ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KASUS KORUPSI YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA PADA UNIT PENGELOLA KEGIATAN (UPK) PAGELARAN (Studi Putusan No.06/Pid/TPK /2013/PT.TK)

  

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KASUS KORUPSI

YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA PADA UNIT

PENGELOLA KEGIATAN (UPK) PAGELARAN

(Studi Putusan No.06/Pid/TPK /2013/PT.TK)

  

Oleh

Arie Verdiansyah Putra , Tri Andrisman.SH.MH dan Dr.Maroni.SH.MH.

email: arieVP_lampung @yahoo.com.

  

ABSTRAK

  Setiap koruptor yang mencuri kekayaan negara tanpa pandang bulu harus diproses ke pangadilan. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu.a) Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan secara bersama pada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Pagelaran,b) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan secara bersama pada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Pagelaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan:a) Pertanggungjawaban terdakwa Misno dan Ponimin sudah sesuai dan tepat dengan terpenuhinya unsur sifat melawan hukum oleh terdakwa sesuai dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.b) Hakim mempertimbangkan fakta- fakta yang ditemukan dari keterangan saksi baik saksi ahli dan alat bukti berupa dokumen serta kuitansi, dan selanjutnya mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan ataupun yang meringankan terdakwa. Saran yang dapat disampaikan: a) Pertanggungjawaban pidana tindak pidana Korupsi di Bandar Lampung apabila ditinjau dari segi pertanggungjawaban putusan oleh hakim telah sesuai tetapi diharapkan mengingat hukuman pidana dan denda yang dijatuhkan kepada terdakwa sangat ringan dan belum mencerminkan rasa keadilan, b) Hakim hendaknya agar selalu cermat dalam melihat suatu kasus yang terjadi baik dalam segi putusan maupun kebijakan yang diambil dan bertolak ukur dengan dasar pertimbangan yang ada karena mengingat perbuatan terdakwa merupakan kategori tindak pidana korupsi yang memang menjadi musuh utama Negara Republik Indonesia.

  Kata Kunci: Analisis,Pertanggungjawaban Pidana, Korupsi

  

ANALYSIS OF CRIMINAL LIABILITY OF CORRUPTION CASE

MADE IN CONJUNCTION WITH THE UNIT

MANAGEMENT ACTIVITIES (UPK)

(Study verdict No.06/Pid/TPK / 2013/PT.TK)

  

By

Arie Verdiansyah Putra , Tri Andrisman.SH.MH and Dr.Maroni.SH.MH.

email: arieVP_lampung @yahoo.com.

  

ABSTRACT

  Each of criminals who steal the country's wealth indiscriminately must be processed in the courts. Problems in this study yaitu.a) How does the criminal responsibility of the perpetrators of Corruption conducted with the Activity Management Unit (UPK) PNPM performances, b) What is the basic consideration of the judge in a criminal verdict against the perpetrators of Corruption conducted with the Activity Management Unit (UPK) PNPM performances. This study used a normative approach to the problem of juridical and empirical approach. Based on the results of research and discussion: a) Accountability and Ponimin Misno defendant was appropriate and right to the fulfillment of the law by the elements of nature against the defendant in accordance with Law No. 20 of 2001 on Eradication of Korupsi.b) Judges consider the facts found from the information both witness and expert witness evidence in the form of documents and receipts, and then consider aggravating or mitigating defendant. Suggestions can be submitted: a) criminal liability criminal offense Corruption in Dublin when viewed in terms of the accountability of the decision by the judge was appropriate but expected considering criminal penalties and fines imposed on the defendant is very light and not reflect a sense of justice, b) Judges should keep it carefully in view of a case which occurred both in terms of the decision and the measures taken and the measure contrary to the basic considerations that exist because the defendant is given the category of corruption that has become the main enemy of the Republic of Indonesia.

