Pola Sebaran Dan Analisis Ekonomi Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus di Desa Telagah Kec. Sei Binggei, Kab. Langkat)

  

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan

  Hutan secara singkat dan sederhana definisikan sebagai suatu ekosistim yang didominasi oleh pohon. Jhon A. Helms (1998) dalam suharjito (2007) memberi pengertian bahwa hutan adalah suatu ekosistim yang dicirikan oleh penutupan pohon yang kurang lebh padat dan tersebar, sering kali terdiri dari tegakan-tegakan yang beragam ciri-cirinya seperti komposisi jenis, struktur, kelas, umur, dan proses-proses yang terkait, dan umumnya mencakup padang rumput, sungai-sungai kecil, ikan dan satwa liar.

  Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan merupakan sumber daya alam yang banyak berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Menurut Undang-Undang Kehutanan No.41 tahun 1999 tentang kehutanan menyatakan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Awang dkk, 2001).

  Hutan Rakyat

  Hutan rakyat pada dasarnya hutan milik baik secara perorangan, kelompok, marga maupun badan hukum yang merupakan hutan buatan yang terletak di luar kawasan hutan negara. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik, baik secara perorangan maupun kelompok dengan status di luar kawasan hutan Negara. Biasanya luas minimum adalah 0,25 hektar dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50 % dan atau pada tanaman tahun pertama sebanyak minimal 500 tanaman. Menurut Undang- Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Dengan demikian hutan hak dapat disebut sebagai hutan rakyat/tanaman rakyat (Dephut, 1989).

  Dalam UU No.41/1999, hutan rakyat dimaksudkan sebagai hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik. Definsi diberikan untuk membedakannya dari hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh diatas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Dalam pengertian ini, tanah Negara mencakup tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat berdasarkan ketentuan- ketentuan atau atauran-aturan adat atau aturan-aturan masyarakat lokal (hukum adat) (Suharjito, 2007)

  Menurut Jaffar (1993), sasaran pembangunan hutan rakyat adalah lahan milik dengan kriteria : 1. areal kritis dengan keadaan lapangan berjurang dan bertebing yang mempunyai kelerengan lebih dari 30%; 2. areal kritis yang telah diterlantarkan atau tidak digarap lagi sebagai lahan pertanian tanaman pangan semusim; 3. areal kritis yang karena pertimbangan-pertimbangan khusus seperti untuk perlindungan mata air dan bangunan pengairan perlu dijadikan areal tertutup dengan tanaman tahunan;

  4. lahan milik rakyat yang karena pertimbangan ekonomi lebih menguntungkan bila dijadikan hutan rakyat daripada untuk tanaman semusim.

  Sedangkan tujuan pembangunan hutan rakyat adalah (Jaffar 1993) :

  1. meningkatkan produktivitas lahan kritis atau areal yang tidak produktif secara optimal dan lestari;

  2. membantu penganekaragaman hasil pertanian yang dibutuhkan masyarakat; 3. membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan dan bahan baku industri serta kayu bakar;

  4. meningkatkan pendapatan masyarakat tani di pedesaan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya;

  5. memperbaiki tata air dan lingkungan, khususnya pada lahan milik rakyat yang berada di kawasan perlindungan daerah hulu DAS.

  Pada umumnya hutan rakyat terdiri dari satu jenis pohon (monokultur) atau beberapa jenis pohon yang ditanam secara campuran sebagai usaha kombinasi berupa tanaman kayu-kayu dan tanaman semusim. Dewasa ini kayu yang dihasilkan dari hutan rakyat semakin banyak diminati oleh para pengusaha sebagai bahan baku industri seperti pulp dan kayu pertukangan karena mempunyai kualitas kayu yang baik (Darusman dan Hardjanto, 2006).

