PENINGKATAN KARAKTER DAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN SESUAI DENGAN NASKAH YANG DITULIS SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 34 KERINCI MELALUI APLIKASI ROLE PLAYING

  

PENINGKATAN KARAKTER DAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN

SESUAI DENGAN NASKAH YANG DITULIS SISWA KELAS VIII C

SMP NEGERI 34 KERINCI MELALUI APLIKASI ROLE PLAYING

JURNAL

ARTINIWATI

NPM 12110018512014

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

BUNG HATTA PADANG 2015

  

PENINGKATAN KARAKTER DAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN

SESUAI DENGAN NASKAH YANG DITULIS SISWA KELAS VIII C

SMP NEGERI 34 KERINCI MELALUI APLIKASI ROLE PLAYING

1 2 2 1 Artiniwati , Marsis , Hasnul Fikri

  Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, 2 Universitas Bung Hatta, Universitas Bung Hatta.

  Email: artiniwati@yahoo.com

  

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bermain peran sesuai dengan naskah drama yang ditulis siswa kelas VIII C SMPN 34 Kerinci melalui aplikasi model Role

  

Playing . Karakter adalah watak, tabiat, sifat- sifat kejiwaan yang membedakan seseorang

  dengan orang lain (Idup Suhadi, 2006). Kemampuan bermain peran adalah kesanggupan untuk menghidup dan menjiwai suatu atak yang diperankan (Muhammad, 2005). Naskah drama adalah karya fiksi yang memuat kisah atau lakon. Teknik penulisannya terstruktur yaitu tema, latar alur, penokohan, dialog, dan amanat (Waloyo, 2001).Tempat penelitian di SMPN 34 Kerinci. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII C 34 Kerinci berjumlah 20 siswa. Data dalam penelitian ini adalah karakter siswa dalam belajar, kemampuan siswa menulis naskah drama dan kemampuan siswa bermain peran. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam tiga siklus. Instrumen penelitian lembaran obsevasi digunakan untuk mengukur karakter siswa, untuk mengukur kemampuan bermain peran dan untuk pengamatan kegiatan peneliti dalam proses pembelajaran. Sedangkan instrumen tes digunakan untuk mengukur hasil menulis naskah drama siswa. Prosedur penelitian yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan (3) observasi dan (4) refleksi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif dan kuantitatif. Dari hal penelitian bahwa terlihat hasil tes pada siklus I nilai rata-rata karakter siswa kelas VIII C 66, 75. Pada siklus II nilai rata-rata karakter siswa 72,50. Pada siklus III nilai rata_rata karakter siswa kelas VIII C 78,50. Hasil tes kemampuan bermain peran siklus I nilai rata-rata sama adalah 68,12. Siklus

  II nilai rata-rata sama adalah 74, 48 dan siklus III nilai rata-rata sama adalah 81, 06. Untuk hasil tes menulis naskah drama siklus I nilai rata-rata sama adalah 63,33, siklus II nilai rata- rata sama adalah71,66, dan siklus III nalai rata-rata sama adalah 85,00. Dengan demikian terjadi peningkatan karakter dan kemapuan bermain peran sesuai naskah drama yang ditulis siswa kelas VIII C SMPN 34 Kerinci melalui aplikasi Role Playing.

  Kata kunci: karakter, kemampuan bermain peran, menulis naskah drama.

  

IMPROVED CHARACTER ABILITY TO PLAY ROLE IN ACCORDANCE

WITH THE WRITTEN TEXT DRAMA CLASS VIII C SMPN 34 KERINCI

THROUGH THE ROLE PLAYING APPLICATION

1 2 2 1 Artiniwati , Marsis , Hasnul Fikri

  Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, 2 Universitas Bung Hatta, Unversitas Bung Hatta.

  Email:

  

ABSTRACT

This study aims to improve the ability to play a role according to the script written

drama class VIII C SMP 34 Kerinci through the application of models Role Playing.

Character is character, character, psychological traits that distinguish one person

with another person (cohabited Suhadi, 2006). The ability to play a role is the ability

to revive and animate a character, played (Hamid Muhammad, 2005). Plays are

works of fiction describing the story or play. Structured writing techniques that

theme, the background plot, characterization, dialogue, and mandate (Waloyo, 2001)

.The research at SMPN 34 Kerinci. The subjects were students of class VIII C 34

Kerinci totaling 20 students. The data in this study is the character of the students in

learning, students write a play ability and the ability of students to play a role. This

classroom action research conducted in three siklus.Teknik data collection

questionnaire measuring instrument used to measure learning outcomes play a role

and playwriting. Being an instrument used to test the results of playwriting. Research

procedures: (1) planning, (2) the implementation of (3) Observation and (4)

reflection. Data analysis technique used is the technique of qualitative analysis. From

case studies that look at the test results of the first cycle of the average value of a

character class VIII C 66, 75. In the second cycle the average value of the student's

character 72.50. In the third cycle value rata_rata character class VIII C 78.50.

