Pola Sebaran Dan Analisis Ekonomi Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus di Desa Telagah Kec. Sei Binggei, Kab. Langkat)

(1)

POLA SEBARAN DAN ANALISIS EKONOMI HUTAN RAKYAT BAMBU (Studi Kasus di Desa Telagah Kec. Sei Binggei, Kab. Langkat)

SKRIPSI

Oleh: RICARDO F.S

061201027

MANAJEMEN HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : POLA SEBARAN DAN ANALISIS EKONOMI HUTAN RAKYAT BAMBU (Studi Kasus di Desa Telagah Kec.Sei Binggei Kab.Langkat)

Nama Mahasiswa : Ricardo F. Simatupang Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Siti Latifah S. Hut, M.si, Ph.D Yunus Afiffdin S. Hut, M.Si NIP.1971416 200112 2001 NIP. 19760725 200812 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Kehutanan

Siti Latifah, S. Hut, M. si, Ph.D NIP. 1971416 200112 2001


(3)

ABSTRACT

Ricardo Felixon Simatupang, Distribution Pattern and Economic Analisys Forest Bamboo (Bambusa sp) at Telagah Village, District of Sei Binggei, Sub-Province Langkat, North Sumatra. Guided by SITI LATIFAH and YUNUS AFIFUDIN

Bamboo (Bambusa sp) is a forest plant that has many benefits but is not yet used by forest communities widely. This study aims to determine patterns of distribution, economic value and contribution of Bamboo. This research was using purposive sampling technique. Based on research conducted Palm evenly to the patterns of distribution and the dominant grows at an altitude of 700-1100 mdpl, while the highest economic value of bamboo is Rp. 37.800.000/year and the lowest economic value is Rp. 3.780.000/year, while the highest contribution of Bamboo is 66,73% and the lowest contribution of Bamboo is 16,92%


(4)

ABSTRAK

Ricardo Felixon Simatupang, Pola Sebaran Dan Analisis Ekonomi Hutan Rakyat Bambu (Bambusa sp) Desa Telagah, Kecamatan Sei Binggei, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Dibimbing oleh SITI LATIFAH and YUNUS AFIFUDIN

Bambu (Bambusa sp) merupakan tumbuhan hutan yang memiliki banyak manfaat tetapi belum banyak dimanfaatkan masyarakat sekitar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola sebaran, nilai ekonomi dan kontribusi tanaman bambu. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui pola sebaran bambu adalah merata dan dominan tumbuh di ketinggian 700-1100 mdpl, nilai ekonomi tertinggi dari bambu adalah Rp. 37.800.000/tahun dan nilai ekonomi terendah adalah Rp. 3.780.000/tahun, kontribusi tanaman bambu tertinggi adalah 66,73% dan kontribusi terendah adalah 16,92%


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis, Ricardo Felixon Simatupang dilahirkan di Selesai pada tanggal 9 Mei 1988 dari Ayahanda RBM. Simatupang dan Ibunda S. Hutabarat. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 054875 Selesai. Pada tahun 2000 melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Selesai. Tahun 2003 penulis meneruskan pendidikan di SMU Negeri 1 Kuala.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Kuala dan lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Jurusan Manajemen Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian.

Penulis mengikuti Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Hutan Tangkahan dan Pulau Sembilan pada tahun 2008. Penulis juga mengikuti Praktik Kerja Lapang (PKL) di Perum Perhutani KPH Kedu Utara, Jawa Tengah pada tahun 2010. Pada tahun 2011, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pola Sebaran dan Analisis Ekonomi Hutan Rakyat Bambu”. Penelitian tersebut dilaksanakan dalam rangka penyusunan skripsi untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkat dan perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan baik. Adapun judul penelitian ini adalah “ Pola Sebaran dan Analisis Ekonomi Hutan Rakyat Bambu”.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Siti Latifah S.Hut, M.Si, Ph.D dan Bapak Yunus Afiffdin S.Hut, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.

Kiranya penelitian yang akan saya lakukan dapat bermanfaat bagi masyarakat, dunia ilmu pengetahuan dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, September 2012


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Hutan ... 4

Hutan Rakyat ... 4

Bambu ... 8

Morfologi Tanaman Bambu ... 8

Syarat Tumbuh Bambu ... 9

Manfaat Bambu ... 12

Potensi Tanaman Bambu ... 15

Nilai Ekonomi Bambu ... 16

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Luas Wilayah dan Batas-Batasnya ... 20

Ketinggian Tempat ... 20

Topograi (Keadaan Permukaan Tanah) ... 20

Penduduk... 21

Iklim ... 21

Peta Desa ... 21

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu ... 22

Alat dan Bahan ... 22

Teknik Pengambilan Data ... 23

Teknik Pengumpulan Sampel ... 24


(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebaran Populasi Bambu ... 29

Nilai Ekonomi Bambu ... 32

Pemanfaatan Bambu oleh Masyarakat Desa Telagah ... 34

Sistem pengolahan... 37

Kontribusi Nilai Ekonomi Bambu Terhadap Pendapatan Masyarakat ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 46

Saran ... 46 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Ekspor Bambu Indonesia ... 16

2. Persentase Kontribusi Bambu Terhadap Ekonomi Rumah Tangga ... 28

3. Koordinat sebaran bambu pada tiap ketinggian ... 31

4. Minat masyarakat dalam pemanfaatan usaha bambu di Desa Telagah... 35

5. Persentase pengetahuan bambu ... 36


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bambu ... 8

2. Produk Bambu yang siap dipasarkan ... 13

3. Skema Inventarisasi Bambu ... 26

4. Peta titik koordinat tanaman bambu... 29

5. Produk Olahan Bambu Berupa keranjang ... 34

6. Jalan Desa Telagah yang dikelilingi bambu ... 35

7. Perakaran bambu ... 37

8. Batang Bambu yang sudah siap dijual ... 37

9. Lidi Pekong Cina yang sedang dijemur ... 38

10. Produk Bambu Dalam Bentuk Ajir ... 39


(11)

ABSTRACT

Ricardo Felixon Simatupang, Distribution Pattern and Economic Analisys Forest Bamboo (Bambusa sp) at Telagah Village, District of Sei Binggei, Sub-Province Langkat, North Sumatra. Guided by SITI LATIFAH and YUNUS AFIFUDIN

Bamboo (Bambusa sp) is a forest plant that has many benefits but is not yet used by forest communities widely. This study aims to determine patterns of distribution, economic value and contribution of Bamboo. This research was using purposive sampling technique. Based on research conducted Palm evenly to the patterns of distribution and the dominant grows at an altitude of 700-1100 mdpl, while the highest economic value of bamboo is Rp. 37.800.000/year and the lowest economic value is Rp. 3.780.000/year, while the highest contribution of Bamboo is 66,73% and the lowest contribution of Bamboo is 16,92%


(12)

ABSTRAK

Ricardo Felixon Simatupang, Pola Sebaran Dan Analisis Ekonomi Hutan Rakyat Bambu (Bambusa sp) Desa Telagah, Kecamatan Sei Binggei, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Dibimbing oleh SITI LATIFAH and YUNUS AFIFUDIN

Bambu (Bambusa sp) merupakan tumbuhan hutan yang memiliki banyak manfaat tetapi belum banyak dimanfaatkan masyarakat sekitar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola sebaran, nilai ekonomi dan kontribusi tanaman bambu. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui pola sebaran bambu adalah merata dan dominan tumbuh di ketinggian 700-1100 mdpl, nilai ekonomi tertinggi dari bambu adalah Rp. 37.800.000/tahun dan nilai ekonomi terendah adalah Rp. 3.780.000/tahun, kontribusi tanaman bambu tertinggi adalah 66,73% dan kontribusi terendah adalah 16,92%


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hasil hutan bukan kayu terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan konstribusi yang berarti bagi peningkatan devisa negara, Sumberdaya hutan Indonesia sangat kaya dengan berbagai macam produk yang dihasilkan. Hasil hutan tersebut dapat berupa hasil hutan dan hasil hutan bukan kayu yang meliputi berbagai macam produk seperti bambu, gondorukem, damar, Rotan, terpentin dan sebagainya. (Darusman, 2006).

Menurut data Biro Pusat Statistik dalam kurun waktu selama lima tahun (1986- 1990) ekspor bambu dan hasil olahannya dalam bentuk mebel dan kerajinan terus menerus mengalami peningkatan. Pada tahun 1989 volume ekspor meubel bambu adalah 16.789 kg dengan nilai sebesar US 230, 714. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan bambu memiliki keunggulan untuk memperbaiki sumber tangkapan air yang sangat baik, sehingga mampu meningkatkan aliran air bawah tanah secara nyata (Nur Berlian, 1995).

Hutan memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan yaitu berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan sumber daya alam berupa hutan seiring dengan upaya pelestarian guna pembangunan nasional berkelanjutan (Arief, 2001).


(14)

Di seluruh dunia terdapat 75 genus dan 1.500 spesies bambu. Di Indonesia sendiri dikenal ada 10 genus bambu, antara lain: Arundinaria, Bambusa, Dendrocalamus, Dinochloa, Gigantochloa, Melocanna, Nastus, Phyllostachys, Schizostachyum, dan Thyrsostachys. Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga Hiant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa pada umur 3-4 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas berongga, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas atau cabang (Nur Berlian, 1995).

Menurut Widjaja (1985) penggunaan beberapa jenis bambu yang sangat tinggi justru malah membuat masyarakat lupa akan pelestaian dari bambu itu sendiri Selain itu informasi dan pengetahuan tentang budidaya jenis-jenis bambu masih sangat kurang demikian pula pengenalan terhadap jenis-jenis bambu yang ada di Indonesia serta pemanfaatannya. Untuk itu penelitian pola sebaran dan analisis ekonomi hutan rakyat bambu di desa Telagah Kecamatan Sein Binggei Kabupaten Langkat diperlukan guna mengetahui suatu analisis ekonomi dan bagaimana pola sebaran dari tanamn bambu.

Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang timbul di lapangan adalah: 1. Bagaimana pola sebaran dari tanaman bambu

2. Berapa nilai ekonomi hasil bambu yang dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar Desa Telagah Kecamatan Sei Binggei Kabupaten Langkat

3. Bagaimana kontribusi tanaman bambu terhadap masyarakat di Desa Telagah Kecamatan Telagah Kabupaten Langkat


(15)

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui sebaran bambu yang ada di Desa Telagah Kecamatan Sei Binggei Kabupaten Langkat

2. Mengetahui nilai ekonomi dari hasil bambu yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Telagah Kecamatan Telagah Kabupaten Langkat 3. Mengetahui kontribusi tanaman bambu terhadap masyarakat di Desa

Telagah Kecamatan Telagah Kabupaten Langkat

Manfaat Penelitian

Memberikan masukan pada masyarakat tentang cara meningkatkan nilai ekonomi bambu dan juga sebagai bahan bagi pihak pemerintah untuk lebih memberikan perhatian khusus pada petani bambu di Desa Telagah.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan

Hutan secara singkat dan sederhana definisikan sebagai suatu ekosistim yang didominasi oleh pohon. Jhon A. Helms (1998) dalam suharjito (2007) memberi pengertian bahwa hutan adalah suatu ekosistim yang dicirikan oleh penutupan pohon yang kurang lebh padat dan tersebar, sering kali terdiri dari tegakan-tegakan yang beragam ciri-cirinya seperti komposisi jenis, struktur, kelas, umur, dan proses-proses yang terkait, dan umumnya mencakup padang rumput, sungai-sungai kecil, ikan dan satwa liar.

Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan merupakan sumber daya alam yang banyak berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Menurut Undang-Undang Kehutanan No.41 tahun 1999 tentang kehutanan menyatakan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Awang dkk, 2001).

Hutan Rakyat

Hutan rakyat pada dasarnya hutan milik baik secara perorangan, kelompok, marga maupun badan hukum yang merupakan hutan buatan yang terletak di luar kawasan hutan negara. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik, baik secara perorangan maupun kelompok dengan status di luar kawasan hutan Negara. Biasanya luas minimum adalah 0,25


(17)

hektar dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50 % dan atau pada tanaman tahun pertama sebanyak minimal 500 tanaman. Menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Dengan demikian hutan hak dapat disebut sebagai hutan rakyat/tanaman rakyat (Dephut, 1989).

Dalam UU No.41/1999, hutan rakyat dimaksudkan sebagai hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik. Definsi diberikan untuk membedakannya dari hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh diatas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Dalam pengertian ini, tanah Negara mencakup tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat berdasarkan ketentuan-ketentuan atau atauran-aturan adat atau aturan-aturan masyarakat lokal (hukum adat) (Suharjito, 2007)

Menurut Jaffar (1993), sasaran pembangunan hutan rakyat adalah lahan milik dengan kriteria :

1. areal kritis dengan keadaan lapangan berjurang dan bertebing yang mempunyai kelerengan lebih dari 30%;

2. areal kritis yang telah diterlantarkan atau tidak digarap lagi sebagai lahan pertanian tanaman pangan semusim;

3. areal kritis yang karena pertimbangan-pertimbangan khusus seperti untuk perlindungan mata air dan bangunan pengairan perlu dijadikan areal tertutup dengan tanaman tahunan;

4. lahan milik rakyat yang karena pertimbangan ekonomi lebih menguntungkan bila dijadikan hutan rakyat daripada untuk tanaman semusim.


(18)

1. meningkatkan produktivitas lahan kritis atau areal yang tidak produktif secara optimal dan lestari;

2. membantu penganekaragaman hasil pertanian yang dibutuhkan masyarakat; 3. membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan dan bahan baku

industri serta kayu bakar;

4. meningkatkan pendapatan masyarakat tani di pedesaan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya;

5. memperbaiki tata air dan lingkungan, khususnya pada lahan milik rakyat yang berada di kawasan perlindungan daerah hulu DAS.

Pada umumnya hutan rakyat terdiri dari satu jenis pohon (monokultur) atau beberapa jenis pohon yang ditanam secara campuran sebagai usaha kombinasi berupa tanaman kayu-kayu dan tanaman semusim. Dewasa ini kayu yang dihasilkan dari hutan rakyat semakin banyak diminati oleh para pengusaha sebagai bahan baku industri seperti pulp dan kayu pertukangan karena mempunyai kualitas kayu yang baik (Darusman dan Hardjanto, 2006).

Sesuai dengan keputusan menteri kehutanan nomor 101/KPR-V/1996 hutan rakyat adalah hutan yang tumuh diatas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha dan penutupan pajak tanaman kayu-kayuan lebih dari 50% dan atau pada tanaman tahun pertama sebanyak 500 pohon tiap Ha. Pada umumnya hutan rakyat merupakan hutan buatan, melalui, penanaman tanaman tahunan (tanaman keras) dilahan hak milik, baik secara perorangan, marga maupun kelompok (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, 2008)


(19)

Data mengenai luas dan status hutan rakyat belum memadai, bahkan dalam konflik-konflik kewilayahan dengan HPH dan penggunaan lahan lainnya, hutan-hutan rakyat ini sering demikian mudah dikalahkan. Secara rasional, pengembangan hutan rakyat dimulai sejak digalakkannya Program Penghijauan pada tahun 1960-an. Meskipun program tersebut bersifat nasional, namum pengembangan hutan rakyat sampai saat ini masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Pengembangan hutan rakyat di Luar Jawa belum mendapatkan perhatian serius baik dari pemerintah maupun dari masyarakat sendiri. (Widayati dan Riyanto, 2005).

Hutan rakyat bambu tanamannya hidup merumpun, kadang-kadang ditemui berbaris membentuk suatu garis pembatas dari suatu wilayah desa yang identik dengan batas desa di Jawa. Penduduk desa sering menanam bambu di sekitar rumahnya untuk berbagai keperluan. Bermacam-macam jenis bambu bercampur ditanam di pekarangan rumah. Pada umumnya yang sering digunakan oleh masyarakat di Indonesia adalah bambu tali, bambu petung, bambu andong dan bambu hitam (Widjaja, 1985).

Bambu mudah menyesuaikan diri dengan kondisi tanah dan cuaca yang ada, serta dapat tumbuh pada ketinggian sampai dengan 3800 m di atas permukaan laut. Bambu tumbuh berumpun dan memiliki akar rimpang, yaitu semacam buhul yang bukan akar maupun tandang. Bambu memiliki ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini, tumbuh akar-akar yang memungkingkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan setiap ruasnya, disamping tunas-tunas rimpangnya (Widjaja, 1985).


(20)

Bambu merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan mulai dari benda kerajinan, bahan makanan, bahan industri, sampai kepada bahan konstruksi. Diantara pemanfaatan bambu antara lain digunakan sebagai topi, kursi, meja, lemari, alat musik angklung, sayur (rebung), kertas, dan bahan bangunan. Kegunaan ini tidak hanya dikenal dibeberapa negara saja melainkan hampir di seluruh dunia sejak dahulu kala (Widjaja, 1985)

Bambu

Morfologi Tanaman Bambu

Gambar 1. Bambu

Tanaman bambu dapat tumbuh pada tanaman bereaksi masam dengan pH 3,5 dan pada umumnya menghendaki tanah yang pH nya 1,0 sampai 6,5. pada tanah yang subur tanaman akan tumbuh baik karena kebutuhan makanan bagi tanaman tersebut akan terpenuhi (Berlian dan Estu, 1995)

Bambu sebagai salah satu tumbuhan daerah tropis dan subtropik. Termasuk dalam devisi spermatophyta, subdevisi angiospermae, klas monocotyledonae, ordo Graminales, family graminiae, sub family bamusoideae. Secara alami bambu dapat tumbuh pada hutan primer maupun hutan skunder (bekas perladangan dan belukar). Pada umumnya bambu menghendaki tanah


(21)

subur, sedangkan jenis lainnya dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur. memiliki curah hujan yang cukup, minimal 1000 mm/thn ( Arianasta, 2005).

Berikut ini urutan klasifikasi bambu: Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta SubDivisio : Angiospermae Class : Monocotyledoneae

Ordo : Graminales (Poales, Glumiflorae) Famili : Graminiae

Subfamili : Bambusoideae

Syarat Tumbuh Bambu 1. Topografi

Tanaman bambu dijumpai tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi 100 – 2200 m di atas permukaan laut. Walaupun demikian tidak semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik pada semua ketinggian tempat, namun pada tempat-tempat yang lembab atau pada tempat yang kondisi curah hujannya tinggi dapat mencapai pertumbuhan terbaik, seperti di tepi sungai, di tebing-tebing yang curam. Pada tempat-tempat yang disenangi, umur tanaman 4 tahun perumpunan sudah dapat terjadi secara normal dimana jumlah rumpun sudah dapat mecapai 30 batang dengan diameter rata-rata di atas 7 cm (Nur dan Rahayu, 1995). Secara umum di lokasi pengembangan bambu bentuk topografi mulai dari berombak sampai bergunung. Satuan topografi mulai dari berombak sampai bergunung. Satuan topografi berombak mempunyai kemiringan 3 – 8%, bergelombang 9 – 15% dan bergunung > 30% (Nur dan Rahayu, 1995).


(22)

2. Iklim

Umumnya tanaman bambu dapat tumbuh dengan baik dan tersebar di mana-mana, walaupun dalam pertumbuhannya dapat dipengaruhi oleh keadaan iklim. Unsur-unsur iklim meliputi sinar matahari, suhu, curah hujan dan kelembaban. Tempat yang disukai tanaman bambu adalah lahan yang terbuka di mana sinar matahari dapat langsung memasuki celah-celah rumpun sehingga proses fotosintesis dapat berjalan lancar, selain itu juga dapat mencegah tumbuhnya cendawan yang akan mengganggu kesuburan tanaman bambu dan dapat berakibat merubah warna bambu tersebut menjadi kurang baik. Lingkungan yang sesuai untuk tanaman bambu adalah bersuhu 8,8 - 36°C. Type iklim mulai dari A, B, C, D sampai E (mulai dari iklim basah sampai kering), semakin basah type iklim makin banyak jenis bambu yang dapat tumbuh. Ini disebabkan tanaman bambu termasuk tanaman yang banyak membutuhkan air yaitu curah hujan minimal 1020 mm/ tahun dan kelembaban minimum 76% (Nur dan Rahayu, 1995).

3. Tanah

Jenis tanah di lokasi praktek mulai dari tanah berat sampai ringan dan mulai dari tanah subur sampai kurang subur. Karena topografi lokasi peta bergelombang sampai berbukit, maka lembah merupakan tempat yang subur, sedangkan pada bagian-bagian bukit yang didominasi oleh pasir yang rata-rata kandungan haranya sangat rendah menyebabkan pada bagian ini kurang subur. Sifat fisik tanah pada lokasi praktek dengan pH 5,11 dan memiliki kandungan unsur hara makro (N dan K) dalam kondisi rata-rata rendah sedangkan P yang tersedia dalam keadaan cukup sedangkan kandungan bahan organik tanah juga


(23)

sangat rendah yang rata-rata 1,81 %. Rata-rata suhu pada siang hari waktu musim penghujan adalah 21°C dengan kelembaban mencapai 75,1 % sedangkan pada musim kemarau rata-rata suhu pada siang hari dapat mencapai 25,83°C dan kelembaban udara rata 61 % (Nur dan Rahayu, 1995).

Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga Hiant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa pada umur 4-5 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas berongga kadang-kadang masif, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas atau cabang. Akar bambu terdiri dari rimpang (rhizon) berbuku dan beruas, pada buku akan ditumbuhi oleh serabut dan tunas yang dapat tumbuh menjadi batang (Widjaja, 1985).

Bambu memiliki beberapa karakteristik yang menurut Swara (1997) ada terbagi atas lima karakteristik dari bambu :

1. Memiliki batang berbentuk pipa

2. Mempunyai lapisan khusus pada bagian luar dan dalam pipa , bagian luar memiliki kekuatan hamper dua kali lipat bagian dalam

3. Memiliki buku-uku

4. Kuat dalam arah axial, dan

5. Tidak ada ray cells, Sehingga cairan mudah bergerak.

Tanaman di tanam berderet membentuk teras pada sebuah lereng jadi sabuk gunung maka kekuatannya luar biasa. Akar bambu akan saling terkait dan mengikat antar rumpun. Rumpun berikut serasah dibawahnya juga akan menahan


(24)

top soil (lapisan tanah permukaan yang subur) hingga tidak hanyut di bawa air hujan.

Hutan rakyat bambu tanamannya hidup merumpun, kadang-kadang ditemui berbaris membentuk suatu garis pembatas dari suatu wilayah desa yang identik dengan batas desa di Jawa. Penduduk desa sering menanam bambu di sekitar rumahnya untuk berbagai keperluan. Bermacam-macam jenis bambu bercampur ditanam di pekarangan rumah. Pada umumnya yang sering digunakan oleh masyarakat di Indonesia adalah bambu tali, bambu petung, bambu andong dan bambu hitam (Widjaja, 1985).

Manfaat Bambu

Bambu merupakan salah satu tanaman ekonomi yang digolongkan dalam hasil hutan non kayu. Meskipun demikian, manfaat bambu dalam kegiatan konservasi sangat baik untuk menahan erosi dan sedimentasi, terutama di daerah bantaran sungai yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten Magelang. Dalam konteks tata air, bambu juga efektif untuk menahan run off air, sehingga banyak berfungsi di daerah tangkapan air. Bambu juga memiliki kemampuan peredam suara yang baik dan menghasilkan banyak oksigen sehingga dapat ditanam di pusat pemukiman dan pembatas jalan raya (Diniaty dan Sofia,2000).

bambu dapat dibuat alat musik tradisional yang menghasilkan nada dan alunan suara yang khas, faktor ketepatan memilih jenis dan tingkat pengeringan diperlukan guna memperoleh kualitas yang memadai. Contoh yang terkenal alat musik yang terbuat dari bambu adalah seruling, angklung, gambang, calung, kentong, dll. Pembuatan alat musik dari bambu dituntut pengetahuan nad dan ketelatenan penanganan pekerjaan, misalnya pada pembuatan angklung, bambu


(25)

dipilih dari jenis bambu tertentu, bambu temen, bambu hitam, bambu lengka dan bambu tali cocok dipergunakan untuk membuat kerangkanya, waktu penebangan harus cukup umur (2-3 tahun) tepat waktunya yakni pada musim kemarau. Setelah bamboo dibentuk, kemudian distem nadanya sebelum dan sesudah dipasang tabung-tabung nadanya (Batubara, 2002).

Manfaat bambu secara ekonomis dan ekologis, antara lain, bila dibandingkan dengan komoditas kayu, tanaman bambu mampu memberikan peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar hutan dalam waktu relatif cepat, yaitu 4-5 tahun.

Gambar 2. Produk Bambu yang sudah siap dipasarkan

Manfaat ekonomis lainnya adalah pemasaran produk bambu baik berupa bahan baku sebagai pengganti kayu maupun produk jadi antara lain berupa sumpit (chop stick); barang kerajinan (furniture); bahan lantai (flooring); bahan langit-langit (ceiling) masih sangat terbuka untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun ekspor. Dari sisi ekologis, tanaman bambu memiliki kemampuan menjaga keseimbangan lingkungan karena sistem perakarannya dapat mencegah erosi dan mengatur tata air serta dapat tumbuh pada lahan marginal (Diniaty dan Sofia,2000).


(26)

Dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia, bambu memegang peranan sangat penting. Bahan bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan. Bambu menjadi tanaman serbaguna bagi masyarakat pedesaan. Bambu adalah tanaman yang sangat cepat tumbuh, paling tidak dalam 3 tahun menjadi tanaman yang tinggi dan lebat. Kedua, menghasilkan oksigen 35%lebih banyak dibandingkan tanaman biasa, maka apabila ingin menghasilkan target jumlah oksigen untuk suatu wilayah atau kota, dapat tercapai lebih cepat karena pertumbuhannya yang cepat dibandingkan tanaman biasa. Ketiga, selain menghasilkan oksigen lebih banyak, bambu juga menyerap karbondioksida lebih banyak, sehingga patut dipikirkan untuk menanam tanaman bambu hias lebih banyak di daerah perkotaan untuk mengurangi efek polusi yang menjadi-jadi yang sebagian besar diakibatkan kendaraan bermotor. Keempat, tanaman bambu dapat meningkatkan muka air tanah dan meningkatkan penyerapan air oleh tanah. Oleh karenanya perlu dimanfaatkan untuk ditanam di daerah yang sulit air baik karena tanahnya cenderung kering atau karena dalamnya permukaan air tanah. Kelima dapat menahan longsor tanah lebih baik dibandingkan pepohoanan biasa, ini dikarenakan karena akar bambu tipe akar serabut, sama halnya dengan pohon kelapa (namun bambu masih dalam golongan rerumputan) (Diniaty dan Sofia, 2000).


(27)

Potensi Tanaman Bambu

Bambu adalah tanaman yang memiliki kegunaan yang sangat beragam, banyak lapisan masyrakat yang menjadikan bambu sebagai salah satu sumber kehidupan sehari-hari. Bambu merupakan tanaman yang mempunyai pertumbuhan sangat cepat yaitu 80-100 hari sudah siap panen. Indonesia, khususnya Jawa, Sumatera dan Sulawesi merupakan wilayah sangat sangat cocok untuk pertumbuhan bambu. Berdasarkan data Global Forest Resources Assessment Update 2005 Indonesia Country Report On Bamboo Resources, luas tanaman bamboo Indonesia mencapai 1.414.375 ha.

Keawetan bambu cepat menurun kualitasnya karena kadar air yang masih tinggi dan besarnya kandungan pati di dalam buluh. Bambu langsung ditaruh di tempat terbuka dan berhubungan dengan tanah keawetannya 1-3 tahun, tetapi dapat bertahan sampai 7 tahun apabila mengalami keawetan. Sebagai tanaman yang merakyat, bambu memiliki status dan nilai sosial yang mendalam maknanya. Beberapa saat yang lalu masyarakat pedesaan di Jawa tengah akan merasa dari kalangan rendah atau miskin jika harus membeli bambu untuk membuat dinding atau pereabotan rumah tangga. Namun di lain pihak masyarakat kalangan menengah ke atas lebih menyukai bambu sebagai suatu produk yang dekat pada alam dan memiliki nilai seni yang tinggi, misalnya meja kursi dan perabotan rumah tangga dari bahan bambu (Batubara, 2002)

Berdasarkan data base INBAR (International Bambu and Rattan) pada tahun 2005, perdagangan bambu internasional bernilai sekitar US$ 5.5 billion pertahun . Sedangkan pada tahun 2007 telah meningkat menjadi US$ 7 billion


(28)

pertahun. Pertumbuhan pasar global diprediksikan mencapai 15-17 biillion pertahun pada tahun 2017 mendatang

Menurut INBAR dalam Fajriyanto (2008) Pada awal tahun 2002 sampai dengan akhir 2004 ekspor bambu mulai meningkat sampai dengan 46,5%. Nilai ekspor bambu indonesia dari tahun 2002 sampai 2004 diberikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Ekspor bambu Indonesia

Tahun Value (USD) Quantity

(Metric Ton)

2002 1.083.000 1665

2003 1.927.000 6642

2004 2.237.000 8333

www.inbar.int Diindonesia ekspor bambu sudah sangat meluas itu dikarenakan ekspor bambu ini sudah menjangkau negara Eropa dan Asia, dimana Eropa mencapai ($ 426.000), Asia ($1.367.000), North and Central America ($363.000) dan Amerika Selatan mencapai ($ 320.000). Hal ini menunjukan bahwa pasar industri bambu masih sangat menjanjikan bagi indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil dan pengekspor bambu terbesar di Asia selain China dan Vietnam.

Nilai Ekonomi Bambu

Secara ekonomi kita ketahui hutan rakyat dapat menambah keuntungan bagi sipemilik hutan rakyat, menambah lapangan kerja dan juga dapat meningkatkan pendapatan daerah setempat. Sedangkan secara ekologi hutan rakyat dapat membantu dalam mencegah erosi, memperbaiki tingkat kesuburan tanah. Oleh karena itu hutan rakyat dapat dijadikan sebagai suatu alternatif dalam peningkatan lahan kritis dan juga untuk meningkatkan suatu pendapatan ekonomi.

Nilai (value) merupakan persepsi manusia tentang makna/manfaat/kegunaan yang diberikan kepada sesuatu pada tempat dan waktu


(29)

tertentu. Kegunaan, kepuasan dan kesenangan merupakan istilah-istilah lain yang berkonotasi sama dengan nilai atau harga. Persepsi itu sendiri merupakan ungkapan, pandangan seseorang (individu) tentang atau terhadap sesuatu benda, dengan proses pemahaman melalui pancaindera yang diteruskan ke otak untuk proses pemikiran, kemudian disini berpadu dengan harapan atau norma-norma kehidupan yang sangat melekat pada individu atau masyarakat tersebut (Dransfield, 1996).

Dalam melakukan penilaian ekonomi suatu barang atau jasa dapat dilakukan dalam beberapa metode yaitu : metode nilai pasar, metode nilai relatif, dan metode biaya pengadaan. Metode nilai pasar digunakan jika barang/jasa tersebut sudah memiliki nilai pasar. Nilai pasar adalah harga barang atau jasa yang di tetapkan penjual dan pembeli di pasar. Penilaian ekonomi dengan metode nilai pasar akan di anggap paling baik dengan catatan nilai pasar itu tetap tersedia (Affandi dan Patana, 2002).

Pengembangan pengusahaan hasil hutan bukan kayu, terutama bambu merupakan upaya strategis karena beberapa alasan. Pertama, bambu merupakan komoditas substitusi kayu, rotan dan bahan plastik sehingga berkembangnya pengusahaan bambu dapat berperan dalam mendorong pengembangan diversifikasi bahan baku industri pengguna seperti industri mebeler, kerajinan, panel dan bahan bangunan. Hal ini dapat diharapkan akan membantu mengurangi masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh industri bahan plastik dan menekan proses penurunan produktivitas hutan alam sebagai penghasil kayu dan rotan. Kedua, pengusahaan bambu telah lama digeluti oleh masyarakat golongan ekonomi lemah sehingga berkembangnya pengusahaan bambu dapat berdampak


(30)

positif bagi upaya mempercepat pengurangan kesenjangan pendapatan. Ketiga, dari sisi silvikultur, bambu berumur relatif pendek, terbaik 3 tahun, sehingga dari sisi pengembalian investasi lebih kompetitif misalnya dari rotan atau sengon (umur terpendeknya, 5-10 tahun) dan karenanya berpeluang diminati investor (Astana, 2001)

Alasan mengapa seseorang membeli produk tertentu atau alasan mengapa membeli pada penjual tertentu akan merupakan faktor yang sangat penting bagi perusahaan dalam menentukan desain produk, harga, saluran distribusi, dan program promosi yang efektif, serta beberapa aspek lain dari program pemasaran perusahaan. Adapun beberapa teori perilaku konsumen adalah sebagai berikut: 1. Teori Ekonomi Mikro. Teori ini beranggapan bahwa setiap konsumen akan

berusaha memperoleh kepuasan maksimal. Mereka akan berupaya meneruskan pembeliannya terhadap suatu produk apabila memperoleh kepuasan dari produk yang telah dikonsumsinya, di mana kepuasan ini sebanding atau lebih besar dengan marginal utility yang diturunkan dari pengeluaran yang sama untuk beberapa produk yang lain.

2. Teori Psikologis. Teori ini mendasarkan diri pada faktor-faktor psikologis individu yang dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan lingkungan. Bidang psikologis ini sangat kompleks dalam menganalisa perilaku konsumen, karena proses mental tidak dapat diamati secara langsung.

3. Teori Antropologis. Teori ini juga menekankan perilaku pembelian dari suatu kelompok masyarakat yang ruang lingkupnya sangat luas, seperti kebudayaan, kelas-kelas sosial dan sebagainya.


(31)

KONDISI UMUM LOKASI PENEITIAN

Desa Telagah adalah desa yang terletak di Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu bagian hulu dan secara langsung berada didaerah hulu sungai (DHS) Sungai Binggei dan Sungai Batang Serangan. Perjalanan yang ditempuh dari medan menuju lokasi penelitian memakan waktu ± 3-4 jam perjalanan.

Luas Wilayah dan Batas-Batasnya.

Desa Telagah Mempunyai Luas Wilayah ±5000 Ha, yang Letak dan batas-batasnya adalah sebagai berikut:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Rumah Galo

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dati II Tanah Karo • Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Garunggang Kecamata Kuala • Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tanjung Gunung

Ketinggian Tempat

Desa Telagah Kecamatan Si Binggei terletak pada ketinggian antara 700-1100 mdpl

Topografi (Keadaan Permukaan Tanah)

Pada umumnya keadaan permukaan tanah pada lahan ini adalah lahan miring dimana hal ini sangat peka terhadap terjadinya erosi apabila kelestariannya tidak dijaga. Keadaadn tanah pada daerah ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

• Datar sampai dengan berombak (Kemiringan 0-25 %) : 34 % dari luas Desa Telagah


(32)

• Berombak sampai dengan curam (Kemiringan 25-50 %) : 66 % dari seluruh luas Desa Telagah

Penduduk

Penduduk Desa Telagah adalah mayoritas suku Karo, selebihnya terdiri dari suku Jawa, suku Melayu, suku Mandailing, suku Batak Tapanuli Utara dan lain-lain. Jumlah penduduk seluruhnya 2,112 jiwa dengan perincian:

Pria 1,016 jiwa dan Wanita 1,096 jiwa. Sedangkan jumlah KK (Kepala Keluarga) 447 KK

Iklim

Pola Curah Hujan Di Desa Telagah sangat tinggi yang menggambarkan bahwa sepanjang tahun terdapat bulan basah, kecuali bulan Juni dengan bulan Agustus Curah Hujan berkurang

Suhu Udara Minimum : 12 °C

Suhu Udara Maksimum : 32 °C

Suhu Harian Rata-rata : 25,2 °C Kelembaban Udara Harian berkisar antara : 53-84 %

Peta Desa


(33)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan di Desa Telagah Kecamatan Sei Binggei Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli hingga selesai.

Alat dan bahan Alat

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. GPS untuk pengambilan titik koordinat bambu dilapangan 2. Arcview GIS untuk mengolah data dari lapangan di komputer 3. Komputer untuk mengolah data dan juga pembuatan laporan 4. Kamera untuk dokumentasi guna mendukung data laporan

5. Kuisioner untuk mengumpulkan data sekunder maupun data primer 6. Pita Ukur untuk pembutan plot pada lapangan

Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Literature yang berhubungan dengan penelitian

2. Peta wilayah kabupaten dan dokumen lain yang berkaitan dengan lokasi penelitian

3. Lembar kuisioner yang dugunakan untuk mengumpulkan informasi sebagai pendukukung data primer dan data sekunder


(34)

Metode Penelitian

Data penelitian yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan antara lain adalah data yang didapatkan dari hasil reponden masyarakat, bentuk pengolahan bambu dan beberapa data hasil penelitian yang terkait dengan tujuan penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain adalah kondisi umum lokasi penelitian atau beberapa data umum yang terdapat pada instansi-instansi terkait dengan penelitian.

Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Observasi Lapangan

Bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai lokasi penelitian yang meliputi luasan, Data Penduduk dan data lain yang berhubungan dengan tujuan penelitian dan yang tidak dapat diperoleh baik dengan wawancara maupun dengan kuisioner. Teknik ini dilakukan untuk memperoleh data yang tidak bisa diperoleh dengan cara wawancara, karena terdapat hal-hal yang bersifat rahasia. Sehingga peneliti harus belajar mengamati secara cermat kondisi yang ada di wilayah penelitian, yang sangat mungkin itu merupakan jawaban yang diharapkan.

2. Kuisioner

Kuisioner hanya akan diajukan kepada responden terpilih. Dimana responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat petani bambu yang terdapat dalam lokasi penelitian. Masing-masing responden diberikan pertanyaan (kuisioner) yang sama sesuai dengan keperluannya.


(35)

3. Wawancara

Wawancara ini dilakukan untuk menggali informasi dengan mangajukan pertanyaan sesuai dengan kuesioner dan melengkapi informasi lainnya sesuai dengan tujuan penelitian. Wawancara ini terstruktur menggunakan kuesioner yang ditanyakan kepada beberapa responden, tokoh yang ada pada desa tersebut dan aparat desa setempat. Selain itu, wawancara juga dilakukan pada dinas pemerintah daerah yang dianggap perlu untuk memperoleh informasi pendukung lainnya. 4. Dokumentasi

Dokumentasi berupa foto yang dapat menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan sebagai data pelengkap untuk meyakinkan keadaan sebenarnya di lapangan

Teknik Pengambilan Sampel Sampel Responden

Teknik pengambilan sampel masyarakat dilakukan dengan teknik purposive sampling. Teknik pengambilan sampel ini adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan tujuan tertentu yaitu sampel yang diambil dari masyarakat adalah masyarakat yang memanfaatkan tanaman bambu.

Penentuan jumlah sampel Responden mengacu sesuai dengan rumus Slovin (Prasetyo dan Jannah, 2007) :

n =

( )

2

1

N

e

N

+

Keterangan :

n = Ukuran sampel yang dibutuhkan N = Ukuran populasi


(36)

e = Margin error yang diperkenankan 0,1

Dimana N dalam penelitian ini adalah jumlah petani bambu yang terdapat didalam lokasi penelitian

Akan tetapi jika dalam lokasi penelitian terdapat petani bambu dengan jumlah ≤ 100 orang maka sampel responden akan diambil semua. Hal ini sesuai dengan literatur Arikunto (2002) dimana dinyatakan bahwa jika jumlah sampel yang terdapat dalam lokasi penelitian berjumlah ≤ 100 maka akan dhitung semua sebagai sampel. Maka setelah dilakukan pengamamatan dilapangan didapat 44 KK yang bermata pencaharian sebagai petani bambu, jadi sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 44 kk

Sampel Rumpun Bambu

Bambu yang akan dipakai dalam penelitian ini hanya tanaman bambu yang terdapat di Desa Telagah Kecamatan Sei Binggei Kabupaten Langkat saja

Analisis Data

Penentuan Sebaran Bambu

Untuk menentukan sebaran bambu nantinya akan dibagi menjadi beberapa ketinggian dimana pada setiap ketinggian akan diambil 3 petak dengan ukuran 10 x 100 meter dengan jarak 200 meter yang jika ditotal berjumlah 1,2 Ha. Kriteria ketinggian ditetapkan berdasarkan dari lokasi penelitian. Secara skematis gambar jalur ukur dan petak ukur dalam inventarisasi bambu dapat dilihat pada Gambar 3.


(37)

Gambar 3. Skema Inventarisasi Bambu (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1998).

Menentukan Nilai Ekonomi Bambu yang Dimanfaatkan

Data yang diperoleh dari pengamatan dilapangan baik melalui wawancara maupun kuisioner kemudian dianalisis secara kuantitatif. Nilai barang hasil dari bambu untuk setiap jenisnya per tahun yang diperoleh masyarakat dihitung dengan cara :

1. Harga barang yang dihasilkan dari bambu dianalisis dengan pendekatan harga pasar.

2. Menghitung nilai rata-rata jumlah Bambu yang diambil per responden Rata-rata jumlah Bambu yang diambil :

n

Xn Xii

Xi+ +...

Keterangan : Xi = jumlah Bambu yang diambil responden n = jumlah banyak pengambilan Bambu 3. Menghitung Total Pengambilan per Unit Bambu per Tahun

100 m

10 m

200 m 700-800 mdpl

(0,3 Ha)

800-900 mdpl (0,3 Ha)

1000-1100 mdpl (0,3 Ha) 900-1000 mdpl (0,3 Ha)


(38)

Total pengambilan per tahun = (rata-rata jumlah yang diambil) x (frekuensi pengambilan)

4. Menghitung Nilai Ekonomi Barang Hasil dari Bambu per Jenis Barang Per Tahun

Nilai Hasil Hutan per Jenis = Total Pengambilan (unit/tahun) x Harga Hasil dari Bambu

5. Menghitung persentase nilai ekonomi dengan cara :

%NE =

NE NEi

x 100%

Keterangan : %NE : Persentase nilai ekonomi

NEi : Nilai ekonomi hasil dari Bambu/jenis

∑NE : Jumlah total nilai ekonomi seluruh hasil Bambu

Menentukan Kontribusi Bambu

Untuk mengetahui kontribusi Bambu terhadap pendapatan dapat diketahui dengan cara menghitung seluruh pendapatan, baik dari sumber pendapatan dari tanaman bambu maupun sumber pendapatan lainnya. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara terhadap responden. Persentase pendapatan dari Bambu dapat dihitung dengan membandingkan pendapatan yang diperoleh dari bambu dengan total seluruh sumber pendapatan responden melalui rumus sebagai berikut :


(39)

R = Rt

Rhr x 100%

Keterangan :

R : Persentase Pendapatan Dari Bambu Rhr : Pendapatan dari Bambu

Rt : Pendapatan Total

Kontribusi Bambu terhadap ekonomi rumah tangga dinilai dari persentase pendapatan yang diperoleh oleh responden dari Bambu terhadap pendapatan total. Persentase pendapatan respon dibagi ke dalam lima kelas dari pendapatan sangat kecil hingga sangat besar (Tabel 2). Masing-masing kelas persentase pendapatan menunjukkan keadaan tingkat pendapatan responden dari Bambu.

Tabel 2. Persentase kontribusi Bambu terhadap ekonomi rumah tangga No Persentase

Kontribusi Pendapatan

Hasil Bambu

Keterangan Jumlah

Responden

1 0%-20% Kontribusi Pendapatan Sangat Kecil 2 21%-40% Kontribusi Pendapatan Kecil

3 41%-60% Kontribusi Pendapatan Sedang 4 61%-89% Kontribusi Pendapatan Besar

5 90%-100% Kontribusi Pendapatan Sangat Besar Jumlah


(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebaran Populasi Bambu di Desa Telagah Kecamatan Sei Binggei Kabupaten Langkat

Gambar 4. Peta titik koordinat tanaman bambu (Peta plot dapat dilihat pada lampiran 7)


(41)

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat ketinggian dari masing-masing titik bambu di setiap ketinggian yang di bedakan berdasarkan warna. Kebanyakan bambu yang tumbuh dikawasan penelitian ini tumbuh dengan sendirinya tetapi ada juga bambu yang memang ditanam oleh masyarakat untuk kebutuhan kehidupannya sehari-hari.

Perkembangan tanaman bambu di Desa Telagah sudah sangat menurun dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal itu disebabkan karena sudah banyak masyarakat mengganti tanamannya dengan tanaman perkebunan lainnya. Desa Telagah merupakan desa yang terletak di Kecamatan Sei Binggei Kabupaten Langkat, luas Desa Telagah kurang lebih 5000 ha (Departemen Kehutanan Langkat, 2006)

Selain Desa Telagah masih banyak lagi beberapa desa yang memiliki potensi bambu seperti kita lihat pada hasil penelitian dari Manalu (2008), Dimana ia mengemukakan bahwa di daerah jawa tepatnya di Desa Empus yang terdapat 15 KK yang merupakan petani bambu dengan total luas lahan (ladang bambu) 4,32 ha. Desa Timbang Lawan terdapat 26 KK yang memiliki lahan (ladang bambu) dengan total luas lahan 12,88 ha. Dari data tersebut saja dapat kita lihat bahwa Indonesia masih memiliki potensi bambu yang cukup baik didunia ini

Luasnya lahan bambu ini juga dipengaruhi oleh topografi daerah Desa Telagah tersebut yang kebanyakan berbukit dan curam, menurut Nur dan Rahayu (1995), bambu kebanyakan tumbuh di tempat-tempat yang kemiringannya sangat terjal dan curam, secara umum di lokasi pengembangan bambu bentuk topografi mulai dari berombak sampai bergunung, satuan topografi berombak mempunyai kemiringan 3-8%, bergelombang 9-15% dan bergunung > 30 %


(42)

Bambu yang paling mendominasi di Desa Telagah adalah jenis Gigantochola pruriens atau masyarakat setempat sering menyebutnya bambu Blangke. Dimana batang pada bambu ini berwarna hijau kekuning-kuningan, tingginya bisa mencapai 15 m, dengan diameter 6-12 cm, tebal dinding batang 10 mm, sedangkan panjang ruas (jarak buku) bisa mencapai 40-60 cm. Adapun klasifikasi Bambu Blangke itu sendiri menurut Widjaja (1985)

Nama daerah : Buluh Blangke (Melayu), Buluh Regen (Karo), Buluh Yakyak (Gayo)

Indonesia : Bambu regen Genus : Gigantochloa

Spesies : Gigantochola pruriens Widjaja

Pada Tabel 3. di bawah ini dapat kita lihat koordinat plot sebaran bambu yang di temukan di Desa Telagah Kecamatan Sei Binggei Kabupaten Langkat berdasarkan dengan ketinggian tempat.

Tabel 3. Koordinat sebaran plot bambu pada tiap ketinggian Keinggian

(mdpl)

Plot

(10x100 m) Koordinat

X Y

700-800 1 98° 25' 7.990" E 3° 18' 2.586" N 2 98° 25' 8.912" E 3° 17' 59.348" N 3 98° 25' 10.065" E 3° 17' 55.879" N 800-900 1 98° 24' 52.574" E 3° 17' 59.107" N 2 98° 24' 55.107" E 3° 17' 55.639" N 3 98° 24' 50.967" E 3° 17' 52.399" N 900-1000 1 98° 24' 49.132" E 3° 17' 41.990" N 2 98° 24' 52.816" E 3° 17' 38.754" N 3 98° 24' 55.809" E 3° 17' 35.518" N 1000-1100 1 98° 24' 41.776" E 3° 17' 27.878" N 2 98° 24' 47.299" E 3° 17' 27.881" N 3 98° 24' 47.301" E 3° 17' 24.643" N


(43)

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan rata-rata masyarakat Desa Telagah memiliki 2-5 Ha lahan bambu yang mereka dapatkan sejak turun temurun dari keluarga mereka. Tetapi sudah kebanyakan masyarakat mengganti tanamannya dengan tanaman perkebunan lainnya seperti jagung, padi, karet dan lain-lain. Jadi bila dilihat perkembangan tanaman bambu di Desa Telagah dari dahulu hingga sekarang maka sudah terjadi pengurangan yang sangat drastis.

Dari hasil wawancara dengan para petani bambu di Desa Telagah ini menyatakan pernah mencoba untuk mengolah bambu untuk menjadi produk kerajinan bambu, tetapi mengalami kerugian yang sangat besar hal ini disebabkan mahalnya biaya transportasi dan akses jalan memasuki Desa Telagah ini tidak bagus atau rusak parah. Dari setiap ketinggian yang ada hampir semuanya terdapat bambu, dimana disana bambu dapat tumbuh dengan baik dari mulai tanaman bambu yang tumbuh liar dan juga tanaman bambu yang memang ditanami oleh masyarakat. Hal itu juga sejalan dengan literatur Nur dan Rahayu (1995) dimana dia menyatakan bahwa Tanaman bambu dijumpai tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi 100 – 2200 m di atas permukaan laut. Walaupun demikian tidak semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik pada semua ketinggian tempat, namun pada tempat-tempat yang lembab atau pada tempat yang kondisi curah hujannya tinggi dapat mencapai pertumbuhan terbaik, seperti di tepi sungai, di tebing-tebing yang curam.

Nilai Ekonomi Tanaman Bambu

Nilai ekonomi adalah nilai suatu barang atau jasa jika diukur dengan uang. Nilai ekonomi hasil bambu dapat juga diartikan sebagai nilai / harga hasil bambu yang dimanfaatkan yang dapat ditukarkan dengan uang. Bambu juga termasuk


(44)

sumber daya hutan yang nilai ekonominya sangat menjanjikan. Ichwandi (1996) mengatakan bahwa penelitian ekonomi sumber daya hutan adalah suatu metode atau teknik untuk mengekstimasi nilai uang dari barang atau jasa yang diberikan oleh suatu kawasan hutan.

Bambu merupakan tanaman rakyat yang sangat penting. Banyak kegunaannya untuk kehidupan sehari-hari, baik sebatas kebutuhan rumah tangga maupun sebagai sumber perdagangan. Dahulu hampir tiap petani di pedesaan memiliki tanaman bambu di kebunnya masing-masing. Karena mudah tumbuh dan banyak terdapat di mana-mana, tetapi sekarang bambu nyaris dianggap tanaman biasa saja karena kurangnya pengatahuan masyarakat Desa Telagah dalam pengelolaan tanaman bambu. Dianggap tidak punya kelebihan apa-apa. Padahal, di negara-negara lain, bambu telah dibudidayakan secara serius dan dijadikan sumber devisa yang sangat penting.

Dari bambu telah tercipta puluhan ribu produk yang benar-benar dibutuhkan oleh kehidupan manusia masa kini, seperti obat-obatan, makanan, perabotan rumah tangga, kertas, konstruksi bangunan, jembatan, rumah, tanaman hias, konservasi, dan sebagainya. Bambu adalah tanaman yang sangat bernilai ekonomi tinggi, hal ini disebabkan karena tanaman bambu bisa diolah menjadi berbagai macam produk yang bermanfaat. Antara lain dapat kita lihat banyak dijual berbagai macam produk dari bambu berupa Kursi, keranjang, Meja, Tempat Tidur dan lain sebagainya.


(45)

Gambar 5. Produk Olahan Bambu Berupa Keranjang

Nilai ekonomi bambu diperoleh dari perkalian total pengambilan per jenis pertahun dengan harga perjenis. Hasil penelitian (lampiran 3) menunjukkan bahwa total nilai ekonomi bambu masyarakat Desa Telagah Kecamatan Sei Binggei sebesar Rp 480.924.000 di tahun 2011. Nilai ini diperoleh dari pemanfaatan bambu, dengan rata-rata Rp 10.930.090

Dalam pemanfaatan bambu yang memberikan nilai ekonomi terbesar terhadap pendapatan masyarakat adalah dengan nilai ekonomi sebesar Rp 37.800.000/tahun dengan persentase sebesar 7.85% dan nilai ekonomi terkecil adalah sebesar Rp 3.240.000/tahun dengan persentase sebesar 0.67%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pemanfaatan Bambu oleh Masyarakat Desa Telagah

Bambu yang dimanfaatkan umumnya yang sudah masa tebang, lebih kurang berumur empat tahun dan pemanenannya dengan sistem tebang pilih. Setelah ditebang biasanya direndam dalam air mengalir, air tergenang, lumpur, air laut atau diasapkan seperti pada literature Ridwanti (2002) dimana ia menyatakan bahwa tanaman bambu adalah tanaman yang bisa dipanen pada umur 4 tahun,


(46)

dimana setelah itu akan melewati beberapa proses sebelum diolah dan dijual. Kadang ada juga bambu yang diawetkan dan juga dikeringkan sebelum dijual. Tabel 4. Minat masyarakat dalam pemanfaatan usaha bambu di Desa Telagah

No Minat masyarakat dalam Pengusahaan Bambu Persentase (%)

1. Usaha Pokok 0

2. Usaha sampingan 75

3. Usaha masa depan (tabungan) 25

Dapat dilihat pada tabel 4, bahwa minat masyarakat sangat kurang untuk menjadikan bambu ini sebagai usaha pokok selebihnya masyarakat hanya menggunakan tanaman bambu sebagai usaha sampingan saja dan juga usaha masa depan dimana bambu itu dijadikan sebagai tabungan bagi masyarakat untuk jangka panjang.

Semua bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun, kelopak, bahkan rebungnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Maka jika budi dayanya benar-benar diperhatikan, serta pemanfaatannya dimaksimalkan, akan mampu mendongkrak nilai ekonomis bambu itu sendiri, sekaligus meningkatkan penghasilan masyarakat pengguna bambu. Bahkan, tanaman bambu dapat dijadikan alternatif untuk mengganti tanaman kayu yang tidak boleh ditebang.


(47)

Tabel 5. Persentase pengetahuan bambu

Karakteristik Tanggapan Responden Persentase (%) Pengetahuan Teknologi

Pengolahan Bambu

Mengetahui 10

Tidak Tahu 90

Pengetahuan Teknik Budidaya Bambu

Mengetahui 100

Tidak Tahu 0

Tabel 5 menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai teknologi pengolahan bambu sangat rendah, sebesar 90% nilai ini diperoleh dari hasil wawancara dengan masyarakat di Desa Telagah, minimnya informasi yang diperoleh masyarakat merupakan salah satu alasan mengapa masyarakat tidak mengetahui jenis dan teknologi yang dipergunakan untuk mengolah bambu agar menghasilkan bambu yang lebih bermutu dan bernilai jual tinggi

Secara umum bambu adalah tanaman yang sangat mudah untuk dikembangkan, dimana bambu dapat tumbuh liar pada ketinggian antara 100 – 2200 mdpl. Walaupun memang tidak semua jenis bambu dapat tumbuh baik pada setiap ketinggian. Menurut Diniaty dan Sofia (2001) dia menyatakan bahwa bambu adalah tanaman yang memiliki manfaat bagi kelangsungan hidup manusia karena bambu diketahui memiliki 35% lebih banyak dalam menghasilkan oksigen dan juga dalam penyerapan karbondioksida. Selain itu tanaman bambu juga dapat menjadi alternatif lain dalam meningkatkan penyerapan air oleh tanah dan sebagai pencegah terjadinya longsor. Hal ini disebabkan karena akar dari bambu yang berserabut memiliki daya tahan yang kuat.


(48)

Gambar 7. Perakaran bambu

Sistem pengolahan

Masyarakat Desa Telagah yang sudah sejak dulu bermata pencaharian bambu, mereka banyak menjual bambu ke luar daerah tapi tidak satu pun dari mereka yang mengolah bambu untuk dijadikan produk-produk besar seperti Kursi, Meja, Tempat Tidur dan lain-lain karena alasan modal. Tetapi mereka hanya menjual bambu dalam bentuk batangan yang sudah dipotong-potong menjadi ukuran 7 M

Gambar 8. Batang Bambu yang sudah siap dijual

Adapun produk-produk kecil lainnya yang dibuat oleh masyarakat Desa Telagah adalah Ajir, dan juga Lidi pekong cina. Dimana itu semua mereka buat dari sisa-sisa batang bambu yang sudah tidak laku lagi dijual, misalnya saja Lidi


(49)

pekong cina yang mereka buat dari sisa-sisa batang bambu yang telah dipotong-potong dengan ukuran 7 M.

Di Desa Telagah umumnya masyarakat bekerja dengan berkebun, bambu merupakan pekerjaan sampingan yang kurang ditekuni. Hal ini dikarenakan kebanyakan masyarakat merasa sangat rugi akan hasil tanaman bambu dengan harga bambu yang sangat murah.

Gambar 9. Lidi Pekong Cina yang sedang dijemur

Di Desa Telagah, ini menunjukkan bahwa sebagian besar pendapatan petani diperoleh dari sektor lainnya baik itu pertanian ataupun perkebunan, dan tanaman bambu merupakan tanaman alternatif atau sering disebut masyarakat desa sebagai tabungan jangka panjang.


(50)

Gambar 10. Produk Bambu Dalam Bentuk Ajir

Adapun kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Telagah meliputi: 1. Persiapan Lahan

Dalam hal persiapan lahan masyarakat Desa Telagah tidak memiliki kegiatan khusus. Hanya saja berupa kegiatan pembersihan lahan, itupun bila memang akan dilakukan penanaman bambu. Itu dikarenakan bambu yang ada di Desa Telagah sudah ada sejak lama. Hal itu juga dikarenakan karena tanaman bambu yang sangat mudah tumbuh dibeberapa ketinggian dan juga dibeberapa cuaca seperti pada literatur Widyana (2001) dimana ia menyatakan Tanaman bambu merupakan tanaman yang mudah untuk dibudidayakan. Bambu dapat tumbuh di daerah yang beriklim kering hingga yang beriklim basah, dari dataran rendah hingga ke daerah pegunungan dan biasanya di tempat-tempat terbuka yang daerahnya bebas dari genangan air

2. Penyediaan Bibit

Bibit bambu yang diperlukan oleh masyarakat biasanya didapat dari sesama petani bambu juga yang ada di Desa Telagah juga ataupun ada masyarakat yang memang membuat bibit sendiri. Jika mereka akan menjual bibitnya makan akan dijual dengan Harga Rp150/bibit. Dalam pembuatan bibit ini sendiri


(51)

masyarakat mengambil dari tunas bambu. Dalam hal pembelian bibit ini juga hampir tidak semua masyarakat Desa melakukanya karena memang setiap lahan yang mereka miliki sudah terdapat bambu yang tumbuh liar dan subur.

3. Penanaman

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan kegiatan penanaman bambu masyarakat juga tidak begitu istimewa. Walaupun sebenarnya Bambu dapat dikembangkan melalui biji, stek batang, stek cabang, stump dan melalui kultur jaringan dan pembuatan lubang tanam sebaiknya mengikuti arah kontur dan dibuat dengan jarak 40 x 40 cm atau 50 x 50 cm sampai 100 x 100 cm dengan kedalaman 40-50 cm (Departemen Kehutanan Balai Rehabilitasi Lahan Dan Konservasi Tanah Wampu Sei Ular, 2004) Namun kebanyakan masyarakat Desa Telagah hanya menanam bambu melalui tunas dan juga stek batang dimana mereka menanam hanya dengan patokan pada jarak tanam

4. Pemeliharaan

Dari hasil pengamatan tidak ada kegiatan intensif yang dilakukan oleh masyarakat karena memang tanaman bambu sudah tumbuh liar sejak lama dan juga sangat subur. Adapun kegiatan pembersihan lahan yang dilakukan hanya semata-mata untuk melihat anakan bambu tersebut. Yaitu dengan tujuan agar bisa mengambil anakan bambu untuk diolah menjadi sayuran seperti sayur rebung bambu yang diambil dari anakan bambu. Setelah dilakukan penanaman kebanyakan masyarakat Desa Telagah hanya membiarkannya saja sampai pada tahap pemanenan


(52)

5. Pemanenan

Dalam hal pemanenan masyarakat Desa Telagah biasanya memborongkannya kepada sipembeli dengan harga Rp 2700/batang. Bambu yang sudah dimliki masyarakat sejak turun temurun ini memiliki Masa panen antara 3-6 bulan, hal ini sesuai dengan pernyataan Berlian dan Estu (1995) dimana disebutkan Bambu yang ditanam pertama kali dipanen pada umur 3-6 tahun dan untuk pemanenan selanjutnya dapat dilakukan pada umur 3 sampai 6 bulan. Berdasarkan Literatur Departemen Kehutanan Balai Rehabilitasi Lahan Dan Konservasi Tanah Wampu Sei Ular (2004) waktu yang tepat dalam memanen bambu adalah pada awal musim kemarau. Apabila dilakukan panen pada musim penghujan maka nantinya akan menghasilkan bambu dengan kualitas yang tidak baik. Tentunya juga akan mempengaruhi harga bambu.

6. Penjualan

Masyarakat Desa Telagah hanya menjual bambu dalam bentuk gelondongan saja dimana bambu yang dijual berukuran panjang 7 m. Hal ini disebabkan karena sarana dan prasarana untuk menuju Desa Telagah sangat tidak baik yang nantinya akan mempengaruhi harga jual bambu. Kebanyakan pembeli juga lebih memilih untuk mengolah bambu sendiri dan dijual dikota. Sementara jika masyarakat petani bambu desa telagah sendiri yang menjual dalam bentuk produk mereka harus butuh modal yang besar untuk membawa produk mereka kekota belum lagi masalah akses jalan yang sangat tidak baik. Jadi petani bambu lebih memilih menjual dalam bentuk gelondongan saja. Dimana seperti biasanya pembeli atau pemboronglah yang datang kepada mereka jadi mereka tidak memerlukan modal yang banyak. Kebanyakan pembeli juga datang dari kalangan


(53)

pengrajin bambu yang berada diluar kota, dimana mereka nantinya akan menjual bambu dalam bentuk produk dikota atau diluar daerah Desa Telagah.

Urutan pemasarannya dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 11. Bambu gelondongan yang akan dijual

Pengerajin di Kabupaten Langkat ini kebanyakan mendapatkan bambu dari Desa Telagah yang dipasok oleh agen yang menampung bambu tersebut dari Desa Telagah, para pengerajin ini juga tidak banyak mendapatkan perhatian dari pemerintah sehingga pengerajin dalam mengembangkan usahanya sering terkendala dalam modal. Hasil kerajinan bambu ini merupakan produk yang cukup digemari oleh masyarakat lokal maupun internasional, menurut Tan (2004) bahwa kurang lebih 20% produk kerajinan bambu adalah produk untuk

Petani Bambu

Pengrajin diluar daerah (Pemborong)

Konsumen Pengecer


(54)

pemenuhan ekspor. Sasaran konsumen luar negeri adalah para peminat kerajinan bambu dari Jepang, Italia, Jerman dan Hongaria.

Kontribusi Nilai Ekonomi Bambu Terhadap Pendapatan Masyarakat

Tanaman bambu memiliki berapa kegunaan yang sangat berguna dalam kehidupan masyarakat. Selain memiliki kegunaan yang beragam tanaman bambu juga mempunyai fungsi yang baik dalam segi ekologi. Menurut Widjaja (1985) Bambu merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan mulai dari benda kerajinan, bahan makanan, bahan industri, sampai kepada bahan konstruksi. Diantara pemanfaatan bambu antara lain digunakan sebagai topi, kursi, meja, lemari, alat musik angklung, sayur (rebung), kertas, dan bahan bangunan. Kegunaan ini tidak hanya dikenal dibeberapa negara saja melainkan hampir di seluruh dunia sejak dahulu kala. Maka tidak salah jika banyak masyarakat yang menjadikan tanaman bambu sebagai salah satu penunjang kehidupannya apalagi masyarakat yang memang tinggal dan berdekatan pada daerah yang sangat subur akan tanaman bambu.

Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 5) terhadap responden yang memiliki kontribusi bambu terhadap pendapatan masyarakat yang tertinggi sebesar 66,73% dan yang terkecil adalah sebesar 16,92%, sedangkan untuk rata-rata kontribusi bambu adalah 37,22%. Dengan demikian dapat dilihat bahwa tanaman bambu masih belum memberikan kontribusi yang cukup baik terhadap masyarakat Desa Telagah Kecamatan Sei Binggei, hal ini disebabkan karena Sarana dan prasarana yang sangat tidak baik didesa telagah, kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap cara pengelolaan produk bambu dan juga tidak


(55)

adanya perhatian dari pemerintah sekitar untuk lebih meningkatkan potensi tanaman bambu di Desa Telagah Kecamatan Sei Binggei Kabupaten Langkat ini.

Sesuai wawancara dengan masyarakat, bambu yang terdapat di Desa Telagah dahulu jumlahnya sangat banyak tetapi karena beberapa faktor banyak masyarakat yang mengganti tanamannya menjadi tanaman pertanian dan perkebunan seperti sawit, karet dan beberapa tanaman palawija lainya. Jika dilihat kontribusi tanaman bambu terhadap pendapatan masyarakat secara keseluruhan juga masih tergolong sangat kecil yaitu hanya sebesar 38,81%.

Tabel 6. Persentase Kontribusi bambu Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Nomo r Persentase Kontribusi Pendapatan Hasil Bambu Keterangan Jumlah Responde n 1 0%-20% Kontribusi Pendapatan Sangat Kecil 1 2 21%-40% Kontribusi Pendapatan Kecil 26 3 41%-60% Kontribusi Pendapatan Sedang 11 4 61%-89% Kontribusi Pendapatan Besar 1 5 90%-100% Kontribusi Pendapatan Sangat Besar -

Jumlah 44

Dari tabel diatas dapat kita lihat hanya 1 orang saja yang termasuk kedalam kontribusi pendapatan besar (81%-100%)sementara sebagian lagi masuk kedalam bagian kontribusi pendapatan sangat kecil (0%-20%) dan juga kontribusi pendapatan kecil (21%-40%). Desa Telagah yang memiliki potensi bambu sangat baik seharusnya bisa mendapatkan perhatian yang khusus dari pemerintah setempat agar masyarakat bisa menghasilkan beberapa produk-produk bambu yang lebih bernilai tinggi tentunya agar bisa menambah kontribusi bambu tersebut terhadap pendapatan masyarakat.

Karena kurang baiknya sarana dan prasarana masyarakat Desa Telagah banyak masyarakat yang mengubah lahan mereka menjadi tanaman pertanian dan


(56)

perkebunan lainnya seperti jagung, karet, dan juga sawit padahal sejak dulu Desa Telagah sudah menjadi pemasok bambu terbesar di kabupaten langkat, maka daripada itu pemerintah harus cepat memberi perhatian khusus agar tanaman bambu yang dulunya banyak terdapat di Desa Telagah tidak berganti menjadi tanaman pertanian dan perkebunan lainnya.


(57)

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Bambu pada lokasi penelitian tumbuh menyebar dan subur baik di setiap ketinggian

2. Nilai ekonomi terbesar bernilai Rp. 37.800.000/tahun dengan persentase 7,85% dan terkecil bernilai Rp. 3.780.000/tahun dengan persentase 0,78% sedangkan untuk rata-rata keseluruhan Rp. 10.930.090/tahun, untuk total nilai ekonomi sebesar Rp. 480.924.000

3. Kontribusi terbesar bernilai 66,73% dan terkecil bernilai 16,92%. Kontribusi total seluruh masyarakat adalah 38,81% sedangkan untuk rata-rata kontribusi masyarakat adalah 37,22%

SARAN

Perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah terkait untuk bisa lebih meningkatkan nilai ekonomi dari tanaman bambu yang nantinya bisa membantu perekonomian masyarakat dan juga perlu adanya peninjauan terhadap masalah-masalah apa saja yang menghambat proses pemasaran dari tanaman bambu


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Arianasta, I.B.K. 2005. Keanekaragaman dan Penggunaan Jenis-jenis Bambu di Desa Tigawasa, Bali. Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta. Bali.

Affandi, O. dan P. Patana. 2002. Penelitian Perhitungan Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Non-Marketable oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan.

USU

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Cetakan Kelima. Kanisius. Yogyakarta Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V,

Cetakan XII. Rineka Cipta. Jakarta

Astana, S. 20051. Jurnal Kebijakan Pengembangan Agribinis Bambu (Volume II nomor 2 tahun 2005). Pusat kajian Hutan Rakyat Manajemen Hutan Fakultas KEhutanan UGM, Yogyakarta.

Awang, S.A., Heri Santoso, Wahyu Tri Widayanti, Yuli Nugoho, Kustomo dan Sapadiono. 2001. Gurat Hutan Rakyat di Kapur Selatan. CV Debut Press. Yogyakarta

Batubara, R. 2002. Pemanfaatan Bambu di Indonesia. USU. http://library.usu.ac.id/download//fp/hutan-ridwanti4/pdf.30_juny_2011

Berlian, N. dan Estu Rahayu, 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar swadaya. Jakarta.

Darusman, D dan Didik Suharjito. 1998. Kehutanan Masyarakat: Beragam Pola Partisispasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Diniaty,D. Dan Sofia Rahmayanti.2000. Potensi Ekonomi Pengusahaan Bambu rakyat di Desa Telagah, Sumatera Utara.

9_05_2011

Dinas Kehutanan Provinsi JawaTengah. 2008. Portal Dinas Kehutanan Provinsi

Jawa Tengah.

page

-id =28. [15 february 2011]

Darusman, D dan Hardjanto. 2006. Tinjauan Pustaka Hutan Rakyat. http://www.dephut.go.id/files/ekonomi_HR.pdf

Dephut, 2004. Sari Penelitian Bambu.


(59)

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1998. Panduan Kehutanan Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta. Departemen Kehutanan Balai Rehabilitasi Lahan Dan Konservasi Tanah Wampu

Sei Ular (2004). Sumatera Utara

Departemen Kehutanan, 1989. Pedoman Pengelolaan Hutan Rakyat Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan

Departemen Kehutanan dan Perkebunan Langkat, 2006. Kegiatan Kelompok Tani Binaan PLP, Hutan Rakyat Swadaya Jenis Tanaman Bambu, Departemen Kehutanan

Dransfield, J. dan N. Manokaran. 1996. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta

Elisa, dkk. 2008. Studi Peta Rantai Nilai (Value Chain) Kerajinan Bambu Desa Sendangagung, Minggir, Sleman. Penelitian DPPM UII

Fajriyanto, dkk. 2008. Peningkatan Produksi Petani Bambu Berkualitas Ekspor, Marketable dan Model Manajemennya didusun Brajan, Desa Sendangagung Kec. Minggir Kabupaten Sleman.Program Vucer Multitahun

Ichwandi, I. 1996. Nillai Ekonomi Sumberdaya Hutan dan Lingkungan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor

Jaffar, E.R. 1993. Pola Pengembangan Hutan Rakyat Sebagai Upaya Peningkatan Luasan Hutan dan Peningkatan Pendapatan Masyarakat di Propinsi DI Yogyakarta. Makalah pada pertemuan persaki propinsi DI Yogyakarta tanggal 17 Juli 1993. Yogyakarta.

Manalu, E. A., 2008. Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Bambu Oleh Masyarakat Kota Binjai dan Kabupaten Langkat (skripsi). Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

N. Berlian, V.A. dan E. Rahayu. 1995. Budidaya dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta

Prasetyo, Bambang dan Jannah, LM. 2007. Metode Penelitian Kualitatif dan Aplikasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Suharjito, D. 2007. Hutan Rakyat di Jawa. Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Swara, P.1997. Pengawetan Kayu dan Bmbu. KDT. Jakarta

Usman, H dan Purnomo S. A. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Bumi Aksara. Jakarta


(60)

Widayati, W .T dan S. Riyanto. 2005. Kajian Potensi Hutan Rakyat dan Analisis Interaksi Masyarakat dengan Sumberdaya Alam di Kabupaten Boyolali. Jurnal Hutan Rakyat Volume VII No. 2 Tahun 2005. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Widjaja, E.A. 1985. Bamboo research in Indonesia, in Lissard and A Chouinard (eds). Bamboo Research in Asia Proceedings of a Workshop held in Singapura. IDRC and IUFRO.

Widyana, K. 2001. Bambu Dengan Berbagai Manfaatnya.


(61)

LAMPIRAN 1

LEMBAR KUISIONER RESPONDEN

PENGENALAN TEMPAT Dusun

Desa Kecamatan Kabupaten Provinsi

No urut responden Tanggal

JURUSAN KEHUTANAN MANAJEMEN HUTAN


(62)

Identitas Responden

Nama :

Jenis Kelamin :

Agama :

Umur : Tahun

Pendidikan :

Pekerjaan Utama : Pekerjaan Sampingan : Data umum Hutan Rakyat Bambu

1. Berapa luas total lahan yang bapak miliki?...(Ha)/satuan lain 2. Berapa luas lahan yang digunakan untuk mengelola bambu ?...(Ha)/satuan

lain

3. Status lahan yang digunakan untuk hutan bambu? (a) Lahan milik pribadi

(b) lahan sewa (c) lahan marga (d) Lahan negara

4. Apakah bambu yang bapak peroleh dijual langsung atau diolah terlebih dahulu?

5. Berapa Harga jual bambu :

6. Jika dilakukan pengolahan, apa saja yang bapak hasilkan dari bambu ini? 7. Berapa penghasilan total yang bapak peroleh per bulan?


(63)

9. Kendala atau permasalahan apa saja yang bapak alami dalam pemanfaatan bambu ini?

10.Bagaimana cara pemanenan bambu yang dilakukan?

11.Berapa jumlah Bambu yang anda ambil pada 1x pemanenan? 12.Berapa kali anda memanen Bambu dalam setahun?

13.Biasanya anda menjual bambu dalam bentuk bagaimana? 14.Apakah bambu dihutan semakin sulit diperoleh?

15.Apakah ada upaya penanaman yang dilakukan? 17. Masyarakat mengambil tanaman bambu dari mana?


(64)

PENDAPATAN DARI SISI OUTPUT

A. PENGELUARAN BAHAN PANGAN

No Jenis Pengeluaran Untuk Pangan Jumlah Pengeluaran dalam seminggu (Rp) 1. Beras

2.

Umbi-Umbian, Bumbu-Bumbuan, Lauk-Pauk (Daging, Telur, Sayur, dll)

3. Buah-Buahan 4. Minyak

5. Bahan Minuman

6. Konsumsi Lainnya (Jajanan, Rokok, dll)

B. PENGELUARAN NON MAKANAN

No Jenis Pengeluaran Non Makanan Dalam Sebulan Yang Lalu (Rp)

Dalam Setahun Yang Lalu (Rp) 1. Sandang (Pakaian, Sepatu, dll)

2. Perumahan

3. Pendidikan (SPP Anak, Buku, dan Biaya Sekolah Lainnya)

4. Kesehatan(Baiya Berobat, Vitamin) 5. Lainnya (Sabun, Pajak, Listrik)

(Isilah pengeluaran untuk sebulan lalu dan setahun lalu, jika pengeluaran terdapat setahun lalu maka isi kolom setahun lalu)

C. PENGELUARAN LAINNYA

No Jenis Pengeluaran Sebulan Yang Lalu (Rp)

Setahun Yang Lalu (Rp) 1. Transfer Uang

2. Membayar Hutang 3. Lainnya (Arisan,

Meminjamkan Uang, dll) 4. Tabungan/Simpanan


(65)

KARAKTERISTIK RESPONDEN DI DESA TELAGAH KECAMATAN SEI BINGGEI KABUPATEN LANGKAT

No Nama Umur

(Tahun)

Tanggungan Lahan

Bambu yang dimiliki

(Ha)

Pendidikan

Istri Anak

01 Bergerak

Surbakti 41 1 2 1 S-I

02 Patal Tarigan 45 4 2 SD

03 Pian Tarigan 42 1 4 0,5 SMP

04 Untuk Sitepu 72 2 7 3 SD

05 Irwan

Sembiring 37 1 2 2,5 SMA

06 Ruah Sitepu 45 1 4 1,5 SMP

07 Purnama

Ginting 30 1 2 1,5 SMA

08 Agen

Sembiring 55 1 5 1 SMP

09 Sahna Tarigan 35 1 4 1 SMA

10 Rakul

Sembiring 65 1 6 1 SD

11 Slamat

Sembiring 57 1 5 0,5 SMP

12 Urung

Sembiring 35 1 2 1 SMA

13 Adil Surbakti 41 1 3 2 SMP

14 Suprat

Sembiring 40 1 3 2,5 SMP

15 Usman

Tarigan 48 1 4 1 SMP

16 Kolem Ginting 40 1 4 0,5 SMP

17 Amin Surbakti 52 2 5 1,5 SMP

18 Nerima Burki 74 1 7 2 SD

19 Usaha Ginting 43 1 3 3 SMA

20 Johan PA 27 1 1 1,5 SD

21 Herma sitepu 40 1 3 0,5 SMA

22 Timbul Sitepu 48 1 4 1 SD

23 Jakub Ginting 40 1 4 0,5 SMP

24 Sanggup

Sembiring 52 1 5 2,5 SMA

25 Rawen Sitepu 74 1 7 1 SMP

26 Sederhana

Stepu 43 1 3 0,5 SMP

27 Deking Sitepu 40 1 1 3 SMP

28 Biten Tarigan 48 1 2 2 SMA

29 Hormat

Tarigan 30 1 4 1 SD

30 Nolong


(66)

31 Mereksa

Tarigan 35 1 5 2 SMP

32 Naik Sitepu 65 1 2 1 SMA

33 Kaku Sitepu 57 1 3 0,5 SMP

34 Jasa Pelawi 57 1 3 2 SMA

35 Joni Pelawi 35 1 4 2 SD

36 Tambak

Tarigan 41 1 4 1 SMA

37 Urung

Sembiring 40 1 1 3 SMP

38 Kantor Sitepu 48 1 2 1,5 SD

39 Surya Darma

Purba 40 1 4 1 SMA

40 Bengkel

Sembiring 52 1 6 1 SMP

41 Usaha

Sembiring 45 1 5 0,5 SMA

42 Juan

Sembiring 57 1 2 5 SMP

43 Johanes

Sembiring 35 1 3 2,5 SMA

44 Berahim

Ginting 41 1 3 1,5 SD


(67)

Lampiran 3. Perhitungan Nilai Ekonomi Tanaman Bambu

No Nama Responden

Tanaman Bambu Jumlah

(Btg)

F TP Harga

(Rp)

NE (Rp)

%NE

1 Bergerak Surbakti 600 4 2400 2700 6.480.000 1.34% 2 Patal Tarigan 1200 4 4800 2700 12.960.000 2.69% 3 Pian Tarigan 350 4 1400 2700 3.780.000 0.78% 4 Untuk Sitepu 2000 4 8000 2700 21.600.000 4.49% 5 Irwan Sembiring 1500 4 6000 2700 16.200.000 3.36%

6 Ruah Sitepu 850 4 3400 2700 9.180.000 1.90%

7 Purnama Ginting 900 4 3600 2700 9.720.000 2.02% 8 Agen Sembiring 550 4 2200 2700 5.940.000 1.23% 9 Sahna Tarigan 600 4 2400 2700 6.480.000 1.34% 10 Rakul Sembiring 700 4 2800 2700 7.560.000 1.57% 11 Slamat Sembiring 350 4 1400 2700 3.780.000 0.78% 12 Urung Sembiring 1500 4 6000 2700 16.200.000 3.36% 13 Adil Surbakti 1200 4 4800 2700 12.960.000 2.69% 14 Suprat Sembiring 1500 4 6000 2700 16.200.000 3.36% 15 Usman Tarigan 650 4 2600 2700 7.020.000 1.45% 16 Kolem Ginting 350 4 1400 2700 3.780.000 0.78% 17 Amin Surbakti 1000 4 4000 2700 10.800.000 2.24% 18 Nerima Burki 1200 4 4800 2700 12.960.000 2.69% 19 Usaha Ginting 2000 4 8000 2700 21.600.000 4.49%

20 Johan PA 1200 4 4800 2700 12.960.000 2.69%

21 Herma sitepu 300 4 1200 2700 3.240.000 0.67% 22 Timbul Sitepu 650 4 2600 2700 7.020.000 1.45% 23 Jakub Ginting 450 4 1800 2700 4.860.000 1.01% 24 Sanggup Sembiring 1500 4 6000 2700 16.200.000 3.36% 25 Rawen Sitepu 600 4 2400 2700 6.480.000 1.34% 26 Sederhana Stepu 350 4 1400 2700 3.780.000 0.78% 27 Deking Sitepu 1900 4 7600 2700 20.520.000 4.26% 28 Biten Tarigan 1300 4 5200 2700 14.040.000 2.91% 29 Hormat Tarigan 600 4 2400 2700 6.480.000 1.34% 30 Nolong Ginting 900 4 3600 2700 9.720.000 2.02% 31 Mereksa Tarigan 1200 4 4800 2700 12.960.000 2.69% 32 Naik Sitepu 600 4 2400 2700 6.480.000 1.34% 33 Kaku Sitepu 400 4 1600 2700 4.320.000 0.89% 34 Jasa Pelawi 1200 4 4800 2700 12.960.000 2.69% 35 Joni Pelawi 1500 4 6000 2700 16.200.000 3.36% 36 Tambak Tariga 600 4 2400 2700 6.480.000 1.34% 37 Urung Sembiring 1800 4 7200 2700 19.440.000 4.04% 38 Kantor Sitepu 980 4 3920 2700 10.584.000 2.20% 39 Surya Darma Purba 500 4 2000 2700 5.400.000 1.12% 40 Bengkel Sembiring 600 4 2400 2700 6.480.000 1.34% 41 Usaha Sembiring 350 4 1400 2700 3.780.000 0.78% 42 Juan Sembiring 3500 4 14000 2700 37.800.000 7.85% 43 Johanes Sembiring 1550 4 6200 2700 16.740.000 3.48% 44 Berahim Ginting 1000 4 4000 2700 10.800.000 2.24%

Jumlah 480.924.000


(68)

Lampiran 4. Keterangan tabel pada kampiran 2

Keterangan :

Jumlah : Rata-rata pengambilan bambu pertahu

n Xn Xii

Xi+ +...

Xi : jumlah bambu yang diambil n : banyak pengambilan pertahun F : frekuensi pengambilan pertahun

TP (Total pengambilan pertahun): Rata-rata pengambilan bambu X F Harga : harga bambu di lokasi penelitian

NE (Nilai Ekonomi) :TP X Harga

%NE :

NE NEi

x 100%

NEi : Nilai ekonomi dari hasil bambu


(69)

Lampiran 5. Kontribusi Bambu Terhadap Pendapatan Masyarakat

No Nama Responden

Pendapatan bambu (Rp) Total Pendapatan (Rp) Kontribusi (%)

1 Bergerak Surbakti 6.480.000 22.730.000 28.50 %

2 Patal Tarigan 12.960.000 34.520.000 37.54 %

3 Pian Tarigan 3.780.000 19.230.000 19.65 %

4 Untuk Sitepu 21.600.000 43.760.000 49.36 %

5 Irwan Sembiring 16.200.000 26.920.000 60.17 %

6 Ruah Sitepu 9.180.000 23.000.000 39.91 %

7 Purnama Ginting 9.720.000 24.920.000 39.00 %

8 Agen Sembiring 5.940.000 25.295.000 23.48 %

9 Sahna Tarigan 6.480.000 22.180.000 29.21 %

10 Rakul Sembiring 7.560.000 23.700.000 31.89 % 11 Slamat Sembiring 3.780.000 20.240.000 18.67 % 12 Urung Sembiring 16.200.000 28.690.000 56.46 % 13 Adil Surbakti 12.960.000 34.000.000 38.11 % 14 Suprat Sembiring 16.200.000 36.060.000 44.92 %

15 Usman Tarigan 7.020.000 26.920.000 26.07 %

16 Kolem Ginting 3.780.000 20.940.000 18.05 %

17 Amin Surbakti 10.800.000 33.100.000 32.62 %

18 Nerima Burki 12.960.000 36.360.000 35.64 %

19 Usaha Ginting 21.600.000 37.880.000 57.02 %

20 Johan PA 12.960.000 25.140.000 51.55 %

21 Herma sitepu 3.240.000 19.140.000 16.92 %

22 Timbul Sitepu 7.020.000 27.500.000 25.52 %

23 Jakub Ginting 4.860.000 22.040.000 22.05 %

24 Sanggup Sembiring 16.200.000 29.020.000 55.82 %

25 Rawen Sitepu 6.480.000 22.380.000 28.95 %

26 Sederhana Stepu 3.780.000 16.880.000 22.39 % 27 Deking Sitepu 20.520.000 31.480.000 65.18 % 28 Biten Tarigan 14.040.000 27.340.000 51.35 % 29 Hormat Tarigan 6.480.000 22.340.000 29.00 % 30 Nolong Ginting 9.720.000 29.720.000 32.70 % 31 Mereksa Tarigan 12.960.000 34.180.000 37.91 %

32 Naik Sitepu 6.480.000 18.010.000 35.98 %

33 Kaku Sitepu 4.320.000 18.180.000 23.76 %

34 Jasa Pelawi 12.960.000 32.140.000 40.32 %

35 Joni Pelawi 16.200.000 35.980.000 45.02 %

36 Tambak Tariga 6.480.000 26.960.000 24.03 %

37 Urung Sembiring 19.440.000 35.820.000 54.27 % 38 Kantor Sitepu 10.584.000 33.144.000 31.93 % 39 Surya Darma Purba 5.400.000 25.820.000 20.91 % 40 Bengkel Sembiring 6.480.000 26.700.000 24.26 % 41 Usaha Sembiring 3.780.000 18.840.000 20.06 % 42 Juan Sembiring 37.800.000 56.640.000 66.73 % 43 Johanes Sembiring 16.740.000 34.340.000 48.74 % 44 Berahim Ginting 10.800.000 28.920.000 37.34 %

Jumlah 480.924.000 1.239.099.000 1637.98%

Rata-rata 10.930.090 28.161.340 37.22%


(70)

Lampiran 6. Kelas Kontribusi Tanaman Bambu Terhadap Pendapatan Masyarakat

Nomor

Persentase Kontribusi Pendapatan Hasil

Bambu

Keterangan Jumlah

Responden

1 0%-20% Kontribusi Pendapatan Sangat Kecil 1

2 21%-40% Kontribusi Pendapatan Kecil 26

3 41%-60% Kontribusi Pendapatan Sedang 11

4 61%-89% Kontribusi Pendapatan Besar 1

5 81%-100% Kontribusi Pendapatan Sangat Besar -

Jumlah 44

Rumus Kontribusi R =

Rt

Rhr x 100%

Keterangan :

R : Persentase Pendapatan Dari Bambu Rhr : Pendapatan hasil Bambu


(71)

Lampiran 7


(72)

Lampiran 8

Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Bambu di Desa Telagah Gambar 2. Bambu di Desa Telagah

Gambar 3. Bambu Muda Gambar 4. Wawancara dengan petani bambu

Gambar 5. Wawancara dengan Gambar 6. Bambu siap jual dalam ukuran 7m petani bambu


(73)

Gambar 7. Wawancara dengan warga Gambar 8. Keadaan jalan di Desa Telagah

Gambar 9. Wawancara dengan petani bambu Gambar 10. Kantor Kepala Desa telagah


(74)

Gambar 13. Rumah warga dari bambu Gambar 14. Rumpun bambu setelah dipanen

Gambar 15. Pengamatan titik bambu Gambar 16. Pengamatan bambu


(75)

Lampiran 9 Peta Desa Telagah


(76)

Lampiran 10


(77)

Lampiran 11


(78)

Lampiran 12: Bambu pada setiap ketinggian Ketinggian 700-800 mdpl


(79)

Ketinggian 900-1000 mdpl


(80)

Lampiran 13. Alur dan Rincian Penelitian

Persiapan Administrasi Peralatan dan surat Gps, Pita Ukur, Lembar Kuisiner, Alat Tulis dan Kamera

Survey Pendahuluan

Pengumpulan Data

Sekunder

Kondisi Umum Lokasi Penelitian Menurut Instansi Terkait (DISHUT)

Kondisi Umum Lokasi Penelitian Menurut Pemerintahan Desa

1. Luas dan Batas 2. Ketinggian Tempat 3. Topografi dan iklim 4. Penduduk dan Peta

Wilayah

Data Penduduk (KK, Responden, Tanggungan, Mata Pencaharian, Luas Lahan yang Dimiliki, Pendidikan)

Survey Lapangan Pengumpulan Data Primer Data Peta Data Nilai Ekonomi Dokumentas

Penentuan Plot dan Titik Berdasarkan Ketinggian

Wawancara (Petani Bambu)

1. Sistem Pengolahan 2. Harga, Dll

Pengelolaan Data Data Sekunder Data Primer Dalam Laporan

Data Peta dan Data Nilai Ekonomi


(1)

(2)

Lampiran 10


(3)

(4)

Lampiran 12: Bambu pada setiap ketinggian Ketinggian 700-800 mdpl


(5)

(6)

Lampiran 13. Alur dan Rincian Penelitian

Persiapan Administrasi Peralatan dan surat Gps, Pita Ukur, Lembar Kuisiner, Alat Tulis dan Kamera

Survey Pendahuluan

Pengumpulan Data

Sekunder

Kondisi Umum Lokasi Penelitian Menurut Instansi Terkait (DISHUT)

Kondisi Umum Lokasi Penelitian Menurut Pemerintahan Desa

1. Luas dan Batas 2. Ketinggian Tempat 3. Topografi dan iklim 4. Penduduk dan Peta

Wilayah

Data Penduduk (KK, Responden, Tanggungan, Mata Pencaharian, Luas Lahan yang Dimiliki, Pendidikan) Survey Lapangan Pengumpulan Data Primer Data Peta Data Nilai Ekonomi Dokumentas

Penentuan Plot dan Titik Berdasarkan Ketinggian Wawancara (Petani

Bambu)

1. Sistem Pengolahan 2. Harga, Dll

Pengelolaan Data Data Sekunder Data Primer Dalam Laporan

Data Peta dan Data Nilai Ekonomi