BAB II - Simulasi Proses Deep Drawing Pelat Jenis Stainless Steel 304 Dengan Menggunakan Software Abaqus 6.9-3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Deep Drawing

  Deep Drawing atau biasa disebut drawing adalah salah satu jenis proses

  pembentukan logam, dimana bentuk pada umumnya berupa silinder dan selalu mempunyai kedalaman tertentu, sedangkan definisi proses drawing menurut P.CO Sharma seorang professor production technology drawing adalah proses pembentukan logam dari lembaran logam ke dalam bentuk tabung (hallow shape) (P.C. Sharma 2001 : 88).

  Deep Drawing dan drawing pada intinya merupakan satu jenis proses

  produksi namun terdapat beberapa ahli yang membedakan dengan indek ketinggian, proses deep drawing mempunyai indek ketinggian yang lebih besar dibandingkan dengan drawing. Bahan dasar dari proses Deep Drawing adalah lembaran logam (sheet metal) yang disebut dengan Blank, sedangkan produk dari hasil proses deep drawing disebut dengan draw piece dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Blank dan Draw Piece

  (Sumber : D. Eugene Ostergaard ;1967 : 131)

2.1.1. Proses Deep Drawing

  Proses deep drawing dilakukan dengan menekan material benda kerja yang berupa lembaran logam yang disebut dengan Blank sehingga

  

Punch sebagai penekan dan Die sebagai penahan benda kerja saat di tekan

  oleh Punch. Pengertian dari sheet metal adalah lembaran logam dengan ketebalan maksimal 6mm, lembaran logam (sheet metal) di pasaran dijual dalam bentuk lembaran dan gulungan. Terdapat berbagai tipe dari lembaran logam yang digunakan, pemilihan dari jenis lembaran tersebut tergantung dari: 1.

  Strain rate yang diperlukan 2. Benda yang akan dibuat 3. Material yang diinginkan 4. Ketebalan benda yang akan dibuat 5. Kedalaman benda.

  Pada umumnya berbagai jenis material logam dalam bentuk lembaran dapat digunakan untuk proses deep drawing seperti stainless steel, aluminium, tembaga, kuningan, perak, emas, baja maupun titanium. Gambar proses drawing dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Proses Drawing

  (Sumber : D. Eugene Ostergaard ;1967 : 128) Berikut adalah macam-macam proses yang terjadi pada proses deep

  drawing :

  a). Kontak Awal Pada Gambar 2.2.A, Punch bergerak dari atas kebawah, Blank dipegang oleh Blank Holder agar tidak bergeser ke samping, kontak awal terjadi ketika bagian-bagian dari die set saling menyentuh lembaran logam (Blank) saat kontak awal terjadi belum terjadi gaya- gaya dan gesekan dalam proses drawing.

  b). Bending Selanjutnya lembaran logam mengalami proses bending seperti pada Gambar 2.2.B, Punch terus menekan kebawah sehingga posisi

  

Punch lebih dalam melebihi jari-jari dari Die, sedangkan posisi Die

  tetap tidak bergerak ataupun berpindah tempat, kombinasi gaya tekan dari Punch dan gaya penahan dari Die menyebabkan material mengalami peregangan sepanjang jari-jari Die, sedangkan daerah terluar dari Blank mengalami kompresi arah radial. Bending merupakan proses pertama yang terjadi pada rangkaian pembentukan proses deep

  , keberhasilan proses bending ditentukan oleh aliran material

  drawing saat proses terjadi.

  c). Straightening Saat Punch sudah melewati radius Die, gerakan Punch ke bawah akan menghasilkan pelurusan sepanjang dinding Die dapat dilihat pada

  Gambar 2.2.C, lembaran logam akan mengalami peregangan sepanjang dinding Die. Dari proses pelurusan sepanjang dinding Die diharapkan mampu menghasilkan bentuk silinder sesuai dengan bentuk Die dan Punch .

  d). Compression Proses compression terjadi ketika Punch bergerak kebawah, akhirnya Blank tertarik untuk mengikuti gerakan dari Punch, daerah

  

Blank yang masih berada pada Blank Holder akan mengalami compres-

sion arah radial mengikuti bentuk dari Die.

  e). Tension Tegangan tarik terbesar terjadi pada bagian bawah Cup produk hasil deep drawing, bagian ini adalah bagian yang paling mudah mengalami cacat sobek, pembentukan bagian bawah cup merupakan proses terakhir pada proses deep drawing.

2.1.2. Komponen Utama Die Set

  Proses deep drawing mempunyai karakteristik khusus dibandingkan dengan proses pembentukan logam lain, yaitu pada umumnya produk yang dihasilkan memiliki bentuk tabung yang mempunyai ketinggian tertentu, sehingga Die yang digunakan juga mempunyai bentuk khusus, proses pem- bentukan berarti adalah proses non cutting logam. Produk yang dihasilkan dari deep drawing bervariasi tergantung dari desain Die dan Punch,

Gambar 2.3 menunjukkan beberapa jenis produk (draw piece) hasil deep drawing .

2.3. Beberapa Macam Bentuk Draw Piece

  Gambar

  (Sumber : D. Eugene Ostergaard ;1967 : 127)

  a). Punch

  Punch merupakan bagian yang bergerak ke bawah untuk meneruskan

  gaya dari sumber tenaga sehingga Blank tertekan kebawah, bentuk

  Punch disesuaikan dengan bentuk akhir yang diiginkan dari proses drawing , letak Punch pada Gambar 2.4. berada di atas Blank, posisi dari Punch sebenarnya tidak selalu diatas tergantung dari jenis die drawing yang digunakan.

  b). Blank Holder

  Blank Holder berfungsi memegang blank atau benda kerja berupa

  lembaran logam, pada gambar diatas Blank Holder berada diatas benda kerja, walaupun berfungsi untuk memegang benda kerja, benda kerja harus tetap dapat bergerak saat proses drawing dilakukan sebab saat proses drawing berlangsung benda kerja yang dijepit oleh Blank Holder akan bergerak ke arah pusat sesuai dengan bentuk dari die drawing. Sebagian jenis Blank Holder diganti dengan nest yang mempunyai fungsi hampir sama, bentuk nest berupa lingkaran yang terdapat lubang didalamnya, lubang tersebut sebagai tempat peletakan dari benda kerja agar tidak bergeser ke samping.

  c). Die Merupakan komponen utama yang berperan dalam menentukan bentuk akhir dari benda kerja drawing (draw piece), bentuk dan ukuran

  

Die bervariasi sesuai dengan bentuk akhir yang diinginkan, kontruksi

Die harus mampu menahan gerakan, gaya geser serta gaya Punch. Pada

Die terdapat radius tertentu yang berfungsi mempermudah reduksi benda

  saat proses berlangsung, lebih jauh lagi dengan adanya jari-jari diharapkan tidak terjadi sobek pada material yang akan di drawing. sedangkan komponen lainya merupakan komponen tambahan tergantung dari jenis Die yang dipakai. Bentuk dan posisi dari komponen utama tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.4.

2.1.3. Variabel Proses Deep Drawing

  Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan proses deep drawing, variabel yang mempengaruhi proses deep drawing antara lain:

  a). Gesekan Saat proses deep drawing berlangsung gesekan terjadi antara permukaan Punch, dies drawing dengan Blank, gesekan akan mempengaruhi hasil dari produk yang dihasilkan sekaligus mempengaruhi besarnya gaya yang dibutuhkan untuk proses pembentukan drawing, semakin besar gaya gesek maka gaya untuk proses deep drawing juga meningkat, beberapa faktor yang mempengaruhi gesekan antara lain : 1.

  Pelumasan proses pelumasan adalah salah satu cara mengontrol kondisi lapisan tribologi pada proses drawing, dengan pelumasan diharapkan mampu menurunkan koefisien gesek permukaan material yang bersinggungan.

  2. Gaya Blank Holder Gaya Blank Holder yang tinggi akan meningkatkan gesekan yang terjadi, bila gaya Blank Holder terlalu tinggi dapat mengakibat- kan aliran material tidak sempurna sehingga produk dapat meng- alami cacat.

  3. Kekasaran Permukaan Blank

  Kekerasan permukaan Blank mempengaruhi besarnya gesekan yang terjadi, semakin kasar permukaan Blank maka gesekan yang terjadi juga semakin besar. Hal ini disebabkan koefisien gesek yang terjadi semakin besar seiring dengan peningkatan kekasaran permukaan.

  4. Kekasaran Permukaan Punch, Die dan Blank Holder Seperti halnya permukaan Blank semakin kasar permukaan

  Punch , Die dan Blank Holder koefisien gesek yang dihasilkan semakin besar sehingga gesekan yang terjadi juga semakin besar.

  b). Bending dan Straightening Pada proses deep drawing setelah Blank Holder dan Punch menempel pada permukaan Blank saat kondisi Blank masih lurus selanjutnya terjadi proses pembengkokan material (bending) dan pelurusan sheet sepanjang sisi samping dalam Die (straightening).

  Variabel yang mempengaruhi proses ini adalah : 1.

  Radius Punch Radius Punch disesuaikan dengan besarnya radius Die, radius

  Punch yang tajam akan memperbesar gaya bending yang dibutuhkan untuk proses deep drawing.

2. Radius Die

  Radius Die disesuaikan dengan produk yang pada nantinya akan dihasilkan, radius Die berpengaruh terhadap gaya pembentukan, bila besarnya radius Die mendekati besarnya tebal lembaran logam maka gaya bending yang terjadi semakin kecil sebaliknya apabila besarnya radius Die semakin meningkat maka gaya bending yang terjadi semakin besar.

  c). Penekanan Proses penekanan terjadi setelah proses straghtening, proses ini me- rupakan proses terakhir yang menentukan bentuk dari bagian bawah produk drawing, besarnya gaya tekan yang dilakukan dipengaruhi oleh : 1.

  Keuletan Logam Semakin ulet lembaran logam Blank semakin besar kemampuan

  Blank untuk dibentuk ke dalam bentuk yang beranekaragam dan

  tidak mudah terjadi sobek pada saat proses penekanan, keuletan logam yang kecil mengakibatkan Blank mudah sobek.

  2. Drawability Drawability adalah kemampuan bahan untuk dilakukan proses deep drawing , sedangkan nilainya ditentukan oleh Limiting

  drawing ratio (

  βmak), batas maksimum βmaks adalah batas dimana bila material mengalami proses penarikan dan melebihi nilai limit akan terjadi cacat sobek (craking).

  3. Ketebalan Blank Ketebalan Blank mempengaruhi besar dari gaya penekanan yang dibutuhkan, semakin tebal Blank akan dibutuhkan gaya penekanan yang besar sebaliknya bila Blank semakin tipis maka dibutuhkan gaya yang kecil untuk menekan Blank.

  4. Tegangan Maksimum Material Material Blank yang mempunyai tegangan maksimum besar mempunyai kekuatan menahan tegangan yang lebih besar sehingga produk tidak mudah mengalami cacat material dengan tegangan maksimum kecil mudah cacat seperti sobek dan berkerut.

  5. Temperatur Dengan naiknya temperatur akan dibutuhkan gaya penekanan yang kecil hal ini disebabkan kondisi material yang ikatan butirannya semakin meregang sehingga material mudah untuk dilakukan deformasi.

  d). Diameter Blank Diemeter Blank tergantung dari bentuk produk yang akan dibuat, apabila material kurang dari kebutuhan dapat menyebabkan bentuk produk tidak sesuai dengan yang diinginkan, namun bila material Blank terlalu berlebih dari kebutuhan dapat menyebabkan terjadinya cacat pada produk seperti kerutan pada pinggiran serta sobek pada daerah yang mengalami bending.

  e). Clearance

  Clearance atau Kelonggoran adalah celah antara Punch dan Die

  untuk memudahkan gerakan lembaran logam saat proses deep drawing berlangsung. Untuk memudahkan gerakan lembaran logam pada waktu dari tebal lembaran logam, bila celah Die terlalu kecil atau kurang dari tebal lembaran logam, lembaran logam dapat mengalami penipisan (ironing) dan bila besar clearence melebihi toleransi 20% dapat mengakibatkan terjadinya kerutan.

  f). Strain Ratio

  Strain ratio adalah ketahanan lembaran logam untuk mengalami

  peregangan, bila lembaran memiliki perbandingan regangan yang tinggi maka kemungkinan terjadinya sobekan akan lebih kecil.

  g). Kecepatan Deep Drawing

  Die drawing jenis Punch berada diatas dengan nest dapat diberi

  kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan jenis Die yang menggunakan Blank Holder, kecepatan yang tidak sesuai dapat menyebabkan retak bahkan sobek pada material, masing-masing jenis material mempunyai karakteristik berbeda sehingga kecepatan maksimal masing-masing material juga berbeda. Tabel 2.1 adalah kecepatan maksimal beberapa jenis material yang biasa digunakan untuk sheet

  metal drawing.

Tabel 2.1. Jenis material dan kecepatan maksimal draw dies

  Material Kecepatan

  Alumunium 0,762 m/s Brass 1,02 m/s

  Copper 0,762 m/s Steel 0,279 m/s

  Steel, stainless 0,203 m/s

  Sumber: ( D. Eugene Ostergaard ;1967 : 131)

2.2. Pengenalan Bahan Baku Stainless Steel adalah paduan besi dengan minimal 12% kromium.

  Komposisi ini membentuk protective layer (lapisan pelindung anti korosi) yang merupakan hasil oksidasi oksigen terhadap krom yang terjadi secara spontan. Tentunya harus dibedakan mekanisme protective layer ini dibandingkan baja yang dilindungi dengan coating (misal seng dan cadmium) ataupun cat. Meskipun seluruh kategori Stainless Steel didasarkan pada kandungan krom (Cr), namun eel sesuai aplikasinya. Kategori Stainless Steel tidak halnya seperti baja lain yang didasarkan pada persentase karbon tetapi didasarkan pada struktur metalurginya.

  (Sumbereel ).

  Lima golongan utama Stainless Steel adalah Ferritic Stainless Steel,

  

Martensitic Stainless Steel, Duplex Stainless Steel, Precipitation Hardening

Stainless Steel dan Austenitic Stainless Steel:

  1. Ferritic Stainless Steel Baja jenis ini mempunyai struktur body centered cubic (bcc). Unsur kromium ditambahkan ke paduan sebagai penstabil ferrit. Kandungan kromium umumnya kisaran 10,5-30%. Beberapa type baja mengandung unsur molybdenum, silicon, aluminium, titanium dan niobium. Unsur sulfur ditambahkan untuk memperbaiki sifat mesin. Paduan ini merupakan

  ferromagnetic dan mempunyai sifat ulet dan mampu bentuk baik namun

  kekuatan di lingkungan suhu tinggi lebih rendah dibandingkan baja stainless austenitic. Kandungan karbon rendah pada baja ferritik tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas. Kelompok ini memiliki sifat yang mendekati baja umum (mild steel) tetapi memiliki ketahanan korosi yang lebih baik. Didalam kelompok ini yang paling umum dipakai adalah type 12% Chromium yang banyak dipakai dalam aplikasi struktural dan type 17% Chromium yang banyak dipakai pada aplikasi peralatan rumah tangga, boiler, mesin cuci dan benda-benda arsitektural.

  2. Martensitic Stainless Steel Baja ini merupakan paduan kromium dan karbon yang memiliki struktur martensit body centered cubic (bcc) terdistorsi saat kondisi bahan dikeraskan. Baja ini merupakan ferromagnetic, bersifat dapat dikeraskan dan umumnya tahan korosi di lingkungan kurang korosif. Kandungan kromium umumnya berkisar antara 10,5-18%, dan karbon melebihi 1,2%. Kandungan kromium dan karbon dijaga agar mendapatkan struktur saat proses pengerasan. Karbida lebih meningkatkan ketahanan

  martensit

  aus. Unsur niobium, silicon, tungsten dan vanadium ditambah untuk memperbaiki proses temper setelah proses pengerasan. Sedikit kandungan nikel meningkatkan ketahan korosi dan ketangguhan. Type ini memiliki kekuatan dan kekerasan yang tinggi, dengan ketahanan korosi yang moderate. Aplikasinya terbanyak adalah untuk turbine blade dan untuk pisau.

  3. Duplex Stainless Steel

  Duplex Stainless Steel seperti 2304 dan 2205 (dua angka pertama

  menyatakan persentase Chrom dan dua angka terakhir menyatakan persentase Nikel) memiliki bentuk mikrostruktur campuran austenitic dan

  Ferritic . Duplex ferritic-austenitic memiliki kombinasi sifat tahan korosi

  dan temperatur relatif tinggi atau secara khusus tahan terhadap Stress

  

Corrosion Cracking . Meskipun kemampuan Stress Corrosion Cracking-

  nya tidak sebaik Ferritic Stainless Steel tetapi ketangguhannya jauh lebih baik (superior) dibanding Ferritic Stainless Steel dan lebih buruk dibanding Austenitic Stainless Steel. Sementara kekuatannya lebih baik dibanding Austenitic Stainless Steel (yang diannealing) kira-kira 2 kali lipat. Sebagai tambahan, Duplex Stainless Steel ketahanan korosinya sedikit lebih baik dibanding 304 dan 316 tetapi ketahanan terhadap pitting jauh lebih baik (superior) dibanding 316. Ketangguhannya

  corrosion Duplex Stainless Steel akan menurun pada temperatur dibawah -50 C dan

  diatas 300

  C. Type ini memiliki struktur yang terdiri dari gabungan

  austenit dan ferrite (contoh type 2205, 2507). Type duplex memberikan

  keseimbangan antara kekuatan, ductility dan ketahanan korosi. Aplikasi- nya adalah untuk industri petrokimia, pulp dan perkapalan.

  4. Precipitation Hardening Stainless Steel

  Precipitation Hardening Stainless Steel adalah Stanless Steel yang keras

  dan kuat akibat dari dibentuknya suatu presipitat (endapan) dalam struktur mikro logam. Sehingga gerakan deformasi menjadi terhambat dan memperkuat material SS. Pembentukan ini disebabkan oleh penambahan unsur tembaga (Cu), Titanium (Ti), Niobium (Nb) dan alumunium. Proses penguatan umumnya terjadi pada saat dilakukan pengerjaan dingin (cold work).

5. Austenitic Stainless Steel

  Baja Austenitic Stainless Steel merupakan paduan logam besi-krom-nikel yang mengandung 16-20% kromium, 7-22%wt nikel, dan nitrogen. Logam paduan ini merupakan paduan berbasis ferrous dan struktur kristal face

  centered cubic (fcc). Struktur kristal akan tetap berfasa Austenit bila unsur

  nikel dalam paduan diganti mangan (Mn) karena kedua unsur merupakan penstabil fasa Austenit. Fasa Austenitic tidak akan berubah saat perlakuan panas anil kemudian didinginkan pada temperatur ruang. Baja Stainless

  Austenitic tidak dapat dikeraskan melalui perlakuan celup cepat

  (quenching). Umumnya jenis baja ini dapat tetap menjaga sifat Asutenitic pada temperature ruang, lebih bersifat ulet dan memiliki ketahanan korosi lebih baik dibandingkan baja Stainless Ferritik dan Martensit. Setiap jenis baja Stainless Austenitic memiliki karakteristik khusus tergantung dari penambahan unsur pemadunya. Baja Stainless Austenitic hanya bisa dikeraskan melalui pengerjaan dingin. Material ini mempunyai kekuatan tinggi di lingkungan suhu tinggi dan bersifat cryogenic. Tipe 2xx mengandung nitrogen, mangan 4-15,5%wt, dan kandungan 7%wt nikel. Tipe 3xx mengandung unsur nikel tinggi dan maksimal kandungan mangan 2%wt. Unsur molybdenum, tembaga, silicon, aluminium, titanium dan niobium ditambah dengan karakter material tertentu seperti ketahanan korosi atau oksidasi. Sulfur ditambah pada tipe tertentu untuk memperbaiki sifat mampu mesin. Salah satu jenis baja Stainless Austenitic adalah AISI 304. Baja Austenitic ini mempunyai struktur kubus satuan bidang (face center cubic) dan merupakan baja dengan ketahanan korosi tinggi. Komposisi unsur–unsur pemadu yang terkandung dalam AISI 304 akan menentukan sifat mekanik dan ketahanan korosi. Baja AISI 304 mempunyai kadar karbon sangat rendah 0,08%wt. Kadar kromium berkisar 18-20%wt dan nikel 8-10,5%wt yang terlihat pada Tabel 2.2 Kadar kromium cukup tinggi membentuk lapisan Cr

2 O 3 yang protektif untuk meningkatkan ketahanan korosi.

  Komposisi karbon rendah untuk meminimalisasi sensitasi akibat proses pengelasan. Kelompok ini yang paling banyak ditemukan dalam aplikasi disekitar kita, contohnya: peralatan rumah tangga, tangki, vessel (bejana tekan), pipa, struktur baik yang bersifat konstruksi maupun arsitektural Memiliki kandungan Ni tidak kurang dari 7% yang mengakibatkan terbentuknya struktur Austenit dan memberikan sifat ulet (ductile). Stainless Steel 304, 304L, 316, 316L termasuk ke dalam type ini. Austenitic Stainless Steel bersifat non magnetic. Perbandingan sifat mekanik berbagai jenis Stainless Steel dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Table 2.2. Perbandingan Sifat Mekanik Berbagai Jenis Stainless Steel

  Sumber

Gambar 2.5. Diagram Hubungan Berbagai Jenis Stainless Steel.

  (Sumber

  

2.3. Material Properties

2.3.1. Tensile Test

Gambar 2.6. Specimen Uji Tarik

  (Sumber: Z.Marciniak, J.L. Duncan, S.J.Hu; 2002 : 2)

  2.3.1.1. Diagram Load-Extension Gambar 2.7. Diagram Load-Extension.

  (Sumber: Z.Marciniak, J.L. Duncan, S.J.Hu; 2002 : 2)

  max , dan suatu sifat

  Perpanjangan pada saat tertentu ini adalah Δl

  tensile test total perpanjangan dapat dihitung: ll max

  Ε Tot = x 100% (2.3.1)

  l

2.3.1.2. Kurva Engineering Stress-Strain

  Tegangan adalah besaran pengukuran intensitas gaya atau reaksi dalam yang timbul persatuan luas. Engineering stress: Ρ Ρ

  σ = = eng (2.3.2)

  Α w t Regangan didefinisikan sebagai perubahan ukuran atau bentuk material dari panjang awal sebagai hasil dari gaya yang menarik atau yang menekan pada material. Apabila suatu spesimen struktur material diikat pada jepitan mesin penguji dan diberikan beban serta terjadi pertambahan panjang, dan perubahan panjang mengalami perubahan panjang secara serempak, maka dapat digambarkan pengamatan pada grafik dimana koordinat menyatakan beban atau gaya yang diberikan

  

elastis perbandingan regangan dan tegangan akan linier dan berakhir

  sampai pada titik mulur. Hubungan tegangan dan regangan tidak lagi linier pada saat material mencapai pada batasan fase sifat plastis. Menurut Marciniak (2002) regangan dibedakan menjadi dua, yaitu:

  

engineering strain dan true strain. Engineering Strain adalah regangan

  yang dihitung menurut dimensi benda aslinya (panjang awal). Sehingga untuk mengetahui besarnya regangan yang terjadi adalah dengan membagi perpanjangan dengan panjang semula:

  l lle = x 100% = x 100% (2.3.3) eng l l

  Initial Yield Stress adalah: Ρ y ( σ )

  (2.3.4) f =

  l

Engineering Stress Maksimum disebut Ultimate Tensile Strenght atau

Tensile Strenght :

  Ρ max ΤS =

  (2.3.5) Α

  Modulus Young’s dapat dihitung dengan rumus:

  σ

  ( ) f Ε =

  (2.3.6)

  e y

Gambar 2.8. (a) Kurva tegangan-regangan untuk test kualitas pembentukan lembaran baja yang ditunjukkan pada Gambar 2.7. (b)

  Bagian awal dari diagram di atas dengan skala regangan diperbesar untuk menunjukkan perilaku elastis. (c) Konstruksi yang digunakan untuk menentukan tekanan material dengan bertahap elastis, transisi plastic . (Sumber: Z.Marciniak, J.L. Duncan, S.J.Hu; 2002 : 4).

2.3.1.3. Kurva True Stress–Strain

  True stress adalah tegangan hasil pengukuran intensitas gaya

  reaksi yang dibagi dengan luas permukaan sebenarnya (actual). True

  stress dapat dihitung dengan: Ρ

  σ (2.3.7)

  = Α

  Jika tidak ada perubahan volume selama deformasi, maka: Α l = Α l

  (2.3.8) Sehingga penampang yang terjadi dari penampang awal menjadi:

  l Α = Α l Dengan demikian dapat diperoleh definisi true stress menjadi:

  Ρ l

  σ

  =

  (2.3.9)

  Α l

  Tegangan dan regangan teknik dihubungkan dengan tegangan dan regangan sebenarnya dengan persamaan: = 1 ( )

  σ σ ε

  • T Jika, selama perubahan bentuk benda-coba, panjangnya meningkat dengan jumlah kecil, suatu definisi regangan (strain) bahwa kenaikan regangan adalah perpanjangan per bagian panjangnya yaitu:

  dl d ε =

  (2.3.10)

  l

  kenaikan regangan dapat terintegrasi untuk memberi regangan sebenarnya (true strain) yaitu: l

  dl l

  ε ε (2.3.11) = d = = ln

  ∫ ∫ l l l

  Kurva true stress-strain dihitung dari load-extension diagram diatas dapat dilihat pada Gambar 2.9. Ini dapat juga dihitung dari diagram engineering stress-strain yang menggunakan hubungan:

  e

    Ρ Α l eng

  σ σ σ = . = = = + eng eng 1 (2.3.12)  

  Α Α l 100  

Gambar 2.9. Kurva True Stress-Strain

  (Sumber: Z.Marciniak, J.L. Duncan, S.J.Hu; 2002 : 18) Dan

  e

   eng  ε

  = + ln 1 (2.3.13)  

  100  

  Maximum Uniform Strain dihitung dengan: Ε u  

  ε

  1 100  

  • (2.3.14)
  • u   = ln

      Jika true stress-strain yang diplot pada skala logaritma, seperti pada Gambar 2.10, banyak sampel dari lembaran logam dalam kondisi anil akan menunjukkan karakteristik diagram ini. Pada strain yang rendah dalam kisaran elastis, kurva sekitar linier dengan kemiringan kesatuan, ini sesuai dengan persamaan untuk pedoman elastis:

      σ = Ε ε + or log σ = log Ε log ε (2.3.15)

    Gambar 2.10. Diagram Logaritma True Stress-Strain

      (Sumber: Z.Marciniak, J.L. Duncan, S.J.Hu; 2002 : 7) Pada regangan lebih tinggi, kurva menunjukkan suatu bentuk persamaan: n

      σ ε

      = Κ

      (2.3.16a) Atau

      σ ε

      log = log Κ n log

    • (2.3.16b)

    2.3.1.4. Anisotropy

      Material di mana sifat-sifat yang sama diukur dalam segala keadaan anisotropi biasanya ditunjukkan oleh nilai R. Ini didefinisikan sebagai perbandingan regangan lebar, w = ln (w/w ), ketebalan ε regangan, = ln (t/t ). Dalam beberapa kasus, ketebalan regangan diukur

      t

      ε secara langsung, tetapi dapat dihitung juga dari panjang dan lebar pengukuran dengan menggunakan asumsi volume konstan, yaitu:

      wtl = w t l

      Atau

      w l t

      =

      t wl

      Harga R kemudian,

      w

      ln

      w R =

      (2.3.17)

      w l

      ln

      wl

      Jika perubahan lebar diukur selama pengujian, nilai R dapat ditentukan terus menerus dan beberapa variasi dengan regangan dapat diamati. Seringkali pengukuran diambil pada nilai tertentu keregangan, misalnya di e eng = 15%. Arah di mana nilai R diukur ditunjukkan oleh akhiran, yaitu R , R dan R untuk tes di arah rolling, diagonal dan

      45

      90

      melintang masing-masing. Jika, untuk bahan tertentu, nilai-nilai yang berbeda, lembaran dikatakan anisotropi planar menampilkan dan deskripsi yang paling umum dari ini adalah:

    2 R

    • R R

      9045 R

      (2.3.18)

      ∆ =

      2 yang mungkin positif atau negatif, meskipun dalam baja biasanya positif.

      Jika diukur nilai R berbeda dari kesatuan, ini menunjukkan perbedaan antara rata-rata in-plane dan melalui sifat-tebal yang biasanya ditandai dengan perbandingan anisotropi plastic normal, didefinisikan sebagai: 90 + + R R

      2 R 45 R =

      (2.3.19)

      4

      'Normal' Istilah ini digunakan di sini dalam arti 'tegak lurus' properti untuk bidang lembaran.

    2.3.1.5. Rate Sensitivity

      Strain-rate sensitivity didalam material yang diuraikan oleh

      eksponen, m, didalam persamaan: n m σ ε ε

      = Κ

      (2.3.20)

    Gambar 2.11. Bagian dari suatu diagram Load-Extension yang memper- tunjukkan lompatan di dalam beban mengikuti suatu peningkatan

      mendadak didalam tingkat kecepatan perpanjangan.

      Strain rate adalah: v

      ε =

      (2.3.21)

      L

      di mana L menandakan panjang bagian yang dikurangi paralel benda-coba. Eksponen m dihitung dari cross-head beban dan kecepatan

      cross-head sebelum dan setelah kecepatan berubah, menandakan dengan

      akhiran 1 dan 2 berturut-turut; yaitu; log ( Ρ / Ρ ) 1 2 (2.3.22)

      m =

      log ( v / v ) 1 2

    2.4. Sheet Deformation Processes

    2.4.1. Uniaxial Tension

      Kami menganggap unsur dalam sepotong uji tarik dalam deformasi

      

    uniaksial dan mengikuti proses dari awal perubahan dalam bentuk kecil. Sampai dengan beban maksimum, deformasi seragam dan elemen yang dipilih bisa menjadi besar, dan pada Gambar 2.12, kita mempertimbangkan bagian ukuran keseluruhan. Selama deformasi, permukaan dari elemen akan tetap tegak lurus satu sama lain seperti itu, dengan inspeksi, elemen utama, yaitu tidak ada regangan geser terkait dengan arah utama, 1, 2 dan 3, di sepanjang sumbu, di seluruh lebar dan melalui ketebalan, masing-masing.

      Gambar. 2.12. Mengukur elemen sepotong uji tarik menunjukkan arah utama. (Sumber: Z.Marciniak, J.L. Duncan, S.J.Hu; 2002 : 14)

      2.4.1.1. Principal Strain Increments

      Selama setiap bagian kecil dari proses, peningkatan regangan utama sepanjang sumbu tarik diberikan oleh Persamaan 2.3.10 dan

      dl

      ε

      d = 1

      (2.4.1)

      l yaitu peningkatan panjang per satuan panjang saat ini.

      Demikian pula, di strip dan dalam arah ketebalan melalui penambahan regangan adalah:

      dw dt

      ε ε

      d = dan d = (2.4.2) 2 3 w t

      2.4.1.2. Constant Volume (incompressibility) Condition

      Telah disebutkan bahwa deformasi plastis terjadi pada volume konstan sehingga bahwa penambahan regangan terkait dengan cara berikut. Dengan tidak adanya perubahan dalam volume, diferensial

      volume wilayah pengukur akan menjadi nol, yaitu: d ( ) ( lwt = d l w t ) = dan kita memperoleh: dl x wt + dw x lt + dt x lw =0 atau membaginya dengan lwt:

      dl dw dt

    • =

      l w t

      Yaitu: ε ε ε 1 + + d d d = (2.4.3) 2 3 Jadi untuk deformasi volume konstan, jumlah dari penambahan regangan utama adalah nol.

      2.4.1.3. Stress and Strain Ratios (isotropic material)

      Jika sekarang kita membatasi analisis untuk bahan isotropik, di mana sifat identik akan diukur dalam segala arah, kita bisa menganggap dari simetri bahwa strain dalam arah lebar dan ketebalan akan sama besarnya dan karenanya, dari Persamaan 2.4.3,

      ε ε

      d = d = − 1 ε d 2 3 1

      2 Kita dapat meringkas proses uji tarik untuk bahan isotropik dalam hal kenaikan regangan dengan cara berikut:

      

    dl dw dt

      ε ε ε

      d = ; d = ; d = (2.4.4a) 1 2 3

    l w t

      Sedangkan untuk tegangan adalah sebagai berikut:

      Ρ

      σ σ 1 = ; σ = ; = (2.4.4b) 2 3 Α

      2.4.1.4. True, Natural or Logarithmic Strains

      Bentuk uniaxial dari suatu material isotropic, strain adalah:

      l w

      1 t

      1 ε ε ε ε ε 1 = ln ; = ln = − ; = ln = − (2.4.5) 2 1 3 1

      l w

      2 t

      2 2.4.2.

       Stress and Strain Ratios

      Akan lebih mudah untuk menggambarkan deformasi elemen, seperti pada Gambar 2.13 (b), dalam hal baik β perbandingan regangan atau α.

      Perbandingan tegangan. Untuk proses proporsional, yang merupakan satu- satunya yang kita pertimbangkan, keduanya akan konstan. Konvensi biasa adalah untuk menentukan:

    Gambar 2.13. Tegangan utama dan regangan untuk elemen deformasi dalam

      (a) tegangan uniaksial dan (b) a general plane stress sheet process. (Sumber: Z.Marciniak, J.L. Duncan, S.J.Hu; 2002 : 17).

      Arah utama sehingga

      1 > 2 dan arah ketiga tegak lurus ke permukaan di

      σ σ mana

      3 = 0. demikian modus deformasi:

      σ ; ε 1 β ε (2.4.6)

      ε ; ε = βε = − ( ) + 1 2 1 3 1 σ ; σ 1 σ = ασ ; = 2 1 3 Kondisi volume konstan digunakan untuk memperoleh regangan utama ketiga. Mengintegrasikan peningkatan strain dalam Persamaan 2.4.3. menunjukkan bahwa kondisi ini dapat dinyatakan dalam hal true atau

      natural strains :

      ε ε ε (2.4.7) 1 + + 2 3 = Yakni jumlah dari natural strain adalah nol.

      Untuk uniaxial tension, perbandingan tegangan dan regangan adalah β = -

      1/2 dan α = 0.

    2.4.3. Yielding in Plane Stress

    2.4.3.1. Maximum Shear Stress

      Di permukaan unsur utama di sisi kiri Gambar 2.14, tidak ada tegangan geser. Pada permukaan cenderung pada setiap sudut lainnya, baik tegangan normal dan geser akan bertindak. Pada orientasi permukaan yang berbeda ditemukan bahwa tegangan geser lokal akan mencapai maksimal selama tiga arah tertentu, ini adalah maximum shear

      

    stress planes dan diilustrasikan pada Gambar 2.14. cenderung pada 45

      ke arah pokok dan tegangan geser maksimum dapat ditemukan dari lingkaran Mohr Stress, Gambar 2.15. Tegangan normal juga bertindak atas maximum shear stress planes, tetapi ini belum ditunjukkan dalam diagram. Tiga tegangan geser maksimum untuk elemen adalah:

      σ − σ σ − σ σ − σ 1 2 2 3 3 1 τ = ; τ = ; τ = (2.4.8) 1 2 3

      2

      2

      2 Gambar 2.14. Unsur utama dan tiga maximum shear planes dan

    stresses . (Sumber: Z.Marciniak, J.L. Duncan, S.J.Hu; 2002 : 19).

    Gambar 2.15. Lingkaran Tegangan Mohr yang ditunjukkan tegangan geser maksimum.(Sumber: Z.Marciniak, J.L. Duncan, S.J.Hu; 2002 : 19)

    2.4.3.2. Hydrostatic Stress

      Tekanan hidrostatis adalah rata-rata dari principal stresses dan

      1 + σ σ σ + 2 3

      σ = h (2.4.9)

    3 Hal ini dapat dianggap sebagai tiga komponen yang sama bertindak

      dalam segala arah pada elemen seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.16.

    Gambar 2.16. Sebuah unsur utama menunjukkan bagaimana keadaan tegangan utama dapat terdiri dari komponen hidrostatik dan

      deviatorik.(Sumber: Z.Marciniak, J.L. Duncan, S.J.Hu; 2002 : 19) Tekanan hidrostatis adalah sama pada tekanan hidrostatik p didalam suatu cairan, kalau tidak, dengan konvensi didalam ilmu mekanika zat cair dan gas, p adalah positif untuk tekanan, sedangkan suatu tekanan kompresi adalah negatif, karena;

      σ = − p h Seperti ditandai di atas, mungkin saja diantisipasi bahwa bagian dari tekanan sistem tidak akan berperan untuk kelainan bentuk didalam suatu material yang mengubah bentuk pada volume tetap.

      Sebagaimana ditunjukkan di atas, dapat diantisipasi bahwa bagian dari sistem stress tidak akan memberikan kontribusi terhadap

      deformasi pada deformasi bahan pada volume konstan.

    2.4.3.3. The Deviatoric or Reduced Component of Stress

      Pada Gambar 2.16, komponen tegangan yang tersisa setelah mengurangkan tegangan hidrostatik memiliki makna khusus disebut tekanan deviatorik, atau reduced stresses dan ditentukan oleh; ' ' '

      σ = σ − σ ; σ = σ − σ ; σ = σ − σ (2.4.10a) 1 1 h 2 2 h 3 3 h Dalam plane stress, ini juga dapat ditulis dalam bentuk stress ratio, yaitu

      ' α α α

      2 − ' 2 − 1 '

      1  + 

      σ = σ ; σ = σ ; σ = σ (2.4.10b) 1 1 2 1 3   1

      3

      3

      3  

    Reduced atau deviatoric adalah perbedaan antara tegangan utama dan

    tegangan hidrostatis.

      Teori yielding dan deformasi plastic dapat dijelaskan hanya dalam hal salah satu dari komponen keadaan stress pada suatu titik, yaitu tegangan geser maksimum, atau tekanan deviatorik.

    2.4.3.4. The Tresca Yield Condition

      Salah satu hipotesis yang mungkin adalah bahwa yielding akan terjadi ketika tegangan geser terbesar maksimum mencapai nilai kritis. Dalam uji tarik dimana

      2 = 3 = 0, tegangan geser terbesar maksimum

      σ σ pada yielding adalah = τ crit σf/2. Jadi dalam teori ini, kriteria hasil

      Tresca, yielding akan terjadi dalam proses setiap saat: σ

      σ σ max minf =

      2

      2 atau, yang seperti biasa dinyatakan: σ σ σ (2.4.11) max min f − =

      Dalam plane stress, dengan menggunakan notasi di sini,

      1

      σ akan menjadi tegangan maksimum dan,

      3 =0 through-thickness stress.

      σ Tegangan minimum akan baik

      

    3 jika

    2 adalah positif, atau jika

      2

      σ σ σ adalah negatif. Dalam semua kasus, diameter dari lingkaran Mohr stress dalam Gambar 2.15 akan sama dengan f .

      σ Kriteria Hasil Tresca dalam plane stress dapat digambarkan secara grafis oleh segi enam yang ditunjukkan pada Gambar 2.17.

      Heksagon adalah lokus dari titik P yang menunjukkan keadaan stress di

      yield sebagai perubahan stress rasio

      α. Dalam bahan work-hardening, lokus ini akan memperluas dengan meningkatnya , tetapi disini kita

      f

      σ hanya mempertimbangkan kondisi sesaat di mana tegangan alir konstan.

    2.4.3.5. The von Mises Yield Condition

    Gambar 2.17. Hasil tempat kedudukan untuk plane stress untuk Tresca yield condition. (Sumber: Z.Marciniak, J.L. Duncan, S.J.Hu; 2002 : 21).

      Mengingat didalam hasil uji tarik, dua di antara tegangan geser σ maksimum akan mempunyai nilai

    f

    2 ,sedang yang ketiga adalah nol, kriteria ini dapat dinyatakan secara matematis sebagai: 2 2 2 2

      σ

      2

      2 τ τ τ ( ) f 1 2 + + 3

      =

      3

      3 Atau 1 2 2 2 τ τ τ = σ (2.4.12a) 2 2 + + 3 f

      ( )

      Mengganti tekanan utama untuk tegangan geser maksimum dari Persamaan 2.4.8, hasil kondisi dapat dinyatakan juga sebagai: 2 2 2

      1 σ − σ σ − σ σ − σ = σ + + (2.4.12b)

      ( ) ( ) ( ) { 1 2 2 3 3 1 } f

      2 Dengan menggantikan tegangan deviatoric, yaitu: ' σ σ σ σ 1 = ( 2 − − ) 1 2 3 3 etc. hasil kondisi dapat ditulis sebagai: 2 2 2

      3 ' ' ' 1 2 3 σ σ σ σ (2.4.12c)

      = + + f

      ( )

      2 Untuk keadaan plane stress ditentukan dalam Persamaan 2.4.6, kriterianya adalah:

      2 2 2

      σ − σ σ σ = 1 1 2 2 ( ) 1 − α α σ = σ (2.4.12d) + + 1 f Di ruang principal stress, ini adalah sebuah elips seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.18. Hal ini menegaskan bahwa kedua teori di atas hanya berlaku untuk bahan isotropik dan pendekatan yang masuk akal untuk pengamatan eksperimental. Meskipun ada perbedaan besar dalam bentuk matematika dari dua kriteria, nilai-nilai stress diprediksi untuk setiap nilai tertentu

      α tidak akan berbeda dengan lebih dari 15%. Dalam lingkaran Mohr dari stress, diameter lingkaran terbesar pada

    Gambar 2.15 akan berada dalam kisaran:

      2 σ σ )

      σ ≤a≤ = (1,15 f f f

      3 Gambar 2.18. Yield untuk plane stress untuk von Mises yield condition.

      (Sumber: Z.Marciniak, J.L. Duncan, S.J.Hu; 2002 : 22)

    2.4.4. The Fow Rule

      Perbandingan tegangan: 1:0:0 Perbandingan regangan: 1:-1/2:-1/2 2.4.4.1.

       The Levy–Mises Flow Rule

      Seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.16, deviatorik atau

      reduced stress component , bersama-sama dengan komponen hidrostatik, hidrostatik tidak mungkin untuk mempengaruhi deformasi dalam solid yang deformasi pada volume konstan. Ini adalah hipotesis Peraturan . Ini menyatakan bahwa rasio penambahan regangan

      Arus Levy-Mises

      akan sama dengan rasio tekanan deviatorik, yaitu: ε

      d ε d ε d 1 2 3 ' ' ' = = (2.4.13a)

      σ σ σ 1 2 3 Atau ε ε ε

      d d d 1 2 3 = = (2.4.13b) 2 − α

      2 α − 1 − ( 1 α ) +

Dokumen yang terkait

B. PETUNJUK PENGISIAN - Pengaruh faktor harga, rasa dan kemasansusu Bear Brand terhadap loyalitas konsumen pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Harga 2.1.1Pengertian Harga - Pengaruh faktor harga, rasa dan kemasansusu Bear Brand terhadap loyalitas konsumen pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh faktor harga, rasa dan kemasansusu Bear Brand terhadap loyalitas konsumen pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

0 1 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lateks Alam 2.1.1 Tanaman Karet Alam - Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jack) Terhadap Produk Karet Nanokomposit Dengan Teknik Pencelupan

0 0 16

Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jack) Terhadap Produk Karet Nanokomposit Dengan Teknik Pencelupan

0 0 13

BAB II Kerangka Teori - Analisis Budaya Organisasi Pada Pegawai Samsat Medan

0 1 20

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Kualitas Produk 2.1.1 Definisi Kualitas - Pengaruh Kualitas Produk Dan Citra Merek Terhadap Keputusan Pembelian Smartphone Samsung Di Medan

0 1 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Mahasiswa Asing Di Universitas Sumatera Utara

0 0 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Konsumsi Beberapa teori konsumsi menurut para ahli ekonomi : 2.1.1. Teori Konsumsi Mankiw - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Mahasiswa Asing Di Universitas Sumatera Utara

1 1 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perhitungan Debit dan Luas Genangan Banjir Sungai Babura

0 3 26