DISPARITAS PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN KENDARAAN DINAS DI KABUPATEN PESAWARAN (Studi Perkara Nomor: 25Pid.TPK2013PN.TK dan 26Pid.TPK2013PN.TK) Oleh Muhammad Reynaldy F., Diah Gustiniati, Firganefi. Email: muhammadreynaldy0gmail.
DISPARITAS PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
KORUPSI PENGADAAN KENDARAAN DINAS
DI KABUPATEN PESAWARAN
(Studi Perkara Nomor: 25/Pid.TPK/2013/PN.TK dan 26/Pid.TPK/2013/PN.TK)
Oleh
Muhammad Reynaldy F., Diah Gustiniati, Firganefi.
Abstrak
Setiap pelaku tindak pidana korupsi harus dipidana secara baik secara minimal maupun maksimal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim menjatuhkan putusan berbeda pada perkara tindak pidana korupsi pengadaan kendaraan dinas di Kabupaten Pesawaran Studi dalam Perkara Nomor: 25/Pid.TPK/2013/PN.TK dan 26/Pid.TPK/2013/PN.TK? (2) Apakah disparitas pidana dalam dalam Perkara Nomor: 25/Pid.TPK/2013/PN.TK dan 26/Pid.TPK/2013/PN.TK telah memenuhi unsur keadilan subtantif? Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Dasar pertimbangan hakim menjatuhkan putusan berbeda pada perkara tindak pidana korupsi pengadaan kendaraan dinas di Kabupaten Pesawaran Studi dalam Perkara Nomor: 25/Pid.TPK/2013/PN.TK adalah perbuatan pelaku tidak terbukti sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Selain itu Terdakwa dinyatakan tidak terlibat dalam kegiatan pengadaan kendaraan dinas Bupati Pesawaran dan tidak menerima hasil atau keuntungan atas pembelian kendaraan dinas tersebut. Sementara itu dasar pertimbangan hakim dalam Putusan 26/Pid.TPK/2013/PN.TK adalah perbuatan terdakwa terbukti sebagai tindak pidana korupsi, merugikan keuangan negara dan bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi di Indonesia. (2) Disparitas pidana dalam Perkara Nomor: 25/Pid.TPK/2013/PN.TK dan 26/Pid.TPK/2013/PN.TK belum memenuhi rasa keadilan substantif. karena tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang seharusnya penanganan perkaranya dilakukan secara luar biasa pula, dan pihak- pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam terjadinya atau mempermudah terlaksananya tindak pidana tersebut, seharusnya dipidana sesuai dengan berat atau ringannya kesalahan yang dilakukan, sehingga tidak menciderai rasa keadilan masyarakat yang mengharapkan pemberantasan tindak pidana korupsi. Kata Kunci: Disparitas, Korupsi, Kendaraan Dinas
CRIMINAL DISPARITY ACTORS OF CRIME CORRUPTION
PROCUREMENT SERVICE VEHICLE IN
THE DISTRICT PESAWARAN
(Case Study No: 25/Pid.TPK/2013/PN.TK dan 26/Pid.TPK/2013/PN.TK)
Abstract
Any offender convicted of corruption should be either a minimum or maximum as stipulated in the Law on Corruption Eradication. The problem of this research are: (1) What is the basic consideration different judges ruled on cases of corruption in the procurement of official vehicles District Pesawaran Study in Case Number: 25 / Pid.TPK / 2013 / PN.TK and 26 / Pid.TPK /2013/PN.TK? (2) Is the criminal disparity in the Case Number: 25 / Pid.TPK / 2013 / PN.TK and 26 / Pid.TPK / 2013 / PN.TK has fulfilled the substantive justice? The results showed: (1) Basic considerations different judges ruled on cases of corruption in the procurement of official vehicles District Pesawaran Study in Case Number: 25 / Pid.TPK / 2013 / PN.TK is not proven as a perpetrator acts of corruption as indicted by the public prosecutor. In addition, defendant found not involved in the procurement of official vehicles Regent Pesawaran and do not accept the results or gain on the purchase of official vehicles. While the basic consideration of the judge in Decision 26 / Pid.TPK / 2013 / PN.TK defendant is proven as corruption, financial harm the state and against the spirit of the eradication of corruption in Indonesia. (2) Disparity in the Criminal Case Number: 25 / Pid.TPK / 2013 / PN.TK and 26 / Pid.TPK / 2013 / PN.TK not satisfy the substantive justice. because corruption is an extraordinary crime that should be handling his case done extraordinary anyway, and the parties involved directly or indirectly in or facilitate the implementation of the crime, should be convicted according to the lightness or heaviness of mistakes made, so it does not injure the public sense of justice who expect the eradication of corruption. Keywords: Disparities, Corruption, Vehicle Department
Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalah- gunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang melekat pada jabatannya dan berdampak pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.
