat memanjang.
d. Komponen Makna Kuntau dalam
Beladiri Otar-Otar
1) memili
ki aktivitas yang dilakukan bediri,
maju, menghindar, membentangkan
tangan, menangkis, menangkap
tangan, dan melangkah; jumlah
orang sendiri, ; kegunaannya untuk
manahan serangan.
2) Leksem
[]
memiliki; aktivitas yang dilakukan,
berdiri,
maju,
menghindar,
membentangkan
tangan,
menangkis,
mangkap
tangan,
melangkah, mendorong; jumlah
orang, sendiri; kegunaannya untuk
menahan serangan lawan.
3) memili
ki aktivitas yang dilakukan, berdiri,
menendang, maju, menghindar,
melangkah,
dan
mendorong;
jumlah orang sendiri; kegunaannya
untuk menahan serangan dan
menjatuhkan lawan.
4) Leksem
[memiliki;
aktivitas yang dilakukan, berdiri,
maju, menghindar, dan melangkah;
jumlah orang sendiri; kegunaannya
untuk menahan serangan lawan.
5) []
memiliki
aktivitas yang dilakukan, berdiri,
menendang, maju, menghindar,
membentangkan
tangan,
menangkis, menangkap tangan,
melangkah,
dan
mendorong;
jumlah
orang
sendirian;
kegunaannya
untuk
menahan
serangan dan menjatuhkan lawan.
6) Leksem
[memilik
aktivitas yang dilakukan berdiri,
menendang, maju, menghindar,
melangkah dan mendorong; jumlah
orang, sendirian; kegunaannya ntuk
menahan
serangan
dan
menjatuhkan lawan.
7) Leksem
[memiliki
aktivitas yang dilakukan, berdiri,
maju,
menarik,
menghindar,
menangkap kaki, dan melangkah;
jumlah
orang
sendirian;
kegunaannya
untuk
menahan
serangan dan menjatuhkan lawan.
4. Arti Kultural
8
Hasil wawancara yang telah didapat,
maka terdapat 6 arti kultural dalam beladiri
otar-otar,. 5 merupakan gerakan beladiri
otar-otar, yaitu yaitu /[],
Pembahasan
1. Inventarisasi
dan
Arti
Leksikal
Peristilahan Beladiri Otar-otar
Pada inventarisasi gerakan peristilahan
pada beladiri otar-otar, gerakan ini
mendeskripsikan
gerakan
aslinya.
Inventarisasi
ini
merupakan
arti
sesunggunya dari gerakan yang dilakukan
pada gerakan beladiri otar-otar.
2. Makna Kultural
Berbeda dengan inventarisasi yang
merupakan arti sesungguhnya serta bentuk
pendeskripsian dari peristilahan yang
didapat. Pada makna kultural, yang
diartikan merupakan arti lain dari gerakan
tersebut dilakukan. Selain itu makna
kultural ini juga dapat memperjelas fungsi
dari gerakan serta bagian lain dari beladiri
otar-otar.
3. Komponen Makna
Pada komponen makna alat dalam
beladiri otar-otar, komponen yang paling
banyak digunakan adalah menggunakan
alat mambo dan sendeng, kemudian
kegunaannyalebih
banyak
untuk
memancing dan menahan serangan lawan,.
Selain itu, gerakannya juga didominasi oleh
gerakan yang maju, mundur, dan
melangkah.
Kemudian untuk komponen makna alat
dalam beladiri otar-otar, alat hanya
berbentuk bulat seperti tameng dan kayu
panjang.
Selanjutnya
lebih
banyak
digunakan untuk menarik serta memancik
serangan lawan dan menahan serangan
lawan.
Berikutnya adalah komponen makna
alat dalam beladiri otar-otar. bahannya
beragam, mulai dari kayu, tembaga, kain,
dan rotan serta kulit. Alat music yang
digunakan hanya menggunakan alat music
yang dipukul. Bentuknya ada yang bulat
serta ada yang bulat memanjang seperti
tabung.