Results of the test's ability to play the role of the first cycle of the average value of the

same is 68.12. Second cycle of the average value of the same is 74, 48 and the third

cycle the average value of the same is 81, 06. For the test results of the first cycle

playwriting same average value is 63.33, the second cycle of the average value of

each adalah71 , 66, and the third cycle nalai same average was 85.00. Thus an

increase in character and play the role appropriate Traffic drama script written

ssswa C class VIII SMPN 34 Kerinci through application Role Playing Keywords: character, ability to play a role, playwriting.

1. PENDAHULUAN

   Pembangunan karakter merupakan

  upaya pengwujudan amanat Pancasila dan pembukaan UUD 1945 dilatar belakangi oleh permasalahan kebangsaan yang berkembang pada saat ini. Untuk mendukung terwujudnya cita- cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan UUD 1945, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program priolitas pembangunan nasional, yang mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan mengwujudkan visi pembangunan nasional, yaitu” mengwujudkan masyarakat berahklak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.”

  Terkait dengan upaya mengwujudkan pendidikan berkarakter yang tertuang pada tujuan pendidikan nasional, yaitu” Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dengan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencedaskan kehidupan bangsa, untuk mengembangkan potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang- Undang Republik Indonesia Nomar 20 Tahun 2003).

  Berdasarkan uraian di atas, diperkuat oleh pendapat Morelent, (2013:12) menyatakan tujuan yang paling mendasar pendidikan adalah membuat seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah Islam Rasulullah saw sang nabi terakhir dalam ajaranNya, juga menegaskan bahwa misi utama dalam memdidik manusia adalah mengupayakan pembentukan karakter peserta didik.

  Di dalam Kurikulum 2013 juga yang medasar yaitu terkait dengan membangun karakter (Character Building) perserta didik. Hal itu sangat penting dalakukan, sebab membangun karakter adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan tenaga pendidik dalam melakukan perubahan untuk membina, memperbaiki dan atau membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, ahklak (budi pekerti), peserta didik melalui proses pembelajaran di sekolah, sehingga peserta didik menunjukkan perangai dan tingkah laku yang baik berlandaskan nilai-nilai pancasila sesuai tujuan pendidikan nasional.

  Dalam rangka memenuhi harapan tersebut di atas, maka lembaga pendidikan perlu menciptakan suasana belajar yang terarah dan teratur. Untuk itu, pelaksanaan pembelajaran harus dilandasi oleh aturan- aturan belajar, agar pembelajaran terarah bisa mencapai sasaran. Siswa merupakan bagian penting dalam pembelajaran yaitu sebagai subjek didik, harus memiliki aturan- aturan belajar serta diharapkan dapat mematuhinya, sehingga tertanamlah sikap displin belajar siswa.

  Pengajaran yang berpusat kepada peserta didik menggambarkan strategi- strategi pengajaran di mana guru secara sadar menempatkan peserta didik, agar lebih berinisatif, dan banyak terlibat dalam intereaksi sosial mereka. Dalam sistem pengajaran ini, siswa adalah subjek belajar, bukan sebagai objek belajar. Hakekat pendidikan pada dasarnya adalah : (a) interaksi manusia; (b) pembinaan dan pengembangan potensi peserta didik; (c) berlansung sepanjang ayat (d) kesesuiaan dengan kemapuan dan tingakat perkembangan siswa; (e) keseimbangan antara kebebasan subjek dan wibawa guru; dan peningkatan kualitas hidup manusia. Sedangkan peserta didik sebagai sujek pendidikan, yaitu; (a) siswa adalah manusia yang sedang berkembang; (b) setiap manusia mempunyai kemampuan yang berbeda; (c) anak didik pada dasarnya adalah manusia yang aktif, kreatif, dan dinamis dalam menghadapi lingkungannya; dan (d) siswa memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam hal ini menggambarkan, bahwa anak didik bukanlan objek yang harus dijejali dengan informasi, tetapi peserta didik yang memiliki potensi. Oleh sebab itu, pengajaran diarahkan untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Dalam hal ini tugas guru meliputi; (a) tanggung jawab atas tercapainya hasil belajar peserta didik; (b) memiliki kemampuan Profesional dalam mengajar; (c) mempunyai kodetik guru; (d) memiliki peran sebagai sumber belajar. Kemudian dalam proses proses pembelajaran tugas guru meluputi; (a) proses pembelajaran yang direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sustem; (b) Peristiwa belajar akan menjadi enak jika anak berinteraksi dengan lingkungan yang diatur guru; (c) proses pengajaran yang lebih efektif jika menggunakan metode teknik yang tepat dan berdaya guna; (d) pengajaran memberi tekanan pada proses dan produk secara seimbang; dan (e) inti proses pengajaran adalah adanya kegiatan belajar siswa secara optimal.