kerugian keuangan negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi.
di Provinsi Lampung adalah Tindak pidana korupsi pengadaan kendaran dinas di Kabupaten Pesawaran dilakukan secara bersama-sama melibatkan PNS di Kabupaten Pesawaran (R. Doddy Anugerah Putra Bin Abdurrahman Sarbini) dan pihak ketiga (Atari Bin Notodiharjo). Tindak pidana korupsi ini menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp.127.311.364.,- (Seratus 1 Halim, Pemberantasan Korupsi, Jakarta: Rajawali Press, 2004, hlm. 11. 2 Eddy Mulyadi Soepardi, Memahami Kerugian
Keuangan Negara sebagai Salah Satu Unsur Tindak Pidana Korupsi, Yograkarta: Ghalia Indonesia, 2009, hlm. 2.
duapuluh juta tigaratus sebelas ribu tigaratus enam puluh empat rupiah). R. Doddy Anugerah Putra Bin Abdurrahman Sarbini diputus bebas oleh majelis hakim tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dalam Perkara Nomor: 25/Pid.TPK/2013/ PN.TK. Sementara itu Atari Bin Notodiharjo dalam Perkara Nomor: 26/Pid.TPK/2013/ PN.TK hanya dipidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 2 (dua) bulan, dan membayar denda sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.
I. Pendahuluan
1 Tindak pidana korupsi berdampak pada
3 Permasalahan penelitian adalah: a.
Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim menjatuhkan putusan berbeda pada perkara tindak pidana korupsi pengadaan kendaraan dinas di Kabupaten Pesawaran Studi dalam Perkara Nomor: 25/Pid. TPK/ 2013/ PN. TK dan 26/Pid. TPK/ 2013/ PN.TK? b. Apakah disparitas pidana dalam dalam Perkara Nomor: 25/Pid. TPK/
2 Salah satu perkara tindak pidana korupsi
2013/ PN. TK dan 26/ Pid. TPK/ 2013/ PN.TK telah memenuhi unsur keadilan subtantif?
Berdasarkan latar belakang masalah, maka tujuan penelitian ini adalah: a.
Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim menjatuhkan putusan berbeda pada perkara tindak pidana korupsi pengadaan kendaraan dinas di Kabupaten Pesawaran Studi dalam Perkara Nomor: 25/Pid. TPK/ 3 Disarikan dari Perkara Nomor: 25/Pid.TPK/2013/
PN.TK dan Perkara Nomor: 26/Pid.TPK/2013/
2013/PN.TK dan 26/ Pid. TPK/ 2013/ PN.TK b. Untuk mengetahui disparitas pidana terhadap Perkara Nomor: 25/Pid.
TPK/ 2013/ PN. TK dan 26/ Pid. TPK/ 2013/ PN.TK telah memenuhi unsur keadilan substantif.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber penelitian adalah Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung. Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang. Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hakim dalam hal menjatuhkan pidana kepada terdakwa tindak pidana tidak boleh menjatuhkan pidana kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya (Pasal 183 KUHAP). Alat bukti sah yang dimaksud adalah: (a) Keterangan Saksi; (b) Keterangan Ahli; (c) Surat; (d). Petunjuk; (e) Keterangan Terdakwa, atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan (Pasal 184 KUHAP).