  Keywords: Analysis, Criminal Responsibility, Corruption

I. PENDAHULUAN

  Korupsi harus diberantas, karena dampak negatif yang ditimbulkan. Korupsi membebani masyarakat Indonesia terutama masyarakat miskin. Korupsi juga menciptakan risiko ekonomi-makro yang tinggi, membahayakan kestabilan keuangan, mengkompromikan keamanan dan hukum serta ketertiban umum, dan di atas segalanya, korupsi merendahkan legitimasi dan kredibilitas negara di mata rakyat.

  Fakta bahwa tindak pidana korupsi tumbuh dan berkembang dengan subur di negeri ini sungguh tidak terbantahkan. Masyarakat di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional semua mafhum tentang maraknya tipikor dalam berbagai bidang, bentuk dan modus operandi yang menguras kekayaan negara dan menyengsarakan rakyat. Pada saat bersamaan, tekanan tentang perlunya penyelenggaraan pemerintahan yang sesuai dengan norma good governance dan clean government serta penyelengaaran perusahaan, terutama Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D), yang sejalan dengan prinsip good

  corporate governance dilontarkan

  semakin gencar dan meluas serta persisten oleh kalangan mahasiswa, pengusaha, profesional, akademisi serta masyarakat luas yang merindukan tegaknya keadilan. Substansi utama dari tuntutan tersebut bermuara pada seruan pemberantasan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pemerintahaan dan pengelolaan BUMN/D. Semua kalangan juga sepakat bahwa salah satu instrumen yang sangat penting dalam upaya pemberantasan tipikor adalah sistem hukum dan proses peradilan yang obyektif, fair, transparan dan konsisten. Setiap koruptor yang mencuri kekayaan negara tanpa pandang bulu harus diproses ke pangadilan, dibuktikan bersalah, divonis kurungan badan dan disita asetnya untuk mengganti kerugian negara akibat dari tindakan koruptor tersebut. Namun dalam realisasinya hal tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan, kenyataannya masalah pengembalian kekayaan negara sangat sulit dilakukan. Hal ini bermula dari susahnya persoalan dalam menentukan unsur kerugian negara sampai pada rumitnya masalah pembuktian adanya kerugian negara dalam tindak pidana korupsi. Persoalam Korupsi seperti yang terjadi di UPK Pagelaran Pringsewu yang sudah mendapatkan putusan pengadilan No. 06/Pid/Tpk/2013/Pt.Tk, dimana dalam putusan tersebut menyebutkan bahwa para terdakwa

  I Misno,Spd bin Dulkarin dan terdakwa II Ponimin bin Sorjo dengan pidana penjara, terdakwa I Misno,Spd bin Dulkarin selama 2 (dua) Tahun 6 (enam) Bulan dan pidana denda sebesar Rp.

  50.000.000 dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) Bulan dan terdakwa II Ponimin bin Sorjo dengan pidana penjara selama 2 (dua) Tahun 3 (tiga) Bulan dan pidana denda sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) Bulan. Para terdakwa didakwa dengan dakwaan yang menyatakan perbuatan terdakwa I Misno Spd bin (Alm) Dulkarim bersama-sama dengan II Ponimin bin Sorjo, saksi Ermawati dan saksi Wahyu Sri Astuti dengan tidak menyetorkan angsuran pinjaman ke rekening UPK dan tidak dicatat dalam buku kas harian SPP atas angsuran ketua kelompok/anggota kelompok Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) sebanyak 41 kelompok Negara mengalami kerugian sebesar Rp. 87.087.450 (delapan puluh tujuh juta delapan puluh tujuh ribu empat ratus lima puluh rupiah). Perbuatan para terdakwa sebagaimana diuraikan diatas, diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal

  9 Undang- undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang undang 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor

  31 ahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

  Luasnya ruang lingkup korupsi ini dan mengingat sulitnya untuk membuktikan bahwa tindak pidana korupsi secara bersama atau tidak maka perlu memahami tentang tindak pidana korupsi secara bersama ini lebih dalam lagi dalam hal penegakan hukumnya karena disisi lain terdapat kesenjangan hukum bagi antara terdakwa dan saksi sehingga unsur unsur yang terkait perlu dipahami. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis memilih korupsi secara bersama sebagai penelitian skripsi penulis, yaitu suatu “Analisis penegakan hukum Terhadap Kasus Korupsi Yang Dilakukan Secara Bersama Pada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Pagelaran. (Studi Putusan No.06/Pid/Tpk /2013/Pt.Tk)”.

  Permasalahan dalam skripsi ini dirumuskan sebagai berikut : 1) Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku Tindak Pidana

  Korupsi yang dilakukan secara bersama pada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Pagelaran (Studi Putusan No.06/Pid/Tpk /2013/Pt.Tk)

  2) Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan secara bersama pada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Pagelaran (Studi Putusan No.06/Pid/Tpk /2013/Pt.Tk)

  Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah kaidah- kaidah, norma-norma, aturan-aturan yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Data terdiri dari data langsung yang diperoleh dari lapangan dan data yang diperoleh dari studi pustaka. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan studi wawancara dan studi kepustakaan. Dalam menganalisis data diperlukan pendapat beberapa narasumber penelitian, yaitu 1 (satu) orang Jaksa, 1 (satu) orang Dosen Hukum Pidana, 1 (satu) orang Hakim Tipikor dan Adhoc.

  Analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan cara menguraikan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dalam bentuk kalimat-kalimat yang tersusun secara sistematis, kemudian data dilanjutkan dengan pengambilan kesimpulan yang didasarkan fakta-fakta yang bersifat umum untuk pengambilan kesimpulan secara khusus, selanjutnya dapat diajukan saran.

II. PEMBAHASAN

A. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Secara Bersama Pada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Pagelaran

  Moeljatno mendefinisikan perbuatan pidana sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. larangan ditujukan kepada perbuatan (suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.

  1 1 Moljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Jakarta: Bina Aksara,

  Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu perbuatan pidana yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidan tertentu bagi barangsiapa melarang larangan tersebut.

  2 Kondisi yang diresahkan

  masyarakat saat ini tidak semata- mata terletak pada ketidakpuasaan terhadap praktek pradilan,tetapi justru ketidakpuasaan terhadap penegakan hukum dalam arti luas, yaitu penegakan terhadap seluruh norma/tatanan kehidupan bermasyarakat. Bahkan dapat dikatakan bahwa ketidak beresan (ketidakbenaran, ketidakadilan, penyalahgunaan kekuasaan,praktek pilih kasih dan sebagainya) yang 2 Roeslan Saleh, “Beberapa Asas-asas

  Hukum Pidana dalam Perspektif', (Jakarta: Aksara Baru, justru paling meresahkan masyarakat.

3 Hukum pidana, dikenal asas

  legalitas, yakni asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam undang-undang. Dalam bahasa latin, dikenal sebagai Nullum

  delictum nulla poena sine praevia lege poenalli yang artinya lebih

  kurangnya adalah tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu.

  kini lebih sering diselaraskan dengan asas non retroaktif, atau asas bahwa peraturan perundang- undangan tidak boleh berlaku surut. Secara mudah, asas ini menyatakan bahwa tidak dipidana kalau belum ada aturannya. Asas legalitas merupakan asas yang digunakan untuk menentukan suatu perbuatan termasuk dalam kategori perbuatan pidana yang merupakan terjemahan dari principle of

  legality . sampai saat ini merupakan

  istilah yang seringkali digunakan oleh para pakar sebagai “Nullum

  delictum nullapoena sina praevia lege” yang artinya “Tidak ada

  tindak pidana, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu”. Penulis melakukan studi kasus terhadap putusan pengadilan dalam 3 Barda Nawawi Arief,Masalah Penegakan

  Hukum Dan Kebijakan Kejahatan,Bandung Citra Aditya Bakti,2009,Hlm.21 4 Moeljatno, 2000, Asas-asas Hukum

  dalam perkara Kasus Korupsi Yang Dilakukan Secara Bersama Pada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Pagelaran. (Studi Putusan No.06/Pid/Tpk /2013/Pt.Tk).