  Sesuai dengan keputusan menteri kehutanan nomor 101/KPR-V/1996 hutan rakyat adalah hutan yang tumuh diatas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha dan penutupan pajak tanaman kayu-kayuan lebih dari 50% dan atau pada tanaman tahun pertama sebanyak 500 pohon tiap Ha. Pada umumnya hutan rakyat merupakan hutan buatan, melalui, penanaman tanaman tahunan (tanaman keras) dilahan hak milik, baik secara perorangan, marga maupun kelompok (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, 2008)

  Data mengenai luas dan status hutan rakyat belum memadai, bahkan dalam konflik-konflik kewilayahan dengan HPH dan penggunaan lahan lainnya, hutan- hutan rakyat ini sering demikian mudah dikalahkan. Secara rasional, pengembangan hutan rakyat dimulai sejak digalakkannya Program Penghijauan pada tahun 1960-an. Meskipun program tersebut bersifat nasional, namum pengembangan hutan rakyat sampai saat ini masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.

  Pengembangan hutan rakyat di Luar Jawa belum mendapatkan perhatian serius baik dari pemerintah maupun dari masyarakat sendiri. (Widayati dan Riyanto, 2005).

  Hutan rakyat bambu tanamannya hidup merumpun, kadang-kadang ditemui berbaris membentuk suatu garis pembatas dari suatu wilayah desa yang identik dengan batas desa di Jawa. Penduduk desa sering menanam bambu di sekitar rumahnya untuk berbagai keperluan. Bermacam-macam jenis bambu bercampur ditanam di pekarangan rumah. Pada umumnya yang sering digunakan oleh masyarakat di Indonesia adalah bambu tali, bambu petung, bambu andong dan bambu hitam (Widjaja, 1985).

  Bambu mudah menyesuaikan diri dengan kondisi tanah dan cuaca yang ada, serta dapat tumbuh pada ketinggian sampai dengan 3800 m di atas permukaan laut. Bambu tumbuh berumpun dan memiliki akar rimpang, yaitu semacam buhul yang bukan akar maupun tandang. Bambu memiliki ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini, tumbuh akar-akar yang memungkingkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan setiap ruasnya, disamping tunas-tunas rimpangnya (Widjaja, 1985).

  Bambu merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan mulai dari benda kerajinan, bahan makanan, bahan industri, sampai kepada bahan konstruksi.

  Diantara pemanfaatan bambu antara lain digunakan sebagai topi, kursi, meja, lemari, alat musik angklung, sayur (rebung), kertas, dan bahan bangunan.

  Kegunaan ini tidak hanya dikenal dibeberapa negara saja melainkan hampir di seluruh dunia sejak dahulu kala (Widjaja, 1985)

  Bambu Morfologi Tanaman Bambu

  Gambar 1. Bambu Tanaman bambu dapat tumbuh pada tanaman bereaksi masam dengan pH

  3,5 dan pada umumnya menghendaki tanah yang pH nya 1,0 sampai 6,5. pada tanah yang subur tanaman akan tumbuh baik karena kebutuhan makanan bagi tanaman tersebut akan terpenuhi (Berlian dan Estu, 1995) Bambu sebagai salah satu tumbuhan daerah tropis dan subtropik.

  Termasuk dalam devisi spermatophyta, subdevisi angiospermae, klas monocotyledonae, ordo Graminales, family graminiae, sub family bamusoideae.

  Secara alami bambu dapat tumbuh pada hutan primer maupun hutan skunder (bekas perladangan dan belukar). Pada umumnya bambu menghendaki tanah subur, sedangkan jenis lainnya dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur. memiliki curah hujan yang cukup, minimal 1000 mm/thn ( Arianasta, 2005).

  Berikut ini urutan klasifikasi bambu: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta SubDivisio : Angiospermae Class : Monocotyledoneae Ordo : Graminales (Poales, Glumiflorae) Famili : Graminiae Subfamili : Bambusoideae

  Syarat Tumbuh Bambu 1.

Topografi

  Tanaman bambu dijumpai tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi 100 – 2200 m di atas permukaan laut. Walaupun demikian tidak semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik pada semua ketinggian tempat, namun pada tempat-tempat yang lembab atau pada tempat yang kondisi curah hujannya tinggi dapat mencapai pertumbuhan terbaik, seperti di tepi sungai, di tebing-tebing yang curam. Pada tempat-tempat yang disenangi, umur tanaman 4 tahun perumpunan sudah dapat terjadi secara normal dimana jumlah rumpun sudah dapat mecapai 30 batang dengan diameter rata-rata di atas 7 cm (Nur dan Rahayu, 1995). Secara umum di lokasi pengembangan bambu bentuk topografi mulai dari berombak sampai bergunung. Satuan topografi mulai dari berombak sampai bergunung. Satuan topografi berombak mempunyai kemiringan 3 – 8%, bergelombang 9 – 15% dan bergunung > 30% (Nur dan Rahayu, 1995).

  2. Iklim Umumnya tanaman bambu dapat tumbuh dengan baik dan tersebar di mana-mana, walaupun dalam pertumbuhannya dapat dipengaruhi oleh keadaan iklim. Unsur-unsur iklim meliputi sinar matahari, suhu, curah hujan dan kelembaban. Tempat yang disukai tanaman bambu adalah lahan yang terbuka di mana sinar matahari dapat langsung memasuki celah-celah rumpun sehingga proses fotosintesis dapat berjalan lancar, selain itu juga dapat mencegah tumbuhnya cendawan yang akan mengganggu kesuburan tanaman bambu dan dapat berakibat merubah warna bambu tersebut menjadi kurang baik. Lingkungan yang sesuai untuk tanaman bambu adalah bersuhu 8,8 - 36°C. Type iklim mulai dari A, B, C, D sampai E (mulai dari iklim basah sampai kering), semakin basah type iklim makin banyak jenis bambu yang dapat tumbuh. Ini disebabkan tanaman bambu termasuk tanaman yang banyak membutuhkan air yaitu curah hujan minimal 1020 mm/ tahun dan kelembaban minimum 76% (Nur dan Rahayu, 1995).

  3. Tanah Jenis tanah di lokasi praktek mulai dari tanah berat sampai ringan dan mulai dari tanah subur sampai kurang subur. Karena topografi lokasi peta bergelombang sampai berbukit, maka lembah merupakan tempat yang subur, sedangkan pada bagian-bagian bukit yang didominasi oleh pasir yang rata-rata kandungan haranya sangat rendah menyebabkan pada bagian ini kurang subur. Sifat fisik tanah pada lokasi praktek dengan pH 5,11 dan memiliki kandungan unsur hara makro (N dan K) dalam kondisi rata-rata rendah sedangkan P yang tersedia dalam keadaan cukup sedangkan kandungan bahan organik tanah juga sangat rendah yang rata-rata 1,81 %. Rata-rata suhu pada siang hari waktu musim penghujan adalah 21°C dengan kelembaban mencapai 75,1 % sedangkan pada musim kemarau rata-rata suhu pada siang hari dapat mencapai 25,83°C dan kelembaban udara rata 61 % (Nur dan Rahayu, 1995).

  Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga Hiant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa pada umur 4-5 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas- ruas berongga kadang-kadang masif, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas atau cabang. Akar bambu terdiri dari rimpang (rhizon) berbuku dan beruas, pada buku akan ditumbuhi oleh serabut dan tunas yang dapat tumbuh menjadi batang (Widjaja, 1985).

  Bambu memiliki beberapa karakteristik yang menurut Swara (1997) ada terbagi atas lima karakteristik dari bambu :

  1. Memiliki batang berbentuk pipa 2.

  Mempunyai lapisan khusus pada bagian luar dan dalam pipa , bagian luar memiliki kekuatan hamper dua kali lipat bagian dalam

  3. Memiliki buku-uku 4.

  Kuat dalam arah axial, dan 5.

Tidak ada ray cells, Sehingga cairan mudah bergerak

  Tanaman di tanam berderet membentuk teras pada sebuah lereng jadi sabuk gunung maka kekuatannya luar biasa. Akar bambu akan saling terkait dan mengikat antar rumpun. Rumpun berikut serasah dibawahnya juga akan menahan top soil (lapisan tanah permukaan yang subur) hingga tidak hanyut di bawa air hujan.

  Hutan rakyat bambu tanamannya hidup merumpun, kadang-kadang ditemui berbaris membentuk suatu garis pembatas dari suatu wilayah desa yang identik dengan batas desa di Jawa. Penduduk desa sering menanam bambu di sekitar rumahnya untuk berbagai keperluan. Bermacam-macam jenis bambu bercampur ditanam di pekarangan rumah. Pada umumnya yang sering digunakan oleh masyarakat di Indonesia adalah bambu tali, bambu petung, bambu andong dan bambu hitam (Widjaja, 1985).

  Manfaat Bambu

  Bambu merupakan salah satu tanaman ekonomi yang digolongkan dalam hasil hutan non kayu. Meskipun demikian, manfaat bambu dalam kegiatan konservasi sangat baik untuk menahan erosi dan sedimentasi, terutama di daerah bantaran sungai yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten Magelang. Dalam konteks tata air, bambu juga efektif untuk menahan run off air, sehingga banyak berfungsi di daerah tangkapan air. Bambu juga memiliki kemampuan peredam suara yang baik dan menghasilkan banyak oksigen sehingga dapat ditanam di pusat pemukiman dan pembatas jalan raya (Diniaty dan Sofia,2000). bambu dapat dibuat alat musik tradisional yang menghasilkan nada dan alunan suara yang khas, faktor ketepatan memilih jenis dan tingkat pengeringan diperlukan guna memperoleh kualitas yang memadai. Contoh yang terkenal alat musik yang terbuat dari bambu adalah seruling, angklung, gambang, calung, kentong, dll. Pembuatan alat musik dari bambu dituntut pengetahuan nad dan ketelatenan penanganan pekerjaan, misalnya pada pembuatan angklung, bambu dipilih dari jenis bambu tertentu, bambu temen, bambu hitam, bambu lengka dan bambu tali cocok dipergunakan untuk membuat kerangkanya, waktu penebangan harus cukup umur (2-3 tahun) tepat waktunya yakni pada musim kemarau. Setelah bamboo dibentuk, kemudian distem nadanya sebelum dan sesudah dipasang tabung-tabung nadanya (Batubara, 2002).

  Manfaat bambu secara ekonomis dan ekologis, antara lain, bila dibandingkan dengan komoditas kayu, tanaman bambu mampu memberikan peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar hutan dalam waktu relatif cepat, yaitu 4-5 tahun.

  Gambar 2. Produk Bambu yang sudah siap dipasarkan Manfaat ekonomis lainnya adalah pemasaran produk bambu baik berupa bahan baku sebagai pengganti kayu maupun produk jadi antara lain berupa sumpit (chop stick); barang kerajinan (furniture); bahan lantai (flooring); bahan langit-langit (ceiling) masih sangat terbuka untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun ekspor. Dari sisi ekologis, tanaman bambu memiliki kemampuan menjaga keseimbangan lingkungan karena sistem perakarannya dapat mencegah erosi dan mengatur tata air serta dapat tumbuh pada lahan marginal (Diniaty dan Sofia,2000). Dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia, bambu memegang peranan sangat penting. Bahan bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat- sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan. Bambu menjadi tanaman serbaguna bagi masyarakat pedesaan. Bambu adalah tanaman yang sangat cepat tumbuh, paling tidak dalam 3 tahun menjadi tanaman yang tinggi dan lebat. Kedua, menghasilkan oksigen 35%lebih banyak dibandingkan tanaman biasa, maka apabila ingin menghasilkan target jumlah oksigen untuk suatu wilayah atau kota, dapat tercapai lebih cepat karena pertumbuhannya yang cepat dibandingkan tanaman biasa. Ketiga, selain menghasilkan oksigen lebih banyak, bambu juga menyerap karbondioksida lebih banyak, sehingga patut dipikirkan untuk menanam tanaman bambu hias lebih banyak di daerah perkotaan untuk mengurangi efek polusi yang menjadi-jadi yang sebagian besar diakibatkan kendaraan bermotor. Keempat, tanaman bambu dapat meningkatkan muka air tanah dan meningkatkan penyerapan air oleh tanah. Oleh karenanya perlu dimanfaatkan untuk ditanam di daerah yang sulit air baik karena tanahnya cenderung kering atau karena dalamnya permukaan air tanah. Kelima dapat menahan longsor tanah lebih baik dibandingkan pepohoanan biasa, ini dikarenakan karena akar bambu tipe akar serabut, sama halnya dengan pohon kelapa (namun bambu masih dalam golongan rerumputan) (Diniaty dan Sofia, 2000).

  Potensi Tanaman Bambu

  Bambu adalah tanaman yang memiliki kegunaan yang sangat beragam, banyak lapisan masyrakat yang menjadikan bambu sebagai salah satu sumber kehidupan sehari-hari. Bambu merupakan tanaman yang mempunyai pertumbuhan sangat cepat yaitu 80-100 hari sudah siap panen. Indonesia, khususnya Jawa, Sumatera dan Sulawesi merupakan wilayah sangat sangat cocok untuk pertumbuhan bambu. Berdasarkan data Global Forest Resources luas

  Assessment Update 2005 Indonesia Country Report On Bamboo Resources, tanaman bamboo Indonesia mencapai 1.414.375 ha.

  Keawetan bambu cepat menurun kualitasnya karena kadar air yang masih tinggi dan besarnya kandungan pati di dalam buluh. Bambu langsung ditaruh di tempat terbuka dan berhubungan dengan tanah keawetannya 1-3 tahun, tetapi dapat bertahan sampai 7 tahun apabila mengalami keawetan. Sebagai tanaman yang merakyat, bambu memiliki status dan nilai sosial yang mendalam maknanya. Beberapa saat yang lalu masyarakat pedesaan di Jawa tengah akan merasa dari kalangan rendah atau miskin jika harus membeli bambu untuk membuat dinding atau pereabotan rumah tangga. Namun di lain pihak masyarakat kalangan menengah ke atas lebih menyukai bambu sebagai suatu produk yang dekat pada alam dan memiliki nilai seni yang tinggi, misalnya meja kursi dan perabotan rumah tangga dari bahan bambu (Batubara, 2002)

  Berdasarkan data base INBAR (International Bambu and Rattan) pada tahun 2005, perdagangan bambu internasional bernilai sekitar US$ 5.5 billion pertahun . Sedangkan pada tahun 2007 telah meningkat menjadi US$ 7 billion pertahun. Pertumbuhan pasar global diprediksikan mencapai 15-17 biillion pertahun pada tahun 2017 mendatang Menurut INBAR dalam Fajriyanto (2008) Pada awal tahun 2002 sampai dengan akhir 2004 ekspor bambu mulai meningkat sampai dengan 46,5%. Nilai ekspor bambu indonesia dari tahun 2002 sampai 2004 diberikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Ekspor bambu Indonesia

  Quantity Tahun Value (USD) (Metric Ton)

  2002 1.083.000 1665 2003 1.927.000 6642 2004 2.237.000 8333 www.inbar.int

  Diindonesia ekspor bambu sudah sangat meluas itu dikarenakan ekspor bambu ini sudah menjangkau negara Eropa dan Asia, dimana Eropa mencapai ($ 426.000), Asia ($1.367.000), North and Central America ($363.000) dan Amerika Selatan mencapai ($ 320.000). Hal ini menunjukan bahwa pasar industri bambu masih sangat menjanjikan bagi indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil dan pengekspor bambu terbesar di Asia selain China dan Vietnam.

  Nilai Ekonomi Bambu

  Secara ekonomi kita ketahui hutan rakyat dapat menambah keuntungan bagi sipemilik hutan rakyat, menambah lapangan kerja dan juga dapat meningkatkan pendapatan daerah setempat. Sedangkan secara ekologi hutan rakyat dapat membantu dalam mencegah erosi, memperbaiki tingkat kesuburan tanah. Oleh karena itu hutan rakyat dapat dijadikan sebagai suatu alternatif dalam peningkatan lahan kritis dan juga untuk meningkatkan suatu pendapatan ekonomi.

  Nilai (value) merupakan persepsi manusia tentang makna/manfaat/kegunaan yang diberikan kepada sesuatu pada tempat dan waktu tertentu. Kegunaan, kepuasan dan kesenangan merupakan istilah-istilah lain yang berkonotasi sama dengan nilai atau harga. Persepsi itu sendiri merupakan ungkapan, pandangan seseorang (individu) tentang atau terhadap sesuatu benda, dengan proses pemahaman melalui pancaindera yang diteruskan ke otak untuk proses pemikiran, kemudian disini berpadu dengan harapan atau norma-norma kehidupan yang sangat melekat pada individu atau masyarakat tersebut (Dransfield, 1996).

  Dalam melakukan penilaian ekonomi suatu barang atau jasa dapat dilakukan dalam beberapa metode yaitu : metode nilai pasar, metode nilai relatif, dan metode biaya pengadaan. Metode nilai pasar digunakan jika barang/jasa tersebut sudah memiliki nilai pasar. Nilai pasar adalah harga barang atau jasa yang di tetapkan penjual dan pembeli di pasar. Penilaian ekonomi dengan metode nilai pasar akan di anggap paling baik dengan catatan nilai pasar itu tetap tersedia (Affandi dan Patana, 2002).

  Pengembangan pengusahaan hasil hutan bukan kayu, terutama bambu merupakan upaya strategis karena beberapa alasan. Pertama, bambu merupakan komoditas substitusi kayu, rotan dan bahan plastik sehingga berkembangnya pengusahaan bambu dapat berperan dalam mendorong pengembangan diversifikasi bahan baku industri pengguna seperti industri mebeler, kerajinan, panel dan bahan bangunan. Hal ini dapat diharapkan akan membantu mengurangi masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh industri bahan plastik dan menekan proses penurunan produktivitas hutan alam sebagai penghasil kayu dan rotan.

  Kedua, pengusahaan bambu telah lama digeluti oleh masyarakat golongan ekonomi lemah sehingga berkembangnya pengusahaan bambu dapat berdampak positif bagi upaya mempercepat pengurangan kesenjangan pendapatan. Ketiga, dari sisi silvikultur, bambu berumur relatif pendek, terbaik 3 tahun, sehingga dari sisi pengembalian investasi lebih kompetitif misalnya dari rotan atau sengon (umur terpendeknya, 5-10 tahun) dan karenanya berpeluang diminati investor (Astana, 2001)

  Alasan mengapa seseorang membeli produk tertentu atau alasan mengapa membeli pada penjual tertentu akan merupakan faktor yang sangat penting bagi perusahaan dalam menentukan desain produk, harga, saluran distribusi, dan program promosi yang efektif, serta beberapa aspek lain dari program pemasaran perusahaan. Adapun beberapa teori perilaku konsumen adalah sebagai berikut:

  1. Teori Ekonomi Mikro. Teori ini beranggapan bahwa setiap konsumen akan berusaha memperoleh kepuasan maksimal. Mereka akan berupaya meneruskan pembeliannya terhadap suatu produk apabila memperoleh kepuasan dari produk yang telah dikonsumsinya, di mana kepuasan ini sebanding atau lebih besar dengan marginal utility yang diturunkan dari pengeluaran yang sama untuk beberapa produk yang lain.

  2. Teori Psikologis. Teori ini mendasarkan diri pada faktor-faktor psikologis individu yang dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan lingkungan. Bidang psikologis ini sangat kompleks dalam menganalisa perilaku konsumen, karena proses mental tidak dapat diamati secara langsung.

  3. Teori Antropologis. Teori ini juga menekankan perilaku pembelian dari suatu kelompok masyarakat yang ruang lingkupnya sangat luas, seperti kebudayaan, kelas-kelas sosial dan sebagainya.