Alat-alat bukti yang sah tersebut menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana, termasuk di dalam tindak pidana korupsi. Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang- Undang Nomor
31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan bahwa pelaku tindak pidana adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
II. Pembahasan A. Dasar Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Putusan Berbeda Pada Perkara Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Kendaraan Dinas di Kabupaten Pesawaran
Berdasarkan pengertian korupsi dalam
Pasal 2 Ayat (1) UUPTPK di atas, maka diketahui bahwa terdapat tiga unsur tindak pidana korupsi yaitu secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara.
Praktiknya di lapangan adalah hakim dalam proses peradilan pidana sebelum memutuskan suatu perkara terlebih dahulu mempertimbangkan berbagai faktor dan menarik fakta-fakta dalam persidangan yang timbul dan merupakan konklusi kumulatif dari keterangan para saksi, keterangan terdakwa, dan barang bukti yang diajukan dan diperiksa di persidangan. Putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana, sehingga dapat Majelis hakim menimbang bahwa dinyatakan bahwa putusan hakim di satu dakwaan primair dinyatakan tidak pihak berguna bagi terdakwa guna terbukti, maka selanjutnya akan memperoleh kepastian hukum tentang dipertimbangkan dakwaan subsidair statusnya dan sekaligus dapat yaitu Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang- mempersiapakan langkah berikutnya Undang Nomor
31 Tahun 1999 terhadap putusan tersebut dalam arti sebagaimana telah diubah dengan dapat berupa menerima putusan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 melakukan upaya hukum verzet , tentang Pemberantasan Tindak Pidana banding, atau kasasi, melakukan grasi, Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 dan sebagainya. KUHP, yaitu:
1. Setiap orang; Disparitas pidana dalam kajian 2.
Dengan tujuan menguntungkan diri penelitian ini terjadi atas dua perkara sendiri atau orang lain atau suatu dengan tindak pidana yang sama yaitu korporasi; tindak pidana korupsi pengadaan
3. kewenangan, Menyalahgunakan kendaraan dinas di Kabupaten kesempatan atau sarana yang ada
Pesawaran: padanya karena jabatan atau 1) kedudukan;
Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 25/Pid.TPK/ 4.
Dapat merugikan keuangan negara 2013/PN.TK dengan Terdakwa R. atau perekonomian negara;
5 Doddy Anugerah Putra Bin 5.
Turut serta; Abdurrahman Sarbini, memutus bahwa terdakwa tidak terbukti Menurut penjelasan FX. Supriyadi, melakukan tindak pidana korupsi hakim sebagai pelaksana dari kekuasaan kendaraan dinas di Kabupaten kehakiman mempunyai kewenangan Pesawaran, sehingga dalam amar dalam peraturan peraturan perundang- putusannya Majelis Hakim memutus undangan yang berlaku, dan hal ini bebas terdakwa. dilakukan oleh hakim melalui
2) putusannya. Fungsi utama dari seorang
Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Perkara Nomor: 26/Pid.TPK/ hakim adalah memberikan putusan 2013/ PN.TK dengan terdakwa Atari terhadap perkara yang diajukan Bin Notodiharjo dipidana penjara kepadanya, di mana dalam perkara selama 1 (satu) tahun dan 2 (dua) pidana, hal itu tidak terlepas dari sistem bulan, dan membayar denda sebesar pembuktian negatif, yang pada Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta prinsipnya menetukan bahwa suatu hak rupiah) dengan ketentuan apabila atau peristiwa atau kesalahan dianggap denda tidak dibayar maka diganti telah terbukti, disamping adanya alat-alat dengan pidana kurungan selama 2 bukti menurut undang-undang juga
4 4 (dua) bulan. ditentukan keyakinan hakim yang 5 Disarikan dari Pengadilan Negeri Tanjung Karang Disarikan dari Pengadilan Negeri Tanjung Karang
Nomor 25/Pid.TPK/2013/PN.TK dan Nomor Nomor 25/Pid. TPK/ 2013/ PN.TK dan Nomor 26/ dilandasi dengan integritas moral yang baik.