Komponen makna kuntau dalam
beladiri otar-otar ini didominasi oleh
gerakan yang menggunakan gerakan
tangan. Gerakan kuntau secara keseluruhan
adalah untuk menghindari serangan lawan.
Selain menghindari serangan lawan,
gerakan kuntau juga difungsikan untuk
mejatuhkan lawan.
4. Arti Kultural
Dari sekian banyak data peristilahan
yang diperoleh, hanya 6 data yang memiliki
arti kultural. Hal ini disebabkan kurangnya
pengetahuan dan pengarsipan mengenai arti
kutural.
Kurang
pengtahuan
dan
pengarsipan ini, dikarenakan banyaknya
orang yang hanya mempelajari gerakan
beladirinya saja dan menganggap arti di
dalam istilah yang digunakan merupakan
suatu hal kurang penting untuk dipelajari,
hingga pada akhirnya, berkuranglah
pengetahuan tentang hal tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, simpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah:
1. Inventarisasi data yang didapat dari
penelitian tentang beladiri otar-otar
terdapat data yang terdiri dari 15 data
peristilahan gerakan beladiri otar-otar, 4
data peristilahan alat dalam beladiri otarotar, 4 data peristilahan alat musik beladiri
otar-otar, dan 7 data peristilahan dalam
gerakan kuntau.
2. Berdasarkan hasil dari analisis data
komponen makna yang telah dilakukan
ditemukan komponen makna gerakan
beladiri otar-otar sebanyak 15 data
peristilahan, alat dalam beladiri otar-otar
sebanyak 4 data peristilahan, alat musik
beladiri otar-otar sebanyak 4 data
peristilahan, dan gerakan beladiri kuntau
sebanyak 7 data peristilahan.
Hasil wawancara yang telah didapat, maka
terdapat 6 arti kultural dalam beladiri otar-otar.
9
5 merupakan gerakan beladiri otar-otar dan 1
merupakan alat dalam beladiri otar-otar.
Saran
Sebaiknya generasi penerus dapat
menggali makna dan mempelajari budaya
beladiri ini lebih mendalam. Sehingga, beladiri
lokal tidak hilang digantikan oleh beladiri dari
luar dan generasi muda dapat memperkenalkan
budaya beladiri ini kepada dunia luar.
Peneliti juga mengharapkan melalui
penelitian ini budaya daerah yang kurang
dipublikasikan dan dikenalkan kepada daerah
luar akan dapat dkenal melalui penelitian ini.
Selain itu, menjadi sumber ilmu bagi
masyarakat itu sendiri maupun masyarakat di
luar lingkungan penelitian ini.
DAFTAR RUJUKAN
Abdullah; Alek; Achmad HP. 2012. Linguistik
Umum. Jakarta: Erlangga.
Aditya, Dodiet. 2013. Data dan Metode
Pengumpulan
Data
Penelitian.
Akupunktursolo. (Online).
https://akupunktursolo.files.wordpress.com/201
3/03/data-teknik-pengumpulan-data.pdf,
diakses 2 Oktober 2017)
Aminuddin. 2011. Semantik: Pengantar Studi
Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Arikunto,
Suharsimi.
2013.
Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Bappeda Sambas. 2012.Kondisi Umum.
(Online).
(http://sambas.go.id/profiledaerah/pemerintahan/kondisi-umum.html,
diakses 30 September 2017)
Chaer, Abdul. 1990. Semantik Bahasa
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta:
Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik
Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta:
Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2013. Pengantar Semantik
Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Djajasudarma, Fatimah. 1993. Semantik I:
Pengantar ke Arah Ilmu Makna.
Bandung: PT. Eresco.
Djajasudarma,
Fatimah.
2006.
Metode
Linguistik – Ancangan Metode Penelitian
dan Kajian. Bandung: Refika Aditama.
Djajasudarma, Fatimah. 2012. Semantik 1:
Makna Leksikal dan Gramatikal.
Bandung: Refika Aditama.
