Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Tepung Komposit Berbahan Dasar Tepung Ubi Jalar, Pati Jagung, Tepung Kedelai dan Xanthan Gum

  

TINJAUAN PUSTAKA

Ubi Jalar

  Varietas ubi jalar cukup banyak, namun baru 142 jenis yang sudah diidentifikasi oleh para peneliti (Yufdy et al., 2006). Berdasarkan tekstur daging umbi, ubi jalar dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu umbi berdaging lunak karena banyak mengandung air dan umbi berdaging keras karena banyak mengandung pati. Ubi jalar juga dibedakan satu sama lain berdasarkan warna kulit, warna daging, bentuk daun dan warna batang (Sarwono, 2005).

  Komponen utama pada ubi jalar adalah karbohidrat dalam bentuk pati. Komponen lain adalah serat pangan dan beberapa jenis gula yang bersifat larut seperti maltosa, sukrosa, fruktosa dan glukosa. Sukrosa merupakan gula yang banyak terdapat dalam ubi jalar. Total gula dalam ubi jalar berkisar antara 5,64% hingga 38% (bb). Kandungan gula dalam ubi jalar yang telah dimasak jumlahnya meningkat bila dibandingkan dengan jumlah gula pada ubi jalar mentah (Sulistiyo, 2006).

  Keistimewaan ubi jalar dalam hal kandungan gizi terletak pada kandungan beta karoten yang cukup tinggi dibanding dengan jenis tanaman pangan lainnya. Kandungan beta karoten ubi jalar mencapai 7100 IU, sehingga sangat baik untuk mengatasi dan mencegah penyakit mata. Ubi jalar yang mengandung beta karoten tinggi hanya varietas ubi jalar yang warna daging ubinya jingga kemerah- merahan, sedangkan varietas ubi jalar yang daging ubinya berwarna kuning atau putih memiliki kandungan beta karoten lebih rendah (Simanjuntak, 2006). Kandungan gizi ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan gizi ubi jalar

  Jenis Zat Jenis Kandungan

  Air (g) 70,0

  Serat kasar (g) 0,3

  Kalori (kal) 113,0

  Protein (mg) 2,2 Fe (mg) 1,0 Na (mg) 5,0

  5 Ca (mg) 46,0

  P (mg) 49,0

  Vitamin A (IU) 7100 Vitamin B1 (mg) 0,08 Vitamin B2 (mg) 0,05 Niasin (mg) 0,9 Abu (g) 1,2 Lemak (g) 0,7 Karbohidrat (g) 27,9 Gula (g) 26,7 Amilosa (g)

  9,80-26 Sumber: Simanjuntak, 2006. Ubi jalar memiliki kandungan air yang cukup tinggi, sehingga bahan kering yang terkandung relatif rendah. Kandungan rata-rata bahan kering ubi jalar sebesar 30%. Ubi jalar memiliki keistimewaan sebagai bahan pangan ditinjau dari nilai gizinya. Selain sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar juga berfungsi sebagai sumber vitamin A dan C serta mineral kalium, besi dan fosfor. Namun kadar protein dan lemaknya relatif rendah, sehingga konsumsinya perlu didampingi oleh bahan pangan lain yang berprotein tinggi (Widodo dan Ginting, 2004).

  Kandungan protein kasar ubi jalar berkisar dari 3 sampai dengan 7% (berat kering). Protein pada ubi jalar terdistribusi secara merata pada umbinya. Asam amino yang terkandung dalam ubi jalar belum diketahui secara pasti, tetapi secara umum asam amino aromatik mempunyai jumlah yang cukup banyak. Asam amino essensial ubi jalar yang merupakan asam amino pembatas adalah lisin, metionin, sistin dan treonin (Sulistiyo, 2006).

  Lipid merupakan komponen minor dalam ubi jalar dengan kandungan sebesar 0,29-2,7 % (berat kering). Asam linoleat merupakan asam lemak terbanyak diikuti dengan asam palmitat, linolenat, dan stearat (Kadarisman dan Sulaeman, 1993).

  Tepung Ubi Jalar

  Tepung dilihat dari mikroskop terlihat seperti zat yang terdiri dari butir butir granula. Tiap tepung punya bentuk granula yang berbeda-beda, tepung biasa terbuat dari padi-padian dan umbi-umbian yang melalui berbagai tahapan proses sampai menjadi tepung yang kering, tepung memliki sifat tidak larut air, sehingga akan mengendap jika dicampur dalam air, akan tetapi jika tepung dicampur dengan air panas sambil diaduk tepung akan mengalami pengembangan dan kemudian mengental, kejadian ini disebut dengan gelatinisasi. Tepung akan mengental pada suhu 64-72°C. Jika tepung tapioka, tepung kentang, tepung jagung dimasak dengan air maka tepung-tepung ini akan menjadi kental dan bening, dan lebih jernih dari bubur dan tepung beras atau tepung terigu (Tarwotjo, 1998).

  Penggunaan tepung ubi jalar dapat dicampur dengan tepung lain (tepung campuran/composite flour) sebagai bahan substitusi terigu. Penggunaan tepung ubi jalar sebagai bahan baku produk cake dan cookies dapat dilakukan sampai 100% pengganti terigu (Suismono, 2001). Menurut Honestin (2007) di dalam Damayanthi (2011), granula pati tepung ubi jalar memiliki bentuk poligonal, bulat, hingga lonjong dengan ukuran granula tidak seragam. Ukuran granula pati ubi jalar yang belum tergelatinisasi berkisar antara 2-10

  μm, sedangkan granula pati ubi jalar dengan perlakuan pemasakan berkisar antara 20-60 μm. Menurut

  Iwansyah (2005) di dalam Damayanthi (2011), tepung ubi jalar memiliki suhu

  o o

  gelatinisasi awal 76,5 C dan suhu gelatinisasi maksimum 106,5

  C. Suhu gelatinisasi tepung ubi jalar lebih tinggi jika dibandingkan dengan tapioka dan terigu.

  Keunikan tepung ubi jalar adalah warna produk yang beranekaragam, mengikuti warna daging umbi bahan bakunya. Proses yang tepat dapat menghasilkan tepung dengan warna sesuai warna umbi bahan. Sebaliknya, proses yang kurang tepat akan menurunkan mutu tepung, dimana tepung yang dihasilkan akan berwarna kusam, gelap, atau kecokelatan. Untuk menghindari hal tersebut disarankan untuk merendam hasil irisan atau hasil penyawutan dalam sodium bisulfit 0.3% selama kurang lebih satu jam. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya kontak antara bahan dengan udara, yang dapat menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan (Widowati, et al., 2002). Standar mutu tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 2.

  Tabel 2. Standar mutu tepung ubi jalar

  • Kriteria

  Tepung ubi jalar Kadar air (maks) 15%

  Keasaman (maks) 4 ml 1N NaOH/100g Kadar pati (min)

  55% Kadar serat (maks)

  3% Kadar abu (maks)

  2% Sumber: * Antarlina, 1994 dalam Antarlina, 1998.

  Kedelai

  Kedelai merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang banyak mengandung protein dan lemak. Kandungan protein kedelai lebih dari 40% sedangkan kandungan lemaknya 10-15%. Jumlah protein kedelai ini mendekati protein daging yaitu 38% (Jayadi, et al., 2012). Sampai saat ini, kedelai masih merupakan bahan pangan sumber protein nabati yang paling murah. Di Indonesia kebutuhan kedelai untuk pangan mencapai 95% dari total kebutuhan kedelai (Adisarwanto, 2005).

  Kedelai mempunyai kandungan serat larut yang mampu untuk menurunkan kadar kolesterol, kandungan β-karoten yang dapat diubah tubuh menjadi vitamin A. Vitamin E dan lesitin kedelai merupakan sumber antioksidan yang mampu menghancurkan timbunan lemak dan kolesterol dalam pembuluh darah. Konsumsi kedelai 31-47 g/hari mampu menekan kolesterol (Suyanti, 2009). Kandungan gizi kedelai dapat dilihat pada Tabel 3.

  Tabel 3. Kandungan gizi kedelai (Wachid, 2006) Komponen Kadar (%) Air

  12,106 Lemak

  13,902 Gula reduksi 1,92 Vitamin C 1,9448 Abu

  3,857

  a

  Protein 41,80 - 42,10

  b Karbohidrat 36,834 – 43,926 a b) ) Balitkabi, 2008 di dalam Ginting, et al., 2009; Yuwono, et al., 2012.

  Minyak kedelai banyak mengandung asam lemak tidak jenuh (86%) yang terdiri dari asam linoleat sekitar 52%, asam oleat sekitar 30%, asam linolenat 2% dan asam lemak tidak jenuh lainnya sekitar 2%. Asam lemak jenuh hanya sekitar 14%, yaitu 10% asam palmitat, 2% asam stearat dan 2% asam arakhidat.

  Dibanding dengan kacang tanah dan kacang hijau, maka kacang kedelai mengandung asam amino essensial yang lebih lengkap (Syarief dan Irawati, 1988).

  Tepung kedelai dapat dibuat dengan menyortasi biji, dilanjutkan dengan pencucian, perebusan pada suhu 90°C selama 15 menit, pengeringan dengan oven

  o

  suhu 55 C selama 24 jam, pengupasan kulit, penggilngan, dan pengayakan pada ayakan 50 mesh. Tepung kedelai biasa digunakan sebagi campuran pada pembuatan makanan bayi, roti, dan industri bahan makanan campuran. Tepung kedelai dapat dicampur dengan sembarang tepung seperti tepung beras, tepung tapioka, dan tepung umbi-umbian (Ginting, 1999). Karakteristik fisikokimia kimia tepung kedelai dapat dilihat pada Tabel 4.

  Tabel 4. Sifat fisikokimiawi tepung kedelai Parameter

  Jumlah (%) Daya serap air

  242,4 Kadar air

  6,6 Kadar abu

  1,3 Serat kasar

  3,2 Kadar lemak

  27,1 Kadar protein

  41,7 Karbohidrat

  23,3 Gula

  0,7 Sumber :Widaningrum, et al., 2005 .

  Xanthan Gum

  Xanthan gum adalah polisakarida ekstraseluler anionik yang diproduksi oleh bakteri Xanthomonas campestris (Achayuthakan dan Suphantharika, 2008).

  Xanthan gum bersifat larut dalam air dingin, memiliki berat molekul yang tinggi

  6

  (M=2.5 x 10 g/mol), viskositas yang tinggi dan stabil serta tidak dipengaruhi oleh pH. Peningkatan suhu pada awalnya akan menurunkan viskositas tetapi viskositasnya akan meningkat kembali setelah perubahan konformasi molekul,

  Xanthan gum juga resisten terhadap degradasi enzim. Xanthan gum sendiri tidak membentuk gel, tetapi jika dikombinasikan dengan guar gum, carob gum atau

  

konjak gum , maka xanthan gum akan bersinergi dan membentuk gel pada

  konsentrasi yang rendah. Pada konsentrasi xanthan gum yang tinggi, maka yang berperan dalam pembentukan gel yang lunak, elastis dan reversible terhadap suhu adalah carob dan konjak gum (Arocas et al., 2009).

  Struktur xanthan gum (Gambar 1) adalah linier dengan rantai utama β-D glukosa dan rantai sakarida pada setiap atom C-3 dari gukosa, mengandung asam glukoronat yang terikat pada unit manosa. Xanthan gum banyak digunakan sebagai emulsifier untuk pengembangan roti non gluten, pengisi produk bakery, cake, menstabilkan emulsi (terutama emulsi minyak dalam air) dan untuk meningkatkan kestabilan adonan. Konsentrasi penggunaannya adalah 0.1-0.25% (Guarda et al., 2004; Arocas et al., 2009; Makri dan Doxastakis, 2006). Xanthan gum juga dapat meningkatkan umur simpan produk roti karena menghambat ikatan gluten-pati dan mengurangi kehilangan air (Barrera et al., 2002; Sim et al., 2009; Matuda et al., 2008; Shittu et al., 2009).

  Keuntungan xanthan gum dalam pembuatan roti adalah mampu berinteraksi dengan komponen lain yang ada seperti pati dan protein. Xanthan gum bersifat mengikat air selama pembentukan adonan sehingga saat pemanggangan air yang dibutuhkan untuk gelatinisasi pati tersedia dan gelatinisasi lebih cepat terjadi. Selain itu xanthan gum dapat membentuk lapisan film tipis dengan pati sehingga dapat berfungsi seperti gluten dalam roti.Hasil interaksi tersebut mampu meningkatkan umur simpan, menghasilkan struktur

  

crumb yang baik dan mempertahankan kelembaban

(Whistler dan Be Miller, 1993).

  Gambar 1. Struktur dasar xanthan gum (Zamora, 2005) Lopez et al. (2004) menggunakan xanthan gum sebanyak 0,5% dalam pembuatan roti tawar non gluten yang dibuat dari satu macam tepung saja, yaitu tepung beras, maizena, atau tapioka. Namun demikian, konsentrasi penambahan xanthan gum yang sesuai sangat ditentukan oleh formula roti tawar yang digunakan.

  Xanthan gum memiliki sifat pengemulsi karena adanya kompleks antara gliadin dengan xanthan gum.Dengan demikian xanthan gum diharapkan dapat meningkatkan kemampuan adonan roti untuk menahan gas yang dihasilkan selama fermentasi sehingga dapat memberikan mutu produk olahan composite

  . Roti yang dihasilkan pun memiliki kestabilan, penampakan estetis dan sifat

  flour

  mutu lain yang diinginkan meski diberikan dalam konsentrasi rendah (deMan, 1989; Lineback dan Inglet, 1982 dalam Sibuea, 2001).

  Pati Jagung

  Pati ditemukan dalam banyak tanaman dan merupakan komponen karbohidrat terbesar kedua setelah selulosa. Pati tersimpan dalam organ tanaman dalam bentuk granula. Karena sifat fungsionalnya, pati banyak digunakan untuk memberikan karakteristik produk pangan misalnya sebagai pengental (thickening

  

agent ), penstabil (stabilizing agent), pembentuk gel (gelling agent), dan

pembentuk film (film forming) (Kusnandar, 2010).

  Setiap jenis pati mempunyai sifat yang berbeda tergantung dari panjang rantai C-nya, bentuk rantai molekulnya apakah lurus atau bercabang. Pati termasuk homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati mempunyai dua fraksi yaitu fraksi yang larut dalam air panas namanya amilosa dan fraksi yang tidak larut dalam air panas namanya amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedang amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total (Kusnandar, 2010). Struktur kimia amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Hasil analisis proksimat pati jagung dapat dilihat pada Tabel 5.

  Tabel 5. Hasil analisis proksimat pati jagung Komponen

  Jumlah (%) Pati

  11,830 Abu

  0,003 Protein

  0,685 Lemak

  0,060 Karbohidrat

  87,42 Sumber: Erika, 2010. Konsentrasi pati menentukan suhu gelatinisasi pati. Semakin kental larutan pati yang terbentuk, suhu gelatinisasi semakin lambat tercapai sampai suhu tertentu kekentalan tidak berubah atau bahkan menurun. Konsentrasi yang terbaik dalam membuat larutan gel adalah 20%. Semakin tinggi konsentrasi gel yang terbentuk maka gel yang terbentuk semakin kurang kental dan beberapa waktu kemudian viskositas akan menurun (Winarno, 2008).

CH OH

2 CH OH

  2 O O H H H H H H OH O H OH H

O O Ikatan a -1,6

  OH H H CH 2 CH OH

2 CH OH

2 O O O H H H H H H H H H OH OH O

H O H OH

H O O H OH OH H OH H Ikatan a -1,4 Gambar 2. Struktur rantai linier dari molekul amilosa (Kusnandar, 2010).

CH OH CH OH CH OH

  2 2 2 O O O H H H H H H H H H HO OH OH

H H OH

O O H OH H OH OH H OH H n Gambar 3. Struktur molekul amilopektin (Kusnandar, 2010).

  Tepung komposit

  Tepung campuran (composite flour) yakni tepung campuran dari beberapa jenis tepung (substitusi) untuk dihasilkannya produk dengan sifat fungsional yang serupa dengan bahan dasar produk sebelumnya. Dalam hal ini upaya untuk menekan ketergantungan dari tepung terigu (Khudori, 2008). Pencampuran beberapa jenis tepung menjadi tepung komposit juga dilakukan sebagai cara untuk meningkatkan nilai gizi tepung (fortifikasi).

  Fortifikasi tepung dengan menggunakan protein dapat dilakukan dengan penambahan protein kedelai atau konsentrat protein ikan seperti yang sering dilakukan di Amerika Selatan. Protein-protein ini dari segi gizi bukan hanya karena meningkatkan kandungan protein, tetapi juga karena protein-protein ini menaikkan kadar asam-asam amino, terutama lisin dalam protein. Protein-protein ini bila ditambahkan sampai sekitar 12% dari berat tepung, dapat merusak sifat- sifat rheologis tepung gandum, misalnya volume roti kecil dan roti yang dibuat dari campuran tepung dan protein semacam itu mempunyai struktur remah (Buckle, et al., 1987).

  Setiap tepung mempunyai sifat fisik dan kimia yang sangat beragam. Ini dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia patinya. Sifat-sifat ini juga akan mempengaruhi produk makanan yang dihasilkan, mencampur atau mengkombinasikan satu macam tepung dengan tepung lain diharapkan akan menghasilkan produk makanan dengan mutu yang baik, ditinjau dari komposisi maupun penampilan produknya (Haryadi, 1989). Sifat fisik dan amilograf tepung komposit terigu-ubi jalar pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 6 dan komposisi kimia tepung komposit terigu-ubi jalar pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 7.

  Sebagian besar roti atau kue terbuat dari tepung, dan tepung yang digunakan saat ini dalam pembuatan nya bukan hanya tepung terigu (gandum) tetapi juga tepung yang berasal dari bahan tanaman lain seperti jagung (maizena), ubi (tapioka), tepung garut, tepung kacang hijau dan tepung-tepung lainnya. Sampai saat ini roti telah banyak dibuat dari tepung-tepung selain terigu tersebut. Selain untuk bahan baku dalam pembuatan roti dan biskuit, tepung juga banyak digunakan sebagai pengental dalam proses masak-memasak, seperti dalam pembuatan saus yang menggunakan tepung didalamnya untuk pengentalnya (Moehyi, 1992).

  Tabel 6. Sifat fisik dan amilografi tepung komposit terigu-ubi jalar pada berbagai konsentrasi Konsentrasi Gelatinisasi Granula Pecah Viskositas (%)

  Derajat Tepung

  o

  putih Waktu Suhu Waktu Suhu Puncak

  50 C Balik komposit

  o o

  (%) (menit) (

  C) (menit) (

  C) (BU) (BU) (BU) Terigu : Ubi jalar 100 : 0 82,17 20,0 60,0 40,5 90,8 1025 1495 470 90 : 10 81,20 20,8 61,1 40,0 90,0 477,5 995 517,5 80 : 20 75,50 22,3 65,3 40,5 92,0 530 770 240 70 : 30 76,93 23,5 65,3 42,0 93,9 400 725 325 60 : 40 72,28 24,0 66,0 41,3 91,9 410 595 335 50 : 50 74,23 27,0 70,5 41,0 91,5 372,5 555 182,5 0 : 100 74,43 32,5 78,8 39,5 90,0 1815 1510 -305 Sumber: Antarlina, 1998.

  Tabel 7. Komposisi kimia tepung komposit terigu-ubi jalar pada berbagai konsentrasi Komposisi (% basis basah)

  Konsentrasi terigu : ubi Serat

  Air Lemak Protein Abu Karbohidrat jalar kasar 100 : 0 12,29 0,75 9,43 0,68 76,85 0,41

  90 : 10 11,58 0,83 9,09 0,81 77,69 0,62 80 : 20 11,79 0,86 9,33 1,13 76,90 0,85 70 : 30 11,28 0,88 7,76 1,56 78,52 1,14 60 : 40 10,62 0,77 6,66 2,08 79,87 1,38 50 : 50 10,63 0,85 4,95 2,05 81,52 1,41 Sumber: Antarlina, 1998.

  Karakteristik Fungsional dan Pasta Pati

  Sifat swelling power bergantung pada rasio amilosa amilopektin yang dimiliki bahan. Tingkat kelarutan air dengan pati berbeda-beda, baik dimodifikasi atau telah berubah sifat fisiknya seperti bentuk granula pati (Cozzolino et al., 2013). Perbedaan karakteristik dapat dikaitkan dengan perbedaan jumlah amilosa- amilopektin (Perez, et al., 2002). Semakin banyak komponen-komponen non pati maka waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu gelatinisasi semakin lama.

  Kandungan lemak dan protein dapat membentuk lapisan pada permukaan granula pati sehingga menghambat adsorpsi air oleh granula pati. Kandungan protein suatu bahan pangan mempengaruhi daya penyerapan air oleh bahan karena protein memiliki gugus yang bersifat hidrofilik dan bermuatan sehingga dapat mengikat air. Lemak memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan senyawa non lipid lain sehingga dapat mempengaruhi sifat fungsionalnya dalam produk pangan (Kusnandar, 2010). Semakin tinggi kadar lemak akan menurunkan viskositas pasta dikarenakan terjadinya pembentukan amilosa dengan lemak (Dautan et al., 2007)

  Struktur amilosa yang linier lebih mudah berikatan dengan sesama amilosa melalui ikatan hidrogen dan ikatan hidrogen yang dibentuk lebih kuat dibandingkan amilopektin (Kusnandar, 2010). Semakin banyak jumlah amilosa yang keluar dari pati akan meningkatkan retrogradasi. Ikatan amilosa-amilosa, amilosa-amilopektin, dan amilosa-lemak akan menyatu kembali bila pasta didinginkan (Winarno, 2008). Pati memiliki daya ikat terhadap air yang tinggi.

  Pembentukan kompleks amilosa-lemak sebagai pati restrukturisasi dapat menyebabkan nilai viskositas puncak yang rendah. Amilosa akan membentuk ikatan kompleks dengan lemak sehingga pembengkakan granula pati terhambat (Kigozi, et al., 2013).

  Ikatan kompleks amilosa-lemak, kandungan amilosa, tingkat interaksi antara rantai pati dalam domain amorf dan kristal granula, dan struktur amilopektin merupakan faktor yang mempengaruhi swelling power. Swelling

  

power merupakan proses pembengkakan yang terjadi ketika tepung atau pati

  dipanaskan dalam air sehingga terjadi pelemahan granula pati yang menyebabkan penyerapan air, pembengkakan granula pati dan peningkatan volume (Zhou, et al., 2004). Ukuran granula memberikan pengaruh pada bentuk, kekerasan, interaksi dan volume yang dihasilkan hal ini dikarenakan adanya amilosa dan amilopektin yang menyusun granula (Mandala dan Bayas, 2004).

  Beberapa faktor yang mempengaruhi sifat gelatinisasi pati yaitu sumber pati, ukuran granula pati, asam, gula, lemak dan protein, enzim, suhu pemasakan dan pengadukan. Granula pati akan mengembang dalam air panas setelah melewati suhu tertentu. Pengembangan granula pati bersifat bolak-balik (reversible) jika belum mencapai suhu gelatinisasi dan bersifat bolak-balik (irreversible) jika telah mencapai suhu gelatinisasi. Granula pati juga akan mempengaruhi viskositas puncak dari tepung. Semakin besar granula pati maka viskositas puncak yang dihasilkan semakin tinggi sedangkan suhu gelatinisasi relatif rendah. Komponen-komponen non pati juga akan mempengaruhi suhu gelatinisasi. Semakin banyak komponen-komponen non pati maka waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu gelatinisasi semakin lama.

  Sifat gelatinisasi pati dapat diukur dengan menggunakan Brabender

  

Viscograph atau Rapid Viso Analyzer (RVA). Alat ini dapat mengukur suhu

  gelatinisasi, nilai viskositas maksimum, suhu pada saat viskositas maksimum tercapai, dan viskositas setelah proses pendinginan. Suhu gelatinisasi diukur pada saat granula pati menyerap air yang ditandai dengan meningkatnya kekentalan larutan. Nilai viskositas maksimum tercapai pada saat granula pati tidak mampu menyerap air lagi atau penyerapan air maksimum (Andarwulan, et al., 2011).

  Viskositas breakdown menunjukkan tingkat kestabilan pasta tepung komposit terhadap proses pemanasan. Nilai Viskositas breakdown diperoleh dari selisih antara viskositas maksimum dengan viskositas pasta tepung komposit setelah mencapai suhu 95 C pada saat pemanasan. Viskositas setback menunjukkan kemampuan retrogradasi molekul tepung pada proses pendinginan sedangkan viskositas puncak menunjukkan viskositas pada saat tepung mengembang maksimum selama pemasakan.

  Pati relatif bebas dari serat halus terhidrasi yang berasal dari dinding sel granula pati sehingga kadar abu pati rendah (Zhou, et al., 2004). Pati alami tidak tahan pada proses pemanasan suhu tinggi. Dalam proses gelatinisasi pati, terjadi penurunan viscosity breakdown dengan meningkatnya suhu pemasakan.

  Viskositas breakdown menunjukkan tingkat kestabilan pasta tepung komposit terhadap proses pemanasan. Viskositas puncak menunjukkan viskositas pada saat tepung mengembang maksimum selama pemasakan (Kusnandar, 2010). Viskositas setback menunjukkan kemampuan retrogradasi molekul tepung pada proses pendinginan (Utami, 2009). Nilai viskositas setback yang tinggi menunjukkan bahwa pasta cenderung mengeras pada akhir proses pemasakan, sehingga produk tidak mudah hancur. Hot-paste viscosity yang tinggi cenderung tahan terhadap panas selama proses pemasakan (Munarso, et al., 2004). Daya serap minyak merupakan sifat fungsional pada makanan yang berfungsi meningkatkan cita rasa, perbaikan palatabilitas, dan memperpanjang umur simpan (Adebowale dan Lawal, 2004).

  Studi Pendahuluan Yang Telah Dilaksanakan

  Banyak penelitian yang telah dilakukan tentang pembuatan tepung komposit dari serealia, umbi-umbian, dan leguminosa dan pemanfaatannya untuk berbagai jenis produk (Akubor dan Ukwuru, 2005; Oladunmoye et al., 2010; Kadam et al., 2012). Berdasarkan hasi-hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mutu produk sangat tergantung pada komposisi dan karakteristik tepung yang digunakan sebagai bahan dasar tepung komposit (Oladunmoye et al., 2010). Hasil uji amilograf pada tepung komposit berbahan dasar tepung beras, maizena, tapioka, tepung kentang, tepung ketan dan xanthan gum menunjukkan suhu

  

o

  gelatinisasi tepung komposit sebesar 73,4 C yang termasuk ke dalam intermediate

  o gelatinization temperature. Viskositas puncak 1900,80 Cp dan 93,4

  C, viskositas

  

o

breakdown 1932,80 cP pada suhu 49,9

  C, viskositas setback 30 cP (Hasnelly dan Sumartini, 2011).

  Pembuatan cookies (kue kering) dari tepung jagung komposit campuran dari tepung jagung 40%, tepung gude 10% dan tepung kedelai 50% memiliki nilai gizi tinggi dan rasanya dapat diterima (Antarlina dan Utomo, 1997). Pembuatan kue kering dan cake dari campuran tepung ubi jalar, jagung, dan kacang tunggak dengan perlakuan tujuh macam formula campuran dengan satu formula tepung terigu 100% sebagai pembanding, tepung campuran dengan komposisi 50% tepung ubi jalar + 30% tepung jagung + 20% tepung kacang tunggak terpilih menghasilkan olahan terbaik (Antarlina, 1998).

Dokumen yang terkait

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Perilaku Ibu Balita Dan Dukungan Keluarga Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Imunisasi Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013

0 0 9

BAB 2 PENGELOLAAN KASUS 2.1 Konsep Teori Rasa Nyaman (Nyeri) 2.1.1 Defenisi Nyeri - Asuhan Keperawatan pada An. A dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman : Nyeri di RSUD dr. Pirngadi Medan

0 1 33

BAB II PENGELOLAAN KASUS 2.1 Konsep Dasar Sectio Caesaria 2.1.1 Definisi Sectio Caesaria - Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Gangguan Aman Nyaman: Nyeri pada Post Operasi Sectio Caesaria di RSUD. dr. Pirngadi Medan

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Social Support dan Psychological Well-Being Pada Penyintas Bencana Alam Gunung Sinabung

0 1 15

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola Konsumsi Ikan Siswa Sekolah Dasar Negeri 060919 di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015

0 1 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola Konsumsi Ikan Siswa Sekolah Dasar Negeri 060919 di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015

0 1 19

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola Konsumsi Ikan Siswa Sekolah Dasar Negeri 060919 di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015

0 0 15

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS PENDAPATAN KOTA MEDAN A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Kota Medan - Mekanisme Pengenaan dan Pemungutan Pajak Restoran Pada Dinas Pendapatan Kota Medan

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri - Mekanisme Pengenaan dan Pemungutan Pajak Restoran Pada Dinas Pendapatan Kota Medan

0 0 11

Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Tepung Komposit Berbahan Dasar Tepung Ubi Jalar, Pati Jagung, Tepung Kedelai dan Xanthan Gum

0 3 6