Kabupaten Pesawaran pada kedua perkara di atas seharusnya dilaksanakan sesuai dengan Pasal 5 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 jo Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pengadaan barang/jasa pemerintah wajib menerapkan prinsip-prinsip: (1) Efisien, berarti pengadaan barang/jasa pemerintah harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum; (2) Efektif berarti pengadaan barang/jasa pemerintah harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya; (3) Transparan berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat pada umumnya; (4) Terbuka berarti pengadaan barang/jasa pemerintah dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas; (5) Bersaing berarti pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia sebanyak mungkin penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi persyaratan 6 Hasil wawancara dengan FX. Supriyadi. Hakim
Pengadilan Negeri Tanjung Karang. Rabu 18
sehingga dapat diperoleh barang/jasa yang ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam pengadaan barang/jasa; (6) Adil/tidak diskriminatif berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu dengan dan atau alasan apapun; (7) Akuntabel berarti harus sesuai aturan dan ketentuan yang terkait dengan pengadaan barang/jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Ketetapan Pasal 6 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 jo Perpres Nomor 70 Tahun 2012 disebutkan bahwa panitia pengadaan barang/jasa wajib memperhatikan etika pengadaan barang/jasa yang meliputi: (a) melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan Pengadaan Barang/Jasa; (b) bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa; (c) tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat; (d) menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak; (e) menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses Pengadaan Barang/Jasa; (f) menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam Pengadaan Barang/Jasa; (g) menghindari
6 Pengadaan kendaraan dinas di
dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan /atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara; dan (h) tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.
Berdasarkan pengertian seperti ini, maka yang diperhitungkan dalam perubahan atau pengurangan atas pidana adalah kemajuan positif yang dicapai oleh terpidana dan perubahan yang akan menunjang kemajuan positif yang lebih besar lagi. Ketentuan lain yang menunjukkan bahwa pemidanaan kepada pelaku bertujuan untuk mencapai perbaikan kepada pelaku sebagai tujuan pemidanaan. Apabila suatu tindak pidana diancam dengan pidana pokok secara alternatif, maka penjatuhan pidana pokok yang lebih ringan harus lebih diutamakan apabila hal itu dipandang telah sesuai dan dapat menunjang tercapainya tujuan pemidanaan.
Menurut penjelasan FX. Supriyadi diketahui bahwa pemidanaan sebagai ganjaran negatif terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh warga masyarakat sehingga pandangan ini melihat pemindanaan hanya sebagai pembalasan terhadap kesalahan yang dilakukan atas dasar tanggungjawab moralnya. Selain itu pemidanaan dapat bermanfaat dalam untuk mencapai situasi atau keadaan yang ingindihasilkan dengan dijatuhkannya pidana itu. Di satu pihak, pemidanaan dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau tingkah laku terpidana dan di pihak lain pemidanaan itu juga dimaksudkan untuk mencegah orang lain dari kemungkinan melakukan perbuatan yang serupa.