  • –unsur insrinsik yang ada didalam naskah drama tersebut. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam bemain peran dapat diaplikasikan dengan model Role

  Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013 tingkat Sekolah Menengah pertama (SMP) terdapat empat kompetensi yang harus dikuasai peserta didik dalam proses pembelajaran yaitu; mendengar, berbicara, membaca, menulis, dan kebahasaanya diajarkan secara terpadu karena saling berkalaborasi. Keempat kompetensi tersebut menuntut peserta didik agar mampu untuk berkomonikasi dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik secara lisan atau tulisan, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya satra manusia Indonesia (Depdiknas 2006). Kompetensi berbicara dalam sastra drama sangat penting diajarkan kepada peserta didik, terutama dalam bermain peran. Karena bermain peran menuntut peserta didik untuk berinteraksi dengan lawan tokoh dalam naskah drama melalui dialog drama, bahasa lisan berfungsi sebagai media pengantarnya.

  Untuk mencapai hasil bermain peran yang maksimal tertu tidak mudah karena sangat erat kaitannya dengan penulisan naskah drama yang baik. Penulisan naskah drama yang baik tentu memenuhi unsur

  Playing . Model pembelajaran Role playing dalam proses pembelajarannya

  dilakukan dengan berkelompok, sehingga dapat membantu siswa untuk meningkatkan Karakter dan kemampuan bermain peran siswa kelas VIII C.

  Rendahnya mutu kompetensi satra drama terutama dalam bermain peran di SMPN 34 Kerinci selama ini disebabkan banyak faktor karena kurangnya perhatian dari tenaga pendidik dalam mengajarkan sastra drama. Tenaga pendidik sering mencoba menghidar dari materi pembelajaran bermain peran karena tidak memiliki kompetensi, sehingga KKM yang teditetapkan sesuai dengan tujuan pendidikan tidak tercapai karena proses pembelajarannya dilakukan asal

  • –asalan model pembelajaran yang dilakukan pendidik tidak tepat, sehingga peseta didik merasa jenuh dan bosan. Akhirnya peserta didik dalam proses pembelajaran yang dilakukan pendidik ada yang mengantuk, menggangu teman, bahkan ada yang izin
merupakan upaya pengwujudan amanat Pancasila dan Penbukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang pada saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayati nilai

   II. KAJIAN TEORITIS Pembangunan karakter yang

  dalam berdialog terkait mengucapkan ketepatan vokal, intonasi, tempo, ekpresi, dan penjiwaan.

  Role Playing.

  siswa kelas VIII C SMPN 34 Kerinci dengan aplikasi model Role Playing; dan (3) mendeskripsikan kemampuan bermain peran siswa kelas VIII C melalui aplikasi

  m endeskripsikan penulisan naskah drama

  kemampuan siswa bermain bermain peran kerena tidak percaya diri dan tidak berani tampil. Tujuan penelitian adalah untuk (1) mendeskripsikan peningkatan karakter siswa kelas VIII C SMPN 34 Kerinci melalui aplikasi model Role Playing; (2)

  5. Rendahnya

  proses pembelajaran menulis naskah drama dan bermain peran.

  4. Rendahnya karakter siswa dalam

  3. Masih lemahnya kemampuan siswa

  meninggalkan kelas. Akibatnya karakter siswa dalam proses pembelajaran menjadi menurun. Sudah bermacam cara usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, dimulai pelaksaan pelatihan, MGMP, diklat, Sirtifikasi, namun cara mengajarnya belum membawa kemajuan. Tenaga pendidik sulit untuk memotivasi diri untuk mencapai kompetensi sesuai tujuan pendidikan. Tenaga pendidik tetap bertahan dengan memakai metode ceramah, guru yang aktif siswa menjadi pasif, siswa hanya menonton. Dengan proses pembelajaran yang demikian, kompetersi bermain peran tidak akan mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan kompetensi bermain peran menuntut peserta didik aktif bermain peran, agar menjadi terampil di depan kelas. Tujuannya, agar peserta didik berani terampil di depan orang banyak secara profesional. Apabila peserta didik sudah mampu terampil secara profesional, peserta didik tersebut mampu berkompetensi di masyarakat menghadapi di eraglobalisasi sekarang ini.

  dalam barmain peran sesuai dengan karakter tokoh yang diperankan terkait dengan karakter tokoh yang diperankan.

  2. Masih rendahnya kemampuan siswa

  kelas VIII C dalam menulis naskah drama terkait pengembangan unsur

  1. Masih rendahnya ketrampilan siswa

  Masalah-masalah yang ada tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut:

  Role Playing ”.

  VIII C SMPN 34 Kerinci Melalui Aplikasi

  Berdasarkan uaraian di atas, maka peneliti perlu untuk melakukan penelitian tentang “Peningkatan Karakter dan Kemampuan Bermain Peran Sesuai Naskah Drama yang Ditulis Siswa Kelas

  • – nilai pancasila; keterbatasan perangkat kebijakkan terpadu dalam mengwujudkan nilai
  • –nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalm kehidupan berbangsa dan bernegara; dan melemahkahkan kemandirian bangsa. Untuk mendukung perwujudan cita –cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka pemarintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional <
  • – unsur instrinsik drama.
Terkait dengan upaya mengwujudkan pndidikan karakter sebagaimana diamanatkan, sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar memjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” ( Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

  • –UUSPN) Pendidikan karakter pada intinya bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kognetif, berahklak mulia, bermoral, bertoleransi, bergontong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.

  Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan berkarakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidika nasioanal, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (3) Displin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/ Komonikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, dan (18) Tanggung Jawab.

  Morelent (2012:69) merumuskan faktor-faktor yang dapat menentukan kesuksesan pendidikan karakter di sekolah, (1) Pendidikan karakter harus mengandung nilai-nilai yang dapat membentuk “Good character”, (2) Karakter harus didefinisikan secara menyeluruh yang termasuk aspek “Thinking, Feeling, and Action”, (3) Pendidikan karakter yang efektif memerlukan pendekatan komprehensif dan terfokus dari aspek guru sebagai “Role model”.

  Sejak manusia diciptakan, sebenarnya ia telah melaksanakan aktivitas belajar. Oleh karena itu, dikatakan bahwa aktivitas belajar itu telah ada sejak adanya manusia.

  Menurut Suprijono (2009:2-3) terdapat beberapa definisi belajar menurut pakar pendidikan. Gagne mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. Menurut Travers belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku, sedangkan Morgan berpendapatbelajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman.

  Menurut Suprijono (2009:5), tujuan belajar sebenarnya sangat banyak dan bervariasi. Tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan

  instructional effect , yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan.

  Sementara, tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan belajar instruksional lazim disebut nurturant effect.

  Bentuknya berupa, kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang lain, dan sebagainya. Tujuan ini merupakan konsekuensi logis dari peserta didik “menghidupi” (live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu. Hasil belajar yang sering disebut dengan istilah

  “scholastic achievement”

  Hasil belajar memberikan bahan pertimbangan apakah siswa diberikan program perbaikan, pengayaan, atau melanjutkan ke program selanjutnya.

  Ada beberapa teknik yang dilakukan dalam penulisan naskah drama yang dikemukakan oleh Depdiknas (2005), antara lain : (a) Menciptakan setting (latar), (b) Melakukan eksplorasi (pengamatan dan perencanaan), (c) Menulis latar, (d) Menciptakan tokoh, (e) Menciptakan tokoh berbicara, (f) Penempatan semua elemen bersama-sama menjadi skenerio dasar, (g) Membuat sekenario dasar (kasar); menyusun adegan, (h) Menulis serangkaian adegan , (i) Penulisan draft kedua ; menulis kembali draft pertama.

  Naskah drama adalah kesatuan teks yang membuat kisah. Naskah atau teks drama dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : (1) Part text, artinya yang ditulis dalam teksnya sebagian saja, berupa garis besar cerita. Naskah semacam ini biasanya diperuntukkan bagi pemain yang sudah mahir, (2) full text, adalah teks drama dengan penggarapan komplet, meliputi dialog, monolog, karakter, iringan, dan sebagainya. Bagi pemian yang masih tahap berlatih, teks semacam ini patut dijadikan pegangan. Hal ini juga akan mempermudahkan pertunjukan. Hanya saja, sering membatasi kreativitas pentas.

  Sebagai bahan dalam memberikan informasi kepada orang tua dan sebagai bahan dalam mengambil berbagai keputusan dalam melaksanakan pembelajaran. Menulis adalah aktivitas mengemukakan kegiatan gagasan melalui media bahasa tulis. Menulis dapat diartikan sebagai salah satu keterampilan berbahasa yang menuntut seseorang menghasilkan sesuatu (tulisan) sebagai ungkapan, perasaan, dan pemikirannya (Kusmana, 2010:99).

  f.

  Untuk keperluan supervisi bagi kepala sekolah dan penilik agar guru lebih berkompeten.

  e.

  Untuk keperluan bimbingan atau penyuluhan bagi siswa yang mengalami kegagalan belajar dalam suatu program bahan pengajaran.

  d.

  c.

  atau

  Untuk mengetahui keberhasilan komponen-komponen pengajaran dalam rangka mencapai tujuan.

  b.

  Hasil belajar berperan memberikan informasi tentang kemajuan belajar siswa setelah proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.

  a.

  Ada enam peranan hasil belajar yang dikemukakan oleh Harahap (dalam Niprisoni, 2013:10).

  Ahmadi dan Supriyono (2003:138) mengatakan prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal).

  keseluruhan kecakapan dan hasil yang dicapai melalui proses belajar mengajar disekolah yang dinyatakan dengan angka- angka atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil belajar (Ekawarna, 2009:40). Lalu Suprijono (2009:5) mengemukakan hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai- nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.

  “academic achievement” adalah

  Berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pembicara mengungkapkan pikiran atau informasi melalui rangkaiannada, tekanan, dan raut muka, gestur, serta faktor lain untuk berkomunikasi (Kusmana, 2009:51). Apabila dicermati secara seksama maka tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka seyogyanya pembicara memahami makna segala sesuatu yang disampaikan, pembicara harus mengevaluasi efek komunikasinya terhadap para pendengarnya.

  Gani (1988:262) mengungkapkan bahwa kata drama berasal dari kata Yunani; dran, artinya melakukan sesuatu. Dari akar kata Yunani ini dapat dihimpun beberapa definisi oleh para ahli, antara lain : “Komposisi dalam bentuk prosa atau puisi yang disampaikan dengan dialog atau pentomim mengenai cerita yang menyangkut konflik atau kontras perwatakan, khususnya berbentuk pertunjukan di atas pentas” (The Random House Dictionary, 1968:401).

  Drama adalah genre sastra yang ditulis dalam bentuk percakapan untuk dipentaskan sebagai suatu seni pertunjukan. Percakapan itu kadang berbentuk dialog, kadang berbentuk monolog. Menurut Ensiklopedi Sastra

  Indonesia , kata drama berasal dari bahasa

  Yunani yaitu drama yang maksudnya berbuat. Dalam bahasa prancis disebut

  piecede thetre dan dalam bahasa inggris

  disebut drama. Dengan demikian maka drama memiliki tiga pengertian yaitu : (1) karya tulis untuk lakon, (2) suatu situasi yang memiliki konflik dan diakhiri dengan penyelesaian, (3) genre sastra bebentuk percakapan atau dialog yang tujuannya untuk dipentaskan di atas panggung (Rampan, 2013:211).

  Menurut Ekawarna (2009:62) istilah “model” dalam konteks pembelajaran diartikan sebagai suatu pola kegiatan Guru-Siswa untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa sebagai akibat perbuatan mengajar dan belajar.

  Menurut Ekawarna (2009:62-63), konsepsi tentang siasat pengajaran itu pada hakikatnya berusaha menjelaskan komponen dari suatu perangkat material pengajaran dan prosedur-prosedur yang akan digunakan pada material tersebut, agar dapat menimbulkan hasil belajar tertentu bagi siswa. Oleh karena itu bagian-bagian dari kegiatan yang mencakup dalam siasat pengajaran dapat dirumuskan menjadi komponen : (a) kegiatan pra pengajaran, (b) penyajian informasi, (c) peran serta siswa, (d) kegiatan pengetesan, (e) kegiatan tidak ikutan.

  Saat ini berbagai model pembelajaran bisa diterapkan dalam pembelajaran Seni Bahasa termasuk model bermain peran.Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk menempatkan diri mereka di dalam peran-peran dan situasi- situasi yang akan meningkatkan kesadaran mereka terhadap nilai-nilai dan keyakinan- keyakinan mereka sendiri dan orang lain. Bermain peran dapat membantu mereka untuk memahami, mengapa mereka dan orang lain berpikir dan bertindak sebagaimana yang mereka lakukan. Dalam proses “mencobakan” peran orang lain, siswa dapat mempelajari perbedaan maupun persamaan tingkah laku manusia, sehingga dapat menerapkan hasil belajar ini dalam situasi-situasi kehidupan yang nyata (Ekawarna, dkk, 2010:10).

  Agar guru-guru berhasil dalam menggunakan model bermain peran, mereka sepatut mampu : 1.

  Menyajikan atau membantu siswa memilih situasi bermain peran yang tepat.

  2. Membangun suasana yang mendukung, yang mendorong siswa untuk bertindak “seolah-olah’ tanpa perasaan malu.

  3. Mengolah situasi bermain peran dengan cara sebaik mungkin untuk mendorong timbulnya spontanitas mengingat pembinaan potensi yang dirasa dan belajar. masih kurang maksimal. 4. keterampilan- Pertimbangan yang lain adalah untuk

  Mengajarkan keterampilan mengobservasi dan lebih mengefektifkan waktu, biaya, dan mendengarkan sehingga siswa tenaga karena peneliti juga menjadi salah mengobservasi dan mendengarkan seorang staf pengajar ( guru ) di sekolah satu sama lain secara efektif dan tersebut. kemudian menafsirkan dengan tepat Prosedur penelitian tindakan kelas ini apa yang mereka lihat dan dengarkan. menurut Muslich (2011:40) menempuh Langkah-langkah yang sepatutnya tahapan-tahapan sebagai berikut : (a) dilakukan oleh guru dalam menggunakan perancanaan, (b) pelaksanaan, (c) metode ini adalah : (a) memilih situasi observasi dan evaluasi, dan (d) analisis bermain peran, (b) mempersiapkan dan refleksi. kegiatan bermain peran, (c) memilih

  a. (planning), yaitu Perencanaan peserta/bermain peran, (d) mempersiapkan kegiatan yang disusun sebelum penonton, (e) memainkan peran melakukan tindakan.

  (melaksanakan kegiatan bermain peran), b.

  Pelaksanaan Tindakan (acting), yaitu (f) mendiskusikan dan mengevaluasi pelaksanaan perlakuan yang kegiatan bermain peran. dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.

III. METODE PENELITIAN

  c. (observing), yaitu Pengamatan

  Jenis penelitian yang digunakan kegiatan yang dilakukan oleh dalam penelitian ini adalah penelitian pengamat untuk memperoleh tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan informasi tentang tindakan yang kelas adalah penelitian tindakan (action dilakukan termasuk pengaruh yang

  research) yang dilaksanakan guru di ditimbulkan oleh perlakuan guru.

  dalam kelas. Penelitian tindakan kelas d.

  Refleksi (reflecting), yaitu kegiatan pada hakikatnya merupakan rangkaian untuk mengkaji dan menganalis hasil “riset-tindakan-riset-tindakan-....” yang observasi dari tindakan yang dilakukan secara siklik dalam rangka dilakukan. Memberikan makna memecahkan masalah, sampai masalah terhadap proses dan hasil yang terjadi itu. akibat tindakan, terutama untuk

  Subjek penelitian adalah siswa kelas melihat berbagai kekurangan yang VIII C di SMPN 34 Kerinci. Alasan perlu diperbaiki. pemilihan sekolah dan kelas tersebut karena pada sekolah ini dari beberapa

  IV. HASIL PENELITIAN DAN

  tahun sebelumnya sampai sekarang, PEMBAHASAN pembelajaran drama terutama materi

  4.1 Karakter Siswa

  memerankah tokoh drama masih kurang

  Karakter sikap siswa mengalami maksimal karena beberapa kendala. peningkatan dari siklus I sampai

  Sedangkan kondisi siswa secara

  siklus III. Untuk lebih jelasnya dapat

  kemampuan sebenarnya sudah terlihat

  dilihat pada tabel berikut ini :

  memiliki potensi yang perlu dikembangkan. Oleh karena itulah, kelas

  VIII C dipilih sebagai subjek penelitian

Tabel 4.19 Dari tabel 4.20 dapat diketahui Ketuntasan Karakter Siswa Siklus I, bahwa menulis nasakah drama

II,II

  kelompok A meningkat dari siklus I kesiklus II dan 10% dari siklus II ke siklus III. Kelompok B meningkat

  Siklus I Siklus II Siklus III Karakte Hal ini dikarenakan dalam menulis r Sikap Persen Persen Persen

  Jml Jml Jml naskah drama, peneliti selalu meminta Siswa tase tase tase (n) (n) (n) siswa untuk bertanya jika ada kendala

  (%) (%) (%) yang dihadapi dalam menulis naskah

  Tuntas 9 45,00 12 60,00 16 80,00 Tidak drama, sehingga siswa tidak segan-

  11

  55.00 8 40,00 4 20,00 Tuntas segan untuk bertanya dan lebih aktif untuk bertanya dan mengemukakan

  Dari tabel 4.19 dapat diketahui pendapatnya. bahwa karakter sikap siswa mengalami Hal ini sejalan dengan pendapat peningkatan 15,00% dari siklus I ke Suprijono (2009:5) yang menyatakan siklus II, kemudian dari siklus Iike bahwa tujuan belajar sebenarnya siklus III mengalami peningkatan sangat banyak dan bervariasi. Tujuan sebanyak 20,00%. Hal ini dapat terjadi belajar yang eksplisit diusahakan karena peneliti sudah berusaha dalam untuk dicapai dengan tindakan mengkondisikan kelas selama instruksional, lazim dinamakan pembelajaran dan berusaha instructional effect , yang biasa membiasakan siswa untuk bekerja berbentuk pengetahuan dan kelompok. keterampilan. Sementara, tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai

  4.2 tujuan belajar instruksional lazim

   Menulis Naskah Drama Penilaian menulis naskah drama disebut nurturant effect. Bentuknya mengalami peningkatan dari siklus I berupa, kemampuan berpikir kritis dan sampai siklus III. Untuk lebih jelasnya kreatif, sikap terbuka dan demokratis, dapat dilihat pada tabel berikut ini menerima orang lain, dan sebagainya.

  Tujuan ini merupakan konsekuensi Tabel 4. 20 Penilaian logis dari peserta didik “menghidupi” (live in) suatu sistem lingkungan

  Ketuntasan Menulis Naskah belajar tertentu. Drama Siswa Siklus I, II, III

  4.3 Kemampuan Bermain Peran Siklus I Siklus II Siklus III Dari hasil penelitian kemampuan

  Naskah bermain peran, dalam hal ini ada dua

  Perse Perse Perse Drama Jml Jml Jml ntase ntase ntase penilaian yaitu penilaian dari guru dan Siswa

  (n) (n) (n) (%) (%) (%) siswa.

  Tuntas 1 33,33 2 66,67 3 100,00 Tidak 2 66,67

  1 33,33 00,00 Tuntas

Tabel 4.21 Nilai Rata-Rata Kemampuan Bermain Peran Siswa

  Nama Siswa Siklus I Siklus II Siklus III Nilai Guru Nilai Siswa Rata- Rata Nilai Guru Nilai Siswa Rata- Rata Nilai Guru

Nilai

Siswa

Rata- Rata Alex Andra 65 70 67,5 70 75 72,5 80

80

80 Anjli Rista D 75 75 75 85 80 82,5 Eka Sulistina 90 85 87,5 75 75 75 75 80 77,5 80

90

85 Inka Tio Syah 75 80 77,5 80 85 82,5 90

90

90 Mairi Susanti 80 75 77,5 80 80 80 95

95

95 Sintia Lestari 55 55 55 65 70 67,5 Tasya Fadila 75 70 72,5 70 70 70 75 75 75 75 80 77,5 Trezia V 55 55 55 65 65 65 Agil Agusti 70 75 72,5 60 65 62,5 75 70 72,5 80

80

80 Ansel Caprico 75 75 75 85 80 82,5 Findal Refika 90 85 87,5 75 75 75 80 85 82,5 90

90

90 Gigyen Dianda 70 70 70 80 80 80 95

85

90 Injalsa 55 55 55 65 70 67,5 75

75

75 Ogel Pamersa 75 75 75 75 75 75 Oji Amrian 75 80 77,5 55 60 57,5 65 60 62,5 60

70

65 Diana Fungki 75 75 75 80 75 77,5 Diana Karo 85 80 82,5 75 80 77,5 75 80 77,5 80

90

85 Fadila Ritu A 70 75 72,5 80 75 77,5 90 85 87,5 Olion Jaya 60 60 60 65 65 65 70

70

70 Suhendra Teja 55 55 55 70 70 70 75

75

75 Jumlah Tuntas 9 12 Jumlah Tidak

16

Persentase (%) 45,00 60,00 80,00 Tuntas 11 8

4

Persentase (%) 55,00 40,00 20,00 Dari hasil analisis kemampuan bermain peran siswa diketahui bahwa nilai kemampuan bermain peran siswa meningkat dari siklus I ke siklus II sebanyak 15,00%, kemudian mengalami peningkatan dari siklus II ke siklus III sebanyak 20,00%.