  Menyatakan dimana dalam putusan tersebut menyebutkan bahwa para terdakwa I Misno,Spd bin Dulkarin dan terdakwa II Ponimin bin Sorjo dengan pidana penjara, terdakwa I Misno,Spd bin Dulkarin selama 2 (dua) Tahun 6 (enam) Bulan dan pidana denda sebesar Rp. 50.000.000 dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) Bulan dan terdakwa II Ponimin bin Sorjo dengan pidana penjara selama 2 (dua) Tahun 3 (tiga) Bulan dan pidana denda sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) Bulan. Dasar dalam meminta pertanggungjawaban pidana kepada pelaku Tindak Pidana Korupsi oleh UPK Pagelaran merupakan perbuatan melawan hukum adalah unsur kesalahan dari sipelaku, dan pada diri terdakwa tidak ditemukan alasan-alasan pemaaf dan pembenar yang dapat menghapuskan/menghilangkan sifat melawan hukum dari perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa maka sebagai konsekwensinya terdakwa harus dijatuhkan pidana. Perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan adalah

4 Asas ini di masa

  berkaitan dengan kesalahan yang dilakukan pelaku, dalam hal ini kemampuan untuk melakukan pertanggungjawaban pidana pada pelaku disebabkan bahwa pelaku dapat menentukan tingkah lakunya dengan kemauannya sendiri, mengerti tujuan nyata dari perbuatannya yaitu pelaku pasti tahu apa tujuan dari menyalahgunakan narkotika apakah perbuatannya melawan hukum atau tidak, dan pelaku sadar dalam melakukan perbuatan tersebut.

  Berdasarkan hasil wawancara dengan responden di atas maka dapat penulis analisis bahwa dalam pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku korupsi secara bersama sudah cukup baik meskipun dalam beberapa hal Jaksa atau lebih tepatnya penyidik masih lamban dalam menentukan atau membuktikan para tersangka untuk dapat dijadikan terdakwa untuk selanjutnya dijatuhi hukuman seperti kedua terdakwa sebelumnya, penulis juga setuju dengan pendapat responden bahwa dasar dalam pertanggungjawaban pidana kepada pelaku Korupsi Oleh UPK Pagelaran merupakan perbuatan melawan hukum dengan adanya unsur kesalahan dari sipelaku, karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi dan tidak ada alasan pemaaf sebagai buktinya jaksa dalam menuntut para terdakawa Korupsi hingga banding di Pengadilan Tinggi.

  Penulis juga berpendapat dalam kaitannya dengan pertanggungjawaban pidana dimana unsur-unsur tindak pidana agar dapat dipertanggung jawabkan perbuatannya telah terpenuhi karena adanya unsur yang harus terpenuhi dalam pertanggungjawaban antara lain, adanya sifat melawan hukum oleh terdakwa sesuai dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adanya unsur kesalahan dari sipelaku dengan tidak menyerahakan atau tidak mencatat uang simpan pinjam kelompok pada UPK Pagelaran, selain itu juga tidak adanya alasan pemaaf sebagaimana telah diuraikan terdakwa melakukan hal tersebut dalam keadaan sadar jasmani dan rohani selain itu terdakwa dalam melakukan tindak pidana Korupsi tersebut diluar dari kewenangannya serta perintah jabatannya dalam melaksanakan undang undang jadi tidak ada alasan lain terdakwa untuk dibebaskan dari segala tuntutan Jaksa.

  B. Dasar Pertimbangan Hakim

  Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Secara Bersama Pada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Pagelaran

  Pasal 3 dan 4 dalam Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 disebutkan bahwa semua peradilan negara yang menerapkan dan menegakan hukum serta keadilan adalah berdasarkan Pancasila dan peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” serta dilakukan Surat Keputusan operasional dengan bebas dari segala campur dari Bupati. tangan dan tidak membeda-bedakan orang. Pengambilan putusan oleh hakim di pengadilan adalah didasarkan pada

  Pasal 183 KUHAP, yang surat dakwaan dan segala sesuatu menyatakan : yang terbukti dalam sidang

  “Hakim tidak boleh pengadilan, sebagaimana menjatuhkan pidana kepada dinyatakan dalam Pasal 191 seseorang kecuali apabila

  KUHAP. Surat dakwaan dari sekurang-kurangnya dua alat penuntut umum merupakan dasar bukti yang sah, ia hukum acara pidana, karena dengan memperoleh keyakinan berdasarkan pada dakwaan itulah bahwa suatu tindak pidana pemerikasaan sidang pengadilan itu benar-benar terjadi dan dilakukan. Suatu persidangan di bahwa terdakwalah yang pengadilan seorang hakim tidak bersalah melakukannya”. dapat menjatuhkan pidana di luar

  5 dakwaan.

  Hakim dalam memutus suatu perkara harus berdasar pada alat Berdasarkan hasil penelitian yang bukti yang sah Pasal 184 KUHAP, penulis lakukan pada Pengadilan yang menjadi alat bukti dalam Tinggi Tanjung Karang dalam hal kasus ini antara lain: perkara yang tertuang dalam

  1. keterangan saksi putusan Nomor: Keterangan saksi dalam No.29/Pid./TPK/2012/PN.TK. kasus ini terdiri dari

  Menurut Sudirman Sitepu selaku beberapa saksi mantan hakim di Pengadilan Tinggi

  Bendahara dari UPK Tanjung Karang bahwa dakwaan

  Pagelaran yang dalam hal yang diajukan Jaksa Penuntut ini masih menjalani proses

  Umum Adalah dakwaan alternatif hukum karena disinyalir baik Primair dan Subsidair artinya ikut terlibat dalam tindak dakwaan yang saling pidana korupsi pada kasus mengecualikan dan memberikan uang SPP kelompok Upk pilihan kepada hakim untuk Pagelaran tersebut. menentukan dakwaan mana yang tepat dipertanggungjawabkan

  2. Surat kepada terdakwa-terdakwa Surat-surat yang berkaitan sehubungan dengan tindak pidana dengan kasus ini meliputi 62 yang dilakukannya, dan diantara surat-surat yang terdiri dari dakwaan yang terdiri dari 2 (dua) beberapa kuitansi dari atau beberapa dakwaan yang pembayaran maupun disusun secara berurutan mulai dari angsuran pembayaran, Surat Keputusan pegawai negeri, 5 Andi Hamzah . 2005. KUHP dan dakwaan tindak pidana terberat sampai dengan tindak pidana teringan. Hakim menitik beratkan pada teori tentang unsur-unsur perbuatan pidana, yaitu :

  1. Perbuatan manusia Adanya pelaku yang melakukan perbuatan tersebut dalam kasus ini yaitu terdakwa Misno dan Ponimin mantan Kepala dan Wakil dari UPK Pagelaran.

  2. Yang memenuhi dalam rumusan undang-undang ini (syarat formil) Perbuatan terdakwa berdasarkan rumusan Pasal 11 Undang-Undang Nomor

  31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi undang-undang.

  3. Bersifat melawan hukum (syarat materiil) Perbuatan terdakwa bersifat melawan hukum karena patut diduga dan diketahuinya bahwa perbuatannya telah melawan hukum dengan tujuan menguntungkan diri sendiri mengakibatkan kerugian bagi Negara dan orang lain.

  Bahwa Pembanding keberatan terhadap putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Tanjungkarang oleh Jaksa Penuntut Umum karena dalam pertimbangannya yang menyatakan bahwa putusan hakim pada Pengadilan Negeri dirasa masih kurang memberikan efek jera pada pelakuk serta tidak sejalan dengan semangat dalam memerangi tindak pidana korupsi. Metode penemuan hukum oleh Hakim dalam kaitannya dengan kasus ini merupakan penemuan hukum dengan cara Interpretasi atau penafsiran yang sistimatis, yaitu menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan, merupakan metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu.

  Menurut analisa penulis, mengenai dasar pertimbangan Hakim dimana disini Hakim Pengadilan Tinggi memutus lebih berat daripada putusan Hakim Pengadilan Negeri berkaitan dengan adanya beberapa pertimbangan mengenai alat alat bukti yang baru ditemukan oleh penyidik khususnya, maupun petunjuk hakim dimana alat bukti yang didapat dalam hal antara lain berupa dokumen-dokumen pembayaran transaksi terdakwa, dan keterangan para saksi.

  Hakim juga sudah cukup tepat dalam mempertimbangkan hal-hal lain yaitu diantaranya dalam hal kesenjangan hukum yang dapat dilihat masyarakat harus memberikan rasa keadilan yang lebih lagi dihadapan masyarakat, seperti hukuman pidana dan denda yang dijatuhkan kepada Terdakwa lebih berat demi member efek jera kepada pelaku.Setiap putusan pengadilan (Hakim), harus mengandung dua unsur yaitu legal

  justice dan moral justice, legal justice artinya setiap putusan

  Hakim harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan

  moral justice artinya setiap putusan

  Hakim harus sesuai dengan rasa keadilan yang ada dalam masyarakat.

III. SIMPULAN

  Setelah melakukan penelitian dan pembahasan data yang diperoleh dalam penelitian ini, maka sebagai penutup dari pembahasan atas permasalahan skripsi ini, penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

  1. Pertanggungjawaban pidana pelaku Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan secara bersama pada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Pagelaran, oleh Hakim terhadap terdakwa Misno dan Ponimin sudah sesuai dan tepat dengan terpenuhinya unsur sifat melawan hukum oleh terdakwa sesuai dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adanya unsur kesalahan dari sipelaku dengan tidak menyetorkan sejumlah pembayaran yang seharusnya dilakukan terhadap beberapa kelompok UPK di Pagelaran karena patut diketahui dan diduga merupakan tindak pidana korupsi, selain itu juga tidak adanya alasan pemaaf sebagai bukti pembenar.

  2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan secara bersama pada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Pagelaran (Studi Putusan No.06/Pid/Tpk /2013/Pt.Tk) pada kasus Tindak Pidana Korupsi pada UPK Pagelaran yaitu dalam memutus perkara Hakim mempertimbangkan fakta-fakta yang ditemukan dari keterangan saksi baik saksi ahli dan alat bukti berupa dokumen serta kuitansi, unsur-unsur dari pasal- pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, apakah unsur-unsur tersebut terpenuhi atau tidak, dan selanjutnya mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan ataupun yang meringankan terdakwa. Saran dalam penelitian ini sebagai berikut:

  1. Dalam rangka pertanggung jawaban pidana tindak pidana Korupsi di Bandar Lampung apabila ditinjau dari segi pertanggungjawaban putusan oleh hakim telah sesuai tetapi diharapkan mengingat hukuman pidana dan denda yang dijatuhkan kepada terdakwa sangat ringan dan belum mencerminkan rasa keadilan dibandingkan jumlah kerugian yang diderita oleh korban tidak sedikit jumlahnya, sehingga dikhawatirkan menjadi contoh buruk dan tidak memberi efek jera kepada pelaku.

  2. Hakim dalam menjatuhkan pidana pada kasus Tindak Pidana Korupsi pada UPK Pagelaran sudah cukup tepat dalam melihat kasus tersebut berdasar dengan alat bukti yang ada namun Hakim hendaknya agar selalu cermat dalam melihat suatu kasus yang terjadi baik dalam segi putusan maupun kebijakan yang diambil dan bertolak ukur dengan dasar pertimbangan yang ada karena mengingat perbuatan terdakwa merupakan kategori tindak pidana korupsi yang memang menjadi musuh utama Negara Republik Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

  Moeljatno, 2002. Kitab Undang- Chazawi, Adami. 2005. Hukum Undang Hukum Pidana ,

  Pidana Materiil dan Formil Cetakan Keduapuluh Dua,

Korupsi di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

  Bayumedia, Malang.

  Musni Umar ,Syukri Ilyas. 2004.

  Lembaga Pencegah Darwan, Prinst, 2002. Korupsi . Gramedia Pustaka Pemberantasan Tindak

  Pidana Korupsi , Aditya

  Rifai , Ahmad . 2010. Penemuan Bakti. Bandung

  Hukum oleh Hakim dalam Perpektif Hukum Progresif,

  Hamdan, M. 1999. Politik Hukum Jakarta: Sinar Grafika.

  . Penerbit Raja Grafindo

  Pidana Persada, Jakarta.

  Saleh, Roeslan. 1981. Perbuatan Hamzah, Andi. 2005. KUHP dan Pidana dan

  KUHAP. Rineka Cipta: Jakarta. Pertanggungjawaban Pidana , Angkasa. Jakarta

  Harahap, Krisna. 2006.

  • .1981. Beberapa Asas-asas

  Pemberantasan Korupsi Jalan Tiada Ujung . Grafitri, Hukum Pidana dalam

  Bandung Perspektif' . Jakarta: Aksara Baru. Husin, Sanusi. 1991. Penuntun

  Singarimbun, Masri. 1989 Metode Praktis Penulisan Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Penelitian survei , jakarta Lampung: Bandar LP3ES Lampung.

  Soekanto, Soerjano. 1986. Faktor- Kanter,E.Y. dan S.R. Sianturi.

  Faktor yang mempengaruhi

  1982. Asas-asas hukum

  penegakan hukum, Pidana di Indonesia dan

  Rajawali: Jakarta.

  Penerapannya, Alumni .

  • . 2007. Pengantar Jakarta

  Penelitian Hukum Cetakan 3 . Universitas

  Lamintang. P.A.F. 1984.Dasar- Dasar Hukum Pidana Indonesia pres: Jakarta Indonesia. Citra Aditya Universitas Lampung. 2005. Bhakti. Bandung

  Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas

  Komisi Pemberantasan Korupsi Lampung: Bandar Lampung Republik Indonesia. 2010.

  Memahami Gratifikasi.

  Cetakan Pertama

Dokumen yang terkait

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - PENERAPAN SANKSI PIDANA BAGI CALON ANGGOTA LEGISLATIF YANG MELAKUKAN POLITIK UANG (MONEY POLITIC) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM (Studi Putusan No. 34/pid.B/2014/PN.LW)

0 0 7

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU PENIPUAN DENGAN MODUS OPERANDI MULTI LEVEL MARKETING INVESTASI EMAS OLEH Dewa Gede Sumantri, Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Email: dewagede127yahoo.com, Eddy Rifa’i, Diah G

0 0 12

KEWENANGAN BPKP DALAM MENENTUKAN KERUGIAN NEGARA AKIBAT KORUPSI DI INSTANSI PEMERITAHAN DAERAH

0 0 18

UPAYA PENANGGULANGAN KONFLIK SOSIAL YANG TERJADI DI KECAMATAN WAY PANJI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

0 0 16

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELANGGARAN YANG MENGAKIBATKAN TERGANGGUNYA FUNGSI JALAN Dani Aji Nugraha, Eko Raharjo, Rinaldy Amrullah. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Lampung ABSTRAK - ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHA

0 0 7

PENGAJUAN KEBERATAN OLEH WAJIB PAJAK PENGHASILAN DAN PENGENAAN SANKSI DENDA (Studi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kedaton Bandar Lampung)

0 0 17

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENYUAPAN PADA PENERIMAAN ANGGOTA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA LAMPUNG BARAT Oleh Beni Pramiza, Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Email: beni.pramiza92gmail.com, Tri Andr

0 0 14

ANALISIS KEWENANGAN KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYITAAN BARANG BUKTI PELANGGARAN LALU LINTAS (Studi pada Polresta Bandar Lampung) Bambang Wardoyo , Diah Gustiniati, Eko Raharjo. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Lampung Email: Bambang.199

0 2 12

PENERAPAN REKAM MEDIS DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA MALPRAKTEK KEDOKTERAN

0 1 7

PERAN DINAS PEMUDA DAN OLAH RAGA TERHADAP EKSISTENSI OLAH RAGA EKSTRIM DI PROVINSI LAMPUNG (Studi pada Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Lampung)

0 0 15