7 B.
Unsur Keadilan Substantif Disparitas Pidana dalam Perkara Nomor: 25/Pid. TPK/ 2013/PN.TK dan 26/ Pid. TPK /2013/PN.TK
Keadilan substantif dimaknai keadilan yang diberikan sesuai dengan aturan- aturan hukum substantif, dengan tanpa melihat kesalahan-kesalahan prosedural yang tidak berpengaruh pada hak-hak substantif penggugat. Ini berarti bahwa apa yang secara formal-prosedural benar bisa saja disalahkan secara materiil dan substansinya melanggar keadilan. Demikian sebaliknya, apa yang secara formal salah bisa saja dibenarkan jika secara materiil dan substansinya sudah cukup adil (hakim dapat menoleransi pelanggaran prosedural asalkan tidak melanggar substansi keadilan). Dengan kata lain, keadilan substantif bukan berarti hakim harus selalu mengabaikan ketentuan undang-undang, melalui keadilan substantif berarti hakim bisa mengabaikan undang-undang yang tidak memberi rasa keadilan, tetapi tetap berpedoman pada formal-prosedural undang-undang yang sudah memberi rasa keadilan sekaligus menjamin kepastian hukum.
8 Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi
pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dalam Putusan Nomor: 7 Hasil wawancara dengan FX. Supriyadi. Hakim
Pengadilan Negeri Tanjung Karang. Rabu 18 Februari 2015. 8
25/Pid. TPK/2013/ PN.TK, memvonis bebas R. Doddy Anugerah Putra Bin Abdurrahman Sarbini dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan kendaraan Dinas di Kabupaten Pesawaran. Sementara itu Atari Bin Notodiharjo dalam Perkara Nomor: 26/ Pid. TPK /2013/ PN.TK hanya dipidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 2 (dua) bulan, dan membayar denda sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.
Ditinjau dari perspektif rasa keadilan masyarakat, putusan bebas pengadilan tersebut tidak relevan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pemidanaan Agar Setimpal dengan Berat dan Sifat Kejahatannya, yang menyatakan bahwa kecenderungan meningkatnya kualitas dan kuantitas tindak pidana terutama di bidang ekonomi memerlukan penanganan serta kebijakan pemidanaan secara khusus. Oleh karena itu terhadap tindak pidana korupsi, Mahkamah Agung mengharapkan supaya pengadilan menjatuhkan pidana yang sungguh- sungguh setimpal beratnya dan sifat tindak pidana tersebut jangan sampai menjatuhkan pidana yang menyinggung rasa keadilan di dalam masyarakat.
Putusan bebas yang dijatuhkan majelis hakim dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan kendaraan dinas di Kabupaten Pesawaran bertolak belakang dengan semangat dan maksud Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2000, karena terdakwa justru divonis bebas sehingga menimbulkan pandangan negatif masyarakat terhadap proses penegakan hukum tindak pidana korupsi. Menurut penjelasan Maroni, diketahui bahwa pandangan negatif masyarakat terhadap hakim dapat dihindari dengan memutus perkara secara adil dan teliti, sehingga tidak menimbulkan kesenjangan terhadap suatu putusan. Dari dalam diri hakim hendaknya lahir, tumbuh dan berkembang adanya sikap/sifat kepuasan moral jika keputusan yang dibuatnya dapat menjadi tolak ukur untuk kasus yang sama, sebagai bahan referensi bagi kalangan teoritis dan praktisi hukum serta kepuasan nurani jika sampai dikuatkan dan tidak dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung jika perkara tersebut sampai ke tingkat banding atau kasasi. Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di dalamnya, yaitu mulai dari perlunya kehati-hatian serta dihindari sedikit mungkin ketidakcermatan, baik bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya kecakapan teknik dalam membuatnya.
9 Sesuai uraian di atas maka dapat
dianalisis bahwa dalam pengadaan barang dan jasa harus dilaksanakan secara sehat dan transparan, sehingga tidak ada monopoli atau persekongkolan di dalam tender. Pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan secara sehat mencerminkan nilai-nilai tata kelola yang pemerintahan yang baik, sehingga setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk 9 Hasil wawancara dengan Maroni, Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. berpartisipasi dalam pengadaan barang dan jasa. Menurut penjelasan Maroni selaku akademisi, mengingat impikasi yang ditimbulkan atas adanya kecurangan dalam pelaksanaan tender, pemerintah juga senantiasa memperbaharui peraturan tentang pengadaan barang dan/jasa di sektor publik dengan menetapkan pembaharuan Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah berikut amandemennya. Peraturan tersebut dimaksud agar pegadaan barang dan/atau jasa pemerintah dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien, dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, serta perlakuan yang adil dan layak bagi semua pihak terkait, sehingga hasilnya dapat dipertanggung-jawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat.