  Hal ini dikarenakan siswa memang giat dalam berlatih bermain peran dan guru juga tidak henti memberikan penjelasan tentang bermain peran, dan memberikan motivasi kepada siswa berupa penjelasan tentang bermain peran dan meminta siswa untuk tidak malu-malu dan berekspresi semaksimal mungkin beserta dengan gerak tubuh sesuai dengan karakter tokoh yang diperankan dalam bermain peran.

  Kenyataan ini sesuai dengan pendapat Nugroho (2009:41) yang menyatakan bahwa dalam memerankan suatu tokoh drama tidak hanya melibatkan aspek yang ada pada diri kita sediri tetapi aspek yang ada di luar diri kita juga. Aspek yang ada dalam diri kita seperti suara, tubuh, raut muka, mental, emosi, dan sebagainya. Dalam pembelajaran mengevaluasi pemeran tokoh dalam drama termasuk juga dalam lingkup bermain drama meskipun dalam pembelajaran di sekolah (kelas) cenderung sulit untuk menghadirkan suatu naskah drama yang utuh.

   V. SIMPULAN

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada BAB sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut: a.

  Terjadi peningkatan karakter sikap siswa dalam pembelajaran bermain peran sesuai dengan naskah yang ditulis siswa kelas VIII C SMP Negeri

  34 Kerinci melalui aplikasi Role Play dari 45,00% pada siklus I menjadi 60,00% pada siklus II, kemudian menjadi 80,00% pada siklus III. Ini berarti mengalami peningkatan 15,00% dari siklus I ke siklus II dan 20,00% dari siklus II ke siklus III.

  b.

  Terjadi peningkatan kemampuan menulis naskah drama dalam pembelajaran bermain peran sesuai dengan naskah yang ditulis siswa kelas

  VIII C SMP Negeri 34 Kerinci melalui aplikasi Role Play dari 33,33% pada siklus I menjadi 66,67% pada siklus II, kemudian menjadi 100,00% pada siklus III. Ini berarti mengalami peningkatan 33,34% dari siklus I ke siklus II dan 33,33% dari siklus II ke Gani, Rizanur. 1988. Pengajaran Sastra siklus III.

  Indonesia Respon dan Analisa .

  c. peningkatan kemampuan Dian Dinamika Press.

  Terjadi bermain peran siswa dalam pembelajaran bermain peran sesuai Kusmana, Suherli. 2010. Guru Bahasa dengan naskah yang ditulis siswa kelas Indonesia Profesional . Jakarta :

  VIII C SMP Negeri 34 Kerinci melalui sketsa aksara lalitya aplikasi Role Play dari 45,00% pada siklus I menjadi 60,00% pada siklus II, Kementrian pendidikan Nasional Badan kemudian menjadi 80,00% pada siklus Penelitian dan Pengembangan

  III. Ini berarti mengalami peningkatan Pusat Kurikulum dan Pembekuan: 15,00% dari siklus I ke siklus II dan 2011. Pedoman Pelaksanaan 20,00% dari siklus II ke siklus III. Pindidikan Karakter. Jakarta

  Suprijono, Agus 2011. Cooperative

  Learning Teori Aplikasi dan

DAFTAR PUSTAKA

  PAIKEM . Yogyakarta: Pustaka

  Pelajar Ahmadi, Abu dan Supriyono, Widodo2004. Psikologi Belajar.

  Muhammad, Hamid 2005 Bahasa dan Jakarta : Rineka Cipta

  Sastra Indonesia . Jakarta:

  Depertemen Pendidikan Nasional Morelent, Yetty. 2012. Peningkatan

  Kemampuan Berbicara Siswa Melalui Kegiatan Bercerita Berbasis Karakter . “Disertasi”.

  Bandung: SPs UPI Niprisoni,. 2013. Skripsi: Peningkatan

  Hasil belajar IPA tentang Energi dan Perubahannya Melalui Model Group Investasigation Kelas IV SD Negeri o91/III Sungai Rumpun . Skripsi tudak

  diterbitkan, Jambi : FKIP Universitas Jambi

  Ekawarna. 2009. Penelitian Tindakan

  Kelas . Jakarta : Jakarta :Gaung

  Persada (GP Press) Heryati, Yeti, dkk. 2010. Model Inovatif Pembelajaran Bahasa Indonesia .

  Jakarta: Penerbit Multi Kreasi Satudelapan