Djajasudarma, Fatimah. 2013. Semantik 2:
Relasi Makna Paradigmatik, Sintagmatik,
dan Derivasional. Bandung: Refika
Aditama.
Febriani. 2017. Teknik Pengumpulan Data.
Gunadarma. (Online).
(https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j
&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=r
ja&uact=8&ved=0ahUKEwiH7M7Z1dL
WAhUNT48KHSPFDGIQFggsMAE&ur
l=http%3A%2F%2Ffebriani.staff.gunadar
ma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F249
21%2FTeknik%2BPengumpulan%2BDat
a.pdf&usg=AOvVaw1Atn2sR1J7TojmS
wZBOt6O, diakses 2 Oktober 2017)
Keraf, Gorys. 1991. Tata Bahasa Rujukan
Bahasa Indonesia. Jakarta: Grasindo
Kridalaksana. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Kushartanti; Yuwono, Untung; Lauder,
Multamia RMT. 2005. Pesona Bahasa:
Langkah Awal Memahami Linguistik.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mahsun. 2013. Metode Penelitian Bahasa:
Tahapan
Strategi,
Metode,
dan
Tekniknya. Jakarta: Rajawali Pers.
Muhammad. 2014. Metode Penelitian Bahasa.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Nada Seni dan Otar-Otar. 2009. Pertunjukkan
Silat Otar-Otar. Sambas: Nada Seni dan
Otar-Otar.
Parera, Jos Daniel. 2004. Teori Semantik.
Jakarta: Erlangga.
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal.
Jakarta: Rineka Cipta.
Putrayasa, Ida Bagus. 2010. Analisis Kalimat
(Fungsi, Kategori, dan Peran). Bandung:
Refika Aditama
Putri, Mutiara Kharisma Hasan. 2016.
Peristilahan
Batu Kecubung Suku
10
Melayu Ketapang: Kajian Semantik. Pontianak:
Universitas Tanjungpura.
Rahmawati.
2013.
Peristilahan
Tenun
Tradisional Melayu Sambas: Kajian
Semantik.
Pontianak:
Universitas
Tanjungpura.
Rismawati, Risma. 2011. Kata, Kalimat dan
Paragraf dalam Bahasa Indonesia.
Jakarta: Ghina Walafafa.
Subroto, Edi. 2011. Pengantar Studi Semantik
dan Pragmatik. Surakarta: Cakrawala
Media.
Suhardi. 2015. Dasar-Dasar Ilmu Semantik.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Surahman, Taufik. 2013. Peristilahan Teknologi
Tradisional Penangkap Ikan Masyarakat
Melayu Kabupaten Melawi Kecamatan
Pinoh Utara. Pontianak: Universitas
Tanjungpura.
Suwardjono.
2004.
Pedoman
Umum
Pembentukan Istilah (PUPI). Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
(Online)
(https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j
&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=r
ja&uact=8&ved=0ahUKEwiS4rP0l9LW
AhXJp48KHbmAA3YQFgg7MAM&url
=http%3A%2F%2Fluk.tsipil.ugm.ac.id%
2Fta%2FSuwardjono%2FPUPI.pdf&usg
=AOvVaw1rrSqSO9L9pah69UH-_o7u,
diakses Oktober 2017)
Toswari. 2017. Sumber Data. Gunadarma.
(Online).
(https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j
&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=r
ja&uact=8&ved=0ahUKEwiUpKCny9L
WAhWIOY8KHexHDPgQFggmMAA&
url=http%3A%2F%2Ftoswari.staff.gunad
arma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F3
2250%2F5%2BSumber%2BData.pdf&us
g=AOvVaw2qeIWp1w8apu2uvDGnK2U
p, diakses 2 Oktober 2017)
Verhaar, J. W. M. 2010. Asas-Asas Linguistik
Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Widjono. 2012. Bahasa Indonesia: Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian di
Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo.
Yurni, Karim; Jayanti, Memmy Dwi; E. Zaenal
Arifin. 2013. Semantik Bahasa Indonesia.
Tangerang: Pustaka Mandiri.
11