Simpulan 1.
Dasar pertimbangan hakim menjatuhkan putusan berbeda pada perkara tindak pidana korupsi pengadaan kendaraan dinas di Kabupaten Pesawaran Studi dalam Perkara Nomor: 25/Pid.TPK/2013/PN.TK adalah perbuatan pelaku tidak terbukti sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Selain itu Terdakwa dinyatakan tidak terlibat dalam kegiatan pengadaan kendaraan dinas Bupati Pesawaran dan tidak 10 Hasil wawancara dengan Maroni, Akademisi
Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
menerima hasil atau keuntungan atas pembelian kendaraan dinas tersebut. Sementara itu dasar pertimbangan hakim dalam Putusan 26/Pid.TPK/2013/PN.TK adalah perbuatan terdakwa terbukti sebagai tindak pidana korupsi, merugikan keuangan negara dan bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi di Indonesia.
2. Disparitas pidana dalam dalam Perkara Nomor: 25/Pid.
TPK/2013/PN.TK dan 26/Pid. TPK/2013/PN.TK belum memenuhi rasa keadilan substantif. karena tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang seharusnya penanganan perkaranya dilakukan secara luar biasa pula, dan pihak- pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam terjadinya atau mempermudah terlaksananya tindak pidana tersebut, seharusnya dipidana sesuai dengan berat atau ringannya kesalahan yang dilakukan, sehingga tidak menciderai rasa keadilan masyarakat yang mengharapkan pemberantasan tindak pidana korupsi.
10 III.
DAFTAR PUSTAKA
Penegakan Hukum dalam Batas- Batas Toleransi ). Jakarta:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana
Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 26/ Pid.TPK /2013/PN.TK
Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 25/Pid. TPK/ 2013/PN.TK
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Universitas Brawijaya. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas
Kedudukan dan Peranan Perusahaan Daerah Dalam Pelaksanaan yang Nyata dan Bertanggungjawab . Jawa Timur,
Syamsudin Alhabsji dan Soedjoto. 2001.
BUMN dan BUMD, Jakarta, Lentera.
Fakutas Hukum Universitas Pakuan. Sri Maemunah, 2003, Revitalisasi
Memahami Kerugian Keuangan Negara sebagai Salah Satu Unsur Tindak Pidana Korupsi. Bogor:
Sinar Grafika. Soepardi, Eddy Mulyadi. 2009.
oleh Hakim dalam Persfektif Hukum Progresif , Jakarta:
Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum
Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum.
Alatas, Syed Husein. 1983. Sosiologi
Korupsi, Sebuah Penjelajahan Dengan Data Kontemporer ,
Peradilan Pidana Indonesia
Bandung: Citra Aditya Bakti. Reksodiputro, Mardjono. 1994. Sistem
Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan.
_______. 2001. Masalah Penegakan
Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung: Alumni.
Nawawi Arief, Barda dan Muladi. 1992.
Bandung: Citra Adityta Bakti. Mulyadi, Lilik. 2007. Kekuasaan Kehakiman, Surabaya: Bina Ilmu.
Hukum Pidana Indonesia .
Indonesia. Lamintang, P.A.F. 1996. Dasar-Dasar
Hukum Pidana dan Acara Pidana . Jakarta: Ghalia
Hamzah, Andi. 2001. Bunga Rampai
Rineka Cipta, Halim, Abdul. 2004. Pemberantasan Korupsi . Jakarta: Rajawali Press.
Tingkat Kinerja BUMD . Jakarta,
Jakarta: LP3ES. Andriyanto, W.A. 1998. Penilaian
(Melihat Kejahatan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia.